You are on page 1of 17

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No.

1 Mei 2017: 1-17______________________ISSN 2087-4871

PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI BERBASIS SUMBERDAYA PULAU-


PULAU KECIL DI PULAU SAYAFI DAN LIWO, KABUPATEN HALMAHERA
TENGAH

MARINE RESOURCE BASED ECOTOURISM DEVELOPMENT OF SMALL ISLANDS


IN SAYAFI AND LIWO ISLAND, CENTRAL HALMAHERA

Kismanto Koroy1, Fredinan Yulianda2, Nurlisa A. Butet2


1
Ilmu Kelautan Universitas Pasifik Morotai
2
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Korespondensi : kismantokoroy@gmail.com

ABSTRACT

The coastal areas in Sayafi and Liwo islands have the potential of natural resources that are classified as still quite
high. The potential of natural resources owned by the two islands reflected on coral reefs, reef fish, ornamental fish,
seagrass beds and fisheries. In addition to ecological function, this ecosystem also have a high aesthetic value to the
development of marine tourism. The purpose of this study is to determine the suitability index and carrying capacity
of the marine ecotourism for the type of diving and snorkeling activities that can be developed on the island Sayafi and
Liwo Patani subdistrict of North Central Halmahera in North Maluku province. The results showed that the suitability
index of marine ecotourism Sayafi and Liwo islands are in the appropriate category and very appropriate category with
the capacity for this type of diving tourism activities 260 people/day in the area of the utilization is equal to 18.07 ha,
and for snorkel tour with the utilization is equal to 16.01 ha area, tourists can accommodate as many as 231 people/
day. So, the total tourists who can fit both types of tourist activities is equal to 491 people/day.

Keyword: carrying capacity, marine ecotourism, natural resource, small island

ABSTRAK

Kawasan pesisir pulau Sayafi dan Liwo memiliki potensi sumberdaya alam hayati yang tergolong masih cukup tinggi.
Potensi sumberdaya alam yang dimiliki kedua pulau ini dapat dilihat pada ekosistem terumbu karang, ikan karang, ikan
hias, padang lamun dan perikanan. Selain memiliki fungsi ekologis, ekosistem ini juga memiliki nilai estetika yang tinggi
untuk pengembangan wisata bahari (marine tourism). Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kelas kesesuaian dan
daya dukung ekowisata bahari untuk jenis kegiatan diving dan snorkeling yang dapat di manfaatkan di pulau Sayafi dan
Liwo Kecamatan Patani Utara Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kelas kesesuaian ekowisata bahari pulau Sayafi dan Liwo berada dalam kategori sesuai dan sangat sesuai, dengan
daya tampung untuk jenis kegiatan wisata diving sebanyak 260 orang/hari dengan area pemanfaatan sebesar 18.07 ha,
dan untuk wisata snorkeling dengan area pemanfaatan sebesar 16.01 ha, mampu menampung wisatawan sebanyak 231
orang/hari. Dengan demikian total wisatawan yang dapat ditampung kedua jenis kegiatan wisata sebesar 491 orang/
hari.

Kata kunci: daya dukung, ekowisata bahari, pulau kecil, sumberdaya alam

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, IPB__________________________ E-mail: jurnalfpik.ipb@gmail.com


PENDAHULUAN dimilikinya, sehingga sangat menarik untuk
dikembangkan sebagai ekowisata bahari
Ekowisata merupakan suatu bentuk seperti diving dan snorkeling. (Gossling
perjalanan yang bertanggung jawab ke 1999; Ross & Wall 1999) menyatakan
wilayah-wilayah yang masih alami dengan bahwa ekowisata dapat berkontribusi untuk
tujuan konservasi atau melestarikan menjaga keanekaragaman hayati dan fungsi
lingkungan dan memberi penghidupan ekosistem. Sitomorang & Mirzanti (2012)
pada penduduk lokal serta melibatkan menambahkan bahwa ekowisata bukan
unsur pendidikan (TIES 2015). Pengelolaan sekedar menawarkan panorama yang
ekowisata bahari yang berkelanjutan masih alami dan indah, ekowisata juga
harus mempertimbangkan aspek ekologi menyediakan proses pembelajaran untuk
yang menjadi objek bagi suatu kegiatan, melindungi dan merawat alam, dan untuk
dengan melibatkan unsur sosial sebagai meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pelaku wisata dalam pengelolaan, lokal di sekitar atau di dalam daerah tujuan
sehingga dapat memberikan manfaat ekowisata.
secara ekonomi. (Lindberg & Hawkins 1995) Melihat peluang dan potensi wisata
menyatakan bahwa ekowisata merupakan bahari Indonesia yang semakin pesat
hal tentang menciptakan dan memuaskan berkembang, menurut (Dahuri 2009)
suatu keinginan akan alam, tentang potensi yang dimiliki tersebut saat ini belum
mengeksploitasi potensi wisata untuk sepenuhnya menjadi keunggulan kompetitif
konservasi dan pembangunan dan tentang bangsa Indonesia yang dapat memberikan
mencegah dampak negatifnya terhadap kontribusi besar pada perekonomian
ekologi, kebudayaan dan keindahan. nasional. Salah satu pulau-pulau kecil
Rumusan ekowisata juga dikemukakan oleh yang memiliki potensi yang besar untuk
Hector Ceballos-Lascurain pada tahun 1987 dijadikan kawasan ekowisata bahari
yang menyatakan bahwa ekowisata adalah berbasis pulau-pulau kecil adalah kawasan
perjalanan ke tempat-tempat yang masih pesisir Pulau Sayafi dan Liwo. Potensi
alami dan relatif belum terganggu atau sumberdaya alam yang dapat dilihat seperti
tercemari dengan tujuan untuk mempelajari, ekosistem terumbu karang, ikan karang,
mengagumi dan menikmati pemandangan, ikan hias, padang lamun dan perikanan.
flora dan fauna, serta bentuk-bentuk Kawasan Pulau Sayafi dan Pulau Liwo juga
manifestasi budaya masyarakat yang ada, merupakan dapur bagi masyarakat lokal
baik dari masa lampau maupun masa kini dalam memanfaatkan potensi sumberdaya
(Wikipedia 2015). Salah satu wilayah yang alam, seperti berkebun dan perikanan
memiliki keindahan dan keunikan tersendiri untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.
banyak ditemukan di pulau-pulau kecil. Pemanfaatan potensi sumberdaya alam
Daya tarik pulau kecil, umumnya terdapat pesisir dan laut di Pulau Sayafi dan
keunikan dan keindahan yang tersebar di Pulau Liwo merupakan suatu proses yang
wilayah pesisir dan laut, sehingga kegiatan akan membawa suatu perubahan pada
yang tepat dikembangkan adalah ekowisata ekosistemnya. Menurut (Tsaur & Lin 2006);
bahari. Definisi ekowisata bahari menurut Zhang & Lei 2012) menyatakan bahwa
Yulianda et al. (2010) sebagai suatu konsep suatu lingkungan akan sangat dipengaruhi
pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya oleh aktivitas manusia. Tekanan aktifitas
alam pesisir dengan sistem pelayanan manusia terhadap sumberdaya alam di pulau
jasa lingkungan yang mengutamakan kecil akan berdampak pada keberlanjutan
sumberdaya alam pesisir sebagai objek ekologi.
pelayanan. Bengen et al. (2012), menjelaskan
Beberapa pertimbangan yang menjadi bahwa pulau kecil memiliki ciri-ciri
fokus ekowisata bahari di wilayah pesisir biogeofisik seperti, ukuran pulau yang
dan pulau-pulau kecil, karena kawasan kecil dan terpisah dari pulau induk/pulau
pulau-pulau kecil merupakan aset wisata besar, memiliki sumberdaya air tawar yang
bahari yang sangat besar yang didukung terbatas, peka dan rentan terhadap pengaruh
oleh potensi geologis dan karaktersistik eksternal, memiliki keanekaragaman
yang mempunyai hubungan sangat dekat hayati terestrial rendah, namun memiliki
dengan terumbu karang (coral reef), sejumlah jenis endemik, keanekaragaman
khususnya hard corals. Kondisi pulau- hayati laut tinggi, variasi iklim kecil, area
pulau kecil yang tidak berpenduduk secara perairan lebih luas dari area daratan, serta
logika akan memberikan kualitas keindahan tidak mempunyai hinterland yang jauh dari
dan keaslian dari biodiversity yang pantai. Ciri-ciri biogeofisik pulau-pulau kecil

