You are on page 1of 11

Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No.

2:136-146 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i2.3074
EISSN : 2528-6021
GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI PADA BABI LANDRACE
SUSPECT AFRICAN SWINE FEVER (ASF) DI KABUPATEN KUPANG

(The Description of The Pathology Anatomy of Landrace Pig


Suspect African Swine Fever (ASF) in Kupang District)

Yohanes T. R. M. R. Simarmata1*, Tarsisius Considus Tophianong2,


Filphin Adolfin Amalo3, Henny Nitbani3, Viktor Lenda4

1
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana
2
Laboratorium Klinik, Reproduksi, Patologi dan Nutrisi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana
3
Laboratorium Anatomi, Fisiologi, Farmakologi dan Biokimia Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana
4
Program Studi Kesehatan Hewan Jurusan Peternakan Politeknik Pertanian
Negeri Kupang
*Korespondensi e-mail : drh.joe.saragih@gmail.com

ABSTRACT
African Swine Fever (ASF) is a viral disease that attacks pigs and to date
has caused many pig deaths in Kupang Regency. ASF is caused by a double-
stranded DNA virus from the Asfivirus genus and the Asfarviridae family. This
research aims to determine the anatomical pathology of the swine landrace
suspect ASF. Organ samples were collected from two male landrace pigs and two
female landrace pigs, aged 7 months, from Oeltuah Village, Taebenu District and
Tarus Village, Central Kupang District, Kupang Regency, NTT. Clinical
examinations were carried out on sick animals that were found during the
investigation, then necropsied on the dead animals were carried out and
continued with anatomical pathology examinations at the Pathology Laboratory,
Faculty of Veterinary Medicine, Nusa Cendana University. Anatomical pathology
examinations are carried out by observing changes in the structure and
appearance of the organs. The necropsy results showed sub-cutaneous
ecchymosis hemorrhage in the abdomen, limbs and ears, gastric, intestinal and
hepatic hemorrhage, hemorrhagic lymphadenitis in mesenteric lymph nodes,
hyperemic splenomegaly, pteckie hemorrhage in the renal capsule,, multifocal
hemorrhage in the renal medulla and pulmonary lobe. Based on the observation
of clinical symptoms and changes in anatomical pathology, it can be concluded
that the death of pigs was suspected to be caused by the suspect ASF.

Keywords: African Swine Fever (ASF), Landrace Pig, Anatomical Pathology

136
Simarmata et al Jurnal Kajian Veteriner

PENDAHULUAN

Ternak babi merupakan salah Kamboja, Laos, Filipina, Myanmar


satu hewan ternak yang diminati dan Timor Leste (Retnaningsih,
untuk dipelihara oleh masyarakat di 2019). Hingga bulan Desember
Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara 2019, tujuh negara di Asia Tenggara
Timur. Hal tersebut disebabkan telah melaporkan kasus ASF
karena ternak babi merupakan termasuk Indonesia (Dinas
sumber protein dan salah satu usaha Peternakan dan Kesehatan Hewan
rumah tangga yang penting sebagai Provinsi Jawa Tengah, 2019). Di
sumber penghasilan. Keberhasilan Indonesia, kejadian ASF diumumkan
suatu usaha peternakan babi juga secara resmi melalui Keputusan
tidak terlepas dari berbagai kendala Menteri Pertanian Nomor
yang sangat merugikan peternak. 820/KPTS/PK.320/M/12/2019
Salah satu kendala yang merupakan tentang Pernyataan Wabah Penyakit
penyebab kegagalan dalam hal Demam Babi Afrika (African Swine
produksi ternak babi adalah Fever) pada Beberapa
serangan penyakit baik yang Kabupaten/Kota di Provinsi
bersifat menular maupun tidak. Sumatera Utara. Dinas Peternakan
Beberapa penyakit yang sering Provinsi NTT mencatat bahwa kasus
menyerang babi adalah penyakit kematian ternak babi milik
yang disebabkan oleh virus, bakteri masyarakat di Pulau Timor hingga
dan parasit. Salah satu penyakit bulan Maret tahun 2020 mencapai
virus yang pada saat ini telah 4.888 ekor akibat terserang virus
banyak menyebabkan kematian ASF (Ditjen Peternakan dan
ternak babi di Kabupaten kupang Kesehatan Hewan, 2020).
adalah African Swine Fever (ASF). African Swine Fever (ASF)
ASF pertama kali diidentifikasi adalah penyakit menular pada babi
pada tahun 1921 di Kenya, Afrika yang dapat menyebabkan kematian
Timur. Pada tahun 1957 menyebar pada babi hingga 100% sehingga
ke Portugal dan berbagai negara di mengakibatkan kerugian ekonomi
Eropa. Di Asia, virus ASF ditemukan yang sangat besar. ASF disebabkan
pada babi liar di Iran pada tahun oleh virus DNA dengan untai ganda
2010, kemudian di tahun 2018 dari genus Asfivirus dan famili
Tiongkok melaporkan wabah demam Asfarviridae. ASF virus sangat tahan
babi afrika di provinsi Liaoning. terhadap pengaruh lingkungan, dan
Pada bulan Februari 2019, Vietnam stabil pada pH 4-13, serta dapat
mengonfirmasi kasus demam babi tahan hidup dalam darah (4ºC)
afrika. Hal ini menjadikannya negara selama 18 bulan, dalam daging
Asia Tenggara pertama yang dingin selama 15 minggu, dalam
terinfeksi penyakit ini. Secara daging beku selama beberapa tahun,
berturut-turut ASF juga ditemukan di dalam ham selama 6 bulan dan di

