Professional Documents
Culture Documents
*damianus.sirait@gmail.com
How To Cite:
Sirait, M. D., Kosasih, J. I., & Arini, D. G,. D. (2020). Asas Itikad Baik dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah Kantor . Jurnal Analogi Hukum.
2(2). 221-227. Doi: https://doi.org/10.22225/ah.2.2.1934.221-227
Abstract—The needs of a place which can used for the house, office raising as relating to the economic
business growing in any states, The State Union of Republic of Indonesia (NKRI), including. Unrarely, there is
a gap between the needs and the property availability which causing the price of leasing raise up or down. The
property high demand without a balanced supply can push a new business line up. Now a new business line
growing vastly is the leasing business of the house, office, at the cities with a strategic location. The legal
fundament of the lease determining in article 1548 of the Civil Code (KUHPerdata). The research method
using in the writing of this ascription is the normative law research with conceptual approached by the
relevant law materials and law regulations. Leasing as a mutual agreement in which each party ought to
perform the substances of the lease agreement to avoid the defaults. According to the research result, there are
a few conclusions, namely: First, the law impact of default on leased contract are compensations, cancellation
of the agreement, risk transfer, and the payment of case fees. Second, the good faith formulation in leased
contract based on article 1320 Co 1338 verses (3) Code of Civil Law (KUHPerdata) that emphasizing trust,
good will and full responsibility on their dealing in leased contract. The good faith could be formulated after
the parties understood its meaning interpretation and the function in the leased contract.
Keywords: Lease, default, and good faith.
Abstrak—Kebutuhan akan suatu tempat yang dapat dijadikan sebagai rumah kantor yang semakin meningkat
berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan bisnis didalam suatu negara, salah satunya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Tidak jarang bahwa antara ketersediaan properti dengan kebutuhan ada jurang
(gap) yang mengakibatkan peningkatan dan penurunan harga. Permintaan akan properti yang tinggi, jika tidak
diikuti penawaran yang seimbang dapat mendorong munculnya bidang-bidang bisnis yang baru. Salah satu
bidang bisnis yang berkembang pesat sekarang ini, yaitu bisnis sewa-menyewa rumah kantor yang umumnya
terletak di lokasi strategis perkotaan. Dasar hukum sewa menyewa adalah Pasal 1548 KUH Perdata,
menyatakan bahwa sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan dimana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu
dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu dipenuhi pembayarannya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu metode penelitian hukum normatif
dengan pendekatan konseptual yang mengacu pada bahan-bahan hukum yang relevan dan peraturan perundang
-undangan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Akibat hukum wanprestasi adalah
pemberian ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan pembayaran ongksos perkara; 2) Formulasi
itikad baik dalam perjanjian sewa-menyewa rumah kantor didasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata yang menekankan pentingnya kepercayaan, kehendak atau kemauan baik dan tanggungjawab
penuh para pihak atas kesepakatan yang dibuatnya. Agar supaya itikad baik dalam perjanjian sewa-menyewa
dapat diformulasikan lakukan dengan baik, penting untuk dimengerti makna dari itikad baik dalam
penafsirannya, dan juga fungsi itikad baik itu dalam suatu perjanjian.
Kata Kunci: Sewa-menyewa, Wanprestasi, Itikad Baik.