2 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 1-17
ISSN 2087-4871

seperti ini, tentu sangat kompleks terhadap sehingga diharapkan dapat menghasilkan
pembangunan yang nanti dimanfaatkan di suatu arahan pengelolaan dengan konsep
Pulau Sayafi dan Pulau Liwo. Oleh karena ekowisata bahari yang berkelanjutan.
itu, rencana pengelolaan ekowisata bahari Tujuan dari penelitian ini adalah
di Pulau Sayafi dan Liwo memerlukan menentukan kelas kesesuaian ekowisata
suatu konsep pengelolaan yang berbasis bahari serta mengkaji DDK dan DDA sebagai
pada pulau-pulau kecil dengan pendekatan ekowisata bahari untuk jenis kegiatan diving
ekologi. Permenbudpar No. KM.67/ UM.001/ dan snorkeling yang dapat di manfaatkan di
MKP/ 2004, menjelaskan bahwa implikasi pulau Sayafi dan Liwo Kecamatan Patani
pengembangan kegiatan wisata maupun Utara Kabupaten Halmahera Tengah
penyediaan penunjang kepariwisataan Provinsi Maluku Utara.
di pulau-pulau kecil akan berdampak
pada lingkungan fisik, sosial, budaya dan METODE PENELITIAN
ekonomi pulau-pulau kecil. Oleh karena
itu diperlukan pertimbangan-pertimbangan Penelitian ini dilaksanakan dalam dua
khusus dalam pengembangan kegiatan tahapan. Tahap awal dimulai pada bulan
pariwisata di pulau-pulau kecil. Agustus 2013 untuk survei lokasi dan data
Upaya pencegahan laju kerusakan awal. Sedangkan tahap kedua dilaksanakan
ekosistem pesisir dan laut dengan pola selama tiga bulan, dimulai pada bulan Juli
pemanfaatan yang berlebihan, maka -September 2014. Lokasi penelitian berada
hal yang paling utama dalam konsep di Pulau Sayafi dan Pulau Liwo. Secara
pemanfaatan sumberdaya untuk ekowisata administratif kedua pulau ini termasuk
bahari memerlukan model pengelolaan dalam wilayah Kecamatan Patani Utara
yang didasarkan pada pendekatan Daya Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi
Dukung Kawasan (DDK) dan koreksi Maluku Utara. Peta lokasi penelitian dapat
Daya Dukung Adaptif (DDA) terhadap dilihat pada Gambar 1.
penggunaan sumberdaya lingkungan
menjadi penting untuk dikaji secara ilmiah

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Pengembangan Ekowisata Bahari.......................................................................................................(KOROY et al.) 3


