Professional Documents
Culture Documents
Mifthahul Jannah
miftahul0108@gmail.com
Raffles
Raffles@unja.ac.id
Evalina Alissa
evalin_alissa@unja.ac.id
Article History:
Submitted : 20 Maret 2021; Accepted: 14 Juni 2021; Published: 14 Juni 2021
Abstract
This study aims to indentify and analyze (1) the arrangements regarding the form of legal
protection for depositors at Sharia MFIs, (2) the limitations regarding the authority of OJK to
depositors at Sharia MFIs. The research method used is juridical normative using a statute
approach, conceptual approach and case approach. The results of this research are (1)
Regulations regarding the form of legal protection for depositors in the form of preventive
protection are clearly contained in the laws regarding MFIs. Meanwhile, repressive protection
in the form of dispute resolution is carried out at the Religious Court,and it can be resolved
through other means based on the agreement of the disputing parties if it is stated in the
agreement. Legal protection regarding depositing customer funds in the form of LPS can be
found in Article 19 of the laws regarding MFIs, government regulations that further explain
the LPS rules for this Sharia MFIs do not yet exist, so it can be said that this LPS has not yet
been formed, (2) The limitations of the OJK's authority are include about regulation,
supervision and settlement of Sharia MFIs, especially in terms of solvency and liquidity
difficulties which are assisted by the Regency/City Government or other appointed parties.
Furthermore, the Ministry of Cooperatives conducts the inspection with the Ministry of
Internal Affairs and OJK on Sharia MFIs in terms of licensing and guidance.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis (1) pengaturan mengenai
bentuk perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan pada LKM Syariah, (2) batasan
mengenai kewenangan OJK kepada nasabah penyimpan pada LKM Syariah. Metode
penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach)
dan pendekatan kasus (case approach). Hasil dari penelitian ini adalah (1) Pengaturan
A. PENDAHULUAN
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah kegiatan usaha yang
berpengaruh besar terhadap kontribusi perekonomian di Indonesia yang dijalankan
menggunakan modal kecil yang dilakukan pula oleh pengusaha kecil. Salah satu upaya
pendorong dalam meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah dan UMKM dalam menjalankan usahanya adalah
adanya dukungan yang komprehensif dari Lembaga Keuangan yang bersifat formal seperti
Perbankan. Namun realitas dalam pelaksanaannya, akses dalam penyediaan dana untuk
UMKM ini sering kali mengalami kendala dikarenakan permasalahan jaminan dan
permasalahan kelembagaannya seperti badan hukum, perizinan serta identitas pribadi
dalam menjalankan usahanya. Meskipun begitu, masalah tersebut dapat diatasi oleh adanya
suatu Lembaga Keuangan yang dikategorikan non-Bank yang mana dalam menjalankan
kegiatannya ia memberikan jasa untuk mengembangkan usaha serta memberdayakan
masyarakat yang dalam pendiriannya dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat yang
dikenal dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
LKM mulai berkembang sejak akhir tahun 1990-an. Seiring dengan
perkembangannya yang sangat pesat di Indonesia, masyarakat dapat menerima dengan
mudah keberadaan LKM ini terutama LKM dengan sistem syariah. LKM Syariah tentunya
dapat diterima dengan baik oleh masyarakat karena mayoritas penduduknya menganut
agama Islam. Hal ini tentunya membuat LKM Syariah dijadikan sebagai pilihan yang tepat
oleh masyarakat karena mampu menarik minatnya dengan berbagai macam produk yang
ditawarkan. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa LKM Syariah memiliki peranan yang
sangat penting terhadap perkembangan perekonomian nasional yang secara tidak langsung
berdampak terhadap pertumbuhan Lembaga Keuangan di Indonesia.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah Yang Berbadan Hukum Koperasi", Jurisdictie: Jurnal Hukum dan
Syariah, 1, 10, (2019), hlm. 80.
B. PEMBAHASAN
1. Pengaturan Mengenai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan
Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah
LKM Syariah pada masyarakat Indonesia biasa lebih dikenal dengan Baitul Maal wa
Tamwil. LKM Syariah ini tentunya beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Pembentukan dan perkembangannya disesuaikan dengan kondisi hukum serta kebutuhan
yang ada pada masyarakat. Dengan adanya BMT ini, derajat dan marbatabat serta
kepentingan kaum fakir miskin menjadi terangkat karena tumbuh-kembangnya bisnis
usaha mikro syariah dan kecil.3 Nasabah pada BMT ini tentunya mereka yang membutuhkan
bantuan dana yang dapat berasal dari golongan masyarakat menengah kebawah.
