You are on page 1of 14

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian.

13(2), 70-83
URL: https://jurnal.uns.ac.id/ilmupangan/article/view/42275
DOi: https://doi.org/10.20961/jthp.v13i2.42275

ISSN 1979-0309 (Online) 2614-7920 (Print)

PENGARUH APLIKASI EDIBLE COATING HIDROKSI PROPIL METIL


SELULOSA DAN METIL SELULOSA TERHADAP PENURUNAN SERAPAN
MINYAK DAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA KERIPIK SINGKONG

EFFECT OF EDIBLE COATING APPLICATION OF


HIDROXYPROPYLMETHYLCELLULOSE AND METHYLCELLULOSE ON REDUCING
OIL UPTAKE AND PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTICS OF CASSAVA CHIPS

Danar Praseptiangga, Dyah Eti Maheswari, dan Nur Her Riyadi Parnanto
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agriculture, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Jebres 57126, Surakarta, Indonesia
Email: dpraseptiangga@staff.uns.ac.id

Diserahkan [22 Juni 2020]; Diterima [11 Agustus 2020]; Dipublikasi [20 Agustus 2020]
ABSTRACT
Cassava chips is one of the popular snacks in Indonesia. Deep frying is a frying method that is often used
in the chips industry, which can increase oil absorption in a final product. Thus, studies to reduce oil absorption
in frying products need to be done. One of them is by applying edible coatings before frying. Hydroxypropyl
methyl cellulose (HPMC) and methyl cellulose (MC) are cellulose derivatives that can be used in food and
pharmaceutical applications, therefore their application as edible coatings on cassava chips is expected to
reduce oil uptake during frying, as seen from the reduction in fat content of the final product. The effect of the
treatment application of edible coatings HPMC and MC on the decrease in oil absorption and physicochemical
characteristics of cassava chips in frying with new oil and used cooking oil were examined in this study by using
the experimental design of completely randomized design (CRD) with one factor (cellulose derivatives’ type).
The results showed that edible coatings treatment with HPMC and MC on cassava chips were able to reduce the
uptake of oil in chips compared to control with a percentage decrease in HPMC (26.03%) and MC (17.23%), in
frying with new oil, while the percent decreased in frying chips using used cooking oil with HPMC treatment
was 24.41%, and 17.07% (MC). The influence of the application of edible coatings HPMC and MC on the
physicochemical characteristics of cassava chips compared to control chips in the terms of increased water
content, decreased fat content, increased ash content, and a harder texture (reduced level of crispness) both in
frying with new oil and used cooking oil. The color analysis showed different results at a small difference level
of products with new oil, and at a moderate difference level of fried products with used cooking oil.
Keywords : cassava chips, edible coating, hydroxypropyl methyl cellulose, methyl cellulose, new and used
cooking oils
ABSTRAK
Keripik singkong adalah salah satu makanan ringan popular di Indonesia. Deep frying merupakan metode
penggorengan yang sering digunakan dalam industri keripik dan dapat meningkatkan serapan minyak pada
produk akhirnya, sehingga kajian untuk mengurangi serapan minyak pada produk hasil penggorengan perlu
dilakukan. Salah satunya dengan aplikasi edible coating sebelum penggorengan. Hidroksi propil metil selulosa
(HPMC) dan metil selulosa (MC) merupakan derivat selulosa yang dapat digunakan dalam aplikasi pangan dan
farmasi, sehingga aplikasinya sebagai edible coating pada keripik singkong diharapkan dapat mengurangi
serapan minyak selama penggorengan, dilihat dari penurunan kadar lemak produk akhirnya. Pengaruh perlakuan
aplikasi edible coating HPMC dan MC terhadap penurunan serapan minyak dan karakteristik fisikokimia keripik
singkong pada penggorengan dengan minyak baru dan minyak jelantah dikaji dalam penelitian ini dengan
menggunakan desain penelitian rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu jenis derivat selulosa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keripik singkong perlakuan edible coating dengan HPMC dan MC mampu menurunkan
serapan minyak keripik singkong dibanding kontrol dengan persentase penurunan HPMC (26,03%) dan MC
(17,23%), pada penggorengan dengan minyak baru, sedang persen penurunan pada penggorengan keripik dengan

70 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020


menggunakan minyak jelantah HPMC (24,41%) dan MC (17,07%). Pengaruh aplikasi edible coating HPMC dan
MC pada karakteristik fisikokimia keripik singkong yang dihasilkan dibanding keripik kontrol berupa
peningkatan kadar air, penurunan kadar lemak, peningkatan kadar abu, dan tekstur semakin keras (berkurang
tingkat kerenyahan) baik pada penggorengan dengan minyak baru maupun minyak jelantah. Analisis warna
menunjukkan hasil yang berbeda pada tingkat perbedaan kecil untuk produk hasil goreng dengan minyak baru,
dan tingkat perbedaan warna sedang pada produk hasil goreng dengan minyak jelantah.
Kata kunci : keripik singkong, edible coating, hidroksi propil metil selulosa, metil selulosa, minyak baru dan
jelantah

PENDAHULUAN goreng serta mengakibatkan serapan minyak


lebih besar (Winarni et al., 2010).
Keripik singkong merupakan salah satu Aplikasi edible coating dapat menjadi
komoditas snack yang berpotensi untuk alternatif yang baik untuk mengatasi masalah
dikembangkan lebih lanjut di Indonesia. tersebut. Bahan dasar pembuatan edible
Selama ini industri keripik baik skala rumah coating dapat digolongkan menjadi tiga
tangga maupun industri besar yang telah kelompok, yaitu hidrokoloid (protein,
dikenal masyarakat, menggunakan teknik polisakarida), lemak (asam lemak), serta
penggorengan deep frying. Deep frying komposit atau campuran (hidrokoloid dan
adalah metode menggoreng dengan minyak lemak) (Garcia et al., 2002; Kurek et al.,
berjumlah banyak, sehingga semua bagian 2017; Liberty et al., 2019; Zhang et al.,
makanan yang digoreng terendam di dalam 2020). Derivat selulosa; antara lain Metil
minyak panas, dengan demikian proses selulosa (MC) dan Hidroksi propil metil
penggorengan akan lebih cepat dan semua selulosa (HPMC); merupakan salah satu
permukaan makanan akan terkena perlakuan kelompok polisakarida yang termasuk dalam
panas yang relatif seragam (Rossel, 2000; hidrokoloid yang sering digunakan dalam
Kurek et al., 2017; Liberty et al., 2019; pembuatan edible coating (Imeson, 1999,
Zhang et al., 2020). Kurek et al., 2017; Liberty et al., 2019;
Teknik ini diketahui mampu Zhang et al., 2020), sehingga aplikasinya
menghasilkan produk hasil goreng dengan sebagai edible coating pada keripik singkong
karakteristik yang disukai, tekstur renyah, diharapkan dapat mengurangi serapan
warna menarik, rasa gurih, dan aroma yang minyak selama penggorengan, dilihat dari
khas (Ballard, 2004), namun memiliki penurunan kadar lemak produk akhirnya.
kekurangan yang umumnya mengandung Penambahan plasticizer pada edible coating
proporsi resapan minyak goreng yang tinggi dapat meningkatkan permeabilitas film
sebagai akibat kontak bahan pangan dengan terhadap oksigen, uap air, dan pelarut (Garcia
minyak goreng selama proses penggorengan et al., 2002).
(Mallikarjunan et al., 1997; Funami et al., Beberapa penelitian membuktikan
1999; Fellows, 2000; Kurek et al., 2017; bahwa penggunaan derivat selulosa sebagai
Liberty et al., 2019; Zhang et al., 2020). edible coating dapat mengurangi kadar
Kuantitas minyak dalam makanan goreng minyak produk gorengan, antara lain Brncic
meningkat setelah proses penggorengan. et al. (2004) pada kentang strip dan
Kisaran umum jumlah minyak yang Singthong (2009) pada keripik pisang. Garcia
diabsorpsi oleh produk selama penggorengan et al. (2002) juga menyatakan bahwa
adalah 8-25% (Elizabeth, 2009). Pada french penggunaan coating berbahan dasar derivat
fries kandungan lemaknya meningkat dari selulosa dan plasticizer dapat mengurangi
0,2% menjadi 14% setelah penggorengan minyak pada produk french fries. Namun
sedangkan pada keripik kentang dapat demikian, aplikasi derivat selulosa sebagai
mencapai 40%. Minyak yang digunakan pada edible coating pada produk keripik dengan
industri-industri saat ini terdiri atas dua penggorengan minyak baru dan minyak
macam minyak yaitu minyak baru dan jelantah belum banyak dikaji hingga saat ini,
minyak bekas atau minyak jelantah. Minyak sehingga penelitian ini bertujuan untuk
jelantah memberikan pengaruh pada mengetahui pengaruh edible coating
beberapa atribut terhadap produk hasil Hidroksi propil metil selulosa (HPMC) dan

