You are on page 1of 16

PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN

DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

Protection of Women Work Rights


in Feminism Perspective

Sali Susiana
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta

Naskah diterima: 31 Oktober 2017


Naskah dikoreksi: 25 November 2017
Naskah diterbitkan: Desember 2017

Abstract: The rights of women workers have been guaranteed in the constitution, several laws, and some of
its implementing regulations. In the constitution, the equal rights of women to work and receive appropriate
treatment are provided in Article 27 and Article 33. Some of the laws and regulations governing the rights of
women workers, among others, are Law Number 13 of 2003 on Manpower, Law Number 8 of 1981 on Wage
Protection, Regulation of the Minister of Manpower No. 8 Per-04 / Men / 1989 on the Terms of Night Work and
Procedures of Hiring Women Workers at Night, and Decree of the Minister of Manpower and Transmigration
No. Kep. 224 / Men / 2003 on Obligations of Employers Employing Female Workers between 23:00 to 07.00.
The rights of female workers to include: protection of working hours, protection during menstruation, protection
during pregnancy and childbirth, including when female workers experience miscarriage (maternity leave and
delivery), provision of breastfeeding sites (breastfeeding rights and / or milking), work competence rights, as well
as medical rights during pregnancy and post-natal period. The rights guaranteed are in line with the international
conventions regulating the rights of women workers required by the Convention on the Elimination of All Forms
of Discrimination Against Women (CEDAW) which has been ratified by Law Number 7 of 1984 and several other
relevant conventions. Exercising feminism perspective, this study concludes that not all women workers' rights
can be met, whether caused by internal factors or external factors. Internal factors contributed within the women
workers themselves. Their lack of knowledge and understanding about their own rights. Whereas, influencing
external factors are the existence of patriarchal culture, the marginalization in work, the stereotype of women,
and lack of socialization.
Keywords: employment, protection, women workers, women workers rights.

Abstrak: Hak pekerja perempuan telah dijamin dalam konstitusi, undang-undang, dan beberapa peraturan
pelaksananya. Dalam konstitusi, persamaan hak perempuan untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang layak
terdapat dalam Pasal 27 dan Pasal 33. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur hak pekerja
perempuan antara lain: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989
tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam Hari,
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha
yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Hak pekerja
perempuan tersebut antara lain: pelindungan jam kerja, pelindungan dalam masa haid (cuti haid), pelindungan
selama hamil dan melahirkan, termasuk ketika pekerja perempuan mengalami keguguran (cuti hamil dan
melahirkan), pemberian lokasi menyusui (hak menyusui dan/atau memerah ASI), hak kompetensi kerja, hak
pemeriksaan selama masa kehamilan dan pasca-melahirkan. Jaminan hak tersebut sejalan dengan konvensi
internasional yang mengatur tentang hak pekerja perempuan yang terdapat dalam Convention on the Elimination of
All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984 dan beberapa konvensi terkait lainnya. Dengan perspektif feminisme, studi ini menyimpulkan bahwa
sampai saat ini belum semua hak pekerja perempuan tersebut dapat dipenuhi, baik yang disebabkan oleh faktor
internal maupun faktor eksternal. Faktor internal tampak pada masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman
pekerja perempuan mengenai hak yang dimiliknya. Sementara faktor eksternal tampak pada: adanya budaya
patriarki, marginalisasi dalam pekerjaan, adanya stereotype kepada perempuan, dan kurangnya sosialisasi.
Kata kunci: ketenagakerjaan, pelindungan, pekerja perempuan, hak pekerja perempuan.

Sali Susiana, Pelindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme | 207
Pendahuluan 8,7%. Karyawan perempuan juga menerima upah
Persamaan hak pekerja laki-laki dan pekerja yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki,
perempuan dijamin dalam konstitusi. Undang- yaitu hanya sekitar 77,8% dari upah yang diterima
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun karyawan laki-laki.
1945 (UUD 1945) Pasal 28D ayat (2) menegaskan, Data lain juga menunjukkan bahwa jumlah
setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat pekerja perempuan di Indonesia mengalami
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam peningkatan setiap tahun. Persentase jumlah pekerja
hubungan kerja. Dalam hal ini negara menjamin perempuan mencapai 50% lebih dibandingkan
adanya perlakuan yang adil terhadap para pekerja, jumlah pekerja laki-laki. Pada sektor tertentu seperti
baik dalam hal jenis pekerjaan, penempatan jabatan jasa kemasyarakatan, jumlah pekerja perempuan
dalam bekerja, maupun pemberian upah. hampir menyamai jumlah pekerja laki-laki. Data
Meskipun secara normatif terdapat kesamaan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) juga
hak antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki, menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah pekerja
tetapi kondisi perempuan di bidang ketenagakerjaan perempuan meningkat setiap tahunnya, di mana
secara umum sampai saat ini masih jauh dari harapan, pada tahun 2015, sebanyak 38% dari 120 juta
baik dilihat secara kuantitas maupun kualitas. pekerja di Indonesia adalah perempuan.
Masih terjadi ketimpangan gender dalam bidang Apabila secara yuridis formal jaminan
ketenagakerjaan antara pekerja perempuan dengan terhadap hak pekerja perempuan telah diatur dalam
pekerja laki-laki. Ketimpangan gender dalam konstitusi, menjadi pertanyaan kemudian bagaimana
bidang ketenagakerjaan tersebut dapat diketahui pengaturan mengenai pelindungan hak-hak pekerja
dengan melihat Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan tersebut dalam undang-undang tentang
(TPAK) perempuan dan laki-laki. Data dari Badan ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya?
Pusat Statistik menunjukkan, masih ada kesenjangan Apakah substansi berbagai ketentuan tersebut
yang tinggi antara TPAK berdasarkan jenis kelamin telah mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan
pada Februari 2017. TPAK laki-laki pada Februari pekerja perempuan yang memiliki karakteristik yang
2017 sebesar 83,05%, turun dibandingkan periode berbeda dengan pekerja laki-laki? Untuk menjawab
yang sama tahun lalu sebesar 83,46%. TPAK pertanyaan tersebut, tulisan ini berusaha untuk
perempuan hanya 55,04%, tetapi meningkat menganalisis pengaturan mengenai pelindungan
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar hak-hak pekerja perempuan yang terdapat dalam
52,71%. Namun dibandingkan periode yang sama undang-undang tentang ketenagakerjaan dan
tahun lalu, TPAK perempuan mengalami kenaikan peraturan pelaksananya yang memuat substansi
sebesar 2,33% poin, sementara TPAK laki-laki mengenai hak pekerja perempuan yang telah diatur
justru mengalami penurunan sebesar 0,41% poin. dalam konstitusi. Pengaturan tersebut terdapat pula
Data BPS juga menunjukkan bahwa jumlah dalam Convention on the Elimination of All Forms
penduduk bekerja meningkat 6,13 juta dibandingkan of Discrimination Against Women (Konvensi
dengan per Agustus 2016. Jumlah angkatan kerja CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang-
Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 131,55 juta Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan konvensi terkait
orang. Ada pun per Februari 2017 terdapat 124,54 lainnya. Konvensi tersebut, antara lain: Konvensi
juta yang bekerja, naik 6,13 juta orang dibandingkan Nomor 100 tentang Pengupahan yang Sama bagi
keadaan semester lalu, dan bertambah 3,89 juta Laki-Laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang
orang dibanding Februari 2017. Sementara itu Sama Nilainya (diratifikasi dengan Undang-Undang
terdapat 7,01 juta penduduk yang menganggur. Nomor 80 Tahun 1957), Konvensi Nomor 111
Dibandingkan dengan TPAK perempuan tahun tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
2011, TPAK perempuan pada tahun 2017 tersebut (diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 21
relatif tidak mengalami peningkatan. Pada tahun Tahun 1999), dan Konvensi ILO Nomor 183 Tahun
2011, TPAK laki-laki sebesar 84,9%, sementara 2000 tentang Maternity Protection (Konvensi ILO
TPAK perempuan 55,1%. Dengan demikian, mengenai Perlindungan Maternitas).
selama kurang lebih 6 tahun, TPAK perempuan Tulisan ini diawali dengan paparan tentang
hanya bertambah sekitar 0,06%. Data BPS pada konsep pelindungan tenaga kerja secara umum,
tahun yang sama mencatat bahwa 39% penduduk pengaturan pelindungan pekerja perempuan yang
berusia 15 tahun ke atas yang bekerja adalah terdapat dalam berbagai peraturan perundang-
perempuan, dan sepertiganya merupakan pekerja undangan, termasuk konvensi internasional tentang
keluarga yang secara ekonomi tidak mendapatkan hak pekerja perempuan, dan ditutup dengan
imbalan jasa. Angka ini lebih besar dibandingkan implementasi pelindungan hak pekerja perempuan.
dengan pekerja keluarga laki-laki yang hanya Perspektif feminisme dalam tulisan ini tidak

