You are on page 1of 12

Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 14, No. 3 September 2010, hlm.

467–478
Terakreditasi SK. No. 167/DIKTI/Kep/2007

PERAN PERBANKAN DALAM PEMBIAYAAN UMKM


DI PROVINSI DIY

Y. Sri Susilo
Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jl. Babarsari No.43 Yogyakarta, 55281

Abstract
This article aimed to identify and analyze the role of banks in financing small and medium business in the
Province of Yogyakarta special regency (DIY). The location researched included Kulon Progo regency,
Sleman regency, Bantul regency, Gunungkidul regency, and Yogyakarta city. The samples were 220 business-
men categorized as small and medium business. Analysis tool used was descriptive approach. The result of
this research was the role of banks in the development of small and medium business in the province of DIY
was very important. This was because the role of non-bank credit and financial institutions in the financing
of small and medium business was still relatively low. The contribution of banks, particularly in supporting
finance was when small and medium business entered business development. When obtaining a bank loan,
small and medium business categorized as potential, feasible, and bankable, did not usually meet difficul-
ties. On the other hand, the potential small and medium business categorized feasible but not bankable and
categorized not feasible but bankable facilitated access to bank financing requiring a variety of support
programs from government and also Bank Indonesia. Further, for potential small and medium business but
not feasible and not bankable the financial support was not through banks but through the revolving fund
programs and social assistance funds.
Key words: banking, small-medium business, financing

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), merupa- Bruto (PDB) maka usaha besar (UB) jauh lebih besar
kan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam daripada UMKM.
pembangunan ekonomi (Bank Dunia, 2005). UMKM Masalah yang masih dihadapi oleh UMKM ada-
memegang peranan yang cukup signifikan dalam per- lah rendahnya produktivitas (Sri Susilo, 2005; Ano-
ekonomian. Kontribusi termaksud terutama pada nim, 2004). Hal tersebut berkaitan dengan: (i) ren-
penyerapan tenaga kerja Pada tahun 2005, UMKM di dahnya kualitas sumberdaya manusia usaha skala
Indonesia mampu menyerap 77.678,498 ribu orang mikro, dan (ii) rendahnya kompetensi kewirausahaan
atau sebesar 96,77% dari total tenaga kerja yang usaha skala mikro. Di samping itu, UMKM menghadapi
mampu diserap oleh usaha skala kecil, menengah, dan pula faktor-faktor yang masih menjadi kendala dalam
besar (Sri Susilo, 2007a). Dari sisi jumlah unit usaha peningkatan daya saing dan kinerja UMKM. Faktor-
dan tenaga kerja yang mampu diserap maka UMKM faktor termaksud adalah (Sri Susilo, 2007b): (i) ter-
jauh lebih besar dari usaha besar. Di sisi lain, dalam batasnya terhadap akses permodalan, (ii) terbatasnya
hal penciptaan nilai tambah bagi Produk Domestik terhadap akses ke pasar, dan (iii) terbatas akses
informasi mengenai sumberdaya dan teknologi.

Korespondensi dengan Penulis:


Y. Sr i Su sil o : Telp. + 62 274 487 711 Ext .2239
E-mail: yssusilo@gm ail.com

| 467 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 467–478

Selanjutnya masalah yang dihadapi oleh UMKM unit usaha didasarkan pada UU No. 20 Tahun 2008
di Indonesia pada dasarnya dapat dikategorikan men- tentang UMKM. Bagaimana peran perbankan dalam
jadi masalah internal dan masalah eksternal (Setyari, mendukung pembiayaan UMKM di Provinsi DIY? Ja-
2005; Hafsah, 2004). Masalah yang terkait dengan waban atas pertanyaan ini menjadi fokus artikel ini.
faktor internal adalah: (1) terbatasnya permodalan, Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20
(2) sumber daya manusia yang terbatas, dan (3) le- Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
mahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi (UMKM) terdiri atas: (1) Usaha Mikro adalah usaha
pasar. Selanjutnya masalah yang terkait dengan faktor produktif milik orang perorangan dan/atau badan
eksternal adalah: (1) iklim usaha belum sepenuhnya usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mi-
kondusif, (2) terbatasnya sarana dan prasarana kro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
usaha, (3) impikasi otonomi daerah, (4) sifat produk (2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang
dengan life time pendek, (5) terbatasnya akses pasar, berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorang-
dan (6) implikasi perdagangan bebas. an atau badan usaha yang bukan merupakan anak
Berkaitan dengan masalah terbatasnya permo- perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang di-
dalan, UMKM membutuhkan dukungan dari lembaga miliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
pembiayaan termasuk perbankan. Dari berbagai hasil maupun tidak langsung dari usaha menengah atau
studi ternyata akses sebagian besar UMKM terhadap usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil se-
perbankan masih terbatas. Permasalahan ini terkait bagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. (3)
dengan profil dari debitur-debitur usaha skala mikro Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang kurang atau bahkan tidak bankable atau tidak yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang per-
memenuhi persyaratan-persyaratan teknis per- seorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
bankan. Hal ini menyebabkan aspek kelayakan (fea- anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimi-
sibility) debitur dari usaha skala mikro terabaikan liki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
(Kantor Bank Indonesia Palembang, 2007). maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usa-
Di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogya- ha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
karta (DIY) pada tahun 2006 terdapat 403.348 unit penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
usaha dengan jumlah tenaga kerja yang terserap Undang-Undang ini (www.depkop.go.id).
mencapai 915.100 orang (Kantor Bank Indonesia Kriteria UMKM menurut Undang-Undang Nomor
Yogyakarta, 2010). Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 Tahun 2008 disajikan pada Tabel 1.
331.302 unit usaha (82,14%) tergolong usaha mikro, Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mende-
66.981 unit usaha (16,61%) termasuk usaha kecil, finisikan skala industri berdasarkan jumlah tenaga
4.294 unit usaha (1,06%) tergolong usaha menengah, kerja. Definisi BPS termaksud adalah sebagai berikut:
dan sebanyak 771 unit usaha (0,19%) termasuk da- (1) Industri Kerajinan Rumah Tangga (IRT) adalah
lam usaha besar. Berdasarkan data tersebut maka industri dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 1-4
99,81% termasuk ke dalam UMKM. Kategori besarnya orang. (2) Industri Kecil (IK) adalah industri dengan