Sumber dan jenis data yang diperoleh pada setiap lokasi ditentukan 1 titik
dalam penelitian ini adalah data primer dan untuk dijadikan lokasi peletakan
data sekunder. Data primer merupakan transek dengan teknik Line Intercept
data yang dikumpulkan secara langsung Transect (LIT). Setiap lifeform karang
dilapangan. Pengambilan data primer yang dilewati transek dicatat dan
dengan menggunakan metode purposive difoto yang selanjutnya akan di
sampling yaitu dengan pertimbangan dan identifikasi menurut kondisi dan
alasan tertentu seperti penentuan lokasi taksonnya. Dari data tersebut akan
pengambilan data. Data sekunder adalah diketahui persentase tutupan karang,
data yang diperoleh dari penelusuran dominasi lifeform, jumlah jenis lifeform
terhadap laporan-laporan hasil penelitian dan kategori karang mati dan karang
dan hasil kegiatan di lokasi yang sama, hidup.
publikasi ilmiah, peraturan daerah, data • Ikan karang
dari instansi pemerintah, swasta maupun Pengamatan ikan karang
lembaga swadaya masyarakat serta data dengan menggunakan teknik visual
sejarah kawasan. sensus yang terdapat pada setiap
Pengumpulan data biofisik dilakukan transek LIT, yaitu ikan-ikan karang
berdasarkan pengamatan secara langsung yang berada pada jarak 2.5 m dari
di lapangan. Adapun data-data yang diambil sisi kiri dan kanan garis transek. Luas
adalah sebagai berikut : bidang pengamatan yaitu 250 m2 (5 x
1. Kapasistas adaptif ekosistem terumbu 50 m2); English et al. (1997). Kegiatan
karang sensus dimulai setelah periode normal
• Indeks dimensi terumbu karang (tenang) ±15 menit setelah transek
Pengukuran dimensi panjang dipasang. Data yang diperoleh dicatat
dan lebar hamparan terumbu pada kertas atau lembaran data yang
karang dilakukan untuk mengetahui sudah disediakan. Untuk keperluan
kapasitas adaptif ekosistem terumbu identifikasi jenis, maka ikan dan
karang. Pengukuran tersebut mengacu biota karang lainnya difoto dengan
pada Subur (2012), dimana pengukuran menggunakan kamera underwater.
dimensi panjang dan lebar karang • Kedalaman terumbu karang
dibagi ke dalam segmen-segmen. Kedalaman terumbu karang
Setiap pertambahan dimensi lebar diukur secara manual dengan
sebesar 10 m, maka akan diikuti oleh menggunakan tali yang sudah
pertambahan nilai sebesar 0.01, dan diberi tanda ukuran (meter) dan di
akan mencapai nilai maksimal 1.0 pada ikat dengan pemberat. Pengukuran
saat dimensi lebar terumbu karang dilakukan diatas kapal di saat sedang
≥1.000 m. Asumsi lebar terumbu dalam lego jangkar atau dalam posisi
karang dengan ukuran ≥1.000 m, normal.
adalah bahwa secara umum lebar • Jarak pemukiman dengan ekosistem
terumbu karang di Indonesia untuk terumbu karang
pulau-pulau kecil maksimal berada Pengukuran jarak ekosistem
pada ukuran tersebut. Selanjutnya terumbu karang dengan pemukiman
setiap pertambahan dimensi panjang penduduk, dibantu dengan menggunakan
mengikuti panjang garis pantai pulau GPS dan Sistem Informasi Geografis (SIG).
terbesar pada lokasi penelitian, maka 2. Parameter Kualitas Perairan
nilai dimensi panjang juga akan Data parameter kualitas perairan yang
bertambah sebesar 0.01 dan akan diukur antara lain : salinitas perairan, suhu
mencapai nilai maksimal sebesar 1.0 perairan, pH perairan. Alat yang digunakan
pada panjang hamparan terumbu untuk mengukur parameter kualitas
karang (Subur 2012). perairan dengan menggunakan Horiba tipe
• Tutupan terumbu karang dan U-52.
lifeform
Pengambilan data dilakukan Analisis data
dengan petunjuk English et al. (1997),
dimana ukuran transek sepanjang Analisis kapasistas adaptif ekosistem
50 m, mengikuti arah garis pantai. terumbu karang
Lokasi pengambilan data ditetapkan
setelah melihat hasil yang diperoleh Komponen analisis yang digunakan
melalui teknik manta-tow, dimana untuk mengetahui kapasitas adaptif

4 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 1-17
ISSN 2087-4871

ekosistem terumbu karang, meliputi Indeks persamaan (English et al. 1997).


Dimensi Terumbu Karang (IDTK), tutupan
karang (%), dominasi lifeform, jumlah
jenis lifeform, jumlah spesies ikan karang,
kedalaman terumbu karang, dan jarak
pemkiman dengan ekosistem terumbu Interpretasi kriteria persentase
karang (km). Persamaan yang digunakan tutupan komunitas karang berdasarkan
untuk menghitung kapasitas adaptif (Gomez & Yap 1988) in (Setyobudiandi et al.
terumbu karang dengan menggunakan 2009) dengan kategori, 0.0–24.9% (buruk),
formula menurut Subur (2012). 5.0–49.9% (sedang), 50.0–74.9% (bagus),
dan 75.0–100.0% (memuaskan).
3. Analisis ikan karang
Analisis kelimpahan ikan karang
dihitung dengan menggunakan rumus yang
dimana :
dikemukakan oleh Odum (1994) sebagai
KPTK = Nilai Kapasitas ekosistem terumbu
berikut :
karang ke-i;
Ni = Total nilai parameter hasil
pengukuran;
Nmax = Nilai maksimum parameter pada
ekosistem terumbu karang.
dimana :
X = kelimpahan ikan;
Nilai kapasitas ekosistem terumbu
∑Xi = jumlah ikan pada stasiun
karang beradapa pada kisaran antara 0.0-
pengamatan ke-i;
1.0, dengan lima kategori yang terdiri dari
n = luas terumbu karang yang diamati
“sangat rendah (0.0≤KPTk≤0.2)”. “Rendah
(m2);
(0.2<KPTk≤0.4)”. “Sedang (0.4<KPTk≤0.6)”.

“Tinggi (0.6<KPTk≤0.8)”. “Sangat Tinggi
Analisis kesesuaian kawasan ekowisata
(0.8<KPTk≤1.0)”.
bahari
1. Indeks dimensi terumbu karang
Analisis kesesuaian yang dilakukan
Hasil pengukuran dimensi panjang
dalam penelitian ini hanya difokuskan untuk
dan lebar terumbu karang, selanjutnya
peruntukan kawasan ekowisata bahari (jenis
penghitungan indeks dimensi terumbu
kegiatan diving dan snorkeling). Pemberian
karang menggunakan persamaan Subur
bobot berdasarkan tingkat kepentingan
(2012).
suatu parameter, sedangkan pemberian
skor berdasarkan kualitas setiap parameter.
Rumus yang digunakan untuk menghitung
nilai kesesuaian ekowisata bahari adalah
dimana : (Yulianda et al. 2010) :
IDTK = Indeks Dimensi Terumbu Karang;
NL = Jumlah total seluruh nilai segmen
dimensi lebar;
SL = Jumlah total segmen dimensi
Lebar;
dimana :
NP = Jumlah total seluruh nilai segmen
IKW = Indeks kesesuaian wisata;
dimensi Panjang
Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor);
SP = Jumlah total segmen dimensi
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori
Panjang.
Nilai IDTK berada pada kisaran antara wisata;
0.0-2.0, yang terdistribusi kedalam lima Penentuaan kelas kesesuaian lahan
kategori yaitu “Sangat Rendah (0.0≤IDTK≤0.4)”. untuk kategori tertentu dapat dilakukan
“Rendah (0.4<IDTK≤0.8)”. “Sedang dengan menghitung nilai interval kelas
(0.8<IDTK≤1.2)”. “Tinggi (0.2<IDTK≤0.6)”. dari masing-masing nilai kesesuaian lahan
“Sangat Tinggi (1.6<IDTK≤2.0)”. ekowisata. Pembagian kelas kesesuaian
2. Analisis tutupan karang ekowisata bahari mengacu pada (Yulianda
Analisis persentase tutupan karang 2007) dibagi menjadi tiga kelas kesesuaian
hidup dengan menggunakan metode yaitu ; Sangat sesuai (S1) dengan IKW
Line Intersect Transect (LIT) berdasarkan >75%, Sesuai (S2) IKW 50-75%, dan Tidak

