Professional Documents
Culture Documents
Women's March Research - Review Jony
Women's March Research - Review Jony
DEMOGRAFIS TERHADAP
COLLECTIVE SELF-ESTEEM PARTISIPAN GERAKAN WOMEN’S MARCH
SURABAYA 2018
Zita Mugen Esthiningtyas*, Theresia Stefani Wijaya, Sefvi Claudia, Ari Hermawan,
Khanti Devi Candraputri, Jony Eko Yulianto, Theda Renanita
Fakultas Psikologi, Universitas Ciputra
UC Town, Citraland CBD, Surabaya, Indonesia 60219
E-mail* : zmugen@student.ciputra.ac.id
Abstrak. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan fenomena
frekuensi cyberbullying dengan self-esteem. Subjek penelitian adalah partisipan
Women’s March Surabaya 2018 yang dalam rentang usia 19-30 tahun berjumlah 200
orang. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional bivariate. Teknik pengambilan
sampel dilakukan dengan purposive sampling dan menggunakan rumus Slovin untuk
menentukan jumlah sampel yang akan diambil. Pengumpulan data penelitian dilakukan
dengan menggunakan skala cyberbullying dan Adult Version of The Coopersmith Self
Esteem Inventory. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis data statistik
inferensial. Berdasarkan analisis korelatisonal, frekuensi perundungan di dunia maya
tidak memiliki hubungan dengan nilai diri partisipan Women’s March Surabaya.
Ditemukan variabel sosio-demografis yaitu tingkat pendidikan terakhir yang memiliki
korelasi dengan variabel nilai diri.
Dalam masyarakat yang bersifat heterogen, manusia membaur menjadi satu Formatted: Font: Bold, Font color: Red
kelompok yang dinamakan masyarakat. Perbedaan demografis, latar belakang, Commented [JEY2]: Hanya dewa yang mampu memahami arti
kalimat ini :P
kepribadian tiap individu turut mewarnai relasi dalam masyarakat sehingga relasi Formatted: Font: Bold, Font color: Red
tersebut tidak hanya terbatas pada individu yang mempunyai kepribadian, latar
belakang dan kondisi demografis yang sama dengan individu lainnya melainkan Formatted: Font: Bold, Font color: Red
semakin beragam dan kompleks. Perkembangan zaman yang semakin modern Commented [JEY3]: Nggak jelas.
Formatted: Font: Bold, Font color: Red
membuat masyarakat tidak dapat menolak maupun menghindari terjadinya
globalisasi. Dalam globalisasi, relasi antar individu dibutuhkan untuk menjalin Commented [JEY4]: Tidak jelas.
kerjasama antar individu. Di sisi lain, setiap individu dalam masyarakat membawa sifat,
watak, ciri khas, nilai, serta tujuan dan kepribadian yang berbeda antara individu satu
dengan yang lainnya sehingga tidak bisa menuntut menjadi sama antar individunya.
Keberagaman yang dimiliki setiap individu masyarakat dilindungi oleh hak asasi
manusia (HAM) sehingga pelanggaran kebebasan dan penghinaan terhadap harga diri
dalam menghidupi nilai yang dipegang oleh individu merupakan hal yang tidak boleh
keberhargaan, atau kepentingan dirinya (Patchin & Hinduja, 2010). Self esteem juga
menunjukkan sejauh mana individu meyakini dirinya sebagai seseorang yang mampu,
berarti, sukses, dan berharga (Pasaribu, 2011). Menurut Coopersmith (1967), self
esteem memiliki empat aspek dalam diri individu yaitu, kekuatan (power), keberartian
(significance), kebajikan (virtue), dan kemampuan (competence). Kekuatan menunjuk
pada kemampuan individu dalam mengatur dan mengontrol tingkah laku dan
mendapatkan pengakuan atas tingkah laku tersebut dari individu lainnya. Keberartian
merujuk kepada kepedulian, perhatian, afeksi, dan ekspresi cinta yang diterima individu
dari individu lain di mana ekspresi cinta tersebut menunjukkan adanya penerimaan dan
popularitas individu dari lingkungan sosial. Kebajikan berarti terdapat adanya suatu
ketaatan untuk mengikuti standar moral dan etika serta kepercayaan di mana individu
akan menjauhi tingkah laku yang harus dihindari serta melakukan tingkah laku yang
performansi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan mencapai prestasi di mana tingkat
(Tambahkan paragraf baru tentang apa pentingnya memiliki self-esteem yang sehat,
dan apa yang terjadi jika self-esteem tidak sehat). Formatted: Indonesian
dengan sekitarnya. Di era modern dengan teknologi yang semakin canggih, manusia
semakin dipermudah dalam menjalin komunikasi dan menjalin relasi antara yang satu
dengan yang lainnya seperti contohnya fasilitas seperti sosial media dan virtual reality.
