You are on page 1of 16

7

Layanan Sosial Keluarga Berorangtua Pensiunan Terhadap


Post Power Syndrome
Social Service to Family with Retired Parents Having Post-Power Syndrome

Ikawati
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS).
Jl. Kesejahteraan Sosial No 1 Nitipuran Yogyakarta Email :ikawati.susatyo@yahoo.com , HP: 087839561959 .
Diterima tanggal 21 Maret 2018, direvisi tanggal 23 April 2018, disetujui 02 Juli 2018

abstract

This study aims to determine the effect of social service to families with retired parents having post-power syndrome.
This is a quantitative research. The location of research was determined purposively, namely was in Yogyakarta Special
Region. Research subjects targeted was determined purposively and it was determined at a number of 30 respondents.
The data was collected by distributing questionnaires and was analyzed by using regression analysis techniques. The
results indicated that there was an effect of social service to families with retired parents having post-power syndrome as
seen in its relative and effective contribution. The relative contribution could be seen in first priority that was providing
opportunities to religious activities, the second one was providing chances for parents to do the counseling, the third one
was providing assistance for making retirement activities plan before being retired, the fourth one was providing occasion
for recreation and the fifth one was providing chances for doing social interaction with their surrounding especially
in the context of their post-power syndrome as it was revealed through their anxiety of losing their status, career and
that of decreasing their routine income, and their contact with colleagues as well as their self-confidence. Whereas the
effective contribution took place as 58.344 percent much at controlling post-power syndrome. It means that there are
other factors that do not exist in this research variable as much as 41.656 percent that affect the occurrence of post-power
syndrome. Based on these findings, it is recommended to the Ministry of Social Affairs through the Directorate of Family
Empowerment and Social Institutions, especially due to strengthening family program through family empowerment,
to prepare carefully those going retired, to pay attention and to take care of them, to appreciate those retired and to
accompany them in anticipating the occurrence of post-power syndrome.

Keywords: family service disorder syndrome

abstrak

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh layanan sosial keluarga berorangtua pensiunan terhadap post power
syndrom. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan purposive, yaitu
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sasaran subjek penelitiannya ditentukan berdasarkan purposive, maka ditentukan 30
responden. Objek penelitiannya adalah layanan sosial keluarga dan post power syndrom. Pengumpulan data menggunakan
angket, sedang analisa data menggunakan teknik analisa regresi. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh layanan
sosial keluarga berorangtua pensiunan terhadap post power syndrom yang dilihat dari besar sumbangan relatif dan efektif.
Keluarga yang berorangtua pensiun dalam memberikan layanan sosial memperlihatkan ada sumbangan relatif dari
urutan pertama yang menyumbangkan terbesar adalah memberikan kesempatan kegiatan religious, kedua memberikan
kesempatan untuk menasehati, ketiga memberikan bantuan dalam perencanaan kegiatan sebelum pensiun, keempat
memberi kesempatan berekreasi, serta kelima memberikan kesempatan melakukan kegiatan sosial dan keenam memberi
kesempatan berinteraksi dengan lingkungan terhadap post power syndrom yang diungkap melalui kecemasan kehilangan
status, karier, menurunnya penghasilan, interaksi dengan rekan kerja, dan rasa percaya diri. Sumbangan efektifnya
adalah sumbangan layanan sosial keluarga yang berorangtua pensiun menyumbangkan 58,344 persen terjadinya post
power syndrom. Artinya masih ada faktor lain yang tidak ada dalam variabel penelitian ini sebesar 41,656 persen yang
mempengaruhi terjadinya post power syndrom. Berdasarkan hasil temuan tersebut, maka direkomendasikan kepada
Kementerian Sosial melalui Direktorat Pemberdayaan Keluarga dan Kelembagaan Sosial, agar dalam program penguatan
keluarga melalui anggota keluarga guna mempersiapkan, memperhatikan, mempedulikan, menghargai, dan mendampingi
menghadapi pensiun guna mencegah terjadinya post power syndrom.

Kata kunci: pelayanan sosial-keluarga-post power syndrom

179
Jurnal PKS Vol 17 No 2 Juni 2018; 179 - 194

A. Pendahuluan mana individu mulai meniti karier pekerjaan;


Meningkatnya pengetahuan dan tingkat (2) middle years (masa pertengahan), yaitu
sosial ekonomi masyarakat, serta kemajuan di masa pertengahan merupakan masa yang mana
bidang pelayanan kesehatan berpengaruh ter- seseorang sudah mulai mengalami kemapanan
hadap kenaikan angka usia harapan hidup. Dari dalam karier; pada masa ini seseorang mempu-
berbagai sumber publikasi, jumlah lanjut usia nyai status, sumber keuangan yang jelas, dan (3)
di Indonesia diprediksi sampai dengan tahun retirement years (masa pensiun) yaitu merupa-
2025, sebesar 35 juta atau 13,2 persen pen- kan masa ketika seseorang mulai masuk masa-
duduk Indonesia, dengan usia harapan hidup masa pensiun. Adanya perubahan dari masa
69-71 tahun (Ikawati, 2009). Indonesia ter- kerja ke masa pensiun, masa ini akan merasa
masuk negara yang memasuki era penduduk kehilangan beberapa hal antara lain penerima-
berstruktur (aging structure population), karena an, penghargaan, kekuasaan, pengaruh, rutini-
jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas tas dan waktu. Kehilangan hal yang penting ini
sekitar 10,5 persen (Hamka, Tanto Hariyanto, dapat berdampak terhadap kesehatan mental
dan Hari Sukanto Adi. 2017). Pada umumnya bagi mereka yang tidak siap dalam menghadapi
usia 60 tahun seseorang telah memasuki masa kenyataan yang ada. Salah satu gangguan kese-
purna tugas atau pensiun. Pensiun adalah masa hatan mental yang sering dialami oleh individu
transisi hidup yang mungkin sangat menegang- yang akan menghadapi pensiun adalah kece-
kan, karena masa ini ditandai dengan beberapa masan.
perubahan dalam status, pendapatan dan ru- Pada era modern seperti saat ini, pekerjaan
tinitas sehari-hari. Pensiun akan memutuskan merupakan salah satu faktor penting yang bisa
seseorang dalam aktivitas rutin yang telah di- mendatangkan kepuasan, karena uang, jabatan
lakukan selama bertahun-tahun. Selain itu akan dan memperkuat harga diri. Hal tersebut se-
memutuskan rantai sosial yang sudah terbina ringkali terjadi seseorang yang pensiun bukanya
dengan rekan kerja, dan yang paling penting dapat menikmati masa tua dengan hidup santai,
adalah menghilangnya identitas diri seseorang tetapi sebaliknya ada yang mengalami problem
yang sudah melekat begitu lama. Pensiun se- serius (kejiwaan ataupun fisik). Individu yang
ringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak melihat masa pensiun hanya dari segi finansial
menyenangkan, karena adanya kecemasan ka- kurang bisa beradaptasi dengan baik dibanding-
rena tidak tahu kehidupan macam apa yang kan dengan mereka yang dapat melihat pensiun
akan dihadapi kelak. sebagai masa dimana manusia beristirahat, me-
Pensiun merupakan tahapan yang harus nikmati hasil jerih payahnya selama ini di masa
dihadapi bagi seseorang yang bekerja. Setiap tuanya. Perubahan fisik dan psikologis pada lan-
transisi dari satu tahapan ke tahap berikutnya jut usia terjadi secara alami dan memungkinkan
akan mengalami suatu masa kritis, karena se- terjadi masalah psikososial, apabila lanjut usia
tiap masa masa transisi dari suatu tahap per- tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan.
kembangan akan terdapat tugas perkembangan. Perubahan tersebut antara lain adalah kema-
Menurut Hurlock (1996), pensiun merupakan tian pasangan, kerusakan fungsi dan penyakit
pengunduran diri individu dari aktivitas se- kronik, sikap dan pandangan negatif terhadap
hari-hari dan kebanyakan lanjut usia meman- kondisi menua, masa pensiun, kematian kelu-
dang pensiun sebagai masa kritis, dikarenakan arga, dan teman serta relokasi dari tempat ting-
persepsi orang lain terhadap dirinya yang sudah gal keluarga (Miller, 1995). Perubahan fisik dan
tidak berguna dan tidak kompeten. Teori Life psikologis menuntut kemampuan beradaptasi
cycle (Boyes, 1984), menyebutkan terdapat tiga yang cukup besar untuk menyikapi perubahan
tahapan dalam siklus masa kerja yaitu (1) early secara bijak, dalam teori model adaptasi Roy
years (masa awal) yaitu merupakan tahapan di (1991), bahwa setiap orang selalu mengguna-

