Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Ni Nyoman Rupiasih, S.Si, M.Si., Ph.D.*
Dra. Gusti Ayu Ratnawati, M. Si.
Drs. Made Sumadiyasa, M. Si.
Dibiayai dari Dana DIPA RM Universitas Udayana Tahun Anggaran 2012 dengan
Surat Perjanjian Kontrak Nomor:21.8/UN14/LPPM/2012 Tanggal 19 Januari 2012
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... i
RINGKASAN DAN SUMMARY .................................................................................. ii
PRAKATA ..................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 2
III. METODA PENELITIAN .......................................................................................... 4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 8
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 19
LAMPIRAN …………………………………………….............................................. 21
ii
iii
RINGKASAN DAN SUMMARY
Extended Abstract
Humic acid (HA) is a pollutant forms in aquatic environment. Water hyacinth
(WH) is a common aquatic plant in tropical regions and easily grows in heavily polluted
water. The objective of this work is to investigate the capability of WH to remove HA
from aquatic environment and its effects on pH, chlorophyll (Chl) content and
degradation. The absorbtion was measured using UV-Vis spectroscopy. Water hyacinth
was grown in various media such as distilled water (DW), river water (RW) and HA
solution with different concentrations, from 12-60 ppm. The absorbtion of two
wavelengths, 250 and 275 nm of each sample medium were recorded after 1, 3, 5 and 8
days of exposure. The difference in concentration between control and treated media
was found to be significant (p<0.05). The study shows that WH can absorb HA from
aquatic environment and help to maintain the stable condition of their aquatic
environment. Humic Acid helps in increasing the concentration of Chl a, Chl b and total
Chl of WH leaves. Humic Acid have more effect on Chl b. Also, it has been found that
HA act as a catalyst in degradation process of Chl pigments in the aquatic environment.
iv
PRAKATA
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Hasil
Penelitian Fundamental ini yang berjudul: “Studi Perbandingan Hasil Penyaringan
Asam Humat, Polutan Organik, Dengan Teknik Membran Polysulfone dan
Natural”.
Melalui kesempatan ini, tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Negara Republik Indonesia, yang telah mendanai
pelaksanaan penelitian ini.
Adalah harapan penulis agar Laporan Hasil Penelitian ini dapat memberikan
salah satu sumbangan ilmu pengetahuan di bidang sain khususnya fisika, yaitu
pemanfaatan tanaman Enceng gondok (water hycinth) sebagai alat penyaring asam
humat, yang merupakan salah satu limbah organik cukup berbahaya bagi kehidupan
manusia. Demi kesempurnaan tulisan ini, penulis mengharapkan segala kritik dan saran
yang membangun.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan Laporan Hasil Penelitian ini.
Penulis
v
DAFTAR TABEL
Table 4.1. Persentase penurunan konsentrasi klorofil a, b dan total untuk sampel I
sampai VI hasil pengamatan hari ke-9.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian
Gambar 4.1. pH media dari sampel A-kontrol sampai F-kontrol (tanpa tanaman Eceng
gondok) sebagai fungsi waktu.
Gambar 4.2. pH media dari sampel A sampai F (dengan tanaman Eceng gondok)
sebagai fungsi waktu.
Gambar 4.3: Nilai absorbansi dari dua panjang gelombang: 250 nm dan 275 nm (yang
merupakan panjang gelombang karakteristik dari asam humat) terhadap
waktu dari media kontrol (tanpa Enceng gondok) dan media dengan Enceng
gondok: (a) sampel A, (b) sampel B, (c) sampel C, (d) sampel D, (e) sampel
E dan (f) sampel F.
Gambar 4.4. Spektrum UV-vis dari klorofil yang diekstrak dari daun Enceng gondok
yang telah tumbuh di berbagai media seperti sampel A sampai F.
Gambar 4.5. Konsentrasi klorofil a, b dan total dari daun Enceng gondok yang dipanen
dari sampel A (G-A) sampai F (G-F).
Gambar 4.6. Penurunan pH sampel I sampai VI sebagai fungsi waktu.
Gambar 4.7. Penurunan konsentrasi: (a) klorofil a (mg/L), (b) klorofil b (mg/L) dan (c)
total klorofil (mg/L) dari sampel I sampai VI sebagai fungsi waktu.
Gambar 4.8. Persentase dari selisih absorbansi pada dua panjang gelombang sebagai
fungsi waktu pada media dengan tanaman Enceng gondok, masing-masing
untuk sampel: (a) B, (b) C, (c) D, (d) E dan (e) F.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN – 1: Manuscript entitled: “Study of the Removal of Humic Acid, Organic
Pollutant by Water Hyacinth Plant from Aquatic Environment and
Its Effect on pH, Chlorophyll Content and Degradation”.
LAMPIRAN – 2: Personalia Tenaga Peneliti.
vi
I. PENDAHULUAN
Kehadiran asam humat di air sangat tidak diinginkan, karena dapat
meningkatkan tingkat polusi organik total, meningkatkan intensitas warna,
meningkatkan daya serap dan aktivitas-aktivitas kimia lainnya. Asam humat
berinteraksi sangat kuat dengan logam-logam berat, mineral oksida dan mineral tanah
liat, dan membentuk molekul-molekul yang sangat komplek, yang dapat larut maupun
tidak dapat larut dalam air dan juga dapat berinteraksi dengan asam lemak (fatty acids)
dan pestisida (Rocha, 1999; Shui-Wen, 2003).
Dari beberapa hasil penelitian juga dilaporkan bahwa, asam humat bersifat
sebagai racun (cytotoxicity) bagi beberapa sel mamalia, dapat menghambat
pertumbuhan sel, dan dapat menyebabkan kematian bagi sel-sel (apoptosis). Asam
humat mengandung polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) yang bersifat racun, yang
beberapa diantaranya sebagai penyebab kanker dan mutasi gen. Dapat menyebabkan
terjadinya proses pembusukan bahan organik pada saat proses ozonisasi dan
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di dalam sistem distribusi air. Disamping
itu juga, reaksi asam humat dengan oksida-oksida halogen yang terjadi pada proses
klorinasi (sterilisasi air) dapat menyebabkan terbentuknya trihalomethanes (THM) yang
sangat potensial sebagai penyebab kanker (Malgorzata, 1996; Yamada, 1998; Danuta,
2002).
Banyak studi yang sudah dilaporkan berkenaan dengan usaha untuk mengurangi
jumlah asam humat di lingkungan perairan, seperti mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF),
reverse osmosis (RO) dan nanofiltrasi (NF) dengan menggunakan sistem membran.
Penggunaan berbagai teknik tersebut di atas telah memberikan hasil yang berbeda-beda
dalam hal menurunkan kadar polutan di lingkungan air tercemar. Sehingga sangat
diperlukan teknik-teknik yang lebih tepat untuk meningkatkan kualitas hasil pengolahan
air tercemar. Dalam hal ini, beberapa usaha telah dilakukan seperti menggabungkan
teknik filtrasi dengan pembekuan, pengendapan dan oksidasi (Maarten, 2002). Tetapi
sampai saat ini masih diperlukan upaya untuk menghilangkan atau menurunkan jumlah
asam humat dari lingkungan perairan.
