Professional Documents
Culture Documents
Stakeholder Engagement
The story inside every bottle of Coca-Cola is written in part by our
stakeholders—consumers, customers, bottlers, suppliers, partners,
nonprofit organizations, and many others who have an interest in our
business. We value the opinions and insights of our stakeholders and
rely on them to help shape our sustainability reporting. In developing
this year’s report, we continued to proactively engage stakeholders.
AN ONGOING CONVERSATION
For the last two years, we have engaged internal and external stakeholders to determine
what areas in our reporting require further explanation and clarification. One particularly
helpful organization in our efforts is Ceres, a national coalition of investors,
environmental organizations and other public interest groups working with companies to
address sustainability challenges.
In the spring of 2012, Ceres hosted a call bringing together several of their team
members, associates from our Company, and several stakeholders, including UCI
Environmental Accountability, Walden Asset Management, World Resources Institute,
and the Missionary Oblates of Mary Immaculate. (A representative of Alliance for a
Healthier Generation provided written comments as well.) That conversation resulted in
a report distilling shareholders’ perceptions of what we’re doing well in our sustainability
initiatives and reporting—and where they thought we could improve.
In addition to the session hosted by Ceres, we engage with our stakeholders on a variety
of topics almost daily to ensure we are addressing their questions and concerns
whenever possible.
Provide further context and strategy around key external trends that can impact the
Company.
We have included:
Our most robust overview to date on our supplier program and supplier sustainability
efforts.
More prominent placement of these topics within the report as well as significantly
increased disclosure on our efforts.
We are striving daily to live up to our stakeholders’ expectations for transparency and
exemplary corporate citizenship. To send comments, suggestions and critiques on our
sustainability practices and reporting, please visit the Contact Us page of our Company
website.
Shareholder merupakan pemangku kepentingan utama. Mengapa dikatakan demikian,
karena pemegang saham menanamakan modalnya dalam perusahaan dimana
sekaligus juga yang menanggung resiko kehilangan modalnya. Sementara stakeholder
merupakan kelompok-kelompok yang berada di dalam ataupun di luar perusahaan yang
mempunyai peranan dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Artinya, pemangku
kepentingan lainnya ini, tidak secara langsung memiliki keterkaitan dalam penyertaan
modal perusahaan.
Jika pendekatan stakeholder diterapkan, maka model yang baik seharusnya dapat
membantu mengatasi kompleksitas persoalan yang ada. Dalam pengelolaan
perusahaan, pemegang saham perlu diberikan porsi perhatian yang cukup. Namun,
menjadikan perusahaan warga negara yang baik juga merupakan hal penting bagi
perusahaan maupun komunitas. Umumnya dalam jangka panjang akan membantu
meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham.
Baca juga:
Baca juga:
Misi ini dilandasi oleh fakta-fakta antara lain seperti anak dibawah usia 5 tahun meninggal
karena diare dan infeksi pernapasan serius. Yang mana dengan menjaga kebersihan tangan,
risiko terkena diare dapat dikurangi sebesar 40% serta risiko terkena infeksi pernapasan
dapat dikurangi sebesar 30%. Selaras dengan misi tersebut, disusun strategi untuk
meningkatkan kesadaran dan pola hidup sehat.
Implementasi strategi ini dilakukan untuk mengkampanyekan hidup bersih mulai dari cuci
tangan. Bentuk pelaksanaannya, disatu sisi perusahaan mengeluarkan biaya untuk
mempromosikan pola hidup sehat kepada masyarakat. Sedang dari sisi bisnis terlihat ada
kenaikan penjualan produk sabun antiseptik. Dengan demikian kepentingan pemegang
saham juga terpenuhi.
Implementasi
Stakeholder
dalam Perkembangan Pariwisata
Pariwisata adalah salah satu bentuk pembangunan yang menjangkau
luas ke b a n y a k elemen. Wawasan pembangunan yang mengupayakan
terwujudnya hubungan interaksi yang “simbiosis mutualisme” antara industri
pariwisata dan lingkungan setempat sering disebut jugasebagai Pembangunan
Pariwisata Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (SustainableTourism
e!elopment". imana #okus ST ini kearah dampak Pariwisata baik positi #
dannegati # terhadap perekonomian$ lingkungan serta masyarakat sekitar.
%un&i utama kesuksesani m p l e m e n t a s i d a r i p e m b a n g u n a n p a r i w i s a t a
b e r k e l a n j u t a n a d a l a h p e r a n a k ti # d a r i p a r a stakeholder yang terkait.
Stakeholder dide#inisikan sebagai suatu kelompok atau indi!idu yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh sebuah pengembangan pariwisata disuatu
daerah.P e m b a n g u n a n P a r i w i s a t a B e r k e l a n j u t a n ti d a k d a p a t d i & a p a i j i k a
dipaksakan t a n p a m e m p e r h a ti k a n k e p e n ti n g a n stakeholder. Para
p e m a n g k u k e p e n ti n g a n h a r u s t e r l i b a t d a l a m seluruh proses demi ter&apainya
pembangunan pariwisata berkelanjutan. 'ntuk itu perlu kajiant e r s e n d i r i t e n t a n g
peran p e n ti n g stakeholder dalam kaitannya terhadap
p e r k e m b a n g a n pembangunan pariwisata berkelanjutan. Teori Stakeholder dapat
menggambarkan beberapaelemen pariwisata dalam suatu komunitas$ sejarah
pengembangan pariwisata di masyarakat$ prosedur dan kebijakan yang berkaitan
dengan pengembangan dan pengelolaan pariwisata didaerah tersebut$ jenis objek
wisata di masyarakat$ dampak ekonomi se&ara keseluruhan
kepadamasyarakat$ ukuran industri pariwisata di masyarakat$ dan hubungan
antara berbagai lembagadan organisasi yang terlibat dalam pariwisata.
