Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
This study was conducted to analyze the production of freshwater Spirulina sp. cultured with photoperiod
manipulation treatment. In this study, photoperiod manipulation treatment performed on cultured spirulina
using fiber tanks (100 L). Spirulina was grown with different photoperiod (bright/T and dark/G) that are six
hours per day (6T-18G), 12 hours per day (12T-12G), 18 hours per day (18T-6G), and 24 hours per day (24L-
0G). The parameters were observed include dry biomass, population density (N), specific growth rate (SGR),
doubling time (G), proximate analysis, and water quality. The results of this study showed that the optimum
population density was achieved on day-3 days of cultured, and manipulation photoperiod showed no
significant effect to the dry biomass harvest and population density, but significantly affect the specific growth
rate and doubling time. Treatment of lighting 12, 18 and 24 hours per day to produce the maximum specific
growth rate (0,345 to 0,366 per day) and a maximum doubling time (1,89 to 2,01 days) were not significantly
different, whereas the old treatment six hours per day lighting showed the lowest maximum growth rate (0,323
per day) and highest doubling time (2,15 days). At treatment of lighting 12 hours per day, relatively higher
protein content (39,73%) than others. In conclusion, the lighting 12 hours per day resulted in optimum
production efficiency than other treatments.
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi spirulina Spirulina sp. air tawar yang dikultur dengan
manipulasi fotoperiode. Dalam penelitian ini, spirulina dikultur dalam wadah fiber 100 L dengan perlakuan
fotoperiode (terang/T dan gelap/G) berbeda, yaitu enam jam per hari (6T-18G), 12 jam per hari (12T-12G), 18
jam per hari (18T-6G), dan 24 jam per hari (24T-0G). Parameter yang diamati meliputi biomassa kering,
kepadatan populasi (N), laju pertumbuhan spesifik (SGR), waktu penggandaan (G), dan analisis proksimat
sprirulina, serta kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi optimum dicapai pada
hari ke-3 umur kultur dan manipulasi fotoperiode tidak berpengaruh nyata terhadap hasil biomassa kering dan
kepadatan populasi, namun secara nyata mempengaruhi laju pertumbuhan dan waktu penggandaan. Perlakuan
pencahayaan 12, 18 dan 24 jam per hari menghasilkan laju pertumbuhan spesifik maksimum (0,345 sampai
dengan 0,366 per hari) dan waktu penggandaan maksimum (1,89 sampai dengan 2,01 hari) yang tidak berbeda
nyata, sedangkan perlakuan pencahayaan enam jam per hari menunjukkan laju pertumbuhan maksimum
terendah (0.323 per hari) dan waktu penggandaan tertinggi (2,15 hari). Pada perlakuan pencahayaan 12 jam per
hari, kandungan protein relatif lebih tinggi (39,73%) dari yang lain. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
pencahayaan 12 jam per hari menghasilkan efisiensi produksi yang lebih baik daripada perlakuan lainnya.
Key word: Spirulina sp., fotoperiode, kepadatan, biomassa, pertumbuhan, kandungan nutrisi.
1,20
Bobot kering (gram)
1,00
0,80
0,60
0,40 a a a a
0,20
0,00
6T-18G
12T-12G 18T-6G 24T-0G
Perlakuan
Gambar 1. Pengaruh fotoperiod terhadap produksi biomassa Spirulina sp. Keterangan: T = terang; G = gelap
Huruf yang sama pada histogram menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
150 Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010)
Gambar 2. Kepadatan populasi Spirulina sp. selama pemeliharaan. Keterangan: T = terang; G = gelap.
T = terang
G = gelap
Gambar 3. Kepadatan populasi spirulina pada saat puncak populasi. Keterangan: T = terang; G = gelap. Huruf
yang sama pada histogram menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Laju pertumbuhan spesifik dicapai pada hari ke-3 masa kultur. Laju
Laju pertumbuhan spesifik merupakan pertumbuhan spesifik maksimum pada
parameter yang menggambarkan kecepatan masing-masing perlakuan sebesar 0,366 per
pertambahan sel spirulina per satuan waktu. hari (24T-0G), 0,353 per hari (18T-6G),
Laju pertumbuhan spesifik dihitung sampai 0,345 per hari (12T-12G), dan 0,323 per hari
pada saat tercapai kepadatan maksimum (hari (6T-18G). Berdasarkan Gambar 5, diketahui
ke-4 kultur). Grafik laju pertumbuhan bahwa laju pertumbuhan spesifik maksimum
spesifik pada masing-masing perlakuan dapat tersebut pada tiga perlakuan tidak menun-
dilihat pada Gambar 4. jukkan perbedaan yang nyata (P>0,05),
Berdasarkan Gambar 4, laju pertumbuhan kecuali pada perlakuan 6T-18G yang
spesifik maksimum pada semua perlakuan menunjukkan hasil terendah (P<0,05).