Dari uraian tersebut di atas maka motivasi dari penelitian ini adalah usaha untuk
mengurangi jumlah (kadar) asam humat dari air tercemar dengan menggunakan teknik
vii
natural (alami) dengan menggunakan tanaman enceng gondok sebagai media penyerap
asam humat.
Eceng gondok adalah tanaman air yang umum dijumpai di negara-negara tropis.
Mereka biasanya tumbuh terutama di daerah danau yang dangkal, kolam, rawa-rawa,
dan sungai. Mengingat keberadaan tanaman Enceng gondok tersebut, maka perlu
diketahui sejauh mana mereka mampu menyerap asam humat dan apa kontribusinya
terhadap lingkungan air. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengatasi
kurangnya informasi mengenai kemungkinan menggunakan tanaman Enceng gondok
untuk menghilangkan asam humat dari lingkungan air tercemar, khususnya tercemar
asam humat. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam humat pada
pH media dimana tanaman Enceng gondok hidup, konsentrasi klorofil dan proses
degradasi klorofil.
viii
2.2 Asam Humat Sangat Berbahaya Bagi Kesehatan
Kehadiran asam humat di air sangat tidak diinginkan, karena dapat
meningkatkan tingkat polusi organik total, meningkatkan intensitas warna,
meningkatkan daya serap dan aktivitas-aktivitas kimia lainnya. Asam humat
berinteraksi sangat kuat dengan logam-logam berat, mineral oksida dan mineral tanah
liat, dan membentuk molekul-molekul yang sangat komplek, yang dapat larut maupun
tidak dapat larut dalam air dan juga dapat berinteraksi dengan asam lemak (fatty acids)
dan pestisida (Rocha, 1999; Shui-Wen, 2003).
Asam humat mengandung unsur kromofor (chromophore), unsur yang bersifat
menyerap berbagai warna, sehingga mampu menyerap spektrum radiasi
elektromagnetik pada daerah yang cukup lebar seperti sinar-X, ultraviolet (UV), cahaya
tampak, and infra merah (IR). Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya: proses
fotokimia, produksi oksigen radikal (reactive oxygen species), dan superoksida, dimana
proses-proses tersebut sangat berpengaruh terhadap berbagai aktivitas di permukaan air
(Danuta, 2002; Kui Zeng, 2002).
Dari beberapa hasil penelitian juga dilaporkan bahwa, asam humat bersifat
sebagai racun (cytotoxicity) bagi beberapa sel mamalia, dapat menghambat
pertumbuhan (growth retardation) sel, dan dapat menyebabkan kematian bagi sel-sel
(apoptosis). Asam humat mengandung polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) yang
bersifat racun, yang beberapa diantaranya sebagai penyebab kanker (carcinogenics) dan
mutasi gen (mutagen). Dapat menyebabkan terjadinya proses pembusukan bahan
organik pada saat proses ozonisasi dan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme di
dalam sistem distribusi air. Disamping itu juga, reaksi asam humat dengan oksida-
oksida halogen yang terjadi pada proses klorinasi (sterilisasi air) dapat menyebabkan
terbentuknya trihalomethanes (THM) yang sangat potensial sebagai penyebab kanker
(Malgorzata, 1996; Yamada, 1998; Danuta, 2002).
Di beberapa negara berkembang, keberadaan sampah organik di lingkungan air
menjadi hal yang sangat memprihatinkan, karena sampah/sisa industri maupun
sampah/sisa rumah tangga kadang-kadang dibuang langsung ke sungai atau aliran air
lainnya. Sehingga air bersih menjadi barang yang sangat mahal. Dengan keadaan seperti
ini, maka kehadiran asam humat di air sangat membahayakan kesehatan mahluk hidup
di sekitarnya (manusia, hewan dan ikan).
ix
III. METODA PENELITIAN
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan analisa
hasil secara kualitatif dan kuantitatif. Metoda ini adalah cara analisis eksperimen dengan
menggunakan kaidah-kaidah yang umum dalam fisika. Metodologi penelitian dan
tahapannya disajikan pada Gambar 3.1.
Persiapan Membrane
Sebagai Filter
Larutan Asam Humat
x
Metodologi Penelitian di atas dijelaskan sebagai berikut:
B. Teknik Natural
Pada teknik natural digunakan tanaman Enceng gondok (eichhornia
crassipes) sebagai sarana untuk mengurangi kadar asam humat dalam air tercemar
(larutan asam humat). Secara garis besar proses percobaan adalah:
a) Larutan asam humat dengan berbagai konsentrasi seperti 12, 25, 40 and 60 ppm,
disiapkan sebagai model air tercemar asam humat.
b) Larutan asam humat tersebut masing-masing ditempatkan pada bak plastik
berukuran 4L sebagai media tanam, dan masing-masing ditanami empat buah
Enceng gondok.
c) Selanjutnya kelompok-kelompok eksperimen ini dievaluasi, meliputi:
pengukuran suhu, pH, dan absorbansi media tanam menggunakan UV-Vis
spetrofotometer. Pengukuran absorbansi dilakukan untuk menghitung prosentase
penurunan kadar/konsentrasi asam humat.
xi
C. Persiapan Media Tanaman
Sebagai media tanam Enceng gondok telah disiapkan larutan asam humat
dengan konsentrasi 12, 25, 40 dan 60 ppm masing-masing sebanyak 8L. Media
ditempatkan pada ember plastik dengan kapasitas 3L. Dalam percobaan dibentuk enam
kelompok pengamatan yang masing-masing disebut sebagai:
a) sampel A: Enceng gondok dengan media tanam aquades
b) sampel B: Enceng gondok dengan media tanam air sungai
c) sampel C: Enceng gondok dengan media tanam larutan asam humat konsentrasi
12 ppm
d) sampel D: Enceng gondok dengan media tanam larutan asam humat konsentrasi
25 ppm
e) sampel E: Enceng gondok dengan media tanam larutan asam humat konsentrasi 40
ppm
f) sampel F: Enceng gondok dengan media tanam larutan asam humat konsentrasi 60
ppm.
xii
E. Pengamatan Konsentrasi Klorofil dari Daun Tanaman Enceng Gondok
Daun dari masing-masing sampel dipanen, dicuci dengan aquades dan kemudian
klorofil diekstrak. Sekitar 1,4 g daun digerus dengan menambahkan 60 mL aseton 80%
dan kemudian disaring dengan kertas saring (Whatman No 1). Ekstrak klorofil disimpan
pada 40C selama 30 menit. Ekstrak klorofil disaring lagi dengan kertas saring, kemudian
absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada daerah panjang
gelombang 360-760 nm. Konsentrasi klorofil a, b dan total dihitung dengan
menggunakan metoda Jeffery dan Humphrey (1995):
Klorofil a (mg/L) = 11.93 E664 - 1.93 E647
Klorofil b (mg/L) = 20.36 E647 - 5.5 E664 (3.1)
Klorofil total (mg/L) = 20.36 E647 - 5.5 E664
Dimana E664, E647 dan E652 masing-masing adalah absorbansi pada panjang gelombang
664, 647 dan 652nm.