atau komunitas yang memiliki kesamaan dengan dirinya yang melakukan kegiatan atau
aktivitas untuk mencapai tujuan bersama. Oleh sebab itu jika terdapat hal yang
kelompok yang dinamakan harga diri kolektif atau collective self esteem.
Gracia (2008) mengemukakan bahwa collective self esteem merupakan gambaran Formatted: Indent: First line: 1 cm
perasaan berharga ketika individu tersebut berada di dalam kelompok dan menjadi
keberhargaan, dan kehormatan yang ada dalam suatu kelompok serta bersumber dari
anggota yang berada di dalam kelompok tersebut. Collective self esteem juga bagian
dari self concept sehingga dapat membuat individu mengidentifikasikan diri dengan
kelompoknya (Tajfel, 1982). Adanya collective self esteem dalam sebuah kelompok
maka setiap peristiwa yang terjadi pada kelompok dapat mempengaruhi sikap dan
tingkah laku individu di dalamnya. Crocker & Luhtanen (dalam Garcia & Sanchez, 2009)
frekuensi collective self esteem yang dimiliki oleh setiap individu dalam suatu kelompok
tururt menentukan respon individu tersebut terhadap kelompoknya. Terdapat tiga skala
collective self esteem menurut Luthanen & Crocker (1992) yaitu, (1) harga diri anggota
(member self esteem), indikator ini mengacu pada penilaian individu tentang perbuatan
baik dan layak dirinya sebagai anggota kelompok; (2) harga diri pribadi (private
collective self esteem) yang berkaitan dengan bagaimana individu menilai kelompoknya;
(3) harga diri publik (public collective self esteem), mengacu pada bagaimana non-
Menurut Madonna (2010), orang-orang yang memiliki collective self esteem yang tinggi
akan melindungi diri dan kelompok sosial mereka dari segala ancaman yang datang dari
luar kelompok, sebaliknya individu dengan collective self esteem yang rendah
(Woods, Zuniga, & David, 2011) menemukan bahwa orang-orang asli Alaska yang
bangga terhadap budayanya dan saling terhubung memiliki harga diri kolektif yang lebih
tinggi, selain itu juga memiliki tekanan psikologis dan depresi yang lebih sedikit. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa collective self esteem dalam kesatuan grup atau
kelompok tersebut.
Sesuai data statististik yang dilansir dari dari Katadata, di Indonesia sendiri pada Commented [JEY5]: Mengapa habis bicara collective self-
esteem tiba-tiba bicara platform social media? Dimana
keterkaitannya?
