You are on page 1of 21

 Global Reporting Initiative


 Global Business Principles
 Third-Party Verification and Assurance Statement
 Governance and Ethics
 Stakeholder Engagementpahamin isinya
 Report Parameters

Stakeholder Engagement
The story inside every bottle of Coca-Cola is written in part by our
stakeholders—consumers, customers, bottlers, suppliers, partners,
nonprofit organizations, and many others who have an interest in our
business. We value the opinions and insights of our stakeholders and
rely on them to help shape our sustainability reporting. In developing
this year’s report, we continued to proactively engage stakeholders.

AN ONGOING CONVERSATION

For the last two years, we have engaged internal and external stakeholders to determine
what areas in our reporting require further explanation and clarification. One particularly
helpful organization in our efforts is Ceres, a national coalition of investors,
environmental organizations and other public interest groups working with companies to
address sustainability challenges.

In the spring of 2012, Ceres hosted a call bringing together several of their team
members, associates from our Company, and several stakeholders, including UCI
Environmental Accountability, Walden Asset Management, World Resources Institute,
and the Missionary Oblates of Mary Immaculate. (A representative of Alliance for a
Healthier Generation provided written comments as well.) That conversation resulted in
a report distilling shareholders’ perceptions of what we’re doing well in our sustainability
initiatives and reporting—and where they thought we could improve.

We addressed stakeholders’ most reasonable recommendations for this reporting


period. We may pursue additional suggestions in future reporting. And we may disregard
some suggestions if they do not make sense for our business.

In addition to the session hosted by Ceres, we engage with our stakeholders on a variety
of topics almost daily to ensure we are addressing their questions and concerns
whenever possible.

We were asked to:

Increase disclosure regarding working with suppliers.

Improve disclosure on efforts related to energy balance and nutrition.

Clarify our vision and strategy to advance sustainable agriculture.

Provide further context and strategy around key external trends that can impact the
Company.

We have included:

Our most robust overview to date on our supplier program and supplier sustainability
efforts.

More prominent placement of these topics within the report as well as significantly
increased disclosure on our efforts.

Our most robust overview to date on our approach to sustainable agriculture.

Third party commentary on four significant global challenges, as well as strategic


initiatives to address related environmental risks, as outlined in our
2011 Annual Report on Form 10-K

WE WANT TO HEAR FROM YOU

We are striving daily to live up to our stakeholders’ expectations for transparency and
exemplary corporate citizenship. To send comments, suggestions and critiques on our
sustainability practices and reporting, please visit the Contact Us page of our Company
website.
Shareholder merupakan pemangku kepentingan utama. Mengapa dikatakan demikian,
karena pemegang saham menanamakan modalnya dalam perusahaan dimana
sekaligus juga yang menanggung resiko kehilangan modalnya. Sementara stakeholder
merupakan kelompok-kelompok yang berada di dalam ataupun di luar perusahaan yang
mempunyai peranan dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Artinya, pemangku
kepentingan lainnya ini, tidak secara langsung memiliki keterkaitan dalam penyertaan
modal perusahaan.

Neraca. Perusahaan dinilai penting untuk memperhatikan kepentingan berbagai


stakeholder. Hal ini dikarenakan, perusahaan dapat menghasilkan keuntungan
maksimal secara langgeng jika mendapatkan dukungan penuh dari seluruh stakeholder.
Untuk itu, yang diperlukan dalam sebuah perusahaan adalah bagaimana mensinergikan
kepentingan shareholder dengan kepentingan stakeholder lainnya, sehingga
memberikan manfaat optimal bagi semua pihak. Namun, tentu saja tidak berarti bahwa
perusahaan harus memikirkan kepentingan stakeholder lainnya diatas kepentingan
pemegang saham.

Baca juga: Kerjasama dan Kolaborasi Harus Dilakukan Semua Stakeholder

Perusahaan harus dikelola sesuai tujuan didirikannya perusahaan, sebagai perwujudan


kepentingan pemegang saham. Ini dilakukan agar perusahaan tidak kehilangan
kepentingan privacy-nya.

Mengutamakan kepentingan pemegang saham tanpa mempertimbangkan kepentingan


stakeholder, yang mempunyai risiko dalam kelangsungan hidup perusahaan tidak
sepenuhnya benar. Perusahaan umumnya sudah bukan dimiliki oleh individu, apalagi
dengan model peningkatan modal melalui pasar modal. Perusahaan kini dimiliki oleh
banyak pemegang saham, dan manajemennya diserahkan kepada profesional.
Ditambah lagi adanya pemegang saham yang menyertakan modalnya untuk tujuan
spekulasi pasar. Pemegang saham jenis ini dipastikan tidak terlalu peduli dengan
kebijakan perusahaan, karena belum tentu memiliki kepentingan yang sama untuk
menjaga kelangsungan perusahaan. Keterlibatan stakeholder dalam pengoperasian
perusahaan juga bisa menimbulkan banyak gangguan terhadap proses manajemen, itu
sebabnya perlu ada batasan keikutsertaan stakeholder dalam operasional perusahaan.

Baca juga: CSR Untuk Kepentingan Budaya

Jika pendekatan stakeholder diterapkan, maka model yang baik seharusnya dapat
membantu mengatasi kompleksitas persoalan yang ada. Dalam pengelolaan
perusahaan, pemegang saham perlu diberikan porsi perhatian yang cukup. Namun,
menjadikan perusahaan warga negara yang baik juga merupakan hal penting bagi
perusahaan maupun komunitas. Umumnya dalam jangka panjang akan membantu
meningkatkan nilai tambah bagi pemegang saham.

Mengenai bagaimana cara mensinergikan kepentingan berbagai pihak, menurut Jalal


dari Lingkar Studi CSR (Corporate Social Responsibility), mengatakan bahwa tentu saja
model tersebut perlu disesuaikan dengan sistem hukum, perbedaan kepentingan,
karakter bisnis, kondisi lingkungan, serta kultur bangsa. ”Model tersebut harus tetap
menjaga keberadaan pengendalian risiko dalam setiap proses bisnis juga mampu
menangkap peluang bisnis. Kita perlu mendefinisikan apa sebenarnya kepentingan
stakeholder, komponen didalamnya, serta bobot yang wajar dari setiap komponen.
Dengan demikian kepentingan stakeholder bisa dipastikan dapat bersinergi dengan
kepentingan pemegang saham”, ungkapnya.

Baca juga:

Dalam melakukan sinergi, kepentingan berbagai pihak diselaraskan dengan tujuan


perusahaan. Menurutnya adalah, dengan melakukan tanggung jawab sosial yang salah satu
caranya adalah dengan menerapkan kegiatan CSR. CSR dinilai menjadi bagian integral
strategi dari sebuah perusahaan. CSR disini memasukan berbagai komponen tanggungjawab
perusahaan terhadap stakeholder dan juga tanggung jawab perusahaan dalam
meningkatkan keuntungan. Sebagai contoh, salah satu produsen sabun memiliki misi untuk
membuat penduduk di Indonesia memenuhi kebutuhan higienis.