F. Degradasi Klorofil
Daun segar tanaman Eceng gondok dicuci dengan aquades dan kemudian
klorofil diekstrak dengan menggunakan metoda yang diuraikan pada subbagian E.
Dalam percobaan ini digunakan gelas beaker kecil dengan kapasitas 50mL sebagai
tempak sampel. Pengamatan dilakukan pada enam kelompok sampel yaitu:
a) sampel I: gelas diisi dengan 40mL ekstrak klorofil sebagai kontrol
b) sampel II: gelas diisi dengan 40mL ekstrak klorofil + 2mL larutan asam humat
konsentrasi 1ppm
c) sampel III: gelas diisi dengan 40mL ekstrak klorofil + 2mL larutan asam humat
konsentrasi 3 ppm
d) sampel IV: gelas diisi dengan 40mL ekstrak klorofil + 2mL larutan asam humat
konsentrasi 6 ppm
e) sampel V: gelas diisi dengan 40mL ekstrak klorofil + 2mL larutan asam humat
konsentrasi 9 ppm
f) sampel VI: gelas diisi dengan 40mL ekstrak klorofil + 2mL larutan asam humat
konsentrasi 12 ppm.
xiii
Dalam pelaksanaan percobaan, masing-masing sampel ada tiga kelompok.
Semua sampel ditutup dengan aluminium foil dan suhu dijaga tetap ~40C. Suhu diamati
setiap hari menggunakan termometer dan absorbansinya dicatat setiap 2 hari mulai dari
hari pertama sampai hari kesembilan. Absorbansi spektrum dicatat pada panjang
gelombang 360-760nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi klorofil a,
b dan total dihitung dengan menggunakan metoda Jeffrey dan Humphrey (1995),
sebagaimana dijelaskan dalam sub-bagian E.
G. Analisis Statistik
Analisis statistik uji t dengan "uji dua sisi" dilakukan untuk menentukan
signifikansi dari perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada
percobaan masing-masing. Dalam percobaan ini, perbedaan dianggap signifikan pada
nilai p <0,05.
Pengamatan pH
Gambar 4.1 menunjukkan perubahan pH sebagai fungsi waktu untuk sampel A-
kontrol sampai F-kontrol (tanpa tanaman Enceng gondok). pH media sampel A-kontrol
menunjukkan nilai hampir konstan sepanjang pengamatan. Media sampel B-kontrol
sampai F-kontrol menunjukkan sedikit penurunan nilai pH yaitu ~0,50 sampai hari
ketiga, kemudian stabil. Nilai pH lebih tinggi pada larutan dengan konsentrasi asam
humat yang lebih tinggi.
Gambar 4.2 menunjukkan perubahan pH sebagai fungsi waktu untuk sampel A
sampai F (dengan Enceng gondok). Gambar menunjukkan pH sampel A hampir konstan
sepanjang pengamatan. Hal ini karena hanya tanaman Enceng gondok dan aquades yang
ada dalam sistem. pH sampel-B sampai F menunjukkan penurunan ~1,0-1,50 sampai
pada hari ketiga dan kemudian stabil. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi interaksi
antara Enceng gondok dengan media yang mengandung asam humat. Nilai pH lebih
xiv
tinggi pada larutan dengan konsentrasi asam humat yang lebih tinggi. Pada saat keadaan
stabil tercapai, nilai pH media dari sampel A sampai F adalah lebih rendah
dibandingkan dengan media kontrol masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman Enceng gondok membantu menurunkan pH media yang mengandung asam
humat ke nilai pH netral yaitu ~7.
12
group A control
11 group B control
group C control
10 group D control
group E control
group F control
9
pH
8
7
6
5
0 2 4 6 8
Time (day)
Gambar 4.1. pH media dari sampel A-kontrol sampai F-kontrol (tanpa tanaman
Eceng gondok) sebagai fungsi waktu.
12
group A
11 group B
group C
10 group D
group E
9 group F
pH
8
7
6
5
0 2 4 6 8
Time (day)
xv
(yang merupakan panjang gelombang karakteristik dari asam humat) menggunakan UV-
Vis spectrophotometer. Pengukuran dilakukan setiap 2 hari sekali yaitu mulai dari hari
ke-0 (pada hari penanaman) sampai hari ke-8. Gambar 4.3a menunjukkan nilai
absorbansi dari dua panjang gelombang tersebut terhadap waktu untuk sampel A
(dengan Enceng gondok). Pada pengamatan pertama diperoleh nilai absorbansi sangat
kecil dan menurun dengan bertambahnya waktu. Gambar 4.3b-f menunjukkan nilai
absorbansi terhadap waktu dari sampel A-kontrol sampai F-kontrol (tanpa Enceng
gondok) dan sampel A sampai F (dengan Enceng gondok). Untuk media kontrol
(sampel B-kontrol sampai F-kontrol), nilai absorbansinya hampir tidak berubah (tetap)
sepanjang pengamatan. Untuk media dengan tanaman Enceng gondok (sampel B
sampai F), nilai absorbansinya lebih tinggi dibandingkan sampel A. Nilai absorbansi
tersebut menurun dengan bertambahnya waktu. Ini menunjukkan berkurangnya
konsentrasi asam humat di dalam media masing-masing tanaman dengan bertambahnya
waktu.
0.8 0.8
Absorbance (a.u.)
Absorbance (a.u.)
(a) (b)
0.8 0.8
Absorbance (a.u.)
Absorbance (a.u.)
(c) (d)
xvi
0.8 0.8
Absorbance (a.u.)
Absorbance (a.u.)
0.7 250 nm Control
275 nm Control 0.7
0.6 250 nm WH
275 nm WH 0.6
0.5 0.5
0.4 0.4
0.3 0.3
0.2 250 nm Control
0.2 275 nm Control
0.1 250 nm WH
0.1 275 nm WH
0.0 0.0
0 2 4 6 8 0 2 4 6 8
Time (d) Time (d)
(e) (f)
Gambar 4.3. Nilai absorbansi dari dua panjang gelombang: 250 nm dan 275 nm (yang
merupakan panjang gelombang karakteristik dari asam humat) terhadap
waktu dari media kontrol (tanpa Enceng gondok) dan media dengan
Enceng gondok, masing-masing sampel: (a) A, (b) B, (c) C, (d) D, (e) E
dan (f) F.
xvii
1.6
group A
group B
group C
1.2 group D
group E
Absorbance (a.u.)
group F
0.8
0.4
0.0
360 420 480 540 600 660 720
Wavelength (nm)
Gambar 4.4. Spektrum UV-vis dari klorofil yang diekstrak dari daun Enceng gondok
yang telah tumbuh di berbagai media, yaitu sampel A sampai F.
