Professional Documents
Culture Documents
Kimia Sintesis 1
Kimia Sintesis 1
Abstract
Red chillies (Capsicum annuum L) are considerable horticultural crops widely grown in Indonesia,
which has a high value and demand in market. Besides it contains higher vitamin C (ascorbic acid)
and beta-carotene than other fruits such as papaya, mango, pineapple and watermelon, red chillies has
a very low storability as it is susceptible to decay and the over-production of chili resulting in postharvest
decay. To prevent the decay, red chillies are preserved using preservatives. Preservative used in this study
is sodium benzoate since it is claimed as an effective against fungi. This study aimed to determine the
effect of the concentration of sodium benzoate against storage time of red chillies (Capsicum annuum
L) and also to determine the effect of the concentration of sodium benzoate levels towards vitamin C
in preserved red chili. The method used in this experiment was a laboratory experiment using a visible
spectrophotometry. The results showed that the use of sodium benzoate as a preservative can extend the
storability of red chillies and sodium benzoate concentration also affect levels of vitamin C contained in
red chillies. The level obtains at the highest concentration of 1.5% which is 54 mg/100 g with 8 days
of storability.
Keywords: Red Chilli (Capsicum annuum L), Sodium Benzoate, Vitamin C and Spectrophotometry
Rays Looks (Visible)
Pendahuluan
Cabai merah (Capsicum annuum L) produksi dan kebutuhan tidak begitu besar,
merupakan jenis tanaman hortikultura yang tetapi secara nasional produksi tersebut belum
cukup banyak ditanam di Indonesia yang dapat mencukupi kebutuhan.
memiliki nilai ekonomi dan permintaan yang Cabai merah merupakan salah satu komoditi
cukup tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan pertanian yang banyak dibutuhkan penduduk
luas areal perkebunan cabai sekitar 165.000 di dunia, seperti di Indonesia termasuk daerah
hektar yang merupakan suatu usaha budidaya Sulawesi Tengah yang merupakan penghasil
yang terluas dibandingkan komoditas sayuran cabai merah. Daerah-daerah penghasil cabai
lainnya (Duriet, 1995). Produksi cabai merah di Sulawesi Tengah adalah desa Toaya, Palolo,
(Capsicum annuum L) pada tahun 2010 Sigibiromaru, Sidera dan Sambo (BPS Sul-
sebanyak 1.220.078 ton yang berasal dari Teng, 2011).
seluruh daerah di Indonesia dengan total Kebutuhan akan cabai merah semakin
kebutuhan mencapai 1.220.088 ton (Badan meningkat sejalan dengan semakin beragamnya
Ketahanan Pangan, 2010). Meskipun selisih jenis dan menu masakan yang menggunakan
* Korespondensi: cabai merah serta juga karena semakin
Siti Aminah tingginya ekspor komoditas non-migas. Cabai
Program Studi Pendidikan kimia, Fakultas Keguruan dan merah pada dasawarsa terakhir ini merupakan
Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako komoditas unggulan di antara 18 jenis sayuran
email:
© 2012 - Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Tadulako komersial yang dibudidayakan di Indonesia
193
Volume 1, No. 4, 2012: 193-199 Jurnal Akademika Kimia
walaupun harga cabai merah tersebut selalu menimbulkan pembusukan pascapanen yang
mengalami fluktuasi harga yang tajam, namun menyebabkan petani mengalami kerugian.
minat petani untuk membudidayakan tetap Penyebab utama dari kerusakan cabai merah
tinggi. adalah karena kadar airnya yang tinggi, sehingga
Daerah Sulawesi Tengah merupakan akan memperbesar terjadinya kerusakan–
penghasil Cabai merah yang potensial karena kerusakan fisiologis, mekanis, maupun aktivitas
Cabai merah dapat tumbuh pada iklim sedang, mikroorganisme. Mikroorganisme yang banyak
tropis, dan subtropis. Pemanfaatan Cabai menyebabkan kerusakan/pembusukan pada
merah masih sangat terbatas sebagai bumbu cabai merah adalah jamur. Untuk mencegah
masak dan dipasarkan antar daerah ataupun pembusukannya, cabai merah diawetkan
antar pulau. Cabai merah yang tersebar di dengan menggunakan bahan pengawet.