Baca juga:

Misi ini dilandasi oleh fakta-fakta antara lain seperti anak dibawah usia 5 tahun meninggal
karena diare dan infeksi pernapasan serius. Yang mana dengan menjaga kebersihan tangan,
risiko terkena diare dapat dikurangi sebesar 40% serta risiko terkena infeksi pernapasan
dapat dikurangi sebesar 30%. Selaras dengan misi tersebut, disusun strategi untuk
meningkatkan kesadaran dan pola hidup sehat.

Implementasi strategi ini dilakukan untuk mengkampanyekan hidup bersih mulai dari cuci
tangan. Bentuk pelaksanaannya, disatu sisi perusahaan mengeluarkan biaya untuk
mempromosikan pola hidup sehat kepada masyarakat. Sedang dari sisi bisnis terlihat ada
kenaikan penjualan produk sabun antiseptik. Dengan demikian kepentingan pemegang
saham juga terpenuhi.
Implementasi
Stakeholder
dalam Perkembangan Pariwisata
Pariwisata adalah salah satu bentuk pembangunan yang menjangkau
luas ke b a n y a k   elemen. Wawasan pembangunan yang mengupayakan
terwujudnya hubungan interaksi yang “simbiosis mutualisme” antara industri
pariwisata dan lingkungan setempat sering disebut jugasebagai Pembangunan
Pariwisata Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (SustainableTourism
e!elopment". imana #okus ST ini kearah dampak Pariwisata baik positi #
dannegati # terhadap perekonomian$ lingkungan serta masyarakat sekitar.
%un&i utama kesuksesani m p l e m e n t a s i d a r i p e m b a n g u n a n p a r i w i s a t a
b e r k e l a n j u t a n a d a l a h p e r a n a k ti # d a r i p a r a stakeholder yang terkait.
Stakeholder dide#inisikan sebagai suatu kelompok atau indi!idu yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh sebuah pengembangan pariwisata disuatu
daerah.P e m b a n g u n a n P a r i w i s a t a B e r k e l a n j u t a n ti d a k d a p a t d i & a p a i j i k a
dipaksakan t a n p a m e m p e r h a ti k a n k e p e n ti n g a n stakeholder. Para
p e m a n g k u k e p e n ti n g a n h a r u s t e r l i b a t d a l a m seluruh proses demi ter&apainya
pembangunan pariwisata berkelanjutan. 'ntuk itu perlu kajiant e r s e n d i r i t e n t a n g
peran p e n ti n g stakeholder dalam kaitannya terhadap
p e r k e m b a n g a n  pembangunan pariwisata berkelanjutan. Teori Stakeholder dapat
menggambarkan beberapaelemen pariwisata dalam suatu komunitas$ sejarah
pengembangan pariwisata di masyarakat$  prosedur dan kebijakan yang berkaitan
dengan pengembangan dan pengelolaan pariwisata didaerah tersebut$ jenis objek
wisata di masyarakat$ dampak ekonomi se&ara keseluruhan
kepadamasyarakat$ ukuran industri pariwisata di masyarakat$ dan hubungan
antara berbagai lembagadan organisasi yang terlibat dalam pariwisata.
Terdapat  aspek dalam teori stakeholder yaitu ) eskripti #$ digunakan untuk
memeriksa dan menjelaskan masa lalu$ sekarang dan masa depandari sebuah
kesatuan organisasi dan dari para pemangku kepenti ngan yang ada. %edua
adalahI n s t r u m e n t a l $ m e n g i d e n ti # i k a s i k a n koneksi atau kurangnya
hubungan antara m a n a j e m e n stakeholder dengan pen&apaian organisasi *
pengembangan sasaran dan tujuan. +ormati#$ adalahi n ti dasar dari teori
stakeholder$ yang digunakan untuk mena#sirkan #ungsi
k e r j a s a m a $ mengidenti#ikasi nilai moral dari #iloso#is pedoman yang digunakan$ serta
mengarahkan sistemkerja * manajemen dari kerjasama tersebut. ,leh karena itu$
pengidenti#ikasian stakeholder lebihd i d a s a r k a n k e p a d a m i n a t * k e t e r t a r i k a n
s t a k e h o l d e r d i d a l a m o r g a n i s a s i t e r s e b u t $ b u k a n sebaliknya dari minat *
ketertarikan dari organisasi terhadap stakeholdernya. Semua stakeholder harus
berparti sipasi dalam menentukan arah organisasi di mana mereka memiliki
kepenti ngandisitu. Sementara itu$ kegagalan dalam pengidenti #ikasian
kepenti ngan dapat mengakibatkankegagalan proses$ meskipun dari gagalnya
identi #ikasi kepenti ngan dari salah satu pemangkukepenti ngan saja.'raian di
atas mengisyaratkan perlunya kita menganti sipasi perilaku politi k  stakeholder
dalam proses #ormulasi kebijakan. Pluralitas sosiopolitik yang melekat pada konsepdan
mewarnai kehidupan demokrasi$ bersama dengan masalahmasalah eti ka dan
psikokulturalyang berpengaruh terhadap perilaku para aktor sosial politik$ perlu
mendapat perhatian tersendiridalam manajemen proses kebijakan pada
keseluruhan tahapannya. Pada tahap #ormulasi kita  perlu menandai peta politik
dengan mengantisipasi kemungkinan sikap para stakeholder yang berperan dalam
pengambilan keputusan$ khususnya dalam menentukanpilihan atas sejunlah
opsikebijakan.alam -ormulasi kebijakan menurut ustopadidjaja (/00"$ para
Stakeholder harusmemiliki 1iews (pandangan"$ yakni sema&am intelle&tual !entures
yang bertalian dengan kajian