0,40
Laju pertumbuhan spesifik
0,35
0,30 6T-18G
0,25
(hari -1)
12T-12G
0,20
18T-6G
0,15
24T-0G
0,10
0,05 T = terang
0,00 G = gelap
0 1 2 3 4 5
Masa kultur (hari ke-)
Gambar 5. Laju pertumbuhan spesifik Spirulina sp. maksimum (pada hari ke-3). Keterangan: T = terang; G =
gelap. Huruf yang sama pada histogram menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
6
5
4 6 jam
3 12 jam
2 18 jam
1 24 jam
0
0 1 2 3 4
Masa kultur (Hari)
b a a a
Gambar 7. Waktu penggandaan Spirulina sp. maksimum (pada hari ke-3). T = terang; G = gelap. Huruf yang
sama pada histogram menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Perlakuan Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Kadar Abu (%) BETN (%)
6T-18G 39,07 10,35 td 22,03 td
12T-12G 39,73 9,76 5,72 19,36 25,42
18T-6G 38,73 9,64 2,34 20,87 27,71
24T-0G 34,89 7,60 1,95 33,72 21,83
T = terang; G = gelap; td = tidak ada data.
Biomassa yang dihasilkan dari penelitian sehingga tidak terlihat jelas pada pengamatan
ini jauh lebih rendah karena medium yang dalam selang waktu 24 jam. Hal ini sesuai
digunakan pada penelitian ini hanya dengan apa yang dinyatakan Fogg (1975),
menggunakan pupuk konvensional (yang bahwa pada kurva pertumbuhan terkadang
komposisi nutriennya tidak selengkap memperlihatkan pola pertumbuhan yang
medium Zarouk) dan waktu panen kultur tidak lengkap. Hal ini bukan karena tidak
yang jauh lebih singkat yaitu 6 hari. adanya salah satu fase, tetapi fase tersebut
Pertumbuhan spirulina pada penelitian ini berlangsung sangat cepat sehingga sulit
menunjukkan terjadinya pola umum untuk digambarkan. Hu (2004a) menyatakan,
pertumbuhan alga yang terbagi dalam fase bahwa adanya perbedaan penampakan fase
lag, fase eksponensial, fase penurunan laju lag tersebut membuktikan adanya faktor yang
pertumbuhan, fase stasioner, dan fase mempengaruhi fotosintesis akan mem-
kematian. Fase lag pada perlakuan 6T-18G pengaruhi pertumbuhan sel spirulina.
terlihat dengan jelas, sedangkan pada Fase eksponensial pada semua perlakuan
perlakuan lainnya tidak terlihat dengan jelas. berlangsung pada hari ke-1 sampai hari ke-3
Fase lag pada perlakuan 6T-18G (hari ke-0 - masa kultur. Fase eksponensial ditandai
hari ke-1) disebabkan karena lama dengan naiknya laju pertumbuan sehingga
pencahayaan selama 6 jam per hari tidak kepadatan populasi meningkat. Pada fase ini,
cukup menyediakan energi bagi sel spirulina pesatnya laju pertumbuhan menyebabkan
untuk melakukan penggandaan sel (berepro- meningkatnya kepadatan populasi beberapa
duksi). Fase tersebut juga menunjukkan, kali lipat. Terjadi peningkatan populasi
bahwa sel spirulina belum bisa beradaptasi karena sel alga sedang aktif berkembang biak
dengan lama pencahayaan yang diberikan. dan terjadi pembentukan protein dan
Fase lag yang terjadi pada perlakuan 12T- komponen-komponen penyusun plasma sel
12G, 18T-6G, dan 24T-0G pada penelitian yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
ini diduga terjadi dalam waktu singkat (Winarti, 2003).
Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010) 153
Fase yang terjadi setelah fase Puncak populasi terjadi setelah fase
eksponensial adalah fase penurunan laju penurunan pertumbuhan. Puncak populasi
pertumbuhan. Fase penurunan laju per- pada setiap perlakuan dicapai pada waktu
tumbuhan terjadi dengan berakhirnya fase yang relatif sama yaitu pada hari ke-4 masa
eksponensial. Pada Gambar 2 terlihat fase kultur dan dengan kepadatan sel maksimum
ini terjadi antara hari ke-3 sampai hari ke-4 yang sama pula.
masa kultur yang ditandai dengan adanya Fase selanjutnya adalah fase stasioner.
pertambahan jumlah sel namun tidak dalam Menurut Winarti (2003), fase pertumbuhan
jumlah yang besar seperti dalam fase stasioner ditandai dengan seimbangnya laju
eksponensial. Pada fase penurunan laju pertumbuhan dengan laju kematian, karena
pertumbuhan ini, kepadatan sel masih terus pertambahan kepadatan populasi seimbang
meningkat sampai mencapai puncak dengan laju kematian sehingga tidak ada lagi
populasi. pertumbuhan populasi. Pada penelitian ini,
Penurunan laju pertumbuhan terjadi fase stasioner pada setiap perlakuan tidak
karena sel mulai mengalami kekurangan terlihat dengan jelas. Hal ini kemungkinan
nutrisi (nitrogen dan fosfat) dan akibat karena fase stasioner berlangsung dengan
adanya pembentukan bayangan dari sel itu cepat sehingga tidak teramati dalam selang
sendiri (self-shading). Menurut Vonshak waktu 24 jam.
(1997a) peningkatan konsentrasi sel dalam Fase terakhir adalah fase kematian.
kultur akan meningkatkan self-shading yang Berdasarkan Gambar 2, fase kematian dapat
selanjutnya menurunkan laju pertumbuhan. diketahui dari terjadinya penurunan
Pembentukan bayangan dari sel spirulina kepadatan populasi pada semua perlakuan
berjalan seiring dengan meningkatnya setelah kultur mencapai puncak populasi,
kepadatan sel. Semakin meningkat kepadatan yaitu setelah hari ke-4 masa kultur. Fogg
sel, maka penetrasi cahaya pada media akan (1975) menyatakan, bahwa peningkatan
semakin terhalangi. Hal ini mengkibatkan populasi alga yang terjadi akan menyebabkan
adanya bagian atau sisi dari media kultur nutrien berkurang sangat cepat dan
yang tidak menerima cahaya yang cukup. Sel berpengaruh terhadap penurunan laju
spirulina yang berada pada bagian yang pertumbuhan, serta dilanjutkan pada fase
kurang cahaya kemungkinan tidak bisa stasioner dan fase kematian. Fase kematian
melakukan fotosintesis secara optimal. ditandai dengan kepadatan populasi yang
Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa terus berkurang karena kaju kematian lebih
fotosintesis merupakan faktor yang bisa tinggi dari laju pertumbuhan. Meningkatnya
mempengaruhi pertumbuhan sel spirulina. laju kematian disebabkan oleh penurunan
Ketidakoptimalan fotosintesis pada bagian jumlah nutrien pada tingkat yang tidak
yang kurang cahaya akan mengakibatkan mampu lagi untuk menunjang berlanjutnya
pertumbuhan spirulina terganggu atau pertumbuhan dan terbentuknya buangan
bahkan tidak terjadi sama sekali. Hal ini metabolik yang melampaui tingkat toleransi
selanjutnya mengakibatkan pertambahan sel (Mc Vey, 1983 dalam Winarti, 2003).
mulai menurun.
154 Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010)
Menurut Becker (1994) dalam Winarti ketika laju pertumbuhan spesifik juga
(2003) pada fase kematian terjadi penurunan mencapai maksimum. Oleh karena itu, pada
produksi biomassa secara cepat karena sel penelitian ini waktu penggandaan maksimum
mengalami kematian dan lisis. Kematian dan laju pertumbuhan spesifik maksimum
populasi ini disebabkan antara lain oleh dicapai pada waktu yang sama yaitu pada
terbatasnya nutrisi dan suplai cahaya, umur hari ke-3 masa kultur, saat fase pertumbuhan
sel yang sudah tua, kondisi lingkungan yang yang berlangsung adalah fase eksponensial.