beberapa pasaran Sulawesi Tengah harganya Menurut Muharoh (2012), pengawetan cabai
berkisar Rp 20.000/Kg, Lombok keriting merah dapat dilakukan dengan berbagai
Rp 15.000/Kg, dan untuk Lombok kecil formulasi bahan pengawet yang digunakan
(cabai rawit) Rp 10.000/Kg. Hasil pertanian pada penelitian ini yaitu natrium benzoat
cabai merah dari tahun ke tahun mengalami karena natrium benzoat efektif terhadap
peningkatan, pada tahun 2010 produksi cabai jamur. Benzoat merupakan unsur alami yang
merah di Sulawesi Tengah sekitar 13.908 ton terdapat dalam beberapa tumbuhan dan sering
(BPS Sul-Teng, 2011). digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur
Cabai merah mengandung vitamin C untuk mengawetkan makanan. Penambahan
(asam askorbat) dan beta karoten yang tinggi ini menghasilkan dalam penurunan kapasitas
mengungguli buah-buahan yang sering buffer diet, dan setelah itu akan meningkatkan
dikonsumsi masyarakat seperti pepaya, keasaman dari urin (Mroz et al., 2000). Batas
mangga, nanas dan semangka. Vitamin C pada atas benzoat yang diijinkan dalam makanan
cabai merah berfungsi sebagai pemeliharaan 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk
membran sel, meningkatkan daya tahan negara-negara lain berkisar antara 0,15-0,25%,
terhadap infeksi, mempercepat penyembuhan dan negara Eropa batas benzoat berkisar antara
(Almatsier. S, 2004). Berdasarkan pendapat 0,015-0,5% (Ibekwe et al., 2007). Menurut
Naidu (2003) bahwa vitamin C merupakan Tisnawati (2005) bahwa penambahan bahan
vitamin yang larut dalam air dan esensial untuk kimia (asam benzoat atau sodium benzoat)
biosintesis kolagen. Vitamin yang terdapat dalam larutan cenderung dapat memperpanjang
dalam bahan akan lebih mudah larut dengan masa simpan dan kesegaran bahan pangan.
pemanasan. Kandungan vitamin C yang sedikit Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif
kemudian dilakukan pemanasan maka kadar pada makanan semakin meningkat, terutama
vitamin C yang dihasilkan akan semakin kecil setelah adanya penemuan-penemuan termasuk
(Mukaromah et al, 2010). keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia
Penanganan pascapanen cabai merah di baru yang lebih praktis, lebih murah, dan
Indonesia umumnya masih sederhana sehingga lebih mudah diperoleh. Penambahan bahan
tingkat kerusakannya sangat tinggi. Hal ini tambahan/zat aditif dalam makanan merupakan
terjadi karena fasilitas dan pengetahuan petani hal yang dipandang perlu untuk meningkatkan
tentang penanganan pascapanen masih terbatas. mutu suatu produk sehingga mampu bersaing
Teknologi pascapanen atau pengolahan cabai di pasaran (Siaka, 2009).
menjadi andalan dalam mempertahankan dan
meningkatkan nilai jual produk yang dituntut Metode
prima oleh konsumen. Oleh karena itu, petani Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
cabai perlu memiliki pengetahuan tentang Agustus 2012 dan sampel yang diteliti diambil
penanganan komoditas yang mudah rusak agar pada waktu pagi hari di Desa Toaya. Tempat
kesegarannya dapat dipertahankan lebih lama. penelitian adalah di Laboratorium Pendidikan
Beberapa hasil penelitian menunjukkan cabai Kimia FKIP Universitas Tadulako.
tergolong sayuran yang mudah rusak dan sulit
dipertahankan dalam bentuk segar (Taufik, Alat dan Bahan
2011). Alat yang digunakan pada penelitian ini
Cabai merah memiliki daya simpan yang yaitu Spektrofotometer UV-Vis Genesis seri
sangat rendah karena mudah mengalami 110, neraca analitik ARC-120, Shaker VRN-
pembusukan dan produksi cabai merah 480, Centrifuge HC-16D, dan alat gelas
tiap tahun tidak semua dikonsumsi oleh lainnya. Bahan-bahan yang digunakan yaitu
konsumen sehingga terjadi kelimpahan yang asam cuka 15%, Natrium benzoat, arang
194
Yanti Oktoviana Pengaruh Lama penyimpanan dan konsentrasi natrium .............
aktif, H3PO4 85% Merck, larutan dye (2,6 indofenol) sebanyak 10 mL. Mengukur
diklorofenol-indofenol), aquades, dan kapur absorbannya pada panjang gelombang 510 nm
sirih. (Mappiratu, Tahril. 1989 dalam Tasrik, 1994).