 
Itang Noorsha M.071112090
dan #ormulasi kebijakan. 2dapaun pandangan ataupun prinsip3prinsip dari
Stakeholder sebagai  berikut) 2genda setting adalah suatu tahap sebelum perumusan
kebijakan dilakukan$ yaitu bagaimana isu3isu itu mun&ul pada agenda pemerintah yang
perlu ditindakianjuti berupati ndakan3ti ndakan pemerintah. Banyak isu yang masuk
ke pemerintah$ yang diharapkan agar   pemerintah segera mengambil tindakan$
ternyata pemerintah tidak bertindak sesuai dengankeinginan masyarakat. 4ara pandang
sistemik5 tak ada suatu permasalahan kebijakan publik yangti dak terkait dengan
masalah3masalah lainnya$ kita harus mengenali benar saling
hubungantersebut$ dan mengidenti#ikasi se&ara obyekti# posisi permasalahan yang
dihadapi dalam kontekskeseluruhan masalah yang dihadapi masyarakat.S a l a h s a t u
#enomena yang sarat dalam pengelolaan potensi alam adalah
k u r a n g n y a integrasi stakeholder yang terlibat. 'rgensi perbaikan integrasi stakeholder
karena praktik yangselama ini terjadi di bebagai kementrian dan lembaga terkait
mempunyai program3programtersendiri$ sehingga mengakibatkan tumpang
ti ndih$ disharmoni$ dan men&uatnya ego sektoral.Terjadinya disharmoni dan
ego sektoral inilah yang kemudian disinyalir sebagai wujud nyatastakeholder
gagal dalam mengelola potensi alam yang ada dan salah satu penyebab
mengapa pemerintah daerah menjadi tidak optimal dalam melaksanakan otonomi daerah.
Sebenarnya bukan tanpa alasan bila potensi alam (tambang$ hutan$ laut$ keindahan dan
sebagainya" sangatmenarik untuk dikelola dan menjadi “ lahan basah ”
kementerian* lembaga terkait untuk saling  berebut untuk memiliki otoritas yang
lebih dari yang lain. Potensi alam tersebut khususnyak e i n d a h a n a l a m I n d o n e s i a
m e n j a d i k a n b i s n i s p a r i w i s a t a k h u s u s n y a e k o w i s a t a s e b a g a i  primadona
baru dalam sektor unggulan dengan multiple e##e&t yang sangat tinggi. Pariwisatatelah
diakui oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia sebagai sumber
potensial bagi pemasukan de!isa. 6en&ana Program 7angka enengah +asional (6P7+" /
0803/089$ periode/00: hingga /00;$ jumlah kunjungan wisatawan man&anegara
meningkat dari :$0 juta menjadi<$9 juta$ atau meningkat sebesar /;$0 persen
diikuti dengan peningkatan de!isa sebesar < $0: persen. 7umlah wisatawan
nusantara meningkat dari 8=;$9 juta menjadi //:$0 juta ataumeningkat dari 6p. >9$>/ triliun
menjadi 6p. 8/$> triliun atau meningkat <9$;9 persen. alamk e n y a t a a n n y a $
kegiatan wisata ini juga berpengaruh pada perputaran uang dalam
n e g e r i $ merangsang timbulnya berbagai usaha seperti industri &inderamata$ hotel $ tra!
el $ restoran danobjek wisata dapat meningkatkan lapangan kerja (?arrod$ /088".
@oeti (/008):>" mengatakan  bahwa semakin menurunnya kapasitas dan
melambungnya harga tambang sebagai sumber  pendapatan utama seperti minyak bumi$
batu bara dan hasil tambang lain$ membuat orientasi dan pola pikir beralih pada sektor jasa
yaitu jasa wisata. Pariwisata dipilih karena lebih mudah dan& e p a t m e n d a p a t k a n
keuntungan dari segi ekonomi$ sosial$ budaya dan lingkungan.
P o t e n s i  pariwisata tersebut setidaknya tergambar dari karekteristik Indonesia sebagai
negara kepulauanterbesar di dunia. Indonesia memiliki A8;.880 pulau dengan garis pantai
sepanjang 80;.000 kmdisertai potensi alam$ keanekaragaman #lora dan #auna$
peninggalan purbakala$ peninggalansejarah$ serta seni dan budaya yang
semuanya merupakan sumberdaya dan modal besar dalam  pembangunan (enteri
Permukiman an Prasarana Wilayah /00)/". Sur!ei World &onomi& -orum /08/
menempatkan keindahan alam Indonesia pada  peringkat keenam dan Indonesia
pada peringkat kedua dari 8> negara dengan megadi!ersity dari4onser!ation International
(4I". odal yang besar ini harus bisa diman#aatkan se&ara optimald a n b e r k e l a n j u t a n
oleh bangsa ini$ karena dapat meningkatkan pendapatan perkapita
u n t u k   kesajahteraan masayarakat. Cal ini juga tertuang dalam 6en&ana
Program 7angka enengah +asional (6P7+" tahun /0803/089 sebagai berikut) “ Se&ara
khusus pariwisata memiliki peran

 
Itang Noorsha M.071112090
signi#ikan dalam aspek ekonomi$ sosial$ dan lingkungan.
alam aspek ekonomi$ s e k t o r    pariwisata mengkontribusi de!isa dari
kunjungan wisatawan man&a negara dan Produk omestik Bruto (PB" beserta
komponen3komponennya. alam aspek sosial$ pariwisata berperan dalam penyerapan
tenaga kerja$ apresiasi seni$ tradisi dan budaya bangsa$ dan peningkatan jati diri bangsa.
alam aspek lingkungan$ pariwisata juga mengambil peran khususnya konsep
ekowisatadapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti kekayaan dan keunikan alam
dan laut$ dan alaty a n g e # e k ti # b a g i p e l e s t a r i a n l i n g k u n g a n a l a m d a n s e n i .
” T e r l e b i h l a g i d i t e n g a h d i n a m i k a ekonomi dunia$ ditandai krisis ekonomi dunia$
globalisasi ekonomi yang belum tuntas$ kenaikanharga minyak dunia$ serta tarik
menarik kepenti ngan ekonomi dunia maju dan dunia keti ga$ekowisata
berkembang menjadi suatu jenis jasa wisata yang memberi jaminan bagi
ter&iptanyakesejahteraan (4haminuka$ /088". engan mengopti malkan
potensi keindahan dan kekayaan a l a m y a n g b e r n i l a i ti n g g i d a l a m p a s a r
i n d u s t r i w i s a t a a l a m $ p e n g e m b a n g a n e k o w i s a t a a k a n membawa peran
besar dalam berbagai aspek seperti ekonomi$ sosial dan lingkungan.“ enurutamanik
dan Weber (/00<)9/"$ de#inisi maupun prinsip3prinsip ekowisata memiliki
implikasil a n g s u n g kepada wisatawan dan penyedia jasa.
W i s a t a w a n d i t u n t u t u n t u k ti d a k h a n y a m e m p u n y a i k e s a d a r a n
lingkungan dan kepekaan sosial yang ti n g g i $ tetapi juga
mampum e l a k u k a n n y a pada kegiatan wisata. Sedangkan
p e n y e d i a j a s a j u g a d i t u n t u t m a m p u menyediakan produk3produk
yang ramah lingkungan. alam pengembangan atraksi wisata$misalnya$
lokasinya dekat dengan alam$ model pengembangannya serasi dengan
lingkungan$layanan ramah$ dan harus memberdayakan masyarakat lokal se&ara sosial$
ekonomi dan budaya.”“ enurut +ugroho (/088)"$ sebagai bentuk wisata yang sedang
trend $ ekowisata mempunyaikekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konser!
asi lingkungan$ pendidikan lingkungan$kesejahteraan penduduk lokal dan
menghargai budaya lokal. Taman nasional sebagai kawasan  pelestarian alam yang
memiliki potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yangmelimpah menjadi
salah satu pengembangan ekowisata. Taman nasional menawarkan
wisatae k o l o g i s y a n g b a n y a k d i m i n a ti w i s a t a w a n $ h a l i n i k a r e n a
adanya pergeseran p a r a d i g m a kepariwisataan internasional dari
bentuk pariwisata masal ke wisata minat khusus
y a i t u ekowisata.”Berdasarkan hasil peneliti an$ -ormat kerjasama pengembangan
Pantai %enjeran antara  pihak pertama$ kedua maupun ketiga adalah saling
berhubungan. ikaji dalam teori +P (+ewP u b l i &  a n a g e m e n t " $ kerjasama
a n t a r a m a s i n g 3 m a s i n g p i h a k d a l a m p e n g e m b a n g a n P a n t a i %enjeran
sebagai obyek wisata ini dilakukan untuk memperbaiki manajemen
pengembangan pantai sebelumnya yang dinilai kurang optimal. Pemerintah %ota
Surabaya sebagai pihak  pertama mempunyai peran dalam peraturan walikota melalui
kebijakan pengelolaan obyek wisata oleh inas Pariwisata. PT. ?ranting 7aya sebagai pihak
kedua memiliki tanggung jawabuntuk men&ari win win soluti on dalam usaha
mengembangkan Pantai %enjeran sebagai salahsatu obyek wisata andalan
%ota Surabaya$ berpatokan dalam peraturan inas Pariwisata %otaSurabaya. PT.
?ranting 7aya mengajak kerjasama masyarakat sekitar pantai sebagai pihak keduauntuk
men&iptakan hubungan ti mbal balik yang positi # dan tentu saja dengan
berkembangnyaPantai %enjeran ini akan meningkatkan tara# hidup masyarakat sekitar
lokasi seperti pen&iptaanlapangan kerja$ serta penerti ban lokasi Pantai
%enjeran$ sehingga &itra kawasan ini lebih baik  d a r i s e b e l u m n y a y a n g
sempat di&ap sebagai ajang p r o s ti t u s i . Sehingga kawasan ini
b i s a mendatangkan keuntungan baik bagi Pemerintah %ota Surabaya$ pengelola$ maupun
masyarakatsekitar lokasi Pantai %enjeran.