antara si penyewa dengan pihak yang bumi. Di sini, tanah yang dimaksudkan
menyewakan memiliki kepentingannya bukanlah tanah dalam keseluruhan aspeknya,
berlainan, yaitu si penyewa membutuhkan melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya
tempat dan si pemilik memerlukan uang. Agar saja, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang
supaya kepentingan para pihak dapat disebut sebagai hak (Santoso, 2014). Pasal 2
diakomodir, dibuatlah perjanjian, yang disebut UUPA Nomor 5 Tahun 1960 menentukan
dengan perjanjian sewa-menyewa rumah adanya macam-macam hak atas permukaan
kantor. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa bumi yang disebut tanah dapat diberikan kepada
dimana seorang berjanji kepada seorang lain dan dimiliki oleh orang-orang, baik
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk perseorangan maupun bersama-sama dengan
melaksanakan sesuatu hal (Subekti, 1983). orang lain serta badan-badan hukum. Dengan
Sebagai perjanjian yang bersifat timbal-balik, demikian jelaslah bahwa tanah dalam
perjanjian sewa-menyewa menimbulkan hak pengertian yuridis adalah permukaan bumi,
dan kewajiban bagi para pihak yang sedangkan hak atas tanah adalah hak atas
membuatnya. Pada perjanjian sewa-menyewa sebagian tertentu permukaan bumi, yang
adalah menjadi hak si penyewa untuk menerima berbatas, berdimensi dua dengan ukuran
dan menikmati obyek sewaan dan membayar panjang lebar. Hak atas tanah adalah hak yang
biaya sewa secara tepat waktu merupakan memberikan wewenang kepada pemegang
kewajiban utamanya. Sedangkan bagi pihak haknya untuk menggunakan dan atau
yang menyewakan, haknya adalah menerima mengambil manfaat dari tanah yang dimiliki
pembayaran sewa serta berkewajiban untuk haknya. Perkataan menggunakan mengandung
menyerahkan obyek sewa kepada si penyewa pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan
dan kewajiban-kewajiban lainnya yang telah untuk kepentingan mendirikan bangunan,
disepakati para pihak. Dengan demikian selalu sedangkan mengambil manfaat mengandung
terdapat dua orang atau lebih yang saling pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan
berjanji untuk melakukan sesuatu hal baik untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan,
sebagai kewajiban maupun sebagai hak yang tetapi untuk kepentingan lain misalnya
menyewakan dan si penyewa. Berdasarkan pertanian, perikanan, peternakan, dan
Pasal 1548 KUH Perdata yang menyatakan perkebunan (Santoso, 2014).
bahwa pihak yang mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainnya Berdasarkan pengertian hak atas tanah
kenikmatan dari sesuatu barang, yang dalam hal secara yuridis, maka akan membuka lebar
ini adalah berupa sebuah bangunan rumah kesempatan manfaat bagi kepentingan bisnis,
kantor, selama suatu waktu tertentu dan dengan khususnya pemanfaatan pendirian bangunan-
pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak bangunan rumah kantor, baik untuk diperjual-
yang disebut belakangan (si penyewa) itu belikan maupun untuk disewakan (leased), yang
disanggupi pembayarannya (KUHPerdata dan pada era sekarang ini istilah populernya disebut
KUHA Perdata, 2015). Dari kententuan pasal property. Property atau hak milik maupun hak-
ini, tampak bahwa perjanjian sewa-menyewa hak lainnya seperti hak guna usaha, hak guna
hanya memberikan suatu hak pemakaian bangunan, hak pakai, dan seterusnya, dapat
kepada si penyewa untuk mendapatkan suatu menjadi obyek-obyek persewaan yang
kenikmatan tertentu atas suatu obyek sewa. belakangan ini semakin diminati oleh para
Dengan demikian hak kepemilikan tetap berada pihak yang membutuhkan sebagai akibat dari
pada pemilik. adanya keterbatasan hak untuk memilikinya dan
peraturan perundang-undangan yang mengatur
Berkaitan dengan obyek-obyek persewaan, atau membatasinya. Istilah property identik
KUH Perdata membedakan benda bergerak dan dengan real estate, rumah, tanah, termasuk di
tidak begerak. Dengan demikian bangunan dalamnya bangunan rumah kantor (rukan), dan
rumah kantor yang menjadi obyek dalam gedung yang tidak dapat dipisahkan.
perjanjian sewa-menyewa termasuk ke dalam
hukum benda yang tidak bergerak. Rumah Kepastian hukum bagi si penyewa, selain
kantor merupakan suatu tempat yang berfungsi terdapat dalam perjanjian yang telah disepakati
ganda, yaitu dapat berfungsi sebagai tempat para pihak, juga Peraturan Pemerintah (PP)
tinggal (hunian) sekaligus juga dapat Nomor 44 Tahun 1994 mengenai penghunian
difungsikan sebagai kantor tempat melakukan rumah oleh bukan pemilik, dapat dijadikan
pekerjaan-pekerjaan yang bersifat sebagai dasar atau rujukan dalam pembuatan
administrative. Adanya suatu bangunan rumah perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian pada
kantor tidak terpisahkan dengan tanah, maka umumnya selalu mengandung hak dan
dalam ruang lingkup agrarian tanah merupakan kewajiban dari para pihak yang terlibat, dimana
bagian dari bumi, yang disebut permukaan jika salah satu pihak tidak memenuhi
sumber bahan hukum yang digunakan dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan apa
penelitian ini dibedakan menjadi tiga golongan, yang disepakati dalam perjanjian.