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020 71


Metil selulosa (MC) pada penurunan serapan selulosa untuk larutan edible coating
minyak dan karakteristik fisikokimia keripik HPMC dan MC adalah tingkat
singkong dalam penggorengan minyak baru kekentalannya yang sama dan memenuhi
dan minyak jelantah. syarat larutan coating yakni; merata,
jernih dan kental menempel, sehingga
METODE PENELITIAN memudahkan tahap aplikasi pada irisan
singkong, dan tidak banyak menetes
Bahan (Pranoto et al., 2009, Wullandari, 2008).
Formula edible coating HPMC dan MC
Bahan utama yang digunakan dalam
yang digunakan dalam penelitian ini dapat
penelitian ini adalah singkong jenis kaporo
dilihat pada Tabel 1.
yang yang diperoleh dari Boyolali, Jawa
Tabel 1 Formula edible coating hidroksi
Tengah. Hidroksi propil metil selulosa
propil metil selulosa dan metil
Methochel E15 Premium LV (Dow Chemical
selulosa
Company, USA), Metil selulosa
Methylcellulosum (Acf farmaceutische, Jenis gram ml larutan ml PEG
Belanda) dan plasticizer PEG-400 derivat (aquades)
(polyethylene glycol) standar food grade MC 8,5 200 0,85
digunakan sebagai bahan pembuatan edible HPMC 8 200 0,8
coating dalam penelitian ini. Bahan kimia 2. Aplikasi coating pada pembuatan keripik
pro-analisis digunakan untuk analisis kimia singkong
pada tahapan karakterisasi fisikokimia, dan Pembuatan keripik singkong
bahan untuk menggoreng yang digunakan mengadaptasi metode pembuatan keripik
adalah minyak goreng komersial dengan industri rumah tangga di daerah Boyolali
merk dagang “FILMA” serta minyak jelantah dengan modifikasi (ukuran, ketebalan, dan
sisa penggorengan kerupuk diperoleh dari teknik menggoreng terkontrol). Irisan
UKM Kerupuk Rahayu di Surakarta, Jawa singkong berbentuk lingkaran dengan
Tengah. ketebalan ± 1mm, diameter ± 3cm, dan
Alat pengirisan dilakukan dengan slicer.
Sebelum digoreng, irisan tipis keripik
Alat yang digunakan dalam penelitian singkong dicelupkan ± 5 detik pada
antara lain slicer, pisau, ember, tisu, kertas larutan coating kemudian dikering-
minyak, wadah kedap udara, multi fryer anginkan dengan udara hangat dengan
“Maspion”, spatula, peniris, glass beaker, hairdryer. Pencelupan dilakukan 2 kali,
stirrer magnetic, penjepit, hot plate, kompor setiap pencelupan dikering-anginkan
gas, hairdryer, pipet volume, termometer, dengan hairdryer selama 10 menit. Dalam
tabung ekstraksi soxhlet, erlenmeyer, kertas pembuatan larutan edible coating
saring, oven, desikator, timbangan analitik, diperlukan pemanasan disertai
cawan, oven, loyang, cawan porselen, tanur, pengadukan dengan magnetic stirrer agar
tabung reaksi, spektrofotometer, labu takar, bahan dari derivat selulosa (HPMC dan
Lloyd’s Universal Testing Instrumen (Zwick MC) dan plasticizer dapat larut sempurna
ZO.5), dan Minolta color reader CR-200. dalam aquades. Suhu pemanasan 80 oC
Tahapan Penelitian digunakan untuk mendapatkan larutan
edible coating yang merata, jernih, dan
1. Pembuatan larutan edible coating kental menempel untuk diaplikasikan.
Pembuatan larutan edible coating Proses penggorengan setiap sampel
dilakukan dengan penambahan plasticizer keripik dibuat sama, karena suhu dan
PEG (polyethylene glycol) 10% (v/w) dari waktu penggorengan adalah faktor yang
berat hidroksi propil metil selulosa dapat mempengaruhi produk hasil
(HPMC) dan metil selulosa (MC) yang penggorengan. Suhu 160oC dan waktu
digunakan (Pranoto et al., 2009, penggorengan selama 45 detik secara
Wullandari, 2008, dan Mallikarjunan et terkontrol digunakan dalam proses
al., 1997). Penentu konsentrasi derivat penggorengan pada penelitian ini.

