You are on page 1of 11

Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.

id/jvn

STUDI LITERATUR GAMBARAN GEJALA KLINIS DAN PATOLOGI ANATOMI


AFRICAN SWINE FEVER PADA BABI

Brito Araujo1, Tri Utami2*, Tarsisius C. Tophianong2

1
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana, Kupang
2
Departemen Klinik, Reproduksi, Patologi dan Nutrisi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Nusa Cendana, Kupang

Abstract

Key words: African Swine Fever (ASF) is an infectious disease in pigs caused
Clinical symptoms, by a double-stranded DNA virus from the Asfarviridae family. This
anatomy and pathology disease is generally characterized by bleeding in the ears, back and
of African swine fever legs. This virus causes death and has a large economic impact,
however ASF is not a zoonotic disease so it does not have an impact
on human health. The results of necropsy in dead pigs showed
abnormalities in the organs such as erythrema of the skin, swollen
and hyperemic pulmonary edema, the spleen turned black, the liver
was swollen, there was fluid in the pericardium and ptechie or
haemorrhages were often found in the heart, kidneys. Control and
prevention for ASF until now there is no effective treatment and
vaccine. Control and prevention efforts are to eradicate pigs
infected by the ASF virus and control biosafety and biosecurity as
the most effective measures to prevent and control ASF virus.
African swine fever has no pathognomonic symptoms, so that the
clinical symptoms are similar to other hemorrhagic diseases such
as Classical Swine Fever, salmonellosis or erysipelas so it is
necessary to carry out pathological anatomical examinations.
Changes in anatomical pathology ASF disease macroscopically.

Korespondensi:
utami.t@staf.undana.ac
.id

Vol. VI No. 20
1
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

PENDAHULUAN ke seluruh Tiongkok hingga beberapa


wilayah di Asia Tenggara. Penyebaran
African Swine Fever (ASF) merupakan infeksi ASF pada populasi ternak babi di
penyakit infeksius pada babi yang Asia Tenggara dilaporkan terjadi pada
disebabkan oleh virus DNA beruntai ganda enam negara, yakni di Kamboja, Laos,
dari family Asfarviridae. Penyakit ini Filipina, Myanmar Timor-Leste, Indonesia
umumnya ditandai dengan perdarahan pada pada bulan Februari sampai Oktober 2019
telinga, punggung dan kaki. Infeksi virus (Penrith, 2019; Sendow at al., 2020).
ASF menyebabkan kematian pada ternak- Deteksi dini terhadap penyebaran
ternak babi dan berdampak besar terhadap penyakit ASF diperlukan untuk mencegah
kerugian ekonomi. Penyakit ASF tidak dan mengantisipasi penyakit ASF. Salah
bersifat zoonosis, sehingga tidak satu bentuk deteksi dini penyakit ASF
menimbulkan dampak bagi kesehatan adalah melalui pengenalan akan gejala
manusia (Salguero dan Sendow et al., klinis dan patologi anatomi ASF.
2020).
Costard et al. (2013) menyebutkan METODOLOGI
bahwa ASF pertama kali ditemukan pada
tahun 1921 di Kenya, Afrika Timur Waktu Kajian Studi Literatur
walaupun wabahnya telah terjadi sejak Kajian studi literatur ini dikerjakan
tahun 1907, tetapi kasus penyakit ini hanya pada bulan April sampai dengan Juni 2020
terbatas di benua Afrika hingga tahun yang meliputi pembuatan resume dan
1957. Kasus ASF selanjutnya dilaporkan kerangka studi literatur secara umum,
oleh pemerintah Portugal terjadi pada 1 penelusuran dan pengumpulan berbagai
Januari hingga 22 September 2018 dan referensi atau pustaka yang berhubungan
telah menyebar ke berbagai negara di erat dengan judul.
Europa.
Pemerintah Tiongkok melaporkan Alat dan bahan
wabah ASF terjadi pada bulan Agustus Alat digunakan dalam penyusunan
2018 di provinsi Liaoning. Pemerintah kajian studi literatur ini antara lain
Tiongkok pada tanggal 1 September 2018 perangkat komputer atau laptop, dan bahan
mengambil kebijakan dalam penanganan yang digunakan meliputi sumber referensi
kasus tersebut dengan cara melakukan berupa artikel, jurnal, buku teks dan e-book
eleminasi lebih dari 38.000 ekor babi yang yang terkait dengan judul kajian studi
terinfeksi ASF, kemudian pada 25 April literatur.
2019, virus ini dilaporkan telah menyebar