Gambar 4.5 menunjukkan konsentrasi klorofil a, b dan total yang diperoleh dari
daun Enceng gondok, yang dipanen dari sampel A sampai F. Konsentrasi klorofil a, b
dan total dari Enceng gondok yang tumbuh pada media dengan asam humat (sampel C-
F) lebih tinggi dibandingkan dengan yang tumbuh dalam medium tanpa asam humat
(sampel A). Hal ini sesuai dengan yang sudah dilaporkan oleh Yang dkk. (2004) dan
Pouneva (2005). Konsentrasi klorofil daun meningkat dengan bertambahnya konsentrasi
asam humat dalam media: 12 sampai 60 ppm. Konsentrasi klorofil a, b dan total pada
sampel B lebih besar dibandingkan dengan sampel A. Hal ini mungkin karena nutrisi
yang tersedia dalam air sungai, yang merupakan media dari sampel B.
xviii
Chl concentration (mg/L)
14 Chl a
Chl b
12 total Chl
10
8
6
4
2
0
G-A G-B G-C G-D G-E G-F
WH have grown in various media
Gambar 4.5. Konsentrasi klorofil a, b dan total, dari daun Enceng gondok yang
dipanen dari sampel A (G-A) sampai F (G-F).
Degradasi klorofil
Gambar 4.6 menunjukkan penurunan pH pada sampel I sampai VI sebagai
fungsi waktu. Semua sampel menunjukkan penurunan pH sepanjang pengamatan. Nilai
pH pada sampel II sampai VI lebih tinggi dibandingkan dengan sampel I. Hal ini karena
adanya asam humat dalam media tersebut.
group I
group II
group III
6 group IV
group V
group VI
pH
0 2 4 6 8
Time (day)
xix
Gambar 4.7 memperlihatkan penurunan konsentrasi klorofil a, b dan total pada
sampel I sampai VI. Persentase penurunan konsentrasi klorofil a, b dan total dari sampel
I-VI pada pengamatan hari ke-9 seperti tercantum pada Tabel 4.1.
1.5 1.5
group I
Chl a concentrations (mg/L)
0.5 group I
group II
0.5
group III
group IV
group V
group VI
0.0 0.0
0 2 4 6 8 0 2 4 6 8
Time (d) Time (d)
(a) (b)
group I
total Chl concentrations (mg/L)
group II
2.0 group III
group IV
group V
1.5 group VI
1.0
0.5
0.0
0 2 4 6 8
Time (d)
(c)
Gambar 4.7. Penurunan konsentrasi klorofil: (a) a (mg/L), (b) b (mg/L) dan (c) total
(mg/L) dari sampel I sampai VI sebagai fungsi waktu.
xx
Table 4.1. Penurunan persentase konsentrasi klorofil a, b dan total untuk sampel I
sampai VI hasil pengamatan hari ke-9.
Pembahasan
Perubahan pH media pada sampel B-kontrol (tanpa Enceng gondok) (Gambar
4.1) menunjukkan terjadinya interaksi antara air, mikroba dan senyawa organik yang
ada dalam air sungai. Hal ini juga tampak pada perubahan dari intensitas absorbansi
pada media (~0,04), Gambar 4.3a. Perubahan pH dari media pada sampel C-kontrol
sampai F-kontrol (Gambar 4.1) dalam tiga hari pertama menunjukkan bahwa asam
humat berinteraksi dengan aquades melalui proses redoks (p <0,01).
Interaksi asam humat dengan lingkungan dalam media air dapat dijelaskan
dengan struktur dan karakteristiknya sebagai berikut. Asam humat adalah polydisperse.
Asam humat adalah senyawa kompleks yang mengandung karbon, yang dapat dianggap
sebagai polimer linier fleksibel dengan rantai-rantai polimer berikatan silang secara
acak. Lubang-lubang disekeliling polimer dapat menampung atau mengikat senyawa-
senyawa kimia organik alam dan sintetik dan tersusun seperti kisi (Robert E. Pettit,
2004). Sebagai kelompok asam karboksilat menyebabkan molekul-molekul tersebut
dapat mengikat ion-ion positif seperti Mg + +, Ca + +, Cu + +, dll. Dengan mengikat
ion-ion tersebut maka asam humat dapat mencegah pengendapan dari ion-ion tersebut.
Hal ini juga merupakan pengaruh langsung yang bersifat positif terhadap ketersediaan
dari ion-ion tersebut (Robert E. Pettit, 2004). Dalam proses ini, keseimbangan redoks
pada sistem mungkin telah terpengaruh sehingga dapat diamati gejala seperti perubahan
pH dan intensitas absorbansi pada UV-vis spektrum dari media yang mengandung asam
humat.
pH dari media sampel A (dengan Enceng gondok) (Gambar 4.2) adalah
stabil/tetap karena hanya aquades dan Enceng gondok yang ada dalam sistem.
xxi
Sedangkan pH dari media sampel B sampai F (dengan Enceng gondok) mengalami
penurunan menuju pH netral. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara Enceng
gondok dan asam humat yang ada dalam media telah terjadi.
Gambar 4.3a-f menunjukkan bahwa intensitas absorbansi dari media sampel A
sampai F berkurang secara linier dengan bertambahnya waktu. Analisa dari data
absorbansi pada dua panjang gelombang (Gambar 4.8b-e) memperlihatkan persentase
perbedaan absorbansi untuk setiap media pada sampel C sampai F dengan absorbansi
kontrol masing-masing, yang bertambah secara linear sebagai fungsi waktu (p <0,05).
Pada hari ke-8, persentase perbedaan absorbansi adalah ~90-94% untuk sampel B, 62-
72% untuk sampel C, 55-66% untuk sampel D, 29-40% untuk sampel E dan 25-30%
untuk sampel F. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah asam humat yang diserap oleh
Enceng gondok setelah konsentrasi 25 ppm adalah hampir konstan.
100
100
Percentage of different Abs (%)
250 nm
Percentage of different Abs (%)
250 nm
275 nm
275 nm
80 80
60 60
40 40
20 20
0 0
2 4 6 8 2 4 6 8
Time (d) Time (d)
(a) (b)
100 100
Percentage of different Abs (%)
250 nm
Percentage of different Abs (%)
250 nm
275 nm 275 nm
80 80
60 60
40 40
20 20
0 0
2 4 6 8 2 4 6 8
Time (d) Time (d)
(c) (d)
xxii
100
60
40
20
0
2 4 6 8
Time (d)
(e)
Gambar 4.8. Persentase dari selisih absorbansi pada dua panjang gelombang: 250 dan
275 nm sebagai fungsi waktu pada media tanaman Enceng gondok,
masing-masing untuk sampel: (a) B, (b) C, (c) D, (d) E dan (e) F.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5, konsentrasi klorofil dari Enceng gondok
yang tumbuh dalam media mengandung asam humat (sampel C-F) meningkat dengan
bertambahnya konsentrasi asam humat dalam media dari 12 sampai 60 ppm. Sebagai
hipotesis dapat dikatakan bahwa, peningkatan pertumbuhan tanaman Enceng gondok
yang tumbuh dalam media yang mengandung asam humat adalah karena meningkatnya
ketersediaan mikronutrien dalam media tersebut. Asam humat dapat berfungsi sebagai
sumber unsur hara bagi tumbuhan. Seperti dapat berfungsi sebagai gudang unsur N, P
dan S (Frank, 1996). Juga dapat berfungsi sebagai agen chelating, asam humat dapat
mengikat nutrisi di dalam air, meningkatkan serapan unsur hara dan melarutkan
mineral-mineral sehingga unsur-unsur tersebut mudah tersedia bagi tanaman. Asam
humat dapat meningkatkan metabolisme dan hasil panen tanaman.