72 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020


3. Analisis pengaruh aplikasi coating pada HASIL DAN PEMBAHASAN
keripik
Metode analisis yang digunakan Persen Penurunan Kadar Lemak Keripik
bertujuan untuk mengetahui pengaruh Singkong dengan Aplikasi Edible Coating
aplikasi coating HPMC dan MC sebelum Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)
penggorengan pada karakteristik dan Metil Selulosa (MC)
fisikokimia keripik singkong yang
dihasilkan dibanding dengan keripik Dalam penelitian untuk mengetahui
kontrol tanpa coating. Metode analisis pengaruh dari aplikasi edible coating
dapat dilihat pada Tabel 2. berbahan dasar derivat selulosa yang berbeda
Tabel 2 Metode Analisis pada penggorengan minyak baru dan minyak
No Analisis Metode jelantah terhadap produk akhir keripik
1. Kadar Crude fat analysis singkong, perlu dibuktikan terlebih dahulu
lemak (AOAC, 2005) bahwa aplikasi edible coating hidroksi propil
2. Kadar Determination moisture metil selulosa (HPMC) dan metil selulosa
air content (MC) dapat mengurangi serapan minyak
(AOAC, 2000) selama penggorengan, sehingga
3. Kadar Determination total ash menyebabkan produk lebih rendah lemak
abu content dibanding kontrol (tanpa coating).
(AOAC, 2000) Kemampuan masing-masing aplikasi edible
4. Tekstur Dengan alat Lloyd’s coating dapat dilihat pada Tabel 3.
Universal Testing Tabel 3. menunjukkan bahwa aplikasi
Instrument edible coating dari kedua jenis derivat
(Usawakesmanee et al., selulosa mampu menurunkan kadar lemak
2007) produk keripik baik pada penggorengan
5. Warna Hunter dengan alat dengan minyak baru maupun penggorengan
Chromameter dengan minyak jelantah. Persen penurunan
(Hutching, 1999) lemak dengan menggunakan minyak baru
pada HPMC sebesar 26,03% dan MC
Rancangan penelitian menggunakan 17,23%, sedang pada penggunaan minyak
pola rancangan acak lengkap (RAL). Pola jelantah, persen penurunan pada HPMC
rancangan acak lengkap digunakan untuk sebesar 24,41% dan MC 17,07 %
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
sampel dengan 2 kali ulangan sampel dan Tabel 3 Kadar Lemak dan Persen Penurunan
3 kali ulangan analisis. Dalam penelitian Kadar Lemak Keripik Singkong
ini, menggunakan satu faktor yaitu bahan Berbagai Perlakuan
edible coating keripik singkong pada Persen penurunan
Kadar lemak
penggorengan minyak baru dan minyak Sampel kadar lemak
(%db)
jelantah. Data yang diperoleh dianalisa (%db)
c
statistik dengan SPSS 17.0 metode one A0 28,62 ±0,24 -
way Analysis of Variance (ANOVA), jika A1 21,17a±0,33 26,03
terdapat perbedaan antar perlakuan, maka A2 23,69b±0,47 17,23
dilanjutkan dengan uji beda nyata A3 29,45d±0,33 -
a
menggunakan metode Duncan’s Multiple A4 22,26 ±1,87 24,41
Range Test (DMRT) pada taraf A5 24,42b±0,87 17,07
signifikansi α = 0,05. Notasi berbeda pada satu kolom menunjukkan beda
nyata pada taraf α: 0.05
Keterangan :
A0 : tanpa edible coating (kontrol) penggorengan
minyak baru
A1 : dengan edible coating HPMC penggorengan
minyak baru
A2 : dengan edible coating MC penggorengan minyak
baru

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020 73


A3 : tanpa edible coating dengan penggorengan membangun interaksi antar ikatan
minyak jelantah membentuk lapisan yang dapat menghalangi
A4 : dengan edible coating HPMC penggorengan
minyak jelantah
(Funami et al., 1999, Mallikarjunan et al.,
A5 : dengan edible coating MC penggorengan minyak 1997).
jelantah Perbedaan persen penurunan pada
penggunaan kedua minyak disebabkan
Perbedaan persen penurunan
keripik singkong yang digoreng dengan
dipengaruhi oleh tingkat hidrofilitas derivat
menggunakan minyak jelantah memiliki
selulosa (Pranoto et al., 2009), sedangkan
muatan minyak yang lebih banyak sehingga
konsentrasi bahan coating diketahui akan
pada keripik singkong tanpa edible dengan
memberikan pengaruh yang linier dengan
minyak jelantah memiliki kandungan lemak
jumlah pengurangan minyak terserap pada
yang berbeda nyata dibandingkan kontrol.
produk yang digoreng, hanya berlaku jika
Menurut Ballard (2003) penggunaan minyak
yang digunakan dalam satu jenis bahan
jelantah yang sudah rusak dan mengalami
edible coating (Funami et al., 1999), maka
perubahan kimia akibat oksidasi
konsentrasi yang berbeda tidak diketahui
menyebabkan produk yang digoreng selain
pengaruhnya secara pasti terhadap
menurunkan nilai dari produk juga
kemampuan penghalangan serapan minyak.
meningkatkan penyerapan minyak. Tegangan
Semakin hidrofilik suatu bahan, maka
permukaan antara minyak goreng dan bahan
kemampuan pengikatan terhadap molekul
polar seperti air dan sifat penghalangan pangan tinggi saat minyak yang digunakan
merupakan fresh oil. Selama penggorengan
terhadap minyak lemak semakin meningkat
dengan minyak yang telah dipakai berulang-
(Imeson, 1999). HPMC dan MC selain
ulang, polaritas minyak meningkat akibat
memiliki kemampuan bahan mengikat air,
proses pemanasan, sehingga tegangan
kedua jenis derivat selulosa tersebut memiliki
permukaan antara minyak goreng dan bahan
kemampuan membentuk lapisan pelindung
pangan yang digoreng menurun. Penyerapan
(protective layer) akibat asosiasi
minyak akan meningkat dengan semakin
intermolekuler gugus-gugus metil yang
banyaknya penggunaan minyak yang telah
berdekatan dari derivat selulosa pada saat
dipakai berulang (Pinthus dan Saguy, 1994).
suhu diatas ‘suhu tepat terjadi termalgelasi’
atau IGT (incipient termalgelation Karakteristik Fisikokimia Keripik
temperature) (Mallikarjunan et al., 1997, Singkong dengan Aplikasi Edible Coating
Pranoto et al., 2009). IGT merupakan suhu Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)
saat termalgelasi tepat mulai terjadi atau dan Metil Selulosa (MC)
kondisi ketika asosiasi intermolekuler mulai Dalam mengembangkan suatu jenis
terbentuk sangat cepat (menjadi bentuk gel).
produk pangan, diperlukan informasi dasar
IGT HPMC dan MC terjadi pada suhu 50- dari sifat fisikokimia produk yang juga
90oC. Lapisan (gel) yang terbentuk tersebut, menentukan mutu suatu produk (Gardjito,
menyebabkan kontrol transfer uap air bahan 2011), sehingga dalam penelitian dilakukan
yang terhidrasi ke lingkungan dan minyak analisis karakteristik fisikokimia keripik
atau lemak yang terserap dari media singkong kontrol dan hasil perlakuan, untuk
penggorengan ke dalam produk. Pemanasan
mengetahui pengaruh aplikasi edible coating
yang terus berlanjut dengan suhu yang terus pada karakteristik fisikokimia keripik
meningkat menyebabkan pelarut dalam singkong dengan perlakuan dibanding
bahan coating menguap, hingga pada kontrol. Berikut dapat dilihat karakteristik
akhirnya terbentuk film di permukaan. fisikokimia produk keripik singkong dengan
Kemampuan dari edible coating dan film aplikasi edible coating Hidroksi Propil Metil
berbasis polisakarida membentuk matriks
Selulosa (HPMC) dan Metil Selulosa (MC)
film disebabkan oleh bergabungnya ikatan pada Tabel 4.
hidrogen, dan polimer hidrofilik dari bahan
berbasis polisakarida tersebut dapat