208 | Aspirasi Vol. 8 No. 2, Desember 2017


dipaparkan dalam subbab tersendiri, melainkan dibayarkan sekaligus dan/atau berkala pada
digunakan secara langsung pada saat menganalisis saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima
implementasi pelindungan hak pekerja perempuan. puluh lima) tahun atau memenuhi persyaratan
tersebut.
Pelindungan Tenaga Kerja 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Menurut Soepomo, pelindungan tenaga kerja Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk
dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: meningkatkan produktivitas tenaga kerja,
a. Pelindungan ekonomis, yaitu pelindungan sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-
tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang baiknya. Ini merupakan upaya kesehatan
cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu yang bersifat penyembuhan (kuratif). Upaya
bekerja di luar kehendaknya. penyembuhan memerlukan dana yang tidak
b. Pelindungan sosial, yaitu pelindungan tenaga sedikit dan memberatkan jika dibebankan
kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, kepada perorangan, sehingga sudah selayaknya
dan kebebasan berserikat dan pelindungan hak diupayakan penggalangan kemampuan
untuk berorganisasi. masyarakat melalui program jaminan sosial
c. Pelindungan teknis, yaitu pelindungan tenaga tenaga kerja. Di samping itu, pengusaha tetap
kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan berkewajiban mengadakan pemeliharaan
kerja. kesehatan tenaga kerja yang meliputi
upaya peningkatan (promotif), pencegahan
Pelindungan Ekonomis atau Jaminan Sosial
(preventif), penyembuhan (kuratif), dan
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu
pemulihan (rehabilitatif).
pelindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian Pelindungan Sosial atau Kesehatan Kerja
penghasilan yang hilang atau berkurang dan Kesehatan kerja termasuk jenis pelindungan
pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan sosial karena ketentuan mengenai kesehatan
yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan,
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal yaitu aturan yang bermaksud mengadakan
dunia. Terdapat beberapa jenis jaminan sosial pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk
tenaga kerja, antara lain: memperlakukan pekerja/buruh ”semaunya” tanpa
1. Jaminan Kecelakaan Kerja memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan
Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat tidak memandang pekerja/buruh sebagai makhluk
kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh Tuhan yang mempunyai hak asasi. Kesehatan
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/
Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang
seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam
kematian atau cacat karena kecelakaan kerja hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya.
baik fisik maupun mental, maka perlu adanya Adanya penekanan ”dalam suatu hubungan kerja”
jaminan kecelakaan kerja. menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak
2. Jaminan Kematian melakukan hubungan kerja dengan pengusaha tidak
Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan mendapatkan pelindungan sosial.
akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan
Pelindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja
terputusnya penghasilan, dan sangat
Keselamatan kerja termasuk ke dalam
berpengaruh kepada kehidupan sosial ekonomi
pelindungan teknis, yaitu pelindungan terhadap
bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena
pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang
itu, diperlukan jaminan kematian dalam upaya
dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang
meringankan beban keluarga, baik dalam
dikerjakan.
bentuk biaya pemakaman maupun santunan
Dengan demikian, sebagai tenaga kerja, pekerja
berupa uang.
perempuan memiliki hak yang sama dengan pekerja
3. Jaminan Hari Tua
laki-laki untuk memperoleh tiga jenis pelindungan
Hari tua dapat mengkibatkan terputusnya upah
tersebut, baik pelindungan ekonomis, pelindungan
karena tidak mampu lagi bekerja. Terputusnya
sosial, maupun pelindungan teknis. Dalam Konvensi
upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan
CEDAW, pelindungan yang seharusnya diperoleh
bagi tenaga kerja, terutama bagi mereka
pekerja perempuan antara lain diatur dalam Pasal
yang berpenghasilan rendah. Jaminan hari
11 ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yaitu:
tua memberikan kepastian penerimaan yang

Sali Susiana, Pelindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme | 209
(1)
Negara-negara Peserta wajib membuat boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-
peraturan-peraturan yang tepat untuk laki dan buruh perempuan untuk pekerjaan yang
menghapus diskriminasi terhadap wanita di sama nilainya. Lebih lanjut dalam penjelasan
lapangan kerja guna menjamin hak-hak yang Pasal 3 tersebut, dinyatakan bahwa yang dimaksud
sama atas dasar persamaan antara pria dan dengan tidak boleh mengadakan diskriminasi ialah
wanita, khususnya: bahwa upah dan tunjangan lainnya yang diterima
a. .... oleh buruh pria sama besarnya dengan upah
d. Hak untuk menerima upah yang sama, dan tunjangan lainnya yang diterima oleh buruh
termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.
perlakuan yang sama sehubungan dengan Terkait dengan jaminan upah yang sama
pekerjaan yang sama nilainya maupun antara pekerja perempuan dan laki-laki, selain
persamaan perlakuan dan penilaian diatur dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d Konvensi
kualitas pekerjaan; CEDAW, ketentuan tersebut juga terdapat dalam
e. Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam konvensi ketenagakerjaan internasional yang telah
hal pensiun, pengangguran, sakit cacat, diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, antara lain:
lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan Konvensi No. 100 tentang Pengupahan yang Sama
untuk bekerja, hak atas cuti yang dibayar; bagi Laki-Laki dan Perempuan untuk Pekerjaan
f. Hak atas pelindungan kesehatan dan yang Sama Nilainya (diratifikasi dengan Undang-
keselamatan kerja, termasuk usaha Undang No.80 Tahun 1957) dan Konvensi No. 111
pelindungan terhadap fungsi reproduksi. tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
(diratifikasi dengan Undang-Undang No. 21 Tahun
Dapat dilihat bahwa Pasal 11 ayat (1) tersebut
1999).
telah mengakomodasi ketiga jenis pelindungan,
Beberapa isu pokok tenaga kerja perempuan
yaitu pelindungan ekonomis, pelindungan sosial,
selain berkaitan dengan upah dan diskriminasi yaitu
dan pelindungan teknis. Khusus untuk pekerja
tentang jaminan sosial, pelindungan kehamilan,
perempuan, pelindungan terhadap fungsi reproduksi
bekerja pada malam hari, pemutusan hubungan
sebagaimana diatur dalam huruf f merupakan salah
kerja, serta keselamatan dan kesehatan kerja.
satu bentuk pelindungan teknis yang terkait dengan
Beberapa isu tersebut juga telah diatur dalam UU
keselamatan dan kesehatan kerja.
Ketenagakerjaan, misalnya larangan untuk bekerja
pada malam hari (Pasal 76); pelindungan fungsi
Pelindungan Pekerja Perempuan dalam
reproduksi (Pasal 81); dan pelindungan kehamilan
Undang-Undang dan Peraturan Lainnya
[Pasal 82 ayat (1)].
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28D ayat
Khusus tentang pelindungan untuk pekerja
(2) UUD 1945, setiap orang berhak untuk bekerja
perempuan, terdapat beberapa ketentuan dalam
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
undang-undang dasar, undang-undang, dan
layak dalam hubungan kerja. Bagaimana kemudian
peraturan pelaksananya. Dalam UUD 1945
dengan pengaturannya dalam undang-undang dan
tercantum bahwa setiap orang berhak untuk bekerja
peraturan pelaksananya? Kebijakan ketenagakerjaan
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor
dan layak dalam hubungan kerja. Ini artinya pekerja
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
perempuan juga berhak mendapatkan hak yang sama
Ketenagakerjaan). Dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU
dengan kaum laki laki terkait perlakuan yang layak.
Ketenagakerjaan dinyatakan adanya kesamaan hak
UUD tersebut merupakan satu bentuk peraturan
tanpa diskriminasi antara tenaga kerja laki-laki
yang melindungi hak pekerja secara umum. Hal ini
dan tenaga kerja perempuan di pasar kerja seperti
diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang
berikut: Pasal 5: “Setiap tenaga kerja memiliki
Dasar 1945. Selain itu, hak pekerja perempuan
kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
juga diatur dalam beberapa undang-undang dan
memperoleh pekerjaan”. Pasal 6: “Setiap pekerja/
peraturan pelaksananya, yaitu:
buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tanpa diskriminasi dari pengusaha”.
tentang Ketenagakerjaan;
Selanjutnya, ketentuan dalam UU
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Ketenagakerjaan tersebut diatur secara lebih rinci
Pelindungan Upah;
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8
tentang Perlindungan Upah (PP Perlindungan
Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja
Upah). Pasal 3 PP Perlindungan Upah menegaskan
Malam dan Tata Cara Mempekerjakan Pekerja
bahwa Pengusaha dalam menetapkan upah tidak
Perempuan pada Malam Hari;

