You are on page 1of 11

146 Jurnal

Tatag Budiardi et Akuakultur Indonesia 9Indonesia


al. / Jurnal Akuakultur (2), 146–156 (2010)
9 (2), 146–156 (2010)

Pertumbuhan dan kandungan nutrisi Spirulina sp. pada fotoperiode


yang berbeda

Growth performance and nutrition value of Spirulina sp.


under different photoperiod

Tatag Budiardi*, Nur Bambang Priyo Utomo, Asep Santosa

Departement of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine Sciences,


Bogor Agricultural University
*
Email: tatagbdp@yahoo.com

ABSTRACT

This study was conducted to analyze the production of freshwater Spirulina sp. cultured with photoperiod
manipulation treatment. In this study, photoperiod manipulation treatment performed on cultured spirulina
using fiber tanks (100 L). Spirulina was grown with different photoperiod (bright/T and dark/G) that are six
hours per day (6T-18G), 12 hours per day (12T-12G), 18 hours per day (18T-6G), and 24 hours per day (24L-
0G). The parameters were observed include dry biomass, population density (N), specific growth rate (SGR),
doubling time (G), proximate analysis, and water quality. The results of this study showed that the optimum
population density was achieved on day-3 days of cultured, and manipulation photoperiod showed no
significant effect to the dry biomass harvest and population density, but significantly affect the specific growth
rate and doubling time. Treatment of lighting 12, 18 and 24 hours per day to produce the maximum specific
growth rate (0,345 to 0,366 per day) and a maximum doubling time (1,89 to 2,01 days) were not significantly
different, whereas the old treatment six hours per day lighting showed the lowest maximum growth rate (0,323
per day) and highest doubling time (2,15 days). At treatment of lighting 12 hours per day, relatively higher
protein content (39,73%) than others. In conclusion, the lighting 12 hours per day resulted in optimum
production efficiency than other treatments.

Keywords: Spirulina sp., photoperiod, density, biomass, growth, nutrition value.

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi spirulina Spirulina sp. air tawar yang dikultur dengan
manipulasi fotoperiode. Dalam penelitian ini, spirulina dikultur dalam wadah fiber 100 L dengan perlakuan
fotoperiode (terang/T dan gelap/G) berbeda, yaitu enam jam per hari (6T-18G), 12 jam per hari (12T-12G), 18
jam per hari (18T-6G), dan 24 jam per hari (24T-0G). Parameter yang diamati meliputi biomassa kering,
kepadatan populasi (N), laju pertumbuhan spesifik (SGR), waktu penggandaan (G), dan analisis proksimat
sprirulina, serta kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi optimum dicapai pada
hari ke-3 umur kultur dan manipulasi fotoperiode tidak berpengaruh nyata terhadap hasil biomassa kering dan
kepadatan populasi, namun secara nyata mempengaruhi laju pertumbuhan dan waktu penggandaan. Perlakuan
pencahayaan 12, 18 dan 24 jam per hari menghasilkan laju pertumbuhan spesifik maksimum (0,345 sampai
dengan 0,366 per hari) dan waktu penggandaan maksimum (1,89 sampai dengan 2,01 hari) yang tidak berbeda
nyata, sedangkan perlakuan pencahayaan enam jam per hari menunjukkan laju pertumbuhan maksimum
terendah (0.323 per hari) dan waktu penggandaan tertinggi (2,15 hari). Pada perlakuan pencahayaan 12 jam per
hari, kandungan protein relatif lebih tinggi (39,73%) dari yang lain. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
pencahayaan 12 jam per hari menghasilkan efisiensi produksi yang lebih baik daripada perlakuan lainnya.

Key word: Spirulina sp., fotoperiode, kepadatan, biomassa, pertumbuhan, kandungan nutrisi.

PENDAHULUAN kembangan selanjutnya, kegiatan budidaya


mikroalga telah menjadi bagian tersendiri
Didalam bidang akuakultur, mikroalga dalam kegiatan akuakultur. Hal ini karena
digunakan sebagai pakan alami pada kegiatan perkembangan produk budidaya mikroalga
budidaya, terutama pada segmen pembenihan yang sangat pesat dalam memenuhi fungsi-
ikan, udang dan abalone. Namun pada per- nya sebagai bahan pangan untuk kebutuhan
Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010) 147