74 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020


Tabel 4 Kadar Air, Lemak, Abu, dan Tekstur Keripik Singkong Kontrol dan Perlakuan
Aplikasi Edible Coating Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Metil
Selulosa (MC) pada Penggorengan Minyak Baru dan Minyak Jelantah
Air Tekstur
Sampel Lemak (%db) Abu (%db)
(%wb) (%db) (F max=N)
A0 4,08a±0,33 4,25a±0,36 28,62c±0,24 1,76a±0,07 3,80a±0,29
A1 5,15b±0,19 5,43b±0,21 21,17a±0,33 2,00b±0,09 5,53b±0,45
A2 5,08b±0,30 5,36b±0,34 23,69b±0,47 2,23c±0,11 5,29b±0,46
A3 3,97a±0,32 4,14a±0,35 29,45d±0,33 1,79a±0,07 3,82a±0,37
A4 5,05b±0,17 5,32b±0,19 22,26a±1,87 2,04b±0,09 5,37b±0,41
A5 4,92b±0,26 5,18b±0,28 24,42b±0,87 2,33c±0,23 5,09b±0,45
Notasi berbeda pada satu kolom menunjukkan beda nyata pada taraf α: 0,05
Keterangan :
A0 : tanpa edible coating (kontrol) penggorengan minyak baru
A1 : dengan edible coating HPMC penggorengan minyak baru
A2 : dengan edible coating MC penggorengan minyak baru
A3 : tanpa edible coating dengan penggorengan minyak jelantah
A4 : dengan edible coating HPMC penggorengan minyak jelantah
A5 : dengan edible coating MC penggorengan minyak jelantah
1. Kadar Air kadar air perlakuan MC juga tidak jauh
Kadar air merupakan banyaknya air berbeda dibandingkan dengan HPMC
yang terkandung dalam bahan yang tetapi keduanya lebih tinggi dibandingkan
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga dengan kontrol. Kadar air yang lebih
salah satu karakteristik yang sangat tinggi ini disebabkan kemampuan MC dan
penting pada bahan pangan karena air HPMC dalam mengikat air (Nussinovitch,
dapat mempengaruhi kenampakan, 1997) dan membentuk film sehingga air
tekstur, dan rasa bahan pangan (Winarno, tidak dapat keluar dari matriks (Krochta et
2005). Penggorengan dengan minyak baru al., 1994). Hal tersebut sesuai dengan
tanpa aplikasi edible coating pendapat Anggraeni (2005) yang
menghasilkan keripik singkong dengan menyatakan bahwa perlakuan pencelupan
kadar air 4,25% db. Aplikasi edible dalam larutan edible coating
coating meningkatkan kadar air produk menyebabkan adanya lapisan permukaan
menjadi 5,36% db untuk MC dan 5,43% bahan sehingga air yang ada dalam bahan
db untuk HPMC, sedangkan sulit keluar pada waktu penggorengan.
penggorengan dengan minyak jelantah HPMC bersifat hidrofobik sehingga air
tanpa aplikasi edible coating yang ada dalam bahan sulit menguap pada
menghasilkan keripik singkong dengan saat penggorengan, yang mengakibatkan
kadar air 4,14% db dan meningkatkan kadar air menjadi lebih besar. Pada proses
kadar air produk menjadi 5,18% db untuk penggorengan, air yang terdapat dalam
MC dan 5,32% db untuk HPMC.Kedua bahan akan mengalami penguapan akibat
jenis keripik perlakuan (HPMC dan MC) kenaikan suhu bahan dan minyak. Pada
pada kedua jenis minyak memberikan proses pemanasan akan menyebabkan
pengaruh berupa peningkatan kadar air terjadinya penguapan air dan kemudian
keripik yang dihasilkan pada kedua jenis minyak masuk ke bagian kerak dan
minyak. Kadar air kedua perlakuan lebih mengisi ruang kosong yang semula berisi
tinggi dan berbeda nyata dengan kontrol, air. Adanya lapisan pada permukaan
sedangkan kadar air keripik perlakuan bahan pada awal penggorengan akan
HPMC dan MC tidak berbeda nyata. Pada mempersulit masuknya minyak disertai
Tabel 4 terlihat bahwa sampel keripik dengan sulitnya air untuk menguap. Jika
singkong dengan perlakuan edible coating film tersebut dilewati oleh uap air yang
HPMC penggorengan minyak baru bersifat polar maka molekul air akan lebih
memiliki kadar air paling tinggi dibanding sukar menembus film yang menyebabkan
dengan MC. Pada kedua jenis minyak, permeabilitasnya semakin kecil (Garcia et

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020 75


al., 2002). Efek penghalangan 2. Kadar Lemak
menyebabkan produk memiliki kadar Lemak adalah komponen makanan
lemak lebih rendah dan kadar air lebih yang tidak larut di dalam air. Bahan
tinggi. Kadar air penggorengan dengan pangan digoreng dengan tujuan untuk
menggunakan minyak baru tidak berbeda mendapatkan warna, tekstur serta flavor
nyata dengan penggunaan minyak yang diharapkan. Analisis kadar lemak
jelantah. bertujuan untuk mengetahui kemampuan
SNI 01-4305-1996 untuk kadar air efek penghalangan minyak terserap pada
keripik singkong adalah maksimal 6,0% keripik singkong yang dihasilkan dengan
(b/b), sehingga kedua perlakuan edible menghitung selisih kadar lemak keripik
coating kedua jenis minyak masih perlakuan dengan kadar lemak keripik
memenuhi syarat, tetapi lebih tinggi kontrol. Melalui analisis kadar lemak
dibandingkan dengan kontrol. Kadar air dapat diketahui kandungan lemak total
yang lebih besar pada produk keripik produk keripik hasil penggorengan,
dengan aplikasi edible coating sebelum sebagai akibat dari serapan minyak selama
penggorengan, disebabkan oleh proses penggorengan. Hasil analisis kadar
pengikatan air maupun penghalangan lemak produk keripik singkong dapat
transfer uap air bahan keluar oleh bahan dilihat pada Tabel 4. Dari hasil tersebut,
coating, sehingga air bahan masih lebih diketahui aplikasi edible coating berbahan
banyak tertahan di dalam bahan daripada derivat selulosa (HPMC dan MC) sebelum
keripik tanpa coating. Konsekuensi dari penggorengan mampu menghasilkan
aplikasi edible coating derivat selulosa keripik singkong lebih rendah kadar
sebelum penggorengan pada keripik lemak pada kedua jenis minyak dibanding
singkong yang dihasilkan berupa kontrol masing-masing.
peningkatan kadar air produk. Semakin Keripik kontrol tanpa aplikasi coating
tinggi kadar air pada suatu produk pada penggorengan minyak baru memiliki
makanan, dikatakan oleh Winarno (2005) kadar lemak tertinggi mencapai 28,62%
dapat memberikan dampak kerusakan db, dan berbeda nyata dengan keripik
yang lebih cepat. Akan tetapi pada produk perlakuan (HPMC dan MC). Keripik
keripik yang di-coating dengan bahan perlakuan aplikasi edible coating sebelum
derivat selulosa dalam penelitian ini, penggorengan dengan minyak baru
belum tentu memiliki umur simpan, atau memiliki kadar lemak lebih rendah,
daya tahan terhadap kerusakan yang lebih berturut turut 21,17% db dan 23,69% db
singkat daripada keripik kontrol yang untuk perlakuan coating HPMC dan MC.
tidak di-coating. Diduga lapisan film dari Sedangkan pada keripik dengan
bahan coating derivat selulosa yang penggorengan minyak jelantah memiliki
terbentuk (Mallikarjunan et al. (1997) dan kadar lemak tertinggi pada keripik tanpa
Pranoto et al. (2009)) di permukaan perlakuan edible coating yaitu sebesar
keripik singkong, justru dapat 29,45%, dan berbeda nyata dengan keripik
memberikan pengaruh penghalangan pada perlakuan (HPMC dan MC). Keripik
kerusakan oksidatif maupun kerusakan perlakuan aplikasi edible coating pada
akibat uap air yang masuk selama penggorengan minyak jelantah memiliki
penyimpanan. Perbedaan kadar air juga kadar lemak lebih rendah, berturut turut
disebabkan penambahan plastizicer yaitu 22,26% db dan 24,42% db untuk
PEG pada larutan edible coating. perlakuan coating HPMC dan MC. Hal ini
Berdasarkan penelitian Garcia et al. berarti bahwa perlakuan edible coating
(2002), penambahan plasticizer dapat juga memiliki kemampuan sebagai
meningkatkan elastisitas coating serta penghalang bila digunakan dengan
meningkatkan sifat penghalang coating menggunakan minyak jelantah.
dengan penurunan kadar minyak dan Kadar lemak produk keripik paling
meningkatkan masuknya air dibandingkan rendah dihasilkan oleh aplikasi edible
dengan yang tidak di-coating. coating HPMC. Aplikasi edible coating