137
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 2:136-146 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i2.3074
EISSN : 2528-6021
dalam kandang babi selama 1 bulan Penelitian ini bertujuan untuk
(Dinas Peternakan dan Kesehatan mempelajari perubahan yang terjadi
Hewan Provinsi Jawa Tengah, 2019). pada organ-organ babi Landrace
Babi peliharaan (domestik) adalah suspect ASF di Kabupaten Kupang
hewan yang paling peka terhadap dengan mengamati ada tidaknya
penyakit ASF. Gejala klinis dari ASF perubahan secara patologi anatomi.
meliputi demam tinggi, nafsu makan Diagnosa morfologik pada organ-
menurun, perdarahan pada kulit dan organ yang mengalami perubahan
organ dalam, kematian pada 4-10 patologik dapat memberi diagnosa
hari, dan ada hewan yang ditemukan tentatif (sementara) pada kasus
mati tanpa gejala apapun. Diagnosis yang ditemukan. Diagnosa penyakit
dilakukan berdasarkan gejala klinis secara cepat dan tepat sanggat
yang tampak, perubahan patologis efektif dalam upaya pengendalian
dan histopatologis serta pemeriksaan maupun pemberantasan penyakit.
laboratorium. (OIE, 2019).

METODE PENELITIAN

Sampel organ dikoleksi dari yang mati dan dilanjutkan dengan


dua ekor babi landrace jantan dan pemeriksaan patologi anatomi di
dua ekor babi landrace betina, Laboratorium Patologi, Fakultas
umur 7 bulan, berasal dari Desa Kedokteran Hewan Universitas
Oeltuah Kecamatan Taebenu dan Nusa Cendana. Setelah dilakukan
Kelurahan Tarus Kecamatan pengambilan sampel, bangkai
Kupang Tengah, Kabupaten hewan di bakar dan dikubur.
Kupang, NTT. Pemeriksaan klinis Pemeriksaan patologi anatomi
dilakukan terhadap hewan sakit dilakukan dengan mengamati
yang ditemukan pada saat perubahan struktur dan tampilan
investigasi dilakukan, kemudian organ. Perubahan patologi anatomi
dilakukan nekropsi terhadap hewan disajikan dalam bentuk gambar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan perubahan adalah kulit. Pada kulit


menunjukkan adanya perubahan menunjukan adanya hemoragi
pada organ-organ pada sistem ecchymosis sub cutaneous pada
integumen, sistem digesti, sistem abdomen, bagian ekstremitas, dan
limfatik dan sistem urinaria. Organ telinga (Gambar 1).
integumen yang mengalami

138
Simarmata et al Jurnal Kajian Veteriner

A B
Gambar 1. Hemoragi ecchymosis pada telinga dexter dan sinister (A) dan
hemoragi ecchymosis pada abdomen (B)