Terdapat aspek dalam teori stakeholder yaitu ) eskripti #$ digunakan untuk
memeriksa dan menjelaskan masa lalu$ sekarang dan masa depandari sebuah
kesatuan organisasi dan dari para pemangku kepenti ngan yang ada. %edua
adalahI n s t r u m e n t a l $ m e n g i d e n ti # i k a s i k a n koneksi atau kurangnya
hubungan antara m a n a j e m e n stakeholder dengan pen&apaian organisasi *
pengembangan sasaran dan tujuan. +ormati#$ adalahi n ti dasar dari teori
stakeholder$ yang digunakan untuk mena#sirkan #ungsi
k e r j a s a m a $ mengidenti#ikasi nilai moral dari #iloso#is pedoman yang digunakan$ serta
mengarahkan sistemkerja * manajemen dari kerjasama tersebut. ,leh karena itu$
pengidenti#ikasian stakeholder lebihd i d a s a r k a n k e p a d a m i n a t * k e t e r t a r i k a n
s t a k e h o l d e r d i d a l a m o r g a n i s a s i t e r s e b u t $ b u k a n sebaliknya dari minat *
ketertarikan dari organisasi terhadap stakeholdernya. Semua stakeholder harus
berparti sipasi dalam menentukan arah organisasi di mana mereka memiliki
kepenti ngandisitu. Sementara itu$ kegagalan dalam pengidenti #ikasian
kepenti ngan dapat mengakibatkankegagalan proses$ meskipun dari gagalnya
identi #ikasi kepenti ngan dari salah satu pemangkukepenti ngan saja.'raian di
atas mengisyaratkan perlunya kita menganti sipasi perilaku politi k stakeholder
dalam proses #ormulasi kebijakan. Pluralitas sosiopolitik yang melekat pada konsepdan
mewarnai kehidupan demokrasi$ bersama dengan masalahmasalah eti ka dan
psikokulturalyang berpengaruh terhadap perilaku para aktor sosial politik$ perlu
mendapat perhatian tersendiridalam manajemen proses kebijakan pada
keseluruhan tahapannya. Pada tahap #ormulasi kita perlu menandai peta politik
dengan mengantisipasi kemungkinan sikap para stakeholder yang berperan dalam
pengambilan keputusan$ khususnya dalam menentukanpilihan atas sejunlah
opsikebijakan.alam -ormulasi kebijakan menurut ustopadidjaja (/00"$ para
Stakeholder harusmemiliki 1iews (pandangan"$ yakni sema&am intelle&tual !entures
yang bertalian dengan kajian
Itang Noorsha M.071112090
dan #ormulasi kebijakan. 2dapaun pandangan ataupun prinsip3prinsip dari
Stakeholder sebagai berikut) 2genda setting adalah suatu tahap sebelum perumusan
kebijakan dilakukan$ yaitu bagaimana isu3isu itu mun&ul pada agenda pemerintah yang
perlu ditindakianjuti berupati ndakan3ti ndakan pemerintah. Banyak isu yang masuk
ke pemerintah$ yang diharapkan agar pemerintah segera mengambil tindakan$
ternyata pemerintah tidak bertindak sesuai dengankeinginan masyarakat. 4ara pandang
sistemik5 tak ada suatu permasalahan kebijakan publik yangti dak terkait dengan
masalah3masalah lainnya$ kita harus mengenali benar saling
hubungantersebut$ dan mengidenti#ikasi se&ara obyekti# posisi permasalahan yang
dihadapi dalam kontekskeseluruhan masalah yang dihadapi masyarakat.S a l a h s a t u
#enomena yang sarat dalam pengelolaan potensi alam adalah
k u r a n g n y a integrasi stakeholder yang terlibat. 'rgensi perbaikan integrasi stakeholder
karena praktik yangselama ini terjadi di bebagai kementrian dan lembaga terkait
mempunyai program3programtersendiri$ sehingga mengakibatkan tumpang
ti ndih$ disharmoni$ dan men&uatnya ego sektoral.Terjadinya disharmoni dan
ego sektoral inilah yang kemudian disinyalir sebagai wujud nyatastakeholder
gagal dalam mengelola potensi alam yang ada dan salah satu penyebab
mengapa pemerintah daerah menjadi tidak optimal dalam melaksanakan otonomi daerah.