 
Itang Noorsha M.071112090
6e#erensi )2nderson$ 7ames . /00<. Publi& Poli&y aking) 2n Introdu&tion. Boston)
Coughton i##lin u n n $ W i l l i a m + . . / 0 0  . P e n g a n t a r 2 n a l i s i s % e b i j a k a n
Publik. @ogyakarta) ?adjah  a d a 'ni!ersity Press.ye$ Thomas 6.. 8==:.
'nderstanding Publi& Poli&y. +ew 7ersey) Prenti&e Call.ustopadidjaja 26. /00.
anajemen Proses %ebijakan Publi) #ormulasi$ implementasi dan e!aluasi kinerja.
7akarta) Dembaga 2dministrasi +egara 6I.Putra$ -adillah. /00. Paradigma %riti s
alam Studi %ebijakan Publik. @ogyakarta) Pustaka Pelajar.6iant +ugroho
wijowijoto. /00=. Publi& Poli&y$ Teori %ebijakan$ 2nalisis %ebijakan$ Proses%ebijakan$
Perumusan$ Implementasi$ !aluasi$ 6e!isi 6isk anagement alam
%ebijakanPublik$ %ebijakan Sebagai The -i#th state$ etode Peneliti an
%ebijakan. 7ak

PERAN STRATEGIS TANGGUNGJAWAB SOSIAL  PERUSAHAAN

1. Tanggung jawab  sosial

Dalam hubungan bisnis dan pemangku kepentingan  (stakeholder) pada tahap awal diakui
bahwa tanggung jawab  sosial  adalah fungsi pemerintah, bukan tanggung jawab  bisnis
ataupun perusahaan.  Pendapat  ini tentunya terjadi pada  awal dekade dimana   hasil alam 
masih berlimpah, persaingan  industri tidak  ketat, dan tuntutan pemangku kepentingan 
terhadap perusahaan  belum tinggi. Dapat dicatat a pendapat Friedman dalam Robin, F
(2008)  hal 232. menuliskan   bahwa The business of business  is to maximise profits, to earn
a good return on capital invested and to be good corporate citizen obeying the law- no more
and no less. Sejalan evolusi pada  seluruh bidang,  termasuk adanya globalisasi,  hal demikian
berubah drastis.

Dalam perkembangan bisnis baru, diakui bahwa tanggung jawab  sosial perusahaan   yang
dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR)  adalah fungsi   perusahaan.  Adapun
“desakan” untuk itu  bersumber dari banyak hal baik karena tekanan global maupun regional. 
Bilamana dikaitkan fungsi maka ini dilakukan secara sukarela (voluntary) bukan karena
adanya paksaan dari luar,  utamanya dari pemerintah.  Lebih dari itu, pembeda  terminologi
CSR dengan  penerapan sebelumnya  terletak kepada  fungsi “tanggung jawab ” yang
bermakna bahwa CSR sifatnya datang dari perusahaan.

Banyak konsep CSR yang dipubllikasikan,  Wibisono (2007) melaporkan  CSR  bahwa CSR
didefinisikan  sebagai komitmen dunia usaha  untuk terus-menerus bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontibusi untuk peningkatan ekonomi,  bersamaan dengan 
peningkatan kualitas hidup  komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.  Dalam  versi
World Bank   CSR didefinisikan sebagai  “the comitment of business to contribute to
sustainable economic development working with employees and their representatives the
local community and society at large to  improve  quality of life, in   ways that are both and
good fo business development”

Dalam batasan demikian, maka  CSR sesungguhnya merupakan  konsep dan program  yang
menucnul secara sukarela, karena perusahaan  menganggap penting sehingga  harus
diformulasikan sedemikian  rupa. Selanjutnya,  di dalam konsep CSR  terdapat berbagai
aspek seperti nilai, kultur, kompetensi, sejarah perusahaan bahkan etika yang dijadikan dasar
bertindak oleh seluruh pihak internal manajemen perusahaan .

Isu terkait dengan  CSR senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan  dinamika dan
kesadaran tetang kebutuhan bersama. Isu yang terkait   utamnya adalah   Good Corporate
Governance, Sustainable Development, sampai ke Daya Saing. Bilamana isu ini disimak
lebih dalam, maka ditemukan bahwa  penerapan CSR  saling menopang dengan  dimensi-
dimensi tersebut. Bila dikatikan dengan  corporate governance maka penakanan  CSR adalah
pelibatan  stakeholder dalam  tatakelola perusahaan. Semantara  itu bila dikaitkan dengan  isu
keberlanjutan, penekanannya adalah bahwa bisnis yang dapat berkelanjutan apabila didukung
oleh pemangku kepentingan.  Selanjutnya bila dikaitkan dengan    konsep daya saing, maka
sisi   pelaksanaan CSR adalah dalam rangka membangun daya saing bisnis baik di tingkat
regional maupun global  (Zadek, 2006)

Dalam hubungannya dengan tanggung jawab  sosial, prinsip  sederhana yang mendasari
perkembangannya adanya satu pengakuan prinsip mutualisme, dimana  antara perusahaan
dan masyarakat harus hidup berdampingan dan saling memberikan manfaat bersama. Hal ini
kemudian diakui oleh bisnis bahwa hanya dengan masyarakat – yang dikenal juga dengan
sebutan stakeholder yang kuat – maka bisnis dapat berkembang dengan baik.