yakni bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier yang juga Wanprestasi dan akibat hukumnya telah
dinamakan bahan penunjang (Soekanto, 2015). disepakati sejak dibuatnya perjanjian, namun
suatu peristiwa atau keadaan tertentu di luar
Sumber bahan hukum primer yang kehendak para pihak juga tidak jarang terjadi.
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai Dapat disebutkan beberapa akibat hukum
berikut : Undang-Undang Dasar 1945 (UUD wanprestasi dalam suatu perjanjian, yaitu
1945 – Amandemen IV), Kitab Undang- pembatalan perjanjian, pembayaran ganti rugi,
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), peralihan risiko, dan pembayaran ongkos
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang perkara. Pembatalan suatu perjanjian sebagai
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI akibat suatu wanprestasi, haruslah dengan
Tahun 1960 No. 104-TLNRI No. 2043, dan PP persetujuan kedua belah pihak demi
Nomor 49 TAHUN 1963 Tentang Hubungan terlindunginya kepentingan para pihak, hal ini
Sewa-menyewa Perumahan, LNRI No. 89 tampak dari ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH
Tahun 1963, TLNRI No. 2586, LL: 7 HLM, PP Perdata, bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak
No. 55 Tahun 1981 tentang Perubahan Atas dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
Tentang Hubungan Sewa-Menyewa yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
Perumahan, yang dicabut dengan PP No. 44 dengan itu. Pembatalan secara sepihak hanya
Tahun 1994 Tentang Penghunian Rumah Oleh dimungkinkan jika ada alasan yang cukup oleh
Bukan Pemilik. undang-undang (Miru & Pati, 2014). Para pihak
dalam perjanjian sewa-menyewa, apakah pihak
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum yang yang menyewakan atau pihak penyewa dapat
dilakukan adalah melalui studi pustaka dengan melakukan wanprestasi, sehinnga pembatalan
metode pencatatan dan mengklasifikasikan jenis perjanjian dapat diajukan salah satu pihak yang
bahan hukum yang akan digunakan, seperti merasa haknya tidak terpenuhi. Dengan kata
buku hukum, jurnal hukum, teori-teori hukum lain, timbulnya wanprestasi dan akibat hukum
dan peraturan-peraturan perundang-undangan wanprestasi dapat menimpa para pihak.
yang terkait, dan membuat sistimatika bahan Berbeda jika halnya suatu obyek perjanjian
hukum, kemudian dilakukan analisis secara rusak atau musnah oleh karena suatu keadaan
kualitatif-komprehensif. yang memaksa, dan terjadinya selama waktu
3. Hasil dan Pembahasan sewa sehingga tidak dapat digunakan sesuai
fungsinya yang semula, maka berdasarkan Pasal
1553 ayat (1) KUH Perdata perjanjian sewa
Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian menyewa gugur demi hukum. Oleh karenanya,
Sewa-Menyewa Rumah Kantor pihak penyewa dapat meminta kembali sisa
uang sewa dari sejak musnahnya obyek
Wanprestasi (wanprestatie) yang diartikan persewaan sampai akhir masa kontrak.
sebagai tidak memenuhi prestasi atau kewajiban
yang telah disepakati, dalam konteks perjanjian Pembayaran atau tuntutan penggantian
sewa-menyewa rumah kantor dapat terjadi bila kerugian sebagai akibat wanprestasi oleh
si penyewa tidak melakukan pembayaran sewa undang-undang diberikan batasan tentang apa
tepat pada waktunya atau sebaliknya si pemilik saja yang tergolong dalam ganti rugi.