180
Layanan Sosial Keluarga Berorangtua Pensiunan terhadap Post Power Syndrome (Ikawati)

kan koping yaitu strategi seseorang dalam kan apa, untuk pengganti kesibukan mereka.
menghadapi masalah (Ni Komang Ekawati, Kecemasan yang tinggi tersebut termanifestasi
2005) yang bersifat positif maupun negatif un- dalam simptom-simptom fisik maupun psikis
tuk mengatasi adanya stressor. yang berat, seperti tekanan darah tinggi, pu-
Masa pensiun merupakan faktor yang tidak tus asa dan depresi, hal tersebut berakibat orang
dapat dihindari bagi seseorang yang bekerja, yang pensiun bukannya dapat menikmati hari
pada masa ini seseorang bebas dari kewajiban- tuanya dengan hidup santai, namun sebaliknya
kewajiban dan tanggung jawab dalam hubun- mengalami problem seius, baik kejiwaan mau-
gannya dengan pekerjaan dan kesibukan yang pun fisik. Menurut Hadi (2005), ada beberapa
melelahkan. Kecemasan menghadapi pensiun hal yang dapat mempengaruhi timbulnya kece-
adalah suatu keadaan atau perasaaan tidak me- masan dalam menghadapi pensiun antara lain
nyenangkan karena khawatir, bingung, tidak (1) hilangnya fasilitas yang diperoleh sewaktu
pasti akan masa depannya yang timbul ketika masih kerja seperti menurunnya penghasilan;
seseorang memasuki masa pensiun, namun be- (2) hilangnya status jabatan beserta status sosial
lum siap menerima kenyataan tersebut dengan yang menyertainya; (3) masih mempunyai tang-
segala akibatnya baik secara psikologis maupun gungan keluarga; dan (4) datangnya masa tua
fisiologis. Meskipun demikian mereka masih dengan disertai perubahan-perubahan fisik di
dituntut untuk mengadakan penyesuaian-pe- usia tua. Menurut Rini (2001) kecemasan terse-
nyesuian terhadap kondisi yang akan dihadapi but antara lain: kecemasan terhadap kemun-
setelah pensiun. Seseorang yang memasuki duran fisik, ditinggal pasangannya, kecemasan
masa pensiun identik dengan usia lanjut, menu- menghadapi kematian,ditinggal anak-anaknya,
rut Moeryono (1977), pada usia lanjut terjadi dan kecemasan akan kesendiriannya.
kemunduran berbagai sistem dalam tubuhnya Berbagai perspektif teori dalam menjelas-
antara lain: sistem pancaindera, pembuluh kan dampak pensiun terhadap kesehatan mental
darah, pernafasan, urogenitalis, pencernakan, mengindikasikan bahwa terdapat faktor-faktor
pertahanan tubuh dan sistem syaraf. Menurut yang dapat mempengaruhi hubungan antara
Havighurst (dalam Irene Trisna Ayu, 2009), pensiun dan kecemasan. Menurut Rybas, Rood-
salah satu tugas perkembangan di usia lanjut in dan Santrock (Fajar Astuti Wulandari, 2001),
adalah (1) penyesuaian terhadap kekuatan fisik bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kece-
dan kesehatan yang menurun; (2) penyesuaian masan ketika menghadapi pensiun adalah peng-
terhadap kematian pasangan; (3) penyesuaian hasilan yang tidak memadai, kesehatan yang
terhadap hubungan dengan teman-teman; (4) buruk dan mengalami stress. Temuan peneli-
penyesuaian terhadap menurunnya penghasilan; tian Butterworth, Gill, Rogers, Anstey, Vilamil
dan penyesuaian tempat tinggal yang memuas- dan Melzer (2006), keterkaitan pensiun dengan
kan. kesehatan mental menunjukkan terdapat ting-
Seseorang yang membangun harga dirinya kat kecemasan yang berbeda antara individu
melalui kekuasaan dan status selama masa ker- yang mengalami pensiun pada usia muda dan
janya akan menghadapi krisis identitas yang cu- individu yang mengalami pensiun tepat waktu
kup berat menjelang pensiun, mereka menjadi sesuai batasan umur pensiun. Salah satu fak-
merasa tidak berguna lagi (Rini, 2001). Fenome- tor yang dapat dianggap mengatasi kecemasan
na lain, kebanyakan seseorang yang pada masa pensiun adalah perencanaan pensiun, yaitu in-
mudanya sangat disibukkan dalam kesibukan dividu yang mempunyai perencanaan dan per-
kerja dan mereka tidak mencoba mengembang- siapan dalam menghadapi pensiun cenderung
kan minat pada hal yang lain. Akibatnya ketika lebih bisa menghadapi keadaan. Menurut Sie-
mereka harus berhenti dalam pekerjaannya atau gel dan Rives (1980), perencanaan pensiun
pensiun, maka mereka tidak tahu harus melaku-

181
Jurnal PKS Vol 17 No 2 Juni 2018; 179 - 194

dianggap dapat mengatasi tingkat kecemasan kur dan tidak berfokus pada materi; (2) kekua-
yang ditimbulkan dengan anggapan bahwa pe- saan dan jabatan bukan bersifat permanen,
rencanaan dapat membantu memperkirakan dan tetapi merupakan tanggung jawab yang harus
mengontrol kondisi pada saat pensiun. dijalankan dengan baik; (3) penghargaan ke-
Individu yang telah mempersiapkan ren- pada pemimpin yang bisa memberikan banyak
cana pensiun dapat meminimalisir terjadinya manfaat kepada masyarakat, ketulusan serta
kecemasan. Menurut Shouksmith (1983), bah- keikhlasan pada saat memimpin, maka setelah
wa pelatihan perencanaan pensiun dapat ber- pensiun akan selalu dihargai dan dihormati; (4)
pengaruh pada sikap terhadap pensiun. Sikap memiliki persiapan baik jasmani, rohani dan
yang positif terhadap pensiun akan mening- finansial saat menjelang pensiun merupakan
katkan rasa penerimaan dan penyesuaian, se- solusi menghadapi pensiun. Sedangkan menu-
hingga perasaan cemas terhadap pensiun dapat rut Djamaludin Ancok (1992), alternatif un-
berkurang. Penelitian Burr, Santo dan Pushkar tuk mencegah post power syndrom adalah (1)
(2011) menemukan bahwa kondisi persiapan sikap optimis dirinya berguna bagi keluarga
pensiun seperti persiapan keuangan secara dan masyarakat; (2) Persiapan dengan aktivitas
positif berkontribusi terhadap kesejahteraan yang berguna misal hobbi yang menghasilkan;
psikologis individu pada saat pensiun. Masa (3) menerima diri dengan kenyataan bahwa di-
pensiun merupakan masa di mana pendapatan rinya telah menjadi tua harus tidak sedih dan
sudah tidak sebesar pada saat individu masih tidak menyesal, karena menjadi tua tidak da-
bekerja secara penuh, oleh karena itu berbagai pat dihindari oleh siapapun; (4) agama meru-
program perlu perencanaan keuangan (Hersey, pakan peranan sangat penting agar jiwa tenang
Lawson, Mc Ardle, & Hamagami, 2007); dan damai, sehingga terus meningkatkan diri
perencanaan kesehatan ataupun perencanaan beribadah kepada Tuhan YME; (5) Mawas
hidup secara menyeluruh (Field, dalam Timba diri, artinya tetap mengaktifkan daya analisa
Imas, 2013). Program di atas biasanya diran- dirinya terhadap berbagai masalah psikologis
cang untuk mempersiapkan individu yang akan yang dihadapinya. Lebih lanjut Djamaludin
menghadapi pensiun dan mengurangi berbagai Ancok (1992) menyatakan perlunya persiapan
dampak psikologis yang terjadi pada individu keluarga dan masyarakat dalam mencegah
yang akan menghadapi pensiun. Menurut Pal- terjadinya post power syndrom antara lain:
more (Fajar Astuti Wulandari, 2001), menye- (1) aspek psiko-sosial-kultural yaitu perlunya
butkan faktor-faktor yang menyebabkan sese- mempertahankan dan memelihara serta me-
orang tidak cemas ketika menghadapi pensiun, nanamkan norma sopan santun, menghargai
antara lain: (1) mempunyai sejumlah aktivitas terhadap orangtua yang cenderung memudar,
organisasi, keagamaan, politik atau organisasi karena dapat menimbulkan persepsi diri yang
sosial; (2) menjaga kesehatan seperti berolahra- positif dan rasa percaya diri yang tinggi bagi
ga, kebiasaan makan yang baik; (3) mempunyai lanjut usia; (2) menciptakan keluarga yang har-
perencanaan keuangan sejak usia 50 tahun; dan monis, penuh dengan cinta dan penghargaan
sikap optimis, sikap yang demikian dapat mem- kepada lansia, dapat membahagiakan lanjut
perpanjang umur. usia; (3) perhatian, pelayanan dan perawatan
Menurut Santrock (1998), mengungkapkan fisik lansia oleh anggota keluarga memberikan
bahwa pensiun merupakan masa penyesuaian pengaruh positif pada diri lanjut usia, sehingga
yang mengakibatkan pergantian peran, perubah- lebih dapat berintegrasi dengan masyarakat di
an dalam interaksi sosial, dan terbatasnya sum- lingkungannya.
ber finansial. Menurut Tjiptadinata Effendi Individu yang memasuki tahapan usia de-
(2013), ada beberapa langkah menghadapi post wasa akhir, religiusitas merupakan kualitas diri
power syndrom antara lain : (1) selalu bersyu- yang cenderung meningkat. Penelitian Lowis,