Tabel 1. Kriteria UMKM


Keterangan Kriteria
Asset Omset
Usaha Mikro Maks. Rp 50 juta Maks. Rp 500 juta
Usaha Kecil > Rp 50 juta-Rp 500 juta >Rp 500 juta-Rp 2,5 milyar
Usaha Menengah > Rp 500 juta-Rp 10 milyar >Rp 2,5 milyar-Rp 50 milyar
Sumber: www.depkop.go.id

| 468 |
Peran Perbankan dalam Pembiayaan UMKM di Provinsi Diy
Y. Sri Susilo

jumlah tenaga kerja sebanyak 5-19 orang. (3) Industri di tempat khusus (pabrik) yang biasanya berlokasi
Sedang/Menengah (IM) adalah industri dengan jum- disamping rumah pengusaha atau pemilik usaha; (2)
lah tenaga kerja sebanyak 20-99 orang. (4) Industri sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di IK adalah
Besar (IB) adalah industri dengan jumlah tenaga kerja pekerja yang dibayar (wage labour); dan (3) produk
sebanyak > 100 orang (www.bps.go.id). yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang
Industri adalah unit usaha yang melakukan ke- cukup sophisticated.
giatan produksi, tidak termasuk perdagangan. Dengan Studi yang dilakukan oleh Zain, et al. (2007)
demikian industri kerajinan rumah tangga, industri mengenai skema pembiayaan perbankan daerah ter-
kecil, dan industri sedang merupakan bagian dari hadap UMKM di Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil studi
UMKM. Walaupun tidak selalu mudah untuk membe- tersebut antara lain: (1) penyaluran kredit dari per-
dakan antara IK dan IRT, namun jika diperhatikan bankan memberlakukan skim yang bersifat general
ada beberapa perbedaan utama antara IK dan IRT. terhadap UMKM, hal ini membut pengusaha UMKM
Perbedaan-perbedaan tersebut terutama dalam kesulitan dalam memperoleh kredit perbankan kare-
aspek: organisasi, manajemen, metode atau pola pro- na alasan persyaratan penjaminan. (2) Akses peroleh-
duksi, teknologi, pendapatan dan tenaga kerja, produk an permodalan oleh pengusaha UMKM pada umum-
serta lokasi usaha. Dibandingkan IK, IRT pada nya terkendala pada lemahnya sistem administrasi
umumnya adalah unit-unit usaha yang sifatnya lebih keuangan usaha dan kurangnya jaminan yang bank-
tradisional, dalam arti tidak menerapkan sistem orga- able, daya saing usaha rendah, dan lemahnya integrasi
nisasi dan manajemen yang baik seperti lazimnya da- pembinaan UMKM. (3) Proses pelayanan kredit oleh
lam suatu perusahaan modern, yaitu tidak adanya pihak perbankan oleh perbankan dilihat dari rata-
pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang rata waktu yang digunakan dalam pengurusan kredit
jelas. sampai pada pencairan kredit hanya memerlukan
Menurut Tambunan (2002), ciri-ciri utama waktu yang relatif singkat.
lainnya dari IRT antara lain adalah: (1). Sebagian be- Selanjutnya studi Sri Susilo & Sutarta (2004)
sar dari pekerja adalah anggota keluarga (suami/istri menemukan bahwa terbatasnya akses pembiayaan
dan anak) dari pengusaha atau pemilik usaha (family industri kecil terhadap perbankan terutama masalah
workers) yang tidak dibayar (khususnya anggota ke- persyaratan administrasi perkreditan dimana pada
luarga), (2) proses produksi dan teknologi produksi umumnya industri kecil tidak bankable. Bagi industri
dilakukan secara manual dan seringkali direkayasa kecil yang memperoleh fasilitas kredit dari perbankan
sendiri, dan kegiatan produksi sehari-hari dilakukan menyatakan bahwa kredit tersebut sangat berman-
di dalam rumah pemilik usaha (pengusaha), mereka faat bagi pengembangan usaha mereka. Kredit terse-
tidak punya tempat khusus (bengkel/workshop), (3) but terutama digunakan untuk investasi yang berkait-
sebagian besar IRT terdapat di daerah pedesaan, dan an dengan peralatan dan modal usaha, termasuk tem-
kegiatan produksinya pada umumnya musiman kare- pat usaha. Bagi industri kecil yang telah berhasil maka
na mengikuti kegiatan produksi di sektor pertanian pihak perbankan datang untuk menawarkan berba-
yang sifatnya juga musiman, dan (4) jenis produk yang gai fasilitas kredit. Sebagian besar responden meng-
dihasilkan pada umumnya adalah dari kategori ba- usulkan prosedur untuk memperoleh kredit perbank-
rang-barang konsumsi sederhana seperti misalnya alat- an agar lebih dipermudah. Studi ini dilakukan terhadap
alat dapur dari kayu dan bambu, pakaian jadi dan alas industri kecil di wilayah Surakarta dan Yogyakarta.
kaki.
METODE
Berbeda dengan IRT, industri kecil (IK) pada
umumnya lebih modern. Karakteristik utama dari IK Lokasi penelitian yang dipilih merupakan
antara lain adalah (Tambunan, 2002): (1) proses pro- pusat/sentra UMKM di Propinsi Daerah DIY. Cakupan
duksi lebih mekanis, dan kegiatan produksi dilakukan lokasi penelitian meliputi sentra UMKM di Kabupaten