Sebenarnya bukan tanpa alasan bila potensi alam (tambang$ hutan$ laut$ keindahan dan
sebagainya" sangatmenarik untuk dikelola dan menjadi “ lahan basah ”
kementerian* lembaga terkait untuk saling berebut untuk memiliki otoritas yang
lebih dari yang lain. Potensi alam tersebut khususnyak e i n d a h a n a l a m I n d o n e s i a
m e n j a d i k a n b i s n i s p a r i w i s a t a k h u s u s n y a e k o w i s a t a s e b a g a i primadona
baru dalam sektor unggulan dengan multiple e##e&t yang sangat tinggi. Pariwisatatelah
diakui oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia sebagai sumber
potensial bagi pemasukan de!isa. 6en&ana Program 7angka enengah +asional (6P7+" /
0803/089$ periode/00: hingga /00;$ jumlah kunjungan wisatawan man&anegara
meningkat dari :$0 juta menjadi<$9 juta$ atau meningkat sebesar /;$0 persen
diikuti dengan peningkatan de!isa sebesar < $0: persen. 7umlah wisatawan
nusantara meningkat dari 8=;$9 juta menjadi //:$0 juta ataumeningkat dari 6p. >9$>/ triliun
menjadi 6p. 8/$> triliun atau meningkat <9$;9 persen. alamk e n y a t a a n n y a $
kegiatan wisata ini juga berpengaruh pada perputaran uang dalam
n e g e r i $ merangsang timbulnya berbagai usaha seperti industri &inderamata$ hotel $ tra!
el $ restoran danobjek wisata dapat meningkatkan lapangan kerja (?arrod$ /088".
@oeti (/008):>" mengatakan bahwa semakin menurunnya kapasitas dan
melambungnya harga tambang sebagai sumber pendapatan utama seperti minyak bumi$
batu bara dan hasil tambang lain$ membuat orientasi dan pola pikir beralih pada sektor jasa
yaitu jasa wisata. Pariwisata dipilih karena lebih mudah dan& e p a t m e n d a p a t k a n
keuntungan dari segi ekonomi$ sosial$ budaya dan lingkungan.
P o t e n s i pariwisata tersebut setidaknya tergambar dari karekteristik Indonesia sebagai
negara kepulauanterbesar di dunia. Indonesia memiliki A8;.880 pulau dengan garis pantai
sepanjang 80;.000 kmdisertai potensi alam$ keanekaragaman #lora dan #auna$
peninggalan purbakala$ peninggalansejarah$ serta seni dan budaya yang
semuanya merupakan sumberdaya dan modal besar dalam pembangunan (enteri
Permukiman an Prasarana Wilayah /00)/". Sur!ei World &onomi& -orum /08/
menempatkan keindahan alam Indonesia pada peringkat keenam dan Indonesia
pada peringkat kedua dari 8> negara dengan megadi!ersity dari4onser!ation International
(4I". odal yang besar ini harus bisa diman#aatkan se&ara optimald a n b e r k e l a n j u t a n
oleh bangsa ini$ karena dapat meningkatkan pendapatan perkapita
u n t u k kesajahteraan masayarakat. Cal ini juga tertuang dalam 6en&ana
Program 7angka enengah +asional (6P7+" tahun /0803/089 sebagai berikut) “ Se&ara
khusus pariwisata memiliki peran
Itang Noorsha M.071112090
signi#ikan dalam aspek ekonomi$ sosial$ dan lingkungan.
alam aspek ekonomi$ s e k t o r pariwisata mengkontribusi de!isa dari
kunjungan wisatawan man&a negara dan Produk omestik Bruto (PB" beserta
komponen3komponennya. alam aspek sosial$ pariwisata berperan dalam penyerapan
tenaga kerja$ apresiasi seni$ tradisi dan budaya bangsa$ dan peningkatan jati diri bangsa.
alam aspek lingkungan$ pariwisata juga mengambil peran khususnya konsep
ekowisatadapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti kekayaan dan keunikan alam
dan laut$ dan alaty a n g e # e k ti # b a g i p e l e s t a r i a n l i n g k u n g a n a l a m d a n s e n i .
” T e r l e b i h l a g i d i t e n g a h d i n a m i k a ekonomi dunia$ ditandai krisis ekonomi dunia$
globalisasi ekonomi yang belum tuntas$ kenaikanharga minyak dunia$ serta tarik
menarik kepenti ngan ekonomi dunia maju dan dunia keti ga$ekowisata
berkembang menjadi suatu jenis jasa wisata yang memberi jaminan bagi
ter&iptanyakesejahteraan (4haminuka$ /088". engan mengopti malkan
potensi keindahan dan kekayaan a l a m y a n g b e r n i l a i ti n g g i d a l a m p a s a r
i n d u s t r i w i s a t a a l a m $ p e n g e m b a n g a n e k o w i s a t a a k a n membawa peran
besar dalam berbagai aspek seperti ekonomi$ sosial dan lingkungan.“ enurutamanik
dan Weber (/00<)9/"$ de#inisi maupun prinsip3prinsip ekowisata memiliki
implikasil a n g s u n g kepada wisatawan dan penyedia jasa.
W i s a t a w a n d i t u n t u t u n t u k ti d a k h a n y a m e m p u n y a i k e s a d a r a n
lingkungan dan kepekaan sosial yang ti n g g i $ tetapi juga
mampum e l a k u k a n n y a pada kegiatan wisata. Sedangkan
p e n y e d i a j a s a j u g a d i t u n t u t m a m p u menyediakan produk3produk
yang ramah lingkungan. alam pengembangan atraksi wisata$misalnya$
lokasinya dekat dengan alam$ model pengembangannya serasi dengan
lingkungan$layanan ramah$ dan harus memberdayakan masyarakat lokal se&ara sosial$
ekonomi dan budaya.”“ enurut +ugroho (/088)"$ sebagai bentuk wisata yang sedang
trend $ ekowisata mempunyaikekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konser!