Gejala tersebut merupakan terdapat jarak antar titik ecchymosis


lesi ASF akut tergantung pada isolat (McGrath dan Barrett, 2019).
virus, tetapi yangpaling umum adalah Penyebab patofisiologis utama dari
sianosis pada bagian ekstremitas dan sianosis dan ecchymosis adalah
permukaan ventral pada babi berkulit trombositopenia, disfungsi trombosit,
putih, area sianosis di bagian tak gangguan koagulasi, dan hilangnya
berambut, ecchymosis kulit pada integritas pembuluh darah.
kaki depan serta belakang dan perut, Gangguan pada hemostasis normal
kongesti dan perdarahan mukosa dapat menyebabkan sianosis,
(OIE, 2019). Sianosis adalah tanda ecchymosis bersama dengan
fisik berupa kebiruan pada kulit dan berbagai temuan klinis lainnya.
selaput lendir, seperti pada mulut Gejala ini timbul akibat
atau bibir yang terjadi akibat infeksi utama melalui saluran
kerusakan pembuluh darah. pernapasan atas, dan replikasi virus
Berukuran kurang dari 10 mm dan awal terjadi dalam 24 jam infeksi
biasanya tersebar pada kulit tanpa pada tonsil, faring dan jaringan
ada jarak antar titik sianosis limfoid. Virus kemudian masuk ke
membentuk warna keunguan pada pembuluh darah. Dengan afinitas
kulit. Sedangkan ecchymosis yang tinggi dari virus ASF terhadap
merupakan hasil akhir dari berbagai sel-sel sistem retikulo endotelial,
variasi patofisiologi yang virus ASF akan menginfeksi sel-sel
berhubungan dengan permeabilitas endotel sistem vaskuler (kapiler,
vascular vena kutan atau kapiler vena maupun arteri dan pembuluh
dermis. Berukuran lebih besar limfe) merusak sel endotel sehingga
10mm, ditandai dengan titik terjadi kerusakan pada dinding
berwarna keunguan bahkan dari pembuluh darahdan menyebabkan
warna ungu bisa menjadi hitam dan darah keluar dari pembuluh darah

139
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 2:136-146 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i2.3074
EISSN : 2528-6021
dan area perdarahan masuk sampai hemoragi di usus (duodenum,
ke dermis (Ganowiak, 2012). jejenum dan illeum) dapat
Hasil pengamatan pada menandakan bahwa virus bergerak
sistem digesti juga menunjukkan cepat keseluruh tubuh. Mulanya
adanya perubahan berupa hemoragi virus bereplikasi pada epitel mukosa
pada lambung, usus dan hepar dari saluran pernafasan bagian atas
(Gambar 2). Pada kasus ASF, dan saluran pencernaan kemudian
bentuk akut umumnya kondisi virus menyebar lewat aliran darah
karkas tampak baik. Perubahan menuju ginjal dan sumsum tulang
yang signifikan adalah adanya yang menyebabkan terjadinya
perdarahan pada semua organ viremia sekunder. Virus kemudian
internal. Menurut Beltran et al. akan difagositosis oleh makrofag
(2017), perubahan anatomi pada dan mengeluarkan antibodi untuk
kasus ASF dapat ditemukan petekie melindungi sel dari virus yang terus
dan ecchymosis (perdarahan lebih bereplikasi (Soeharsono, 2005).
besar) pada lambung. Adanya lesi

A B C

Gambar 2. Hemoragi pada lambung, usus dan hepar. (A) Gastritis superficial,
(B) Kongesti dan hemoragi petekie pada intestinum dan
mesenterium, (C) Hepatitis parslobus sinistraet dextra.

Pada pemeriksaan hati, pada jaringan hati tidak selalu


perubahan yang terjadi adalah teramati karena kemampuan
perubahan bentuk dan ukuran. regenerasi jaringan tinggi.
Menurut Budiman et al (2015), Perubahan ukuran hati dapat
kerusakan pada hati disebabkan oleh disebabkan oleh respon hati
penyakit mengakibatkan perubahan terhadap rangsangan luar yang
fisik seperti perubahan ukuran, bersifat merusak (Nabib,1987).
pembengkakan, perubahan Pada saat incisi organ hati,
warna,dan pengecilan pada salah terdapat kongesti dan hemoragipada
satu lobus. Gejala klinis gangguan bagian lobus hepatis sinister.