Dalam perkembangan  yang lebih lanjut, perkembangan  teknologi  menjadi isu yang paling
dominan  sebagai bagian daripada  tanggung jawab  sosial. Teknologi cloning misalnya 
telah  berkembang demikian pesat, akan tetapi tetap dilaksanakan  untuk mengapresiasi
keberdaan daripada  manusia dan masyarakat. Demikian juga dengan  teknologi  transgenik 
di bidang  budidaya  secara teknologi telah lolos akan tetapi secara sosial dan kemasyarakatan
masih terus dipertanyakan.  Sesuai dengan  penjelasan di atas, fokus diskusi pada studi ini
adalah bagaimanakah model pengembangan tanggung jawab  sosial perusahaan  dalam
presfektif penggunaan hasil  penelitian dan teknologi.

2. Tanggung jawab  sosial Perusahaan


Tanggung jawab  sosial  dewasa ini sudah menjadi bagian daripada  orientasi bisnis. Prinsip
ketergantngan dan manfaat bersama ternyata  menjadi landasan utama dalam
penyelenggaraan  atau implementasi  program tanggung jawab  sosial.  Terminologi
Tanggung jawab  Sosial (social responsibility) sendiri   terkait dengan  banyak istilah.
Waddock dalam Meehan  (2006)  menjelaskan 9 istilah yang berkaitan dengan  tanggung
jawab  sosial: 1) corporate social responsibility (CSR), 2) corporate social perfomance
(CSP), 3) alternative CSR3c, 4) Corporate responsibility, 5) Stakeholder approcah, 6)
Business ethics and values, inclding nature-based values, 7) Boundary-spanning functions
including, 8) Corporate Community Involvement (CCI), dan 9)  Corporate Citizenship (CC).

Substansi  daripada  istilah ini dari masa ke masa mengalami  perubahan. Pada  tahun 60an,
tanggung jawab  sosial lebih berintikan “charity” perusahaan  kepada lingkungan  yang
mengambil berbagai bentuk, berbeda antara satu perusahaan  terhadap perusahaan   lain.
Sudah tentu, model charity seperti itu susah untuk dievaluasi manfaat dan dampaknya. Model
pyramida yang dikembangkan Carrol sangat dominan dalam penjelasan tanggung jawab
sosial, Caroll menjelaskan kaitan antara satu bidang tanggung jawab  sosial korporasi dengan 
bidang lain.  Dari semua model di atas, salah satu yang dominan    dikembangkan sekarang
ini ada model pendekatan yang dikembangkan yaitu model pendekatan stakeholder (5).
Model ini menjelaskan  rinci  peran pemangku kepentingan  dan fungsinya kepada
perusahaan. Dengan  identifikasi peran dan kepentingan, maka perusahaan  dapat
mengintegrasikannya ke dalam satu pencapaian tujuan. Sementara Meehan sendiri lebih 
menggunakan model 3C-SR, dimana inti dari 3C adalah  Commitment, Consistency dan
Connection, dan patut dicatat tidak  kedua model ini sesungguhnya berbeda pandangna, pada
model 3C lebih menekankan  konsep yang kemudian diurut menjadi  operasional.

Di Indonesia, masalah tanggung jawab  sosial bisnis menjadi  isu yang belum terslesaikan
dengan  baik. Menurut UU No 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas  telah dinyatakan
bahwa   tanggung jawab  Sosial adalah bagian daripada  tugas perseroan, oleh karena itu
perseroan harus menyediakan dana.  Artinya komponen biaya  tanggung jawab  sosial bukan
lagi didasarkan kepada skema  kalau perusahaan  punya dana, akan tetapi di awal perusahaan 
telah diharuskan mencantumkan dana tanggung jawab  sosial.  Konsep ini  menjustifikasi
anggaran di tingkat manajemen puncak yang belum tentu mendapat pengesahan. Lebih dari
itu, perseroan diharuskan menyampaikan laporan.

Selain aturan ini masih ada program lain bersifat insentif dan fasilitatif, yaitu  PROPER
(Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) yang dimaksudkan untuk mendorong
perusahaan peserta meningkatkan prestasi mereka dalam program lingkungan hidup secara
luas. Sesuai dengan prinsip dasar PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup mendorong
penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan
diseinsentif reputasi dengan pelibatan masyarakat dan sekaligus sebagai wujud dari
pelaksanaan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23/1997 pasal 5 ayat 2 tentang hak
masyarakat atas infomasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Perusahaan  yang terlibat dalam program  mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, karena hasil peringkat dimumkan  terbuka, yang baik diberi hadiah,  pihak
manajemen merasa  manfaat langsung. Walau program ini tidak bisa disamakan dengan 
program tanggung jawab  sosial, karena kecenderungan pada program ini adalah  masalah
lingkungan.

Bersamaan dengan  pandangan ini dikenal istilah stakeholder  dalam terminologi Indonesia
dikenal sebagai pemangku kepentingan . Jadi kalau tuga perusahaan  pada awalnya adalah
untuk menciptakan keuntungan kepada pemilik saham (shareholder), maka tugas ini telah
berobah menjadi  memberikan manfaat kepada stakeholder. Dari hasil penelusuran studi
literatur diketahui bahwa  banyak penulis mengacu kepada  pendapat Carol (1979) yang
mengidentifikasi bahwa tanggung jawab  sosial perusahaan  adalah: 1) ekonomi, 2) legal, 3)
ethical, 4) diskresionary.  Masing-masing tanggung jawab  sosial ini dijelaskan sebagai 
berikut (Jamali, D. 208)

1)       Ekonomi  mislanya berkaitan dengan   menyediakan ROI kepada pemegang  saham, 
menciptakan pekerjaan dan pengupahan yang adil,  menemukan sumberdaya baru, 
mempromosikan  penggunaan teknologi lanjutan, inovasi, dan menciptakan barang dan jasa
yang baru.

2)       Legal berkaitan dengan   peran perusahaan  memainkan peran sesuai  dengan 
peraturan dan prosedur.  Dalam kaitan ini  masyarakat mengharapkan  agar perusahaan  
dapat memenuhi visi dan misi yang diusungnya.

3)       Etika diharapkan agar pelaku bisnis mempunyai moral, etika kerja dimana perusahaan 
berada.  Etika tidak harus sesuai dengan  apa yang diatur dalam  aturan formal, akan tetapi 
dapat memenuhi harapan masyarakat terhadap perusahaan , misalnya menghargai
masyarakat, menghidnari pencideraan masyarakat,  dan mencegah adanya bencana bagi
masyarakat.

4)       Berkaitan dengan   penilaian, pilihan perusahaan  dalam hal  kegiatan  yang diharapkan
kembali kepada masyarakat.

Tentang dampak hubungan baik antara perusahaan  dengan  pemangku kepentingan , Kotter J
dan James (1992) dalam Svendensen et.al. (2000)  laporannya tentang  Corporate Culture 
yang dilaporkan Harvard, menunjukkan  bahwa  selama 11 tahun pemantauannya
menunjukkan bahwa dari sisi:  pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan karyawan, 
perusahaan  yang berorienatasi keapada stakeholder  berikenerja lebih baik dbanding dengan 
perusahaan  yang berorientasi  pada pemegang saham. Dicatat juga bahwa  manajemen yang 
menerapkan visi lebih memberikan fokus kepada  stakeholder  daripada  pemegang saham. 
Laporan ini senada dengan  hasil penelitian  tentang  Living Company (1997) dimana
ditemukan bahwa  perusahaan  yang berorientasi kepada  pemangku kepentingan   tetap
berada pada hubungan yang harmonis dengan  lingkungan nya dengan  tetap menjada
hubungan  kuat dengan   lingkungan.  Hal demikian dimungkinkan karena manfaat yang
diterima perusahaan  yang berorientasi kepada pelanggan akan memberikan manfaat yang
berkelanjutan terhadap perusahaan .