asi lingkungan$ pendidikan lingkungan$kesejahteraan penduduk lokal dan
menghargai budaya lokal. Taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang
memiliki potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yangmelimpah menjadi
salah satu pengembangan ekowisata. Taman nasional menawarkan
wisatae k o l o g i s y a n g b a n y a k d i m i n a ti w i s a t a w a n $ h a l i n i k a r e n a
adanya pergeseran p a r a d i g m a kepariwisataan internasional dari
bentuk pariwisata masal ke wisata minat khusus
y a i t u ekowisata.”Berdasarkan hasil peneliti an$ -ormat kerjasama pengembangan
Pantai %enjeran antara pihak pertama$ kedua maupun ketiga adalah saling
berhubungan. ikaji dalam teori +P (+ewP u b l i & a n a g e m e n t " $ kerjasama
a n t a r a m a s i n g 3 m a s i n g p i h a k d a l a m p e n g e m b a n g a n P a n t a i %enjeran
sebagai obyek wisata ini dilakukan untuk memperbaiki manajemen
pengembangan pantai sebelumnya yang dinilai kurang optimal. Pemerintah %ota
Surabaya sebagai pihak pertama mempunyai peran dalam peraturan walikota melalui
kebijakan pengelolaan obyek wisata oleh inas Pariwisata. PT. ?ranting 7aya sebagai pihak
kedua memiliki tanggung jawabuntuk men&ari win win soluti on dalam usaha
mengembangkan Pantai %enjeran sebagai salahsatu obyek wisata andalan
%ota Surabaya$ berpatokan dalam peraturan inas Pariwisata %otaSurabaya. PT.
?ranting 7aya mengajak kerjasama masyarakat sekitar pantai sebagai pihak keduauntuk
men&iptakan hubungan ti mbal balik yang positi # dan tentu saja dengan
berkembangnyaPantai %enjeran ini akan meningkatkan tara# hidup masyarakat sekitar
lokasi seperti pen&iptaanlapangan kerja$ serta penerti ban lokasi Pantai
%enjeran$ sehingga &itra kawasan ini lebih baik d a r i s e b e l u m n y a y a n g
sempat di&ap sebagai ajang p r o s ti t u s i . Sehingga kawasan ini
b i s a mendatangkan keuntungan baik bagi Pemerintah %ota Surabaya$ pengelola$ maupun
masyarakatsekitar lokasi Pantai %enjeran.
Itang Noorsha M.071112090
6e#erensi )2nderson$ 7ames . /00<. Publi& Poli&y aking) 2n Introdu&tion. Boston)
Coughton i##lin u n n $ W i l l i a m + . . / 0 0 . P e n g a n t a r 2 n a l i s i s % e b i j a k a n
Publik. @ogyakarta) ?adjah a d a 'ni!ersity Press.ye$ Thomas 6.. 8==:.
'nderstanding Publi& Poli&y. +ew 7ersey) Prenti&e Call.ustopadidjaja 26. /00.
anajemen Proses %ebijakan Publi) #ormulasi$ implementasi dan e!aluasi kinerja.
7akarta) Dembaga 2dministrasi +egara 6I.Putra$ -adillah. /00. Paradigma %riti s
alam Studi %ebijakan Publik. @ogyakarta) Pustaka Pelajar.6iant +ugroho
wijowijoto. /00=. Publi& Poli&y$ Teori %ebijakan$ 2nalisis %ebijakan$ Proses%ebijakan$
Perumusan$ Implementasi$ !aluasi$ 6e!isi 6isk anagement alam
%ebijakanPublik$ %ebijakan Sebagai The -i#th state$ etode Peneliti an
%ebijakan. 7ak
Dalam hubungan bisnis dan pemangku kepentingan (stakeholder) pada tahap awal diakui
bahwa tanggung jawab sosial adalah fungsi pemerintah, bukan tanggung jawab bisnis
ataupun perusahaan. Pendapat ini tentunya terjadi pada awal dekade dimana hasil alam
masih berlimpah, persaingan industri tidak ketat, dan tuntutan pemangku kepentingan
terhadap perusahaan belum tinggi. Dapat dicatat a pendapat Friedman dalam Robin, F
(2008) hal 232. menuliskan bahwa The business of business is to maximise profits, to earn
a good return on capital invested and to be good corporate citizen obeying the law- no more
and no less. Sejalan evolusi pada seluruh bidang, termasuk adanya globalisasi, hal demikian
berubah drastis.
Dalam perkembangan bisnis baru, diakui bahwa tanggung jawab sosial perusahaan yang
dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) adalah fungsi perusahaan. Adapun
“desakan” untuk itu bersumber dari banyak hal baik karena tekanan global maupun regional.
Bilamana dikaitkan fungsi maka ini dilakukan secara sukarela (voluntary) bukan karena
adanya paksaan dari luar, utamanya dari pemerintah. Lebih dari itu, pembeda terminologi
CSR dengan penerapan sebelumnya terletak kepada fungsi “tanggung jawab ” yang
bermakna bahwa CSR sifatnya datang dari perusahaan.