182
Layanan Sosial Keluarga Berorangtua Pensiunan terhadap Post Power Syndrome (Ikawati)

Edwards, dan Burton (2009) menunjukkan post power syndrom”. Lokasi penelitian diten-
bahwa agama menjadi salah satu bentuk coping tukan berdasarkan purposive dengan pertimban-
(strategi menghadapi masalah) yang digunakan gan jumlah lansia yang cukup banyak, dan telah
individu pada masa dewasa akhir dan masa pen- mengalami purna tugas (pensiunan). Berdasar-
siun, seperti menerima keadaan, bahwa hidup kan data BPS (2011), diperkirakan pada tahun
ada yang mengatur dan ajaran-ajaran agama 2020 jumlah lansia di Indonesia akan mencapai
lainnya. Intervensi dengan religiusitas dapat 18.822.879 jiwa atau 11,34 persen dari jum-
efektif dalam mengurangi tingkat kecemasan lah penduduk dan secara demografis ada di 6
pada usia lanjut (Doris, Mackenzie, Bailey, provinsi yang telah memasuki kategori memi-
& Mourey, 2002). Berbagai permasalah yang liki penduduk berstruktur tua dengan proporsi
tidak dapat diselesaikan dikarenakan fisik dan lanjut usianya mencapai 7 persen ke atas. Ke-
kemampuan lainnya sudah menurun, individu enam Provinsi tersebut adalah Daerah Istimewa
biasanya menggunakan coping yang bersifat Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah,
religius dalam rangka beradaptasi dengan ber- Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat. Ber-
bagai permasalahan yang dihadapi. dasarkan hal tersebut, maka ditentukan lokasi
Kenyataan tidak selalu seseorang yang akan penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta.
pensiun dapat menerima kenyataan bahwa di- Sasaran subjek dan objek penelitian. Da-
rinya tidak akan bekerja lagi, sehingga sese- lam penelitian ini responden ditentukan ber-
orang yang akan pensiun mengalami kece- dasarkan purposive dengan alasan lanjut usia
masan-kecemasan, oleh karena itu perlunya yang usianya 60 tahun ke atas, baik laki-laki
melakukan penyesuaian terhadap perubahan maupun perempuan, telah purna tugas/pen-
yang terjadi akibat pensiun tersebut. Berdasar- siun, masih punya pasangan hidup, dan hidup
kan hal tersebut, maka penelitian yang berjudul bersama dengan keluarganya (anak dan cucu).
layanan sosial keluarga berorangtua pensiun ter- Berdasarkan teknik tersebut, maka ditentukan
hadap post power syndrom dilakukan, dengan 30 responden. Objek penelitian adalah Layanan
rumusan masalah adalah “Apakah ada pengaruh sosial keluarga post power syndrom. Layanan
layanan sosial keluarga berorangtua pensiunan sosial keluarga akan digali melalui: (1) peren-
terhadap post power syndrom?”. Penelitian ini canaan kegiatan sebelum pensiun; (2) kesem-
bertujuan ingin mengetahui pengaruh layanan patan kegiatan religiusitas; (3) kesempatan be-
sosial keluarga berorangtua pensiunan terhadap rekreasi; (4) kesempatan memberikan arahan
tercegahnya post power syndrom. Manfaat dari atau pikiran dan, nasehat pada keluarga; (5)
hasil penelitian diharapkan memberikan masu- kesempatan berinteraksi dengan lingkungan;
kan kepada Kementerian Sosial melalui Direk- dan (6) kesempatan mengikuti kegiatan sosial
torat Pemberdayaan Keluarga dan Kelembagaan post power syndrom akan digali melalui : (1)
Sosial, dalam penguatan keluarga melalui kecemasan kehilangan status; (2) kecemasan
pelibatan anggota keluarga yang berorangtua kehilangan karier; (3) kecemasan menurunnya
pensiun untuk mepersiapkan, memperhatikan, penghasilan; (4) kecemasan kehilangan inter-
mempedulikan menghargai, dan mendampingi aksi dengan rekan kerja; (5) kecemasan kehi-
menghadapi pensiun guna mencegah terjadinya langan rasa percaya diri.
post power syndrom. Teknik pengumpulan data, dengan menggu-
nakan angket, data yang akan digali antara lain
B. Penggunaan Metode Penelitian layanan sosial keluarga dan post power syndrom
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuan- pada seseorang yang telah pensiun.
titatif karena akan menguji hipotesis yang ada Teknik analisa data dalam penelitian ini se-
yaitu “ada pengaruh layanan sosial keluarga suai dengan tujuan yang akan dicapai adalah
berorangtua pensiunan terhadap tercegahnya teknik analisa regresi, karena akan melihat ada

183
Jurnal PKS Vol 17 No 2 Juni 2018; 179 - 194

tidaknya pengaruh layanan sosial keluarga ber- orangtua pensiunan terhadap post power syn-
orangtua pensiunan terhadap post power syn- drom. Untuk memudahkan penghitungan maka
drom. dilakukan teknik analisis regresi dari program
Statistik Pasta Sosial (SPS) (Sutrisno Hadi,
C. Layanan Sosial Keluarga Berorangtua 2000), dengan hasil pada tabel 1 tentang rang-
Pensiunan Mencegah Post Power Syn- kuman analisis regresi dan tabel 2 tentang per-
drom bandingan bobot prediktor (X terhadap Y) da-
Tujuan penelitian ini adalah ingin menge- lam sumbangan efektif dan relatif.
tahui pengaruh layanan sosial keluarga ber-
Tabel. 1. Rangkuman Analisis Regresi
Sumber Variasi JK Db RK F R2 P
Regresi penuh 1.716.100 6 28.017 5.369 0.583 0.002
Variabel X4 360.898 1 360.898 6.775 0.123 0.000
X2 1.190.845 1 1.190.845 22.354 0.405 0.651
X3 49.083 1 49.083 0.921 0.017 0.245
X1 75.276 1 75.276 1.413 0.026 0.531
X6 22.307 1 22.307 0.419 0.008 0.576
X5 17.690 1 17.690 0.332 0.006 -
Residu Penuh 1.225.267 23 53.272 - - -
Total 2.941.367 29 - - - -

Pada rangkuman analisa regresi tabel 1 di pensiun dan variabel Y, yaitu post power syn-
atas dapat dimaknai sebagai beriukut. F=5,369 drom. Seberapa besar pengaruhnya variabel X
dengan p = 0,002 angka tersebut dapat diarti- terhadap Variabel Y, dapat dilihat dalam tabel
kan bahwa p< 0,05 yang dapat dimaknai ada 2 yakni besarnya sumbangan relatif dan efektif
hubungan secara regresi antara variabel X di bawah ini.
yaitu layanan sosial keluarga yang berorangtua
Tabel 2. Perbandingan Bobot Prediktor (X dan Y) dalam Sumbangan Efektif dan Relatif
Variabel Korelasi Lugas Korelasi Parsial Sumbangan Determinasi
X Rxy P Rpar-xy p SD Relatif (%) SD Efektif (%)
1 0.633 0.000 0.219 0.008 4.386 2.559
2 0.689 0.000 0.240 0.002 69.393 40.486
3 0.666 0.000 0.234 0.030 2.860 1.669
4 0.350 0.055 -0.281 0.008 21.030 12.270
5 0.363 0.046 -0.119 0.510 1.031 0.601
6 0.136 0.520 -0.147 0.658 1.300 0.758
Total - - - - 100.00 58.344
Keterangan :
Variabel X adalah layanan sosial keluarga yang berorangtua pensiun
Dalam variabel X ini terdiri dari 6 aspek yaitu:
X1 : Layanan keluarga dalam perencanaan kegiatan sebelum pensiun
X2 : Layanan keluarga dalam memberi kesempatan kegiatan religiusitas
X3 : Layanan keluarga dalam memberikan kesempatan berekreasi
X4 : Layanan keluarga dalam memberi kesempatan untuk menasehati/membimbing atau mengarahkan
X5 : Layanan keluarga dalam memberikan kesempatan berinteraksi dengan lingkungan atau masyarakat
X6 : Layanan keluarga dalam memberikan kesempatan melakukan kegiatan sosial

Variabel Y adalah Post power syndrom (ke- Dalam tabel 2 di atas ditunjukkan besarnya
cemasan: kehilangan status,kehilangan karier, sumbangan relatif dan efektif, untuk lebih jelas-
menurunnya penghasilan, kehilangan interaksi nya dapat di lihat sebagai berikut.
dengan rekan kerja, dan kehilangan percaya
diri)