140
Simarmata et al Jurnal Kajian Veteriner

Kejadian kongesti bisa disebabkan pelepasan produk-produk dari


oleh terjepitnya sebagian lobus hati. pembelahan siklo-oksigenase asam
Kongesti ini awalnya akan arakidonat, pelepasan prostaglandin
menyebabkan distensi pada vena proagregat tromboxan A2,
sentralis dan sinusoid. Hipoksia pelepasan agonis poten
pada bagian sentrilobular hati yang prostaglandin E2 (PGE2). PGE2
terus-menerus akan menyebabkan merupakan vasodilator yang dapat
degenerasi hingga nekrosa pada meningkatkan permeabilitas
hepatosit. Hemoragi (pendarahan) pembuluh darah, shock dan
dapat dikenali dengan adanya titik eksudasiyangakanberdampak pada
darah dengan spot kecil maupun kejadian edema dan hemoragi
spot besar. Menurut Smith dan (Anderson, 1986). Dengan afinitas
Jones (1961), hemoragi terdiri dari yang tinggi dari ASF terhadap sel-
dua jenis, yaitu hemoragi kecil dan sel sistem retikuloendotelial, virus
hemoragi besar. Hemoragi kecil ASF akan menginfeksi sel-sel
dapat di tandai dangan adanya endotel sistem vaskuler (kapiler,
pendarahan berbentuk titik darah vena maupun arteridan pembuluh
dan tidak lebih besar dari ujung limfe), merusak sel endotel
peniti yang disebut petekie, sehingga terjadi kerusakan pada
sedangkan hemoragi dengan spot dinding pembuluh darah dan
yang agak besar di permukaan menyebabkan darah keluar dari
tubuh atau jaringan disebut pembuluh darah dan area
ecchymosis. Pada pemeriksaan hati perdarahan masuk sampai ke dermis
babi yang terinfeksi ASF, (McGrath and Barrett, 2019).
perubahan paling umum yang Sistem limfatik
terjadi adalah hati mengalami merupakansistem organ yang paling
hemoragi (Arias et al., 2017). utama menunjukan perubahan saat
Edema dan hemoragi terjadi terinfeksi ASF. Pada pemeriksaan
disebabkan karena virus ini limfonodus, menunjukkan
menyerang sel target yaitu sel perubahan warna menjadi hitam dan
retikulo endotelial yang akan pada beberapa limfonodus yang lain
menyebabkan shock dan ditemukan petekie pada
perdarahan. Kemudian virus ASF permukaannya. Limpa merupakan
akan menyebabkan kerusakan sel organ target kedua setelah
endotel dan mempengaruhi limfonidus. Berdasarkan hasil
pelepasan makrofag dan platelet. pengamatan,terjadi pembesaran
Virus ini memiliki efek langsung limpa dan terjadi perubahan warna
pada sel endotel dan makrofag. menjadi kehitaman (Gambar 3).
Makrofag akan mempengaruhi

141
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 2:136-146 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i2.3074
EISSN : 2528-6021

A B
Gambar 3. Limfadenitis hemoragika pada limfonodus mesenterika (A) dan
Hyperemicsplenomegaly (B).

Menurut Salguero et al struktural dan menimbulkan


(2004), salah satu ciri khas ASF perubahan karakteristik hyperemic
ditemukan pada splenomegaly pada limpa
permukaanlimfonodus yaitu adanya diakibatkan oleh terisinya eritrosit,
petekie yang menyerupai “starry trombosit, jaringan fibrin dan sel
sky”. Sedangkan perubahan warna debris pada pulpa merah.
kehitaman diakibatkan oleh Pada sistem urinaria,
kerusakan jaringan limfoid atau organ ginjal merupakan salah satu
nekropsi akibat aktivitas apoptosis organ yang paling menunjukkan ciri
(Carrasco, et al., 1996). Pada limpa, dari ASF. Secara makroskopis
perubahan patologi anatomi yang terlihat adanya hemoragi dan juga
khas adalah hyperemic titik berwarna keunguan (petekie)
splenomegaly (Mebus dan Dardiri, pada kapsula ginjal. Petekie juga
1979; Carrasco et al., 1995). Pada terlihat menyebar diseluruh bagian
tahap akut, limpa akan mengalami korteks. Medula renalisterjadi
pembesaran hingga mencapai 6 kali pendarahan yang luas (Gambar 4).
ukuran normal dengan tepi bundar, Kerusakan organ dipengaruhi oleh
konsistensinya rapuh, dan berwarna penipisan sel limfoid kemungkinan
keunguan sampai hitam. Sedangkan besar disebabkan oleh aktivasi
pada tahap kronis, lebih sering sekretori dari makrofag yang
ditandai oleh lesi proliferatif. Target terinfeksi ASF (Gomez-
virus pada limpa yaitu pada bagian Villamandos et al., 2013), namun
pulpa merah, zona marginal dan belum diketahui secara spesifik
kapiler. Menurut Carrasco et al jenis sel yang terinfeksi (Pikalo et
(1997), terjadinya gangguan al., 2018).