Banyak konsep CSR yang dipubllikasikan, Wibisono (2007) melaporkan CSR bahwa CSR
didefinisikan sebagai komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontibusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Dalam versi
World Bank CSR didefinisikan sebagai “the comitment of business to contribute to
sustainable economic development working with employees and their representatives the
local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both and
good fo business development”
Dalam batasan demikian, maka CSR sesungguhnya merupakan konsep dan program yang
menucnul secara sukarela, karena perusahaan menganggap penting sehingga harus
diformulasikan sedemikian rupa. Selanjutnya, di dalam konsep CSR terdapat berbagai
aspek seperti nilai, kultur, kompetensi, sejarah perusahaan bahkan etika yang dijadikan dasar
bertindak oleh seluruh pihak internal manajemen perusahaan .
Isu terkait dengan CSR senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan dinamika dan
kesadaran tetang kebutuhan bersama. Isu yang terkait utamnya adalah Good Corporate
Governance, Sustainable Development, sampai ke Daya Saing. Bilamana isu ini disimak
lebih dalam, maka ditemukan bahwa penerapan CSR saling menopang dengan dimensi-
dimensi tersebut. Bila dikatikan dengan corporate governance maka penakanan CSR adalah
pelibatan stakeholder dalam tatakelola perusahaan. Semantara itu bila dikaitkan dengan isu
keberlanjutan, penekanannya adalah bahwa bisnis yang dapat berkelanjutan apabila didukung
oleh pemangku kepentingan. Selanjutnya bila dikaitkan dengan konsep daya saing, maka
sisi pelaksanaan CSR adalah dalam rangka membangun daya saing bisnis baik di tingkat
regional maupun global (Zadek, 2006)
Dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial, prinsip sederhana yang mendasari
perkembangannya adanya satu pengakuan prinsip mutualisme, dimana antara perusahaan
dan masyarakat harus hidup berdampingan dan saling memberikan manfaat bersama. Hal ini
kemudian diakui oleh bisnis bahwa hanya dengan masyarakat – yang dikenal juga dengan
sebutan stakeholder yang kuat – maka bisnis dapat berkembang dengan baik.
Dalam perkembangan yang lebih lanjut, perkembangan teknologi menjadi isu yang paling
dominan sebagai bagian daripada tanggung jawab sosial. Teknologi cloning misalnya
telah berkembang demikian pesat, akan tetapi tetap dilaksanakan untuk mengapresiasi
keberdaan daripada manusia dan masyarakat. Demikian juga dengan teknologi transgenik
di bidang budidaya secara teknologi telah lolos akan tetapi secara sosial dan kemasyarakatan
masih terus dipertanyakan. Sesuai dengan penjelasan di atas, fokus diskusi pada studi ini
adalah bagaimanakah model pengembangan tanggung jawab sosial perusahaan dalam
presfektif penggunaan hasil penelitian dan teknologi.
Substansi daripada istilah ini dari masa ke masa mengalami perubahan. Pada tahun 60an,
tanggung jawab sosial lebih berintikan “charity” perusahaan kepada lingkungan yang
mengambil berbagai bentuk, berbeda antara satu perusahaan terhadap perusahaan lain.
Sudah tentu, model charity seperti itu susah untuk dievaluasi manfaat dan dampaknya. Model
pyramida yang dikembangkan Carrol sangat dominan dalam penjelasan tanggung jawab
sosial, Caroll menjelaskan kaitan antara satu bidang tanggung jawab sosial korporasi dengan
bidang lain. Dari semua model di atas, salah satu yang dominan dikembangkan sekarang
ini ada model pendekatan yang dikembangkan yaitu model pendekatan stakeholder (5).
Model ini menjelaskan rinci peran pemangku kepentingan dan fungsinya kepada
perusahaan. Dengan identifikasi peran dan kepentingan, maka perusahaan dapat
mengintegrasikannya ke dalam satu pencapaian tujuan. Sementara Meehan sendiri lebih
menggunakan model 3C-SR, dimana inti dari 3C adalah Commitment, Consistency dan
Connection, dan patut dicatat tidak kedua model ini sesungguhnya berbeda pandangna, pada
model 3C lebih menekankan konsep yang kemudian diurut menjadi operasional.
Di Indonesia, masalah tanggung jawab sosial bisnis menjadi isu yang belum terslesaikan
dengan baik. Menurut UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas telah dinyatakan
bahwa tanggung jawab Sosial adalah bagian daripada tugas perseroan, oleh karena itu
perseroan harus menyediakan dana. Artinya komponen biaya tanggung jawab sosial bukan
lagi didasarkan kepada skema kalau perusahaan punya dana, akan tetapi di awal perusahaan
telah diharuskan mencantumkan dana tanggung jawab sosial. Konsep ini menjustifikasi
anggaran di tingkat manajemen puncak yang belum tentu mendapat pengesahan. Lebih dari
itu, perseroan diharuskan menyampaikan laporan.
Selain aturan ini masih ada program lain bersifat insentif dan fasilitatif, yaitu PROPER
(Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) yang dimaksudkan untuk mendorong
perusahaan peserta meningkatkan prestasi mereka dalam program lingkungan hidup secara
luas. Sesuai dengan prinsip dasar PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup mendorong
penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan
diseinsentif reputasi dengan pelibatan masyarakat dan sekaligus sebagai wujud dari
pelaksanaan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997 pasal 5 ayat 2 tentang hak
masyarakat atas infomasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Perusahaan yang terlibat dalam program mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, karena hasil peringkat dimumkan terbuka, yang baik diberi hadiah, pihak
manajemen merasa manfaat langsung. Walau program ini tidak bisa disamakan dengan
program tanggung jawab sosial, karena kecenderungan pada program ini adalah masalah
lingkungan.