manusia secara langsung. Bahkan, beberapa ditambahkan di dalam pakan. Vonshak


jenis mikroalga telah dipastikan menjadi (1997b) menyebutkan bahwa ikan yang
bahan baku obat-obatan untuk kesehatan diberi pakan dengan tambahan 0,5-1%
manusia. Selain itu, kemampuan mikroalga spirulina menunjukkan peningkatan laju
dalam memanfaatkan senyawa anorganik pertumbuhan sebesar 17-25% dan penurunan
memunculkan tujuan baru dalam budidaya tingkat kematian sebesar 30-50%. Selain itu,
mikroalga, yaitu sebagai organisme yang spirulina juga berperan sebagai imuno-
berperan dalam pengolahan limbah perairan. stimulan bagi ikan. Penelitian yang dilakukan
Dalam wacana krisis energi, mikroalga Hironobu et al. (2006) pada ikan mas
merupakan salah satu harapan sebagai Cyprinus carpio menunjukkan bahwa telah
sumber energi terbarukan yang ramah terjadi pengurangan jumlah bakteri
lingkungan dalam bentuk biodesel. Aeromonas hydrophila pada bagian hati dan
Pemanfaatan spirulina telah berkembang jantung ikan yang diberi tambahan spirulina
dari asalnya sebagai pakan alami ikan dan pada pakannya. Hal ini membuktikan bahwa
makanan pada manusia menjadi bahan baku spirulina mampu merangsang sistem
kimia untuk bidang medis, penelitian biologi, imunitas alami pada ikan.
dan kosmetik. Dengan adanya manfaat- Cahaya merupakan salah satu faktor
manfaat tersebut, spirulina diprediksi akan lingkungan yang sangat berpengaruh dalam
menjadi salah satu spesies yang penting budidaya mikroalga, karena cahaya merupa-
dalam industri bioteknologi mikroalga kan bagian yang sangat penting dalam
beberapa dekade ke depan (Hu, 2004b). fotosintesis yang menyediakan energi bagi
Berbagai bentuk keunggulan tersebut kehidupan mikroalga. Penelitian Diharmi
menjadikan budidaya mikroalga sangat (2001) menunjukkan bahwa perlakuan
penting untuk terus diteliti lebih lanjut dan manipulasi fotoperiode (lama pencahayaan)
dikembangkan menjadi salah satu industri dan intensitas cahaya memberikan pengaruh
akuakultur. yang nyata terhadap kandungan pigmen
Salah satu jenis mikroalga yang banyak bioaktif (klorofil-a, karotenoid, dan piko-
diteliti adalah Spirulina sp. Spirulina sianin) spirulina air laut spesies Spirulina
merupakan alga berwarna biru-hijau yang platensis. Perlakuan yang sama diharapkan
digolongkan ke dalam cyanobacteria, bersel dapat diterapkan pada spirulina air tawar
satu dan berbentuk spiral. Berdasarkan untuk menganalisis pengaruh manipulasi
habitatnya, spirulina dapat berkembang fotoperiode terhadap produksi spirulina. Oleh
dengan baik pada perairan tropis dan karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang
subtropis, baik pada perairan tawar maupun pengaruh fotoperiode dalam kultur spirulina
perairan laut. air tawar terhadap efisiensi produksinya.
Spirulina memiliki kandungan nutrisi
tinggi sehingga digunakan sebagai bahan BAHAN DAN METODE
makanan kesehatan. Fikri (2006) menjelas-
kan, bahwa spirulina mengandung 5 zat gizi Penelitian ini menggunakan rancangan
utama, yaitu: karbohidrat, protein, lemak acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan
(gama linoleat, omega 3, 6, dan 9), vitamin dan masing-masing diulang dua kali. Pada
(B-kompleks, E), mineral (Fe, Ca, K), serta penelitian ini digunakan cahaya berintensitas
pigmen alami (beta karoten, klorofil, antara 2500-3000 lux dengan perlakuan
xantofil, fikosianin). Oleh karena itu, manipulasi fotoperiode sebagai berikut:
spirulina dapat berfungsi sebagai antioksidan 1) Perlakuan 6T-18G: dalam 24 jam
(mencegah kanker dan radikal bebas), dilakukan pencahayaan 6 jam terang
meningkatkan sistem imunitas tubuh (daya dan18 jam gelap.
tahan terhadap fluktuasi lingkungan dan 2) Perlakuan 12T-12G: dalam 24 jam
serangan penyakit), serta merendahkan dilakukan pencahayaan 12 jam terang
kolesterol. dan12 jam gelap.
Dalam bidang akuakultur, spirulina
banyak digunakan sebagai suplemen yang
148 Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010)