Penurunan pH pada sampel I sampai VI seperti tampak pada Gambar 4.6
menjelaskan bahwa degradasi klorofil telah terjadi pada sampel I (sampel kontrol) juga
sampel II sampai VI (sampel dengan perlakuan) seiring dengan bertambahnya waktu.
Hasil ini juga didukung oleh penurunan intensitas absorbansi dari masing-masing
sampel dan penurunan konsentrasi klorofil a, b dan total.
Penurunan persentase konsentrasi klorofil a, b dan total pada sampel I sampai VI
(Tabel 4.1) menunjukkan bahwa penurunan persentase klorofil a dan total pada sampel
II sampai VI lebih besar dibandingkan dengan sampel I sedangkan untuk klorofil b,
xxiii
penurunan persentasenya lebih rendah dibandingkan dengan sampel I. Ini menjelaskan
bahwa asam humat seolah-olah bertindak sebagai katalis dalam proses degradasi
klorofil a dan total, tetapi asam humat bertindak seolah-olah menghambat proses
degradasi pada klorofil b.
5. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan spectra absorbansi dapat disimpulkan bahwa penggunaan
tanaman Enceng gondok dapat dianggap sebagai salah satu metoda untuk menurunkan
jumlah asam humat dari lingkungan air. Penurunan pH dapat menjelaskan bahwa
Enceng gondok dapat membantu dalam mempertahankan kondisi pH air agar tetap
neutral atau stabil. Asam humat dapat membantu dalam meningkatkan konsentrasi
klorofil a, b dan total yang terdapat dalam daun Enceng gondok. Asam humat
memberikan efek yang lebih pada klorofil b. Asam humat dapat berfungsi sebagai
katalis dalam proses degradasi pigmen klorofil dalam lingkungan air. Kemampuan
tanaman Enceng gondok di dalam menurunkan kadar asam humat pada lingkungan air
adalah sebanding dengan kemampuan membran PSf dengan ketebalan 0,108 dan 0,163
mm, yaitu ~60%.
xxiv
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Hibah Penelitian Fundamental
atas dukungan dana dalam pelaksanaan research ini. Penulis juga berterima kasih
kepada Prof Pandit B. Vidyasagar, yang sudah banyak membantu dalam penulisan.
Daftar Pustaka:
Aaziz Ouatmane, Valeria Dorazio, Mohamed Hafidi, Jean-Claude Revel and Nicola
Senesi. (2000). Elemental and spectroscopic characterization of humic acids
fractionated by gel permeation chromatography. Agronomie, 20: 491-504.
Ana Rita Costa and Maria Norberta de Pinho. (2005). Effect of membrane pore size and
solution chemistry on the ultrafiltration of humic substances solutions. Journal of
Membrane Science, 255: 49-56.
Cheng-Fang Lin, Yuh-Jay Huang and Oliver J. Hao. (1999). Ultrafiltration Processes
for Removing Humic substances: Effect of Molecular Weight Fractions and PAC
Treatment. Wat. Res., 33 (5): 52-264.
Chi-Ming Yang, Ming-Chao Wang, Yi-Feng Lu, Ing-Feng Chang and Chang-Hung
Chou. (2004). Humic Substances Affect the Activity of Chlorophyllase. Journal of
Chemical Ecology, 30 (5): 1057-1065.
Danuta Slawinska, Krzysztof Polewski, Piotr Rolewski, Patryk plucinski and Janusz
Slawinski. (2002). Spectroscopic studies on UVC-induced photodegradation of
humic acids. Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Environ. Dev.,
5 (2). http://www.ejpau.media.pl.
Davis, W.M., Erickson, C.L., Johnston, C.T., Delfino, J.J. and Porter, J.E. (1999).
Quantitative Fourier transform infrared spectroscopic investigation of humic
substance functional group composition. Chemosphere, 38 (12): 2913–2928.
Frank, K.D. and Roeth, F.W. (1996). Using Soil Organic Matter to Help Make Fertilizer
and Pesticide Recommendations. In: Soil Organic Matter: Analysis and
Interpretation. Soil Science Society of America Journal, Special Publication No. 46:
33.
Kui Zeng, Huey-min Hwang and Hongtao Yu. (2002). Effect of dissolved humic
substances on the photochemical degradation rate of 1-Aminopyrene and Atrazine.
Int. J. Mol. Sci., 3: 1048-1057.
Kuo-Jang Ho, Tsung-Kwei, Liu, Tien-Shang Huang and Fung-Jou Lu. (2003). Humic
acid mediates iron release from ferritin and promotes lipid peroxidation in vitro: a
possible mechanism for humic acid-induced cytotoxicity. Arch Toxicol, 77: 100-
109.
Malgorzata Kabsch-Korbutowicz and Tomasz Winnicki. (1996). Application of
modified polysulfone membrane to the treatment of water solutions containing
humic substances and metal ions. Desalination, 105: 41-49.
xxv
Mei-Ling Cheng, Huang-Yao Ho, Yi-Wen Huang, Fung-Jou Lu and Daniel Tsun-Yee
Chiu. (2003). Humic Acid Induces Oxidative DNA Damage, Growth Retardation
and Apoptosis in Human Primary Fibroblasts. The Society for Experimental Biology
and Medicine, 228: 413-423.
Nouzaki, K., Nagata M., Arai J., Idemoto, Y., Kuora, N., Yanagishita, H., Negishi, H.,
Kitamoto, D., Ikegami, T. and Haraya, K. (2002). Preparation of poltacrylonitrile
ultrafiltration membranes for wastewater treatment. Desalination, 144: 53-59.
Pouneva I. (2005). Effect of Humic Substances on the Growth of Microalgal Cultures.
Russian Journal of Plant Physiology, 52 (3): 410 - 413.
Robert E. Pettit. (2004) „Organic matter, humus, humate, humic acid, fulvic acid and
humin: Their importance in soil fertility and plant health. CTI Research.
Rupiasih N.N. and Vidyasagar P.B. (2009). Analytical Study of Humic Acid from
Various Sources Commonly Used As Fertilizer: Emphasis on Heavy Metal Content.
International Journal of Design & Nature and Ecodynamics, 4 (1): 32-46.
Shui-Wen Chang Chien, Chun-Chia Huang and Min-Chao Wang. (2003). Analytical
and spectroscopic characteristics of refuse compost-derived humic substances. Int. J.
Appl. Sci. Eng., 1 (1): 662-71.
Thomas Meinelt, Kurt Schreckenbach, Klaus Knopf, Andreas Wienke, Angelika
Stüber and Christian E.W. Steinberg. (2004). Humic substances affect
physiological condition and sex ratio of swordtail (Xiphophorus helleri Heckel).
Aquat. Sci., 66: 239-245.