| 469 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 467–478

Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, analisis yang digunakan dalam riset ini relatif seder-
Kabupaten Gunungkidul, dan Kota Yogyakarta. hana, namun dapat memberikan informasi yang me-
Data yang digunakan dalam riset mencakup madai sesuai dengan tujuan penelitian.
data primer dan data sekunder. Definisi data primer Adapun tahapan/langkah penelitian sebagai
adalah data yang dikumpulkan dari sumber-sumber berikut: (1) Melakukan pengumpulan data sekunder
asli (Kuncoro, 2009). Data primer diperoleh wawan- dari instansi/lembaga terkait serta menyusun
cara berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan dan kuesioner dan melakukan uji coba kuesioner. (2) Me-
juga wawancara mendalam dengan pengusaha/ lakukan survei terhadap 220 pengusaha/pengrajin
pengrajin UMKM, asosiasi produsen/pengusaha yang UMKM yang terpilih menjadi responden untuk men-
terkait, dan dinas/instansi terkait. Data primer yang cari data dan informasi yang sesuai dengan tujuan
dikumpulkan antara lain bidang usaha, faktor peng- studi. Penentuan besar sampel (sample size) untuk
hambat, harapan bantuan, modal dan pendanaan, dan masing-masing wilayah dilakukan dengan metode
rencana pengembangan. purposive sampling, sedangkan pemilihan sampel
Secara singkat dapat dikatakan bahwa data pengusaha/pengrajin UMKM dilakukan convinience
sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh sampling (Sekaran & Bougie, 2010). (3) Melakukan
pihak lain (Kuncoro, 2009). Dalam riset ini data sekun- wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap
der diperoleh dari instansi atau dinas terkait serta 10 yang mewakili sampel atau responden. Metode
perbankan di lingkungan Provinsi DIY. Data sekunder yang dipilih untuk menentukan sampel adalah conve-
digunakan untuk mendukung hasil analisis. nience sampling (Sekaran and Bougie, 2010). Tujuan
dilakukan wawancara mendalam agar diperoleh
Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan
informasi yang lebih mendalam dari jawaban-jawab-
pendekatan deskriptif. Dalam riset yang menggunakan
an yang telah diberikan berdasarkan pertanyaan da-
analisis deskriptif pada dasarnya mengidentifikasi ka-
lam kuesioner. (4) Melakukan wawancara mendalam
rakteristik dari fenomena yang diamati atau mela-
pihak-pihak terkait yaitu instansi/dinas terkait dan
kukan eksplorasi kemungkinan hubungan dua atau
perbankan. Penentuan sampel dilakukan dengan con-
lebih fenomena (Leedy & Ormrod, 2005). Pengertian
venience sampling. (5) Dari data primer dan sekunder
yang lain, dalam analisis deskriptif memberikan gam-
yang terkumpul, baru kemudian diolah dan diuji se-
baran pola-pola yang konsisten dalam data, sehingga
cara statistik sesuai dengan tujuan penelitian.
hasilnya dapat dipelajari dan ditafsirkan secara sing-
kat dan penuh makna (Kuncoro, 2009). Selanjutnya HASIL
dalam analisis deskriptif dilakukan interprestasi atas
data dan hubungan yang ada dalam penelitian ter- Profil Responden
sebut. Gambar 1 memaparkan komposisi sampel
Dalam analisis deskriptif dapat dilakukan kom- responden UMKM di 4 (empat) kabupaten dan kota
parasi antara hasil penelitian dengan hasil-hasil pe- Yogyakarta. Jumlah sampel dari Kabupaten Bantul
nelitian terkait dan dilakukan korelasi antara hasil- merupakan jumlah terbesar, diikuti Kabupaten Gu-
hasil penelitian tersebut dengan teori atau konsep nungkidul, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan
yang relevan (Kuncoro, 2009). Kemudian analisis se- Kabupaten Kulonprogo. Distribusi ini sesuai dengan
cara deskriptif dapat juga dilakukan dengan teknik jumlah UMKM yang menjadi responden di masing-
statistik yang relatif sederhana, seperti misalnya masing daerah tersebut. Total sampel yang menjadi
menggunakan tabel, grafik, dan ukuran tendensi responden sebanyak 220 pengusaha/pengrajin
sentral yaitu nilai rata-rata, nilai tengah, dan modus UMKM. Distribusi sampel adalah Kabupaten Kulon
(Kontour, 2003). Dengan demikian sekalipun metode Progo (31 responden), Kabupaten Sleman (31 res-

| 470 |
Peran Perbankan dalam Pembiayaan UMKM di Provinsi Diy
Y. Sri Susilo

ponden), Kota Yogyakarta (34 responden), Kabupaten


Bantul (70 responden), dan Kabupaten Gunung Kidul
(54 responden). 11%

23% 43% Indus tri Makanan


Indus tri Non Makanan
31 K ulon P rogo
54 K erajinan
31 S leman Aneka Us aha
K ota
34 B antul
70
G unung K idul 23%