Bersamaan dengan pandangan ini dikenal istilah stakeholder dalam terminologi Indonesia
dikenal sebagai pemangku kepentingan . Jadi kalau tuga perusahaan pada awalnya adalah
untuk menciptakan keuntungan kepada pemilik saham (shareholder), maka tugas ini telah
berobah menjadi memberikan manfaat kepada stakeholder. Dari hasil penelusuran studi
literatur diketahui bahwa banyak penulis mengacu kepada pendapat Carol (1979) yang
mengidentifikasi bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah: 1) ekonomi, 2) legal, 3)
ethical, 4) diskresionary. Masing-masing tanggung jawab sosial ini dijelaskan sebagai
berikut (Jamali, D. 208)
1) Ekonomi mislanya berkaitan dengan menyediakan ROI kepada pemegang saham,
menciptakan pekerjaan dan pengupahan yang adil, menemukan sumberdaya baru,
mempromosikan penggunaan teknologi lanjutan, inovasi, dan menciptakan barang dan jasa
yang baru.
2) Legal berkaitan dengan peran perusahaan memainkan peran sesuai dengan
peraturan dan prosedur. Dalam kaitan ini masyarakat mengharapkan agar perusahaan
dapat memenuhi visi dan misi yang diusungnya.
3) Etika diharapkan agar pelaku bisnis mempunyai moral, etika kerja dimana perusahaan
berada. Etika tidak harus sesuai dengan apa yang diatur dalam aturan formal, akan tetapi
dapat memenuhi harapan masyarakat terhadap perusahaan , misalnya menghargai
masyarakat, menghidnari pencideraan masyarakat, dan mencegah adanya bencana bagi
masyarakat.
4) Berkaitan dengan penilaian, pilihan perusahaan dalam hal kegiatan yang diharapkan
kembali kepada masyarakat.
Tentang dampak hubungan baik antara perusahaan dengan pemangku kepentingan , Kotter J
dan James (1992) dalam Svendensen et.al. (2000) laporannya tentang Corporate Culture
yang dilaporkan Harvard, menunjukkan bahwa selama 11 tahun pemantauannya
menunjukkan bahwa dari sisi: pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan karyawan,
perusahaan yang berorienatasi keapada stakeholder berikenerja lebih baik dbanding dengan
perusahaan yang berorientasi pada pemegang saham. Dicatat juga bahwa manajemen yang
menerapkan visi lebih memberikan fokus kepada stakeholder daripada pemegang saham.
Laporan ini senada dengan hasil penelitian tentang Living Company (1997) dimana
ditemukan bahwa perusahaan yang berorientasi kepada pemangku kepentingan tetap
berada pada hubungan yang harmonis dengan lingkungan nya dengan tetap menjada
hubungan kuat dengan lingkungan. Hal demikian dimungkinkan karena manfaat yang
diterima perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan akan memberikan manfaat yang
berkelanjutan terhadap perusahaan .
3. Model Tanggung jawab Sosial Dalam Pemanfaatan Hasil Riste dan Teknologi
Tanggung jawab Sosial semakin menemukan posisinya pada perusahaan dewasa ini.
Bentuknya dalam era otonomi daerah juga disebut Community Development. Dalam konteks
ini model dapat dilihat sebagai satu urutan yang dapat diterapkan oleh perusahaan guna
mencapai tujuan.
Peran pemerintah dalam di atas adalah penting. Pemerintah sebagai pemegang wewenang
harus melakukan pemeriksaan terhadap strategi perusahaan dalam menginternalisasikan
permasalahan tanggung jawab sosial ke dalam permasalahan internal perusahaan . Sebagai
catatan dapat disampaikan temuan Albareda, L. et.al. (2006) tentang peran pemerintah dalam
implementasi CSR: di Inggris lebih sifatnya sistemik terhadap orientasi peran pemerintah
dan swasta. Sementara di Itali sifatnya lebih ekstensif, dan melakukan pendekatan multi
stakeholder dan multi level.
Pentingnya internalisasi CSR dalam strategi akan menentukan keberhasilan program CSR itu
sendiri. Galbreath (2009), dalam studinya menjelaskan bahwa upaya perusahaan
mengintergrasikan ataupun merealisasikan CSR dalam strategi perusahaan secara integratif
tidak menunjukkan perubahan yang mendasar. Permasalahan dalam implementasi CSR baru
sebatas popularitas belum menyentuh permasalahan yang mendasar. Oleh karena itu,
pekerjaan utama secara bisnis dalam mengimplementasikan CSR adalah “mengadopsi” nya
menjadi bagian strategi perusahaan .
b. Implementasi
Marten J.H.K, dkk. (2007) dalam studi kasus tentang CSR mengidentifikasi konflik yang
pernah terjadi antara perusahaan Multinasional dengan masyarakat sekitar. Identifikasi
mereka menunjukkan berbagai hal: 1) berkurangnya sumber ait, rendahnya kepedulian
terhadap perekonomian masyarakat dan pengawasan perusahaan yang berlebihan, 3)
hilangnya jalan setapak dan terancamnya fungsi pembangunan kerekatan sosial. Oleh karena
itu adapun implementasi CSR didasarkan kepada permasalahan yang dihadapi perusahaan
terhadap pemangku kepentingan. Dalam hal ini harus dibedakan mana pemangku
kepentingan primer dan sekunder. Stakeholder primer mempunyai kepentingan yang
langsung berhubungan dengan masa depan perusahaan. Yang termasuk stakeholder primer
yaitu pemegang saham dan investor, karyawan, pelanggan, pemasok dan penduduk dimana
perusahaan beroperasi. Beberapa ahli menambahkan stakeholder primer meliputi individu
atau kelompok yang berkepentingan terhadap sumber daya alam, spesies bukan manusia, dan
generasi yang akan datang (Wheeler dan Sillanpää, 1997). Sedangkan stakeholder sekunder
adalah mereka yang tidak menerima dampak langsung; diantaranya media, kelompok
pemerhati (pressure groups), atau kelompok sosial lain dimana perusahaan berada.