76 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020


berbahan derivat selulosa (HPMC dan menurun sehingga penyerapan minyak
MC) sebelum penggorengan pada kedua lebih besar (Pinthus dan Saguy, 1994).
jenis minyak memberikan pengaruh
3. Kadar Abu
berupa penurunan kadar lemak produk Abu adalah zat anorganik sisa hasil
keripik singkong yang dihasilkan. Derivat
pembakaran suatu bahan organik. Kadar
selulosa sebagai hidrokoloid bahan edible abu ada hubungannya dengan mineral
coating diketahui dapat mengurangi suatu bahan. Semakin banyak atau sedikit
serapan minyak akibat formasi gel yang mineral yang terkandung dalam produk
terbentuk (protective layer) pada saat suhu pangan, baik diakibatkan oleh faktor
mulai mencapai tepat diatas suhu termal pengolahan maupun rekayasa proses dapat
gelasinya atau incipient thermal gelation
diketahui dengan uji kadar abu
(IGT), yaitu suhu saat termalgelasi tepat (Sudarmadji et al., 2007). Kadar abu
mulai terjadi atau kondisi ketika asosiasi menunjukkan kandungan mineral yang
intermolekuler mulai terbentuk sangat terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian,
cepat (menjadi bentuk gel) (Funami et al., serta kebersihan suatu bahan yang
1999, Mallikarjunan et al., 1997). dihasilkan (Andarwulan et al., 2011).
Formula dan jenis bahan yang berbeda
Selama penggorengan, pada bahan
dari edible coating dapat mempengaruhi pangan dapat terjadi perubahan-perubahan
peningkatan WHC (water holding fisiko-kimiawi (Muchtadi et al., 1992),
capacity) sekaligus kemampuan akan tetapi kehilangan karbohidrat dan
penghalangan terhadap minyak atau lemak mineral seringkali tidak dilaporkan,
terserap pada suatu produk yang digoreng karena kemungkinannya kecil (Fellows,
(Funami et al., 1999). Kedua macam
2000). Pada penelitian ini, informasi
kemampuan tersebut, menyebabkan mengenai pengaruh aplikasi edible
produk hasil penggorengan lebih rendah coating berbahan derivat selulosa (HPMC
lemak walaupun dengan besar penurunan dan MC) pada kadar abu perlu diketahui,
yang berbeda-beda dibanding kontrol untuk melihat apabila perlakuan coating
yang tidak di-coating. mampu memberikan pengaruh pada kadar
Perbedaan kadar lemak ini juga abu keripik singkong yang dihasilkan
disebabkan dalam pembuatan larutan dibanding keripik kontrol yang telah
edible coating dilakukan penambahan memenuhi persyaratan SNI. Adapun kadar
PEG (polyethylene glicol) sebagai abu maksimal pada produk keripik
plasticizer. Hal ini mengakibatkan singkong diatur oleh SNI 01-4305-1996;
perbedaan kadar lemak keripik singkong sebesar 2,5% (b/b). Kadar abu keripik
baik yang dilapisi dengan edible coating singkong dalam penelitian dapat dilihat
maupun tanpa edible coating. pada Tabel 4. Dari tabel diketahui kadar
Penambahan plasticizer dapat abu keripik kontrol pada penggorengan
meningkatkan elastisitas coating, minyak baru menghasilkan keripik
meningkatkan sifat penghalang coating singkong dengan kadar abu paling rendah
dengan penurunan kadar minyak dan sebesar 1,76% db, dan berbeda nyata
meningkatkan pemasukan uap air dibanding dengan kadar abu kedua keripik
dibandingkan dengan yang tidak di- singkong hasil perlakuan edible coating
coating. Kadar lemak keripik tanpa edible penggorengan dengan minyak baru,
coating penggorengan dengan minyak berturut-turut sebesar 2,00% db dan
jelantah berbeda nyata dibandingkan 2,23% db untuk HPMC dan MC serta
dengan kontrol. Hal ini disebabkan oleh menunjukkan hasil berbeda nyata. Sedang
perubahan kimia pada minyak jelantah keripik singkong penggorengan dengan
meningkatkan penyerapan minyak. minyak jelantah pada perlakuan tanpa
Penggunaan minyak yang berulang-ulang coating menghasilkan kadar abu sebesar
menyebabkan tegangan permukaan antara 1,79% db dan berbeda nyata dibanding
minyak goreng dan bahan pangan dengan kadar abu kedua keripik singkong
hasil perlakuan edible coating berturut-