Pengembangan Ekowisata Bahari.......................................................................................................(KOROY et al.) 5


sesuai (TS) dengan IKW <50%. Setelah dan waktu yang di habiskan dalam setiap
membandingkan nilai interval kelas, unit kegiatan, dapat dilihat pada Tabel 1
selanjutnya pemetaan kelas kesesuaian dan 2.
menggunakan analisis keruangan (spatial
analysis). Penggunaan analisis keruangan Analisis daya dukung adaptif
untuk mengidentifikasi pemanfaatan ruang
dilakukan dengan pendekatan SIG dengan DDA bertujuan untuk menilai
menggunakan software ArcGIS. kemampuan suatu ekosistem dalam
mentolerir aktifitas pengunjung dalam
Analisis daya dukung kawasan pemanfaatan jenis kegiatan tertentu. Untuk
menghasilkan nilai DDA, terlebih dahulu
DDK adalah jumlah maksimum harus memperoleh nilai DDK dan indeks
pengunjung yang secara fisik dapat dimensi setiap ekosistem. Perhitungan yang
ditampung dikawasan yang disediakan digunakan untuk mengetahui nilai DDA
pada waktu tertentu tanpa menimbulkan dengan modifikasi persamaan Subur (2012):
gangguan pada alam dan manusia,
perhitungan DDK mengacu pada Yulianda
et al. (2010).
Keterangan:
/ DDAi = Daya Dukung Adaptif ke-i;
DDKi = Daya Dukung Kawasan ke-i;
Potensi ekologis pengunjung dalam IDEi = Indeks Dimensi Ekosistem ke-i.
melakukan aktifitas berdasarkan unit area

Tabel 1 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)
Unit area
Jenis Kegiatan K (Orang) Keterangan
(Lt)
Selam 2 2000 m² Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m
Snorkeling 1 500 m² Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m
Sumber : Yulianda et al. (2010)

Tabel 2 Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata


Waktu yang dibutuhkan
Jenis Kegiatan Total waktu 1 hari Wt-(jam)
Wp-(jam)
Selam 2 8
Snorkeling 3 6
Sumber : Yulianda et al. (2010)

HASIL DAN PEMBAHASAN ekstrim dan masih dapat ditoleransi berada


pada suhu antara 23 OC – 25 OC dan pada
Kondisi fisik perairan suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi
berkisar antara 36 OC – 40 OC.
Parameter fisik lingkungan perairan Hasil pengukuran salinitas pada
pulau Sayafi dan pulau Liwo yang diamati enam lokasi pengamatan berada pada
adalah parameter perairan yang terkait kisaran 34‰. Nilai parameter suhu
dengan pengembangan wisata diving perairan dari hasil pengukuran, secara
dan snorkeling seperti, suhu, salinitas, umum menunjukkan fenomena alami,
kecerahan dan arus. dimana makin tinggi pergerakan matahari
Pengukuran suhu perairan selama memberikan nilai yang lebih besar. Hal
pengambilan data dilakukan memiliki ini juga dipengaruhi karena tidak adanya
nilai berkisar antara 27 OC hingga 29 OC. muara sungai yang mengalir langsung ke
Nybakken (1988) menjelaskan kisaran perairan laut pulau Sayafi dan Liwo. Suatu
suhu untuk pertumbuhan terumbu karang Perairan dengan dominasi komunitas
yang dapat tumbuh subur dan mendekati mangrove, umumnya massa air yang masuk

6 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 1-17
ISSN 2087-4871

ke perairan laut (outflow) memiliki kadar untuk abiotik terdiri dari sand dan rubble
garam yang relatif lebih rendah (rata-rata sedangkan kategori other terdiri dari turf
32‰) dibandingkan kadar pada perairan algae, bottle brush dan assemblage.
dengan substrat berbatu berkisar 32–35 Pemanfaatan ekowisata bahari dengan
(DKP Provinsi Malut 2012). menikmati ekosistem terumbu karang
Kecerahan perairan di pulau Sayafi sebagai objek dalam kegiatan diving dan
dan pulau Liwo dari hasil penelitian berkisar snorkeling. Tujuan pengunjung dalam
antara 85%–95% dengan kedalaman 3–10m. melakukan penyelaman tidak hanya sebatas
Pengukuran parameter kecerahan perairan untuk menikmati hard coral tetapi soft coral
dilakukan pada waktu siang hari dengan juga menjadi objek dalam wisata diving dan
kondisi cuaca cerah dan tidak berombak. snorkeling. Nontji (2009) menyatakan bahwa
Pengukuran tingkat kecerahan pada kolom dari segi estetika terumbu karang yang
air untuk melihat kemampuan suatu masih utuh menampilkan pemandangan
perairan dalam meloloskan cahaya matahari. yang sangat indah, jarang dapat ditandingi
Tingkat kecerahan dengan kondisi perairan oleh ekosistem lain (Gambar 2).
yang jernih dan cahaya yang cukup, tentu Gambar 2 memperlihatkan komposisi
menjadi faktor paling penting untuk proses tutupan ekosistem terumbu karang di
fotosintesis (Nybakken 1988). Pulau Sayafi dan Liwo berada pada kategori
Arus merupakan gerakan mengalir bagus dan memuaskan. Namun demikian,
suatu massa air yang disebabkan oleh pada beberapa titik pengamatan ditemukan
tiupan angin, perbedaan dalam densitas air karang dalam kondisi kurang baik. Hasil
laut atau pasang surut (Nontji 2009). Pola penyelaman pada enam lokasi pengamatan
arus yang terjadi di sekitar wilayah perairan ditemukan karang dalam kondisi rusak
Halmahera Tengah menunjukkan pola yang (dead coral), seperti di Mandawalai dan
berfluktuasi. Pola fluktuasi tersebut lebih Bucili. Persentase data kerusakan dapat
banyak dipengaruhi oleh pergerakan massa dilihat pada. Kerusakan karang tersebut
air di laut Samudera Pasifik untuk wilayah diindikasikan karena terjadinya aktivitas
sekitar khatulistiwa (DKP Provinsi Maluku penangkapan ikan dengan menggunakan
Utara 2008). Hasil pengukurun kecepatan alat tangkap ikan yang tidak ramah
arus di pulau Sayafi dan pulau Liwo berada lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan
pada kisaran 0.05 – 0.43 m/detik. ditemukannya patahan-patahan karang
dengan jumlah yang cukup besar. Tahun
Kondisi terumbu karang 2008 sebuah penelitian yang dilakukan
oleh DKP Provinsi Maluku Utara juga
Formasi terumbu karang di Pulau menemukan karang dengan kondisi rusak.
Sayafi dan Pulau Liwo tergolong dalam Namun dalam laporan penelitiannya tidak
tipe karang tepi (fringing), dengan dataran mencantumkan angka persentase tutupan
karang yang bervariasi. Friging reef adalah karang hidup dan karang yang rusak.
terumbu karang yang berada dekat dan Selanjutnya DKP Provinsi Maluku Utara
sejajar dengan garis pantai (Nurjanah et (2008), juga mengatakan bahwa hancurnya
al. 2011). Pertumbuhan terumbu karang karang di Pulau Sayafi dan Liwo lebih
tepi yang berada dekat dengan daratan dan banyak diakibatkan oleh penggunaan bahan
berkembang di sekeliling pulau-pulau kecil peledak. Penelitian lain yang dilakukan oleh
dapat menerima pukulan ombak, sehingga Gladstone et al. (2013) menjelaskan bahwa
menopang pertumbuhan karang dengan pembangunan infrastruktur pendukung
baik. English et al. (1997), mengklasifikasi ekowisata yang dibangun di daerah pesisir,
pertumbuhan karang ke dalam enam secara tidak langsung dapat memberikan
kategori yaitu acropora, non-acropora, dead pengaruh lingkungan dan ekosistem
coral, abiotic, soft coral dan other. Untuk perairan laut.
kepentingan analisis ekowisata bahari, Parameter penting lain dalam
maka bentuk pertumbuhan karang seperti penentuan kelas kesesuaian ekowisata
klasifikasi tersebut diatas, kemudian bahari untuk jenis kegiatan wisata diving
dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori dan snorkeling, adalah jenis lifeform. Jenis
berdasarkan data yang ditemukan pada lifeform yang digunakan dalam penentuan
lokasi pengamatan, diantaranya hard coral, kegiatan ekowisata bahari diacu dalam
soft coral, dead coral, abiotic dan other. English et al. (1997). Keseluruhan jenis
Kategori karang hidup terdiri dari acropora, lifeform yang ditemukan pada 6 lokasi
non-acropora dan soft coral, karang rusak pengamatan berjumlah 16 jenis lifeform.
terdiri dari dead coral, dead coral with algae, Jenis lifeform terbanyak ditemukan di