tidak menyerahkan barang atau bangunan Pembayaran ganti rugi sebgai akibat dari
rumah kantor sebagai obyek sewa kepada si wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa
penyewa yang telah menyanggupi dapat terjadi bila si penyewa lalai atau dengan
pembayarannya. Beberapa ahli memberikan sengaja tidak memberitahukan kepada pemilik
pendapatnya tentang apa yang dimaksudkan bahwa ia telah menyewakan kembali obyek
dengan wanprestasi, antara lain Wirjono sewa sebagaimana dimaksud ke pihak ketiga
Prodjodikoro berpendapat bahwa wanprestasi dengan sewa yang lebih tinggi dan peruntukan
adalah ketiadaan suatu prestasi dalam hukum yang berbeda setelah melakukan perubahan
perjanjian, berarti suatu hal yang harus terhadap fungsi bangunan, dimana fungsinya
dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian sebagai rumah kantor telah dirubah menjadi
(Prodjodikoro, 1989). Dari pendapat para ahli kamar sewaan. Atas perbuatan ini pemilik tidak
tersebut tentang pengertian wanprestasi, bahwa dapat menyetujuinya, dan dengan demikian
antara pendapat ahli yang satu dan ahli lainnya oleh pemilik mengharuskan si penyewa untuk
tidak jauh berbeda, dapat disimpulkan bahwa mengembalikan ke bentuk perjanjian dibuat dan
pada intinya wanprestasi adalah tidak disepakati. Jadi dapat dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan ganti rugi dalam perjanjian naturalia yang merupakan unsur yang harus
ini adalah dapat berupa biaya atau ongkos yang dianggap ada dalam perjanjian sekalipun tidak
dikeluarkan secara nyata telah dikeluarkan oleh dicantumkan secara tegas. Dalam hal ini
salah satu pihak, atau dapat juga ganti rugi yang termasuk itikad baik dari para pihak dalam
dibayarkan si penyewa kepada pemilik sebagai perjanjian, serta unsur yang ketiga yaitu unsur
akibat dari kelalaiannya sehingga bangunan accedentialia yang merupakan unsur tambahan
rumah kantor sebagai obyek sewa mengalami yang oleh para pihak yang ditambahkan atau
kerusakan. Demikian juga ganti rugi sebagai diberikan sebagai suatu klausula yang
bunga yang sudah diperhitungkan sebagai menegaskan, misalnya: uang deposit tidak dapat
keuntungan oleh pemilik, akan tetapi karena dikembalikan.
kelalaian menyerahkan kembali obyek sewa
oleh pihak penyewa, maka tenggang waktu Asas Itikad baik (the principle of good
yang dilewatkan dianggap sebagai kerugian faith), walupun tidak secara tegas dicantumkan
bagi pemilik. Pelaksanaan ganti rugi oleh dalam perjanjian sewa menyewa harus
penyewa kepada pemilik didasarkan pada mendasari para pihak dalam pembuatan
ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1243 KUH maupun pelaksanaan perjanjian, terlebih
Perdata, dimana dapat dilakukan setelah salah mengingat bahwa di era global sekarang ini,
satu pihak dinyatakan lalai sekalipun sudah kompleksitas substansi suatu perjanjian sebagai
diperingatkan atau ditegur atau pihak penyewa akibat banyaknya kemungkinan timbulnya
melakukan prestasinya setelah melewati batas masalah-masalah dalam hubungan bisnis para
waktunya. Menurut Abdulkadir Muhammad, pihak. Asas itikad baik sebagai suatu doktrin
ganti kerugian hanya berupa uang bukan barang yang berasal dari hukum Romawi, yaitu
kecuali diperjanjikan lain (Muhammad, 2014). bermula dari doktrin ex bona fides yang adanya
Dalam ganti kerugian itu, tidak selalu ketiga persyaratan itikad baik dalam kontrak, yang
unsur (biaya, kerugian, dan bunga) yang harus memiliki sejarah panjang dalam perjalanan
ada. Lazimnya tidak secara bersama-sama hukum Romawi. Doktrin itikad baik berakar
ketiganya diperhitungkan atau dibebankan agar pada etika sosial Romawi mengenai kewajiban
dibayarkan oleh salah satu pihak, akan tetapi yang komprehensif akan ketaatan dan keimanan
diperhitungkan atas dasar kerugian yang nyata yang berlaku bagi negara maupun bukan