Vol. VI No. 20
2
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

Analisis Data demam tinggi (41- 42°C), kehilangan


Data yang diperoleh dari sumber nafsu makan dan tidak aktif. Kematian
acuan/pustaka yang berasal dari Google mendadak terjadi dalam 1-3 hari
Scholar dan bantuan aplikasi Mendeley sebelum perkembangan tanda klinis apa
akan dianalisis secara deskriptif dan pun.
dibahas berdasarkan hasil riset atau
penelitian dari berbagai sumber yang b. Gejala klinis bentuk akut
memiliki hubungan dengan judul kajian Infeksi ASF bentuk akut
studi literatur. menyebabkan demam (40,5 - 42°C),
babi terlihat lemah karena demam dan
HASIL DAN PEMBAHASAN meringkuk agar tetap hangat, diare
berdarah, hiperemi pada kulit area leher
Gejala Klinis African Swine Fever dan dada, sianosis pada ekstremitas dan
African swine fever (ASF) adalah ujung telinga, lesi nekrotik pada kulit
penyakit virus yang sangat menular, yang abdomen, leher dan telinga, anoreksia,
disebabkan oleh African swine fever Virus lesu, inkoordinasi, peningkatan pulsus
(ASFV), dari famili Asfarviridae (Abrams dan respirasi, diare, muntah batuk keras,
et al., 2013) yang dapat mengifeksi famili leukopenia dan trombositopenia serta
Suidae, seperti babi domestik dan babi abortus (Ganowiak, 2012).
hutan. Infeksi ASFV menghasilkan
berbagai gambaran klinis, bervariasi dari
subklinis hingga hemoragik dengan tingkat
mortalitas mencapai 100%. Perbedaan
gejala klinis ini tergantung pada virulensi
dari strain ASFV (Sánchez-Vizcaíno et al.,
A
2015). Tingkat kematian ternak babi akibat
ASF bervariasi, dipengaruhi oleh virulensi
virus dan ternak babi yang terinfeksi (Zhao
et al., 2019). Terdapat empat bentuk
infeksi ASF menurut FAO (2019), yakni
infeksi perakut, akut, subakut, dan kronis
(FAO, 2019). B

Gambar 1. A, Hemoragi pada daerah


a. Gejala klinis bentuk per akut extremitas (anak panah
Gejala klinis yang muncul pada berwarna putih), B. Sianosis
infeksi ASF per akut ditandai dengan pada abdomen ditunjukkan oleh

Vol. VI No. 20
3
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

anak panah berwarna putih dari 30 hingga 70%, dan hewan


(Sastre et al., 2016) mungkin pulih setelah 3 – 4 minggu
(Sánchez‐Vizcaíno et al., 2019).
Gejala klinis ASF bentuk akut
menyebabkan hemoragi dan sianosis d. Gejala klinis bentuk kronis
berupa tanda kemerahan dan kebiruan. Infeksi virus ASF strain virulensi
Hemoragi pada kulit akibat kerusakan yang rendah menyebabkan bentuk
pembuluh darah (Gambar 1). Hemoragi infeksi kronis. Kejadian infeksi ASF
yang tampak berukuran kurang dari 10 kronis ditemukan di Spanyol dan
mm dan biasanya tersebar pada kulit Portugal. Bentuk kronis ditandai dengan
tanpa ada jarak antar titik sianosis lesi nekrotik pada kulit, artritis,
membentuk warna keunguan pada kulit fibrinosa, periartritis, pneumonia,
(Sastre et al., 2016). Gejala ini timbul pembesaran limfonodus dan tidak ada
akibat infeksi utama melalui saluran lesi vaskuler (Sánchez-Vizcaíno et al.,
pernapasan atas, dan replikasi virus awal 2015).
terjadi dalam 24 jam infeksi pada tonsil,
faring dan jaringan limfoid. Virus
kemudian masuk ke pembuluh darah.
Virus ASF memiliki afinitas yang tinggi
terhadap sel-sel sistem retikulo
endotelial,sehingga mampu menginfeksi
dan merusak sel-sel endotel sistem
vaskuler (kapiler, vena maupun arteri A
dan pembuluh limfe), mengakibatkan
kerusakan pada dinding pembuluh darah
serta menyebabkan darah keluar dari
pembuluh darah (Simarmata et al.,
2020).