3) Perlakuan 18T-6G: dalam 24 jam kultur diinokulasi spirulina dengan kepadatan


dilakukan pencahayaan 18 jam terang dan 8,0 x 10 3 sel/ml.
6 jam gelap. Setiap bak kultur diberi fotoperiode sesuai
4) Perlakuan 24T-0G: dalam 24 jam dengan perlakuan. Perbedaan lama pen-
dilakukan pencahayaan 24 jam terang dan cahayaan dilakukan dengan cara menutup
0 jam gelap. dan membuka plastik yang menutupi bak
kultur sesuai dengan lama pencahayaan yang
Kultur spirulina dikehendaki.
Penelitian ini dilakukan dengan meng-
kultur Spirulina sp. berskala massal dalam Pemanenan
bak fiber 100 liter. Untuk mencapai kultur Pemanenan spirulina dilakukan pada saat
massal 100 liter, dilakukan kultur secara kultur telah mencapai puncak populasi.
bertingkat. Kultur dimulai dari skala Indikator puncak populasi adalah perubahan
laboratorium 1 liter dalam wadah bervolume warna pada media kultur dan jumlah populasi
3 liter dan kultur 10 liter dalam wadah berdasarkan pola pertumbuhan. Kultur yang
bervolume 15 liter. Pada kultur tahap sudah mencapai puncak populasi dipanen
pertama, wadah kultur diisi air mineral dan dengan terlebih dahulu mematikan aerasi dan
dilakukan pemupukan dengan rasio nitrogen- kemudian spirulina disaring dengan plankton
fosfat (N/P) sebesar 12:1 sebagai media net.
kultur. Komposisi pupuk yang digunakan
adalah: NaNO3 500 mg/L, NaH2PO4 200 Pengumpulan data
mg/L, MgSO4 100 mg/L, FeCl3 1,5 mg/L, Data yang dikumpulkan selama penelitian
K2SO4 1,5 mg/L, Na-EDTA 1 mg/L, dan meliputi biomassa panen, kepadatan popu-
vitamin B12 0,1 mg/L. Setelah siap, media lasi, serta kualitas air. Biomassa panen
kultur diinokulasi dengan spirulina. ditimbang menggunakan timbangan digital
Setelah mencapai kepadatan maksimal, pada akhir penelitian berdasarkan bobot
kultur spirulina 1 liter dilanjutkan pada skala kering dari spirulina yang dipanen.
kultur 10 liter. Komposisi dan dosis pupuk Kepadatan populasi spirulina diamati dengan
yang digunakan sama dengan tahap kultur bantuan hemositometer dan mikroskop. Sel
sebelumnya. Wadah kultur 15 liter diisi air spirulina yang dihitung merupakan sel
sebanyak 9 liter dan dipupuk. Setelah media spirulina yang utuh, yaitu berbentuk seperti
siap, inokulan spirulina yang berasal dari grafik sinusoid dengan metode field
kultur 1 liter dimasukkan kedalam media counting, dengan rumus:
kultur tersebut. Hasil kultur skala 10 liter N = (C x 10 4) / (A x D)
kemudian digunakan untuk inokulan pada Keterangan:
kultur skala 100 liter. N = Kepadatan populasi spirulina (sel/ml)
Kultur skala massal dilakukan dalam bak C = Jumlah sel yang terhitung
fiber bervolume 100 liter sebanyak 4 buah. A = Luas lapangan pandang (mm2)
Inokulan yang digunakan untuk kultur massal D = Kedalaman lapang pandang (mm)
ini adalah spirulina hasil kultur skala 10 liter.
Komposisi pupuk pada skala massal berbeda Analisis proksimat digunakan untuk
dengan skala laboratorium karena lebih menganalisis kandungan nutrisi spirulina
banyak menggunakan pupuk konvensional. yang meliputi protein, lemak, serat kasar,
Pemupukan pada skala massal ini meng- kadar abu, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
gunakan rasio nitrogen-fosfat (N/P) 12:1 (BETN). Spirulina yang dianalisis proksimat
dengan komposisi pupuk berupa pupuk urea merupakan hasil panen pada akhir penelitian,
240 mg/L, pupuk TSP 45 mg/L, dan pupuk yaitu setelah ditimbang untuk menentukan
ZA 150 mg/L, FeCl3 3 mg/L, Na-EDTA 7,5 biomassanya.
mg/L, vitamin B12 0,015 mg/L, NaNO3 50 Parameter kualitas air yang diukur selama
mg/L, NaH2PO4 20 mg/L, MgSO4 10 mg/L, penelitian ini meliputi suhu, pH, intensitas
dan K2SO4 0,15 mg/L. Setelah siap, media cahaya, kadar nitrat, kadar fosfat, nilai
alkalinitas, kadar CO2, dan oksigen terlarut
Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010) 149