Gambar 2. Komposisi Menurut Bidang Usaha


kulit). Distribusi jumlah sampel menurut kelompok
usaha industri pertanian/makanan, industri pertani-
Gambar 1. Jumlah Responden
an non-pertanian, industri kerajinan, dan aneka usaha
Deksripsi UMKM menurut lapangan usahanya, disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan grafik ter-
sesuai dengan klasifikasi yang dikeluarkan oleh Dinas sebut jumlah sampel paling banyak berlokasi di Ka-
Perindustrian dan Koperasi Provinsi Daerah Istimewa bupaten Bantul, kemudian masing-masing diikuti Ka-
Yogyakarta pada tahun 2009 dapat dibagi dalam ke- bupaten Gunungkidul, Kota Yogyakarta, Kabupaten
lompok Industri Pertanian, Industri Non Pertanian, Sleman dan Kabupaten Kulon Progo. Sampel di Kabu-
Kerajinan dan Aneka Usaha (Gambar 2). Dari ber- paten Bantul mencakup industri non-pertanian (27
bagai kelompok tersebut, maka UMKM di Yogyakarta responden), industri pertanian (27 responden), indus-
terbanyak beroperasi pada bidang usaha industri pa- tri kerajinan (7 responden), dan industri aneka usaha
da komoditas yang berkaitan dengan produk pertani- (9 responden).
an. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh berbagai
hal, yaitu ketersediaan bahan baku, ketersediaan SDM
yang sesuai serta skala usaha yang cocok bagi pasar
lokal dan regional. Predikat Yogyakarta sebagai kota
pendidikan dan tujuan pariwisata memiliki peran be-
sar bagi berkembangnya UMKM yang bergerak pada
bidang kerajinan.
Selanjutnya komposisi menurut bidang usaha, Gambar 3. Bidang Usaha UMKM Masing-Masing Daerah
industri pertanian/makanan mencakup industri
tempe, tahu, bakpia, geplak, kerupuk, nata de coco, Jika diamati berbagai faktor yang menjadi
serta aneka roti dan kue. Untuk industri non-pertani- penghambat usaha UMKM seperti dipaparkan pada
an/non-makanan mencakup industri genteng, Gambar 4, maka jawaban sebagian besar para res-
gamelan, mebel kayu, mebel bambu, dan industri kon- ponden menyatakan pada faktor yang terkait dengan
feksi. Kemudian yang tergolong kerajinan diantara- bahan baku (23%), kondisi makro ekonomi (16%),
nya kerajinan kulit, batik, perak, gerabah dan kera- kekurangan modal dan pendanaan (14%), peralatan
mik. Cakupan aneka usaha meliputi industri cindera usaha (12%), sedangkan faktor berikutnya adalah
mata (ornamen batu, topeng kayu, serabut kelapa, persaingan usaha seperti persaingan usaha yang
bambu, hiasan dinding, lukisan batik, dan lukisan ketat (12%), kompetitor (12%), dan pemasaran (11%).

| 471 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 467–478

belum menggunakan jasa perbankan. Hal ini mem-


perkuat kondisi objektif bahwa UMKM masih kesu-
litan untuk mengakses sumber pembiayaan dari per-
bankan (Situmorang dan Situmorang, 2007, Sri Susilo
dan Sutarta, 2004). Penggunaan jasa perbankan da-
lam hal ini mencakup penggunaan jasa perbankan
untuk transaksi yang berkaitan dengan operasi usaha
dan kredit usaha untuk pengembangan usaha.

Gambar 4. Berbagai Faktor Penghambat Usaha 35%


Menggunakan J as a
Harapan kepada pelaku usaha kepada pemerin- B ank
Tidak Menggunak an
tah yang utama adalah bantuan penyediaan modal dan J as a B ank
pendanaan untuk pengembangan usaha (Gambar 5). 65%

Hasil survei menunjukkan bahwa 50% responden


berharap memperoleh bantuan modal dan pendanaan.
Faktor selanjutnya yang diharapkan dapat dilakukan Gambar 6. UMKM Pengguna Jasa Perbankan
pemerintah adalah kebijakan penurunan pajak dan
bantuan dalam berbagai kebijakan untuk membantu Adapun besarnya pinjaman yang dilakukan
melakukan pemasaran, khususnya untuk meningkat- oleh responden dapat diklasifikasikan seperti pada
kan ekspor. Gambar 7. Sebagian besar dari responden yang mela-
kukan pinjaman ke bank dalam jumlah pinjaman ku-
rang dari 20 juta rupiah, kemudian antara 20 – 50
juta rupiah (Gambar 7). Kondisi ini tentu mencermin-
kan skala usaha yang masih relatif kecil. Hasil survei
sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Sri Susilo &
Sutarta (2004) dan Tambunan (2008).

140
120
J u m l ah U MK M

100
80
60
40
Gambar 5. Harapan Bantuan dari Pemerintah 20
0
Tidak <20 J uta 20-50 J uta 51-100 >100 J uta
Modal dan Pendanaan P ernah J uta