Pengembangan Ekowisata Bahari.......................................................................................................(KOROY et al.) 7


Liwobumdi dan Bucili dengan jumlah di Bucili sebesar (4.70%). Penutupan abiotik
lifeform masing-masing sebanyak 14. berdasarkan hasil pengamatan yang terdiri
Lifeform terendah ditemukan di Mandawalai dari sand dan rubble, ditemukan persentase
dan Kesusah dengan jumlah lifeform tertinggi berada di Mandawalai, sebesar
sebanyak 12. Kehadiran jenis lifeform (15.67%) dan yang terendah terdapat di
yang sama, sebagian besar ditemukan di Liwobumdi, (10.47%). Jenis lifeform lain
semua lokasi pengamatan. Faktor fisik yang terdiri dari turf algae, bottle brush dan
lingkungan perairan seperti suhu, salinitas, assemblage termasuk dalam kategori other.
kecerahan dan kecepatan arus pada lokasi Persentase penutupan tertinggi berada
pengamatan, menjadi parameter penting di Bucili, sebesar (15.66%) dan terendah
bagi pertumbuhan karang (Nybakken 1998). terdapat di Liwobumdi, dengan persentase
Parameter fisik lingkungan perairan pada sebesar (2.39%).
lokasi pengamatan memiliki nilai perbedaan Persentase potensi ekosistem terumbu
yang tidak terlalu signifikan. karang untuk pemanfaatan ekowisata
Kehadiran acropora pada enam bahari merupakan parameter penting
lokasi pengamatan terdiri dari branching, kegiatan snorkeling dan diving. Yulianda
tabular, digitate dan submassive. Untuk et al. (2010) menyebutkan bahwa untuk
non-acropora memiliki pertumbuhan yang melihat kesesuaian ekowisata bahari dengan
terdiri dari submassive, branching, massive, jenis kegiatan snorkeling dan diving, maka
millepora dan foliose. Sedangkan kehadiran parameter tutupan komunitas karang hidup
soft coral pada lokasi pengamatan hanya (hard coral) dan (soft coral) harus memiliki
memiliki tutupan yang sedikit, hal ini angka persentase >50-75% yang termasuk
dipengaruhi oleh keberadaan pulau yang dalam kategori sesuai dan persentase >75%
berhadapan langsung dengan samudera sangat sesuai. Hal ini karena salah satu
Pasifik, sehingga lebih dipengaruhi oleh tujuan pengunjung untuk wisata diving dan
tekanan arus dan pasang surut air laut. snorkeling adalah menikmati keindahan
Kondisi topografi terumbu karang yang terumbu karang dan biota karang. Hasil
berbentuk slope pada bagian dasar perairan analisis tutupan karang di Pulau Sayafi
yang terlindung dari kecepatan arus yang memiliki persentase tutupan sebesar
kuat memberikan peluang pada soft coral 76.9% sedangkan di Pulau Liwo memiliki
sehingga dapat tumbuh dengan baik. angka persentase sebesar 71.6%. Dengan
Persentase dead coral yang diamati demikian, persentase tutupan karang di
pada 6 lokasi pengamatan hanya terdapat di kedua pulau tersebut termasuk dalam
Liwobumdi dan Bucili. Dead coral tertinggi kategori sesuai dan sangat sesuai.
terdapat di Liwobumdi sebesar (25.61%) dan

Pulau Sayafi Pulau Liwo

Gambar 2 Persentase tutupan terumbu karang di Pulau Sayafi dan Pulau Liwo

8 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 1-17
ISSN 2087-4871

Ikan karang dua famili yaitu scaridae dan terapontidae


berjumlah masing-masing 1 ekor, dengan
Kehadiran ikan karang yang hidup persentase (0.04%). Perbandingan persentase
di ekosistem terumbu karang, merupakan tutupan karang dan kelimpahan ikan karang
bagian dari objek pemandangan dalam pada lokasi pengamatan di Pulau Sayafi dan
melakukan wisata diving dan snorkeling. Liwo terlihat pada Gambar 3.
Hasil pengamatan pada 6 lokasi, ditemukan Potensi ekosistem terumbu karang
sekitar 127 jenis ikan karang, yang tergolong dengan keanekaragaman jenis ikan
dalam 21 famili. Persentase famili tertinggi karang pada suatu perairan merupakan
terdapat di Sowlolol sebesar (38.5%), dan satu kesatuan ekosistem. Pengembangan
yang terendah berada di Liwobumdi dengan ekowisata bahari, untuk menentukan kelas
total persentase (4.38%). Persentase famili kesesuaian kegiatan diving dan snorkeling,
dengan kelimpahan individu tertinggi adalah maka parameter penutupan karang dan
pomacentridae sebanyak 2230 ekor, dengan jumlah jenis ikan karang menjadi sangat
persentase (80.77%) sedangkan famili dengan penting untuk di perhatikan.
kelimpahan individu terendah terdapat