(DO). Pengukuran suhu, pH, dan DO HASIL DAN PEMBAHASAN


dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran
intensitas cahaya, kadar nitrat, kadar fosfat, Hasil
nilai alkalinitas, dan nilai CO2 dilakukan Dari pengamatan yang telah dilakukan,
pada awal dan akhir penelitian. diperoleh data mengenai biomassa panen,
kepadatan populasi, laju pertumbuhan
Pengolahan dan analisis data spesifik (LPS), waktu penggandaan (G),
Data yang diperoleh selama penelitian kandungan nutrisi, dan kualitas air.
diolah dan dianalisis untuk menjadi data
acuan pembahasan, yang meliputi parameter Biomassa panen
biomassa panen, kepadatan populasi, laju Biomassa panen rata-rata yang dihasilkan
pertumbuhan spesifik (LPS), waktu peng- dari masing-masing perlakuan adalah 0,72
gandaan (G), dan kandungan nutrisi. Laju gram (6T-18G), 0,84 gram (12T-12G), 0,85
pertumbuhan spesifik dihitung dengan rumus gram (18T-6G), dan 0,79 gram (24T-0G).
(Vonshak, 1997a): Pada Gambar 1 diperlihatkan bahwa per-
µ = (ln Nt – ln N0)/t lakuan fotoperiode tidak berpengaruh nyata
Keterangan: (P>0,05) terhadap biomassa panen.
µ = Laju pertumbuhan spesifik (hari-1)
N0 = Kepadatan populasi spirulina awal Kepadatan populasi
(sel/ml) Berdasarkan Gambar 2, kepadatan
Nt = Kepadatan populasi spirulina akhir populasi maksimum (puncak populasi) setiap
(sel/ml) perlakuan dicapai pada waktu yang relatif
t = Selang waktu dari N0 ke Nt (hari) sama. Kepadatan populasi maksimum pada
perlakuan 6T-18G adalah 2,2 x 104 sel/ml
Waktu penggandaan dihitung dengan rumus pada hari ke-4 masa kultur, pada perlakuan
(Vonshak, 1997a): 12T-12G mencapai 2,4 x 104 sel/ml pada hari
G = tln 2/µ = 0,693/µ 0.0.+ ke-5 masa kultur, pada perlakuan 18T-6G
Keterangan: mencapai 2,4 x 10 4 sel/ml pada hari ke-4
G = Waktu penggandaan (hari) masa kultur, serta pada perlakuan 24T-0G
µ = Laju pertumbuhan spesifik (pem- dengan kepadatan populasi 2,4 x 10 4 sel/ml
belahan/hari) yang dicapai pada hari ke-4 masa kultur.
Pengaruh perlakuan terhadap pencapaian
Data dianalisis ragam (anova) dengan kepadatan maksimum dianalisis melalui
tingkat kepercayaan 95% menggunakan kepadatan pada saat puncak populasi (hari
bantuan program Microsoft Excel 2007 dan ke-4 masa kultur). Pada Gambar 3 dijelaskan,
SPSS 16.0. Jika terdapat perbedaan yang bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh
nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji yang nyata (P>0,05) terhadap kepadatan
Tukey. Data kandungan nutrisi dan kualitas populasi maksimum.
air dianalisis secara deskriptif dengan
penyajian gambar dan tabel.

1,20
Bobot kering (gram)

1,00
0,80
0,60
0,40 a a a a
0,20
0,00
6T-18G
12T-12G 18T-6G 24T-0G
Perlakuan
Gambar 1. Pengaruh fotoperiod terhadap produksi biomassa Spirulina sp. Keterangan: T = terang; G = gelap
Huruf yang sama pada histogram menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).
150 Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010)

Kepadatan populasi (sel/ml)


30000
25000
20000 6T-18G
15000 12T-12G
10000
18T-6G
5000
24T-0G
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Masa kultur (hari ke-)

Gambar 2. Kepadatan populasi Spirulina sp. selama pemeliharaan. Keterangan: T = terang; G = gelap.

T = terang
G = gelap

Gambar 3. Kepadatan populasi spirulina pada saat puncak populasi. Keterangan: T = terang; G = gelap. Huruf
yang sama pada histogram menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Laju pertumbuhan spesifik dicapai pada hari ke-3 masa kultur. Laju
Laju pertumbuhan spesifik merupakan pertumbuhan spesifik maksimum pada
parameter yang menggambarkan kecepatan masing-masing perlakuan sebesar 0,366 per
pertambahan sel spirulina per satuan waktu. hari (24T-0G), 0,353 per hari (18T-6G),
Laju pertumbuhan spesifik dihitung sampai 0,345 per hari (12T-12G), dan 0,323 per hari
pada saat tercapai kepadatan maksimum (hari (6T-18G). Berdasarkan Gambar 5, diketahui
ke-4 kultur). Grafik laju pertumbuhan bahwa laju pertumbuhan spesifik maksimum
spesifik pada masing-masing perlakuan dapat tersebut pada tiga perlakuan tidak menun-
dilihat pada Gambar 4. jukkan perbedaan yang nyata (P>0,05),
Berdasarkan Gambar 4, laju pertumbuhan kecuali pada perlakuan 6T-18G yang
spesifik maksimum pada semua perlakuan menunjukkan hasil terendah (P<0,05).
0,40
Laju pertumbuhan spesifik

0,35
0,30 6T-18G
0,25
(hari -1)

12T-12G
0,20
18T-6G
0,15
24T-0G
0,10
0,05 T = terang
0,00 G = gelap
0 1 2 3 4 5
Masa kultur (hari ke-)

Gambar 4. Laju pertumbuhan spesifik Spirulina sp.


Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010) 151

Gambar 5. Laju pertumbuhan spesifik Spirulina sp. maksimum (pada hari ke-3). Keterangan: T = terang; G =
gelap. Huruf yang sama pada histogram menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Waktu penggandaan 6 hari pemeliharaan. Perlakuan 12T-12G