Berkaitan dengan modal dan pendanaan untuk Nilai P injama n


pengembangan UMKM, maka peran perbankan
sangatlah penting. Sebagian besar responden UMKM Gambar 7. Besarnya Pinjaman UMKM
telah menggunakan jasa perbankan untuk mencukupi Jika diamati jenis perbankan yang menjadi tu-
kebutuhan modalnya, yaitu mencapai 65% dari total juan responden UMKM untuk mengajukan pinjaman,
jumlah responden (Gambar 6). Sisanya sebanyak 35% maka sebagian besar responden mengajukan pin-

| 472 |
Peran Perbankan dalam Pembiayaan UMKM di Provinsi Diy
Y. Sri Susilo

jaman ke bank pemerintah, khususnya Bank BRI


(Gambar 8). Berdasarkan wawancara mendalam de-
ngan responden Bank BRI memang relatif memberi-
kan perhatian yang lebih besar terhadap UMKM di-
bandingkan bank-bank umum lainnya. Di sisi lain da-
lam layanan terhadap nasabah Bank BRI relatif lama
atau kalah cepat dibandingkan dengan bank-bank
umum yang lain. Bank swasta seperti Bank BCA juga
menjadi pilihan kedua bagi responden. Ini menun-
jukkan bahwa bank yang memiliki jaringan luas dan
menjangkau banyak lapisan masyarakat menjadi pi-
Gambar 9. Jumlah UMKM Pernah Menerima Bantuan dari
lihan responden UMKM untuk melakukan pinjaman.
Pihak Lain
Bank BNI dan Bank Mandiri yang merupakan bank
pemerintah hanya memiliki porsi yang relatif kecil pu mengambil kredit > 40 juta rupiah (Gambar 10).
sebagai pilihan tempat meminjam bagi responden. Kemampuan mengambil kredit tergantung dari ke-
mampuan internal dan kelayakan usaha dari UMKM,
sedangkan dari aspek eksternal kebijakan dan dukung-
an perbankan menjadi hal yang signifikan.

83 119 51 39 27

0 50 100 150 200 250

J um la h Responde n

BR I B NI Mandiri BC A L ain-lain Tidak A da R encana P injam

Gambar 8. Bank Tempat Meminjam UMKM

Berdasarkan hasil survei ditemukan bahwa


hanya 21% dari total respon yang menyatakan per- Gambar 10. Kemampuan Mengambil Kredit
nah mendapat bantuan, baik berupa bantuan finan-
sial maupun bantuan teknis atau peralatan (Gambar 9).
Rencana Pengembangan Ke Depan
Bantuan yang mereka peroleh berasal dari pihak pe-
merintah dan pihak lainnya. Melihat kondisi objektif Pelaku UMKM memiliki visi untuk mengem-
bahwa sebagian besar responden (79%) belum per- bangkan usahanya dalam masa yang akan datang.
nah memperoleh bantuan maka dalam hal pemberian Berdasarkan data pertanyaan yang diajukan kepada
bantuan kepada UMKM maka perlu ditingkatkan baik pengusaha, sekitar 90% menjawab akan melakukan
secara kuantitas, kualitas, maupun pemerataannya. usaha pengembangan. Pengembangan ini berkaitan
Dalam hal kemampuan mengambil kredit dari dengan kebutuhan dana untuk investasi. Para pelaku
perbankan sebagian besar responden mengambil UMKM berharap kepada bank pemerintah untuk
kredit sebesar 10 – 40 juta rupiah (65%). Kemudian mendukung pendanaan dalam pengembangan usa-
sisanya sebanyak 7% hanya mampu mengambil kre- hanya (Gambar 11). Dua faktor penting peran per-
dit sebesar < 10 juta rupiah dan sebanyak 28% mam- bakan dalam pengembangan UMKM adalah pemberi-

| 473 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 467–478

an kredit dengan bunga rendah dan proses yang se- Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) Eks Surat Utang Peme-
derhana. rintah No. SU-05.Mk/1999 dengan program subsidi
bunga dan penjaminan kredit. Untuk UMKM yang po-
tensial, feasible dan bankable, pembiayaannya melalui
perbankan pada umumnya. Kelompok ini tidak diper-
lukan program khusus, dikarenakan secara teknis ke-
lompok ini mampu memenuhi persayaratan untuk
memperoleh kredit dari perbankan. Bahkan untuk
kelompok UMKM ini, pihak perbankan melakukan
“jemput bola”, yaitu perbankan mendatangi dan mem-
berikan pelayanan terhadap kebutuhan kredit yang
diajukan oleh UMKM.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam de-
ngan berbagai pihak (Kantor Bank Indonesia Yog-
Gambar 11. Harapan Sumber Dana Pengembangan
yakarta, Disperindagkop dan UKM Provinsi DIY, Per-
bankan, KADIN, dan responden), maka pembiayaan
PEMBAHASAN UMKM melalui perbankan seharusnya difokuskan un-
tuk UMKM potensial yang termasuk kategori yang ke-
Menurut Bank Indonesia berdasarkan pola pem-
dua (feasible dan tidak bankable), dan ketiga (tidak fea-
biayaan dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) ke-
sible dan bankable). Dalam memberikan atau
lompok, yaitu (Kantor Bank Indonesia Yogyakarta,
menyalurkan kredit terhadap UMKM, perbankan de-
2010): (1) UMKM yang potensial namun tidak fea-
ngan ketat mempersyaratkan ketentuan “The Five of
sible dan tidak bankable. (2) UMKM yang potensial dan
Credit” (5C), yaitu character, capital, collateral, capac-
feasible namun tidak bankable. (3) UMKM yang poten-
ity of repayment, dan condition of economic (Subandi,
sial dan bankable namun tidak feasible. (4) UMKM yang
2007). Sebagian dari besar responden (70%), belum
potensial, feasible dan bankable.
memenuhi persyaratan kriteria 5C dari perbankan.
Untuk kelompok UMKM yang potensial namun Kelemahan sebagian besar responden antara lain dari:
tidak feasible dan tidak bankable pola pembiayaannya (1) Aspek karakter (character) UMKM ditandai de-
tentu tidak melalui perbankan. Pola pembiayaan yang ngan: (a) belum baiknya sistem administrasi dalam
tepat untuk kelompok ini adalah melalui dana bergulir usaha, khususnya administrasi keuangan, (b) ren-
dan dana bantuan sosial serta didukung dengan pro- dahnya kualitas sumber daya manusia, (c) ketidak
gram pembimbingan teknis. Selanjutnya untuk UMKM pastian ketersediaan bahan baku, dan (d) peralatan
yang potensial dan feasible namun tidak bankable, produksi yang sederhana sehingga produktifitasnya
pembiayaannya dapat melalui Kredit Usaha Rakyat rendah. (2) Aspek pemilikan modal (capital) UMKM
(KUR) dan sertifikasi hak atas tanah dengan program ditandai dengan: (a) kecilnya rata-rata pemilikan aset,
penjaminan kredit dan peningkatan akses ke lembaga (b) terbatasnya rata-rata pemilikan modal, dan (c)
pembiayaan. perkembangan dari kedua aspek tersebut sangat ren-
Kemudian untuk UMKM yang potensial dan dah, karena rendahnya tabungan akibat kecilnya laba
bankable namun tidak feasible, pembiayaannya dapat bersih yang diperoleh. (3) Aspek kepemilikan agunan
dilakukan melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Ener- (collateral) dimana kemampuan UMKM untuk mem-
gi (KKPE), Kredit Program Eks Kredit Lunak Bank berikan agunan rendah, hal ini dikarenakan terbata-
Indonesia (KLBI), Kredit Pengembangan Energi Na- snya aset berharga dan kurangnya legalitas aset yang
bati - Revitalisasi Pertanian (KPEN – RP), dan Kredit dimiliki UMKM. (4) Aspek kemampuan membayar