184
Layanan Sosial Keluarga Berorangtua Pensiunan terhadap Post Power Syndrome (Ikawati)

1. Sumbangan Relatif yang akan dilakukan, dapat ditunjukan dari 30


Sumbangan relatif dimaksud dalam pene- responden yang menyatakan “ya”, ada 9 orang
litian ini adalah sumbangan variabel X yaitu (30 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada 18
layanan sosial keluarga yang berorangtua orang (60 %), dan yang menyatakan “tidak”,
pensiun yang terdiri dari variabel X1, yaitu ada 3 orang (10 %). (e) Keluarga mendukung
layanan keluarga dalam perencanaan kegiatan kegiatan yang ingin dilakukan setelah pensiun,
sebelum pensiun; X2, layanan keluarga dalam dari 30 responden yang menyatakan “ya”, ada
memberi kesempatan kegiatan religiusitas; 11 orang (36,67 %); menyatakan “kadang-ka-
X3, yaitu layanan keluarga dalam memberikan dang”, ada 17 orang (56,67 %), dan yang me-
kesempatan berekreasi; X4, yaitu layanan ke- nyatakan “tidak”, ada 2 orang (6,67 %). Data
luarga dalam memberi kesempatan untuk me- tersebut dapat dimaknai bahwa tidak semua res-
nasehati/membimbing atau mengarahkan; X5, ponden mendapatkan layanan sosial keluarga
yaitu layanan keluarga dalam memberikan ke- melalui perencanaan kegiatan sebelum pensiun
sempatan berinteraksi dengan lingkungan atau antara lain: (a) memberikan masukan tentang
masyarakat; X6, yaitu layanan keluarga dalam rencana kegiatan setelah pensiun (30 %); (b)
memberikan kesempatan melakukan kegiatan membantu perencanaan apabila ingin melaku-
sosial terhadap variabel Y (post power syn- kan usaha tertentu (46,67 %); (c) membantu
drom). perencanaan pengeluaran keuangan (alokasi
Besar sumbangan relatif terlihat dalam ta- keuangan) setelah pensiun (26,67 %); (d) mem-
bel 2 di atas, menunjukkan bahwa sumbangan bantu mengarahkan kegiatan hobbi yang akan
relatif variabel X1, yaitu layanan keluarga da- dilakukan (30 %); dan (e) mendukung kegiatan
lam perencanaan kegiatan sebelum pensiun ter- yang ingin dilakukan setelah pensiun (36,67 %).
hadap variabel Y (post power syndrom) sebesar Data tersebut dapat disimpulkan bahwa respon-
4,386 persen. Sumbangan tersebut di lapangan den mendapat layanan sosial keluarga melalui
dapat dilihat dibawah ini: perencanaan kegiatan sebelum pensiun berkisar
Layanan sosial keluarga berorangtua pen- 26,67 persen – 46,67 persen. Pendapat Siegel
siun melalui perencanaan kegiatan sebelum dan Rives (1980), perencanaan pensiun dapat
pensiun, antara lain : (a) Keluarga “memberi- mempengaruhi tingkat kecemasan dan mampu
kan masukan tentang rencana kegiatan setelah mengontrol kondisi pada saat pensiun. Shouk-
pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30 respon- smith (1983), menemukan pelatihan perenca-
den yang menyatakan “ya”, ada 9 orang (30 naan pensiun dapat berpengharuh pada sikap
persen); menyatakan “kadang-kadang”, ada 21 positif terhadap pensiun, karena dapat men-
orang (70 %), dan yang menyatakan “tidak”, ingkatkan rasa penerimaan dan penyesuaian,
tidak ada. (b) Keluarga membantu perencana- sehingga perasaan cemas saat pensiun dapat
an apabila ingin melakukan usaha tertentu, berkurang. Elizabeth Yuli Astuti (1992), mene-
dari 30 responden yang menyatakan “ya”, ada mukan dalam penelitiannya bahwa karyawan
14 orang (46,67 %); menyatakan “kadang- yang telah mempunyai persiapan sebelum pen-
kadang”, ada 13 orang (43,33 %), dan yang siun, maka penyesuaian dirinya dalam peran
menyatakan “tidak”, ada 3 orang (10 %). (c) barunya (masa pensiun), lebih baik dari pada
Keluarga membantu perencanaan pengeluaran yang tidak melakukan persiapan, dimana orang
keuangan (alokasi keuangan) setelah pensiun, yang melakukan persiapan akan menunjukkan
dari 30 responden yang menyatakan “ya”, ada perilaku normal, sehingga kecil kemungkinan
8 orang (26,67 %); menyatakan “kadang-ka- mengalami post power syndrom. Melihat data
dang”, ada 16 orang (53,33 %), dan yang me- yang ditemukan di atas, bila dikaitkan dengan
nyatakan “tidak”, ada 6 orang (20 %). (d) Ke- pandangan Siegel dan Rives (1980) dan
luarga membantu mengarahkan kegiatan hobbi temuan Shouksmith (1983) serta Elizabeth Yuli

185
Jurnal PKS Vol 17 No 2 Juni 2018; 179 - 194

Astuti (1992) dengan temuan penelitian ini sosial keluarga dalam kesempatan kegiatan
yaitu layanan sosial keluarga melalui perenca- religiusitas antara lain terlihat melalui: (a) me-
naan kegiatan sebelum pensiun sebesar 26,67 ngajak beribadah bersama di rumah (43,33 %);
– 46,67 persen, dapat dimaknai bahwa belum (b) memberi kesempatan untuk melakukan iba-
semua responden mendapat layanan sosial dari dah di luar rumah (36,67 %); (c) mendampingi
keluarga, sehingga dapat berpengaruh terhadap apabila ingin menghadiri pengajian (50 %); (d)
timbulnya kecemasan pada waktu pensiun yang mendukung apabila ingin menghadiri kegiatan
pada akhirnya terjadi post power syndrom. yang sifatnya keagamaan (40%); dan (e) me-
Variabel X2, layanan keluarga dalam mem- ngantarkan apabila mau melakukan ibadah di
beri kesempatan kegiatan religiusitas terhadap luar rumah (43,33 %). Data tersebut dapat di-
variabel Y (post power syndrom) sebesar 69,393 simpulkan bahwa responden mendapat layanan
persen. Sumbangan tersebut di lapangan dapat sosial keluarga melalui kesempatan kegiatan
dilihat dibawah ini: religiusitas berkisar 36,67 persen – 50 persen,
Layanan sosial keluarga berorangtua pen- artinya belum semua responden mendapat
siun melalui kesempatan kegiatan religiusitas layanan sosial keluarga melalui kesempatan
antara lain : (a) Keluarga “mengajak beribadah kegiatan religiusitas, hal ini dapat berpengaruh
bersama di rumah”, aspek tersebut dari 30 res- terhadap terjadinya post power syndrom. Data
ponden yang menyatakan “ya”, ada 13 orang tersebut didukung penelitian Lowis, Edward,
(43,33 %); menyatakan “kadang-kadang”, dan Burton (2009), menemukan bahwa agama
ada 14 orang (46,67 % ), dan yang menyata- salah satu bentuk koping atau strategi seseorang
kan “tidak”, ada 3 orang (10 %). (b) Keluarga dalam menghadapi masalah (individu pada
memberi kesempatan untuk melakukan ibadah masa pensiun, karena berbagai masalah yang
di luar rumah, dapat ditunjukkan dari 30 res- tidak dapat diselesaikan dengan fisik dan ke-
ponden yang menyatakan “ya”, ada 11 orang mampuan lainnya yang sudah menurun, maka
(36,67 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada individu biasanya menggunakan koping atau
16 orang (53,33 %), dan yang menyatakan staretegi menghadapi masalah yang bersifat
“tidak”, ada 3 orang (10 %). (c) Keluarga “men- religius dalam rangka beradaptasi dengan ber-
dampingi apabila ingin menghadiri pengajian”, bagai permasalahan yang dihadapi. Haditono
dapat ditunjukkan dari 30 responden yang me- (1993), memperkuat data yang ditemukan da-
nyatakan “ya”, ada 15 orang (50 %); menya- lam penelitian ini, bahwa lanjut usia dalam hal
takan “kadang-kadang”, ada 14 orang (46,67 ini para pensiun telah dapat menyesuaikan diri
%), dan yang menyatakan “tidak”, ada 1 orang terhadap tugas-tugas perkembangannya salah
(3,33 %). (d) Keluarga “mendukung apabila satunya mempersiapkan diri untuk mati, maka
ingin menghadiri kegiatan yang sifatnya kea- dari itu untuk mengisi waktu luang diisi dengan
gamaan”, dapat ditunjukkan dari 30 responden kegiatan religius. Temuan lain Doris, Mack-
yang menyatakan “ya”, ada 12 orang (40 %); enzie, Bailey dan Mourey (2002), menemu-
menyatakan “kadang-kadang”, ada 13 orang kan bahwa intervensi dengan religiusitas dapat
(43,33 %), dan yang menyatakan “tidak”, ada efektif dalam mengurangi tingkat kecemasan
5 orang (16,67%). (e) Keluarga “mengantarkan pada usia lanjut.
apabila mau melakukan ibadah di luar rumah”, Variabel X3, yaitu layanan keluarga dalam
dapat ditunjukkan dari 30 responden yang me- memberikan kesempatan berekreasi terhadap
nyatakan “ya”, ada 13 orang (43,33 %); me- variabel Y (post power syndrom) sebesar 2,860
nyatakan “kadang-kadang”, ada 12 orang (40 persen. Sumbangan tersebut di lapangan dapat
%), dan yang menyatakan “tidak”, ada 5 orang dilihat dibawah ini.
(16,67 %). Data tersebut dapat dimaknai bahwa Layanan sosial keluarga berorangtua pen-
tidak semua responden mendapatkan layanan siun melalui kesempatan berekreasi antara