210 | Aspirasi Vol. 8 No. 2, Desember 2017


d. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan jam dalam seminggu, dengan demikian pengusaha
Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 wajib membayar upah kerja lembur untuk kelebihan
tentang Kewajiban Pengusaha yang jam kerja tersebut. Hal ini merupakan ketentuan
Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan dalam Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2). Dalam
antara pukul 23.00 sampai dengan Pukul 07.00. pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak
memberikan makanan dan minuman bergizi tetapi
Berikut ini beberapa bentuk pelindungan
diganti dengan uang, padahal ketentuannya tidak
hukum terhadap pekerja perempuan yang terdapat
boleh diganti dengan uang.
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 76, Pelindungan dalam Masa Haid (Cuti Haid)
Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, dan Pasal Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
93; Kepmenaker No. 224 Tahun 2003 serta 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah
Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama pelindungan dalam masa haid. Pekerja perempuan
perusahaan yang meliputi: perlindungan jam yang sedang dalam masa haid (menstruasi)
kerja, perlindungan dalam masa haid (cuti haid), tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
pelindungan selama cuti hamil, pemberian lokasi kedua pada waktu haid dengan upah penuh dan
menyusui, pengakuan kompetensi kerja, larangan wajib memberitahukannya kepada manajemen
melakukan PHK terhadap pekerja perempuan, dan perusahaan. Dalam pelaksanaannya lebih banyak
hak atas pemeriksaan kesehatan, kehamilan, dan yang tidak menggunakan haknya dengan alasan
biaya persalinan. tidak mendapatkan premi hadir.
Pelindungan Jam Kerja Pelindungan Selama Cuti Hamil (Cuti Hamil dan
Pelindungan kerja malam bagi pekerja wanita Melahirkan)
(pukul 23.00 sampai pukul 07.00) diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah
tentang Ketenagakerjaan, dengan ketentuan sebagai cuti hamil bagi pekerja perempuan. Pekerja
berikut: perempuan memiliki hak memperoleh istirahat
1) Pekerja perempuan yang berumur kurang dari selama 1,5 bulan sebelum melahirkan anak dan 1,5
18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul bulan setelah melahirkan. Untuk itu, ia sebaiknya
23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi; memberitahu pihak manajemen perusahaan baik
2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja secara lisan maupun secara tertulis maksimal
perempuan hamil yang menurut keterangan 1,5 bulan sebelum perkiraan kelahiran. Setelah
dokter berbahaya bagi kesehatan dan melahirkan keluarga pekerja perempuan juga wajib
keselamatan kandungannya maupun dirinya, memberitahukan kelahiran anaknya dalam tempo
bila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan tujuh hari setelah kelahiran. Pekerja perempuan
pukul 07.00 pagi. juga wajib memberikan bukti kelahiran dari rumah
sakit atau akta kelahiran dalam tempo enam bulan
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja
setelah melahirkan. Meskipun dalam pasal ini telah
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
diatur bahwa selama cuti hamil dan melahirkan
07.00 (pagi) wajib:
pekerja perempuan memperoleh upah penuh, tetapi
1) Memberikan makanan dan minuman bergizi;
dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang
2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di
tidak membayar upah secara penuh.
tempat kerja.
Pekerja perempuan yang mengalami
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja keguguran kandungan juga memiliki hak cuti
perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul melahirkan selama 1,5 bulan atau sesuai dengan
05.00 pagi wajib menyediakan antar jemput. surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pengusaha juga dilarang mempekerjakan Dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-undang No. 13
pekerja melebihi ketentuan Pasal 77 ayat (2), yaitu Tahun 2003 dinyatakan bahwa pekerja perempuan
7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam yang mengalami keguguran kandungan berhak
seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan
atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) surat keterangan dokter kandungan atau bidan yang
jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam menangani kasus keguguran tersebut. Seperti saat
seminggu. Bila pekerjaan membutuhkan waktu melahirkan, seorang pekerja laki-laki juga memiliki
yang lebih lama, maka harus ada persetujuan dari hak cuti selama 2 hari ketika istrinya mengalami
pekerja dan hanya dapat dilakukan paling banyak keguguran.
3 (tiga) jam dalam sehari dan 14 (empat belas)

Sali Susiana, Pelindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme | 211
Pemberian Lokasi Menyusui (Hak Menyusui dan/ 2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana
atau Memerah ASI) dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun sertifikat kompetensi kerja;
2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah ibu 3) Sertifikat kompetensi kerja sebagaimana
yang sedang menyusui. Setelah melahirkan, seorang dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti
pekerja perempuan harus menyusui anaknya. Hal oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman;
ini juga diatur dalam hukum internasional dan 4) Untuk melakukan sertifikat kompetensi kerja
nasional. Pasal 83 Undang-Undang No. 13 Tahun dibentuk badan nasional sertifikat profesi yang
2003 mengatur bahwa pekerja perempuan yang independen. Pembentukan badan nasional
masih menyusui anaknya harus diberi kesempatan, sertifikat profesi yang independen sebagaimana
minimal diberi waktu untuk memerah ASI pada dimaksudkan dalam ayat (4) diatur dengan
waktu jam kerja. Dalam hal ini seharusnya setiap Peraturan Pemerintah.
perusahaan menyediakan ruangan untuk memerah
Larangan melakukan PHK terhadap Pekerja
ASI. Pasal 10 Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000
Perempuan
mengatur lebih detail bahwa pekerja perempuan
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
yang menyusui memiliki hak untuk satu atau lebih
Ketenagakerjaan melarang perusahaan melakukan
jeda di antara waktu kerja atau pengurangan jam
pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan
kerja setiap harinya untuk menyusui bayinya atau
pekerja perempuan hamil, melahirkan, keguguran,
memerah ASI. Sesuai rekomendasi WHO, masa
maupun menyusui seperti yang tercantum dalam
menyusui tersebut sekurang-kurangnya selama 2
Pasal 153 ayat (1) huruf e. Ketentuan yang terdapat
tahun. Dalam praktiknya. pemberian kesempatan
pada Pasal 153 ayat (2) pada undang-undang tersebut
kepada pekerja perempuan yang anaknya masih
juga mengatur jika PHK dilakukan karena pekerja
menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif
hamil adalah batal demi hukum dan perusahaan
untuk yang lokasinya dekat dengan perusahaan.
wajib mempekerjakannya kembali.
Waktu Istirahat Larangan tersebut juga diatur dalam Peraturan
Pekerja berhak atas waktu istirahat yang telah Menteri Tenaga Kerja No. 03/Men/1989 yang
diatur dalam Pasal 79 ayat (2) yang meliputi waktu menyatakan adanya larangan melakukan PHK
istirahat untuk: terhadap pekerja perempuan dengan alasan berikut:
1) Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya 1) Pekerja perempuan menikah;
setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) 2) Pekerja perempuan sedang hamil;
jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut 3) Pekerja perempuan melahirkan.
tidak termasuk jam kerja;
Larangan tersebut merupakan bentuk
2) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam)
perlindungan bagi pekerja perempuan sesuai
hari kerja dalam seminggu atau 2 (dua) hari
kodrat, harkat, dan martabatnya dan merupakan
untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu;
konsekuensi logis dengan diratifikasinya Konvensi
3) Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua
ILO No. 100 dan Nomor 111 tentang Diskriminasi.
belas) hari kerja setelah pekerja bekerja selama
12 (dua belas) bulan secara terus menerus; Hak atas Pemeriksaan Kesehatan, Kehamilan,
4) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) dan Biaya Persalinan
bulan apabila pekerja telah bekerja selama Terdapat 4 dasar hukum yang memberikan
6 (enam) tahun secara terus menerus pada pelindungan pekerja perempuan atas pemeriksaan
perusahaan yang sama dengan ketentuan kesehatan, kehamilan, dan biaya persalinan, yaitu:
pekerja tersebut tidak berhak lagi istirahat 1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan. tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS);
Pengakuan Kompetensi Kerja
2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
2003 menyatakan bahwa:
Administratif kepada Pemberi Kerja Selain
1) Seorang tenaga kerja perempuan berhak
Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain
memperoleh pengakuan kompetensi kerja
Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan
setelah mengikuti pelatihan kerja yang
Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial;
diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja
3) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013
pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta,
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor
atau pelatihan di tempat kerja;
12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan;