3. Model Tanggung jawab  Sosial  Dalam Pemanfaatan Hasil Riste dan Teknologi

Tanggung jawab  Sosial semakin menemukan posisinya pada  perusahaan  dewasa ini.
Bentuknya dalam era otonomi daerah juga disebut  Community Development. Dalam konteks
ini  model dapat dilihat sebagai satu  urutan yang dapat diterapkan  oleh perusahaan  guna
mencapai tujuan.

Adapun urutan dimaksud adalah sebagai berikut.

a) Menginternalisasi  masalah tanggungjawab sosial ke dalam strategy perusahaan.


b) Mengimplementasikan  program tanggungjawab sosial ke dalam kegiatan  perusahaan.

c) Memantau dan mengevaluasi program tanggungjawab sosial.

a. Internalisasi ke dalam strategi

Langkah pertama sebagaimana terlihat pada Gambar 1. adalah keharusan menginternaliasi


tanggung jawab  sosial kepada  ke dalam praktek bisnis. Internalisasi maksudnya adalah
menjadikan permasalahan tanggung jawab  sosial sebagai bagian daripada  strategi
perusahaan.  Hal ini perlu diingatkan karena dalam paradigma bisnis modern  bahwa
hubungan pelanggan dan perusahaan  adalah aset  yang harus dikelola  manajer.  Elm, H.
(2006)  dalam laporannya tentang  pelaksanaan CSR di Eropa Timur  masih sering dilihat
sebagai  program Charity, bukan sebagai sesuatu yang eksplisit, tertuang  sebagai bagian
daripada  strategi. Apa yang dikemukakan oleh  Mehaan dengan  model 3C-SR harus menjadi
awal internalisasi yaitu  membangun komitmen. Sementara  itu membangun komitmen 
haruslah dimulai dengan  adanya  pemahaman yang mendalam oleh pihak manajemen
terhadap CSR. Untuk itu harus diakui bahwa manfaat CSR sebagai bagian daripada 
intangible aset  tidaklah instan, akan tetapi perlahan-lahan pada jangka panjang.  Wibisono
(2007) menjelaskan manfaat CSR: 1)  mempertahankan dan mendongkrak  brand image
perusahaan, 2)  mem-peroleh license to operate, 3) mereduksi  risiko bisnis perusahaan, 4)
melebarkan akses sumberdaya, 5) membentangkan akses menuju market, 6) mereduksi biaya,
7)  memperbaiki hubungan dengan  pemangku kepentingan, 8) memperbaiki hubungan
dengan  regulator, 9)  meningkatkan semangat produktivitas, dan 10) peluang mendapatkan
penghargaan.

Peran pemerintah dalam di atas adalah  penting. Pemerintah sebagai pemegang wewenang
harus  melakukan pemeriksaan terhadap strategi perusahaan  dalam menginternalisasikan 
permasalahan tanggung jawab  sosial  ke dalam permasalahan internal perusahaan . Sebagai
catatan dapat disampaikan temuan Albareda, L. et.al. (2006) tentang peran pemerintah dalam
implementasi  CSR: di Inggris   lebih sifatnya sistemik terhadap orientasi peran pemerintah
dan swasta. Sementara di Itali sifatnya lebih ekstensif,  dan melakukan pendekatan  multi
stakeholder dan multi level.

Pentingnya internalisasi CSR dalam strategi akan menentukan keberhasilan program CSR itu
sendiri. Galbreath (2009), dalam studinya  menjelaskan bahwa  upaya perusahaan 
mengintergrasikan ataupun merealisasikan CSR dalam strategi perusahaan  secara integratif 
tidak menunjukkan  perubahan yang mendasar. Permasalahan dalam implementasi  CSR baru
sebatas popularitas belum menyentuh permasalahan yang mendasar. Oleh karena itu, 
pekerjaan utama secara bisnis dalam mengimplementasikan  CSR adalah  “mengadopsi” nya
menjadi bagian strategi perusahaan .

b. Implementasi

Marten J.H.K, dkk. (2007) dalam studi kasus  tentang CSR  mengidentifikasi konflik yang
pernah terjadi antara perusahaan  Multinasional dengan  masyarakat sekitar.  Identifikasi 
mereka menunjukkan berbagai  hal:  1)  berkurangnya sumber ait, rendahnya kepedulian
terhadap perekonomian masyarakat dan pengawasan perusahaan  yang berlebihan, 3)
hilangnya jalan setapak dan terancamnya fungsi pembangunan kerekatan sosial. Oleh karena
itu adapun implementasi  CSR didasarkan kepada permasalahan yang dihadapi perusahaan 
terhadap pemangku kepentingan. Dalam hal ini  harus dibedakan mana pemangku
kepentingan  primer dan sekunder.  Stakeholder primer mempunyai kepentingan yang
langsung berhubungan dengan masa depan perusahaan. Yang termasuk stakeholder primer
yaitu pemegang saham dan investor, karyawan, pelanggan, pemasok dan penduduk dimana
perusahaan beroperasi. Beberapa ahli menambahkan stakeholder primer meliputi individu
atau kelompok yang berkepentingan terhadap sumber daya alam, spesies bukan manusia, dan
generasi yang akan datang (Wheeler dan Sillanpää, 1997). Sedangkan stakeholder sekunder
adalah mereka yang tidak menerima dampak langsung; diantaranya media, kelompok
pemerhati (pressure groups), atau kelompok sosial lain dimana perusahaan berada.

Fungsi pemerintah dalam hal ini sangat penting  untuk memeriksa cakupan dan  
implementasinya di lapangan. Jamali (2008)  mendasarkan pelaksanaan CSR atas pendekatan
pemangku kepentingan  (stakeholder). Dari hasil identifikasi yang dilakukan, dapat dilihat 
kategori pemangku kepentingan  dan harapannya terhadap perusahaan .

Tabel.  1. Jenis Pemangku kepentingan  dan Harapan kepada perusahaan .

. Pemangku kepentingan Harapan  dipilah menjadi nilai


1 Karyawan  Kesehatan  dan keamanan bekerja
 Pengembangan keahlian bekerja
 Kesejahteraan dan kepuasan pekerja
 Kualitas pekerjaan
 Keadilan sosial

2 Pemasok  Kemitran antara perusahaan  yang


memberikan order dan pemasok.
 Pemilihan dan analisis sistem pasokan

3 Pelanggan  Kualitas produk


 Keamanan pelanggan selama menggunakan
produk
 Perlindungan Konsumen
 Transparansi informasi produk

4 Masyarakat  Menicptakan dan menambah nilai kepada


masyarakat
 Keamanan lingkungan dan produksi

Sumber. Longo et.a., dalam Jamali, D. (2008).  Hal. 217.