Yang C.M., Lee C.N. and Chou C.H. (2004). Effects of three allelopathic phenolics on
chlorophyll accumulation of rice (Oryza sativa) seedlings II. Promotion of
consumption-orientation. Bot. Bull. Acad. Sin. 45(2): 119-125.
xxvi
LAMPIRAN – 1
Study of the Removal of Humic Acid, Organic Pollutant by Water Hyacinth Plant
from Aquatic Environment and Its Effect on pH, Chlorophyll Content and
Degradation
Abstract: Humic acid (HA) is a pollutant forms in aquatic environment. Water hyacinth
(WH) is a common aquatic plant in tropical regions and easily grows in heavily polluted
water. The objective of this work is to investigate the capability of WH to remove HA
from aquatic environment and its effects on pH, chlorophyll (Chl) content and
degradation. The absorbtion was measured using UV-Vis spectroscopy. WH was grown
in various media such as distilled water (DW), river water (RW) and HA solution with
different concentrations, from 12-60 ppm. The absorbtion of two wavelengths, 250 and
275 nm of each sample medium were recorded after 1, 3, 5 and 8 days of exposure. The
difference in concentration between control and treated media was found to be
significant (p<0.05). The study shows that WH can absorb HA from aquatic
environment and help to maintain the stable condition of their aquatic environment. HA
helps in increasing the concentration of Chl a, Chl b and total Chl of WH leaves. HA
have more effect on Chl b. Also, it has been found that HA act as a catalyst in
degradation process of Chl pigments in the aquatic environment.
Introduction
There is, to date, no information available regarding humic acid (HA) pollution in
inland freshwater wetlands in Bali, Indonesia. However, extensive pollution caused by
various domestic and farming organic wastes, especially in rainy season has turned
xxvii
many small rivers into unhealthy watercourses, which may have high doses of humic
substances.
Humic acid (HA) is a form of environmental organic matters (OM) that are formed
during the physical, chemical and microbiological transformation process of dead tissue
of animals and plants. Generally they are classified as natural organic pollutants though
they need to be removed from the aquatic medium.
The presence of HA in a water supply is undesirable for several reasons as they raise
the total organic pollution level, color intensity, distinct absorbing capacity and
chemical activities. They can combine with metal ions, oxides and clay minerals to form
water soluble or insoluble complexes and can interact with organic compounds such as
alkenes, fatty acids and pesticides. It leads to formation of biodegradable organic
compounds during ozonation and enhance growth of microorganisms within the water
distribution systems. Besides these aspects, reaction between aquatic HA and halogen-
based oxidants during water chlorination process can cause the formation of
trihalomethanes (THM) with potential carcinogenic effects (Malgorzata and Tomasz,
1996; Chi-Ming et al., 2004). HA has also been reported having capability to induce
cytotoxicity for many mammalian cells and induce growth retardation and apoptosis of
fibroblasts (Danuta et al., 2002; Kuo-Jang et al., 2003; Mei-Ling et al., 2003; Thomas et
al., 2004).
Water hyacinth plant (WH) is a common aquatic plant in many tropical countries.
They usually dwell mainly in the shallow regions of lakes, ponds, pools, marshes,
streams, rivers etc in which HA present. Considering the existence of WH in the aquatic
environment, it is necessary to know at what extent they able to take up HA and what‟s
their contribution to the aquatic environment.
The main aim of present study was to address the paucity of information regarding
the possibility of using WH to remove HA from the aquatic environment. We also
aimed to identify the effect of HA on pH of media where WH lives, chlorophyll (Chl)
content and degradation.
xxviii
respectively. For each group three samples (total nine plants) were prepared. Also six
buckets, one with DW, one with RW and four with different concentrations of HA (12,
25, 40 and 60 ppm) without plants were prepared and were maintained as control, called
group A-control, B-control, C-control, D-control, E-control and F-control. The total
volume of the medium in each bucket was maintained as 2 L throughout the observation
by adding DW in an appropriate quantity.
xxix
o
C. Temperature was monitored everyday using a digital thermometer with least count
0.1 oC and absorbansice were recorded every 2 days starting from the first day
extraction till the ninth day. Absorbtion spectra were recorded in the range 360-760 nm.
The Chl a, Chl b and total Chl concentrations were calculated using formula (1).
Statistical Analysis
Student‟s t test for “two-tailed tests” was carried out to determine the statistical
significance of difference between control and treated groups in each experiment. The
differences were considered for statistical significance at a value of p < 0.05.
Results
pH Studies
Figure 1 shows changes of pH as function of time for groups A-control to F-control
(without WH). pH of medium of group A-control shows almost constant value
throughout the observations. Media of groups B-control to F-control show slight
decrease in pH (~0.50) until the third day then it remains stable. pH value was higher in
the solution with higher concentration of HA.
Figure 2 shows changes of pH as function of time for groups A to F (with WH). It
shows pH of group A almost constant throughout the observation. It is because DW and
WH were the only constituents in the system. pH of groups B to F show decrease ~1.0-
1.50 until the third day and then remains stable. This indicates that interaction between
WH and HA medium has taken place. pH was higher in the solution with higher
concentration of HA. When stabilized, the values of pH of media of groups A to F were
lower compared to the respective control media. This shows that WH helps to bring the
pH of the medium towards neutral alkaline-acidic condition.
xxx
with increase in time. This indicated the low concentration of HA in the respective
media which decreased with time.
Chlorophyll Degradations
Figure 6 shows decrease of pH of groups I to VI as a function of time. All samples show
decrease in pH throughout the observations. pH values of groups II to VI were higher as
compared to group I. This is because of the presence of HA in the medium.
A decrease in Chl a, Chl b and total Chl content in groups I to VI were also obtained
as shown in Figure 7. The percentage decrease of the concentration of Chl a, Chl b and
total Chl of groups I-VI on the 9th day are listed in Table 1. Appearance of any
additional peak was not observed throughout the observations.
Discussion
The changes of pH of medium in group B-control (without WH) (Figure 1) indicate the
occurrence of some process between water, microbes and some organic compounds that
were present in the river water. It also showed slight changes in the intensity of
absorbtion of the medium (~0.04), Figure 3a. Exact nature of the interaction was not
investigated as it is beyond the scope of the present study. The changes of pH of media
in groups C-control to F-control (Figure 1), in the first three days indicate that HA
interact with DW through the redox processes (p< 0.01).
Interaction of HA with the environment in the water medium might be explained by
the structure and characteristics of HA. HA are polydisperse. From a three dimensional
xxxi
aspect of these complexes with carbon containing compounds, HA are considered to be
flexible linear polymers that exist as random coils with cross linked bonds. Peripheral
pores in the polymer are capable of accommodating (binding) natural and synthetic
organic chemicals in a lattice type arrangement (Robert E. Pettit, 2004). The carboxylic
acid groups provide these molecules to chelate positive charged multivalent ions (Mg++,
Ca++, Cu++, etc). By chelating the ions, they facilitate the uptake of these ions by several
mechanisms, one of which is preventing their precipitation. Another reason seems to be
a direct and positive influence on their bioavailability (Robert E. Pettit, 2004). During
this process, the redox balance in the system might have been affected due to which the
changes in pH and absorbtion intensity spectra were seen.
pH in group A (with WH) (Figure 2) was stable because DW and WH were the only
constituents in the system. The decrease was observed in media groups B to F (with
WH). This indicates that interaction between WH and HA medium has taken place.