186
Layanan Sosial Keluarga Berorangtua Pensiunan terhadap Post Power Syndrome (Ikawati)

lain: (a) Keluarga “memberi kesempatan untuk pat Setiono Mangoenprasojo dan Sri Nurhi-
mengunjungi cucu/anak di luar kota”, dapat dayati (2005), agar lanjut usia dapat bahagia
ditunjukkan dari 30 responden yang menyata- antara lain melakukan rekreasi, untuk menghi-
kan “ya”, ada 5 orang (16,67 %); menyatakan langkan kebosanan dan ketegangan. Pendapat
“kadang-kadang”, ada 16 orang (53,33 %), dan New Comb (Ikawati, 2009), kemandirian lanjut
yang menyatakan “tidak”, ada 9 orang (30 %). usia dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap
(b) Keluarga “memberi kesempatan menyalur- positif yaitu melakukan rekreasi dengan anak
kan hobbi yang disenangi dengan teman-teman- cucu dan keluarga. Bila dikaitkan dengan data
nya”, dapat ditunjukkan dari 30 responden yang yang ditemukan, maka kurang dari 20 persen
menyatakan “ya”, ada 4 orang (13,33 %); me- responden yang mendapatkan pelayanan sosial
nyatakan “kadang-kadang”, ada 15 Torang (50 keluarga melalui rekreasi, artinya ini dapat ber-
%), dan yang menyatakan “tidak”, ada 11 orang pengaruh terjadinya post power syndrom ketika
(36,67 %). (c) Keluarga “memberi kesempatan pensiun.
apabila ingin mengikuti wisata dengan teman- Variabel X4, yaitu layanan keluarga dalam
nya”, dapat ditunjukkan dari 30 responden yang memberi kesempatan untuk menasehati/mem-
menyatakan “ya”, ada 3 orang (10 %); menya- bimbing atau mengarahkan terhadap variabel
takan “kadang-kadang”, ada 15 orang (50 %), Y (post power syndrom) sebesar 21,030 persen.
dan yang menyatakan “tidak”, ada 12 orang (40 Sumbangan tersebut di lapangan dapat dilihat
%), (d) Keluarga “ memberi kesempatan rutin dibawah ini:
mengajak berekreasi di tempat wisata”, dapat Layanan sosial keluarga berorangtua pen-
ditunjukkan dari 30 responden yang menya- siun melalui kesempatan memberikan arahan/
takan “ya”, ada 6 orang (20 %); menyatakan nasehat pada keluarga antara lain : (a) Keluarga
“kadang-kadang”, ada 13orang (43,33 %), dan “ Keluarga minta nasehat orangtua ketika ada
yang menyatakan “tidak”, ada 11 orang (36,67 masalah”, dapat ditunjukkan dari 30 responden
%). (e) Keluarga “mendukung kegiatan silah- yang menyatakan “ya”, ada 10 orang (43,33
turahmi ke saudaranya”, dapat ditunjukkan dari %); menyatakan “kadang-kadang”, ada 20
30 responden yang menyatakan “ya”, ada 5 orang (66,67 %), dan yang menyatakan “tidak”,
orang (16,67 %); menyatakan “kadang-kadang”, tidak ada. (b) Keluarga “mendukung orangtua
ada 17 orang (56,67 %), dan yang menyatakan untuk memberikan arahan kepada orang lain”,
“tidak”, ada 8 orang (26,66 %). Data tersebut dapat ditunjukkan dari 30 responden yang me-
dapat dimakanai bahwa tidak semua respon- nyatakan “ya”, ada 15 orang (50 %); menyata-
den mendapatkan layanan sosial keluarga da- kan “kadang-kadang”, ada 13 orang (43,33 %),
lam kesempatan berekreasi antara lain terlihat dan yang menyatakan “tidak”, ada 2 orang (6,67
melalui: (a) memberi kesempatan untuk men- %) (c) Keluarga “bangga pada nasehat orang-
gunjungi cucu/anak di luar kota (16,67 %); (b) tua yang bijak”, dapat ditunjukkan dari 30 res-
memberi kesempatan menyalurkan hobbi yang ponden yang menyatakan “ya”, ada 11 orang
disenangi dengan teman-temannya (13,33%); (43,33 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada
(c) memberi kesempatan apabila ingin mengi- 11 orang (43,33 persen), dan yang menyatakan
kuti wisata dengan temannya (10 %); (d) mem- “tidak”, ada 8 orang (26,66 %). (d) Keluarga
beri kesempatan rutin mengajak berekreasi “meneladani nasehat orangtuanya dalam ke-
di tempat wisata (20 %); dan (e) mendukung hidupan sehari-hari”, dapat ditunjukkan dari
kegiatan silahturahmi ke saudaranya (16,67 30 responden yang menyatakan “ya”, ada 12
%). Data tersebut dapat disimpulkan bahwa orang (40 %); menyatakan “kadang-kadang”,
responden mendapat layanan sosial keluarga ada 13 orang (43,33 %), dan yang menyatakan
melalui kesempatan berekreasi antara 10 per- “tidak”, ada 5 orang (16,67 %). (e) Keluarga
sen-20 persen. Data tersebut didukung penda- “menghargai nasehat/arahan orangtuanya”, da-

187
Jurnal PKS Vol 17 No 2 Juni 2018; 179 - 194

pat ditunjukkan dari 30 responden yang menya- tua pensiun melalui kesempatan berinteraksi
takan “ya”, ada 11 orang (43,33 %); menyata- dengan lingkungan antara lain : (a) Keluarga
kan “kadang-kadang”, ada 12 orang (40 %), dan “memberi kesempatan orangtua mengunjungi
yang menyatakan “tidak”, ada 7 orang (23,33 temannya”, dapat ditunjukkan dari 30 respon-
%). Data tersebut dapat dimakanai bahwa tidak den yang menyatakan “ya”, ada 3 orang (10 %);
semua responden mendapatkan layanan sosial menyatakan “kadang-kadang”, ada 21 orang
keluarga dalam Kesempatan memberikan arah- (70 %), dan yang menyatakan “tidak”, ada 6
an/nasehat pada keluarga antara lain terlihat orang (20 %). (b) Keluarga “memberi kesem-
melalui: (a) minta nasehat orangtua ketika ada patan orangtua mengunjungi tetangga”, dapat
masalah (43,33 %); (b) mendukung orangtua ditunjukan dari 30 responden yang menyatakan
untuk memberikan arahan kepada orang lain “ya”, ada 3 orang (10 %); menyatakan “kadang-
(50 %); (c) bangga pada nasehat orangtua yang kadang”, ada 18 orang (60 %), dan yang menya-
bijak (43,33 %); (d) meneladani nasehat orang- takan “tidak”, ada 9 orang (20 %). (c) Keluarga
tuanya dalam kehidupan sehari-hari (40 %); “memberi kesempatan mengunjungi keluarga
dan (e) menghargai nasehat/arahan orangtua- dekatnya”, dapat ditunjukan dari 30 responden
nya (43,33%). Data tersebut dapat disimpulkan yang menyatakan “ya”, ada 1 orang (3,33 %);
bahwa responden mendapat layanan sosial ke- menyatakan “kadang-kadang”, ada 20 orang
luarga melalui kesempatan memberikan arah- (66,67 %), dan yang menyatakan “tidak”, ada
an/nasehat pada keluarga berkisar 40 persen -50 9 orang (30 %). (d) Keluarga “mendampingi
persen. Data tersebut didukung teori successful apabila orangtua ingin melakukan kegiatan di
aging dari Roove dan Kahn (Siti Urbayatun, lingkungannya”, dapat ditunjukan dari 30 res-
2005), bahwa kebahagiaan lanjut usia salah sa- ponden yang menyatakan “ya”, ada 2 orang
tunya dari peningkatan kapasitas kognitif mela- (6,67 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada
lui pemberian keterampilan yang dimiliki ke- 24 orang (80 %), dan yang menyatakan “tidak”,
pada orang lain yang membutuhkan. Haditono ada 4 orang (13,33 %). (e) Keluarga “mem-
(1993), dalam teori successful aging, menyata- berikan kesempatan menghadiri pertemuan di
kan bahwa lanjut usia akan bahagia apabila da- lingkungannya”, dapat ditunjukan dari 30 re-
pat meningkatkan kapasitas kognitif dan bergu- sponden yang menyatakan “ya”, ada 4 orang
na bagi orang lain. Kebahagiaan tersebut dapat (13,33%); menyatakan “kadang-kadang”, ada
menyesuaikan lanjut usia dalam peran barunya, 20 orang (66,67 %), dan yang menyatakan
sehingga terhindar dari tekanan atau kecemasan “tidak”, ada 6 orang (20 %). Data tersebut da-
dalam menghadapi masalahnya. Temuan data pat dimaknai bahwa tidak semua responden
tersebut bila dikaitkan dengan teori tersebut, mendapatkan layanan sosial keluarga melalui
terlihat bahwa < 50 persen layanan sosial kelu- kesempatan berinteraksi dengan lingkungan
arga melalui kesempatan memberikan arahan/ antara lain: (a) memberi kesempatan orangtua
nasehat lanjut usia atau orangtua kepada keluar- mengunjungi temannya (10%); (b) memberi
ganya. Artinya belum semua responden menda- kesempatan orangtua mengunjungi tetangga
pat pelayanan sosial keluarga, sehingga bisa (10 %); (c) memberi kesempatan mengunjungi
berpengaruh terhadap kebahagiaan yang pada keluarga dekatnya (3,33 %); (d) mendampingi
akhirnya dapat terjadi post power syndrom. apabila orangtua ingin melakukan kegiatan di
Variabel X5, yaitu layanan keluarga dalam lingkungannya (6,67 %); dan (e) memberikan
memberikan kesempatan berinteraksi dengan kesempatan menghadiri pertemuan di ling-
lingkungan atau masyarakat terhadap variabel kungannya (13,33 %). Data tersebut didukung
Y (post power syndrom) sebesar 1,031 persen. pendapat Haditono (1993), lanjut usia masih
Sumbangan tersebut di lapangan dapat dilihat membutuhkan aktivitas yang membuat keba-
dibawah ini. Layanan sosial keluarga berorang- hagiaan antara lain mengunjungi, ngobrol de-