Masing-masing pemangku kepentingan  ini mempunyai  harapan yang berbeda terhadap


perusahaan. Oleh karena itu,  program dan kegiatan  harus didasarkan kepada identifikasi
pemangku kepentingan  secara seksama.

Implementasi  bagaimanapun tidak berjalan mulus. Untuk kasus  Indonesia misalnya telah
didapat   didapat dua Undang-undang  yang mengharuskan  korporasi menerapkan  yaitu
Undang-undang tentang penanaman modal dan Undang-undang Perseroan  Terbatas. Akan
tetapi kenyataan ini masih dihadapkan kepada kendala  yaitu:
1)       Isu tentang CSR   masih lebih sebatas  khabar  baik, akan tetapi  pelaksanaannya
masih langka. Robin (2008) melaporkan ada tiga kondisi yang dihadapi dalam penerapan
CSR i)  biaya yang ditimbulkan  oleh CSR bisa saja tidak dikenal, ii)  keputusan yang
berkaitan dengan  kompetensi yang tidak dipunyai  oleh perusahaan , dan iii)  CSR mungkin
akan berkaitan dengan  lingkup sosial  yang lebih luas, pemerintah dan masyarakat,  hal ini
membuat perusahaan  akan berfikir ulang.

2)       Untuk kasus Indonesia, sebagaimana dilaporkan oleh Pradjoto (2007) dalam  Kompas:
perusahaan  melihat CSR sebagai biaya yang kemudian menjadikan biaya operasional
perusahaan  meningkat. Pandangan demikian tentunya berbeda  dengan   makna daripada 
CSR yang  lebih menekankan kepada tanggung jawab  perusahaan  ketimbang sekedar
perbuatan baik.

Adapun tantangan demikian mengisyaratkan bahwa  keterlibatan  pemangku kepentingan 


mutlak dalam mengimplementasikan  program  CSR. Pendekatan partisipatif dengan 
berbagai bentuk akan menopang  keberhasilan perusahaan  dalam mengimplementasikan 
program CSR.

c.  Monitoring dan Evaluasi

Adapun pertimbangan utama dalam menerapkan CSR  adalah manfaat, baik yang berwujud
nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible).  Oleh karena itu manfaat yang diharapkan
senantiasa  harus mendapat dipantau  dan dievaluasi.  Penerapan CSR di Indonesia  dapat
dikatkaan terlambat, hal ini bila dilihat  praktek yang dilaksanakan oleh perusahaan  besar di
Indonesia CSR  masih cenderung bersifa niat baik (charity).  Keluarnya UU No. 40 tahun
2007, tentang Perseroan Terbatas secara eksplisit mencantumkan  Tanggung jawab  Sosial 
sebagai bagian  daripada   kegiatan  perusahaan . Secara singkat dapat disimpulkan bahwa 
setiap perseroan wajim mencantumkan dana  untuk tanggung jawab  sosial, melaksanakan,
dan melaporkannya  ke pemerintah setiap tahunnya. Bahakan bagi perseroan yang tidak
melaksanakan wajib  dikenakan sangsi. Pelaporan demikian  tentunya menjadi bagian
daripada  kesempatan  yang memungkinkan  pemerintah, salah satu dari pemangku
kepentingan  untuk terlibat dalam  pelaksanaan tanggung jawab  sosial. Walau  harus diakui
bahwa  upaya menerbitkan PP yang beriaktan dengan  tanggung jawab  sosial lini masih
mengalami hambatan.

4. Tanggung jawab  sosial dan teknologi  Riset Iptek

Ilmu pengetahuan dan  teknologi telah berkembang demikian pesat. Dari  sisi ilmu ekonomi
bahkan telah berkembang aliran New Economy yang meyakini  bahwa ekonomi yang
berkembang pesat adalah yang digerakkan oleh  ilmu pengetahuan  dan teknologi. Karena ini
akan memberikan nilai tambah lebih besar kepada negara daripada menghasilkan bahan
mentah yang menopang perekonomian.  Sehingga  kemajuan bangsa dan negara ditentukan
anggaran yang tersedia untuk Riset dan Pengembangan (R&D).  Perkembangan  teknologi
senantaisa tidak  terbatas, karena selalu terbuka ruang untuk  mengimpelementasikannya.
Dari hasil penelusuran pada  situs http://id.wikipedia.org/wiki/ Kategori:Teknologi,
ditemukan  33  kategori teknologi. Adapun kategori ini adalah sebagai berikut: alat, bahan
peledak, digital, elektorinika, fotographi, informasi, lingkungan, luar angkasa, mesin,
militer, optik, otomasi, percetakan, penghargaan sains,  pertanian, pendidikan, program luar
angkasa, proses industri, robot, sejarah teknologi, sistem, suara, teknik, dan  teknologi
televisi.
Berkaitan dengan  kategori teknologi di atas, pada dasarnya ada dua sumber teknologi bagi
perusahaan  yaitu internal dan eksternal, yang lebih dikenal sebagai outsourcing. Dalam hal
outsourcing,  keterlibatan  mitra  menyediakan teknologi bagi satu perusahaan  sangat
dimungkinkan.  Teknologi bagi perusahaan  telah menjadi bagian daripada  kpts yang harus
disiapkan untuk menopang daya saingnya. Akan tetapi pedoman untuk menerapkan teknologi
dan ilmu pengetahuan diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Menjunjung Nilai luhur. Nilai luhur bagaimanapun harus diutamakan, karena nilai
kemanusiaan  melekat kepada ciptaan yang lebih tinggi. Untuk kasus cloning
bagaimanapun hal ini tidak akan pernah  mendapat tempat karena  melecehkan 
manusia sebagai  ciptaan yang maha kuasa.
2. Perusahaan  menyusun  praktik penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam
bentuk etika ataupun konduk, sehingga prinsip akuntabilitas tetap  terpelihara 
sehingga memungkinkan  temuan dan inovasi berjalan dengan  baik.
3. Menopang keberlanjutan lingkungan. Teknologi bagaimanapun harus
mepertimbangkan  keberlanjutan lingkungan secara utuh untuk generasi sekarang dan
yang akan datang.
4. Perusahaan  harus menggunakan teknologi secara bertanggungjawab sehingga dapat
memperbaiki kualitas  perusahaan  secara khusus dan kualitas masyarakat beserta
lingkungan secara  umum.
5. Peran pemerintah harus bersifat fasilitatif, sehingga dapat mendorong  lahirnya
berbagai temuan  yang dapat menopang  pembangunan bangsa secara keseluruhan.