Berdasarkan hasil pengukuran deret larutan
Cara Kerja standar dibuat grafik konsentrasi terhadap
Cara pengawetan cabai merah dengan absorban.
konsentrasi natrium benzoat 1,5 % yaitu cabai
merah dicuci bersih kemudian dimasukkan Hasil dan Pembahasan
kedalam larutan pengawet yang dibuat dengan Hasil pengukuran (absorban) larutan standar
cara melarutkan 25 g kapur sirih kedalam Vitamin C pada panjang gelombang maksimum
1 L air (Catatan : untuk 1 Kg cabai merah dengan menggunakan spektrofometer sinar
diperlukan sekitar 25 g kapur sirih) selanjutnya
direndam selam 30 menit. Setelah itu dilakukan tampak dibuat hubungan antara absorbansi
pencelupan kedalam air hangat kemudian dan konsentrasi larutan standar diperoleh
dicuci kembali dengan air dingin, dan tahap persamaan regresi linear Y = (0,030)X dengan
terakhir penyimpanan dalam larutan pengawet. nilai R2 = 0,987 (Gambar 1).
Setelah larutan pengawet siap, maka dilakukan
perendaman cabai merah yang telah dianginkan
dalam larutan pengawet tadi selama 5 menit.
Setelah itu, ditiriskan kembali kemudian
dimasukkan kedalam plastik kemasan (Uminah
dkk, 2009).
Pengawetan cabai merah dengan variasi
konsentrasi natrium benzoat perlakuannya
sama dengan perlakuan diatas dengan variasi
konsentrasi natrium benzoat 0,3%, 0,7%,
1,1%, dan 1,5%. Perlakuan ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
natrium benzoat terhadap kadar Vitamin C
cabai merah. Gambar 2. Kurva hubungan konsentrasi
Analisis vitamin C dilakukan dengan cara vitamin C (mg/L) dengan absorban
menimbang cabai merah yang telah diblender
sebanyak 5 g kemudian menambahkan larutan Berdasarkan Gambar 1 diperoleh hubungan
H3PO4 6% sampai tanda batas pada labu yang linier antara konsentrasi dengan absorban
ukur 50 mL mengocok selama kurang lebih dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,993.
1 jam kemudian menyaring larutan tersebut. Harga koefisien korelasi yang mendekati 1
Selanjutnya Mengambil filtrat sebanyak 15 mL menunjukkan korelasi antara konsentrasi
kemudian menambahkan 0,75 g arang aktif dengan absorban. Hal ini sesuai dengan
lalu mengocok kembali selama kurang lebih Hukum Lambert–Beer yaitu A = abc, dimana
30 menit lalu melakukan penyaringan kembali. nilai absorban (A) berbanding lurus dengan
Filtrat yang dihasilkan digunakan untuk nilai konsentrasi (c) (Day dan Underwood,
analisis vitamin C dengan menggunakan teknik 1993).
spektrofotometri sinar tampak metode Dye. Penggunaan bahan pengawet mempunyai
Pembuatan larutan standar vitamin C tujuan yang sama yaitu mempertahankan
dilakukan dengan menimbang 0,5 g vitamin kualitas dan memperpanjang umur simpan
C kemudian diencerkan dalam labu ukur 500 bahan pangan. Pengawet yang digunakan pada
mL sampai tanda batas. Lalu mengambil 10 penelitian ini yaitu natrium benzoat. Natrium
mL larutan standar dan diencerkan dalam labu benzoat adalah salah satu jenis bahan pengawet
ukur 100 mL sampai tanda batas. Selanjutnya organik pada makanan yang merupakan garam
menyiapkan 5 buah labu ukur kemudian atau ester dari asam benzoat (C6H5COOH)
memasukkan masing-masing 5 mL, 10 mL, yang secara komersial dibuat dengan sintesis
15 mL, 20 mL, dan 25 mL larutan standar kimia.