142
Simarmata et al Jurnal Kajian Veteriner

A B

Gambar 4. Hemoragi peteki pada kapsula ginjal (A) dan hemoragi multifocal
pada medula renalis (B)

Pada sistem pernafasan yang meningkat di jaringan dapat


ditemukan adanya hemoragi menimbulkan perdarahan
pulmo. Hal ini terlihat dari aspek (Baratawidjaja dan Iris, 2012).
warnanya yang berwarna merah Perdarahan terjadi karena
tua dan tidak homogen di seluruh peregangan sel endotel, sehingga
permukaannya (Gambar 5). apabila jaraknya terlalu lebar sel
Tekstur normal dengan masih darah merah dapat keluar dari
terdapatnya krepitasi saat pembuluh darah. Menurut
dilakukan palpasi. Hemoragi dapat Ganowiak (2012), pada gejala akut
disebabkan karena adanya proses akan terjadi nekrosis pada sel
inflamasi. Pelebaran sel endotel endotelial kapiler alveolar, dilatasi
pada proses inflamasi pembuluh darah akibat tersumbat
akanmeningkatkan volume darah oleh trombosit dan menimbulkan
dalam pembuluh. Volume darah edema pada paru.

Gambar 5. Hemoragi multifocal pada lobus pulmo

143
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 2:136-146 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i2.3074
EISSN : 2528-6021
Berdasarkan hasil sianosis (warna kulit kebiruan),
nekropsi yang telah dilakukan, muntah, dan diare. Kematian
maka diagnosa tentatif yang di biasanya terjadi dalam 5-10 hari
tetapkan yaitu ASF akut. setelah muncul gejala klinis.
Diagnosa ini berdasarkan Angka kematian dapat mencapai
pengamatan gejala klinis dan 100% dan terkadang, kematian
perubahan patologi anatomi yang terjadi bahkan sebelum tanda
terjadi. Menurut Retnaningsih klinis dapat diamati. Sedangkan
(2019), ASF terbagi dalam pada bentuk kronis, disebabkan
bentuk perakut, akut, sub akut oleh virus dengan virulensi yang
dan kronis. Pada bentuk perakut rendah. Tanda klinis yang muncul
biasanya hewan ditemukan mati lebih ringan dan berlangsung
tanpa gejala apapun. Pada dalam periode waktu yang lebih
penyakit bentuk akut, masa lama. Tingkat kematian lebih
inkubasi berlangsung lebih rendah, berkisar antara 30- 70%.
singkat (3-7 hari), ditandai Manifestasi penyakit bentuk
dengan demam tinggi hingga kronis di antaranya penurunan
42°C, depresi, nafsu makan berat badan, demam intermiten
menurun, malas bergerak, atau berkala, gangguan
cenderung berkumpul, hemoragi pernapasan, ulser pada kulit, dan
pada kulit dan organ dalam, radang sendi. Bentuk ini jarang
abortus pada babi bunting, ditemukan pada wabah penyakit.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil disimpulkan kematian ternak babi


pengamatan gejala klinis dan diduga disebabkan oleh suspect
perubahan patologi anatomi dapat ASF.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson EC. 1986. African Swine F.A.J. 2017. Approaches


Fever: curent concepts and Perspectives for
on its pathogenesis and Development of African
immunology. Revue Swine Fever Virus
Scientifique et Vaccines. Vaccines
Technique de I’ (Basel), 5 (2017).
OIE,8(21):477-486. Baratawidjaja GK dan Rengganis
Arias, M., de la Torre, A., Dixon, L., Iris. 2012. Imunologi
Gallardo, C., Jori, F., Dasar. Jakarta. Balai
Laddomada, A., Martins, Penerbit FKUI.
C., Parkhouse, R.M., Beltrán-Alcrudo, D., Arias, M.,
Revilla, Y., Rodriguez, Gallardo, C., Kramer, S.