Waktu penggandaan merupakan waktu meng-hasilkan kandungan protein (39,73 %)
yang dibutuhkan sel untuk menggandakan yang relatif lebih tinggi dari perlakuan
populasi. Hasil pengamatan terhadap waktu lainnya, sedangkan kadar protein yang relatif
penggandaan pada masing-masing perlakuan rendah dibandingkan perlakuan lainnya
dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan didapatkan pada perlakuan 24T-0G.
Gambar 6, waktu penggandaan maksimum Berdasarkan Tabel 1 diketahui pula bahwa
Spirulina sp. pada perlakuan 24T-0G men- kandungan lemak pada perlakuan 6T-18G
capai 1,89 hari, pada perlakuan 18T-6G (10,35 %) relatif lebih tinggi dibandingkan
mencapai 1,97 hari, pada perlakuan 12T-12G perlakuan lainnya. Sedangkan kisaran nilai
mencapai 2,01 hari, dan perlakuan 6T-18G parameter kualitas air selama penelitian
mencapai 2,15 hari. tertera pada Tabel 2.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap waktu penggandaan maksimum, Pembahasan
dilakukan analisis statistik terhadap waktu Biomassa yang dihasilkan pada penelitian
penggandaan pada hari ke-3. Dari analisis ini dalam volume media kultur 100 liter
statistik disimpulkan, bahwa perlakuan berkisar antara 0,72-0,85 gram. Pada
memberikan pengaruh yang nyata terhadap penelitian Rafiqul et al. (2005), kultur
waktu penggandaan (P<0,05) seperti yang Spirulina fusiformis menggunakan medium
tertera pada Gambar 7. Zarouk selama 24 hari dengan pencahayaan
yang terus-menerus dan dalam kondisi
Analisis proksimat lingkungan yang optimal menghasilkan
Pada Tabel 1 tertera hasil analisis biomassa sebanyak 2,90 gram/l.
proksimat spirulina yang dipanen pada umur
7
Waktu Penggandaan (hari)

6
5
4 6 jam
3 12 jam
2 18 jam
1 24 jam
0
0 1 2 3 4
Masa kultur (Hari)

Gambar 6. Waktu penggandaan Spirulina sp.


152 Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010)

b a a a

Gambar 7. Waktu penggandaan Spirulina sp. maksimum (pada hari ke-3). T = terang; G = gelap. Huruf yang
sama pada histogram menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Tabel 1. Data proksimat Spirulina sp. pada perlakuan fotoperiode.

Perlakuan Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Kadar Abu (%) BETN (%)
6T-18G 39,07 10,35 td 22,03 td
12T-12G 39,73 9,76 5,72 19,36 25,42
18T-6G 38,73 9,64 2,34 20,87 27,71
24T-0G 34,89 7,60 1,95 33,72 21,83
T = terang; G = gelap; td = tidak ada data.

Biomassa yang dihasilkan dari penelitian sehingga tidak terlihat jelas pada pengamatan
ini jauh lebih rendah karena medium yang dalam selang waktu 24 jam. Hal ini sesuai
digunakan pada penelitian ini hanya dengan apa yang dinyatakan Fogg (1975),
menggunakan pupuk konvensional (yang bahwa pada kurva pertumbuhan terkadang
komposisi nutriennya tidak selengkap memperlihatkan pola pertumbuhan yang
medium Zarouk) dan waktu panen kultur tidak lengkap. Hal ini bukan karena tidak
yang jauh lebih singkat yaitu 6 hari. adanya salah satu fase, tetapi fase tersebut
Pertumbuhan spirulina pada penelitian ini berlangsung sangat cepat sehingga sulit
menunjukkan terjadinya pola umum untuk digambarkan. Hu (2004a) menyatakan,
pertumbuhan alga yang terbagi dalam fase bahwa adanya perbedaan penampakan fase
lag, fase eksponensial, fase penurunan laju lag tersebut membuktikan adanya faktor yang
pertumbuhan, fase stasioner, dan fase mempengaruhi fotosintesis akan mem-
kematian. Fase lag pada perlakuan 6T-18G pengaruhi pertumbuhan sel spirulina.
terlihat dengan jelas, sedangkan pada Fase eksponensial pada semua perlakuan
perlakuan lainnya tidak terlihat dengan jelas. berlangsung pada hari ke-1 sampai hari ke-3
Fase lag pada perlakuan 6T-18G (hari ke-0 - masa kultur. Fase eksponensial ditandai
hari ke-1) disebabkan karena lama dengan naiknya laju pertumbuan sehingga
pencahayaan selama 6 jam per hari tidak kepadatan populasi meningkat. Pada fase ini,
cukup menyediakan energi bagi sel spirulina pesatnya laju pertumbuhan menyebabkan
untuk melakukan penggandaan sel (berepro- meningkatnya kepadatan populasi beberapa
duksi). Fase tersebut juga menunjukkan, kali lipat. Terjadi peningkatan populasi
bahwa sel spirulina belum bisa beradaptasi karena sel alga sedang aktif berkembang biak
dengan lama pencahayaan yang diberikan. dan terjadi pembentukan protein dan
Fase lag yang terjadi pada perlakuan 12T- komponen-komponen penyusun plasma sel
12G, 18T-6G, dan 24T-0G pada penelitian yang dibutuhkan dalam pertumbuhan
ini diduga terjadi dalam waktu singkat (Winarti, 2003).
Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010) 153

Tabel 2. Kisaran nilai parameter kualitas air.