c. Gejala klinis bentuk sub akut


B
Bentuk subakut ditandai dengan
trombositopenia, leukopenia, dan lesi Gambar 2. A, Pembengkakan limfonodus
hemoragik pada kulit, demam tinggi, servikalis (ditunjukkan anak
asites, hidroperikardium, edema kantung panah berwarna putih); B,
empedu atau ginjal, aborsi, serta Nekrosis pada kulit
splenomegali. Tingkat kematian berkisar ditunjukkan oleh anak panah

Vol. VI No. 20
4
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

berwarna putih (Lohse et al., dan kronis (Arias et al., 2018; Ganowiak,
2012) 2012; Zakaryan et al., 2015) dengan
bentuk infeksi ASF yakni infeksi perakut,
Pembengkakan limfonodus dan akut, sub akut dan kronis. Penyakit dalam
nekrosis pada kulit (Gambar 2.A-B) terjadi bentuk perakut, akut, sub akut dan kronis
akibat virus ASF yang masuk melalui pada ternak babi yang mati dan kemudian
saluran pernapasan bagian atas mengalami dilakukan nekropsi menunjukkan
replikasi dalam 24 jam dan menyebar ke perubahan pada beberapa organ viseral,
beberapa jaringan, seperti tonsil, faring, seperti: organ limpa, paru-paru, ginjal,
jaringan limfoid sehingga terjadi viremia. jantung, vesica urinaria dan limphonodus
Virus ASF akan difagositosis oleh (Portugal et al., 2009)
makrofag dan mengeluarkan antibodi
untuk melindungi sel dari serangan virus a. Perubahan patologi anatomis pada
yang terus bereplikasi. Virus yang limpa
berjumlah banyak menyebabkan Limpa ternak babi yang terinfeksi
limfonodus membengkak. Nekrosis virus ASF pada pemeriksaan patologi
merupakan prosses degenerasi yang anatomis menunjukkan warna kehitaman.
menyababkan kerusakan sel yang terjadi Organ limpa telah mengalami nekrosis
setelah suplai darah hilang. Virus ASF baik dari tingkat sel hingga jaringan,
yang sudah menjadi viremia dengan diikuti dengan hemoragi yang
afinitas yang tinggi terhadap sel-sel sistem menyebabkan perubahan warna jaringan
retikulo endotelial, virus ASF akan menjadi lebih hitam (Balyshev et al., 2018;
menginfeksi sel-sel endotel sistem vaskuler Kipanyula dan Nong’ona, 2017).
(kapiler, vena maupun arteri dan pembuluh Terjadinya nekrosis dan hemoragi pada
limfe), merusak sel endotel sehingga limpa disebabkan karena adanya infeksi
terjadi kerusakan pada dinding pembuluh agen virus yang lebih dominan, pada
darah dan menyebabkan nekrosis pada kondisi demikian sistem pertahanan pada
kulit (Portugal et al., 2009). limpa tidak dapat mengatasi serangan virus
ASF, sehingga struktur jaringan limpa
Patologi Anatomi African Swine Fever mengalami kerusakan atau nekrosis.
Diagnosa tentatif ASF dapat Apabila kematian sel atau jaringan yang
diketahui melalui hasil pemeriksaan gejala disertai dengan adanya perdarahan, maka
klinis dan patologi anatomi pada saat perubahan warna organ dapat teramati
nekropsi. Berdasarkan hasil laporan menjadi lebih gelap (Gambar 3). Chenais
nekropsi diketahui empat bentuk infeksi et al. (2017), menyebutkan bahwa
ASF, yakni infeksi perakut akut, sub akut nekrosis merupakan kematian sel yang

Vol. VI No. 20
5
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

dapat meluas menjadi kematian jaringan, berupa fagositosis atau menimbulkan


dan bila terjadi pada suatu organ dapat reaksi imunitas yang lebih spesifik.
menyebabkan perubahan warna pada organ Vasodilatasi vaskuler menyebabkan
tersebut. Aspek perubahan warna volume darah yang ada di sekitar jaringan
tergantung dari tipe nekrosis yang mengalami peradangan bertambah,
menyertai. Biasanya organ yang jaringan sehingga organ pulmo tampak kemerahan
atau sel-sel penyusunnya mengalami atau mengalami hiperemia (Gambar 4).
kematian akan berwarna lebih pucat atau Hiperemia pada suatu organ atau jaringan
lebih hitam dari bagian normal organ terjadi karena kapiler-kapiler yang ada
(Ganowiak, 2012). pada organ atau jaringan tersebut
berdilatasi. Bila hal ini terjadi, maka organ
atau jaringan tersebut tampak mengalami
kemerahan (Sastre et al., 2016).