212 | Aspirasi Vol. 8 No. 2, Desember 2017


4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun undangan sudah tuntas ketika mendaftarkan
2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada pekerjanya ke dalam program jaminan kesehatan di
Jaminan Kesehatan Nasional. BPJS Kesehatan dan membayarkan iurannya tiap
bulan. Ada pun besaran iuran jaminan kesehatan
Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan,
yang wajib dibayar adalah 4,5 persen dari gaji
perusahaan wajib untuk mendaftarkan pekerjanya
pekerja dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh
paling lambat pada tanggal 1 Januari 2015. Akan
perusahaan dan 0,5 persen oleh pekerja. Namun
tetapi, jika perusahaan tersebut berskala usaha
besaran iuran ini akan berubah pada 1 Juli 2015
mikro, batas waktu pendaftarannya adalah 1 Januari
mendatang menjadi 5 persen dengan komposisi
2016. Hal tersebut diatur dalam Pasal 6 ayat (3)
4 persen dibayar perusahaan dan 1 persen oleh
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang
pekerja. Hal ini terdapat di dalam Pasal 16C
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013.
2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Sanksi bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan
Selain itu, dalam Manual Pelaksanaan JKN-
pekerjanya sebagai peserta jaminan kesehatan adalah
BPJS Kesehatan, pada sub-bab tentang Pelayanan
sanksi administratif. Hal itu diatur dalam Pasal 17
Kesehatan Tingkat Pertama untuk bidang Kebidanan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
dan Neonatal, dinyatakan bahwa pelayanan ini
Sanksi administratif itu berupa teguran lisan, teguran
merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi
tertulis dan/atau tidak mendapat pelayanan publik
proses kehamilan, persalinan, pasca-persalinan,
tertentu. Sanksi tidak mendapat pelayanan publik
penanganan perdarahan pasca-keguguran dan
tertentu itu meliputi perizinan terkait usaha; izin untuk
pelayanan KB pasca-salin serta komplikasi yang
mengikuti suatu tender; izin untuk mempekerjakan
terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas dan KB
tenaga kerja asing; izin perusahaan penyedia jasa/
pasca-salin.
buruh (outsourcing); atau izin mendirikan bangunan.
Cakupan pelayanan kesehatan tingkat pertama
Hal ini terdapat dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah
untuk kebidanan dan neonatal meliputi:
Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan
1) Pelayanan pemeriksaan kehamilan atau
Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain
Antenatal Care (ANC)
Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain
Tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk
Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran
menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa
Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
kehamilannya, persalinan dan nifas dengan
Pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh
baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang
BPJS Kesehatan termasuk di dalamnya pemeriksaan
sehat sehingga mengurangi angka kematian
kehamilan dan persalinan. Salah satu manfaat yang
ibu dan angka kematian bayi dari suatu proses
diterima adalah pertolongan persalinan pervaginam
persalinan;
atau lazim disebut dengan persalinan normal seperti
2) Persalinan;
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
3) Pemeriksaan bayi baru lahir;
71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada
4) Pemeriksaan pasca-persalinan atau Postnatal
Jaminan Kesehatan Nasional.
Care (PNC);
Jika perusahaan ternyata belum mendaftarkan
Pemeriksaan bayi baru lahir dan ibu pasca
pekerjanya ke BPJS Kesehatan, maka berdasarkan
persalinan sangat penting untuk memastikan
Pasal 11 ayat (2b) Peraturan Presiden Nomor
kesehatan dan keselamatan bayi dan ibu,
111 Tahun 2013, perusahaan wajib bertanggung
terutama pada masa nifas awal yaitu setelah
jawab pada saat pekerjanya membutuhkan
kelahiran bayi dan selama 7 (tujuh) hari pertama
pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang
setelah melahirkan. Namun demikian, sepanjang
diberikan oleh BPJS Kesehatan. Perusahaan harus
periode nifas yaitu setelah melahirkan hingga 28
menanggung pelayanan kesehatan pekerjanya
hari setelah kelahiran adalah masa-masa risiko
sesuai manfaat yang diberikan BPJS Kesehatan.
tinggi. Kematian bayi lahir hidup dalam masa 28
Selain tentunya, ada sanksi administratif lain yang
hari sejak kelahiran yang dikenal sebagai tingkat
siap mengancam perusahaan.
kematian neonatal (neonatal mortality rate)
dilaporkan terjadi di seluruh dunia. Begitu juga
Konvensi Internasional tentang Hak Pekerja
dengan kematian ibu karena komplikasi pasca
Perempuan
persalinan cukup tinggi’
Hak pekerja perempuan juga diatur dalam
5) Pelayanan KB.
beberapa konvensi internasional, antara lain
Dengan demikian, kewajiban perusahaan Konvensi International Labour Organization (ILO)
terhadap pekerjanya sesuai peraturan perundang- No.100 dan Undang-Undang Nomor 80 Tahun

Sali Susiana, Pelindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme | 213
1957 tentang Upah yang Setara dan Pengupahan 2) Untuk mencegah diskriminasi terhadap
bagi Pekerja Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan perempuan atas dasar perkawinan atau
yang Sama Nilainya. Disebutkan dalam konvensi kehamilan dan untuk menjamin hak efektif
itu, “Pengupahan meliputi upah atau gaji biasa, mereka untuk bekerja, negara-negara peserta
pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat:
tambahan apa pun juga, yang harus dibayar secara a. Untuk melarang, dengan dikenakan
langsung atau tidak, maupun secara tunai atau sanksi pemecatan atas dasar kehamilan
dengan barang oleh pengusaha dengan buruh atau cuti hamil dan diskriminasi
berhubung dengan pekerjaan buruh”. dalam pemberhentian atas dasar status
Dalam Convention on the Elimination of perkawinan;
All Forms of Discrimination Againts Women b. Untuk mengadakan peraturan cuti hamil
(CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang- dengan bayaran atau dengan tunjangan
Undang No. 7 Tahun 1984, diatur beberapa aspek sosial yang sebanding tanpa kehilangan
yang terkait dengan hak perempuan untuk bekerja pekerjaan semula;
dan kewajiban negara untuk menjamin hak tersebut. c. Untuk menganjurkan pengadaan pelayanan
Hal itu terdapat dalam Pasal 11 yang menyatakan sosial yang perlu guna memungkinkan
bahwa: para orang tua menggabungkan
1) Negara-negara peserta wajib membuat kewajiban-kewajiban keluarga dengan
peraturan-peraturan yang tepat untuk tanggung jawab pekerjaan dan partisipasi
menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan masyarakat, khususnya
dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak dengan meningkatkan pembentukan dan
yang sama atas dasar persamaan antara laki- pengembangan suatu jaringan tempat-
laki dan perempuan, khususnya: tempat penitipan anak;
a. Hak untuk bekerja sebagai hak asasi d. Untuk memberi pelindungan khusus
manusia; kepada kaum perempuan selama
b. Hak atas kesempatan kerja yang sama, kehamilan pada jenis pekerjaan yang
termasuk penerapan kriteria seleksi yang terbukti berbahaya bagi mereka.
sama dalam penerimaan pegawai; 3) Perundang-undangan yang bersifat melindungi
c. Hak untuk memilih dengan bebas profesi sehubungan dengan hal-hal yang tercakup
dan pekerjaan, hak untuk promosi, jaminan dalam pasal ini wajib ditinjau kembali secara
pekerjaan dan semua tunjangan serta berkala berdasar ilmu pengetahuan dan
fasilitas kerja, hak untuk rnemperoleh tehnologi, serta direvisi, dicabut, atau diperluas
pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang menurut keperluan.
termasuk masa kerja sebagai magang,
Ada pun yang terkait dengan hak reproduksi
pelatihan kejuruan lanjutan, dan pelatihan
pekerja perempuan diatur dalam Pasal 12 Konvensi
ulang lanjutan;
CEDAW, yaitu:
d. Hak untuk menerima upah yang sama,
1) Negara-negara peserta wajib membuat
termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk
peraturan-peraturan yang tepat untuk
perlakuan yang sama sehubungan dengan
menghapus diskriminasi terhadap perempuan
pekerjaan dengan nilai yang sama;
di bidang pemeliharaan kesehatan dan supaya
e. Hak untuk menerima upah yang sama,
menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan
termasuk tunjangan-tunjangan, baik untuk
termasuk pelayanan yang berhubungan dengan
perlakuan yang sama sehubungan dengan
keluarga berencana, atas dasar persamaan
pekerjaan dengan nilai yang sama, maupun
antara laki-laki dan perempuan.
persamaan perlakuan dalam penilaian
2) Sekalipun terdapat ketentuan pada ayat (1)
kualitas pekerjaan;
ini, negara-negara peserta wajib menjamin
f. Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam
kepada perempuan pelayanan yang layak
hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat,
berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan
lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan
masa sesudah persalinan, dengan memberikan
untuk bekerja, hak atas masa cuti yang
pelayanan cuma-cuma di mana perlu, serta
dibayar;
pemberian makanan bergizi yang cukup selama
g. Hak atas pelindungan kesehatan dan
kehamilan dan masa menyusui.
keselamatan kerja, termasuk usaha
pelindungan terhadap fungsi melanjutkan Selain itu, terdapat Konvensi ILO Nomor
keturunan. 183 Tahun 2000 tentang Maternity Protection