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020 77


turut sebesar; 2,04% db dan 2,33% db panas dan terdegradasi pada suhu diatas
untuk HPMC dan MC. 220oC (Imeson, 1999).
Kedua perlakuan keripik yang di-
4. Tekstur
coating pada kedua jenis minyak memiliki Tekstur pada jenis makanan keripik
kadar abu yang sesuai dengan syarat SNI.
merupakan faktor utama dalam
Aplikasi edible coating berbahan dasar menentukan keripik tersebut baik untuk
derivat selulosa (HPMC dan MC) dikonsumsi atau tidak. Pengukuran tekstur
memberikan pengaruh berupa peningkatan telah menjadi salah satu faktor terpenting
kadar abu keripik singkong yang dalam industri pangan, khususnya sebagai
dihasilkan dibanding keripik kontrol. Jenis indikator dari aspek non-visual (Ballard,
derivat selulosa sebagai bahan dasar
2004). Kemampuan dalam menguji dan
pembuatan larutan edible coating mengukur tekstur, memberikan
berpengaruh nyata terhadap kadar abu keleluasaan bagi pihak industri untuk
keripik singkong. Derivat selulosa menetapkan standar kualitas baik dari segi
diketahui merupakan turunan dari selulosa pengepakan atau pengemasan maupun
yang juga memiliki komponen mineral. penyimpanan. Tekstur menunjukkan besar
Keterangan tentang mineral yang
gaya yang diberikan oleh Lloyd’s
terkandung di dalam bahan derivat Universal Testing Instrument hingga
selulosa dikatakan oleh Imeson (1999) keripik singkong menjadi hancur atau
salah satunya yaitu, kemungkinan adanya retak dalam bentuk F max (Newton).
abu sulfat sebagai residu industri. Bahan Semakin besar nilai gaya tersebut,
derivat selulosa yang digunakan dalam menunjukkan bahwa tekstur lebih tidak
penelitan, memiliki keterangan food
renyah (Ete dan Alam, 2009). Renyah
grade, dengan persen abu sulfat maksimal diartikan sebagai keras tapi mudah patah,
untuk HPMC dan MC food grade sekitar kompak tapi rapuh, dan tidak lunak
1-1,5%. Imeson (1999) menyatakan (Saklar et al., 1999).
bahwa MC dibuat dengan mereaksikan Hasil uji tekstur keripik singkong
serat selulosa dengan NaOH sehingga dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel
menghasilkan alkali selulosa (Cell−ONa). 4. Sampel keripik singkong kontrol
Alkali selulosa ini kemudian direaksikan memiliki tekstur paling renyah yang
dengan halida organik (contohnya metil ditandai dengan nilai F max paling kecil
klorida (CH3Cl)) sehingga menghasilkan (mudah patah atau hancur) yaitu 3,80 N,
metil selulosa. Sedang derivat selulosa pada penggorengan dengan minyak baru.
HPMC, dibuat dengan mereaksikan serat Keripik dengan aplikasi edible coating
selulosa dengan NaOH, sehingga MC dan HPMC memiliki tingkat
menghasilkan alkali selulosa (Cell−ONa). kerenyahan lebih kecil dari kontrol
Alkali selulosa ini kemudian direaksikan dengan nilai F max lebih besar (tidak
dengan halida organik (contohnya metil mudah patah atau hancur), berturut-turut
klorida (CH3Cl)) dan propilena oksida 5,29 N (MC) dan 5,53 N (HPMC).
(C3H6O) sebagai bahan reaksi. Hasil Semakin keras tekstur keripik
samping dari reaksi pembuatan derivat (HPMC>MC>kontrol) linier dengan
selulosa berupa NaCl. Mineral yang semakin tinggi kadar air (HPMC>MC>
dominan terkandung dalam derivat kontrol). Begitu juga pada keripik
selulosa adalah natrium dan klorida, singkong dengan penggorengan minyak
sehingga secara teoritis tidak berbahaya jelantah. Pada keripik tanpa perlakuan
apabila dikonsumsi. Kadar abu yang lebih edible didapatkan nilai 3,82 N. Keripik
tinggi pada keripik yang dengan aplikasi coating MC dan HPMC memiliki tingkat
edible coating derivat selulosa dibanding kerenyahan lebih kecil dari kontrol
kontrol yang tidak di-coating, merupakan dengan nilai F max lebih besar (tidak
indikator eksistensi komponen edible mudah patah atau hancur), berturut-turut
coating pada produk keripik, karena 5,09 N dan 5,37 N. Salah satu faktor yang
derivat selulosa diketahui tahan perlakuan mempengaruhi tekstur produk makanan

78 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020


gorengan adalah kadar air. Bila kadar air digunakan pada berbagai objek yang akan
tinggi akan menyebabkan komponen diukur warnanya. Skala warna ini digunakan
makanan hasil goreng menjadi tidak terutama pada industri-industri makanan.
renyah (Ete dan Alam, 2009). Aplikasi Warna dianalisis dengan membandingkan
edible coating dari kedua jenis derivat nilai L*, a* dan b* keripik singkong
selulosa (HPMC dan MC) sebelum perlakuan aplikasi edible coating sebelum
penggorengan pada kedua jenis minyak, penggorengan kedua jenis minyak dengan
memberikan pengaruh berupa penurunan kontrol. Hasil analisis warna masing-masing
nilai (kuantitatif) renyah atau peningkatan sampel dalam penelitian dapat dilihat pada
nilai gaya maksimal (F max) yang Tabel 5.
dibutuhkan Lloyd’s universal testing
instrument untuk menekan keripik Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa
singkong yang dihasilkan hingga patah perlakuan aplikasi edible coating
atau hancur dibanding kontrol. berpengaruh terhadap parameter L* atau
Kadar air yang tinggi pada bahan kecerahan keripik singkong aplikasi edible
makanan, membuat gaya maksimal yang coating MC baik pada minyak baru dan pada
diperlukan oleh Lloyd’s universal testing minyak jelantah, tetapi tidak berpengaruh
instrument untuk mematahkan atau pada HPMC pada penggorengan minyak
menghancurkan sampel keripik semakin baru. Nilai L* antara kontrol dengan keripik
besar akibat sampel yang bersifat liat. perlakuan edible coating HPMC tidak
Sifat liat bahan melenturkan sampel berbeda nyata, akan tetapi dengan edible
keripik ketika diberi tekanan sehingga coating MC berbeda nyata. Kontrol memiliki
nilai F max semakin besar. Selama nilai L* atau kecerahan sebesar 67,31;
penggorengan, air mengalami penguapan sampel keripik dengan coating HPMC
dan permukaan produk yang digoreng sebesar 67,27; dan nilai L* MC sebesar
menjadi mengeras (terbentuk lapisan keras 70,62. Sedang pada penggorengan minyak
atau crust), sedang tekstur bagian dalam jelantah mengalami penurunan dibanding
produk dapat mengeras atau tetap kontrol yaitu pada keripik tanpa edible
lembek/lunak bergantung pada sifat bahan coating 59,89, dan berturut-turut 59,65;58,70
yang digoreng (Estiasih dan Ahmadi, untuk HPMC dan MC. Nilai L* menyatakan
2009). Proses penguapan air bahan dan nilai kecerahan (lightness) yang mempunyai
gelatinisasi yang belum sempurna akibat kisaran nilai dari 0 (hitam) sampai 100
meningkatnya kemampuan mengikat air (putih). Pengukuran warna dengan
pada keripik singkong dengan aplikasi kolorimeter lazimnya dibandingkan dengan
edible coating sebelum penggorengan standar (kontrol) (Andarwulan et al., 2011).
pada kedua jenis minyak, menyebabkan Pada penggorengan dengan minyak baru,
tekstur keripik yang dihasilkan tidak keripik dengan aplikasi MC cenderung lebih
begitu renyah dibanding dengan kontrol. cerah atau lebih putih dibanding kontrol,
sedangkan HPMC tidak berbeda nyata
Warna
dengan kontrol. Dari nilai L* maka diketahui
Warna bahan makanan biasanya diukur bahwa keripik dengan coating MC lebih
dalam unit L*a*b* yang merupakan standar cerah dari keripik kontrol maupun keripik
internasional pengukuran warna, diadopsi dengan perlakuan HPMC. Hal ini disebabkan
oleh CIE (Commission Internationale oleh terbentuknya lapisan film yang
d'Eclairage). Instrumen yang biasa memberikan warna sedikit putih pada
digunakan untuk pengukuran warna adalah permukaan produk keripik dengan aplikasi
colorimeter seperti Minolta Chromameter. edible coating MC, sehingga nilai kecerahan
Skala warna CIELab adalah skala warna lebih tinggi.
yang seragam. Skala warna CIELab dapat