Gambar 3 Perbandingan kelimpahan ikan dan jumlah jenis ikan

Kapasitas adaptif ekosistem terumbu hamparan terumbu karang yang cukup


karang luas dan menyebar secara merata, dan
apabila penyebaran dengan nilai yang
Perhitungan kapasitas adaptif rendah dapat menginformasikan bahwa
ekosistem terumbu karang dilakukan areal tersebut terdapat hamparan terumbu
dengan menggunakan 7 parameter yaitu karang yang kecil. Indeks dimensi ekosistem
indeks dimensi terumbu karang, tutupan terumbu karang juga dapat digunakan
karang (%), dominasi lifeform, jumlah untuk menghitung daya dukung adaptif.
jenis lifeform, jumlah spesies ikan karang, Penyebaran ekosistem terumbu karang
kedalaman terumbu karang (m) dan jarak dengan luasan yang besar maupun, akan
dari pemukiman (km) (Tabel 3). sangat berpengaruh terhadap daya dukung
Persentase nilai kapasitas adaptif kawasan ketika dikoreksi (Subur 2012).
berada pada kisaran antara 0.59–0.80. Persentase tutupan karang yang semakin
Semakin tinggi nilai yang dimiliki parameter tinggi menunjukkan tingkat kesehatan
tersebut, maka semakin tinggi pula kapasitas dan kesuburan karang dalam kondisi baik,
adaptif ekosistem terumbu karang. Hasil sehingga menjamin keberlangsungan proses
tersebut menunjukkan bahwa kapasitas ekologi bagi ekosistem terumbu karang dan
adaptif terumbu karang di Pulau Sayafi biota pengisi lainya. Dominasi dan jumlah
dan Liwo termasuk dalam kategori sedang jenis lifeform mengindikasikan bahwa
(0.4<KPTK≤0.6) dan tinggi (0.6<KPTK≤0.8). keanekaragaman terumbu karang pada
Analisis indeks dimensi ekosistem areal tersebut. Indikator spesies ikan karang
terumbu karang bertujuan untuk melihat dengan jumlah yang besar dapat ketahui
penyebaran terumbu karang pada suatu bahwa kondisi terumbu karang masih dalam
kawasan tertentu. Asumsi penyebaran kondisi yang bagus. Kedalaman terumbu
dengan nilai yang tinggi menunjukkan karang dengan kondisi perairan yang cukup
bahwa pada areal tersebut memiliki baik, akan memberikan pangaruh pada

Pengembangan Ekowisata Bahari.......................................................................................................(KOROY et al.) 9


pertumbuhan ekosistem terumbu karang, aktifitas manusia. Tahir et al. (2009)
sedangkan jarak pemukiman dengan menjelaskan bahwa salah satu upaya untuk
ekosistem terumbu karang yang cukup jauh, meningkatkan kapasitas adaptif dari pulau-
akan sangat baik bagi keberlangsungan pulau kecil adalah melakukan pengelolaan
hidup terumbu karang, karena kurang ekosistem pesisir, seperti terumbu karang,
mendapatkan tekanan eksternal dari mangrove dan padang lamun.

Tabel 3. Hasil analisa proksimat Artemia pada semua perlakuan


Komponen
Lokasi
Pulau PTTK
Pengamatan IDTK DL JJL JJIK KDTK JEPP KPTK
(%)
Mandawalai 0.5 81.71 ACB 12 55 1-8 ± 20 0.69
Liwo
Liwobumdi 0.4 61.53 ACB 14 34 1-4 ± 21 0.59
Bucili 0.3 65.60 CM 14 54 1-10 ± 20 0.70
Sowlolol 0.3 80.27 ACB 13 50 1-4 ± 21 0.59
Sayafi
Kesusah 0.3 80.34 CS 12 59 1-6 ± 21 0.69
Piyasili 0.2 81.39 ACB 13 58 1-8 ± 18 0.80
Keterangan: IDTK = Indeks dimensi terumbu karang; PTTK (%) = Persentase tutupan terumbu karang; DL = Dominasi
lifeform; JJL = Jumlah jenis lifeform; JJIK = Jumlah jenis ikan karang; KDTK = Kedalaman terumbu
karang; JEPP = Jarak ekosistem dengan pemukiman penduduk; KAETK = Kapasitas adaptif ekosistem
terumbu karang; T = Tinggi; S = Sedang.

Kesesuaian ekowisata bahari Analisis parameter kesesuaian ekowisata


untuk kegiatan diving memperlihatkan tingkat
Penentuan kelas kesesuaian kawasan kecerahan perairan di enam lokasi pengamatan,
untuk pemanfaatan ekowisata bahari dengan masih dalam kondisi baik, dengan nilai
jenis kegiatan wisata diving dan snorkeling berkisar antara 86%–90%. Parameter tutupan
dengan merujuk pada analisis kesesuaian komunitas karang dengan skor 3 (tiga),
ekowisata bahari dalam (Yulianda et al. terdapat di Mandawalai, Sowlolol, Kesusah
2010). Kesesuaian kawasan untuk jenis dan Piyasili. Hasil analisis menunjukkan
kegiatan diving dan snorkeling pada enam bahwa nilai tutupan komunitas karang di
lokasi pengamatan menunjukkan bahwa Mandawalai memiliki persentase tertinggi
nilai kesesuaian berada pada kategori kelas yaitu 81.71% dan yang terendah terdapat
sangat sesuai (S1) dan kelas sesuai (S2). di Liwobumdi dengan nilai persentase
61.53%. Hasil pengamatan menunjukkan
Wisata diving bahwa terumbu karang di Liwobumdi
dan Bucili termasuk dalam kondisi rusak.
Parameter yang digunakan untuk Persentase kerusakan terumbu karang di
menentukan kelas kesesuaian ekowisata lokasi tersebut sebesar 4.70% (Bucili) dan
bahari kategori wisata diving, terdiri 25.61% (Liwobumdi). Indikasi kerusakan
dari 6 parameter antara lain, kecerahan terumbu karang di lokasi ini, diakibatkan
perairan, tutupan komunitas karang, jenis karena aktifitas penangkapan ikan dengan
lifeform, jenis ikan karang, kecepatan arus menggunakan bahan peledak.
dan kedalaman terumbu karang. Analisis Jenis lifeform yang ditemukan di 6
kesesuaian berdasarkan parameter tersebut, (enam) lokasi pengamatan berkisar antara
diperoleh nilai kesesuaian ekowisata bahari 12–14 jenis lifeform. Jenis lifeform tertinggi
di Pulau Sayafi dan Liwo untuk kategori ditemukan di Liwobumdi dan Bucili,
diving. Kelemahan yang terdapat di lokasi sedangkan jenis lifeform terendah terdapat
tersebut karena pada parameter tutupan di Mandawalai dan Kesusah. Jenis ikan
komunitas karang, jenis ikan karang dan karang yang ditemukan pada masing-masing
kedalaman terumbu karang memiliki stasiun pengamatan hanya mencapai angka
nilai tergolong rendah. Perhitungan kelas tertinggi sebanyak 59 jenis ikan karang.
kesesuian ekowisata bahari untuk jenis Kesusah dan Piyasili merupakan stasiun
kegiatan wisata diving, disajikan pada Tabel pengamatan yang memiliki angka tertinggi
4. untuk jenis ikan karang, sedangkan