144
Simarmata et al Jurnal Kajian Veteriner

& Penrith, M.L. 2017. Chacón, M., De Lara, F.,


African swine fever: Wilkinson, P.J., Sierra,
detection and diagnosis M.A., 1997.
– A manual for Development of
veterinarians. FAO microscopic lesions in
Animal Production and splenic cords of pigs
Health Manual No.19. infected with African
Rome. Food and swine fever
Agriculture virus. Veterinary 619
Organization of the Research 28,93–99.
United Nations (FAO). Dinas Peternakan dan Kesehatan
Budiman,H.,T. R. Ferasyi, Hewan Provinsi Jawa
Tapielaniari, M. N. Tengah. 2019. Mengenal
Salim, U. Balqis dan M. Demam Babi Afrika
Hambal. 2015. Atau African Swine
Pengamatan lesi Fever (ASF). Diakses
mikroskopis pada hati tanggal 8 Juni 2020.
ayam broiler yang dijual Ditjen Peternakan dan Kesehatan
di pasar Lambaro Aceh Hewan, Kementerian
Besar dan hubungannya Pertanian RI.
dengan keberadaan 2020.“Cegah
mikroba. Jurnal Medika Penyebaran Kasus,
Veterinaria 9(1): 51 – Kementan Petakan Kasus
53. Kematian Babi Di
Carrasco, L., Bautista, M.J., Martín NTT”.Diakses tanggal 8
de las Muías, J., Gómez- Juni 2020.
Villamandos, J.C., Ganowiak Justine. 2012. Patho-
Espinosa de los anatomical studies on
Monteros, A., Sierra, African Swine Fever in
M.A., 1995. Description Uganda. Examensarbete
of a newpopulation of inom
fixed macrophages in the veterinärprogrammet
splenic cords of pigs. ISSN 1652-8697.
Journal of Anatomy 187, Examensarbete 2012:
395–402. 57.
Carrasco, L., Chacón, M., De Lara, Gomez-Villamandos, J. C., M. J.
F.,Martín de las Muías, Bautista, P. J. Sanchez-
J., Gómez-Villamandos, Cordon, and L.
J.C., Pérez, J., Carrasco, 2013:
Wilkinson, P.J., Sierra, Pathology of African
M.A.,1996.Apoptosisinl swine fever: therole of
ymphnodes in acute monocyte-
African swine fever. macrophage.Virus
Journal of Comparative Res.173, 140–149
Pathology 115,415–428.
Carrasco, L., Bautista, M.J., Gómez-
Villamandos, J.C.,
Martín de las Mulas, J.,

145
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 8 No. 2:136-146 (2020)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v8i2.3074
EISSN : 2528-6021
Kementerian Pertanian Republik antiviral.2019.02.018.
Indonesia. 2019. Pikalo J, Schoder M-E, Sehl J,
Keputusan Menteri Breithaupt A, Tignon
Pertanian Nomor M, Cai AB, Gager AM,
820/KPTS/PK.320/M/12/ Fischer M, Beer M,
2019 tentang Pernyataan Blome S., 2020. The
Wabah Penyakit Demam African swine fever
Babi Afrika (African virus isolate Belgium
Swine Fever) pada 2018/1 shows high
Beberapa virulence in European
Kabupaten/Kota di wild boar. Transbound
Provinsi Sumatera Utara, Emerg Dis. 2020;00:1–
Jakarta: Kementerian 6.
Pertanian RI. Retnaningsih T W. 2019. Mengenal
McGrath A. and Barrett MJ. 2019. Demam Babi Afrika
Petechiae.USA.GOV. atau African Swine
Mebus, C.A., Dardiri, A.H., 1979. Fever (ASF). Medik
Additional Veteriner Muda.
characteristicsofdiseasec Salguero, F.J., Sánchez-Cordón,
ausedbythe 730 African P.J., Sierra, M.A.,
swine fever viruses Jover, A., Núnez, ˜ A.,
isolated from Brazil and Gómez781
the Dominican Republic. Villamandos, J.C.,
In: Proc. Annu. 2004. Apoptosis of
Meet.U.Anim.HealthAss thymocytes in
oc.,vol.83, pp. 227– 239. experimental African
Nabib, R. 1987. Patologi Khusus swine fever virus
Veteriner. Cetakan ke-3. infection. Histology and
Bagian Patologi, Histopathology 19,77–
Fakultas Kedokteran 84.
Hewan. Institut Smith, H A dan Jones T C. 1961.
Peternakan Bogor. Veterinary Pathology.
Bogor. Lea & Febiger,
OIE, (OIE) The World Oragnisation Philadelpia.
for Animal Health. 2019. Soeharsono. 2005. Zoonosis
“African Swine Fever.” (Penyakit yang menular
ASF Situation. Vol. 27. dari hewan ke manusia).
Paris. Yogyakarta : Kanisius.
https://doi.org/10.1016/j.

146

You might also like