yang dialami pihak yang menyewakan (Khairandy, 2003). Pentingnya itikad baik dari
(pemilik). para pihak dalam pembuatan perjanjian sangat
berdampak pada pelaksanaan perjanjian yaitu
Risiko dalam perjanjian sewa-menyewa, para pihak berpegang teguh pada keyakinan dan
pada dasarnya berasal dari suatu keadaan yang itikat baik serta dapat saling mempercayai
tidak dapat diduga sewaktu perjanjian dibuat diantara para pihak, dan apabila terjadi sesuatu
atau timbul oleh karena suatu keadaan hal yang tidak dikehendaki, maka dengan
memaksa. Jika terjadi suatu keadaan memaksa mudah saling mengingatkan karena sejak awal
yang menjadikan suatu obyek sewa tidak dapat pembuatan perjanjian sudah didasarkan pada
digunakan sebagaimana seharusnya oleh piha itikad baik oleh para pihak. Pelaksanaan
penyewa, maka menjadi kewajiban pihak yang perjanjian yang dilaksanakan dengan itikad baik
menyewakan untuk menanggung segala risiko sesui dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3)
yang ditimbulkan oleh keadaan memaksa KUH Perdata yang menentukan bahwa suatu
tersebut. Sejak lahirnya suatu perjanjian, maka perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
berdasarkan ketentuan Pasal 1237 ayat (2), baik.
suatu risiko yang timbul selama waktu kontrak
menjadi tanggungjawab pemilik obyek sewa, Itikad baik dapat diartikan sebagai suatu
akan tetapi bilamana si berutang (penyewa) perbuatan yang tidak mementingkan diri saja,
lalai dalam menyerahkan ketika masa sewa akan tetapi juga harus memperhatikan orang
berakhir, maka semenjak saat kelalaian itu lain dengan memperhatikan nilai yang
dinyatakan risiko kebendaan beralih menjadi berkembang dalam masyarakat dan
tanggungannya. Keadaan memaksa yang menunjukkan suatu standar keadilan atau
mengakibatkan obyek sewa musnah sama kepatutan, serta tidak mengandung hal-hal yang
sekali, tidak hanya membuat perjanjian sewa- bersifat merugikan atau unsur tidak baik.
menyewa gugur demi hukum tetapi juga secara Dengan demikian, asas itikad baik dalam
nyata bahwa perjanjian tersebut menjadi tidak pembuatan dan pelaksanaan substansi
ada atau hapus dengan sendirinya. perjanjian akan tampak dari adanya
kepercayaan dan kemauan baik serta
Suatu perjanjian yang baik di dalamnya tanggungjawab didalam pemenuhannya oleh
harus terdapat tiga unsur, yaitu unsur esensialia para pihak. Itikad baik bermakna bahwa kedua
yang menyangkut unsur pokok perjanjian, unsur belah pihak harus memperlakukan satu pihat
dengan pihak lainnya tanpa tipu daya, tanpa obyek sewa tanpa pemberitahuan kepada Pihak
tipu muslihat, tanpa mengganggu pihak lain, Pertama (yang menyewakan/ pemilik), maka
dan tidak hanya mementingkan diri sendiri saja dalam hal ini si penyewa lalai atau wanprestasi.
tetapi juga kepentingan dari pihak lainnya Akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian
(Khairandy, 2003). sewa menyewa rumah kantor dapat
mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: a)
Pendefinisian itikad baik secara universal Pembatalan perjanjian, yaitu apabila syarat
sampai sekarang ini belum menemui titik sahnya perjanjian sesuai dengan ketentuan
pandang yang sama di antara para ahli, baik di Pasal 1320 KUH Perdata, dimana jika salah
negara yang menganut sistem hukum civil law satu dari syarat subyektif atau syarat
maupun di negara yang menganut sistim hukum obyektifnya tidak dipenuhi, maka perjanjian
common law. Oleh sebab itu bila timbul suatu sewa menyewa dapat dibatalkan atau batal demi
sengketa, hakimlah yang memberikan putusan hukum; b) Pemberian Ganti Rugi atas biaya dan
ada tidaknya itikad baik dalam pelaksanaan kehilangan keuntungan bagi pemilik sebagai
perjanjian. Agar pembuatan dan pelaksanaan akibat lalainya pihak penyewa ; c) Peralihan
perjanjian dapat diwujudkan dengan baik, maka Risiko; dan d) Membayar ongkos perkara.