5. Kesimpulan

Adapun praktik penerapan CSR yang  menjadi  populer saat ini haruslah juga
mengakomodasi  isu-isu yang berkembang. Isu tentang  pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi bagaimanapun harus menjadi bagian daripada  strategi perusahaan  sehingga setiap
perusahaan  dapat menyiapakan  pedoman (konduk)  yang menopang praktik dan
pemanfaatan teknologi sebagai bagian daripada  tanggung jawab  sosial perusahaan .
Dukungan terhadap praktik Tanggung jawab  Sosial perusahaan  baik berisfat Undang-
undang dan  peraturan yang bersifat lolak senantiasa harus dipahami bukan sebagai beban
perusahaan , akan tetapi sebagai tanggung jawab  perusahaan   untuk turut menopang
pembangunan yang lebih luas.

Daftar Pustaka

Albarade. L.2008.  Corporate responsibility, governance and accountability: from self-


regulation to co-regulation, Corporate Governance, Vol. 8.4 2008, pp 430-439.

Albarade, L. et.al. The government’s role in promoting corporate responsibility: a


comparative, Corporate Governance, Vol. 8.4 2008, pp 386-400

Hoffman. R.C., 2007. Corporate social responsibility inovasi  the 1920s: an institutional
Perspective,  Journal of Management History pp. 55-73, Perdue School of Business,
Salisbury University, Salisbury, Maryland, USA .

Galbreath, J. 2009. Building corporate social responsibility into strategy, Garaduate School
of Business, Curtin University of Technology, Perth, Australia, European Business Review,
Vol. pp. 109-127
Jamali, D. 2008. A Stakeholder Approach to Corporate Social Responsibility: A Fresh
Perspective into Theory and Practice, Journal of Business Ethics, 82: pp. 213–231

Kementrian Negara Ristek., 2009. Enam Fokus    Program  Kementrian Negara Riset dan
Teknologi, http://www.ristek.go.id/index.php,  4 juni 2009.

Meehan. J.et.al. 2006. Corporate social responsibility: the 3C-SR model, International
Journal of Social Economics, Vol. 33 No. 5/6. pp. 386-398.

Pradjoto (2007). Tanggung jawab  Sosial Korporasi, Kompas 23 Juli 2007,  http://www.
kompas. com/kompas-cetak/0707/23/utama/3711215.

Republik Indonesia, 2007. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007, tentang
Perseroan Terbatas, Mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indoensia, Jakarta.

Robin, F. 2008. Why community cocial responsibility should be popularised but not imposed,
Corporate Governance, Vol. 8, No. 3. pp. 330 – 341.

Svendensen, et.al. 2000. Measuring The Business Value Of stakeholder Relationships, Part
One.  The Center for Innovation Management, Simon Fraser University.

McManus, T.2007. The business strategy corporate social responsibility “mash-up”


Department of Management and General Business, Frank G. Zarb School of Business New
York

Marten.J.H., dkk., 2007. Corporate Social Responsibilitu Perusahaan  Multinasional


Kepada Masyarakat Sekitar: sudi Kasus, Usahawan No. 03. Tahun.  XXXVI, hal.  9-18.

Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility),
Fascho Publlishing, Gresik, Indonesia.

Zadek, S. 2006.  Corporate responsibility and competitiveness`at the macro level


Responsible competitiveness: reshaping global markets through responsible business
practices, Corporate Governance, Vol. 6. no 4. pp 334-348. Emerald Group Publishing
Limited.
"When we look at what has worked best for us over the past 125 years, it has not
been about a single big-bang product innovation, a new marketing breakthrough
or a bullet-proof business model. The secret to our secret formula has always
been the power of the relationships and partnerships our people have forged all
around the world." -- Muhtar Kent

We believe that dialogue with a wide-range of external stakeholders is critical to


respecting human and workplace rights within our system. Continuous dialogue enables
us to identify and address potential issues proactively and collaboratively. By combining
our experience with the expertise, passion and knowledge of our stakeholders and
partners we develop robust approaches to respect human and workplace rights.
Furthermore, by working with other relevant parties from various sectors including
private, public and non-profit and labor, we believe we can have a greater and more
sustainable impact than by working alone. Here are a few examples of our ongoing
engagement.

INTERNATIONAL UNION OF FOODWORKERS (IUF)

Since 2005 we have met twice annually with the International Union of Foodworkers and
several of its affiliates. The IUF is a world-wide federation of trade unions representing
workers in sectors including agriculture and plantations, food and beverages, and hotels
among others. More than 30 percent of our business system’s employees are members
of unions affiliated with the IUF. The semi-annual meetings, in addition to ongoing
communications, provide a forum to discuss a variety of labor relations matters. Read
our updated joint statement (PDF).

HUMAN RIGHTS CONFERENCES

During the past seven years we have hosted industry conferences on human rights
topics at our facilities in Atlanta which have been sponsored by the United States
Council for International Business, International Organization of Employers and the
United States Chamber of Commerce to tackle issues related to human rights. The first
six conferences were hosted at that Atlanta office complex and the seventh was at the
new Center for Civil and Human Rights in Atlanta.

These conferences have engaged business in addressing forced labor, child labor, and
other business and human rights issues. In 2010 and 2011, Professor John Ruggie, the
former UN Special Representative for Business and Human Rights, was the keynote
speaker and focused on his “Protect, Respect and Remedy” framework for respecting
human rights in a business context and the UN Guiding Principles on Business and
Human Rights.

The 2014 conference, which convened more than 170 leaders from businesses,
government and non-governmental organizations, focused on strategies to integrate
respect for human rights in business.   Alexis M. Herman, former Secretary of the U.S.
Department of Labor and current Coca-Cola Board members, was one of the speakers
at the conference.  Secretary Herman reflected on the important governance role held by
boards of directors regarding human rights, which includes the establishment of overall
expectations in this area as well as oversight.  Agendas from the conferences hosted
by TCCC to engage business on Human Rights issues:

 Integrating Respect for Human Rights in Business (2014)  


 Addressing the Hard Issues: Myanmar, Human Trafficking, Conflict Minerals, Supply
Chain, Guiding Principles Best Practice (2013) 
 Addressing Human Trafficking in Labor Sourcing (2012)
 Implementing Respect for Human Rights (2011)
 Addressing Respect for Human Rights (2010)
 Addressing Child Labor (2009)
 Addressing Forced Labor (2008)

BRAND COLLABORATION: AIM PROGRESS

The Coca-Cola Company is a leading member of AIM-PROGRESS, a forum of 39 fast-


moving consumer goods manufacturers and suppliers working together to promote
responsible sourcing practices. Through AIM-PROGRESS's joint training initiative, the
group conducts in-person and virtual supplier training sessions around the world.
Trainings cover the four major pillars of responsible sourcing: human rights and labor
standards, health and safety, environmental compliance and business integrity. Leaders
from participating companies provide perspective on why responsible sourcing is
important to customers, stakeholders and sustainable businesses. Over the last few
years the sessions have reached approximately 2,500 suppliers and 5,000 people.

Member companies recognize supplier audits completed on behalf of another company


through a framework called Mutual Recognition. Recognizing audits conducted on behalf
of another company reduces audit fatigue, reduces time and costs on the part of
suppliers and shifts the focus from auditing to performance. Our work with AIM-
PROGRESS has advanced our mutual audit recognition to 16 percent of the suppliers
we audit.

Related Links

 AIM-PROGRESS website
 Mutual Recognition
 Joint Supplier Training

You might also like