tahun 2016 media sosial yang sering digunakan adalah YouTube, Facebook, Instagram,
dan Twitter. Selain itu, pada tahun 2017 Indonesia dinobatkan sebagai Negara dengan
jumlah pengguna Facebook terbesar ketiga di dunia dan pada bulan Januari 2018
hasil statistik tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang aktif
macam dampak positif dan negatif dalam hidup bersama. Contoh dari dampak positif
yang ditawarkan adalah komunikasi menjadi lebih mudah dan fleksibel untuk dilakukan,
sementara contoh dampak negatif yang muncul adalah menimbulkan perilaku malas
orang lain melalui dunia maya dan dilakukan secara sadar. Sedangkan menurut tokoh
lain, cyberbullying adalah perilaku agresif yang berulang kali dan sengaja dilakukan
terhadap korban yang tidak berdaya dengan menggunakan kontak elektronik (Smith et
al., 2008). Cyberbullying memiliki dampak negatif karena hal tersebut akan
cyberbullying, baik sebagai korban dan pelaku, memiliki harga diri yang jauh lebih
rendah daripada mereka yang memiliki sedikit atau tidak memiliki pengalaman dengan
adalah flaming yaitu pertengkaran online dengan menggunakan pesan elektronik yang
berisikan kata-kata kasar dan vulgar; harassment yaitu berulang kali mengirimkan pesan
mesum, kasar, dan menghina; denigration yaitu mengirim atau memposting gosip atau
rumor mengenai seseorang guna merusak reputasi atau pertemanan orang tersebut;
impersonation yaitu berpura-pura menjadi orang lain dan mengirim atau mem- posting
materi agar orang tersebut mendapatkan masalah atau bahaya atau untuk merusak
reputasi dan pertemanan orang tersebut; outing yaitu menyebarkan rahasia atau
informasi memalukan dari seseorang secara online; trickery yaitu membujuk seseorang
untuk menceritakan rahasia atau informasi memalukan yang dia miliki lalu menyebarkan
rahasia atau informasi tersebut secara online; exclusion yaitu dengan sengaja
mengeluarkan seseorang dari grup online secara kasar; dan cyberstalking yaitu
berulang kali mengirimkan konten pelecehan dan fitnah secara intens kepada
seseorang yang menyebabkan orang tersebut merasa terancam dan menciptakan rasa
takut yang signifikan (Willard, 2007). Melalui media sosial manusia mampu membangun
jaringan seluas-luasnya dengan orang lain tanpa adanya hambatan lagi, bahkan mereka
mampu untuk membuat lebih dari satu akun untuk digunakan, oleh sebab itulah akun di
media sosial merupakan akun yang bersifat anonymous. Siapapun mampu melakukan
aktivitas apa saja di media sosial karena mereka tidak saling mengetahui satu sama lain
dan mereka dapat membuat identitas baru seperti yang mereka inginkan. Patchin &
moralitas, dan etika untuk berperilaku dalam kebiasaan normatif secara tradisional. Oleh
karena itu perilaku cyberbullying dapat dengan mudah dilakukan di media sosial.
Cyberbullying memiliki efek yang negatif bagi orang lain, yaitu dapat merusak emosional
dan psikis korban (Hinduja, & Patchin, 2010). Salah satu contoh dari cyberbullying yang
terjadi pada bulan Maret 2018 di Indonesia adalah cyberbullying mengenai kegiatan dan
Women’s March Surabaya 2018 merupakan suatu gerakan sosial bersama yang
dilakukan secara terorganisir demi mencapai perubahan bersama, serta gerakan ini
memiliki visi dan misi yang sama antar satu sama lain meskipun diikuti oleh berbagai
Surabaya 2018 dilaksanakan oleh kaum perempuan dan kaum minoritas (termasuk
diantaranya kaum sexual minority dan difabel) untuk menyuarakan hak mereka sebagai
warga negara, dan kepedulian untuk menghapus tindak kekerasan yang selama ini
mereka alami.