Fungsi pemerintah dalam hal ini sangat penting untuk memeriksa cakupan dan
implementasinya di lapangan. Jamali (2008) mendasarkan pelaksanaan CSR atas pendekatan
pemangku kepentingan (stakeholder). Dari hasil identifikasi yang dilakukan, dapat dilihat
kategori pemangku kepentingan dan harapannya terhadap perusahaan .
Implementasi bagaimanapun tidak berjalan mulus. Untuk kasus Indonesia misalnya telah
didapat didapat dua Undang-undang yang mengharuskan korporasi menerapkan yaitu
Undang-undang tentang penanaman modal dan Undang-undang Perseroan Terbatas. Akan
tetapi kenyataan ini masih dihadapkan kepada kendala yaitu:
1) Isu tentang CSR masih lebih sebatas khabar baik, akan tetapi pelaksanaannya
masih langka. Robin (2008) melaporkan ada tiga kondisi yang dihadapi dalam penerapan
CSR i) biaya yang ditimbulkan oleh CSR bisa saja tidak dikenal, ii) keputusan yang
berkaitan dengan kompetensi yang tidak dipunyai oleh perusahaan , dan iii) CSR mungkin
akan berkaitan dengan lingkup sosial yang lebih luas, pemerintah dan masyarakat, hal ini
membuat perusahaan akan berfikir ulang.
2) Untuk kasus Indonesia, sebagaimana dilaporkan oleh Pradjoto (2007) dalam Kompas:
perusahaan melihat CSR sebagai biaya yang kemudian menjadikan biaya operasional
perusahaan meningkat. Pandangan demikian tentunya berbeda dengan makna daripada
CSR yang lebih menekankan kepada tanggung jawab perusahaan ketimbang sekedar
perbuatan baik.
Adapun pertimbangan utama dalam menerapkan CSR adalah manfaat, baik yang berwujud
nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible). Oleh karena itu manfaat yang diharapkan
senantiasa harus mendapat dipantau dan dievaluasi. Penerapan CSR di Indonesia dapat
dikatkaan terlambat, hal ini bila dilihat praktek yang dilaksanakan oleh perusahaan besar di
Indonesia CSR masih cenderung bersifa niat baik (charity). Keluarnya UU No. 40 tahun
2007, tentang Perseroan Terbatas secara eksplisit mencantumkan Tanggung jawab Sosial
sebagai bagian daripada kegiatan perusahaan . Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
setiap perseroan wajim mencantumkan dana untuk tanggung jawab sosial, melaksanakan,
dan melaporkannya ke pemerintah setiap tahunnya. Bahakan bagi perseroan yang tidak
melaksanakan wajib dikenakan sangsi. Pelaporan demikian tentunya menjadi bagian
daripada kesempatan yang memungkinkan pemerintah, salah satu dari pemangku
kepentingan untuk terlibat dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial. Walau harus diakui
bahwa upaya menerbitkan PP yang beriaktan dengan tanggung jawab sosial lini masih
mengalami hambatan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang demikian pesat. Dari sisi ilmu ekonomi
bahkan telah berkembang aliran New Economy yang meyakini bahwa ekonomi yang
berkembang pesat adalah yang digerakkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena ini
akan memberikan nilai tambah lebih besar kepada negara daripada menghasilkan bahan
mentah yang menopang perekonomian. Sehingga kemajuan bangsa dan negara ditentukan
anggaran yang tersedia untuk Riset dan Pengembangan (R&D). Perkembangan teknologi
senantaisa tidak terbatas, karena selalu terbuka ruang untuk mengimpelementasikannya.
Dari hasil penelusuran pada situs http://id.wikipedia.org/wiki/ Kategori:Teknologi,
ditemukan 33 kategori teknologi. Adapun kategori ini adalah sebagai berikut: alat, bahan
peledak, digital, elektorinika, fotographi, informasi, lingkungan, luar angkasa, mesin,
militer, optik, otomasi, percetakan, penghargaan sains, pertanian, pendidikan, program luar
angkasa, proses industri, robot, sejarah teknologi, sistem, suara, teknik, dan teknologi
televisi.
Berkaitan dengan kategori teknologi di atas, pada dasarnya ada dua sumber teknologi bagi
perusahaan yaitu internal dan eksternal, yang lebih dikenal sebagai outsourcing. Dalam hal
outsourcing, keterlibatan mitra menyediakan teknologi bagi satu perusahaan sangat
dimungkinkan. Teknologi bagi perusahaan telah menjadi bagian daripada kpts yang harus
disiapkan untuk menopang daya saingnya. Akan tetapi pedoman untuk menerapkan teknologi
dan ilmu pengetahuan diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Menjunjung Nilai luhur. Nilai luhur bagaimanapun harus diutamakan, karena nilai
kemanusiaan melekat kepada ciptaan yang lebih tinggi. Untuk kasus cloning
bagaimanapun hal ini tidak akan pernah mendapat tempat karena melecehkan
manusia sebagai ciptaan yang maha kuasa.