188
Layanan Sosial Keluarga Berorangtua Pensiunan terhadap Post Power Syndrome (Ikawati)

ngan teman dekat, tetangga serta keluarga dekat. kan “tidak”, ada 13 orang (43,3 %). (e) Kelu-
Bila dikaitkan dengan temuan di lapangan yaitu arga “mendampingi orangtua untuk melakukan
responden mendapat layanan sosial keluarga kegiatan sosial”, dapat ditunjukkan dari 30 res-
melalui kesempatan berinteraksi dengan ling- ponden yang menyatakan “ya”, ada 4 orang
kungan berkisar 3,33 persen – 13,33 persen, (13,33 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada
artinya < 13,33 persen yang mendapat layanan 18 orang (60 %), dan yang menyatakan “tidak”,
sosial keluarga melalui kesempatan berinterak- ada 8 orang (26,67 %). Data tersebut dapat di-
si dengan lingkungannya, sedangkan Haditono makanai bahwa tidak semua responden menda-
(1993), menyatakan bahwa kebahagiaan lanjut patkan layanan sosial keluarga dalam kesem-
usia melalui terpenuhinya kebutuhan beraktivi- patan mengikuti kegiatan sosial antara lain
tas dengan mengunjungi dan ngobrol dengan terlihat melalui: (a) memberikan kesempatan
teman dekat, tetangga dan keluarga dekat. Arti- orangtua untuk ikut menjadi pengurus RT/RW
nya apabila kebahagiaan lanjut usia melalui (10 %); (b) memberikan kesempatan orangtua
kesempatan berinteraksi dengan lingkungan untuk ikut menjadi pengurus masjid/lembaga
kurang dari keluarga, maka dapat mempenga- keagamaan (20 %); (c) memberikan kesempat-
ruhi terjadinya post power syndrom. an orangtua untuk ikut kerja bakti (6,67 %); (d)
Variabel X6, yaitu layanan keluarga dalam memberikan kesempatan orangtua untuk ikut
memberikan kesempatan melakukan kegiatan ronda (6,67 %); dan (e) mendampingi orang-
sosial terhadap variabel Y (post power syn- tua untuk melakukan kegiatan sosial (13,33
drom) sebesar 1,300 persen. Sumbangan terse- %). Data tersebut didukung pendapat Anderson
but di lapangan dapat dilihat dibawah ini: dan Clarke (Suwarti, 2006), bahwa tugas-tugas
Layanan sosial keluarga berorangtua pen- perkembangan lanjut usia antara lain mengganti
siun melalui kesempatan mengikuti kegiatan sumber-sumber alternatif pemuasan kebutuhan,
sosial : (a) Keluarga “memberikan kesempatan agar dapat mempertahankan, menyesuaikan da-
orangtua untuk ikut menjadi pengurus RT/RW”, lam situasi barunya yang dulunya sibuk dalam
dapat ditunjukkan dari 30 responden yang me- pekerjaannya diganti dengan alternatif kegiatan
nyatakan “ya”, ada 3 orang (10 %); menyatakan seperti berolah raga, menjadi pengurus lemba-
“kadang-kadang”, ada 17 orang (56,67 %), dan ga sosial, mengikuti kegiatan sosial di lingku-
yang menyatakan “tidak”, ada 10 orang (33,33 ngannya. Pengalihan alternatif kegiatan terse-
%). (b) Keluarga “memberikan kesempatan but menjadikan lanjut usia merasa berguna dan
orangtua untuk ikut menjadi pengurus masjid/ bermanfaat bagi lingkungannya, sehingga dapat
lembaga keagamaan”, dapat ditunjukkan dari 30 menjadikan bahagia lajut usia yang pada akh-
responden yang menyatakan “ya”, ada 6 orang irnya terhindar dari post power syndrom. Data
(20 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada 16 di lapangan dapat disimpulkan bahwa respon-
orang (53,33 %), dan yang menyatakan “tidak”, den mendapat layanan sosial keluarga melalui
ada 8 orang (26,67 %). (c) Keluarga “memberi- kesempatan mengikuti kegiatan sosial berkisar
kan kesempatan orangtua untuk ikut kerja bak- 6,67 persen – 20 persen. Artinya <20 persen
ti”, dapat ditunjukkan dari 30 responden yang yang mendapat layanan sosial keluarga melalui
menyatakan “ya”, ada 2 orang (6,67 %); menya- layanan tersebut, hal ini dapat berpengaruh ter-
takan “kadang-kadang”, ada 16 orang (53,33 hadap terjadinya post power syndrom.
%), dan yang menyatakan “tidak”, ada 12 orang
(40 %). (d) Keluarga “memberikan kesempatan 2. Sumbangan Efektif
orangtua untuk ikut ronda”, dapat ditunjukkan Sumbangan efektif dimaksud dalam pe-
dari 30 responden yang menyatakan “ya”, ada 2 nelitian ini adalah variabel X yaitu layanan
orang (6,67 %); menyatakan “kadang-kadang”, sosial keluarga yang berorangtua pensiun me-
ada 15 orang (50 persen), dan yang menyata- nyumbangkan 58,344 persen terjadinya post

189
Jurnal PKS Vol 17 No 2 Juni 2018; 179 - 194

power syindrom (varibel Y). Artinya masih ada responden layanan sosial keluarga yang meli-
faktor–faktor lain yang tidak ada dalam varia- puti: perencanaan kegiatan sebelum pensiun,
bel penelitian ini sebesar 41,656 persen yang kesempatan kegiatan religiusitas, kesempatan
mempengaruhi terjadinya post power syndrom. berekreasi, kesempatan memberikan arahan,
Adapun sumbangan efektif tersebut di lapangan pikiran, dan nasehat pada keluarga, kesempatan
dapat dilihat berikut ini. berinteraksi dengan lingkungan, dan kesempa-
Kondisi Post power syndrom responden di- tan mengikuti kegiatan sosial berpengaruh ter-
lihat melalui kecemasan responden kehilangan hadap Post power syndrom dalam hal ini kece-
status: (a) “Perasaan dihormati rekan kerja sete- masan kehilangan status berkisar 16,67 persen
lah pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30 respon- - 53,33 persen. Data tersebut didukung penda-
den yang menyatakan “ya”, ada 8 orang ( 26,67 pat Djamaludin Ancok (1992), lanjut usia yang
%); menyatakan “kadang-kadang”, ada 13 orang dapat menyesuaikan dengan peran barunya,
(43,33 %), dan yang menyatakan “tidak”, ada 9 maka akan optimis terhadap hidup yang akan
orang (30 %). (b) “Perasaan dihormati keluarga dijalaninya, seperti menerima dirinya walaupun
setelah pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30 re- kondisinya telah pensiun, hal ini dapat memoti-
sponden yang menyatakan “ya”, ada 16 orang vasi hidupnya lebih kuat dan tidak mudah stress,
(53,33 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada sehingga dapat tercegah terjadinya post power
9 orang (30 %), dan yang menyatakan “tidak”, syndrom. Pendapat Rasimin (1989), putusnya
ada 5 orang (16,67 %). (c) “Perasaan dihormati hubungan kerja menimbulkan problem serius
pasangannya setelah pensiun”, dapat ditunjuk- yang berakibat psikologik maupun gangguan
kan dari 30 responden yang menyatakan “ya”, fisik seperti post power syndrom, dan ini terjadi
ada 15 orang (50 %); menyatakan “kadang- apabila individu tidak mempersiapkan diri atau
kadang”, ada 11 orang (36,67 %), dan yang menyesuaikan dengan peran barunya.
menyatakan “tidak”, ada 4 orang (13,3 %), (d) Kondisi post power syndrom pada respon-
“Perasaan diasingkan rekan kerja setelah pen- den dapat dilihat melalui kecemasan responden
siun”, dapat ditunjukkan dari 30 responden kehilangan karier: (a) “Perasaan kawatir akan
yang menyatakan “ya”, ada 5 orang (16,67 %); keberhasilan apabila akan melakukan usaha
menyatakan “kadang-kadang”, ada 14 orang setelah pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30 re-
(46,66 %), dan yang menyatakan “tidak”, ada sponden yang menyatakan “ya”, ada 3 orang
11 orang (36,66 %). (e) “Perasaan diasingkan (10 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada 17
keluarga setelah pensiun”, dapat ditunjukkan orang (56,67 %), dan yang menyatakan “tidak”,
dari 30 responden yang menyatakan “ya”, ada ada 10 orang (33,33 %). (b) “Ketakutan akan
3 orang (10 %); menyatakan “kadang-kadang”, gagal dalam usaha, karena kurang dukungan
ada 16 orang (53,33 %), dan yang menyatakan keluarga”, dapat ditunjukkan dari 30 responden
“tidak”, ada 11 orang (36,67 %). Data tersebut yang menyatakan “ya”, ada 3 orang (10 %);
dapat dimakanai bahwa tidak semua responden menyatakan “kadang-kadang”, ada 16 orang
mendapatkan layanan sosial keluarga dalam (53,33 %), dan yang menyatakan “tidak”, ada
kesempatan mengikuti kegiatan sosial antara 11 orang (36,67 %). (c) “Perasaan malu pada
lain terlihat melalui: (a) Perasaan dihormati re- tetangga, karena sudah tidak bekerja lagi”, da-
kan kerja setelah pensiun (26,67 %); (b) Pera- pat ditunjukkan dari 30 responden yang me-
saan dihormati keluarga setelah pensiun (53,33 nyatakan “ya”, ada 2 orang (6,67 %); menya-
%); (c) Perasaan dihormati pasangannya set- takan “kadang-kadang”, ada 20 orang (66,67
elah pensiun (50 %); (d) Perasaan diasingkan %), dan yang menyatakan “tidak”, ada 8 orang
rekan kerja setelah pensiun (16,67 %); dan (e) (26,67 %), (d) “Perasaan kesepian setelah pen-
Perasaan diasingkan keluarga setelah pensiun siun”, dapat ditunjukkan dari 30 responden
(10 %). Data tersebut dapat disimpulkan bahwa yang menyatakan “ya”, ada 4 orang (13,33 %);