| 474 |
Peran Perbankan dalam Pembiayaan UMKM di Provinsi Diy
Y. Sri Susilo

(capacity of repayment), UMKM pada umumnya usaha Alokasi kredit perbankan untuk pembiayaan
keluarga dan cenderung belum memisahkan antara usaha di Provinsi DIY untuk seluruh usaha per Desem-
adminstrasi keuangan perusahaan dengan keuangan ber 2009 sebesar Rp 10.101.838 juta. Dari jumlah
keluarga. Kondisi ini mempersulit perbankan untuk tersebut, teralokasi untuk kredit UMKM sebesar Rp
mengetahui kemampuan membayar UMKM. (5) 9.070.678 juta atau sebesar 89,26%. Kondisi ini tidak
Kondisi perekonomian (condition of economic) juga terlepas dari jumlah unit usaha di Provinsi DIY
berpengaruh terhadap kehati-hatian perbankan da- mayoritas termasuk UMKM (99,815). Dengan demiki-
lam menyalurkan kredit, khususnya kredit bagi usaha an alokasi kredit perbankan untuk pembiayaan usaha
yang mempunyai risiko tinggi. di Provinsi DIY sudah proporsional sesuai dengan
Dengan melihat kondisi objektif tersebut maka jumlah UMKM yang ada. Kondisi ini juga tidak terlepas
pendapat penyaluran kredit perbankan untuk UMKM dari kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia untuk
difokuskan pada kelompok yang kedua dan kelompok mendorong perbankan dalam mengembangkan
ketiga patut dipertimbangkan. Tentu tidak melupa- UMKM. Dukungan Bank Indonesia melalui kebijakan
kan penyaluran kredit bagi UMKM yang termasuk ke- yang bersifat demand side maupun supply side bertu-
lompok keempat. Untuk kelompok tersebut yang perlu juan untuk lebih meningkatkan upaya-upaya akses
diperhatikan adalah peningkatan kualitas pelayanan UMKM kepada perbankan melalui mekanisme hu-
bagi UMKM. bungan bisnis yang saling menguntungkan sehingga
dapat berkesinambungan (Setyobudi, 2007). Di sam-
Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah upaya
ping itu kinerja kredit UMKM di Provinsi DIY per
untuk meningkatkan akses terhadap sumber pem-
Desember 2009 juga tergolong sangat baik, hal ter-
biayaan dari perbankan. Upaya ini tentu tidak dapat
cermin dari non-performance loans (NPL) hanya se-
dilakukan oleh UMKM sendiri, namun diperlukan
besar 2,62% dari total kredit. Sebagai komparasi NPL
stakeholders yaitu pemerintah, asosiasi pengusaha,
untuk seluruh total kredit perbankan di Provinsi DIY
LSM, dan perguruan tinggi. Khusus pemerintah, peran-
mencapai 2,86%.
nya sebagai fasilitasor ke depan harus dikurangi dan
digantikan dengan peran sebagai regulator. Peran Berkaitan dengan kredit perbankan untuk
sebagai regulator lebih diarahkan pada pemberdaya- UMKM di Provinsi DIY ada hal yang masih mengganjal
an (emproving) melalui strategi perkuatan (empower- yaitu permasalahan kredit UMKM korban gempa ta-
ing). Dengan strategi diharapkan lebih efektif diban- hun 2006. Seperti diketahui sebagian besar UMKM
dingkan dengan peran pemerintah sebagai fasilitator korban gempa kegiatan usahanya terganggu dan ada
melalui strategi pelayanan (servicing). Hal ini terbukti yang menutup usahanya. Untuk kredit sampai dengan
adanya keterikatan masyarakat dan koperasi terha- Rp 50 juta, Pemerintah Provinsi DIY telah membayar
dap bantuan pemerintah. melalui APBD, sedangkan untuk kredit sebesar Rp
50 juta ke atas sampai saat ini belum ada penyelesai-
Di samping mengoptimalkan peran perbankan,
annya.
maka perlu upaya untuk lebih mendorong peran lem-
baga keuangan bukan bank (LKBB) untuk memberda- Bank Indonesia mencoba membantu penyela-
yakan UMKM. Sebagai alternatif maka peran modal matan kredit UMKM dengan menerbitkan PBI nomor
ventura (capital venture) dan lembaga penjamin kredit 8/10/PBI/2006 tanggal 7 Juni 2006 (Kuncoro,
(LPK) perlu didorong untuk memberikan pembiayaan 2008). Peraturan BI tersebut menggariskan bahwa
lepada UMKM di Provinsi DIY. Dalam hal ini LKBB bentuk-bentuk penyelamatan UMKM melalui tiga cara,
untuk mendukung percepatan pemberdayaan UMKM yaitu: penjadwalan kembali (rescheduling), persyarat-
di berbagai pelosok pedesaan dimana akses perbank- an kembali (reconditioning), dan penataan kembali
an masih terbatas (Idris, 2006). (restructuring). Sebagian besar kredit UMKM korban
gempa memang direstrukturisasi perbankan. Hasil