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020 79


Tabel 5 Nilai Warna L*, a*, dan b*, dan ΔE* dari Keripik Singkong dan Perlakuan Aplikasi
Edible Coating Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Metil Selulosa (MC)
pada Penggorengan Minyak Baru dan Minyak Jelantah
Parameter**
Sampel
L* a* b* ΔE*
b b b
A0 67,31 ±4,13 5,20 ±0,42 28,97 ±2,07 -
A1 67,27b±2,09 4,67a±0,18 30,53c±0,63 1,46
A2 70,62c±2,06 4,51a±0,21 30,65c±0,84 2,38
a d
A3 59,89 ±1,87 6,47 ±0,54 27,30a±0,55 3,21
a cd a
A4 59,65 ±2,41 5,97 ±0,29 27,63 ±0,79 3,12
A5 58,70a±0,69 5,92c±0,44 27,80a±0,83 3,24
Notasi berbeda pada satu kolom menunjukkan beda nyata pada taraf α: 0,05
Keterangan **: L* (lightness), a* (red and green), b* (yellow and blue), ΔE* (nilai penentu tingkat perbedaan
warna menurut standar CIELab)
Keterangan :
A0 : tanpa edible coating (kontrol) penggorengan minyak baru
A1 : dengan edible coating HPMC penggorengan minyak baru
A2 : dengan edible coating MC penggorengan minyak baru
A3 : tanpa edible coating dengan penggorengan minyak jelantah
A4 : dengan edible coating HPMC penggorengan minyak jelantah
A5 : dengan edible coating MC penggorengan minyak jelantah
Penggunaan minyak jelantah juga antara perlakuan coating MC dan HPMC
memberikan pengaruh terhadap nilai L* tidak berbeda nyata. Nilai a* untuk kontrol
keripik. Nilai L* keripik minyak jelantah adalah 5,20; 4,67 untuk sampel HPMC; dan
berbeda nyata dibandingkan dengan keripik 4,51 untuk sampel MC. Perlakuan aplikasi
kontrol dan keripik edible coating HPMC edible coating derivat selulosa (HPMC dan
dan MC dengan menggunakan minyak baru. MC) memberikan pengaruh berupa
Hal ini berarti bahwa keripik dengan penurunan nilai warna merah dibanding
penggorengan minyak jelantah lebih hitam keripik singkong kontrol. Warna keripik
dari kontrol. Semakin berulang penggunaan perlakuan HPMC dan MC memberikan
minyak untuk menggoreng, semakin tinggi warna kurang merah akibat terbentuknya
pula kandungan asam lemak bebas yang lapisan film putih. Sedang penggorengan
terbentuk dan semakin tinggi pula kerusakan dengan minyak jelantah mengalami kenaikan
minyak. Kerusakan minyak selama proses dibandingkan dengan kontrol dan berbeda
menggoreng akan mempengaruhi mutu nyata. Nilai a* keripik tanpa edible coating
bahan pangan yang digoreng dan akan 6,47; HPMC 5,97: dan MC sebesar 5,92. Hal
menghasilkan bahan dengan rupa yang ini berarti keripik singkong hasil
kurang menarik / berwarna gelap / hitam dan penggorengan dengan minyak jelantah
cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan mengalami kenaikan warna merah karena
sebagian vitamin dan asam lemak esensial penggunaan dari minyak jelantah
yang terdapat dalam minyak (Gunawan et al., mempengaruhi warna hasil goreng.
2003). Nilai b* menyatakan warna kromatik
Nilai a* menyatakan cahaya pantul yang campuran biru-kuning (yellowness).
menghasilkan warna kromatik campuran Perlakuan HPMC dan MC minyak baru
merah-hijau (redness). Perlakuan aplikasi berbeda nyata dari kontrol. Nilai b* untuk
edible coating derivat selulosa berpengaruh kontrol adalah 28,97, sedang untuk keripik
terhadap nilai a* yang dihasilkan keripik dengan perlakuan HPMC 30,53; dan MC
dengan perlakuan edible coating derivat 30,65. Perlakuan aplikasi edible coating
selulosa dibanding kontrol. Hasil analisis derivat selulosa sebelum penggorengan,
nilai a* dapat dilihat pada Tabel 5. Sampel berpengaruh terhadap nilai b* dari keripik
kontrol berbeda nyata dengan keripik yang dihasilkan. Nilai b* yang berbeda nyata
perlakuan HPMC dan MC dengan antara kontrol dengan kedua keripik
menggunakan minyak baru, akan tetapi perlakuan aplikasi edible coating sebelum
80 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020
penggorengan menunjukkan bahwa aplikasi KESIMPULAN
edible coating baik HPMC maupun MC
memberikan pengaruh berupa peningkatan Aplikasi edible coating berbahan dasar
nilai warna kuning pada keripik (kontrol< derivat selulosa HPMC dan MC mampu
HPMC<MC). Sedangkan pada penggorengan menurunkan kadar lemak keripik singkong
dengan minyak jelantah, didapatkan nilai b* dibanding kontrol dengan besar persentase
pada perlakuan tanpa edible sebesar 27,30; penurunan dengan HPMC (26,43%) dan MC
untuk HPMC 27,63 dan 27,80 untuk MC. (17,23%), pada penggorengan dengan
Hal ini berarti sampel lebih gelap dari kontrol minyak baru, sedang persen penurunan pada
akibat penggunaan minyak jelantah yang penggorengan keripik dengan menggunakan
mengandung kotoran dan menyebabkan minyak jelantah HPMC (24,41%) dan MC
warna produk hasil goreng lebih gelap. (17,07%). Pengaruh aplikasi HPMC dan MC
Analisis warna dilanjutkan dengan pada karakteristik fisikokimia keripik
mencari nilai ΔE* yang menyatakan tingkat singkong yang dihasilkan dibanding keripik
perbedaan keripik kontrol dengan keripik kontrol berupa peningkatan kadar air,
perlakuan edible coating derivat selulosa penurunan kadar lemak, peningkatan kadar
sebelum penggorengan. Hasil analisis nilai abu, tekstur semakin keras (berkurang tingkat
ΔE* dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai ΔE* kerenyahan), dan warna yang berbeda dari
memberikan informasi kuantitatif besarnya kontrol.
perbedaan warna secara keseluruhan masing-
masing keripik singkong perlakuan aplikasi DAFTAR PUSTAKA
edible coating (HPMC dan MC) dengan
standarnya (keripik kontrol). Besar ΔE* Andarwulan, N., Kusnandar, F., & Herawati,
keripik perlakuan HPMC sebesar 1,46 dan D. (2011). Analisis Pangan. Penerbit
MC 2,38. Sedangkan pada perlakuan dengan Dian Rakyat. Jakarta.
minyak jelantah ΔE* HPMC 3,12; MC 3,24 Anggraeni, K. (2005). Pengaruh metode
dan keripik tanpa perlakuan edible coating blanching dan pencelupan dalam lemak
yaitu sebesar 3,21. Besaran ΔE* kemudian jenuh terhadap kualitas french fries
dikategorikan dalam tingkat perbedaan warna kentang varietas hertha dan granola.
dengan standar sesuai dengan ketentuan Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman.
CIELab dalam Tabel 6.
AOAC. (2000). Official Method of Analysis
Tabel 6 Tingkat Perbedaan Warna Mengikuti 17th Edition. AOAC International.
Standar CIELab
AOAC. (2005). Official Method of Analysis:
Kisaran nilai Tingkat perbedaan Crude Fat in Feeds, Cereal Grains, and
ΔE* warna
Forages. AOAC International.
0,2 - 1 Sangat kecil
1–3 Kecil Badan Standar Nasional. (1996). Keripik
3-6 Sedang Singkong. SNI 01-4305-1996.
>6 Besar Ballard, T. (2003). Application of edible
(Muhammad et al., 2013) coating in maintaining crispness of
Berdasarkan informasi pada Tabel 6., breaded fried foods. Thesis. Faculty of
maka dapat diketahui bahwa aplikasi edible Virginia Polytechnic Institute and State.
coating derivat selulosa HPMC dan MC Virginia.
memberikan pengaruh pada parameter warna Brncic, R. S., Lelas, V., Rade, D., &
sebagai karakteristik fisik produk keripik Simundic, B. (2004). Decreasing of oil
singkong berupa taraf perubahan warna kecil absorption in potato strips during deep
pada produk hasil goreng dengan minyak fat frying. Journal of Food Engineering,
baru dan dalam taraf perbedaan sedang pada 64: 237–241.
minyak jelantah.
Krochta, J. M., Baldwin, E., & Carriedo, M.
O. N. (1994). Edible Coatings to
Improve Food Quality. Technomic
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020 81
Publishing Co, Inc. Lancaster. Liberty, J. T., Dehghannya, J., & Ngadi, M.
Pennsylvania. USA. O. (2019). Effective strategies for
reduction of oil content in deep-fat fried
Elizabeth, J. (2009). Frying fat pada aplikasi
foods: A review. Trends in Food
deep-fat frying. Food Review,
Science & Technology, 92, 172-183.
IV(11):30-32.
Mallikarjunan, P., Chinnan, M. S.,
Estiasih, T., & Ahmadi, K. (2009). Teknologi
Balasubramaniam, V., & Phillips, R. D.
Pengolahan Pangan. Bumi Aksara.
(1997). Edible coating for deep-fat
Jakarta.
frying of starchy products.
Ete, A. & Alam, N. (2009). Karakteristik Lebensmittel-Wissenschaft und
mutu bawang goreng palu sebelum Technologie, 30, 709-714.
penyimpanan. Jurnal Agroland, 16(4):
Muchtadi, D., Palupi, N. S., Astawan, M.
273-280.
(1992). Metoda Kimia Biokimia dan
Fellows, P. J. (2000). Food Processing Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi
Technology: Principles and practice. Pangan Olahan. Institut Pertanian
2nd edition. CRC Press. USA. Bogor. Bogor.
Funami, T., Funami, M., Tawada, T., & Muhammad, D. R. A., Mislachah, N. C. F.,
Nakao, Y. (1999). Decreasing oil uptake Atmaka, W., & Anandito, B. K. (2013).
of doughnuts during deep-fat frying Effect of drying method on the color
using curdlan. Journal of Food Science, and total anthocyanins of instant
64(5): 883-888. weaning food made of sweet potato.
Garcia, M. A., Ferrero, C., Bertola, N., Proceeding International Conference on
Martino, M., & Zaritzky, N. (2002). Natural Dyes (29 May 2013), 103-108.
Edible coating from cellulose Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
derivatives to reduce oil uptake in fried Nussinovitch, A. (1997). Hydrocolloid
products. Innovative Food Science and Applications: Gum Technology in the
Emerging Technologies, 3(4): 391-397. Food and Other Industries. Blackie
Gardjito, M., & Djuwardi, A. (2011). Academic and Professional. London.
Manifest Boga Nusantara. Pusat Studi UK.
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Pinthus, E. J., & Saguy, I. S. (1994). Initial
Mada.Yogyakarta. interfacial tension and oil uptake by
deep fat fried food. Journal of Food
Gunawan, G., Aloysius, M. T. M., & Science, 59(4): 804-807.
Rahayu, A. (2003). Analisis pangan:
penentuan angka peroksida dan asam Pranoto, Y., Marseno, D. W., & Haryadi.
lemak bebas pada minyak kedelai (2009). Methylcellulose and
dengan variasi menggoreng. Jurnal hydroxyprophyl methylcellulose-based
Kimia Sains & Aplikasi, 6(3): 13-16. coatings on partially defatted peanut to
reduce frying oil uptake and enhance
Hutchings, J. B. (1999). Food Colour and oxidative stability. Asian Journal of
Appearance. 2nd edition. An Aspen Food and Agro-Industry, 2(4): 891-900.
Publications. Maryland. USA.
Rossel, J. B. (2000). Frying: Improving
Imeson, A. (1999). Thickening and Gelling Quality. CRC Press LCC. Boca Raton,
Agents for Foods. An Aspen USA.
Publications. Maryland. USA.
Saklar, S., Ungan, S. & Katnas, S. (1999).
Kurek, M., Scetar, M., & Galic, K. (2017). Instrumental crispness and crunchiness
Edible coatings minimize fat uptake in of roasted hazelnuts and correlations
deep fat fried products: A review. Food with sensory assessment. Journal of
Hydrocolloids, 71, 225-235. Food Science, 64(6): 1015-1019.