214 | Aspirasi Vol. 8 No. 2, Desember 2017


(Konvensi ILO mengenai Perlindungan Maternitas c. Waktu Menyusui
dan Rekomendasi No. 191 Tahun 2000 yang Pasal 10 mengatur bahwa pekerja atau buruh
merupakan pelengkap untuk mencegah terjadinya perempuan yang sedang menyusui berhak
diskriminasi terhadap pekerja perempuan seperti menggunakan jam kerjanya untuk menyusui
yang ditegaskan dalam Pasal 11 (f) CEDAW. minimal satu jam sehari dengan tetap mendapat
Pelindungan maternitas juga dibutuhkan untuk upah.
melindungi kesehatan perempuan dan janin yang d. Pelindungan Kesehatan
dikandungnya dan/atau bayi yang dilahirkan dan Pasal 3 juga mengatur tentang pelindungan
disusuinya dari kondisi kerja yang tidak aman kesehatan bagi pekerja/buruh perempuan yang
(berbahaya) dan tidak sehat. Pemberian kesempatan sedang hamil dan menyusui.
yang sama untuk pekerja dengan tanggung e. Pelindungan terhadap Pekerjaan Jenis Tertentu
jawab keluarga yakni tugas-tugas reproduktif di Pasal 3 juga mengatur tentang jenis pekerjaan
masyarakat ini sangat perlu mengingat banyak yang tidak wajib dilakukan oleh buruh
masyarakat termasuk Indonesia hampir semua perempuan yang sedang hamil dan menyusui.
tugas rumah tangga dan pengasuhan dibebankan f. Pelindungan bagi Pekerja Perempuan yang
kepada perempuan dan anak perempuan. Dalam mengalami Keguguran
Konvensi ILO No. 183 Tahun 2000 diatur tentang Diatur dalam Pasal 10, pekerja perempuan yang
hal-hal berikut: mengalami keguguran kandungan berhak untuk
a. Fase Kehamilan (Sebelum Melahirkan) memperoleh waktu istirahat 1,5 (satu setengah)
Pasal 3 mengatur tentang pelindungan bulan sesuai dengan surat keterangan dokter
kesehatan, perempuan hamil dan menyusui kandungan atau bidan. Selama menjalankan
tidak harus melakukan pekerjaan yang telah istirahat/cuti tersebut pekerja tetap berhak
ditentukan oleh penguasa berwenang yang menerima upah atau gaji penuh.
merugikan kesehatan ibu dan anak, atau di mana
Menurut Setyowati (2014) sebagaimana
penilaian telah ditetapkan risiko signifikan
dikutip oleh Rosalina (2015:23), hak-hak pekerja
bagi kesehatan ibu dan anaknya. Periode cuti
perempuan dapat digolongkan menjadi empat
melahirkan adalah selama 14 minggu atau 3,5
bagian, yaitu: (1) hak-hak pekerja perempuan di
bulan.
bidang reproduksi; (2) hak-hak pekerja perempuan
b. Larangan Diskriminasi
di bidang kesehatan dan keselamatan kerja; (3)
Pasal 8 mencantumkan larangan terhadap
hak-hak pekerja perempuan di bidang kehormatan
terjadinya diskriminasi terhadap buruh
perempuan; (4) hak-hak pekerja perempuan di
perempuan yang bekerja kembali setelah
bidang sistem pengupahan. Secara lebih rinci,
cuti melahirkan. Buruh perempuan yang
berbagai jenis hak pekerja perempuan tersebut
bekerja kembali setelah cuti melahirkan
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori
berhak menduduki kembali posisinya dan
sebagaimana terlihat dalam Tabel 1.
mendapatkan upah yang sama dengan upah
ketika sebelum cuti melahirkan.

Tabel 1. Penggolongan Hak Pekerja Perempuan


Penggolongan Hak Pekerja Perempuan Rincian Hak Pekerja Perempuan
Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Reproduksi •• Hak atas cuti haid
•• Hak atas cuti hamil dan keguguran
•• Hak atas pemberian kesempatan menyusui
Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Kesehatan dan •• Pencegahan kecelakaan kerja
Keselamatan Kerja •• Penetapan waktu kerja sesuai peraturan
•• Pemberian istirahat yang cukup
Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Kehormatan •• Penyediaan petugas keamanan.
Perempuan •• Penyediaan WC yang layak dengan penerangan yang
memadai dan dipisah antara laki-laki dan perempuan.
Hak-Hak Pekerja Perempuan di bidang Sistem Pengupahan •• Upah setara dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama
•• Cuti yang dibayar
Sumber: Meliani Rosalina, Tingkat Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan di Bidang Pertanian dan Nonpertanian, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2015, hlm. 22.

Sali Susiana, Pelindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme | 215
Implementasi Pelindungan Hak Pekerja Marginalisasi dalam Pekerjaan
Perempuan Marginalisasi secara umum dapat diartikan
Meskipun secara normatif hak pekerja sebagai proses penyingkiran perempuan dalam
perempuan telah dijamin dalam berbagai pekerjaan. Sebagaimana dikutip oleh Saptari
peraturan perundang-undangan maupun konvensi menurut Alison Scott, marginalisasi dalam dilihat
internasional, tetapi sampai saat ini implementasinya empat bentuk yaitu: (1) Proses pengucilan,
masih belum sesuai dengan harapan. Syamsuddin perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis
(2004) sebagaimana dikutip oleh Uli (2005:90) kerja tertentu; (2) Proses pergeseran perempuan ke
menyatakan bahwa perlakuan diskriminatif terhadap pinggiran (margin) dari pasar tenaga kerja, berupa
pekerja perempuan telah terjadi sejak proses kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan yang
rekrutmen. Hal ini dapat dilihat dari pengumuman memiliki hidup yang tidak stabil, upahnya rendah,
penerimaan kerja atau lowongan pekerjaan yang dinilai tidak atau kurang terampil; (3) Proses
memberikan syarat tertentu, seperti mencari tenaga feminisasi atau segregasi, pemusatan perempuan
kerja perempuan yang belum menikah, berparas pada jenis pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan),
menarik, dan bersedia tidak menikah dalam satu atau pemisahan yang semata-mata dilakukan oleh
waktu tertentu. Bentuk pengumuman seperti itu, perempuan saja atau laki-laki saja; (4) Proses
menurut penulis, tentu akan membatasi peluang ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang
perempuan yang membutuhkan pekerjaan untuk merujuk di antaranya perbedaan upah.
melamar atau mengisi lowongan pekerjaan. Marginalisasi ini merupakan proses pemiskinan
Diskriminasi juga bisa dalam bentuk adanya perempuan terutama pada masyarakat lapisan
pembatasan persyaratan jabatan yang mengarah bawah yang kesejahteraan keluarga mereka sangat
pada diskriminasi jenis kelamin. Persyaratan memprihatinkan. Marginalisasi perempuan tidak
dalam lowongan pekerjaan misalnya, masih saja terjadi di tempat pekerjaan akan tetapi juga
banyak sekali yang mempersyaratkan jenis dapat terjadi dalam rumah tangga, masyarakat,
kelamin tertentu, walaupun jika dikaji lebih lanjut, kultur, dan bahkan negara. Marginalisasi terhadap
karakter pekerjaan atau jabatan tersebut tidak khas perempuan sudah terjadi dalam rumah tangga
untuk mempersyaratkan jenis kelamin tertentu dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga
(Syamsuddin (2004) sebagaimana dikutip oleh Uli yang laki-laki dan perempuan.
(2005:90). Artinya, bahwa pekerjaan atau jabatan
Kedudukan Perempuan yang Subordinat dalam
tersebut tidak mempunyai karakter yang khas sebagai
Sosial dan Budaya
syarat diperbolehkannya dilakukan pengecualian
Peran gender dalam masyarakat ternyata
atau pengalamanan mengenai pekerjaan tertentu
juga dapat menyebabkan subordinasi terhadap
yang didasari persyaratan khas dari pekerjaan itu,
perempuan terutama dalam pekerjaan. Anggapan
sehingga tidak dianggap sebagai diskriminasi,
bahwa perempuan itu irrasional atau emosional
misalnya pekerjaan sebagai artis di mana pemeran
menjadikan perempuan tidak bisa tampil sebagai
utama pria tentu harus seorang laki-laki.
pemimpin, dan ini berakibat pada munculnya
Selanjutnya diskriminasi ini akan berlanjut
sikap yang menempatkan perempuan pada posisi
dalam penempatan posisi pegawai atau promosi.
yang kurang penting. Subordinat dapat terjadi
Banyak ditemukan peluang jabatan strategis yang
dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat
terdapat di pasar kerja cenderung diperuntukkan
ke tempat dan dari waktu ke waktu. Berkaitan
bagi pekerja laki-laki. Jabatan bagi pekerja
dengan pekerjaan, tempat-tempat kerja tertutup
perempuan biasanya tersegmentasi pada jenis-
untuk perempuan dalam angkatan bersenjata atau
jenis jabatan yang berkaitan dengan administrasi,
kepolisian. Potensi perempuan sering dinilai secara
keuangan dan hubungan masyarakat. Sedangkan
tidak fair. Hal ini mengakibatkan perempuan sulit
jabatan yang berkarakter teknis dan operasional
untuk menembus posisi strategis dalam komunitas
selalu diperuntukkan bagi pekerja laki-laki. Pekerja
yang berhubungan dengan pengambilan keputusan.
perempuan selalu diposisikan pada jenis-jenis
Perempuan di sektor pertanian pedesaan, mayoritas
jabatan yang tidak memberikan keputusan final.
di tingkat buruh tani. Perempuan di sektor industri
Menurut Khotimah (2009), diskriminasi yang
perkotaan terutama terlibat sebagai buruh di industri
dialami oleh pekerja perempuan ini dapat terjadi
tekstil, garmen, sepatu, kebutuhan rumah tangga,
karena beberapa hal, yaitu: marginalisasi dalam
dan elektronik.
pekerjaan, kedudukan perempuan yang subordinat
Di sektor publik, masalah umum yang dihadapi
dalam sosial dan budaya, stereotype terhadap
perempuan dalam pekerjaan adalah kecenderungan
perempuan, tingkat pendidikan perempuan rendah.
perempuan terpinggirkan pada jenis-jenis pekerjaan