10 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 1-17
ISSN 2087-4871

Liwobumdi termasuk sebagai stasiun yang bahwa lokasi yang memiliki kedalaman
memiliki jenis ikan karang paling rendah. lebih dari 6m terdapat di Mandawalai, Bucili
Hasil pengukuran pada 6 lokasi pengamatan dan Piyasili, dengan kedalaman mulai dari
menunjukkan kecepatan arus berkisar 8–10 m. Analisis parameter kesesuaian,
antara 0.05–0.43 m/detik. Kecepatan arus untuk kegiatan wisata diving dengan
tertinggi berada di Bucili, dan yang terendah kedalaman 8-10 m, memperlihatkan ketiga
berada di Mandawalai (Gambar 4). lokasi tersebut berada pada kelas S1 dan
Peruntukan kawasan untuk kegiatan S2. Kelas kesesuaian dari ketiga lokasi ini
diving harus memperhatikan faktor memiliki luas daerah terumbu karang yang
pembatas. Menurut Yulianda (2010) kegiatan dapat dimanfaatkan sebagai wisata diving
diving dapat dilakukan pada kedalaman lebih sebesar 7.84 ha.
dari 6 m. Hasil pengamatan menunjukan

Tabel 4. Hasil analisis kesesuaian ekowisata diving


Pulau Lokasi Luas (ha) IKW (%) Kategori Keterangan
Mandawalai 4.52 88.89 % S1 Sangat Sesuai
Liwo
Liwobumdi 3.62 77.78 % S2 Sesuai
Bucili 2.88 85.19 % S1 Sangat Sesuai
Sowlolol 3.10 87.04 % S1 Sangat Sesuai
Sayafi
Kesusah 3.51 87.04 % S1 Sangat Sesuai
Piyasili 0.44 94.44 % S1 Sangat Sesuai

Gambar 4 Peta kesesuaian ekowisata diving di Pulau Sayafi dan Liwo

Pengembangan Ekowisata Bahari.......................................................................................................(KOROY et al.) 11


Wisata snorkeling S1 terdapat di Mandawalai, Kesusah, dan
Piyasili. Kualitas parameter yang terdapat
Kelas kesesuaian untuk jenis pada 3 lokasi tersebut, memiliki skor yang
kegiatan wisata snorkeling pada enam sangat mendukung kesesuaian wisata
lokasi pengamatan, memiliki kategori snorkeling. Parameter pendukung tutupan
kelas S1 dan S2. Kategori kelas S1 hanya komunitas karang dengan skor 3 terdapat
terdapat di Kesusah, sedangkan kelas S2 di Mandawalai (81.71%), Sowlolol (80.27%),
terdapat di Mandawalai, Liwobumdi, Bucili, Kesusah (80.34%), dan Piyasili (81.39%).
Sowlolol dan Piyasili. Analisis kesesuaian sedangkan yang memiliki skor 2 (dua)
dilakukan dengan mempertimbangkan terdapat di Liwobumdi dan Bucili dengan
7 parameter. Parameter yang digunakan persentase komunitas karang sebesar
dalam menghitung indeks kesesuaian (61.53%-65.60%). Meskipun di Liwobumdi
wisata snorkeling adalah kecerahan dan Bucili memiliki tutupan komunitas
perairan, tutupan komunitas karang, jenis karang paling rendah, akan tetapi parameter
lifeform, jenis ikan karang, kecepatan arus, penting lain seperti kecerahan perairan
kedalaman terumbu karang dan lebar dan jenis lifeform serta parameter lainnya
hamparan datar karang. Matriks kesesuaian dapat mendukung IKW untuk snorkeling.
wisata snorkeling dan wisata diving hampir Parameter lain juga yang dapat mendukung
memiliki kesamaan parameter, hanya pada kesesuaian wisata snorkeling di Liwobumdi
wisata snorkeling ditambahkan parameter dan Bucili antara lain jenis ikan karang
lebar hamparan datar pantai. Meskipun sebanyak 34 jenis, kecepatan arus 0.28 cm/
parameter yang digunakan sama, akan detik, kedalaman terumbu karang 4m dan
tetapi nilai IKW setiap parameter tidak sama lebar hamparan datar karang sebesar 126m.
(Tabel 5). Pengelolaan potensi sumberdaya
Kesesuaian ekowisata bahari kategori alam Pulau Sayafi dan Liwo memerlukan
wisata snorkeling memperlihatkan nilai perencanaan yang matang untuk
IKW tertinggi berada di Piyasili dengan pemanfaatan ekowisata bahari yang
nilai 88.89% dan yang terendah berada di berkelanjutan. Hal ini didukung dengan
Liwobumdi 77.78%. Meskipun hasil analisis parameter yang dikaji seperti potensi
menunjukkan kelas kesesuaian pada 6 ekosistem terumbu karang, ikan karang dan
lokasi pengamatan berada dalam kategori parameter fisik lingkungan perairan di Pulau
S1 dan S2, akan tetapi dalam pemanfaatan Sayafi dan Liwo. Jenis kegiatan ekowisata
ekowisata bahari untuk kegiatan snorkeling bahari dianalisis dengan menggunakan
hanya dapat dilakukan pada kedalaman matriks kesesuaian dan GIS. Analisis
tertentu. Pertimbangan parameter kesesuaian ekowisata bahari dengan
kedalaman terumbu karang untuk jenis menggunakan GIS, kemudian dioverlay
kegiatan snorkeling, dimaksudkan agar dan dibuat dalam bentuk peta kesesuaian
aktifitas pengunjung yang melakukan ekowisata bahari di Pulau Sayafi dan Liwo,
snorkeling tidak menyentuh dan menginjak dengan mengikuti acuan (Hossain & Das
terumbu karang (Gambar 5). 2010) pada Gambar 6. Dari hasil analisis
Perhitungan kesesuaian wisata tersebut, diperoleh tingkat kesesuaian
snorkeling di Liwobumdi, Bucili dan Sowlolol masing-masing jenis kegiatan ekowisata
menunjukkan indeks kesesuaian kawasan bahari dengan luasan sebesar 34.08 ha.
dengan kategori S2, sedangkan kategori