Figure 3a-f show that the intensity of absorbtion for media groups A to F decreased
linearly as function of time. UV-Vis absorbtion analysis at the two wavelengths (Figure
8b-e) shows the percentage difference in absorbansice for each medium in groups C to F
with the respective controls, which increased linearly as a function of time (p< 0.05).
On the 8th day, the percentage of HA uptake by WH was around 90-94% for group B;
62-72% for group C; 55-66% for group D; 29-40% for group E and 25-30% for group
F. This indicates that the amount of HA taken by WH after 25 ppm is almost constant.
As shown in Figure 5, the Chl content from WH grown in media with HA (groups
C-F) was found to increase as the concentration of HA in the media increased from 12
to 60 ppm. As a hypothesis, it can be suggested that the enhancement in plant growth in
solution containing HA is the result of improved micronutrient availability. HA may
serve as a complex inorganic plant nutrient. It acts as a storehouse of N, P and S (Frank,
1996). Also as chelating agents, HA is able to chelate aquatic nutrients, improve
nutrient uptake and solubilize minerals and make them easily available for the plant. HA
can improve metabolism and the yield of crops.
The decrease of pH for groups I to VI as shown in Figure 6 explained that
degradation of Chl have occurred in group I (control sample) as well as in groups II to
VI (treated samples) as time increased. These results are also supported by the decrease
in the absorbtion intensity as well as decrease in the concentrations of Chl a, Chl b and
total Chl.
The percentage decrease in concentrations of Chl a, Chl b and total Chl for groups I
to VI (Table 1) showed that for Chl a and total Chl, the percentage decrease was more in
groups II to VI as compared to group I whereas for Chl b, the percentage decrease was
lesser as compared to group I. These indicate that HA acts like a catalyst in the
degradation process of Chl a and total Chl. But HA inhibited the degradation process of
Chl b.
xxxii
Conclusions
From absorbtion studies, it can be concluded that WH can be considered as one of the
several methods to remove HA from an aquatic environment. The changes observed in
pH can be explained as WH helps to maintain the stable condition in the aquatic system.
HA helps in increasing the concentration of Chl a, Chl b and total Chl of WH leaves.
HA have more effect on Chl b. Also, it has been found that HA act as a catalyst in the
degradation process of Chl pigments in the aquatic environment.
Acknowledgements
The work was financially supported by the Ministry of National Education, Republic of
Indonesia, Fundamental Research Grant (Hibah Fundamental) which is gratefully
acknowledged. The author is also grateful to Prof. Pandit B. Vidyasagar, for the helpful
discussions.
References
Aaziz Ouatmane, Valeria Dorazio, Mohamed Hafidi, Jean-Claude Revel and Nicola
Senesi. (2000). Elemental and spectroscopic characterization of humic acids
fractionated by gel permeation chromatography. Agronomie, 20: 491-504.
Ana Rita Costa and Maria Norberta de Pinho. (2005). Effect of membrane pore size and
solution chemistry on the ultrafiltration of humic substances solutions. Journal of
Membrane Science, 255: 49-56.
Cheng-Fang Lin, Yuh-Jay Huang and Oliver J. Hao. (1999). Ultrafiltration Processes
for Removing Humic substances: Effect of Molecular Weight Fractions and PAC
Treatment. Wat. Res., 33 (5): 52-264.
Chi-Ming Yang, Ming-Chao Wang, Yi-Feng Lu, Ing-Feng Chang and Chang-Hung
Chou. (2004). Humic Substances Affect the Activity of Chlorophyllase. Journal of
Chemical Ecology, 30 (5): 1057-1065.
Danuta Slawinska, Krzysztof Polewski, Piotr Rolewski, Patryk plucinski and Janusz
Slawinski. (2002). Spectroscopic studies on UVC-induced photodegradation of
humic acids. Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Environ. Dev.,
5 (2). http://www.ejpau.media.pl.
Davis, W.M., Erickson, C.L., Johnston, C.T., Delfino, J.J. and Porter, J.E. (1999).
Quantitative Fourier transform infrared spectroscopic investigation of humic
substance functional group composition. Chemosphere, 38 (12): 2913–2928.
Frank, K.D. and Roeth, F.W. (1996). Using Soil Organic Matter to Help Make Fertilizer
and Pesticide Recommendations. In: Soil Organic Matter: Analysis and
Interpretation. Soil Science Society of America Journal, Special Publication No. 46:
33.
xxxiii
Kui Zeng, Huey-min Hwang and Hongtao Yu. (2002). Effect of dissolved humic
substances on the photochemical degradation rate of 1-Aminopyrene and Atrazine.
Int. J. Mol. Sci., 3: 1048-1057.
Kuo-Jang Ho, Tsung-Kwei, Liu, Tien-Shang Huang and Fung-Jou Lu. (2003). Humic
acid mediates iron release from ferritin and promotes lipid peroxidation in vitro: a
possible mechanism for humic acid-induced cytotoxicity. Arch Toxicol, 77: 100-
109.
Malgorzata Kabsch-Korbutowicz and Tomasz Winnicki. (1996). Application of
modified polysulfone membrane to the treatment of water solutions containing
humic substances and metal ions. Desalination, 105: 41-49.
Mei-Ling Cheng, Huang-Yao Ho, Yi-Wen Huang, Fung-Jou Lu and Daniel Tsun-Yee
Chiu. (2003). Humic Acid Induces Oxidative DNA Damage, Growth Retardation
and Apoptosis in Human Primary Fibroblasts. The Society for Experimental Biology
and Medicine, 228: 413-423.
Nouzaki, K., Nagata M., Arai J., Idemoto, Y., Kuora, N., Yanagishita, H., Negishi, H.,
Kitamoto, D., Ikegami, T. and Haraya, K. (2002). Preparation of poltacrylonitrile
ultrafiltration membranes for wastewater treatment. Desalination, 144: 53-59.
Pouneva I. (2005). Effect of Humic Substances on the Growth of Microalgal Cultures.
Russian Journal of Plant Physiology, 52 (3): 410 - 413.
Robert E. Pettit. (2004) „Organic matter, humus, humate, humic acid, fulvic acid and
humin: Their importance in soil fertility and plant health. CTI Research.
Rupiasih N.N. and Vidyasagar P.B. (2009). Analytical Study of Humic Acid from
Various Sources Commonly Used As Fertilizer: Emphasis on Heavy Metal Content.
International Journal of Design & Nature and Ecodynamics, 4 (1): 32-46.
Shui-Wen Chang Chien, Chun-Chia Huang and Min-Chao Wang. (2003). Analytical
and spectroscopic characteristics of refuse compost-derived humic substances. Int. J.
Appl. Sci. Eng., 1 (1): 662-71.
Thomas Meinelt, Kurt Schreckenbach, Klaus Knopf, Andreas Wienke, Angelika
Stüber and Christian E.W. Steinberg. (2004). Humic substances affect
physiological condition and sex ratio of swordtail (Xiphophorus helleri Heckel).