216 | Aspirasi Vol. 8 No. 2, Desember 2017


yang upahnya rendah, kondisi kerja buruk, dan Tingkat Pendidikan Perempuan Rendah
tidak memiliki keamanan kerja. Hal ini berlaku Analisis Gender dalam Pembangunan
khusus bagi perempuan berpendidikan menengah Pendidikan di Tingkat Nasional (BPS 2004)
ke bawah. Pekerjaan di kota adalah sebagai buruh menemukan adanya kesenjangan gender dalam
pabrik, sedangkan di pedesaan adalah sebagai buruh pelaksanaan pendidikan terutama di tingkat
tani. Kecenderungan perempuan terpinggirkan SMU/MA, SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)
pada pekerjaan marginal tersebut tidak semata- dan PT (Perguruan Tinggi). Jumlah perempuan
mata disebabkan faktor pendidikan. Dari kalangan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah laki-
pengusaha sendiri, terdapat preferensi untuk laki, tetapi lebih seimbang pada tingkat SD dan
mempekerjakan perempuan pada sektor tertentu SMP. Kecenderungannya adalah semakin tinggi
dan jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan jenjang pendidikan, maka makin meningkat
lebih rendah dari laki-laki. Kenyataan lain juga kesenjangan gendernya, proporsi laki-laki yang
dapat diperlihatkan pada buruh perempuan di bersekolah semakin lebih besar dibandingkan
sektor informal yang merupakan tempat kerja dengan proporsi perempuan yang bersekolah.
tidak teratur dan terorganisasi. Dalam keadaan ini, Kesenjangan ini disebabkan oleh berbagai hal,
buruh perempuan miskin lebih sering mengalami antara lain pertimbangan prioritas berdasarkan
eksploitasi daripada buruh laki-laki. nilai ekonomi anak, bahwa nilai ekonomi anak
laki-laki lebih mahal dibandingkan dengan nilai
Stereotype terhadap Perempuan ekonomi anak perempuan. Gejala pemisahan
Stereotype secara umum diartikan sebagai gender (gender segregation) masih banyak tampak
pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok dalam pemilahan jurusan (SMK-Ekonomi untuk
tertentu. Pada kenyataannya stereotype selalu perempuan dan SMK-Teknik Industri untuk laki-
merugikan dan menimbulkan diskriminasi. Salah laki) yang berakibat pada diskriminasi gender pada
satu jenis stereotype itu adalah yang bersumber dari institusi-institusi pekerjaan. Di beberapa tempat di
pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan Indonesia, sebagai akibat dari rendahnya pendidikan
terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya mereka, banyak mempekerjakan perempuan sebagai
perempuan, yang bersumber dari penandaan tenaga kerja di luar negeri.
(stereotype) yang dilekatkan pada mereka. Pendidikan yang rendah merupakan faktor
Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama yang turut menyebabkan diskriminasi dalam
kaum perempuan adalah melayani suami. Stereotype pekerjaan. Rendahnya pendidikan dan keterampilan
ini berakibat wajar sekali jika pendidikan kaum mempersulit perempuan yang masih gadis untuk
perempuan dinomorduakan. mencari pekerjaan lain agar dapat menghidupi
Demikian pula perempuan adalah jenis dirinya dan keluarganya. Banyak dari pekerja-
manusia yang lemah fisik maupun intektualnya pekerja yang hanya membutuhkan sedikit
sehingga tidak layak untuk menjadi pemimpin. keterampilan ini menuntut migrasi ke kota besar
Perempuan sarat dengan keterbatasan, tidak atau ke luar negeri. Dengan rendahnya tingkat
sebagaimana laki-laki. Aktivitas laki-laki lebih pendidikan serta kurangnya keterampilan kerja
leluasa, bebas, lebih berkualitas, dan produktif. yang memadai, para perempuan yang masih gadis
Misalnya laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah hanya mencari pekerjaan di sektor informal.
utama, perempuan hanya dinilai sebagai suplemen, Pekerjaan di sektor informal bagi perempuan yang
karena itu perempuan dalam sistem penggajian tidak berpendidikan biasanya seperti pramuwisma,
atau upah boleh dibayar lebih rendah dari laki-laki. atau penjual minuman di kaki lima, pembantu
Keterpurukan ini semakin parah dengan mencari rumah tangga, penjaja makanan di terminal dan
legitimasi agama yang disalahtafsirkan. stasiun, yang tidak memperoleh pelindungan dari
Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit pemerintah dan tenaga kerja melalui serikat buruh
maupun implisit, seringkali memanipulasi ideologi atau majikan.
gender sebagai pembenaran. Ideologi gender Pendidikan yang minim dan tingkat melek
merupakan aturan, nilai, stereotype yang mengatur huruf yang rendah semakin menyulitkan perempuan
hubungan antara perempuan dan laki-laki terlebih untuk mencari pekerjaan. Jika akhirnya mendapat
dahulu melalui pembentukan identitas feminin dan pekerjaan, diposisikan pada bagian yang tidak
maskulin. Karena tugas utama perempuan adalah di memerlukan keterampilan misalnya buruh, tenaga
sektor domestik, maka pada saat ia masuk ke sektor suruhan, yang memiliki pengupahan yang sangat
publik sah-sah saja untuk memberikan upah lebih rendah, tidak mendapat perlindungan hukum dan
rendah karena pekerjaan di sektor publik hanya juga kesehatan. Mereka tidak tahu bagaimana
sebagai sampingan untuk membantu suami. mengakses sumber daya yang tersedia, karena tidak

Sali Susiana, Pelindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme | 217
dapat membaca dan menulis untuk mencari bantuan menunjukkan bahwa perempuan hanya dianggap
hukum ataupun rumah singgah jika majikan mereka sebagai pencari nafkah kedua. Sebaliknya, laki-
bertindak eksploitatif atau melakukan kekerasan, laki dianggap sebagai breadwinner (pencari nafkah
baik fisik, psikis, maupun seksual. utama). Dikaitkan dengan kondisi riil di lapangan,
Masalah selanjutnya adalah yang berkaitan anggapan ini tidak sepenuhnya tepat, mengingat
dengan upah. Upah pekerja perempuan juga masih banyak perempuan yang menjadi pencari nafkah
belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dan utama dengan berbagai alasan, seperti suami
masih menghadapi permasalahan. Hasil penelitian sakit atau sudah meninggal atau karena bercerai
ILO menunjukkan adanya kesenjangan upah antar- dengan suaminya. Bahkan banyak perempuan yang
gender (Koni Padaka, tanpa tahun). Kesenjangan berperan menjadi kepala keluarga. Data Susenas
upah antar-gender didefinisikan sebagai perbedaan 2014 yang dikeluarkan BPS menunjukkan 14,84%
rata-rata penghasilan kotor antara pekerja laki-laki rumah tangga dikepalai oleh perempuan. Data BPS
dan pekerja perempuan. Perbedaan ini terjadi ketika juga menunjukkan bahwa sejak tahun 1985 terlihat
pekerja laki-laki dan pekerja perempuan menerima konsistensi kenaikan rumah tangga yang dikepalai
gaji dalam jumlah yang berbeda. Kesenjangan perempuan rata-rata 0,1% setiap tahunnya. Survei
upah antar- gender sebanyak 17-22% berarti bahwa Sistem Pemantauan Kesejahteraan Berbasis
pekerja perempuan berpenghasilan lebih rendah Komunitas (SPKBK) yang dilaksanakan Sekretariat
daripada kolega pekerja laki-laki mereka. Secara Nasional PEKKA di 111 desa di 17 propinsi
sederhana, kesenjangan upah antar-gender adalah wilayah kerja PEKKA menunjukkan bahwa dalam
kesenjangan antara apa yang didapatkan oleh setiap empat keluarga, terdapat satu keluarga yang
pekerja laki-laki dan apa yang didapatkan oleh dikepalai oleh perempuan. Perempuan menjadi
pekerja perempuan. kepala keluarga karena berbagai sebab, termasuk
ILO menemukan masih ada kesenjangan upah suami meninggal dunia, bercerai, ditinggal, tidak
antargender di Indonesia dengan selisih hingga atau belum menikah, suami berpoligami, suami
19%. Pada tahun 2012, perempuan memperoleh merantau, suami sakit permanen, atau suami tidak
upah rata-rata 81% dari upah laki-laki, meskipun bekerja.
memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman yang Berkaitan dengan penerapan pengupahan yang
sama. Di Indonesia, perempuan mewakili sekitar diskriminatif terhadap pekerja perempuan dan laki-
38% layanan sipil, tetapi lebih dari sepertiganya laki, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
melakukan pekerjaan “tradisional”, seperti mengajar terjadinya hal tersebut (Koni Padaka, tanpa tahun),
dan mengasuh, yang cenderung memperoleh upah yaitu: budaya patriarki, penyalahgunaan kodrat
kurang dari pekerjaan yang didominasi laki-laki. perempuan, ketidakseimbangan posisi tawar kerja
Padahal upah yang diberikan kepada seseorang pekerja perempuan, kepentingan penguasa, dan
seharusnya sebanding dengan kegiatan-kegiatan ketidaktahuan berlakunya suatu hukum.
yang telah dikeluarkan/dikerahkan (activities or
Budaya Patriarki
efforts) tanpa perlu dibeda-bedakan antara pekerja
Apabila dicermati lebih lanjut dapat
laki-laki dan pekerja perempuan (G. Kartasapoetra
dikemukakan bahwa alasan utama yang
1986:94). Pendapat serupa juga dikemukakan
dikemukakan oleh pengusaha dalam menentukan
oleh Rusli (2011:75) bahwa setiap pekerja/
perbedaan kebijakan pengupahan antara pekerja
buruh terutama perempuan berhak memperoleh
perempuan yang sudah menikah dibandingkan
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
pekerja laki-laki sebenarnya terpengaruh oleh
layak bagi kemanusiaan, yaitu mampu memenuhi
budaya patriarki yang dianut oleh sebagian besar
kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya
daerah dan masyarakat Indonesia. Budaya patriarki
secara wajar dengan memperhatikan prinsip
ini dikonsepkan sebagai sesuatu yang berkaitan
kesetaraan.
dengan sistem sosial di mana pria/ayah menguasai
Demikian pula dengan tunjangan penghasilan.
seluruh anggota keluarganya, harta milik, segala
Uli (2005: 90) mengutip Syamsuddin (2004)
sumber ekonomi serta pembuat semua keputusan
menyatakan bahwa pekerja perempuan yang
penting dan sejalan dengan sistem sosial tersebut
seharusnya mendapatkan tunjangan kesejahteraan
adalah pria diposisikan lebih tinggi dari perempuan.
dalam kenyataannya tidak mendapatkan hal
Budaya ini tidak jarang bersumber dari nilai-
tersebut. Pekerja perempuan dianggap lajang,
nilai sakral keagamaan dan budaya komunitas, dan
sehingga tidak mendapatkan tunjangan suami dan
berkembang dan disosialisasikan melalui pendidikan
anak. Oleh karena itu, kesejahteraan suami dan
dalam keluarga di rumah. Adanya struktur komunitas
anak tidak ditanggung oleh perusahaan. Dalam
yang seperti itu, perempuan seakan ditempatkan
perspektif feminisme, perlakuan diskriminatif ini