satu bentuk utama perilaku kolektif (Sztompka, 2010). Gerakan sosial, menurut Tarrow
dalam bukunya Social Movements and Contentious Politics (1998) adalah tantangan
kolektif yang dilakukan sekelompok orang yang mempunyai tujuan dan solidaritas yang
serupa, dalam konteks interaksi konfrontatif melawan kelompok elit, lawan, dan
penguasa. Lauer (1976) dan Dobson (2001), mengemukakan bahwa gerakan sosial
adalah upaya kolektif untuk mengendalikan perubahan atau untuk mengubah arah
perubahan. Terdapat sebuah proses tahapan dalam suatu gerakan sosial menurut
kalangan tokoh sebagai pembangkit semangat emosi massa; tahap ketiga yaitu
formalisasi, yakni ketika para pemimpin telah muncul, rencana telah disusun, para
pendukung telah ditempa, dan taktik telah dimatangkan; tahap yang keempat ialah
institusionalisasi, yakni ketika organisasi telah diambil alih dari pemimpin terdahulu,
birokrasi telah diperkuat, dan ideologi, serta rencana telah diwujudkan. Tahap ini
seringkali merupakan akhir dari kegiatan aktif gerakan sosial; dan tahap kelima yaitu
pembubaran (disolusi), yakni ketika gerakan itu berubah menjadi organisasi atau justru
collective self esteem merupakan salah satu dari tujuh variabel yang berkaitan dengan
2018 menginginkan adanya suatu perubahan toleransi yang lebih nyata dalam
kehidupan serta mendorong supaya pemerintah dan masyarakat untuk dapat lebih
pengamatan yang dilakukan oleh tim peneliti, melihat bahwa ada banyak feedback
negatif yang ada di sosial media terhadap gerakan sosial Women’s March Surabaya
2018. Banyak masyarakat yang masih menilai negatif gerakan sosial ini seperti gerakan
nilai dan norma yang ada dalam masyarakat, gerakan menyimpang dari ajaran agama,
dan lain sebagainya. Feedback negatif yang ada dalam sosial media secara terang-
terangan melakukan penolakan terhadap gerakan ini serta terhadap keberadaan
partisipan. Feedback negatif yang ada pada sosial media tersebut berujung pada
perundungan dalam dunia maya atau dikenal dengan istilah cyberbullying. Penolakan
sosial terjadi ketika seorang individu sengaja dikeluarkan dari hubungan sosial atau
interaksi sosial (Fitri Andriani, 1993). Penolakan sosial terjadi ketika keberadaan
keyakinan, visi dan misi, pandangan hidup, orientasi seksual, SARA, dan sebagainya.
Cyberbullying tidak dapat dihindari dalam media sosial, para partisipan yang
telah mengikuti aksi tersebut mendapat berbagai macam respon negatif dari masyarakat
seperti ejekan, kecaman, dan cemoohan. Para netizen banyak yang memberikan
feedback negatif dari aksi tersebut, bahkan beberapa partisipan yang merupakan kaum
minoritas mendapatkan pesan khusus pribadi yang berisi tulisan yang bersifat
merendahkan dari para netizen yang tidak menyukai aksi dan kehadiran mereka. Aksi
bertujuan baik yang dilakukan para kaum perempuan dan kaum minoritas justru
untuk pemerintah dan masyarakat lebih peduli dan tidak memdeskriminasikan kehadiran
mereka. Ketika seorang individu mendapat penolakan sosial dalam lingkungannya maka
akan menimbulkan adalanya rejection sensitivity. Rejection sensitivity disebut Fiske dan
Taylor (2014) sebagai peningkatan kewaspadaan dan pendeteksian berbagai ciri yang
menandai penolakan sosial, disertai dengan respon defensif individu yang merasa
tertolak. Rejection sensitivity yang dialami individu dapat mengarah kepada kecemasan
dan penurunan kesejahteraan (Page-Gould, et al., 2010; Fiske & Taylor, 2014),
interpersonal (Downey & Feldman, 1996), rendahnya integrasi dengan lingkungan Formatted: Highlight
baru (Ozyurt, 2009), hingga memburuknya sikap terhadap institusi tempat individu
dengan kualitas nilai diri pada seseorang, yaitu (1) Jenis kelamin, (2) Usia, dan (3)
Pendidikan terakhir. Berdasarkan faktor jenis kelamin, individu yang berjenis kelamin
perempuan cenderung memiliki nilai diri yang rendah daripada laki-laki dikarenakan
adanya faktor budaya masyarakat yang berperan dalam pembentukan nilai diri pada
dengan jenis kelamin individu yang menyebutkan bahwa laki-laki lebih memiliki
Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah
laku dan pola pengambilan keputusan (Noto Atmodjo, 2000). Jatman (2000)
pendidikan seseorang maka orang tersebut memiliki tingkat intelektual yang berbeda
dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah darinya. Pendidikan turut
menentukan dan mempengaruhi sikap, cara berpikir, pandangan, dan cara seseorang
kedewasaan dan tingkat harga diri seseorang. Menurut Noto Atmodjo (2013) semakin
semakin matang manusia dalam berfikir dan melakukan aktivitas (Sarjani, 2014). Usia
dinilai dapat menjadi tolak ukur seseorang dalam berpikir dan bertingkah laku, selain itu
usia juga mempengaruhi tingkat kedewasaan dan cara pengambilan keputusan
seseorang.