2. Perusahaan menyusun praktik penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam
bentuk etika ataupun konduk, sehingga prinsip akuntabilitas tetap terpelihara
sehingga memungkinkan temuan dan inovasi berjalan dengan baik.
3. Menopang keberlanjutan lingkungan. Teknologi bagaimanapun harus
mepertimbangkan keberlanjutan lingkungan secara utuh untuk generasi sekarang dan
yang akan datang.
4. Perusahaan harus menggunakan teknologi secara bertanggungjawab sehingga dapat
memperbaiki kualitas perusahaan secara khusus dan kualitas masyarakat beserta
lingkungan secara umum.
5. Peran pemerintah harus bersifat fasilitatif, sehingga dapat mendorong lahirnya
berbagai temuan yang dapat menopang pembangunan bangsa secara keseluruhan.
5. Kesimpulan
Adapun praktik penerapan CSR yang menjadi populer saat ini haruslah juga
mengakomodasi isu-isu yang berkembang. Isu tentang pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi bagaimanapun harus menjadi bagian daripada strategi perusahaan sehingga setiap
perusahaan dapat menyiapakan pedoman (konduk) yang menopang praktik dan
pemanfaatan teknologi sebagai bagian daripada tanggung jawab sosial perusahaan .
Dukungan terhadap praktik Tanggung jawab Sosial perusahaan baik berisfat Undang-
undang dan peraturan yang bersifat lolak senantiasa harus dipahami bukan sebagai beban
perusahaan , akan tetapi sebagai tanggung jawab perusahaan untuk turut menopang
pembangunan yang lebih luas.
Daftar Pustaka
Hoffman. R.C., 2007. Corporate social responsibility inovasi the 1920s: an institutional
Perspective, Journal of Management History pp. 55-73, Perdue School of Business,
Salisbury University, Salisbury, Maryland, USA .
Galbreath, J. 2009. Building corporate social responsibility into strategy, Garaduate School
of Business, Curtin University of Technology, Perth, Australia, European Business Review,
Vol. pp. 109-127
Jamali, D. 2008. A Stakeholder Approach to Corporate Social Responsibility: A Fresh
Perspective into Theory and Practice, Journal of Business Ethics, 82: pp. 213–231
Kementrian Negara Ristek., 2009. Enam Fokus Program Kementrian Negara Riset dan
Teknologi, http://www.ristek.go.id/index.php, 4 juni 2009.
Meehan. J.et.al. 2006. Corporate social responsibility: the 3C-SR model, International
Journal of Social Economics, Vol. 33 No. 5/6. pp. 386-398.
Pradjoto (2007). Tanggung jawab Sosial Korporasi, Kompas 23 Juli 2007, http://www.
kompas. com/kompas-cetak/0707/23/utama/3711215.
Republik Indonesia, 2007. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007, tentang
Perseroan Terbatas, Mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indoensia, Jakarta.
Robin, F. 2008. Why community cocial responsibility should be popularised but not imposed,
Corporate Governance, Vol. 8, No. 3. pp. 330 – 341.
Svendensen, et.al. 2000. Measuring The Business Value Of stakeholder Relationships, Part
One. The Center for Innovation Management, Simon Fraser University.
Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility),
Fascho Publlishing, Gresik, Indonesia.
Since 2005 we have met twice annually with the International Union of Foodworkers and
several of its affiliates. The IUF is a world-wide federation of trade unions representing
workers in sectors including agriculture and plantations, food and beverages, and hotels
among others. More than 30 percent of our business system’s employees are members
of unions affiliated with the IUF. The semi-annual meetings, in addition to ongoing
communications, provide a forum to discuss a variety of labor relations matters. Read
our updated joint statement (PDF).
During the past seven years we have hosted industry conferences on human rights
topics at our facilities in Atlanta which have been sponsored by the United States
Council for International Business, International Organization of Employers and the
United States Chamber of Commerce to tackle issues related to human rights. The first
six conferences were hosted at that Atlanta office complex and the seventh was at the
new Center for Civil and Human Rights in Atlanta.
These conferences have engaged business in addressing forced labor, child labor, and
other business and human rights issues. In 2010 and 2011, Professor John Ruggie, the
former UN Special Representative for Business and Human Rights, was the keynote
speaker and focused on his “Protect, Respect and Remedy” framework for respecting
human rights in a business context and the UN Guiding Principles on Business and
Human Rights.
The 2014 conference, which convened more than 170 leaders from businesses,
government and non-governmental organizations, focused on strategies to integrate
respect for human rights in business. Alexis M. Herman, former Secretary of the U.S.
Department of Labor and current Coca-Cola Board members, was one of the speakers
at the conference. Secretary Herman reflected on the important governance role held by
boards of directors regarding human rights, which includes the establishment of overall
expectations in this area as well as oversight. Agendas from the conferences hosted
by TCCC to engage business on Human Rights issues:
Related Links
AIM-PROGRESS website
Mutual Recognition
Joint Supplier Training