218 | Aspirasi Vol. 8 No. 2, Desember 2017


pada posisi subordinat dibandingkan dengan laki- Hal ini diperparah dengan anggapan pengusaha
laki, sehingga menyebabkan perempuan semakin bahwa pekerja perempuan lebih banyak mengambil
dilemahkan kesetaraannya. Perempuan hanya cuti sehubungan dengan kodratnya sebagai
dianggap sebagai makhluk pelengkap kehidupan perempuan dan anggapan bahwa perempuan bukan
laki-laki dan hanya cocok bekerja di ranah domestik sebagai kepala rumah tangga. Hal ini menyebabkan
dalam keluarga. pekerja perempuan menjadi semakin lemah
Budaya ini berdampak pada anggapan terhadap kedudukannya.
status laki-laki yang memikul tanggung jawab
besar dalam keluarga dan karenanya harus diberi Kepentingan Penguasa
kedudukan lebih tinggi atau istimewa dibandingkan Logikanya jika suatu ketentuan telah
perempuan dalam hal ini adalah pekerja laki-laki mendapatkan suatu pengaturan secara tegas serta
dengan pekerja perempuan, sehingga memunculkan di dalamnya telah dimuat sanksi maka pihak yang
berbagai bentuk pembedaan/diskriminasi. melakukan pelanggaran mendapat sanksi. Namun
dalam hal ini seolah-olah penguasa mengalami
Penyalahgunaan Kodrat Perempuan dilema untuk menegakkan berbagai ketentuan
Alasan lain yang sering dijadikan alasan ketenagakerjaan, terutama bidang pengupahan yang
dasar pendiskriminasian antara pekerja laki-laki berkeadilan gender. Pengusaha yang melanggar
dan perempuan adalah terutama perempuan yang ketentuan tidak pernah mendapat sanksi dari pejabat
sudah menikah dan berprofesi sebagai pekerja berwenang.
akan lebih banyak mengambil cuti dibandingkan Hal ini dapat dipahami karena dalam
pekerja laki-laki. Rasionya karena perempuan yang pelaksanaanya masih banyak oknum dari pihak
sudah menikah seketika akan hamil, melahirkan, yang berwenang berperan sebagai pelindung.
dan menyusui. Hal ini akan menyebabkan pekerja Berkaitan dengan pemberian upah undang-undang
perempuan lebih banyak mengambil cuti dari pada telah mengatur tentang sanksi bagi pengusaha yang
pekerja laki-laki. melakukan diskriminasi upah. Hal ini dapat dilihat
Kondisi demikian menurut kacamata pengusaha pada Pasal 31 PP No 8 Tahun 1981 yang mengatur
dipandang tidak efisien dan cenderung merugikan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 3 PP
perusahaan dalam menjalankan proses produksi. No 8 Tahun 1981 tentang larangan diskriminasi
Selain itu kodrat yang telah disandang perempuan upah terhadap pekerja laki-laki dan perempuan dapat
untuk hamil, melahirkan, dan menyusui tersebut dikenai sanksi pidana kurungan selama-lamanya
kadang dianggap sebagai bukti otentik untuk 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
mengukuhkan pandangan bahwa tugas perempuan 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Demikian pula
adalah mengurus masalah domestik rumah tangga. Pasal 190 UU No 13 Tahun 2003 yang menyatakan
bahwa bagi pengusaha yang melanggar ketentuan
Ketidakseimbangan Posisi Tawar Kerja Pekerja
Pasal 5 dan 6 tentang adanya larangan diskriminasi
Perempuan
bagi pekerja dapat dikenai sanksi administratif
Antara pengusaha dan pekerja biasanya terjadi
berupa: teguran; peringatan tertulis; pembatasan
ketidakseimbangan posisi ekonomi. Pengusaha
kegiatan usaha; pembekuan kegiatan usaha;
biasanya berada pada posisi ekonomi kuat sementara
pembatalan persetujuan; pembatalan pendaftaran;
pekerja berada pada posisi sebaliknya. Kondisi
penghentian sementara sebagian atau seluruh alat
ini menyebabkan ketidakseimbangan posisi tawar
produksi; dan/atau pencabutan ijin.
antara pengusaha dengan pekerjanya, karena di satu
Namun adanya kepentingan penguasa
sisi pekerja memerlukan biaya untuk hidupnya dan
menyebabkan sanksi-sanksi tersebut seolah hanya
keluarganya, sementara pengusaha merupakan pihak
berfungsi sebagai hiasan dalam undang-undang,
yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
karena tidak pernah dilaksanakan.
tersebut melalui upah yang diberikan pada pekerja.
Situasi ini diperparah dengan besarnya
Ketidaktahuan Berlakunya suatu Hukum
jumlah angkatan kerja, terutama perempuan, yang
Meskipun ada suatu asas yang menyatakan
membutuhkan pekerjaan di Indonesia tetapi belum
bahwa setiap orang dianggap tahu akan hukumnya,
tersalurkan. Selain itu juga faktor pendidikan pekerja
tetapi hal ini biasanya hanya merupakan suatu asas
perempuan juga berpengaruh terhadap posisi tawar
saja. Sesuai dengan sifatnya yang dapat ditimpangi
perempuan. Masih terdapat kesenjangan tingkat
maka berkaitan dengan asas tersebut di atas lebih
pendidikan formal bagi laki-laki dan perempuan.
banyak orang yang tidak mengetahui hukum yang
Akibatnya posisi tawar seorang pekerja perempuan
mengaturnya.
menjadi lebih rendah dibanding pekerja laki-laki.