vitamin C kemudian menambahkan larutan Kadar Vitamin C dengan pengaruh lama
H3PO4 85% sebanyak 1 mL dan dengan cepat penyimpanan dalam asam benzoat 1,5% pada
menambahkan larutan dye (2,6 diklorofenol- Tabel 1, dan pengaruh kadar natrium benzoat
195
Volume 1, No. 4, 2012: 193-199 Jurnal Akademika Kimia
terhadap kadar vitamin c yang disimpan selama kimia misalnya perubahan struktur, perubahan
8 hari pada Tabel 2. warna, dan perubahan vitamin C. untuk
mengatasi perubahan-perubahan tersebut perlu
Tabel 1. Kadar Vitamin C dengan konsentrasi dilakukan pengawetan.
narium benzoat 1,5% terhadap lama Pengawetan adalah usaha yang dilakukan
penyimpanan (hari) oleh manusia pada bahan pangan sehingga
Kadar bahan tersebut tidak mudah rusak dan
Vit. C tahan lama. Pengawetan dapat menghambat
No Lama Penyimpanan kerusakan pada bahan pangan karena cepat
(mg/100
g) atau lambat akan mengalami kerusakan. Bahan
pangan yang telah diawetkan dapat mengalami
1 Kontrol (Cabai Segar) 30,67 perubahan tetapi tidak terlihat langsung karena
2 Diawetkan selama 2 hari 47,33 terjadi sangat lambat.
3 Diawetkan selama 4 hari 48,00 Pada perlakuan ini, cabai merah diawetkan
4 Diawetkan selama 6 hari 47,97 dengan variasi waktu (hari) yaitu berturut-
5 Diawetkan selama 8 hari 52,97 turut 2 hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari dan 10 hari.
6 Diawetkan selama 10 hari 45,17 Dalam hal ini digunakan larutan kapur dan
7 Cabai merah (busuk) 18,90 natrium benzoat. Larutan kapur dibuat dengan
cara melarutkan kapur kedalam air. Persamaan
Tabel 2. Kadar Vitamin C pada lama reaksinya dapat dilihat sebagai berikut :
penyimpanan (8 hari) dengan variasi konsentrasi CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2 (aq)
natrium benzoat. CaO dalam air akan terurai menjadi ion
Konsentrasi natrium Kadar Vitamin C Ca2+ dan O2- sedangkan dalam air terdapat ion
benzoat (%) (mg/100g) OH- dan H+ dimana ion OH- akan bergabung
0,3 49,07 dengan ion Ca2+ sehingga membentuk
0,7 49,90 larutan kapur yaitu Ca(OH)2. Larutan
1,1 41,60 kapur untuk memperkuat tekstur sedangkan
natrium benzoat zat tambahan (eksipien)
1,5 54,00 yang digunakan sebagai pengawet. Kedua
Menurut Rachmawati, dkk (2009) cabai senyawa tersebut dapat mempertahankan lama
merupakan salah satu komoditas sayuran penyimpanan cabai merah namun yang ingin
penting yang memiliki peluang bisnis dilihat yaitu bagaimana pengaruh penambahan
prospektif. Pada buah cabai terkandung natrium benzoat terhadap kandungan vitamin
beberapa vitamin, salah satunya adalah vitamin C pada pengawetan cabai merah.
C. Pada umumnya buah merupakan sumber Analisis kadar vitamin C dengan
vitamin C yang penting, sehingga stabilitas penambahan larutan H3PO46 % bertujuan
vitamin C dalam pengolahan dan penyimpanan untuk memberikan suasana asam agar reaksi
buah serta hasil pengolahannya merupakan antara vitamin C dan larutan dye (2,6
masalah yang paling penting diperhatikan. diklorofenol indofenol) berlangsung optimal.