perundungan di dunia maya yang menimpa partisipan Women’s March Surabaya 2018
ini memiliki hubungan dengan collective self esteem dan variabel socio-demografis yang
dimiliki partisipan itu sendiri. Penelitian ini dilakukan untuk melihat, seberapa dekat
hubungan antara cyberbullying dan collective self esteem pada partisipan Women’s
Penelitian ini dapat memiliki manfaat sebagai bahan acuan mengenai perundungan di
dunia maya dengan crowd psychology, dikarenakan hingga saat ini penelitian mengenai
dunia maya dengan nilai diri pada anak-anak, remaja, dan orang bekerja saja.
March Surabaya 2018 masih sangat jarang. Tidak hanya itu, penelitian ini juga dapat
dijadikan pedoman serta pertimbangan bagi pelaksana Women’s March Surabaya serta
sebagai bahan intelektual yang dimiliki sehingga untuk ke depannya dapat menciptakan
kegiatan yang lebih baik lagi dan dapat menciptakan strategi guna jika menghadapi
perundungan di dunia maya lagi di masa depan. Bagi masyarakat awam, penelitian ini
Metode Penelitian
dilakukan dengan subjek penelitian partisipan Women’s March Surabaya 2018 yang
yang sudah dipilih berdasarkan tujuan penelitian dari peneliti itu sendiri (Satori, 2007).
Kriteria sampel pada penelitian ini adalah: (1) Ppartisipan dari Women’s March
Surabaya 2018; (2) Bberusia 18 tahun hingga 30 tahun; (3) Laki-laki atau perempuan,
dan (4) Ppernah memiliki pengalaman cyberbullying dalam tiga bulan terakhir terhitung
sejak 4 Maret 2018. Jumlah responden yang mengisi alat ukur penelitian ini adalah 133 Commented [JEY6]: Tambahkan informasi bagaimana cara
peneliti mengakses para peserta women march ini.
orang.