tidak lagi mendukung, atau kontaminasi oleh Pada saat mencapai nilai maksimum (hari
mikroorganisme lain. ke-3 masa kultur), perlakuan 24T-0G, 18T-
Laju pertumbuhan spesifik merupakan 6G, dan 12T-12G menunjukkan hasil yang
parameter yang menggambarkan kecepatan tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan
pertambahan sel spirulina per satuan waktu. 6T-18G menunjukkan waktu penggandaan
Dari hasil pengamatan terhadap laju yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
pertumbuhan spesifik juga dapat diketahui lainnya.
waktu ideal pemanenan sel spirulina. Waktu Waktu penggandaan merupakan salah satu
panen yang ideal adalah ketika laju parameter yang menggambarkan kecepatan
pertumbuhan spesifik mencapai nilai pertumbuhan. Perlakuan 6T-18G meng-
maksimum, karena pada saat tersebut hasilkan pertumbuhan lebih lambat jika
biomassa sel spirulina mencapai konsentrasi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal
yang optimum. Menurut Vonshak (1997a), ini dikarenakan proses fotosintesis pada
konsentrasi biomassa yang optimum akan perlakuan tersebut tidak terjadi secara
berkorelasi dengan produktivitas tertinggi. optimal akibat kurangnya cahaya. Foto-
Gambar 4 memperlihatkan, bahwa laju sintesis yang tidak optimal tersebut
pertumbuhan spesifik maksimum dicapai selanjutnya akan mengakibatkan proses
pada hari ke-3 masa kultur. Dengan demikan, perolehan energi menjadi tidak optimal,
waktu panen ideal pada penelitian ini adalah sehingga energi untuk proses pertumbuhan
pada hari ke-3 masa kultur. kurang tersedia dengan baik.
Walaupun laju pertumbuhan spesifik Kandungan nutrisi Spirulina sp.
maksimum terjadi pada waktu yang merupakan salah satu aspek yang sangat
bersamaan, laju pertumbuhan pada perlakuan penting dalam menentukan kualitas produk
6T-18G memperlihatkan nilai yang lebih kultur yang dihasilkan. Adanya kecen-
rendah dibandingkan perlakuan lainnya. derungan perbedaan kandungan nutrisi
Adanya perbedaan ini diduga karena adanya khususnya kandungan protein dan lemak
lama pencahayaan yang berbeda sehingga merupakan akibat dari pengaruh pemberian
menghasilkan laju pertumbuhan sel yang lama pencahayaan yang berbeda. Menurut
berbeda. Menurut Fogg (1975), cahaya Hu (2004a), adanya faktor yang mem-
merupakan sumber energi yang diperlukan pengaruhi fotosintesis akan mempengaruhi
dalam proses fotosintesis, serta jumlah energi pula pertumbuhan, susunan biokimia dan
yang diterima bergantung pada kualitas, genetik pada sel. Selanjutnya dinyatakan
kuantitas dan periode penyinaran. pula, bahwa respons seluler mikroalga ketika
Waktu penggandaan merupakan waktu intensitas cahaya berkurang adalah dengan
yang dibutuhkan sel untuk menggandakan meningkatkan klorofil-a dan pigmen-pigmen
populasi. Dari pengertian tersebut, nilai lain yang berfungsi sebagai pemanen cahaya.
maksimum pada waktu penggandaan Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa
merupakan angka terkecil yang dicapai pada pada perlakuan dengan lama pencahayaan
setiap perlakuan. Semakin tinggi nilai waktu yang lebih singkat, kandungan proteinnya
penggandaan, maka semakin banyak waktu lebih tinggi. Namun pada perlakuan 6T-18G,
yang dibutuhkan sel untuk penggandaan. protein yang terkandung dalam spirulina
Sebaliknya, semakin rendah nilai waktu cenderung lebih rendah dibandingkan
penggandaan, maka semakin sedikit waktu perlakuan lainnya. Protein tersebut diduga
yang dibutuhkan sel untuk penggandaan. diurai kembali akibat cadangan makanan
Waktu penggandaan maksimum dicapai hasil fotosintesis kurang memenuhi
Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010) 155
kebutuhan. Hal ini dijelaskan oleh Lakitan penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa nitrat
(2007), bahwa jika defisiensi bahan cadangan dan fosfat digunakan oleh spirulina untuk
makanan terjadi sangat parah, maka protein memenuhi kebutuhan sel akan nutrien.
