You are on page 1of 20
we ryt LEON SHARGEL SUSANNA-WU-PONG WY ea PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN | FARMAKOKINETIKA BIOFARMASETIKA. Semua produk farmasetik, mulai dari tablet analgesik generik dalam farmasi komunitas sampai penggunaan imunoterapi dalam rumah sakit khusus, melalui penelitian dan pengembangan yang ekstensif sebelum disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA). Karakteristik fisikokimia bahan aktif farmasetik (active pharmaceutical ingredient~API atau senyawa obat) bentuk sediaan atau obat, dan rute pemakaian merupakan determinan yang kritis dari performa in vivo, keamanan dan kemanjuran dari produk obat. Sifat-sifat obat dan bentuk sediaannya dirancang dan diuji secara hati-hati untuk menghasilkan respons terapeutik yang diinginkan pada pasien. Farmasis dan ilmuwan farmasetik harus memahami hubungan yang kompleks ini untuk memahami penggunaan dan pengembangan farmasetik yang tepat. Intuk menjelaskan pentingnya senyawa obat dan formulasi obat pada absorpsi dan distribusi obat ke sileaksi, sescorang harus mempertimbangkan urutan kejadian yang mendahului suatu efek terapi obat. Pertama, obat dalam bentuk sediaannya digunakan oleh pasien baik melalui suatu rute pemakaian oral, intr transdermal dan lain-ain, Selanjutnya, obat dilepas dari b vena, subkutan, ntuk sediaan dalam suatu cara yang dapat diramalkan dan dikarakterisasi. Kemudian beberapa fraksi obat diabsorpsi dari site pemakaian ke dalam jaringan sckitarnya, ke dalam tubuh (seperti pada bentuk-bentuk sediaan nya, obat mencapai sileaksi. Jika konsentrasi obat pada siteaksi melebihi konsentrasiefektif minimum (MEC), akan dihasilkan suatu respons farmakologis. Aturan pendosisan yang sesungguhnya (dosis, bentuk sediaan, interval pendosisan) ditetapkan secara hati-hati dalam percobaan klinis untuk menghasilkan konsentrasi obat yang benar pada site aksi. 1 BAB. PENGAN TAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA Kenyataannya, urutan ke jadian ini sangat dipengaruhi oleh ranca sediaan, obat itu sendiri, au keduanya. Menurut sejarah, abli farmasetik telah mengevaluasi ketersediaan re pada tubuh in vivo setelah pemberian suatu produk obat pada seekor binatang atau seorang manusia, dan kemudian membandingkan respons farmakologis, klinis, atau kemungkinan respons toksik yang mungkin. Sebagai contoh, suatu obat seperti isoproterenol menyebabkan kenaikan denyut jantung bila diberikan secara intravena tetapi tidak menunjukkan efek pada jantung bila diberikan per oral pada tingkat dosis yang sama, Sebagai tambahan, bioavailabilitas (suatu ukuran ketersediaan sistemik dari suatu obat) dapat berbeda dari satu produk obat ke produk lain yang mengandung obat sama, sckalipan rute pemakaian sama. Perbedaan dalam Dioavailabilitas obat ini dapat ditunjukkan melalui pengamatan perbedaan dalam efektivitas terapeutik produk obat. Dengan kata lain, sifat molekul obat, rute pelepasan, dan formulasi bentuk sediaan dapat menentukan apakah suatu obat yang diberikan efektif secara terapeutik, toksik, atau tidak menunjukkan efek sama sekali Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara sifat fisikokimia obat, bentuk sediaan yang mana obat diberikan, dan rute pemakaian terhadap laju dan jumlah absorpsi obat sistemik. Jaci, biofarmasetika juga mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi (1) stabilitas obat dalam produk obat, (2) pelepasan obat dari produk obat, (3) laju disolusi/pelepasan obat pada site absorpsi, dan (4) absorpsi sistemik obat, Suatu skema umum yang menggambarkan hubungan dinamis ini digambarkan dalam Gambar I-L Studi biofarmasetika didasarkan atas prinsip dasar ilmiah dan metodologi cksperimental. Studi dalam biofarmasetika menggunakan metode in vitrodan in vivo. Metode in vitro adalah prosedur yang menggunakan peralatan dan perlengkapan uji tanpa melibatkan binatang laboratorium atau manusia. Metode in vivo merupakan. studi yang lebih kompleks yang melibatkan subjek manusia atau binatang laboratorium. Beberapa dari metode ini akan didiskusikan dalam Bab 14, Metode- metode ini harus mampu memperkirakan pengaruh sifat fisikokimia obat, stabilitas obat, dan produksi obat skala besar dan produk obat pada performa biologis obat Lebih lanjut, biofarmasetika juga mempertimbangkan sifatsifat obat dan bentuk sediaan dalam suatut lingkungan fisiologis di mana penggunaan terapeutik obat ditujukan, dan rute pemakaian. gan bentuk latif obat reer Absorpsi ‘Obst ae |—____»| eee — r i =e oo aus, ‘kema yang menunjukkan hubungan dinamis antara obat, produk obat, dan efek farmakolagis PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA. BABI. 3 FARMAKOKINETIKA etelah suatu obat dilepas dari bentuk sediaannya, obat diabsorpsi ke dalam jaringan sckitarnya, tbuh, atau keduanya. Distribusi dan climinasi obat dalam tubuh berbeda untuk tiap pasien tetapi dapat dikar si dengan menggunakan model matematika dan statistika. Farmakokinetika adalah ilmu dari kinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasi (yakni, ekskresi dan metabolisme) obat. Deskripsi distribusi dan eliminasi obat sering disebut disposisiobat. Karakterisasi disposisi obat merupakan suatu persyaratan penting untuk penentuan atau modifikasi aturan pendosisan untuk individual dan kelompok pasien. Studi farmakokinetika mencakup baik pendekatan eksperimental dan teoretis. Aspek eksperimental farmakokinetika meliputi pengembangan tehnik sampling biologis, metode analitik untuk pengukuran obat dan metabolit, dan prosedur yang memfasilitasi pengumpulan dan manipulasi data, Aspek teoretis farmakokinetika meliputi pengembangan model