| 475 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 467–478

restrukturisasi tidak sepenuhnya berhasil karena melindungi UMKM agar bank umum maupun bank per-
masih dijumpainya sejumlah UMKM yang kualitas kreditan rakyat (BPR) tidak melakukan eksekusi ja-
kreditnya tidak membaik. minan atau agunan. Ia mengatakan, dengan adanya
Meskipun sudah ada PBI No.8/10/PBI/2006, PBI, kualitas kredit bagi bank umum dan BPR yang
UMKM yang tidak menikmati program tersebut cu- direstrukturisasi ditetapkan lancar terhitung sejak re-
kup besar, yaitu 40%. Jenis restrukturisasi yang pal- strukturisasi sampai akhir Desember 2010. Khusus
ing banyak diterima oleh UMKM adalah penjadwalan untuk kredit yang direstrukturisasi, bank wajib mem-
kembali (81%). Dalam praktik, restrukturisasi ter- bentuk penyisihan penghapusan aktiva (PPA) secara
nyata tidak berjalan lancar, setidaknya 26% UMKM bertahap, yakni paling kurang sebesar 15% dari jum-
menyatakan program restrukturisasi kurang efektif. lah kredit yang belum tertagih pada akhir Desember
Ketidakefektifan program tersebut disebabkan kare- 2009. Selain itu, paling kurang sebesar 50% dari jum-
lah kredit yang belum tertagih, pada akhir Juni 2010,
na bentuknya yang tidak sesuai dengan kebutuhan
dan paling kurang sebesar 100% dari jumlah kredit
(51%). Mengingat kondisi tersebut, bantuan yang
yang belum tertagih, pada akhir Desember 2010.
mendesak diperlukan saat ini adalah bantuan modal
untuk penyelesaian kredit bermasalah maupun KESIMPULAN DAN SARAN
pemulihan usaha. Bantuan modal mendesak
diberikan karena hanya sebagian kecil UMKM yang
Kesimpulan
mampu mengembalikan kreditnya tanpa adanya Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifika-
keringanan (39%), sisanya menyatakan tidak mampu si dan menganalisis peran perbankan dalam pem-
mengembalikan apabila tidak ada keringanan. biayaan UMKM pada industry kecil di wilayah Sura-
Keringanan yang dimaksud adalah write off, hair cut, karta dan Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan
dan moratorium kredit (Kuncoro, 2008). akses UMKM terhadap sumber pembiayaan per-
Berkaitan dengan usulan penghapusan atau bankan perlu ditingkatkan, termasuk juga sumber-
pemutihan kredit UMKM kredit gempa, pemerintah sumber pembiayaan lain non-perbankan seperti
kesulitan untuk menerapkannya karena terkait modal ventura dan lembaga penjamin kredit. Salah
dengan regulasi yang ada. Hal tersebut dapat butir Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2007
dijalankan dengan melakukan revisi undang-undang juga mengamanatkan hal tersebut. Koordinasi ke-
yang berlaku pada saat ini. Selanjutnya Bank Indone- menterian dan institusi lain dalam upaya meningkat-
kan akses tersebut perlu ditingkatkan agar hasilnya
sia (BI) memperpanjang jangka waktu
lebih optimal. Dengan diberlakukannya Undang-un-
restrukturisasi kredit bagi UMKM korban gempa
dang tentang Bank Indonesia No. 23/1999 sebagai-
bumi di Provinsi DIY hingga akhir Desember 2010.
mana diubah dalam UU No. 3/2004, peranan Bank
Perpanjangan itu dituangkan dalam Peraturan BI
Indonesia dalam membantu pemberdayaan sektor riil
(PBI) Nomor11/27/2009 tentang perlakuan khusus
dan UMKM menjadi bersifat tidak langsung. Peran BI
terhadap kredit bank pascabencana alam di Provinsi
tetap penting, terutama dalam hal kebijakan per-
DIY dan daerah sekitarnya di Provinsi Jawa Tengah.
kreditan, seperti misalnya dalam membantu me-
PBI itu dikeluarkan dengan pertimbangan kinerja
nangani permasalahan kredit UMKM korban gempa
perbankan dan kondisi perekonomian di DIY masih
di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah.
belum sepenuhnya pulih sejak terjadinya gempa
bumi 27 Mei 2006. Saran
Total kredit UMKM korban gempa yang Dari sisi pelaku UMKM di Provinsi DIY, agar
dilaporkan perbankan di DIY kepada BI Yogyakarta akses terhadap kredit perbankan dapat meningkat
hingga Maret 2009 berjumlah Rp179,8 miliar. Kredit maka harus belajar untuk meningkatkan kemampuan
tersebut direlaksasi dengan PBI, yang berfungsi untuk manajerialnya, terutama dalam aspek administrasi