Dalam pengolahan dan penyimpanan sering
terjadi kehilangan kandungan vitamin C Selanjutnya tujuan penambahan arang aktif
karena vitamin C tidak tahan terhadap panas yaitu untuk menyerap warna merah yang
dan mudah teroksidasi (Hulme, 1997). ada pada cabai karena apabila tidak diserap
Masalah keamanan pangan selalu menarik maka dapat mempengaruhi pembacaan
perhatian masyarakat dan orang-orang terkait nilai absorbansi sampel. Hal ini disebabkan
dalam bidang pangan. Bahan baku yang intensitas warna tidak hanya berasal dari warna
dapat menjadi salah satu aspek yang dapat kompleks vitamin C dan larutan dye tetapi juga
menimbulkan masalah keamanan pangan dan berasal dari cabai merah. Sedangkan fungsi
cabai merupakan bahan baku yang banyak penambahan larutan dye (2,6 diklorofenol
digunakan untuk pengelolahan pangan (Rosaria indofenol) yaitu memberikan warna ungu
et al, 2008). Berdasarkan pendapat Sanggama kemerahan pada larutan standar vitamin C
(2006), bahwa seperti hasil pertanian yang lain,
buah cabai tidak dapat lama disimpan dalam yang awalnya bening, karena zat yang dapat
keadaan segar karena buah cabai merupakan dianalisis menggunakan spektrofotometer
struktur hidup yang setelah dipanen mudah visibel yaitu zat yang dalam bentuk larutan
mengalami perubahan fisik maupun perubahan berwarna sehingga analisis didasarkan pada
196
Yanti Oktoviana Pengaruh Lama penyimpanan dan konsentrasi natrium .............
198
Yanti Oktoviana Pengaruh Lama penyimpanan dan konsentrasi natrium .............
Lelah, M. (2012). Formulasi pengawetan cabai Taufik, M. (2011). Analisis Pendapatan Usaha
merah (Capsicum annuum). Jurnal Tani dan Penanganan Pascapanen
BTH. Cabai Merah. Jurnal Litbang
Pertanian, 30(2).
Maippiratu, T. (1989). Pengaruh emulsi
antioksidan dan suhu pengeringan Tisnawati. (2005). Tehnik penggunaan asam
terhadap mutu cabai merah kering. benzoat dan sodium benzoat untuk
Palu: Balai Penelitian Universitas memperpanjang lama peragaan
Tadulako. bunga sedap malam. Buletin Teknik
Pertanian, 10(1).
Mroz, Z., Jongbloed, A. W., Partanen, K. H.,
Vreman, K., Kemme, P. A., & Kogut, J. Trenggono & Sutardi. (1989). Biokimia dan
(2000). The effects of calcium benzoate teknologi pasca panen. Yogyakart:
in diets with or without organic acids Pusat Antara Universitas Pangan dan
on dietary buffering capacity, apparent Gizi UGM.
digestibility, retention of nutrients,
and manure characteristics in swine. Ummu, M., Susetyorini, S. H., Aminah, S.
Journal Of Animal Science. 78, 2622- (2010). Kadar vitamin c, mutu fisik,
2632. ph dan mutu organoleptik sirup rosell
(Hibiscus sabdariffa, l) berdasarkan
Naidu, K. A. (2003). Vitamin C in human cara ekstraksi. Jurnal Pangan dan
health and disease is still a mystery ? Gizi, 1(1).
An overview. Nutrition Journal, 2(7).
Barus, W. A. (2006). Pertumbuhan dan
Purba, A., & Rusmalirin, H. (1985). Pengolahan produksi cabai merah (Capsicum
Pangan Jurusan Teknologi Pertanian. annuum l.) dengan penggunaan
Medan: Fakultas Pertanian USU. molsan dan pemupukan PK. Jurnal
Penelitian Bidang Ilmu Pertanian,
Rani, R., Defiani, M. R., & Suriani, N. L. 4(1).
(2009). Pengaruh suhu dan lama
penyimpanan terhadap kandungan Winarno, F. G. & Laksmi, J. S. (1974).
vitamin c pada cabai rawit putih Dasar pengawetan, sanitasi, dan
(Capsicum frustencens). Jurnal keracunan. Departemen Teknologi
Biologi, 13(2), 36-40. Hasil Pertanian. FATEMETA. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Rosaria & Rahayu, W. P. (2008). Studi
keamanan dan daya simpan cabe Winarno, F. G., S. Fardiaz, & Fardiaz, D.
merah giling. Jurnal Teknol dan (1980). Pengantar teknologi pangan.
Industri Pangan, 19(1). Jakarta: PT Gramedia.
199