190
Layanan Sosial Keluarga Berorangtua Pensiunan terhadap Post Power Syndrome (Ikawati)

menyatakan “kadang-kadang”, ada 15 orang nyatakan “tidak”, ada 11 orang (36,67 %). (b)
(50 %), dan yang menyatakan “tidak”, ada 11 “Menurunnya penghasilan membuat ketakutan
orang (36,67 %). (e) “Perasaan tidak bisa tidur apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup-
nyenyak setelah pensiun”, dapat ditunjukkan nya setelah pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30
dari 30 responden yang menyatakan “ya”, ada responden yang menyatakan “ya”, ada 8 orang
6 orang (20 persen); menyatakan “kadang-ka- (26,67 %); menyatakan”kadang-kadang”, ada
dang”, ada 11 orang (36,67 %), dan yang me- 15 orang (50 %), dan yang menyatakan “tidak”,
nyatakan “tidak”, ada 13 orang (43,33 %). Data ada 7 orang (23,33 %). (c) “Perlu pertimbangan
tersebut dapat disimpulkan bahwa responden dalam membeli sesuatu setelah pensiun”, dapat
layanan sosial keluarga yang meliputi: peren- ditunjukkan dari 30 responden yang menyata-
canaan kegiatan sebelum pensiun, kesempatan kan “ya”, ada 13 orang (43,33 %); menyatakan
kegiatan religiusitas, kesempatan berekreasi, “kadang-kadang”, ada 12 orang (40 %), dan
kesempatan memberikan arahan/pikiran/nase- yang menyatakan “tidak”, ada 5 orang (16,67
hat pada keluarga, kesempatan berinteraksi %), (d) “Perlu seleksi untuk kebutuhan anak
dengan lingkungan, dan kesempatan mengikuti setelah pensiun “, dapat ditunjukkan dari 30 re-
kegiatan sosial berpengaruh terhadap post pow- sponden yang menyatakan “ya”, ada 13 orang
er syndrom (6,67 % – 20%), dalam hal ini ke- (43,33 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada
cemasan kehilangan karier antara lain terlihat 15 orang (50 %), dan yang menyatakan “tidak”,
melalui: (a) Perasaan kawatir akan keberhasilan ada 2 orang (6,67 %). (e) “Perlu pertimbangan
apabila akan melakukan usaha setelah pensiun kegiatan yang tidak berguna dilakukan setelah
(10 %); (b) Ketakutan akan gagal dalam usaha, pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30 responden
karena kurang dukungan keluarga (10 persen); yang menyatakan “ya”, ada 9 orang (30 %);
(c) Perasaan malu pada tetangga, karena su- menyatakan “kadang-kadang”, ada 20 orang
dah tidak bekerja lagi (6,67 %); (d) Perasaan (66,67 %), dan yang menyatakan “tidak”, ada
kesepian setelah pensiun (13,33 %); dan (e) 1 orang (3,33 %). Data tersebut dapat disimpul-
Perasaan tidak bisa tidur nyenyak setelah pen- kan bahwa responden layanan sosial keluarga
siun (20 %). Data tersebut didukung penda- yang meliputi:perencanaan kegiatan sebelum
pat Setyonegoro (1977), seseorang yang tidak pensiun, kesempatan kegiatan religiusitas, kes-
mempersiapkan dirinya sebelum pensiun, maka empatan berekreasi, kesempatan memberikan
akan dapat menimbulkan perasaan kehilangan arahan/pikiran/nasehat pada keluarga, kesem-
kedudukan dan penghasilan, menurunnya rasa patan berinteraksi dengan lingkungan, dan ke-
hormat terhadap dirinya dan kenikmatan sosial. sempatan mengikuti kegiatan sosial berpe-
Menurut Greene (Elizabeth Yuli Astuti, 1992), ngaruh terhadap post power syndrom (20 %
bahwa kondisi kekawatiran bagi orang yang - 43,33%) dalam hal ini kecemasan menurun-
belum mempersiapkan dirinya untuk meneri- nya penghasilan antara lain terlihat melalui: (a)
ma datangnya masa pensiun baik secara fisik, Menurunnya penghasilan berpengaruh pada
ekonomi, maupun psikologis ada kecenderung- kebutuhan hidup setelah pensiun(23,33%); (b)
an mengalami post power syndrom. Menurunnya penghasilan membuat ketakutan
Kondisi post power syndrom yang terjadi apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan
pada responden dapat dilihat melalui kece- hidupnya setelah pensiun (26,67 %); (c) Perlu
masan menurunnya penghasilan: (a) “Menu- pertimbangan dalam membeli sesuatu setelah
runnya penghasilan berpengaruh pada kebutuh- pensiun (43,33 %); (d) Perlu seleksi untuk ke-
an hidup setelah pensiun”, dapat ditunjukkan butuhan anak setelah pensiun (43,33 %); dan
dari 30 responden yang menyatakan “ya”, (e) Perlu pertimbangan kegiatan yang tidak
ada 7 orang (23,33 %); menyatakan “kadang- berguna dilakukan setelah pensiun (20 %). Data
kadang”, ada 12 orang (40 %), dan yang me- tersebut didukung pendapat Havighusrt (Irene

191
Jurnal PKS Vol 17 No 2 Juni 2018; 179 - 194

Trisna Ayu, 2009), salah satu tugas perkem- dengan rekan kerja”, dapat ditunjukkan dari 30
bangan di masa usia lanjut adalah penyesuaian responden yang menyatakan “ya”, ada 8 orang
terhadap berkurangnya penghasilan, dan apa- (26,67 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada
bila tidak dapat menyesuaikan diri, maka dapat 15 orang (50 %), dan yang menyatakan “tidak”,
menyebabkan belum siapnya secara ekonomi ada 7 orang (23,33 %). Data tersebut dapat di-
maupun psikologik, menyebabkan pensiun simpulkan bahwa responden dengan layanan
adalah peristiwa yang tidak menyenangkan. sosial keluarga yang meliputi: perencanaan
Menurut Brill dan Hayes (Fajar Astuti Wulan- kegiatan sebelum pensiun, kesempatan kegiat-
dari, 2001), seseorang di usia lanjut atau masa an religiusitas, kesempatan berekreasi, kesem-
pensiun agar dapat menyesuaikan terhadap patan memberikan arahan/pikiran/nasehat pada
peran barunya harus dapat mawas diri tentang keluarga, kesempatan berinteraksi dengan ling-
kemampuan-kemampuan yang ada setelah kungan, dan kesempatan mengikuti kegiatan
pensiun baik fisik, finansialnya seperti perlu- sosial berpengaruh terjadinya post power syn-
nya pertimbangan dalam membeli sesuatu dan drom dalam hal ini kecemasan kehilangan in-
disesuaikan dengan kebutuhannya. Djamaludin teraksi dengan rekan kerja 13,33 persen – 36,67
Ancok (1992), juga menyarankan bahwa perlu- persen. Antara lain terlihat melalui: (a) Peras-
nya pertimbangan dalam mencukupi kebutuhan aan takut bila rekan kerja tidak mau bergaul
anak-anaknya artinya lebih selektif mengingat lagi setelah pensiun (36,67 %); (b) Perasaan
kepentingannya saja. tidak dihargai oleh rekan kerja setelah pensiun
Kondisi post power syndrom yang terjadi (20 %); (c) Perasaan ada perbedaan perlakuan
pada responden dapat dilihat melalui kece- dari rekan kerja setelah pensiun (23,33 %); (d)
masan kehilangan interaksi dengan rekan kerja: Perasaan dikucilkan rekan kerja setelah pensi-
(a) “Perasaan takut bila rekan kerja tidak mau un (13,33 %); dan (e) Berkurangnya Frekuensi
bergaul lagi setelah pensiun”, dapat ditunjuk- pertemuan dengan rekan kerja (26,67 %). Data
kan dari 30 responden yang menyatakan “ya”, tersebut didukung penelitian Rasimin (1989),
ada 11 orang (36,67 %); menyatakan “kadang- bahwa putusnya hubungan kerja menimbulkan
kadang”, ada 12 orang (40 %), dan yang me- problem serius yang berakibat psikologik dan
nyatakan “tidak”, ada 7 orang (23,33 %). (b) gangguan fisik, kondisi ini dapat terjadi apabila
“Perasaan tidak dihargai oleh rekan kerja sete- responden tidak mempersiapkan dirinya.
lah pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30 re- Kondisi post power syndrom yang terjadi
sponden yang menyatakan “ya”, ada 6 orang pada responden kondisi tersebut dilihat melalui
(20 persen); menyatakan “kadang-kadang”, kecemasan responden kehilangan rasa percaya
ada 14 orang (46,67 %), dan yang menyatakan diri: (a) “Perasaan tidak berguna bagi keluarga
“tidak”, ada 10 orang (33,33 %). (c) “Perasa- setelah pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30 res-
an ada perbedaan perlakuan dari rekan kerja ponden yang menyatakan “ya”, ada 5 orang
setelah pensiun”, dapat ditunjukkan dari 30 (16,67 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada
responden yang menyatakan “ya”, ada 7 orang 13 orang (43,33 %), dan yang menyatakan
(23,33 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada “tidak”, ada 12 orang (40 %); (b) “Perasaan
17 orang (56,67 %), dan yang menyatakan tidak berguna bagi masyarakat setelah pensi-
“tidak”, ada 6 orang (20 %), (d) “Perasaan di- un”, dapat ditunjukkan dari 30 responden yang
kucilkan rekan kerja setelah pensiun”, dapat menyatakan “ya”, ada 3 orang (10 %); menya-
ditunjukkan dari 30 responden yang menyata- takan “kadang-kadang”, ada 18 orang (60 %),
kan “ya”, ada 4 orang (13,33 %); menyatakan dan yang menyatakan “tidak”, ada 9 orang (30
“kadang-kadang”, ada 21 orang (21 %), dan %); (c) “Perasaan kawatir tidak dihargai anak
yang menyatakan “tidak”, ada 5 orang (16,67 dan keluarga setelah pensiun”, dapat ditunjuk-
%). (e) “Berkurangnya Frekuensi pertemuan kan dari 30 responden yang menyatakan “ya”,