| 476 |
Peran Perbankan dalam Pembiayaan UMKM di Provinsi Diy
Y. Sri Susilo

usaha pada umumnya dan adminstrasi keungan pada UMKM. Diakses dari http://www.bi.go.id pada tanggal
khususnya. Di sisi lain pihak perbankan harus men- 6 September 2010.
cari terobosan dan inovasi agar pelaku UMKM dapat Kuncoro, M. 2008. Write Off Kredit UMKM. Kedaulatan
mempermudah akses sumber pembiayaan melalui Rakyat. 10 Desember 2008. Diakses dari http://
www.mudrajad.com pada tanggal 30 Oktober 2010.
kredit perbankan, seperti misalnya dalam persyarat-
an kredit dan suku bunga. Leedy, P.D. & Ormrod, J.E. 2005. Practical Research: Planning
and Design, 8th Edition, Pearson Education Pte.,
Berkaitan dengan riset selanjutnya perlu difo- Singapore.
kuskan responden dari kelompok bidang usaha ter-
Sekaran, U. & Bougie, R. 2010. Research Method for Business:
tentu, misalnya dari kelompok industri kerajinan. Hal A Skill Building Approach, 5th Edition, John Wiley and
ini dilakukan agar diperoleh hasil yang lebih rinci dari Sons Inc., USA.
permasalahan perkreditan dari setiap kelompok bi- Setyari, N.P.W. 2005. Dinamika Pengembangan UMKM di
dang usaha. Dari aspek metode riset disarankan untuk Indonesia. Working Paper. Fakultas Ekonomi
menggunakan metode focus group discussion (FGD) Universitas Udayana.
agar diperoleh data dan informasi yang lebih lengkap Setyobudi, A. 2007. Peran Serta Bank Indonesia Dalam
baik dari pihak UMKM, perbankan, dan stakeholders Mengembangkan UMKM. Buletin Hukum Perbankan
yaitu pemerintah, LSM, dan perguruan tinggi. dan Kebansentralan, Vol.5, No.2, hlm.29-35.
Situmorang, J.W. & Situmorang, J. 2007. Suku Bunga Perbankan
DAFTAR PUSTAKA Masih Penghambat Pembiayaan UMKM di Indonesia.
Anonim. 2004. Pengkajian Usaha Mikro di Indonesia. Artikel. Diakses dari http://www.smedec.com pada
Himpunan Abstrak Hasil Penelitian Koperasi dan tanggal 23 Agustus 2010.
UKM. Diakses dari http://www.smedec.com pada Sri Susilo, Y. 2007a. Pertumbuhan Usaha Industri Kecil dan
tanggal 23 Januari 2008. Menengah (IKM) dan Faktor-faktor yang
Bank Dunia. 2005. Mendukung Usaha Kecil dan Menengah. Mempengaruhinya. Eksekutif, Vol.4, No.2, hlm.306-
Policy Brief. Diakses dari http://www.worldbank.or.id 313.
pada tanggal 20 Juli 2005. Sri Susilo, Y. 2007b. Masalah dan Dinamika Usaha Kecil: Studi
Departemen Perdagangan. 2010. Menuju ASEAN Economic Empiris Pedagang “Klithikan” di Alun-alun Selatan.
Community 2015, Departemen Perdagangan RI, Jurnal Ekonomi, Tahun XII/01/2007, hlm.64–77.
Jakarta. Diakses dari http://www.depdag.go.id pada Sri Susilo, Y. 2005. Strategi Survival Usaha Mikro Kecil (Studi
tanggal 8 September 2010. Empiris Pedagang Warung Angkringan di Yogyakarta).
Hafsah, M.J. 2004. Upaya Pengembangan UKM. Infokop. Telaah Bisnis, Vol.6, No.2, hlm.161–178.
Nomor 25 Tahun 2004, 40 – 44. Diakses dari http:// Sri Susilo, Y. & Sutarta, A.E. 2004. Masalah dan Dinamika
www.depkop.go.id pada tanggal 8 September 2010. Industri Kecil Pasca Krisis Ekonomi. Jurnal Ekonomi
Idris, I. 2006. Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Pembangunan, Vol. 9 No. 1, hlm.65–78.
Untuk Pemberdayaan UKM. Jurnal Pengkajian Subandi, S. 2007. Potensi Pengembangan Permodalan UMKM
Koperasi dan UKM, No.2 Tahun I, hlm.99-105. Dari Pinjaman Perbankan. Artikel. Diakses dari http:/
Kantor Bank Indonesia Yogyakarta. 2010. Kebijakan /www.smedec.com pada tanggal 23 Agustus 2010.
Pengembangan dan Perkembangan Perkreditan Tambunan, T.T.H. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di
UMKM DIY. Makalah. Diskusi Kebijakan dan Strategi Indonesia: Beberapa Isu Penting. Cetakan I. Penerbit
Pengembangan UMKM di Provinsi DIY. Fakultas Salemba Empat. Jakarta.
Ekonomi UAJY dan ISEI Cabang Yogyakarta.
Yogyakarta 29 Juni 2010. Zain, H.M.Y., Fattah, S., Djauhariah, L., Siswadharma, B.,
Mustari, B., & Tadjibu, M.J. 2007. Skema Pembiayaan
Kantor Bank Indonesia Palembang. 2007. Laporan Perbankan Daerah Menurut Karaketristik UMKM Pada
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Sektor Ekonomi Unggulan di Sulawesi Selatan. Diakses
Propinsi Kep. Bangka Belitung Triwulan II 2007. dari http://www.smedec.com pada tanggal 23 Agustus
Suplemen 2: Mengkonsolidasikan Dukungan terhadap 2010.

| 477 |

You might also like