Aquat. Sci., 66: 239-245.
Yang C.M., Lee C.N. and Chou C.H. (2004). Effects of three allelopathic phenolics on
chlorophyll accumulation of rice (Oryza sativa) seedlings II. Promotion of
consumption-orientation. Bot. Bull. Acad. Sin. 45(2): 119-125.
xxxiv
List of Tables
Table 1: The percentage decrease of the concentration of Chl a, Chl b and total Chl for
groups I to VI on the 9th day observation.
Samples Chl a (%) Chl b (%) total Chl (%)
group I 31 88 57
group II 48 85 63
group III 47 75 77
group IV 58 70 72
group V 69 55 59
group VI 47 43 61
Figure Captions:
xxxv
List of Figures
Figure 1:
12
group A control
11 group B control
group C control
10 group D control
group E control
group F control
9
pH
8
7
6
5
0 2 4 6 8
Time (day)
Figure 2:
12
group A
11 group B
group C
10 group D
group E
9 group F
pH
8
7
6
5
0 2 4 6 8
Time (day)
xxxvi
Figure 3:
0.8
Absorbance (a.u.)
0.7 250nm WH
275nm WH
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0 2 4 6 8
Time (d)
Fig. 3(a)
0.8
Absorbance (a.u.)
Fig. 3(b)
xxxvii
0.8
Absorbance (a.u.)
0.7 250nm Control
275nm Control
0.6 250nm WH
275nm WH
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0 2 4 6 8
Time (d)
Fig. 3(c)
0.8
Absorbance (a.u.)
Fig. 3(d)
xxxviii
0.8
Absorbance (a.u.)
0.7 250 nm Control
275 nm Control
0.6 250 nm WH
275 nm WH
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0 2 4 6 8
Time (d)
Fig. 3(e)
0.8
Absorbance (a.u.)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
250 nm Control
0.2 275 nm Control
250 nm WH
0.1 275 nm WH
0.0
0 2 4 6 8
Time (d)
Fig. 3(f)
xxxix
Figure 4:
1.6
group A
group B
group C
1.2 group D
group E
Absorbance (a.u.)
group F
0.8
0.4
0.0
360 420 480 540 600 660 720
Wavelength (nm)
Chl concentration (mg/L)
Figure 5:
14 Chl a
Chl b
12 total Chl
10
8
6
4
2
0
G-A G-B G-C G-D G-E G-F
WH have grown in various media
xl
Figure 6:
group I
group II
group III
6 group IV
group V
group VI
pH
0 2 4 6 8
Time (day)
Figure 7:
1.5
Chl a concentrations (mg/L)
1.0
0.5 group I
group II
group III
group IV
group V
group VI
0.0
0 2 4 6 8
Time (d)
Fig. 7(a)
xli
1.5
group I
0.5
0.0
0 2 4 6 8
Time (d)
Fig. 7(b)
group I
total Chl concentrations (mg/L)
group II
2.0 group III
group IV
group V
1.5 group VI
1.0
0.5
0.0
0 2 4 6 8
Time (d)
Fig. 7(c)
xlii
Figure 8:
100
60
40
20
0
2 4 6 8
Time (d)
Fig. 8(a)
100
Percentage of different Abs (%)
250 nm
275 nm
80
60
40
20
0
2 4 6 8
Time (d)
Fig. 8(b)
xliii
100
60
40
20
0
2 4 6 8
Time (d)
Fig. 8(c)
100
Percentage of different Abs (%)
250 nm
275 nm
80
60
40
20
0
2 4 6 8
Time (d)
Fig. 8(d)
xliv
100
60
40
20
0
2 4 6 8
Time (d)
Fig. 8(e)
xlv
LAMPIRAN – 2
PERSONALIA TENAGA PENELITI
KETUA PENELITI
1.1. Nama Lengkap (dengan Ni Nyoman Rupiasih, S.Si., M.Si., Ph.D.
gelar)
1.2. Jabatan Fungsional Lektor Kepala
1.3. NIP/NIK/No. identitas 19690408 199412 2 001/132 126 021
lainnya
1.4. Tempat dan Tanggal Lahir Badung, 8 April 1969
1.5. Alamat Rumah Jl. Uluwatu, Gg Soka 22, Kelan, Tuban,
Badung, Bali
1.6. Nomor Telepon/Fax -
1.7. Nomor HP 08563778865
1.8. Alamat Kantor Jurusan Fisika FMIPA UNUD, Kampus
Bukit Jimbaran, Badung, Bali
1.9. Nomor Telepon/Fax (0361) 703137/(0361) 703137
1.10. Alamat e-mail rupiasih69@yahoo.com
1.11. Lulusan yg telah dihasilkan S1 = 8 orang ;
1.12. Mata Kuliah yg diampu 1. Radiography Science
2. Nuclear Medicine
3. Reactor Physics
4. Seminar
1.13. Pendidikan Terakhir S3 - Biofisika
PENELITI – I
1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dra. Gusti Ayu Ratnawati, M.Si.
1.2 Jabatan Fungsional Lektor
1.3 NIP/NIK/No. identitas lainnya 19640113 199303 2 001
1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Talibeng, 13 Januari 1964
1.5 Alamat Rumah Br. Susut Kaje, Bangli
1.6 Nomor Telepon/Faks -
1.7 Nomor HP 081353159488
1.8 Alamat Kantor Jurusan Fisika FMIPA UNUD, Kampus
Bukit Jimbaran, Badung, Bali
1.9 Nomor Telepon/Faks (0361) 703137/ (0361) 703137
1.10 Alamat e-mail ratnawati@fisika.unud.ac.id
1.11 Lulusan yg telah dihasilkan S-1= 10 orang
1.12. Mata Kuliah yg diampu 1. Fisika Kedokteran
2. Instrumentasi Biofisika
3. Biomekanika
1.13. Pendidikan Terakhir S2 - Biofisika
xlvi
PENELITI – II
1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) Drs. Made Sumadiyasa, M. Si.
1.2 Jabatan Fungsional Lektor Kepala
1.3 NIP/NIK/No. identitas lainnya 19640116 199203 1 002
1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Saba, Blahbatuh, Gianyar, 16 Januari 1964
1.5 Alamat Rumah Jl. Sekar Wangi II, No. 18, Br. Kesambi,
Kesiman Kertalangu, Denpasar
1.6 Nomor Telepon/Faks (0361)468365
1.7 Nomor HP -
1.8 Alamat Kantor Jurusan Fisika FMIPA UNUD, Kampus
Bukit Jimbaran Bali
1.9 Nomor Telepon/Faks (0361) 703137/(0361) 703137
1.10 Alamat e-mail sumadiyasa64@gmail.com
1.11 Lulusan yg telah dihasilkan S-1= 10 orang
1.12. Mata Kuliah yg diampu 1. Fisika Zat Padat I
2. Fisika Zat Padat II
3. Instrumentasi Analitik
4. Pengantar Superkonduktor
5. Ilmu Kealaman Dasar
1.13. Pendidikan Terakhir S2 – Fisika Material
xlvii