inetika yang memprediksi disposisi obat setelah pemakaian obat. Penerapan statistik merupakan suatu bagian integral dari studi farmakokinetika. Metode statistika digunakan untuk mengestimasi parameter farmakokinetika dan akhirnya menginterpretasi data untuk maksud perancangan dan prediksi aturan dosis optimal untuk pasien individual atau kelompok pasien, Metode statistik diterapkan pada model farmakokinetika untuk menentukan kesalahan data dan penyimpangan model struktural. Matematika dan teknik komputer membentuk dasar teoretis dari beberapa metode farmakokinetika. Farmakokinetika klasik adalah suatu studi model teoritis yang memfokuskan pada pengembangan dan parameterisasi model. farmakol FARMAKOKINETIKA KLINIS Selama proses pengembangan obat, sejumlah besar pasien diuji untuk menentukan aturan dosis optimum, yang kemudian direkomendasikan oleh pabrik untuk menghasilkan respons farmakologis yang diinginkan pada sebagian besar populasi pasien yang diharapkan. Akan tetapi variasi intra dan interinvidual sering akan mengakibatkan respons subterapeutik (konsentrasi obat di bawah MEC) atau toksik (konsentrasi obat di atas konsenirasi toksik minimum-MTC), yang selanjutnya memerlukan penyesuaian aturan dosis. Farmakokinetika klinis merupakan penerapan metode farmakokinetika untuk terapi obat. Farmakokinetika klinis mencakup suatu pendekatan multidisiplin untuk strategi pendosisan optimal individual yang didasarkan pada kondisi penyakit pasien dan pertimbangan spesifik-pasien. Studi farmakokinetika klinis terhadap obat-obat pada keadaan sakit memerlukan masukan dari penelitian medik dan farmasetik. Tabet 1.1 merupakan satu daftar 10 laju kematian dari 10 penyebab utama kematian di United Stated, 2003. Pengaruh dari berbagai penyakit pada disposisi obat tidak dipelajari secara memadai. Perbedaan usia, gender, genetik dan etnik juga dapat mengakibatkan perbedaan farmakokinetika yang dapat mempengaruhi keluaran terapi obat, Studi perbedaan farmakokinetika obat pada berbagai kelompok populasi disebut farmakokinetika populasi (Sheiner dan ludden, 1992). 4 BAB 1. PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA Tabel 1.1. Rasio laju kematian yang disesuaikan dengan usia, dengan rasio lakHlaki/perempuan dari 10 penyebab kematian utama kematian di USA, 2003 PENYAKIT PERINGKAT _LAKILAKI:PEREMPUAN Penyakit jantung 7 1s Neoplasma maigma 2 1s Penyakitserebrovaskuler 3 40 Penyait pemrnapasan bawah kroris 4 M4 Kecelakaan dan lainnya* 5 22 Diabetes melitus 6 12 Peumoniae dan influenza 7 14 ‘Azheimer 8 os [Nefrotis, sindror nefrots dan nefross 9 15 Septikeria 10 12 *kematan yong dsebattan efeksamping sebageimana atentukan oleh CDC Sumber: Notional Vital Satis Repor val. 52 No.3, 2003 Farmakokinetika juga diterapkan untuk pemantauan obat terdpeutik (¢herapeutic drug monitoring-TDM) untuk obat-obat yang sangat poten seperti obat-obat dengan rentang terapeutik sempit, untuk mengoptimasi kemanjuran dan mencegah berbaga toksisitas yang merugikan. Untuk oba-obat ini, perlu memantau pasien, baik dengan pemantauan konsentrasi obat dalam plasma (misal teofilin) atau dengan pemantatt hasil farmakodinamik khas seperti waktu pembekuan protrombin (misal warfarin). Pelayanan farmakokinetika dan analisis obat perlu untuk pemantauan keamanan obat yang pada umumnya diberikan melalui pelayanan farmakohinetika Minis (clinical pharmacokinetic service~CPKS). Beberapa obat yang sering dipantau adalah aminogikosida dan antikonvulsan, Obatobat lain yang dipantau secara ketat adalah obatobat yang digunakan pada kemoterapi kanker, untuk meminimalkan efek samping yang merugikan (Rodman dan Evans, 1991). FARMAKODINAMIKA Farmakodinamika merujuk pada hubungan antara konsentrasi obat pada site aksi (reseptor) dan respons farmakologis, termasuk efek biokimia dan fisiologis yang mempengaruhi interaksi obat dengan reseptor. Interaksi suatu obat dengan suatu reseptor menyebabkan inisiasi suatu urutan kejadian molekuler yang menghasilkan suatu respons farmakologis atau toksik. Model farmakokinetik-farmakodinamik disusun untuk mengkaitkan kadar obat dalam plasma dengan konsentrasi obat pada site aksi dan menetapkan intensitas dan perjalanan obat. Model-model farmakodinamik dan farmakokinetik-farmakodinamik didiskusikan lebih lengkap pada Bab 19. TOKSIKOKINETIKA DAN TOKSIKOLOGI KLINIS ‘Toksikokinetika adalah penerapan prinsip-prinsip farmakokinetika untuk merancang, melakukan, dan interpretasi studi evaluasi keamanan obat (Leal et al, 1993) dalam memwalidasi dosis yang dipaparkan pada hewan., Data toksikokinetil PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA BABI. membantu dalam interpretasi temuan toksikologi pada binatang ekstrapolasi data hasil kepada manusia, Studi toksikokinetik dilakukan pada binatang selama pengembangan obat preklinis dan dapat berlanjut setelah obat obat diuji dalam percobaan klinis. Toksikologi klinis adalah studi efek merugikan dari obat-obat dan senyawa-senyawa toksik (racun) dalam tubuh, Farmakokinetika suatu obat pada pasien yang mendapat pengobatan belebihan (intoksikasi) dapat sangat berbeda dari farmakokinetika obat yang sama yang diberikan pada dosis terapeutik yang lebih rendah. Pada losis yang sangat tinggi, konsentrasi obat dalam tubuh dapat menjenuhkan enzim- enzim yang terlibat dalam. mekanisme absorpsi, biotransformasi atau sekresi aktif renal, dengan demikian mengubah farmakokinetika dari farmakokinetika linear ke nonlinear, Farmakokinetika nonlinear didiskusikan dalam Bab 9. Obat-obat yang sering terlibat dalam kasus toksisitas meliputi asetaminofen, salisilat, morfin, dan trisiklik antidepresan (TCAs). Beberapa dari obat ini dapat diuji kadar tepat dengan kit fluorescence immunoassay (FIA) secara PENGUKURAN KONSENTRASI OBAT Oleh karena konsentrasi obat merupakan satu unsur penting dalam penentuan farmakokinetika individual atau populasi, konsentrasi obat diukur dalam sampel biologis, seperti air susu ibu, saliva, plasma, dan urine, Metode analitik yang sensitif, akurat, dan tepat tersedia untuk pengukuran obat-obat dalam matriks biologis Pengukuran tersebut secara umum divalidasi schingga dihasitkan informasi yang akurat untuk pemantauan farmakokinetika dan Klinis. Pada umumnya, metode kromatografi paling sering digunakan untuk pengukuran konsentrasi obat, karena kromatografi memisahkan obat dari bahan-bahan lain yang terkait yang dapat menyebabkan gangguan penetapan kadar. Pengambilan Cuplikan Spesimen Biologis Hanya sedikit spesimen biologis dapat diperoleh secara aman dari pasien untuk mendapat informasi konsentrasi obat dalam tubuh, Metode invasive meliputi pengambilan cuplikan darah, cairan spinal, cairan sinovial, biopsi jaringan, atau material biologis lain memerlukan int pasien. Sebaliknya metode noninvasive meliputi pengambilan cuplikan urine, saliva, vensi parenteral atau pembedahan pada feses, udara yang dihembuskan, atau berbagai material biologis dapat diperoleh tanpa intervensi parenteral atau pembedahan. Pengukuran konsentrasi obat dan metabolit dalam masing-masing material biologis ini menghasilkan informasi penting, seperti jumlah obat yang tertahan dalam, atau ditranspor ke dalam, jaringan atau cairan, keluaran farmakologis atau toksikologis yang mungkin dari pendosisan obat, dan pembentukan atau transpor metabolit obat. Konsentrasi Obat dalam Darah, Plasma, atau Serum Pengukuran konsentrasi (kadar) obat dalam darah, serum, atau plasma merupakan pendekatan langsung untuk penetapan farn netika obat dalam tubuh. Darah Jengkap mengandung unsur-unsur seluler di antaranya sel darah merah, sel darah 6 BAB 1. PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA, putih, platelet, dan berbagai protein lain, seperti albumin dan globulin, Pada umumnya, serum atau plasma paling sering digunakan untuk pengukuran obat Untuk mendapatkan serum, darah lengkap untuk menggumpal dan serum dikumpulkan dari supernatan setelah sentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatan sentrifugasi darah lengkap yang ditambahkan suatu antikoagulan, seperti heparin, Oleh karena itu, kandungan protein serum dan plasma tidak sama, Plasma memperfusi semua jaringan tubuh, termasuk elemen-elemen selular dalam darah. Dengan menganggap bahwa suatir obat dalam plasma dalam kesetimbangan dinamik dengan jaringan, maka perubahan konsentrasi obat dalam plasma akan mencerminkan perubahan konsentrasi obat dalam jaringan. Kurva Kadar dalam Plasma - Waktu Kurva kadar dalam plasma-waktu didapatkan dengan mengukur konsentrasi obat dalam sampel plasma yang diambil pada berbagai jarak waktu setelah pemberian statu produk obat. Konsentrasi obat dalam tiap cuplikan plasma digambar pada Kertas grafik rektangular terhadap waktu pengambilan cuplikan plasma, Sclama obat mencapai sirkulasi umum (sistemik), konsentrasi obat dalam plasma akan naik sampai maksimum, Pada umumnya abyorpsi suatu obat terjadi lebih cepat daripada eliminasi. Selama obat diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik, obat didistribusikan ke semua jaringan dalam tubuh dan juga secara serentak dielimina: Eliminasi suatu obat dapat terjadi melalui ekskresi atau biotransformasi atau kombinasi dari keduanya, Hubungan kurva kadar obat-waktu dan berbagai parameter farmakologis dapat dilihat pada Gambar 1-2, MEC (minimum effective concentration) dan MTC (minimum toxic concentration) masing-masing menyatakan konsentrasi efektif minimum dan konsentrasi Joksik minimum sua obat. Untuk beberapa obat, seperti yang bekerja pada sistem saraf otonom (ANS = autonomic nervous system), adalah penting untuk mengetabui konsentrasi obat yang akan mulai menghasilkan suatu efek farmakologis yang nyata (yakni, MEC). Dengan menganggap konsentrasi obat dalam plasma dalam kesetimbangan dengan obat-obat dalam jaringan, maka MEC mencerminkan Kadar dalam plasma Gambar 1-2. Kurva kadar dalam plasma:waltu secera Lumum setetahperberian obat oral. IMEC = konseriras efektif minimum, Mie MIC = konsentrastoksk minimum ore PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA. BABI. 7 konsentrasi obat yang diperlukan oleh reseptor untuk menghasilkan efek farmakologis yang diinginkan. Demikian pula, MTC menyatakan konsentrasi obat yang diperlukan untuk mulai menghasilkan suatu efek toksik, Waktu mula kerja sama dengan waktu yang diperlukan obat untuk mencapai MEC. Intensitas efek farmakologis adalah sebanding dengan jumlah reseptor obat yang ditempati, yang dicerminkan dalam pengamatan, di mana konsentrasi obat dalam plasma lebih tinggi menghasilkan respons farmakologis yang lebih besar, sampai maksimum, Lama kerja obat adalah selisih waktu antara waktu mula kerja obat dan waktu yang diperlukan obat turun kembali ke MEG. Sebaliknya, abli farmakokinetika juga dapat menggambarkan kurva kadar dalam plasma-waktu dalam istilah farmakokinetika seperti kadar puncak dalam plasma, waktu untuk mencapai kadar puncak dalam plasma dan area di bawah kurva, atau AUG (area under the curve) (Gb. 1.3). Waktu kadar puncak dalam plasma adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum dalam plasma yang, secara kasar menunjukkan laju absorpsi obat ratarrata. Kadar puncak dalam plasma atau konsentrasi maksimum obat biasanya dikaitkan dengan dosis dan tetapan laju absorpsi dan eliminasi