192
Layanan Sosial Keluarga Berorangtua Pensiunan terhadap Post Power Syndrome (Ikawati)

ada 3 orang (10 %); menyatakan “kadang-ka- D. Penutup


dang”, ada 15 orang (50 %), dan yang menyata- Kesimpulan: Hasil penelitian menunjuk-
kan “tidak”, ada 12 orang (40 %); (d) “Kurang kan ada pengaruh layanan sosial keluarga ber-
diterimanya nasehat, pikiran nya oleh keluarga orangtua pensiunan terhadap post power syn-
dan anaknya”, dapat ditunjukkan dari 30 res- drom yang terlihat dalam sumbangan relatif
ponden yang menyatakan “ya”, ada 2 orang dan efektifnya. Sumbangan relatif terlihat da-
(6,67 %); menyatakan “kadang-kadang”, ada lam layanan sosial keluarga yang berorangtua
15 orang (50 %), dan yang menyatakan “tidak”, pensiun (variabel X), yang paling besar sum-
ada 13 orang (43,33 %); (e) “Kurang diteriman- bangannya adalah: pertama layanan keluarga
ya nasehat, pikiran nya rekan kerja”, dapat di- dalam memberikan kesempatan kegiatan reli-
tunjukkan dari 30 responden yang menyatakan giusitas, kedua layanan sosial keluarga dalam
“ya”, ada 3 orang (10 %); menyatakan “kadang- memberikan bimbingan atau nasehat, ketiga
kadang”, ada 17 orang (56,67 %), dan yang layanan keluarga dalam memberikan bantuan
menyatakan “tidak”, ada 10 orang (33,33 %). dalam perencanaan kegiatan sebelum pensiun,
Data tersebut dapat disimpulkan bahwa respon- keempat layanan keluarga dalam memberikan
den dengan layanan sosial keluarga yang me- kesempatan berekreasi, kelima layanan keluar-
liputi: perencanaan kegiatan sebelum pensiun, ga dalam memberikan kesempatan melakukan
kesempatan kegiatan religiusitas, kesempatan kegiatan sosial dan keenam layanan keluarga
berekreasi, kesempatan memberikan arahan/ dalam memberikan kesempatan berinteraksi
pikiran/nasehat pada keluarga, kesempatan ber- dengan lingkungan terhadap variabel Y (post
interaksi dengan lingkungan, dan kesempatan power syndrom) yang diungkap melalui kece-
mengikuti kegiatan sosial berpengaruh terhadap masan kehilangan status, karier, menurunnya
post power syndrom dalam hal ini kecemasan penghasilan, interaksi dengan rekan kerja, dan
kehilangan kepercayaan diri berkisar 6,67 per- rasa percaya diri. Sumbangan efektifnya adalah
sen – 16,67 persen antara lain terlihat melalui: sumbangan variabel X yaitu layanan sosial ke-
(a) Perasaan tidak berguna bagi keluarga sete- luarga yang berorangtua pensiun menyumbang-
lah pensiun (16,67 %); (b) Perasaan tidak ber- kan lebih dari enam puluh persen terjadinya post
guna bagi masyarakat setelah pensiun (10 %); power syindrom (varibel Y). Artinya masih ada
(c) Perasaan kawatir tidak dihargai anak dan faktor -faktor lain yang tidak ada dalam variabel
keluarga setelah pensiun (10 %); (d) Kurang penelitian ini sebesar empat puluh persen yang
diterimanya nasehat, pikirannya oleh keluarga mempengaruhi terjadinya post power syndrom.
dan anaknya (6,67 %); dan (e) Kurang diteri- Rekomendasi. Berdasarkan hasil temuan
manya nasehat, pikirannya rekan kerja (10 %). tersebut, maka direkomendasikan kepada Ke-
Data tersebut didukung pendapat Lowenthal menterian Sosial melalui Direktorat Pember-
(Fajar Astuti Wulandari, 2001), bahwa persiap- dayaan Keluarga dan Kelembagaan Sosial,
an menghadapi pensiun merupakan tindakan dalam program penguatan keluarga melalui
preventif dan efektif guna mencegah terjadi- pelibatan anggota keluarga yang berorangtua
nya post power syndrom. Djamuludin Ancok pensiun untuk mempersiapkan, memperhatikan,
(1992), untuk mencegah post power syndrom, mempedulikan, menghargai, dan mendampingi
maka perlu persiapan aktivitas yang berguna menghadapi pensiun guna mencegah terjadinya
seperti menekuni hobbi yang menghasilkan dan post power syndrom.
berguna bagi orang lain. Lebih lanjut Djamulu-
din Ancok (1992), perlunya dipersiapkan sikap Ucapan Terima Kasih
keluarga dan masyarakat dalam mencegah ter- Kami mengucapkan terima kasih kepada
jadinya post power syndrom. pihak yang telah membantu terlaksananya pe-

193
Jurnal PKS Vol 17 No 2 Juni 2018; 179 - 194

nelitian ini. Dinas Sosial kota Yogyakarta dan Hurlock, E.B. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu
keluarga yang berorangtua pensiunan yang Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:
Erlangga.
menjadi responden di kota Yogyakarta yang Ikawati. (2009). Pengisian Waktu Luang Membuat Ba-
tidak dapat kami sebut satu persatu yang telah hagia Dihari Tuaku. Yogyakarta: B2P3KS Press.
membantu terlaksananya penelitian ini. Semo- Irene Trisna Ayu. (2009). Hubungan antara Kepribadian
ga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Tangguh dan Kebahagiaan pada Lanjut Usia yang
pihak-pihak terkait. Pensiun. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Djamaludin, Ancok. (1992). Usia Tua dan permasalah-
annya. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Pustaka Acuan Miller. A.C.(1995). Nursing Care of Older Adult: Theori
Biro Pusat Statistik (BPS). (2011). Data Biro. Jakarta and Practice. Philadelphia: J.B. Lippincott.co.
Boyes, W.J. (1984) Macro economics: The Dynamics of Moeryono. S.(1977). Perubahan Anatomi Proses Men-
Theory and Policy. Cincinnati, Ohio: South-Western jadi Tua. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP
Publishing. dan RS Dr. Karyadi.
Burr, A., Santo, J.B., & Pushkar, D. (2011). Affective Ni Komang Ekawati (2005). Konflik dan Coping Behav-
Well-Being in Retirement: The Influence of Values, iour pada Pengangguran Terdidik. Yogyakarta: Pro-
Money, and Health Across Three Years. Journal of gram Profesi Fakultas Psikologi UGM.
Happiness Studies, Vol 12, 17-40. Rasimin. (1989). Pensiun dan Karier. Yogyakarta: Fakul-
Butterworth, P., Gill, S., Rodgers,B., Anstey, K. J., Vil- tas Psikologi UGM.
lamil, E., & Melzer, D. (2006). Retirement and Men- Rini, J.S. (2001). Pensiun dan Pengaruhnya. http:// www.
tal Health: Analysis of the Australian National Sur- epsikologi.com
vey of mental Health and Well-Being. Social Science Roy, S.C. (1991). The Roy Adaption Model : the definitive
& Medicine, 62. 1179-1191. Statement. New Jersey: Applenton-Century Crofts.
Doris, R., Mackenzie, E., Bailey, C., & Mourey, R.L. Santrock, J.W. (1998). Life Span Development. Jakarta:
(2002). The Effectiveness of a Spiritually-based In- Erlangga.
tervention to Alleviate Subsyndromal Anxiety and Setiono, Mangunprasojo dan Sri Nurhidayati. (2005).
Minor Depression Among Older Adults. Journal Of Mengisi Hari Tua dengan Bahagia.
Religion and Health, 41, 153-166. Setyonegoro, K. (1977). Aspek Kesehatan Jiwa dari
Elizabeth Yuli Astuti. (1992). Studi tentang Hubungan Geriatri. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP.
Persiapan Diri dengan Kecemasan Mengahdapi Shouksmith, G. (1983). Change Attitude to Retirement
Pensiun pada Karyawan Non-Edukatif Gol. II di Following a Short Preretirement Planning. The
UGM. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Journal of Psycholgy. Vol 114. 3-7.
Fajar Astuti Wulandari. (2001). Hubungan antara Du- Siegel, S.R., dan Rives, J.M. (1980). Preretiriment Pro-
kungan Sosial dengan Kecemasan Menghadapi gram within Service Firms: Existing and Planned
Pensiun pada Guru yang memiliki Pekerjaan Sam- Programs. Aging and Work, 3, 181-191.
pingan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Siti Urbayatun. (2005). Hubungan antara Pemenuhan
Hadi, E. (2005). Post Power Syndrom. Yogyakarta: Kebutuhan Afek dengan Kesehatan Lansia. Yogya-
Fakultas Psikologi UGM. karta: Program Pasca Sarjana.
Haditono, S.R., dkk. (1993). Psikogerontologi. Yogya- Yogyakarta: Pradipta.
karta: Pasca Sarjana UGM. Sutrisno Hadi. (2000). ProgramStatistik Pasta Sosial
Hamka, Tanto Hariyanto, dan Hari Sukanto Adi. (2017). (SPS). Yogyakarta: UGM.
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Penyesuaian Suwarti. (2006). Kemandirian Lansia Ditinjau dari Du-
Diri pada Lansia usia 60-70 Tahun Setelah Purna kungan sosial dan Optimisme. Yogyakarta : UGM.
Tugas (Pensiun) di Posyandu Lansia Permadi Kelu- Timba Imas J.Y.K S. (2013). Pengaruh Perencanaan
rahan Tlogomas, Lowokwaru Kota Malang. Jurnal Pensiun, Religiusitas, Afek Positif dan Afek Negatif
Nursing News. Vol 2, Nomer 2 Tahun 2017. Terhadap Kecemasan Pensiun. Yogyakarta: Program
Hersey, D.A., Lawson, J.,Mc Ardle, J.J., & Hamagami, Magister Psikologi Fakultas UGM.
F. (2007). Psychological Foundation of Financial Tjiptadinata Effendi. (2013). Langkah-langkah Meng-
Palnning for Retirement. Journal Adult Develop- hadapi Post Power Syindrome. http: kompasiana.
ment, Vol 14, 26-36. com

194

You might also like