Sali Susiana, Pelindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme | 219
Di Indonesia asas ini hanya berlaku bagi kurangnya sosialisasi kepada pekerja perempuan,
para pelaku hukum saja. Selain itu, masyarakat baik dari pemerintah maupun pihak perusahaan
kurang memperdulikannya, sehingga ketika dapat digolongkan ke dalam faktor eksternal.
hak dan kewajibannya tidak terpenuhi mereka
tidak tahu bagaimana prosedur yang tepat untuk Penutup
memperolehnya. Seharusnya, ketentuan hukum Simpulan
sebagai dasar pemberian upah terutama yang Hak pekerja perempuan telah dijamin dalam
berkaitan dengan pelindungan pekerja perempuan konstitusi, undang-undang, dan beberapa peraturan
terhadap diskriminasi upah perlu diketahui pelaksananya. Jaminan hak tersebut sejalan dengan
oleh pengusaha maupun para pekerja, sehingga berbagai konvensi internasional yang mengatur
benar-benar dipahami sistem pengupahan yang tentang hak pekerja perempuan. Dalam konstitusi,
berbasiskan pada keadilan gender. persamaan hak perempuan untuk bekerja dan
Hak pekerja perempuan lainnya yang perlu mendapat perlakuan yang layak terdapat dalam
mendapat perhatian adalah yang terkait dengan hak Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
reproduksinya. Menurut Kartika (2010) sebagaimana Beberapa peraturan perundang-undangan yang
dikutip Rosalina (2015:21), hak pekerja perempuan mengatur hak pekerja perempuan antara lain: (1)
yang paling penting untuk dipenuhi terkait dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
jenis kelaminnya adalah yang berkenaan dengan Ketenagakerjaan (Pasal 18, Pasal 76, Pasal 81, Pasal
fungsi reproduksi perempuan. Perusahaan harus 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 93, dan Pasal 153 Ayat
memenuhi hak cuti haid, cuti melahirkan, dan cuti 1 huruf e); (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
keguguran. Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 49 1981 tentang Pelindungan Upah; (3) Peraturan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Per-04/Men/1989
Asasi Manusia yang menyatakan bahwa perempuan tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara
berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam Mempekerjakan Pekerja Perempuan pada Malam
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap Hari; (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
hal-hal yang berkenaan dengan fungsi reproduksi Transmigrasi Nomor Kep. 224/Men/2003 tentang
perempuan. Terkait dengan hak reproduksi ini, Kewajiban Pengusaha yang Mempekerjakan
sampai saat ini belum semua perusahaan mampu Pekerja/Buruh Perempuan antara pukul 23.00
dan mau memenuhi hak tersebut, terutama hak sampai dengan pukul 07.00. Hak pekerja perempuan
cuti haid. Hasil penelitian yang dilakukan penulis juga dijamin dalam berbagai konvensi internasional,
tahun 2017 menunjukkan bahwa sebagian besar termasuk Konvensi CEDAW.
pekerja perempuan memilih untuk tidak mengambil Hak pekerja perempuan tersebut antara lain: (1)
hak cuti haid karena berbagai alasan, antara lain pelindungan jam kerja; (2) pelindungan dalam masa
tetap memilih bekerja ketika haid karena jika tidak haid (cuti haid); (3) pelindungan selama hamil dan
masuk kerja karena alasan cuti haid maka gajinya melahirkan, termasuk ketika pekerja perempuan
akan dipotong. Selain itu, ada perusahaan yang mengalami keguguran (cuti hamil dan melahirkan);
mewajibkan pekerja perempuan yang mengajukan (4) pemberian lokasi menyusui (hak menyusui dan/
cuti haid untuk diperiksa oleh dokter perusahaan atau memerah ASI); (5) hak kompetensi kerja;
terlebih dulu untuk membuktikan bahwa yang (6) hak pemeriksaan selama masa kehamilan dan
bersangkutan memang sedang haid, karena memang pasca-melahirkan.
ada kasus di mana cuti haid dijadikan alasan untuk Meskipun telah dijamin dalam berbagai
tidak masuk kerja padahal dia tidak sedang haid. peraturan perundang-undangan maupun konvensi
Menurut Rosalina (2015: 24), tidak dipenuhinya internasional, tetapi sampai saat ini belum semua
hak-hak pekerja perempuan oleh perusahaan hak pekerja perempuan tersebut dapat dipenuhi,
maupun pengusaha salah satunya disebabkan oleh baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun
tingkat pendidikan yang rendah, sehingga mereka faktor eksternal. Faktor internal tersebut adalah
memiliki pengetahuan yang minim tentang hak- masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman
hak pekerja perempuan yang seharusnya mereka pekerja perempuan mengenai hak yang dimiliknya.
peroleh. Faktor lainnya adalah masih kurangnya Ada pun faktor eksternal yaitu: (1) adanya budaya
sosialisasi, baik dari pihak perusahaan maupun patriarki; (2) marginalisasi dalam pekerjaan; (3)
pemerintah mengenai hak-hak pekerja perempuan. adanya stereotype kepada perempuan; dan (4)
Penulis sependapat dengan Rosalina, tingkat kurangnya sosialisasi.
pendidikan yang rendah ini dapat dikategorikan
menjadi faktor internal yang menghambat
terpenuhinya hak pekerja perempuan. Sementara,

220 | Aspirasi Vol. 8 No. 2, Desember 2017


Saran Soepomo, Iman. 1976. Pokok-Pokok Hukum
Meskipun secara yuridis normatif hak pekerja Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
perempuan telah dijamin dalam berbagai peraturan Sulistyaningsih, Endang dan Rumondang, Haiyani. 2006.
perundang-undangan, tetapi implementasi berbagai “Perempuan di Dunia Kerja”, dalam Perempuan
peraturan tersebut perlu mendapat perhatian. Dari dan Hukum, Menuju Hukum yang Berperspektif
sisi pengupahan saja hingga saat ini masih terdapat Kesetaraan dan Keadilan, Sulistyowati Irianto
kesenjangan upah antara pekerja perempuan (ed.), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
dengan pekerja laki-laki sebagaimana temuan ILO
yang telah disampaikan dalam tulisan ini. Selain Makalah /Hasil Penelitian
upah, berbagai bentuk pelindungan hak pekerja Dewi W, Ima Indra. 2002. Implikasi Pasal 31 ayat (1) dan
perempuan yang terkait dengan waktu kerja dan (3) jo Pasal 34 UU Nomor 1 Tahun 1974 terhadap
hak reproduksi perempuan juga perlu diperhatikan Penerapan Kebijakan di Bidang Ketenagakerjaan
implementasinya, mengingat pekerja perempuan bagi Tenaga Kerja Perempuan pada Perusahaan
Percetakan.
memiliki karakteristik yang berbeda dengan pekerja
laki-laki. Ernawati, Eci. Laporan Penelitian Pelanggaran Hak
Oleh karena itu, untuk meningkatkan upaya Buruh Perempuan Dan Upaya Advokasi Buruh,
pemenuhan hak pekerja perempuan, disarankan TURC, https://www.academia.edu/7954670/
beberapa hal berikut. Pertama, melakukan Hak_Pekerja_Perempuan_dan_Hukum_yang_
Mengatur_Perlindungannya?auto=download,
sosialisasi tentang hak-hak pekerja perempuan, baik
diakses 12 September 2017.
oleh pemerintah maupun pihak perusahaan. Kedua,
meningkatkan pengawasan kepada perusahaan Rosalina, Meliani. 2015. “Tingkat Pemenuhan Hak
terkait implementasi berbagai ketentuan yang Pekerja Perempuan di Bidang Pertanian dan
mengatur mengenai hak pekerja perempuan. Dan Nonpertanian”, Departemen Sains Komunikasi
ketiga, memberikan sanksi yang tegas kepada Dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan
yang mengatur mengenai hak pekerja perempuan.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang


Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
Jurnal Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Khotimah, Khusnul. 2009. Diskriminasi Gender Terhadap Asasi Manusia.
Perempuan Dalam Sektor Pekerjaan. Jurnal Studi Jender
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
dan Anak, Vol.4, No.1 Jan-Jun 2009, hlm. 158-180.
Ketenagakerjaan.
Uli, Sinta. 2005. Pekerja Wanita di Perusahaan dalam
Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang Kesetaraan
Perspektif Hukum dan Gender, Jurnal Equality,
Upah bagi Pekerja Laki-Laki dan Perempuan untuk
Vol. 10 No. 2 Agustus 2005.
Pekerjaan yang Sama Nilainya.

Buku Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang


Kartasapoetra, G. 1986. Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pelindungan Upah.
Pengantar. Bandung: Penerbit Angkasa. Surat Edaran Menakertrans No SE-01/MEN/1982
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Anak. Tanpa tahun. Pembangunan Manusia Berbasis No 8 Tahun 1981 tentang Pelindungan Upah.
Gender 2012, kerja sama dengan Badan Pusat Statistik.
Kustandi, Abas. 1995. Penghapusan Diskriminasi terhadap Surat Kabar
Wanita. Bandung: Alumni. Ciptakan Lapangan Kerja untuk Masyarakat, Kompas,
18 Oktober 2017, hlm. 19.
Rahardjo, Satjipto. 2009. Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan
Sosiologis. Yogyakarta: Genta Publishing.
Internet
Rusli, Hardijan. 2011. Hukum Ketenagakerjaan. Bogor: BPS: Pekerja Masih Didominasi Laki-laki, https://
Ghalia Indonesia. bisnis.tempo.co/read/872608/bps-pekerja-masih-
Soedijana. 2012. Ekonomi Pembangunan Indonesia, didominasi-laki-laki, diakses 20 Oktober 2017.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.S

Sali Susiana, Pelindungan Hak Pekerja Perempuan dalam Perspektif Feminisme | 221
Jumlah Tenaga Kerja Perempuan di Indonesia, http:// Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga-PEKKA,
independen.id/read/data/429/jumlah-tenaga-kerja- https://www.pekka.or.id/index.php/id/tentang-
perempuan-di-indonesia/, diakses 30 Oktober 2017. kami/276-pemberdayaan-perempuan-kepala-
keluarga-pekka.html, diakses 22 Oktober 2017.
Pertumbuhan Jumlah Pekerja Perempuan Meningkat,
http://kupang.tribunnews.com/2016/01/07/
pertumbuhan-jumlah-pekerja-perempuan-
meningkat, diakses 30 Oktober 2017.

222 | Aspirasi Vol. 8 No. 2, Desember 2017

You might also like