Parameter Satuan Awal penelitian Akhir penelitian


o
Suhu C 26,0-27,0 27,6-28,0
pH - 7,92-8,23 6,97-8,09
Intensitas cahaya Lux 2500-3000 2500-3000
Nitrat mg/L 1,042-1,221 0,684-0,870
Fosfat mg/L 0,837-1,020 0,546-0,821
CO2 mg/L 8,85-13,20 13,98-17,12
Alkalinitas mg/L 51,74-67,67 61,03-68,99

Fase yang terjadi setelah fase Puncak populasi terjadi setelah fase
eksponensial adalah fase penurunan laju penurunan pertumbuhan. Puncak populasi
pertumbuhan. Fase penurunan laju per- pada setiap perlakuan dicapai pada waktu
tumbuhan terjadi dengan berakhirnya fase yang relatif sama yaitu pada hari ke-4 masa
eksponensial. Pada Gambar 2 terlihat fase kultur dan dengan kepadatan sel maksimum
ini terjadi antara hari ke-3 sampai hari ke-4 yang sama pula.
masa kultur yang ditandai dengan adanya Fase selanjutnya adalah fase stasioner.
pertambahan jumlah sel namun tidak dalam Menurut Winarti (2003), fase pertumbuhan
jumlah yang besar seperti dalam fase stasioner ditandai dengan seimbangnya laju
eksponensial. Pada fase penurunan laju pertumbuhan dengan laju kematian, karena
pertumbuhan ini, kepadatan sel masih terus pertambahan kepadatan populasi seimbang
meningkat sampai mencapai puncak dengan laju kematian sehingga tidak ada lagi
populasi. pertumbuhan populasi. Pada penelitian ini,
Penurunan laju pertumbuhan terjadi fase stasioner pada setiap perlakuan tidak
karena sel mulai mengalami kekurangan terlihat dengan jelas. Hal ini kemungkinan
nutrisi (nitrogen dan fosfat) dan akibat karena fase stasioner berlangsung dengan
adanya pembentukan bayangan dari sel itu cepat sehingga tidak teramati dalam selang
sendiri (self-shading). Menurut Vonshak waktu 24 jam.
(1997a) peningkatan konsentrasi sel dalam Fase terakhir adalah fase kematian.
kultur akan meningkatkan self-shading yang Berdasarkan Gambar 2, fase kematian dapat
selanjutnya menurunkan laju pertumbuhan. diketahui dari terjadinya penurunan
Pembentukan bayangan dari sel spirulina kepadatan populasi pada semua perlakuan
berjalan seiring dengan meningkatnya setelah kultur mencapai puncak populasi,
kepadatan sel. Semakin meningkat kepadatan yaitu setelah hari ke-4 masa kultur. Fogg
sel, maka penetrasi cahaya pada media akan (1975) menyatakan, bahwa peningkatan
semakin terhalangi. Hal ini mengkibatkan populasi alga yang terjadi akan menyebabkan
adanya bagian atau sisi dari media kultur nutrien berkurang sangat cepat dan
yang tidak menerima cahaya yang cukup. Sel berpengaruh terhadap penurunan laju
spirulina yang berada pada bagian yang pertumbuhan, serta dilanjutkan pada fase
kurang cahaya kemungkinan tidak bisa stasioner dan fase kematian. Fase kematian
melakukan fotosintesis secara optimal. ditandai dengan kepadatan populasi yang
Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa terus berkurang karena kaju kematian lebih
fotosintesis merupakan faktor yang bisa tinggi dari laju pertumbuhan. Meningkatnya
mempengaruhi pertumbuhan sel spirulina. laju kematian disebabkan oleh penurunan
Ketidakoptimalan fotosintesis pada bagian jumlah nutrien pada tingkat yang tidak
yang kurang cahaya akan mengakibatkan mampu lagi untuk menunjang berlanjutnya
pertumbuhan spirulina terganggu atau pertumbuhan dan terbentuknya buangan
bahkan tidak terjadi sama sekali. Hal ini metabolik yang melampaui tingkat toleransi
selanjutnya mengakibatkan pertambahan sel (Mc Vey, 1983 dalam Winarti, 2003).
mulai menurun.
154 Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010)