Pada umumnya BMT memilih Koperasi sebagai bentuk badan hukumnya. Dengan
status badan hukum yang dipilih BMT tentunya membuat ia tunduk pada dua peraturan
perundang-undangan diantaranya, tentang Lembaga Keuangan Mikro dan tentang
Koperasi. BMT yang ada baik sebelum ataupun sesudah undang-undangan mengenai LKM
ini berlaku harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang ada pada peraturan tersebut
untuk menjadi bagian dari LKM agar mempunyai payung hukum yang jelas.4
Pengaturan mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan
pada LKM Syariah nantinya dapat menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang
mengatur tentang LKM/LKM Syariah tersebut. Meskipun telah ada peraturannya, masih
juga terdapat beberapa poin-poin penting mengenai perlindungan nasabah penyimpan
pada LKM Syariah yang tidak ada didalamnya.
Banyaknya kasus yang terjadi seperti kasus BMT Fi Sabilillah di Wonogiri, BMT
Perdana Surya Utama di Malang, BMT Amanah Ray di Medan, BMT Global Insani di Cirebon,
3Tita Novitasari, “Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Lembaga Baitul Maal wa
Tamwil (BMT): Studi Kasus BMT Global Insani”, Jurnal Hukum, 1, 2, (2019), hlm. 118.
4Lincolyn Arsyad, Lembaga Keuangan Mikro Institusi Kinerja dan Sustanbilitas, (Yogyakarta:
10/9/2019.
7Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hlm. 130.
8Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 52.
a. Bentuk Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpan Dana Pada LKM Syariah (BMT)
Secara Preventif
Dalam melaksanakan perlindungan hukum serta memberikan kepastian hukum
secara preventif kepada nasabah penyimpan dana pada LKM/LKM Syariah (termasuk BMT)
terhadap kerugian finansial, pemerintah telah mengupayakan terwujudnya perlindungan
tersebut pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro.
9Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu,
1987), hlm. 3.
10Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, hlm. 5.
a. Bentuk Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpan Dana Pada LKM Syariah (BMT)
Secara Represif
Perlindungan hukum represif ini dapat berupa pemberian sanksi ataupun pidana
yang dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga
Keuangan Mikro pada bagian yang mengatur mengenai Sanksi Administratif yaitu Pasal 33
dan mengenai Ketentuan Pidana terdapat pada Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37 dan
Pasal 38. Sedangkan untuk penyelesaian sengketanya pada undang-undang ini, belum
11Ringkasan Pasal 24, 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga
Keuangan Mikro
12Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 112.
13Rachmadi Usman, Pilihan Penyelessain Sengketa Di Luar Pengadilan, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, cetakan kedua, 2003), hlm. 3.
14Osman dan Kudrat Abdillah, “Hukum Materiil Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, dapat dikatakan bahwa sengketa yang
terjadi di LKM Syariah, penyelesaian sengketanya juga dapat dilakukan di Pengadilan
Agama karena LKM Syariah adalah bagian dari bidang ekonomi syariah. Penyelesaian
sengketa tersebut juga dapat diselesaikan melalui cara lain berdasarkan kesepakatan para
pihak yang bersengketa bila dicantumkan pada perjanjian, mengingat permasalahan
pengaduan nasabah penyimpan saja tidak di cantumkan.
Pada kasus BMT Fii Sabilillah yang sebelumnya telah disebutkan, dapat dikatakan
bahwa BMT yang pailit ini salah satu faktornya adalah kurangnya kesadaran hukum serta
pengawasan terhadap kepengurusan BMT dalam menjaga kepercayaan para nasabahnya
pada LKM Syariah. Kurangnya kesadaran hukum serta pengawasan ini tentunya dapat
menimbulkan permasalahan yang berlarut-larut pada LKM Syariah. Belum lagi ditambah
dengan ketidak mampuan SDM dalam segi operasionalnya mengenai sistem syariah
sehingga dapat menyebabkan LKM Syariah mengalami kesulitan dalam pengelolaan dana
serta ketidak mampuan dalam memenuhi semua kebutuhan nasabah yang akan menarik
dana simpanannya yang menyebabkan permasalahan tersebut diselesaikan di pengadilan
yang berimbas kepailitan pada BMT Fii Sabilillah.
Mengenai lembaga penjamin yang menjamin simpanan nasabahnya dapat
ditemukan pada Perbankan Syariah. Pada Perbankan Syariah lembaga ini disebut dengan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mempunyai fungsi untuk menjamin simpanan
apabila terjadi hal-hal yang menimbulkan risiko kerugian pada nasabahnya.