Gambar 3. Perubahan anatomi patologi


organ limpa babi yang
terinfeksi virus ASF
menunjukan nekrosis, tampak
berwarna hitam gelap seperti
yang ditunjuk oleh anak Gambar 4. Perdarahan ekomotik pada
panah putih (Dixon, 2017) pulmo ternak babi yang
terinfeksi ASF ditunjukkan
dengan tanda anak panah
b. Perubahan patologi anatomis pada
berwarna putih (Dixon and
pulmo Williamson, 2017).
Portugal et al. (2009) menyebutkan
c. Perubahan patologi anatomis pada
bahwa perdarahan pulmo akibat infeksi
ginjal
ASF disebabkan karena pembuluh darah
yang berada di daerah septa alveoli
Infeksi ASF pada ternak babi
mengalami peningkatan permeabilitas dan
menyebabkan gangguan fungsional dan
vasodilatasi agar terjadi aktivasi sel-sel
anatomi pada ginjal. Ginjal mengalami
pertahanan tubuh yang kemudian migrasi
ptekhie akibat sel endotel pembuluh darah
keluar dari pembuluh darah, selanjutnya sel
pada ginjal mengalami kerusakan,
pertahanan tubuh akan melakukan aksinya
termasuk sel stelata atau sel mesangial

Vol. VI No. 20
6
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

yang berada di dalam sel endotel. Salah vaskuler pericardium, mediator inflamasi
satu fungsi dari sel mesangial adalah akan keluar dari pembuluh darah menuju
menyerap komplek imun tubuh dan jaringan perikardium. Apabila mediator
sebagai tempat predileksi virus ASF inflamasi semakin banyak, maka akan
(Dixon and Williamson, 2017). Dalam menyebabkan penimbunan cairan atau
Ganowiak (2012) disebutkan bahwa edema pada rongga perikardium. Kondisi
ptekhie pada ginjal disebabkan karena tersebut menyebabkan kontraksi jantung
virus ASF dapat menginfeksi dan merusak semakin terbatas dan darah tidak dipompa
sel endotel yang mengandung sel secara sempurna ke seluruh tubuh
mesengial, kerusakan inilah yang (Ganowiak, 2012).
menyebabkan kerusakan pada organ ginjal.

Gambar 6. Perubahan anatomi patologi


Gambar 5. Perubahan anatomi patologi organ jantung yang terinfeksi
ginjal babi yang terinfeksi virus ASF menunjukan
virus ASF menunjukan perikarditis (Ganowiak, 2012)
hemoragi ptekhie (Dixon and
Williamson, 2017) e. Perubahan patologi anatomis pada
vesika urinaria
d. Perubahan patologi anatomis pada
jantung
Vesika urinaria pada tubuh hewan
berfungsi untuk menampung urin yang
Arifin (2016) menyebutkan bahwa
diekskresikan oleh ginjal. Perubahan
ketika virus atau mikroorganisme
patologi anatomis seperti perdarahan
memasuki pembuluh darah sampai ke
ptekhie pada mukosa vesika urinaria juga
jantung akan menyebabkan terjadinya
ditemukan pada ternak babi yang terinfeksi
inflamasi atau peradangan (Gambar 5).
ASF. Infeksi virus ASF menyebabkan
Neutrofil dan mediator-mediator inflamasi
kerusakan ginjal dan vesika urinaria. Virus
dibebaskan oleh tubuh ketika terjadi
mampu menembus dinding mukosa
inflamasi. Adanya mediator inflamasi
melalui pembuluh darah mengakibatkan
menyebabkan perubahan permeabilitas

Vol. VI No. 20
7
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

ruptur pembuluh darah dan perdarahan


ptekhie (Karalyan et al., 2012).