Alat Ukur. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua alat ukur yaitu Formatted: Font: Bold
Coopersmith Self Esteem Inventory (CSEI) dan Cyberbullying Scale sebagai data
kuantitatif pada penelitian ini. CSEI yang digunakan pada penelitian ini adalah Adult
Version of The Coopersmith Self Esteem Inventory yang dimodifikasi oleh Ryden (1978)
agar dapat digunakan untuk remaja dan dewasa. CSEI: Adult Version terdiri dari 58
aitem pernyataan dengan pilihan jawaban, “Sesuai” dan “Tidak Sesuai” dengan kondisi
yang dimiliki oleh partisipan. Contoh aitem pada CSEI diantaranya adalah “Seseorang
selalu memberitahu saya apa yang harus saya lakukan”, “Saya sering merasa bersalah
untuk hal-hal yang pernah saya lakukan”, “Saya bisa memutuskan sesuatu dan
bertahan dengan keputusan itu” dan sebagainya. Cyberbullying scale yang digunakan
dalam penelitian ini berdasar pada skala bullying milik Fox & Farrow (2008). Dalam
pengukurannya Fox & Farrow (2008) mengembangkan skala bullying yang terdiri
dengan 15 aitem di mana lima belas aitem tersebut mengukur verbal bullying, physical
bullying, dan social bullying. Partisipan akan diberikan pertanyaan mengenai tipe
bullying dan frekuensi mendapatkan pengalaman bullying. Aitem yang diberikan akan
suatu alasan” dan partisipan akan meresponnya dengan pilihan, “1= tidak pernah”, “2=
kadang-kadang”, “3= satu hingga tiga kali dalam sebulan”, “4= sekali seminggu”, dan
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur. Tes validitas konstruk terhadap kedua
skala telah dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan uji analisis faktor untuk
mengetahui faktor loading masing-masing aitem pada skala. Berdasarkan hasil analisis
faktor, skala CSEI didapatkan empat aitem berada kurang dari faktor loading 0.30
sedangkan cyberbullying scale semua aitem berada di atas faktor loading 0.30.
Collective self esteem merupakan faktor yang memiliki 19 faktor, sedangkan untuk
Berikut ini merupakan tabel rekapitulasi faktor loading dari seluruh aitem pada
masing-masing skala.
Tabel 1. Faktor Loading Coopersmith Self Esteem Inventory Commented [JEY7]: Tidak usah dibentuk tabel karena terlalu
panjang. Pilih skor paling kecil
tersebut. Pada skala CSEI menunjukkan Cronbach Alpha’s 0.906 serta pada skala
kedua alat ukur dalam realibilitasnya ini baik dikarenakan lebih dari 0,80 (Sekaran,
2006). Peneliti menggunakan jenis analisis data kuantitatif bivariate, teknik analisis data
statistik inferensial, dan uji korelasi. Jenis analisis bivariate digunakan untuk melihat
hubungan antara kedua variabel yakni variabel dependen dan variabel independen.
Statistik inferensial adalah statistik yang menyediakan aturan atau cara yang dapat
digunakan sebagai alat dalam rangka mencoba menarik kesimpulan yang bersifat
umum dari data yang telah disusun dan diolah (Subana, 2000). Dikarenakan statistik
inferensial berfungsi untuk menggeneralisasikan secara lebih luas dalam suatu wilayah
Hasil
untuk digeneralisasikan dalam penelitian ini adalah 133 partisipan. Artinya, sampel
dalam penelitian ini telah representatif. Namun, penelitian ini diikuti oleh 136 partisipan
Women’s March Surabaya 2018, dengan komposisi 30 orang laki-laki dan 106 orang
perempuan dalam rentang usia 18-30 tahun. Sebagian besar responden memiliki
pendidikan terakhir SMA (66,9%), frekuensi penggunaan sosial media setiap hari
(94,1%), dan sosial media yang sering digunakan adalah instagram (49,3%). Formatted: Indonesian
Peneliti melakukan uji asumsi terlebih dahulu yakni uji normalitas pada kedua
sampel pada penelitian ini berdistribusi normal. Nilai signifikansi pada variabel collective
self esteem adalah 0,207 dan nilai signifikansi pada variabel cyberbullying adalah 0,112
dan dalam hal ini kedua variabel menunjukkan angka di atas 0,05 maka dapat
diasumsikan bahwa persebaran data pada sampel penelitian ini adalah normal.
menunjukkan p=0,246 (p<0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kerja pada
penelitian ini ditolak. Temuan penelitian ini justru menunjukkan tidak ada hubungan
antara nilai diri (self esteem) dengan frekuensi perundungan di dunia maya
(cyberbullying).