Pada undang-undang tentang LKM yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013
aturan mengenai LPS ini dapat ditemukan pada Bab V Pasal 19 ayat (1) yang menyatakan
dalam rangka terjaminnya simpanan masyarakat pada LKM, agar dapat membentuk
lembaga penjamin simpanan. Dalam ayat ini dapat ditafsirkan bahwa mengenai
pembentukan LPS pada LKM Syariah ini dapat dijadikan pilihan untuk dibentuk atau untuk
Data pada bulan September tahun 2020 menunjukkan sebanyak 223 Lembaga
Keuangan Mikro yang mendaftarkan lembaganya kepada OJK. Sedangkan untuk LKM
Syariah hanya terdapat sekitar 80 saja yang mendaftarkan lembaganya kepada OJK.18 Hal
ini tentunya menimbulkan kejanggalan karena pada realitasnya LKM khususnya LKM
Syariah ada lebih dari ratusan bahkan mecapai ribuan di luaran sana. Bisa dikatakan bahwa
masih banyak LKM/LKM Syariah yang belum berstatus badan hukum. Tidak hanya
permasalahan status badan hukum saja, adapula permasalahan lain terkait LKM Syariah
khususnya BMT yang mana tidak semata-mata hanya tentang syariahnya saja tetapi juga
tentang operasional bisnisnya. Terkadang masih banyak yang mendaftarkan lembaganya
sebagai LKM dengan prinsip syariah tetapi tidak memahami mengenai bagaimana sistem
operasional syariah itu. Adanya permasalahan tersebut tentu berpengaruh terhadap tidak
optimalnya perlindungan hukum terhadap nasabah pada LKM Syariah khususnya nasabah
penyimpan dalam hal kerugian finansial.
Kehadiran OJK selaku lembaga pengawas LKM Syariah yang sebelumnya berada
dinaungan Kementerian Koperasi dan UKM berimplikasi pula terhadap kewenangan dari
kedua lembaga ini terhadap LKM Syariah. Mengenai kewenangan OJK terhadap LKM
Syariah dapat dilihat dalam undang-undang mengenai LKM yang menyatakan bahwa OJK
mempunyaiu kewenangan terhadap LKM dari segi pembinaan, pengaturan serta
pengawasannya. Pada Peraturan OJK yang mengatur mengenai Pembinaan dan
Pengawasan pada LKM, disebutkan dalam Pasal 5 bahwa pembinaan dan pengawasan yang
didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk
diantaranya meliputi penerimaan dan pelaksanaan analisis laporan keuangan, tindak
lanjutan atas laporan, penyusunan rencana mengenai pemeriksaan, pemberian sanksi
administratif kepada LKM serta pelaksanaan langkah-langkah penyehatan terhadap LKM
yang mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas yang membahayakan
keberlangsungan usahanya.
Apabila LKM Syariah mengalami kesulitan dalam hal likuiditas dan solvabilitas yang
membahayakan keberlangsungan usahanya, OJK dapat melakukan beberapa upaya seperti:
a. Pemegang saham atau anggota koperasi menambah modal;
dan-statistik/direktori/direktori-lkm/Pages/-Direktori-Lembaga-Keuangan-Mikro-September-
2020.aspx, diakses 26/10/2020.
19Diah Ayu Oktriningsih, et al., “Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan Dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Pengawasan Lembaga
Keuangan Mikro Berbentuk Koperasi”, USU Law Journal, 7, 7, (2019), hlm. 36.
20Oktriningsih, et al., “Analisis Hukum”, hlm. 36.
C. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolyn. Lembaga Keuangan Mikro Institusi Kinerja dan Sustanbilitas. Yogyakarta:
Andi Publisher, 2008.
Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1987.
Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelessain Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: Citra Aditya
Bakti, cetakan kedua, 2003.
Novitasari, Tita. “Peran Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Lembaga Baitul Maal wa
Tamwil (BMT): Studi Kasus BMT Global Insani”. Jurnal Hukum, 2019.
Oktriningsih, Diah Ayu et al. “Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan Dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Dalam Pengawasan
Lembaga Keuangan Mikro Berbentuk Koperasi”. USU Law Journal, 2019.
Lembaga Penjamin Simpanan, “Fungsi, Tugas dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS)”, https://www.lps.go.id/web/guest/fungsi-tugas-wewenang, diakses pada 15 Maret
2021.