perlu dibuat formulasi itikad baik dari para
pihak, dimana terikat pada suatu norma yang Klausula bahwa para pihak sejak
tidak tertulis atau tata karma yang berlaku pembuatan perjanjian sewa-menyewa harus
dalam pergaulan hidup masyarakat dimana bersikap terbuka dan tidak ada yang
perjanjian sewa-menyewa tersebut dibuat dan disembunyikan untuk menjamin dapat
dilaksanakan. Untuk memformulasikan itikad dilaksanakannya perjanjian. Formulasi itikad
baik ke dalam seluruh substansi perjanjian sewa baik dalam perjanjian sewa-menyewa rumah
-menyewa rumah kantor, para pihak harus kantor dibuat dengan mengakomodir hak dan
memiliki keterbukaan dan jujur dalam kewajiban para pihak dengan membuat dan
mengemukakan segala kehendak ingin dicapai melaksanakan isi kontrak berdasarkan
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan kepercayaan, kemauan baik, keadilan dan
dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 kepatutan. Itikad baik dalam perjanjian
KUH Perdata, serta kebiasaan yang berlaku di dilaksanakan dengan memegang teguh janjinya,
masyarakat. tanpa ada tipu daya, tipu muslihat, pihak yang
menyewakan tidak hanya melihat
Definisi pengertian itikad baik oleh Badan kepentingannya sendiri tetapi juga
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sebagai memperhatikan kepentingan pihak lain atau
berikut: (1) Kejujuran dalam membuat kontrak, penyewa. Ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1338
(2) Pada tahap pembuatan ditekankan dibuat KUH Perdata menjadi dasar pembuatan
dihadapan pejabat, para pihak dianggap formulasi itikad baik dalam perjanjian sewa-
beritikad baik, (3) Sebagai kepatutan dalam menyewa.
tahap pelaksanaan yaitu terkait suatu penilaian
terhadap perilaku para pihak dalam Para pihak yang terlibat secara langsung
melaksanakan apa yang telah disepakati dalam maupun tidak langsung dalam pembuatan dan
kontrak, hal ini semata-mata bertujuan untuk pelaksanaan suatu perjanjian sewa-menyewa,
mencegah perilaku yang tidak patut dalam disarankan untuk mengedepankan nilai-nilai
pelaksanaan kontrak tersebut (Harnoko, 2008). kejujuran dan integritas, dan sekalipun timbul
suatu permasalahan diantara para pihak
Dari penjelasan ini didapat bahwa hendaklah tetap beritikad baik.
formulasi itikad baik dalam perjanjian sewa-
menyewa rumah kantor dapat dilakukan dengan Khusus kepada mayarakat sesuai dengan
memberi penekanan pada sikap dan perilaku tatanan yang berlaku dimana obyek perjanjian
para pihak ketika membuat dan melaksanakan terletak, disarankan untuk ikut mendukung
perjanjian, yaitu memegang teguh janjinya, terciptanya kenyamanan dan keamanan bagi
memenuhi kewajiban dan bersikap terbuka, pihak penyewa dalam menjalankan usahanya
jujur dan sebagai kepatutan yang bertujuan yang secara tidak langsung berkontribusi
mencegah yang tidak patut dalam pelaksanaan terhadap kemajuan perekonomian masyarakat
kontrak. sekitarnya.
4. Simpulan Daftar Pustaka
Salah satu klausula dalam perjanjian sewa- Hadi, G., Nasution, B., Purba, H., & Barus, U.
menyewa yang apabilan tidak dilakukan oleh M. (2017). Penerapan Asas Itikad Baik
salah satu pihak, misalnya Pihak Kedua Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa
(penyewa) melakukan perubahan fungsi atas (Studi Terhadap Perjanjian Sewa