Gambar 8. Organ limphonodus yang


terinfeksi virus ASF
menunjukan hemoragi dan
Gambar 7. Perdarahan ptekhie pada vesika pembengkakan (Ganowiak,
urinaria ternak babi akibat 2012).
virus ASF (Sánchez-Vizcaíno
et al., 2012)

f. Perubahan patologi anatomis pada SIMPULAN


limphonodus Berdasarkan hasil kajian studi literatur
tentang gambaran gejala klinis dan
Virus ASF yang masuk melalui hidung
perubahan patologi anatomi dapat
atau mulut, kemudian menyebar ke organ
limfonodus. Limphonodus berperan disimpulkan bahwa: ternak babi yang
sebagai filter dan melakukan fagositosis terinfeksi virus ASF menunjukkan empat
terhadap organisme berbahaya seperti virus bentuk gejala klinis, yakni: perakut, akut,
ASF. Invasi virus ASF didalam tubuh subakut dan kronis. Infeksi virus ASF pada
penderita, akan memicu tubuh untuk ternak babi menyebabkan perubahan
menghasilkan antibodi berupa sel darah patologi anatomi pada multiorgan, yang
putih. Sel - sel darah putih akan membawa
meliputi: pembengkakan dan pethekie
virus ASF menuju ke limfonodus untuk di
fagositosis. Virus yang dibawa oleh sel pada limpa, ekimotik pada pulmo, ptehekie
darah putih dalam jumlah yang banyak pada ginjal, perikarditis, pethekie pada
mengakibatkan limfonodus bekerja keras vesika urinaria, dan pembengkakan pada
untuk menfagositosis virus tersebut limfonodus.
sehingga limfonodus mengalami kelelahan,
dan menyebabkan pembengkakan maupun DAFTAR PUSTAKA
hemoragi pada limfonodus (Guinat et al.,
2016). Gambaran hemoragi pada tonsil
Abrams, C. C., Goatley, L., Fishbourne, E.,
ditunjukkan pada Gambar 8.
Chapman, D., Cooke, L., Oura, C. A.,
Netherton, C. L., Takamatsu, H. H., &
Dixon, L. K. (2013). Deletion of

Vol. VI No. 20
8
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

virulence associated genes from on a medium-sized farm in Uganda:


attenuated African swine fever virus biosecurity breaches and within-farm
isolate OUR T88/3 decreases its virus contamination. Tropical Animal
ability to protect against challenge Health and Production, 49(2), 337–
with virulent virus. Virology, 443(1), 346. https://doi.org/10.1007/s11250-
99–105. 016-1197-0
https://doi.org/10.1016/j.virol.2013.04 Costard, S., Mur, L., Lubroth, J., Sanchez-
.028 Vizcaino, J. M., & Pfeiffer, D. U.
African, S., Fever, S., Di, A. S. F., & (2013). Epidemiology of African
Kupang, K. (2020). No Title. 8(2), swine fever virus. Virus Research,
136–146. 173(1), 191–197.
Arias, M., Jurado, C., Gallardo, C., https://doi.org/10.1016/j.virusres.2012
Fernández-Pinero, J., & Sánchez- .10.030
Vizcaíno, J. M. (2018). Gaps in Dixon, L., & Williamson, S. (2017).
African swine fever: Analysis and African Swine Fever Images to show
priorities. Transboundary and clinical signs and pathology.
Emerging Diseases, 65(February Ganowiak, J. (2012). in Uganda Sveriges
2017), 235–247. lantbruksuniversitet
https://doi.org/10.1111/tbed.12695 Patologanatomiska studier av
Arifin, R. (2016). BAB II TINJAUAN afrikansk svinpest i Uganda.
PUSTAKA Pengetahuan. 1969, 9–26. Guinat, C., Gubbins, S., Vergne, T.,
Balyshev, V. M., Vlasov, M. E., Gonzales, J. L., Dixon, L., & Pfeiffer,
Imatdinov, A. R., Titov, I. A., D. U. (2016). Experimental pig-to-pig
Morgunov, S. Y., & Malogolovkin, A. transmission dynamics for African
S. (2018). Biological Properties and swine fever virus, Georgia 2007/1
Molecular-Genetic Characteristics of strain. Epidemiology and Infection,
African Swine Fever Virus Isolated in 144(1), 25–34.
Various Regions of Russia in 2016– https://doi.org/10.1017/S0950268815
2017. Russian Agricultural Sciences, 000862
44(5), 469–473. Karalyan, Z., Zakaryan, H., Arzumanyan,
https://doi.org/10.3103/s10683674180 H., Sargsyan, K., Voskanyan, H.,
5004x Hakobyan, L., Abroyan, L.,
Chenais, E., Sternberg-Lewerin, S., Avetisyan, A., & Karalova, E. (2012).
Boqvist, S., Liu, L., LeBlanc, N., Pathology of porcine peripheral white
Aliro, T., Masembe, C., & Ståhl, K. blood cells during infection with
(2017). African swine fever outbreak African swine fever virus. BMC