82 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020


Singthong, J., & Thongkaew, C. (2009).
Using hydrocolloids to decrease oil
absorption in banana chips. LWT - Food
Science and Technology, 42, 1199-
1203.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi.
(2007). Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Usawakesmanee, W., Chinnan, M. S.,
Wuttijumnong, P., Jangchud, A., &
Raksakulthai, N. (2008). Effect of
edible coating ingredients incorporated
into predusting mix on moisture
content, fat content and consumer
acceptability of fried breaded product.
Songklanakarin Journal of Science and
Technology, 30 (Suppl.1): 25-34.
Winarni, Sunarto, W., & Martini, S. (2010).
Penetralan dan adsorbsi minyak goreng
bekas menjadi minyak goreng layak
konsumsi. Jurnal Sains dan Teknologi,
8(1): 46-56.
Winarno, F.G. (2005). Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wullandari, P. (2008). Pengaruh edible
coating sebelum penggorengan pada
kacang “tepe” terhadap stabilitas
oksidatif. Skripsi. Jurusan Teknologi
Pangan dan Hasil Pertanian. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Zhang, X., Zhang, M., & Adhikari, B.
(2020). Recent developments in frying
technologies applied to fresh foods.
Trends in Food Science & Technology,
98, 68-81.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2, Agustus 2020 83

You might also like