obat. Sedangkan AUG dikaitkan dengan jumlah obat yang terabsorpsi secara sistemik. Parameter-parameter ini dan yang lain dibahas dalam bab berikutnya. Konsentrasi Obat dalam Jaringan Kader dalam plasma Kadang-kadang biopsi jaringan diambil untuk tujuan diagnostik, seperti pemastian dari suatu keganasan. Pada umumnya hanya sedikit cuplikan jaringan diambil, menyebabkan pengukuran konsentrasi obat menjadi sulit, Konsentrasi obat dalam jaringan biopsi mungkin tidak mencerminkan konsentrasi obat dalam jaringan lain, tidak juga konsentrasi obat dalam semua bagian jaringan dari mana bahan biopsi diambil. Sebagai contoh, jika biopsi jaringan dilaku ‘uk diagnosis tumor dalam suatu jaringan, maka aliran darah ke sel tumor mungkin tidak sama seperti aliran darah ke sel-sel lain dalam jaringan tersebut, Pada kenyataannya untuk beberapa Konserrsipuneak Gambar 1-3. Kurva kadar dalam plasmawaktu yang eat ‘menunjukkan waktu dan Konsentvasi puncak. Bagian yang ppuncok Wow ‘diarsir menunjukkan AUC (area di bawah kurv, 8 BAB 1. PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA, jaringan, aliran darah ke satu bagian jaringan tidak sama dengan aliran darah ke bagian lain dari jaringan yang sama. Pengukuran konsentrasi obat dalam bahan biopsi jaringan dapat digunakan untuk memastikan apakah obat mencapai jaringan tersebut dan mencapai konsentrasi yang tepat dalam jaringan. Konsentrasi Obat dalam urine dan Feses mastikan Pengukuran obat dalam urine merupakan metode tidak langsung untuk jumlah obat yang diekskresi dalam urine an pengukuran bioavailabilitas suatu obat. Laju da mencerminkan laju dan jumlah absorpsi obat sistemik. Penggun cckskresi obat lewat urine untuk menetapkan berbagai parameter farmakokinetika didiskusikan dalam Bab 15. Pengukuran obat dalam feses dapat mencerminkan obat yang tidak diabsorpsi setelah dosis oral atau dap: cerminkan obat yang dikeluarkan melalui sekresi bilier setclah absorpsi sistemik. Ekskresi obat fekal (lewat feses) sering dilakukan dalam studi kesetimbangan massa, di mana pen nemperhitungkan keseluruhan dosis yang diberikan kepada pasien, Untuk studi kesetimbangan ma urine dan feses dikumpulkan dan kandungan obatnya diukur, Untuk bentuk sediaan oral padat tertenta yang tidak melarut dalam saluran pencernaan tetapi secara Jambat melepas obat, pengumpulan fekal dilakukan untuk mendapatkan. kembali bentuk sediaan. Bentuk sediaan yang tidak melarut kemudian ditetapkan kadarnya untuk obat tersisa iti mencoba Konsentrasi Obat dalam Saliva Konsentrasi obat dalam saliva untuk beberapa obat dipertimbangkan untuk pemantauan obat terapeutik (Pippengerdan Massoud, 1984). Oleh karena hanya obat bebas yang berdifusi ke dalam saliva, kadar obat dalam saliva cenderung mendekati obat bebas daripada konsentrasi obat total dalam plasma. Rasio konsentrasi obat dalam saliva/plasma untuk beberapa obat kurang dari 1. Rasio konsentrasi obat dalam saliva/plasma sangat dipengaruhi pKa obat dan pH dari saliva, Obatobat asam lemah dan obatobat basa lemah dengan pKa yang jauh berbeda dari pH 7,4 (pH plasma) pada umumnya mempunyai korelasi yang lebih baik dengan kadar obat dalam plasma. Konsentrasi obat dalam saliva yang diambil setelah berkesetimbangan dengan kadar obat dalam plasma pada umumnya memberi petunjuk yang lebih stabil dari kadar obat dalam tubuh, Penggunaan konsentrasi obat dalam saliva sebagai indikator terapeutik hendaknya digunakan dengan kehati-hatian dan lebih disukai sebagai indikator sckunder: Pengukuran Obat Forensik Imu forensik merupakan penerapan ilmu pada laporan-laporan kecelakaan personal, pembunuhan clan laporan legal lain, Pengukuran obat dalam jaringan yang diperoleh pada autopsi atau cairan tubuh lainnya seperti saliva, urine, dan darah bermanfaat jika seseorang yang dicurigai atau korban menggunakan suatu obat legal secara overdososis, diracun, atau menyalahgunakan obat-obat seperti opiate (misal heroin), kokain, atau mariyuana. Keberadaan Social drug dalam analisis obat dalam dat n saliva menunjukkan penyalahgunaan obat jangka pendek PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA_ BAB 1 9 Obat-obat ini dapat dieliminasi secara cepat, schingga menjadi lebih sulit untuk buktikan bahwa subjek telah menyalahgunakan obat. Analisis untuk obatobat yang disalahgui 1 rambut dengan metode penetapan kadar yang sangat sensitif, seperti kromatografi gas yang digabung dengan spektrometri massa, memberi informasi mengenai paparan obat yang telah lalu, Suatu studi yang dilakukan oleh Cone dkk (1993) menunjukkan bahwa cuplikan rambut dari subjek yang diketahui sebagai penyalah guna obat mengandung kokain dan 6-astilmorfin, suatur metabolit heroin (diasetilmorfin). Makna Pengukuran Konsentrasi Obat dalam Plasma Intensitas efek farmakologis atau efek toksik suatu obat sering kali dikaitkan dengan konsentrasi obat pada reseptor, yan va terdapat dalam se ingan. Oleh karena sebagian besar sel-sel jaringan diperfusi oleh cairan jaringan atau plasma, maka pemeriksaan kadar obat dalam plasma merupakan suatu metode yang sesuiai itauan pengob nis, perbedaan individual dalam farmakokinetika obat sering terjadi. Pemantauan konsentrasi obat dalam darah atau plasma memastikan bahwa dosis yang telah diperhitungkan benar-benar telah melepaskan obat dalam plasma dalam kadar yang diperlukan untuk efek terapeutik. Untuk beberapa obat, ckspresi dan/atau kepekaan reseptor pada individu berbeda, sehingga pemantauan kadar obat dalam plasma dipertukan untuk membedakan pasien yang menerima terlalu banyak obat dan pasien yang sangat peka terhadap obat. Lebih lanjut, fungsi-fungsi fisiologis pasien dapat dipengaruhi