Vol. VI No. 20
9
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

Veterinary Research, 8. Salguero, F. J. (2020). Comparative


https://doi.org/10.1186/1746-6148-8- Pathology and Pathogenesis of
18 African Swine Fever Infection in
Kipanyula, M. J., & Nong’ona, S. W. Swine. Frontiers in Veterinary
(2017). Variations in clinical Science, 7(May), 12–14.
presentation and anatomical https://doi.org/10.3389/fvets.2020.002
distribution of gross lesions of 82
African swine fever in domestic pigs Sánchez-Vizcaíno, J. M., Mur, L., Gomez-
in the southern highlands of Tanzania: Villamandos, J. C., & Carrasco, L.
a field experience. Tropical Animal (2015). An update on the
Health and Production, 49(2), 303– epidemiology and pathology of
310. https://doi.org/10.1007/s11250- African swine fever. Journal of
016-1193-4 Comparative Pathology, 152(1), 9–
Lohse, L., Nielsen, J., & Uttenthal, Å. 21.
(2012). Early pathogenesis of https://doi.org/10.1016/j.jcpa.2014.09.
classical swine fever virus (CSFV) 003
strains in Danish pigs. Veterinary Sánchez-Vizcaíno, J. M., Mur, L., &
Microbiology, 159(3–4), 327–336. Martínez-López, B. (2012). African
https://doi.org/10.1016/j.vetmic.2012. Swine Fever: An Epidemiological
04.026 Update. Transboundary and
Penrith, M. L., Bastos, A. D., Etter, E. M. Emerging Diseases, 59(SUPPL. 1),
C., & Beltrán-Alcrudo, D. (2019). 27–35. https://doi.org/10.1111/j.1865-
Epidemiology of African swine fever 1682.2011.01293.x
in Africa today: Sylvatic cycle versus Sánchez‐Vizcaíno, J. M., Laddomada, A.,
socio-economic imperatives. & Arias, M. L. (2019). African Swine
Transboundary and Emerging Fever Virus. Diseases of Swine, 443–
Diseases, 66(2), 672–686. 452.
https://doi.org/10.1111/tbed.13117 https://doi.org/10.1002/978111935092
Portugal, R., Leitão, A., & Martins, C. 7.ch25
(2009). Apoptosis in porcine Sastre, P., Gallardo, C., Monedero, A.,
macrophages infected in vitro with Ruiz, T., Arias, M., Sanz, A., &
African swine fever virus (ASFV) Rueda, P. (2016). Development of a
strains with different virulence. novel lateral flow assay for detection
Archives of Virology, 154(9), 1441– of African swine fever in blood. BMC
1450. https://doi.org/10.1007/s00705- Veterinary Research, 12(1), 1–8.
009-0466-x https://doi.org/10.1186/s12917-016-

Vol. VI No. 20
10
Tersedia daring pada: http://ejurnal.undana.ac.id/jvn

0831-4 2401-7
Sendow, I., Ratnawati, A., Dharmayanti, Zhao, D., Liu, R., Zhang, X., Li, F., Wang,
N. I., & Saepulloh, M. (2020). African J., Zhang, J., Liu, X., Wang, L.,
Swine Fever: Penyakit Emerging yang Zhang, J., Wu, X., Guan, Y., Chen,
Mengancam Peternakan Babi di W., Wang, X., He, X., & Bu, Z.
Dunia. Indonesian Bulletin of Animal (2019). Replication and virulence in
and Veterinary Sciences, 30(1), 15. pigs of the first African swine fever
https://doi.org/10.14334/wartazoa.v30 virus isolated in China. Emerging
i1.2479 Microbes and Infections, 8(1), 438–
Zakaryan, H., Cholakyans, V., Simonyan, 447.
L., Misakyan, A., Karalova, E., https://doi.org/10.1080/22221751.201
Chavushyan, A., & Karalyan, Z. 9.1590128
(2015). A study of lymphoid organs
and serum proinflammatory cytokines
in pigs infected with African swine
fever virus genotype II. Archives of
Virology, 160(6), 1407–1414.
https://doi.org/10.1007/s00705-015-

Vol. VI No. 20
11

You might also like