Menurut Becker (1994) dalam Winarti ketika laju pertumbuhan spesifik juga
(2003) pada fase kematian terjadi penurunan mencapai maksimum. Oleh karena itu, pada
produksi biomassa secara cepat karena sel penelitian ini waktu penggandaan maksimum
mengalami kematian dan lisis. Kematian dan laju pertumbuhan spesifik maksimum
populasi ini disebabkan antara lain oleh dicapai pada waktu yang sama yaitu pada
terbatasnya nutrisi dan suplai cahaya, umur hari ke-3 masa kultur, saat fase pertumbuhan
sel yang sudah tua, kondisi lingkungan yang yang berlangsung adalah fase eksponensial.
tidak lagi mendukung, atau kontaminasi oleh Pada saat mencapai nilai maksimum (hari
mikroorganisme lain. ke-3 masa kultur), perlakuan 24T-0G, 18T-
Laju pertumbuhan spesifik merupakan 6G, dan 12T-12G menunjukkan hasil yang
parameter yang menggambarkan kecepatan tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan
pertambahan sel spirulina per satuan waktu. 6T-18G menunjukkan waktu penggandaan
Dari hasil pengamatan terhadap laju yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
pertumbuhan spesifik juga dapat diketahui lainnya.
waktu ideal pemanenan sel spirulina. Waktu Waktu penggandaan merupakan salah satu
panen yang ideal adalah ketika laju parameter yang menggambarkan kecepatan
pertumbuhan spesifik mencapai nilai pertumbuhan. Perlakuan 6T-18G meng-
maksimum, karena pada saat tersebut hasilkan pertumbuhan lebih lambat jika
biomassa sel spirulina mencapai konsentrasi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal
yang optimum. Menurut Vonshak (1997a), ini dikarenakan proses fotosintesis pada
konsentrasi biomassa yang optimum akan perlakuan tersebut tidak terjadi secara
berkorelasi dengan produktivitas tertinggi. optimal akibat kurangnya cahaya. Foto-
Gambar 4 memperlihatkan, bahwa laju sintesis yang tidak optimal tersebut
pertumbuhan spesifik maksimum dicapai selanjutnya akan mengakibatkan proses
pada hari ke-3 masa kultur. Dengan demikan, perolehan energi menjadi tidak optimal,
waktu panen ideal pada penelitian ini adalah sehingga energi untuk proses pertumbuhan
pada hari ke-3 masa kultur. kurang tersedia dengan baik.
Walaupun laju pertumbuhan spesifik Kandungan nutrisi Spirulina sp.
maksimum terjadi pada waktu yang merupakan salah satu aspek yang sangat
bersamaan, laju pertumbuhan pada perlakuan penting dalam menentukan kualitas produk
6T-18G memperlihatkan nilai yang lebih kultur yang dihasilkan. Adanya kecen-
rendah dibandingkan perlakuan lainnya. derungan perbedaan kandungan nutrisi
Adanya perbedaan ini diduga karena adanya khususnya kandungan protein dan lemak
lama pencahayaan yang berbeda sehingga merupakan akibat dari pengaruh pemberian
menghasilkan laju pertumbuhan sel yang lama pencahayaan yang berbeda. Menurut
berbeda. Menurut Fogg (1975), cahaya Hu (2004a), adanya faktor yang mem-
merupakan sumber energi yang diperlukan pengaruhi fotosintesis akan mempengaruhi
dalam proses fotosintesis, serta jumlah energi pula pertumbuhan, susunan biokimia dan
yang diterima bergantung pada kualitas, genetik pada sel. Selanjutnya dinyatakan
kuantitas dan periode penyinaran. pula, bahwa respons seluler mikroalga ketika
Waktu penggandaan merupakan waktu intensitas cahaya berkurang adalah dengan
yang dibutuhkan sel untuk menggandakan meningkatkan klorofil-a dan pigmen-pigmen
populasi. Dari pengertian tersebut, nilai lain yang berfungsi sebagai pemanen cahaya.
maksimum pada waktu penggandaan Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa
merupakan angka terkecil yang dicapai pada pada perlakuan dengan lama pencahayaan
setiap perlakuan. Semakin tinggi nilai waktu yang lebih singkat, kandungan proteinnya
penggandaan, maka semakin banyak waktu lebih tinggi. Namun pada perlakuan 6T-18G,
yang dibutuhkan sel untuk penggandaan. protein yang terkandung dalam spirulina
Sebaliknya, semakin rendah nilai waktu cenderung lebih rendah dibandingkan
penggandaan, maka semakin sedikit waktu perlakuan lainnya. Protein tersebut diduga
yang dibutuhkan sel untuk penggandaan. diurai kembali akibat cadangan makanan
Waktu penggandaan maksimum dicapai hasil fotosintesis kurang memenuhi
Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010) 155