oleh penyakit, makanan, lingkungan, obat yang, diberikan bersamaan dalam terapi, dan faktor-faktor lain, Model farmakokinetika dapat memberikan penafsiran yang lebih teliti tentang hubungan kadar obat dalam. plasma dan respons farmakologis. ‘Tanpa data farmakokinetik, kadar obat dalam plasma hampir tidak berguna untuk penyesuaian dosis. Scbagai contoh, suatu cuplikan darah tunggal dari seorang pasien diuji dan didapat kadar 10 mg/mL. Menurut kepustakaan, konsentrasi maksimum. yang masih aman dari obat tersebut adalah 15 mg/mL. Untuk menggunakan data ini secara tepat, penting untuk diketahui kapan cuplikan darah diambil, berapa dosis yang diberikan, dan bagaimana rute pemberiannya, Jika data telah didapat, penggunaan persamaan farmakokinetika dan modelnya dapat menggambarkan kurva kadar obat dalam darah-waktu secara teliti, Pemantauan konsentrasi obat dalam plasma memungkinkan untuk penyesuaian dosis obat secara individual dan juga untuk mengoptimasi terapi. Dengan adanya perubahan fungsi fisiologis sehubungan dengan penyakit, pemantauan konsentrasi obat dalam plasma dapat memberikan petunjuk untuk kemajuan keadaan penyakit dan memungkinkan peneliti mengubah dosis obat yang lebih sesuai. Namun. demikian, secara klinis keputusan dan pengamatan medis adalah paling penting. Keputusan terapi seharusnya tidak semata-mata didasarkan pada konsentrasi obat dalam plasma. Dalam beberapa kasus, respons farmakodinamis obat dapat lebih penting unttk diukur daripada konsentrasi obat dalam plasma. Sebagai contoh, elektrofisiologi jantung, termasuk elektrokardiogram (ECG), penting untuk ditetapkan pada pasien yang mendapat pengobatan obatobat kardiotonik seperti digoksin. Untuk suatu obat antikoagulan, seperti dikumarol, waktu pembekuan protrombin dapat biasai 10 BAB 1. PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA. menunjukkan apakah dosis yang tepat telah dicapai. Sebagian besar pasien diabetes, yang menggunakan insulin akan memonitor kadar glukosa darah atau urine mereka sendiri Untuk obat-obat yang berlaku ireversibel pada site reseptor, konsentrasi obat dalam plasma tidak dapat meramal secara teliti respons farmakologis. Obat-obat yang digunakan dalam kemoterapi kanker sering mengganggu biosintesis asam nukleat atau protein untuk merusak sel tumor. Untuk obat-obat ini, konsentrasi obat dalam plasm‘a tidak berhubungan langsung dengan respons farmakodinamik. Dalam kasus ini, parameter patofisiologis lain dan efek samping pada pasien dipantau untuk mencegah toksisitas yang merugikan, FARMAKOKINETIKA DASAR DAN MODEL FARMAKOKINETIKA Obatobat dalam tubuh berada dalam suatu keadaan dinamis seperti mereka bergerak antarjaringan dan cairan, terikat pada komponen plasma atau scluler atau dimetabolisme. Sifat biologis dari distribusi dan disposisi obat kompleks, dan peristiwa-peristiwa obat sering terjadi secara simultan. Faktorfaktor tersebut harus dipertimbangkan saat merancang aturan terapi obat. Kompleksitas yang melekat dan tak terbatas dari kejadian-kejadian tersebut memerlukan penggunaan model matematika dan statistik untuk mengestimasi pendosisan obat dan memprediksi Jama kemanjuran obat untuk suatu dosis tertentu. Suatu model merupakan suatu hipotesis dengan menggunakan istilah matematika untuk menggambarkan hubungan kuntitatif secara ringkas. Kemampuan prediktif dari suatu model terletak pada ketepatan pemilihan dan pengembangan fungsi- fangsi matematika yang menjadi parameter faktor-faktor penting yang menentukan proses kinetika. Parameter-parameter kunci dalam suatu proses biasanya diestimasi melalui pencocokan model ke data percobaan, yang dikenal sebagai variabel. Suatu parameter farmakokinetika merupakan suatu tetapan untuk obat yang diestimasi dari data percobaan. Sebagai contoh, parameter farmakokinetika yang diestimasi seperti k bergantung pada metode sampling jaringan, waktu pengambilan cuplikan, analisis obat, dan model prediktif yang dipilih. ‘Suatu fungsi farmakokinetika menghubungkan satu variabel bebas (indepeniden) ke satu variabel tergantung (dependen), sering melalui penggunaan parameter-parameter. Sebagai contoh, suatu model farmakokinetika dapat meramalkan konsentrasi obat dalam liver satu jam setelah satu pemberian oral dari suatu dosis 20 mg. Variabel bebas adalah waktu dan variabel tergantung adalah konsentrasi obat dalam liver. Berdasar satu seri data konsentrasi obat versus waktu, suatu persamaan model diturunkan untuk meramalkan konsentrasi obat dalam liver berkenaan dengan ‘waktu. Dalam kasus ini, konsentrasi obat tergantung pada waktu setelah pemberian dosis, di mana hubungan konsentrasi-waktu ditentukan melalui suatu. pameter farmakokinetik, A, tetapan laju eliminasi. Model-model matematika dapat direncanakan untuk mensimulasi proses laju absorpsi, distribusi, dan climinasi obat untuk menggambarkan dan meramalkan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu. Model farmakokinetika digunakan untuk: £ 1, Memprediksi kadar obat dalam plasma, jaringan, dan urine pada berbagai pengaturan dosis. __PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA BABI. 11 2. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap pasien secara individual. 3. Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dan/atau metabolit-metabolit. 4, Menghubungkan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologi toksikologis. 5. Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antarformulasi (bioekuivalensi). 6. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorpsi, distribusi atau eliminasi obat. 7. Menjelaskan interaksi obat. atau Dalam model farmakokinetika penyederhanaan anggapan dibuatuntuk menggambar- kan suatu sistem biologis yang kompleks berkaitan dengan pergerakan obat dalam tubuh, Sebagai contoh, sebagian besar model farmakokinetika menganggap bahwa konsentrasi obat dalam plasma mencerminkan konsentrasi obat dalam tubuh secara global. ‘Suatu model dapat didasarkan secara empiris, fisiologis, atau kompartemental. ‘Suatu model yang menginterpolasi data secara sederhana dan memungkinkan suatu rumusan empiris untuk mengestimasi kadar obat pada satu selang waktu dibenarkan bila ada keterbatasan informasi, Model empiris adalah praktis tetapi tidak terlalu bermanfaat dalam menjelaskan mekanisme proses sesungguhnya di mana obat diabsorpsi, didistribusi, dan dieliminasi dalam tubuh. Contoh-contoh dari model cempirik yang digunakan dalam farmakokinetika digambarkan dalam Bab 22. Model-model yang didasarkan fisiologis juga mempunyai keterbatasan. Dengan menggunakan contoh di atas dan selain dari perlunya untuk mengambil cuplikan jaringan dan memantau aliran darah ke liver in vivo, peneliti perlu untuk memahami pertanyaan-pertanyaan berikut. Apa yang dimaksud dengan konsentrasi obat dalam liver? Apakah konsentrasi obat dalam darah di dalam jaringan harus ditentukan dan dikurangkan dari obat dalam jaringan liver? Tipe sel yang bagaimana yang dapat mewakili liver jika suatu cuplikan biopsi terpilih dapat dikumpulkan tanpa kontaminasi dari jaringan sekitarnya? Tentu saja, bergantung pada lokasi jaringan liver dari pembuluh darah hepatik, konsentrasi obat dalam jaringan dapat berbeda bergantung pada jarak ke pembuluh darah atau pada tipe sel dalam liver. Lebih. lanjut, perubahan dalam perfusi darah liver akan mengubah konsentrasi obat dalam jaringan. Jika jaringan liver yang heterogen dihomogenkan dan diuji kadarnya, jaringan yang dihomogenkan hanya mewakili suatu konsentrasi hipotetik yang merupakan rata-rata dari semua sel dan darah dalam liver pada waktu pengumpulan, Oleh karena homogenisasi jaringan tidak praktis untuk subjek manusia, konsentrasi obat dalam liver dapat diestimasi dengan mengetahui rasio ekstraksi liver untuk obat yang didasarkan pada pengetahuan fisiologis dan komposisi biokimia dari organ- organ tubuh. Sejumlah besar model telah dikembangkan untuk mengestimasi informasi regional dan global dalam tubuh, Beberapa model farmakokinetika fisiologis didiskusikan dalam Bab 22. Proses farmakokinetika individual didiskusikan dalam bab terpisah dengan topik absorpsi obat, distribusi obat, climinasi obat, dan interaksi farmakokinetika obat yang melibatkan satu atau semua proses di atas. Secara teoretis, jumlah tak terbatas model dapat disusun untuk menggambarkan proses kinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat dalam tubuh, bergantung. pada tingkat perincian informasi yang dipertiibangkan. Pertimbangan praktis membatasi perkembangan model-model farmakokinetika yang baru, 12 BABL._PENGANTAR BIOFA |ASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA Suatu alat yang sangat sederhana dan berguna dalam farmakokinetika adalah model yang didasarkan secara kompartemental. Sebagai contoh dengan menganggap suatu obat diberikan dengan injeksi intravena dan obat melarut (didistribusi) secara cepat dalam cairan tubuh, Satu model farmakokinetika yang dapat menggambarkan keadaan ini adalah suatu bak yang berisi satu volume cairan yang berkesetimbangan dengan obat secara cepat. Konsentrasi obat dalam bak setelah dosis tertentu ditentukan oleh dua parameter: (1) volume cairan bak yang akan melarutkan obat, dan (2) si obat persatuan waktu. Walau model ini menyederhanakan disposisi obat dalam tubuh manusia, satu sifat farmakokinetika obat sering kali dapat digambarkan dengan menggunakan satu model bak yang terisi cairan yang disebut model kompartemen satu terbuka (lihat bawah). Baik dalam bak dan model tubuh kompartemen satu, satu fraksi obat akan dicliminasi secara kontinu sebagai fungsi waktu (Gb. 1-4). Dalam farmakokinetika, parameter-parameter ini dianggap tetap untuk suatu obat tertentu, Jika konsentrasi obat dalam bak ditentukan pada berbagai interval waktu setelah pemberian suatu dosis yang diketahui, maka volume cairan dalam bak atau kompartemen (Vp, volume distribusi), dan laju eliminasi obat dapat diestimasi. Dalam praktik, parameter farmakokinetika seperti k dan Vp ditentukan secara eksperimental dari satu seri konsentrasi obat yang dikumpulkan pada berbagai waktu dan yang dikenal sebagai data. Jumlah parameter yang diperlukan untuk menggambarkan model bergantung pada kompleksitas proses dan pada rute pemakaian obat. Pada umumnya, bila jumlah parameter yang diperlukan untuk memodel data meningkat, estimasi yang akurat dari parameter-parameter ini menjadi lebih sulit. Pada model farmakokinetika yang kompleks, program komputer digunakan untuk memfasilitasi estimasi parameter. Akan tetapi, agar parameter- parameter menjadi sahih, jumlah titiktitik data harus selalu melebihi jumlah parameter dalam model. Oleh karena suatu model didasarkan pada suatu hipotesis dan penyederhanaan anggapan, suatu tingkat perhatian diperlukan bila mengandalkan secara total pada model farmakokinetika untuk meramalkan aksi obat. Untuk beberapa obat, konsentrasi obat dalam plasma tidak bermanfaat dalam memprediksi aktivitas obat. Untuk obatobat lain, suatu perbedaan genetik individual, keadaan penyakit, respons kompensasi tubuh dapat memodifikasi respons suatu obat. Jika suatt model sederhana tidak cocok dengan semua pengamatan eksperimental secara akurat, suatu model baru, yang lebih rumit dapat diajukan dan akhirnya diuji. Oleh karena keterbatasan data yang tersedia pada sebagian