juga dapat dioksidasi dan dihidrolisis Grobbelaar (2004) menyebutkan bahwa
menjadi asam-asam amino penyusunnya, nitrogen dan fosfor merupakan unsur yang
yang kemudian diurai melalui reaksi-reaksi sangat penting bagi mikroalga. Nitrogen
glikolitik dan siklus krebs. yang dibutuhkan biasanya didapatkan dalam
Pada penelitian yang dilakukan Rafiqul et bentuk nitrat (NO3-) sedangkan fosfor
al. (2005), kandungan protein Spirulina didapatkan dalam bentuk fosfat (PO43-).
fusiformis yang dikultur dalam medium
Zarouk mencapai 61,8%. Jika dibandingkan KESIMPULAN
dengan penelitian ini, kandungan protein
spirulina pada setiap perlakuan jauh lebih Manipulasi fotoperiode tidak menunjuk-
rendah. Hal ini karena medium yang kan pengaruh yang nyata terhadap biomassa
digunakan berbeda dan pada penelitian ini panen dan kepadatan populasi, namun ber-
pemanenan dilakukan pada saat kultur pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan
mencapai fase kematian. spesifik dan waktu penggandaan. Kepadatan
Menurut Cohen (1997), golongan populasi optimum spirulina dicapai pada hari
cyanobacteria memiliki kandungan lemak ke-3 masa kultur. Pencahayaan 12 jam per
yang rendah, Spirulina hanya mengandung 6- hari memiliki efisiensi produksi yang lebih
10% lemak yang setengahnya merupakan baik daripada perlakuan lainnya.
asam lemak. Kandungan lemak pada
perlakuan 6T-18G relatif lebih tinggi DAFTAR PUSTAKA
dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini
dapat dijelaskan dari pendapat Hirano et al. Cohen, Z. 1997. The Chemical of Spirulina.
(1990) dalam Cohen (1997) yang meng- Di dalam Vonshak, A. (editor). Spirulina
ungkapkan, bahwa telah terjadi peningkatan platensis (Arthrospira): Physiology, Cell-
relatif terhadap kandungan asam lemak pada biology and Biotechnology. Taylor &
Spirulina yang disimpan pada keadaan gelap Francis Ltd., Bristol, USA. hlm. 175-204.
dalam beberapa hari. Diharmi, A. 2001. Pengaruh Pencahayaan
Pada penelitian ini, kisaran kualitas air terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif
masih berada dalam kondisi yang baik untuk Mikroalga Spirulina platensis Strain
pertumbuhan spirulina. Suhu pada saat Lokal (INK). [Tesis]. Program Pasca
penelitian mencapai kisaran 26-28oC. Payer Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
et al. (1980) dalam Winarti (2003) menyata- Fikri. 2006. Kandungan Gizi Spirulina.
kan, bahwa suhu 25-30oC masih merupakan http://www.kesehatan-alami.com/sea-
suhu optimal untuk pertumbuhan spirulina. cucumber-spirulina-kandungan.php [18
Nilai derajat kemasaman (pH) media pada Maret 2008].
penelitian ini juga masih dalam kisaran yang Fogg, G.E. 1975. Algae Culture and
cukup baik untuk pertumbuhan Spirulina. Phytoplankton Ecology. The University of
Ciferri (1983) dalam Winarti (2003) Wisconsin Press, London.
menyebutkan bahwa Spirulina dapat tumbuh Grobbelaar, J.U. 2004. Algal Nutrition:
dengan baik pada pH 8-9. Intensitas cahaya Mineral Nutrition. Di dalam Richmond,
yang digunakan pada penelitian ini berkisar A.E. (editor). Handbook of Microalgal
antara 2500-3000 lux (34-41 µmol m-2 s-1). Culture, Biotechtology And Applied
Nilai ini masih jauh dibawah kisaran Phycology. Blackwell Publ Ltd., Iowa,
intensitas cahaya yang dapat mengakibatkan USA. hlm. 97-115
saturasi pada pertumbuhan spirulina (150- Hironobu W., Kazuki O., Malina, T.A.C,
200 µmol m-2 s-1). Toshimitsu K., Masahiro S. 2006.
Kandungan nitrat dan fosfat pada akhir Immunostimulant Effects of Dietary
penelitian ini terlihat berkurang dibanding- Spirulina platensis on Carp, Cyprinus
kan kandungan nitrat dan fosfat pada awal carpio. Aquaculture 258, 1.
156 Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010)