kebutuhan. Hal ini dijelaskan oleh Lakitan penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa nitrat
(2007), bahwa jika defisiensi bahan cadangan dan fosfat digunakan oleh spirulina untuk
makanan terjadi sangat parah, maka protein memenuhi kebutuhan sel akan nutrien.
juga dapat dioksidasi dan dihidrolisis Grobbelaar (2004) menyebutkan bahwa
menjadi asam-asam amino penyusunnya, nitrogen dan fosfor merupakan unsur yang
yang kemudian diurai melalui reaksi-reaksi sangat penting bagi mikroalga. Nitrogen
glikolitik dan siklus krebs. yang dibutuhkan biasanya didapatkan dalam
Pada penelitian yang dilakukan Rafiqul et bentuk nitrat (NO3-) sedangkan fosfor
al. (2005), kandungan protein Spirulina didapatkan dalam bentuk fosfat (PO43-).
fusiformis yang dikultur dalam medium
Zarouk mencapai 61,8%. Jika dibandingkan KESIMPULAN
dengan penelitian ini, kandungan protein
spirulina pada setiap perlakuan jauh lebih Manipulasi fotoperiode tidak menunjuk-
rendah. Hal ini karena medium yang kan pengaruh yang nyata terhadap biomassa
digunakan berbeda dan pada penelitian ini panen dan kepadatan populasi, namun ber-
pemanenan dilakukan pada saat kultur pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan
mencapai fase kematian. spesifik dan waktu penggandaan. Kepadatan
Menurut Cohen (1997), golongan populasi optimum spirulina dicapai pada hari
cyanobacteria memiliki kandungan lemak ke-3 masa kultur. Pencahayaan 12 jam per
yang rendah, Spirulina hanya mengandung 6- hari memiliki efisiensi produksi yang lebih
10% lemak yang setengahnya merupakan baik daripada perlakuan lainnya.
asam lemak. Kandungan lemak pada
perlakuan 6T-18G relatif lebih tinggi DAFTAR PUSTAKA
dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini
dapat dijelaskan dari pendapat Hirano et al. Cohen, Z. 1997. The Chemical of Spirulina.
(1990) dalam Cohen (1997) yang meng- Di dalam Vonshak, A. (editor). Spirulina
ungkapkan, bahwa telah terjadi peningkatan platensis (Arthrospira): Physiology, Cell-
relatif terhadap kandungan asam lemak pada biology and Biotechnology. Taylor &
Spirulina yang disimpan pada keadaan gelap Francis Ltd., Bristol, USA. hlm. 175-204.
dalam beberapa hari. Diharmi, A. 2001. Pengaruh Pencahayaan
Pada penelitian ini, kisaran kualitas air terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif
masih berada dalam kondisi yang baik untuk Mikroalga Spirulina platensis Strain
pertumbuhan spirulina. Suhu pada saat Lokal (INK). [Tesis]. Program Pasca
penelitian mencapai kisaran 26-28oC. Payer Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
et al. (1980) dalam Winarti (2003) menyata- Fikri. 2006. Kandungan Gizi Spirulina.
kan, bahwa suhu 25-30oC masih merupakan http://www.kesehatan-alami.com/sea-
suhu optimal untuk pertumbuhan spirulina. cucumber-spirulina-kandungan.php [18
Nilai derajat kemasaman (pH) media pada Maret 2008].
penelitian ini juga masih dalam kisaran yang Fogg, G.E. 1975. Algae Culture and
cukup baik untuk pertumbuhan Spirulina. Phytoplankton Ecology. The University of
Ciferri (1983) dalam Winarti (2003) Wisconsin Press, London.
menyebutkan bahwa Spirulina dapat tumbuh Grobbelaar, J.U. 2004. Algal Nutrition:
dengan baik pada pH 8-9. Intensitas cahaya Mineral Nutrition. Di dalam Richmond,
yang digunakan pada penelitian ini berkisar A.E. (editor). Handbook of Microalgal
antara 2500-3000 lux (34-41 µmol m-2 s-1). Culture, Biotechtology And Applied
Nilai ini masih jauh dibawah kisaran Phycology. Blackwell Publ Ltd., Iowa,
intensitas cahaya yang dapat mengakibatkan USA. hlm. 97-115
saturasi pada pertumbuhan spirulina (150- Hironobu W., Kazuki O., Malina, T.A.C,
200 µmol m-2 s-1). Toshimitsu K., Masahiro S. 2006.
Kandungan nitrat dan fosfat pada akhir Immunostimulant Effects of Dietary
penelitian ini terlihat berkurang dibanding- Spirulina platensis on Carp, Cyprinus
kan kandungan nitrat dan fosfat pada awal carpio. Aquaculture 258, 1.
156 Tatag Budiardi et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (2), 146–156 (2010)

Hu, Q. 2004a. Environmental Effect on Cell Winarti. 2003. Pertumbuhan Spirulina


Composition. Di dalam Richmond, A.E. platensis yang dikultur dengan pupuk
(editor). Handbook of Microalgal komersil (urea, TSP, dan ZA) dan
Culture, Biotechtology and Applied kotoran ayam. [Skripsi]. Bogor: Institut
Phycology. Blackwell Publ Ltd., Iowa, Pertanian Bogor.
USA. hlm: 84. Vonshak, A. 1997a. Spirulina: Growth,
Hu, Q. 2004b. Industrial Production of Physiology and Biochemistry. Di dalam:
Microalgal Cell-mass and Secondary Vonshak A. (editor). Spirulina platensis
Products–Major Industrial Species: (Arthrospira): Physiology, Cell-biology
Arthrospira (Spirulina) platensis. Di and Biotechnology. Taylor & Francis
dalam Richmond, A.E. (editor). Ltd., Bristol, USA. hlm. 46-47.
Handbook of Microalgal Culture, Vonshak, A. 1997b. Use of Spirulina
Biotechnology and Applied Phycology. Biomass. Di dalam: Vonshak A. (editor).
Blackwell Publ. Ltd., Iowa, USA. hlm: Spirulina platensis (Arthrospira):
264-272. Physiology, Cell-biology and Biotech-
Lakitan, B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi nology. Taylor & Francis Ltd., Bristol,
Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, USA. hlm. 209.
Jakarta.
Rafiqul, I.M., Jalal, K.C.A., Alam, M.Z.
2005. Environmental Factors for
Optimisation of Spirulina Biomass in
Laboratory Culture. Asian Network for
Scientific Information, Biotechnology
4(1): 19-22.

You might also like