dengan self esteem partisipan Women’s March Surabaya bukan frekuensi perundungan
di dunia maya yang menimpa partisipan tersebut melainkan tingkat pendidikan terakhir
partisipan Women’s March Surabaya 2018 memiliki hubungan dengan harga diri
sebagai berikut: (1) Jenis kelamin (0,860 (p<0,05)), (2) Usia (0,834(p<0,05)) dan (3) Formatted: Highlight
Formatted: Highlight
Sosial media yang sering digunakan (0,133 (p<0,05)). Dalam hal ini, dapat disimpulkan Commented [JEY9]: Ini kan yang kuning harusnya pakai tanda >
dan bukan <.
bahwa ketiga variabel sosio-demografis selain variabel pendidikan terakhir tidak Formatted: Highlight
Uji korelasi pada variabel tingkat pendidikan juga menunjukkan bahwa tingkat
koefisien korelasi r=-0,036 maka berdasarkan hasil temuan penelitian tersebut dapat
dan semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir partisipan Women’s March Surabaya
Temuan penelitian ini didukung oleh penelitian yang menyatakan bahwa tingkat
pendidikan memiliki korelasi dengan self esteem tetapi tingkat pendidikan sebagai
status sosial ekonomi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap self esteem
Di Indonesia, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dipandang Formatted: Indent: First line: 1 cm
sebagai individu yang disegani dan lebih dihargai oleh masyarakat. Seorang individu
yang mendapatkan kerberhargaan dari orang lain akan menganggap bahwa dirinya
merupakan seorang yang berarti bagi orang lain dan dapat diterima oleh lingkungan
mengetahui bahwa gerakan sosial yang diikutinya memiliki risiko untuk terstigma oleh
masyarakat bahwa gerakan sosial tersebut merupakan gerakan yang menyimpang dari
nilai dan norma masyarakat. Masyarakat yang telah menerima stigma cenderung
melakukan evaluasi internal dan dapat membentuk self image yang tidak diinginkan
yang dapat membuat rendahnya tingkat self esteem pada individu (Smith, 1985).
dengan self esteem tergolong pada kategori yang cukup (Sarwono, 2006). Dengan
ditunjukkan nilai koefisien korelasi (r) antara pendidikan terakhir dengan self esteem
sebesar 0,183* dan hubungan yang cukup ini menandakan bahwa masih terdapat faktor
lain yang terlibat dalam self esteem seseorang. Salah satu faktor yang perlu
Folkman dan Lazarus (1985), secara umum coping dibedakan menjadi dua kategori; (1)
tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung menggunakan problem focus coping
dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan semakin tinggi pula kompleksitas
kognitifnya, demikian pula sebaliknya. Hal tersebut memiliki pengaruh besar terhadap
sikap, cara berpikir, dan tingkah laku individu yang selanjutnya berpengaruh terhadap
strategi coping yang dimilikinya. Pramadi dan Laksomono (2003) juga menjelaskan
bahwa individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, memiliki pola pikir berani untuk
penelitian ini mempertegas penelitian yang dilakukan oleh Steele (1998), individu yang
1. Kemampuan kognisi dalam memilih teman (peers) di media sosial. Formatted: List Paragraph, Numbered + Level: 1 +
Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left +
Aligned at: 0.63 cm + Indent at: 1.27 cm
2. Kemampuan dalam menjawab setiap resistensi masyarakat.
4. Kecenderungan orang yang memiliki pendidikan tinggi untuk lebih dapat berpikir
rasional.
Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara frekuensi cyberbullying dengan nilai diri partisipan
Women’s March Surabaya 2018 tetapi justru yang memiliki hubungan dengan self
melawan nilai dan norma dalam masyarakat tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi nilai
diri pada partisipan. Partisipan dengan mayoritas pendidikan tinggi dalam Women’s
March Surabaya 2018 memiliki strategi coping sehingga partisipan Women’s March
yang mendapatkan stigma negatif dalam bentuk perundungan di dunia maya dapat
mengatasi serangan atau permasalahan dan mempertahankan nilai diri yang positif
pada dirinya.
bentuk konten cyberbullying yang seperti apa, peneliti hanya berpatok pada frekuensi
yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA. Penelitian selanjutnya dapat mengontrol