besar keadaan klinis, data farmakokinctika hendaknya diinterpretasi bersama-sama dengan pengamatan klinis daripada mengembalikan keputusan kepada klinisi. Pengembangan model statistik farmakometrik dapat membantu memperbaiki prediksi kadar obat pada pasien- pasien dalam populasi (Sheiner dan Beal, 1982; Mallet dkk, 1988). Akan tetapi, hal ini dilakukan kadang-kadang sebelum metode tesebut menjadi diterima secara umum, aju elimina Gambar 1-4. Bak dengan suatu volume yang tetap Coiton meng) kombat dan cairan yang bersetimbang dengan obat. Volume secotaofomatis untuk Coiran_cairan 1,0 L. Cairan keluar 10 mL/menit. Fraksi obat mmenjoga volume yong >| elor yang diambil per satuan wakiu 10/1000 atau 0.0! tein ment! 4 BAB 1. PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA a bermanfaat bila informasi berbagai waktu, Model kompartemen sentral terut tentang jaringan sedikit diketahui. Beberapa macam model kompartemen digambarkan dalam Gambar 1-5. Tetapan laju dari farmakokinetika dinyatakan dengan huruf &. Kompartemen satu mewakili plasma atau kompartemen sentral, sedangkan kompartemen dua mewakili kompartemen jaringan. Penggambaran model ini mempunyai tiga kegunaan, yaitu (1) memungkinkan ahli farmakokinetika merumuskan persamaan diferensial untuk menggambarkan perubahan konsentrasi obat dalam masing-masing kompartemen, (2) memberikan suatu gambaran nyata dari laju proses, dan (3) menunjukkan berapa banyak tetapan farmakokinetika: yang diperlukan untuk menggambarkan proses secara memadai. Ge conton 2 ees ° Dua parameter diperlukan untuk menggambarkan model 1, Gambar 1-5, yaitu volume kompartemen dan tetapan laju eliminasi k, Pada kasus model 4, Gambar 15, parameter famakokinetiknya terdiri atas volume kompartemen satu dan dua dan tetapan laju reaksi ky, h, hy» dan hyi— total 6 parameter. Dalam mempelajari model ini, penting untuk diketahui apakah data konsentrasi ‘obat dapat diperoleh secara langsung dari masing-masing kompartemen. Untuk model 3 dan 4, Gambar 1-5, data untuk kompartemen 2 tak dapat diperoleh dengan mudah oleh karena jaringan tak mudah diambil sampelnya di samping konsentrasi obat yang tidak homogen. Jika jumlah obat terabsorpsi dan tereliminasi per satuan waktu [MODEL 1. Medel komporeren sotuerbuk, inks NV. k 1 pA [MODEL 2. Model kompartemen sotuterbuka dengan obsorps! order kes ky k 2+ 1 |+> ‘MODEL 3, Mode! kompartemen duoterbuko, ijosiV. [MODEL 4, Model komporlemen ducterbuke dengan absoeps order kesatu 1 bey k ko Gambar 1-5. Betbagai model kompartemen. PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA BAB I 15 didapat dari sampel kompartemen 1, maka jum 2 dapat diperkirakan secara matematis. Persan Jah obat yang berada dalam jaringan aan matematis yang sesuai untuk menggambarkan model ini dan mengevaluasi berbagai parameter farmakokinetika diberikan dalam bab berikutnya. Model Caternary Dalam farmakokinetika, model mammillary harus dibedakan dengan macam model kompartemen yang lain yang disebut model catemary. Model caternary terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain menjadi satu deretan kompartemen (Gb. 1-6). Sebaliknya, model mammillary terdiri atas satu atau lebih kompartemen yang mengelilingi suatu kompartemen sentral seperti satelit. Oleh karena model caternary tidak dapat dipakai pada sebagian besar organ yang fungsional dalam tubuh yang secara langsung berhubungan dengan plasma, model ini digunakan tidak sesering model mammillary. Model Farmakokinetika Fisiologis (Model Aliran) Model farmakokinetika fisiologis, juga dikenal sebagai model aliran atau perfusi darah, model farmakokinetika yang didasarkan atas data anatomis dan fisiologis. Model menggambarkan data secara kinetik, dengan pertimbangan bahwa aliran darah bertanggung jawab untuk distribusi obat ke berbagai bagian tubuh. Ambilan obat- obat ke dalam organ ditentukan oleh ikatan obat dalam jaringan ini. Sebaliknya untuk mengestimasi volume distribusi jaringan, digunakan volume jaringan sesungguhnya. Oleh karena ada beberapa jaringan organ. dalam tubuh, masing- masing volume jaringan harus diperoleh dan konsentrasi obatnya digambarkan Model secara potensial akan meramalkan konsentrasi obat sesungguhnya, yang mana model kompartemen dua gagal melakukannya. Sayangnya, banyak informasi yang diperlukan untuk menggambarkan suatu model fisiologis secara memadai yang secara eksperimental sulit untuk diperoleh, Walau ada keterbatasan ini, model farmakokinetika fisiologis memberi pengertian yang lebih baik bagaimana faktor- faktor fisiologis dapat mengubah distribusi obat dari satu spesies binatang ke yang lain, Perbedaan besar lainnya digambarkan di bawah, Pertama, tidak dibutuhkan pencocokan data dalam model perfusi. Konsentrasi obat dalam berbagai jaringan diperkirakan melalui ukuran jaringan organ, aliran darah, dan melalui percobaan ditentukan perbandingan obat dalam jaringan-darah (yakni partisi obat antara jaringan dan darah). Kedua, aliran darah, ukuran jaringan dan perbanding darah dapat berbeda sehubungan dengan kondisi patot karena itu, dalam model fisiologis pengaruh perubaha distribusi obat harus diperhitungkan. a ley be 2 eed laju ekskresi metabolit lewat urine; ky = tetapan laju ekskresi obat lewat empedu: dank. = tetapan laju ekskresi obat lewat PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA BABI. 19 5. Berikan dua alasan untuk pengukuran konsentrasi obat dalam plasma, C, dengan anggapan (a) G, secara langsung berkaitan dengan aktivitas farmakodinamik obat dan (b) G, tidak berkaitan dengan aktivitas farmakodinamik obat. 6. Dianggap dua kompartemen biologis dipisahkan olch suatu membran biologis. Obat A diperoleh dalam kompartemen 1 dan dalam kompartemen 2 dengan konsentrasi berturut-turut ¢ dan ¢. a, Kemungkinan kondisi atau ke adaan manakah akan menghasilkan konsentrasi ¢, > ¢ pada kesetimbangat b. Bagaimanakah anda akan menunjukkan secara cksperimental kondisi tersebut di atas? ¢. Di bawah kondisi bagaimanakah q = ¢, pada kesetimbangan? 4. Jumlah total obat A dalam masing-masing kompartemen biologis berturut turut A; dan Ay, Gambarkan suatu kondisi di mana A; > Ag, tetapi ¢ = ¢ pada kesetimbangan. Masukan dalam diskusi anda, bagaimanakah sifat fisikokimia obat A atau sifat-sifat biologis masing-masing kompartemen dapat mempengaruhi kondisi kesetimbangan. ACUAN Benowitz N, Forsyth R, Melmon K, Rowland M: Lidocaine disposition kinetics in monkey and man. Clin Pharmacol Ther ¥5:87-98, 1974 Cone EJ, Darwin WD, Wang W-L: The occurrence of cocaine, heroin and abusers. Forensic Sc Int 63:55-68, 1993, Leal M, Yacobi A, Batra VJ: Use of toxicokinetic principles in drug development: Bridging preclinical and clinical stixdies. Dalam Yacobi A, Skelly JP, Shah VP, Benet LZ. (eds), Integration of Pharmacokinetics, Pharmacodynamics and Toxicokinetics in Rational Drug Development. New York, Plenum Press, 1993, pp 55-67 Mallet A, Mentre F, Steimer JL, Lokiee F: Pharmacometries: Nonparametric maximum likelihood esti- nation for popilation pharmacokinetics, with application to cyelosporine. J Pharm Biopharm 16:311— 827, 1988 Pippenger CEand Massoud N: Therapeutic drug monitoring. Dalam Benet LZ, etal (eds). Pharmacokinetic Basis fr Drug Tiratment. New York, Raven, 1984, chap 21 Rodman JH and Evans WE: Targeted systemic exposure for pediatric cancer therapy: Dalam D'Argenio DZ, (eal), Advanced Methods of Pharmacokinetic and Pharmacodynamic Systems Analysis, New York, Plenuirn Press, 1991, pp 177-183 Sawada ¥, Hanano M, Sugiy ctabolites in hair of drug AY, Iga T: Prediction of the disposition of nine weakly acidic and six ‘weekly basic drugs in Iaumans from pharmacokinetic parameters in rats. J Pharmacokinet Biepharm i 477-492, 1985 iner LB and Beal SL: Bayesian individualization of pharmacokinetics. Simple implementation and ‘comparison with nonBayesian methods. J Pharm Sei 71:1344-1348, 1982 er LB and Ludden TM: Population pharmacokinetics /dynamics, Annu Rev Pharmacol Toxicol BIBLIOGRAFI Benet LZ: General treatment of linear mammillary models with elimination from any compartment as used in pharmacokinetics. J Pharm Sei 61:536~541, 1972 Bischoff K and Brown R: Drug distribution in mammals, Chem Eng Med 62: 20 BAB 1. PENGANTAR BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA Bischoff K, Dedrick R, 1133, 1971 Chios: W: Quantitation of hepatic and pulmonary first-pass effect and its implications in pharmacokinetic tics of chloroform in man. J Pharm Biopharm $:193-201, 1975 WA: Controversy II: To model or not to model. J Clin Pharmacol 28:879-888, 1988 Gowles A, Borgstedt H, Gilles A: Tissue weights and rates of blood flow in man for the predi anesthetic uptake and distribution, Anesthesiology 35:523~520, 1971 Dedrick R, Forrester D, Cannon T, et al: Pharmacokinetics of l-d-arabinofurinosuleytosine (ARA-C) deamination in several species, Biochem Pharmacol 22:2405~2417, 1972 Gerlowski LE. and Jain RK: Physiologically based pharmacokinetic modeling: Principles and appliea- tions. J Pharm 8ei72:1108-1127, 1983, Gibalai Mi Biopharmaceutics and Clinical Pharmacokinetics, 3rd ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1984 Gibaldi M: Estimation of the pharmacokinetic parameters of the two-compartment open model from ‘postinfusion plasma concentration data, J Pharm Sei 58:1133-1135, 1969 Himmelstein KJ and Lutz RJ: A review of the applications of physiologically based pharmacokinetic ‘modeling. J Pharm Biopharm 7127-145, 1979 Lutz R and Dedrick RL: Physiologic pharmacokinetics: Relevance to human tisk assessment. DaLAM Li AP (ed), Toxicity Testing: New Applications and Applications in Human Risk Assessment. New York, Raven, 1985, pp 129-149 Lutz R, Dedrick R, Straw J, etal: The kinetics of methotrexate distribution in spontaneous canine Iymphosarcoma. J Pharm Biopharm 3277-97, 1975 Metzler CM: Estimation of pharmacokinetic parameters: Statistical considerations. Pharmacol Ther 18:543-556, 1981, Montandon B, Roberts R, Fischer L: Computer simulation of sulfobromophthalein kinetics in the rat ‘using flow-limited models with extrapolation to man. J Pharm Biopharm 3:277-290, 197 Rescigno A and Beck JS: The se andl abuse of models. J Pharm Biopharm 15:327-344, 1987 Ritschel WA and Banerjee PS: Physiologic pharmacokinetic models: Applications, limitations and out- ook. Meth Exp Clin Pharmacol 8:603-614, 1986 Rowland M, Thomson P, Guichard A, Melmon K: Disposition kinetics of lidocaine in normal subjects. Ann N Y dead Sci 179:383-398, 1971 Rowland M and Tozer : Clinical Pharmacokineics—Concepts and Applications, 3rd ed. Philadelphia, Lea biger, 1995 Segre G: Pharmacokinetics: Compartmental representation. Pharm Ther 17:111-127, 1982 ‘Tozer TN: Pharmacokinetic principles relevant to bioavailability studies. In Blanchard J, Sawchuk RJ, Brodie BB (cals), Principles and Perpectves in Drug Bioronilabilty. New York, S Karger, 1979, pp 120= 155 Wagner JG: Do you need a pharmacokinetic model, and, if so, which one? J Pharm Biopharm 3:457— 478,1075, Welling P and ‘Tse F: Pharmacokinaics. New York, Marcel Dekker, 1993 ‘Winters ME: Basic Clinical Pharmacokinetics, Sr ed. Vancouver, WA, Applied Therapeutics, 1994 harko D, Longstreth T: Methotrexate pharmacokinetics. J Pharm Sci 601128

You might also like