Tabel 5 Hasil analisis kesesuaian ekowisata snorkeling


Pulau Lokasi Luas (ha) IKW (%) Kategori Keterangan
Mandawalai 3.61 87.04 % S1 Sangat Sesuai
Liwo
Liwobumdi 3.48 77.78 % S2 Sesuai
Bucili 4.33 81.48 % S2 Sesuai
Sowlolol 3.63 81.48 % S2 Sesuai
Sayafi
Kesusah 0.70 87.04 % S1 Sangat Sesuai
Piyasili 0.26 88.89 % S1 Sangat Sesuai

12 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 1-17
ISSN 2087-4871

Gambar 5 Peta kesesuaian wisata snorkeling di Pulau Sayafi dan Liwo

Gambar 6 Peta kesesuaian ekowisata bahari Pulau Sayafi dan Liwo

Daya dukung ekowisata bahari lingkungan dan sistem ekologi. Blangy &
Mehta (2006), menambahkan bahwa langkah
UNEP (2001) mengatakan bahwa cepat dalam pengembangan pariwisata
sebagian besar populasi masyarakat dunia diseluruh dunia menyebabkan kerusakan
mendiami wilayah pesisir, dan kebanyakan tak terhitung untuk beberapa sistem ekologi
dari populasi tersebut memperoleh manfaat yang terancam mengalami kepunahan. Oleh
dari penggunaan sumberdaya pesisir dan karena itu, kaitanya dengan pemanfaatan
laut. Aktifitas pemanfaatan sumberdaya sumberdaya alam di Pulau Sayafi dan Liwo
alam untuk pemenuhan sistem sosial dan sebagai ekowisata bahari, diperlukan suatu
ekonomi akan berpengaruh pada proses pendekatan kritis untuk meminimalisir

Pengembangan Ekowisata Bahari.......................................................................................................(KOROY et al.) 13


jumlah pungunjung. bahari di Pulau Sayafi dan Liwo,
Pengembangan ekowisata bahari memperlihatkan jumlah daya tampung
di pulau-pulau kecil memiliki pengaruh orang/hari mencapai 1362, untuk 2
terhadap ekosistem pesisir dan laut. jenis kegiatan. Oleh karena itu, dalam
Salah satu upaya untuk menyeimbangkan pemanfaatannya harus tetap memperhatikan
sumberdaya alam sebagai objek ekowisata faktor fisik lingkungan sebagai objek dari
bahari perlu memperhitungkan daya perjalanan untuk ekowisata. Analisis daya
dukung kawasan DDK dan DDA. DDK dukung ditujukan pada pengembangan
ekowisata bahari, dilakukan untuk wisata bahari dengan memanfaatkan
melihat kemampuan suatu kawasan dalam potensi sumberdaya pesisir, pantai dan
menampung pengunjung. Sedangkan DDA pulau-pulau kecil secara lestari (Yulianda
dilakukan untuk menghindari tekanan oleh et al. 2010). Menurut Bengen (2012),
pengunjung terhadap suatu ekosistem di menyatakan bahwa daya dukung sebagai
pulau-pulau kecil. Analisis DDK dan DDA tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau
dibuat untuk kegiatan ekowisata bahari. ekosistem secara berkesinambungan tanpa
Tratalos & Austin (2001), menjelaskan menimbulkan kerusakan sumberdaya alam
bahwa aktifitas ekowisata diving dan dan lingkungannya.
snorkeling memiliki dampak yang cukup Perhitungan DDK dan DDA untuk
berpengaruh terhadap ekosistem karang, ekowisata bahari menggunakan pendekatan
apabila jumlah penyelaman telah melebihi kawasan dan ekosistem, masing-masing
kapasitas, namun dilain sisi menurut (Ong memiliki nilai yang berbeda. Pendekatan
& Musa 2012) mengatakan bahwa perilaku kawasan untuk melihat kemampuan
penyelam ketika berada di bawah air masih suatu kawasan pulau-pulau kecil dalam
sangat bertanggung jawab. menampung pengunjung, sedangkan
Daya dukung sebagai suatu konsep pendekatan ekosistem untuk melihat
yang didasarkan pada pendekatan kapasitas adaptif ekosistem terumbu karang
lingkungan dan merupakan bagian penting dalam mentoleransi pengaruh eksternal.
dalam kajian pengelolaan sumberdaya Daya dukung adaptif dilakukan untuk
alam. Daya dukung didefinisikan sebagai mengetahui seberapa besar kamampuan
kemampuan alam dalam mentolerir aktifitas suatu ekosistem di pulau kecil dapat
manusia. Perhitungan daya dukung kawasan ditoleransi setiap kegiatan yang berlangsung
ekowisata bahari berdasarkan karakteristik sehingga fungsi-fungsi sistem suatu pulau
sumberdaya dan peruntukannya. Yulianda tetap berjalan (Subur 2012). Daya dukung
et al. (2010) menyatakan bahwa daya adaptif dapat dihitung setelah mendapatkan
dukung diving dan snorkeling ditentukan nilai IDTK dan nilai DDK. Berdasarkan hasil
berdasarkan pada luas terumbu karang tersebut, kemudian digunakan nilainya
yang dapat dimanfaatkan, potensi ekologis untuk menentukan DDA bagi suatu
pengunjung per satuan unit area yang peruntukkan berdasarkan daya dukung
digunakan untuk beraktifitas dan alam kawasan. Daya dukung adpatif ekosistem
masih mampu untuk mentolerir kehadiran terumbu karang juga digunakan untuk
pengunjung dan prediksi waktu yang mengoreksi jumlah kunjungan berdasarkan
dibutuhkan untuk setiap jenis kegiatan DDK. Hal ini bertujuan untuk menjaga
(Tabel 6). keseimbangan ekosistem pada suatu pulau
Perhitungan DDK untuk ekowisata kecil yang akan dimanfaatkan sebagai
bahari, didasarkan pada hasil analisis ekowisata bahari. Dengan pendekatan
kesesuaian lahan tiap jenis kegiatan tersebut, diharapkan dapat menjaga
tertentu yang memiliki nilai kesesuaian keberlangsungan ekologi dan keberlanjutan
berada pada kategori kelas S1 dan S2. ekowisata bahari di Pulau Sayafi dan Liwo.
Keseluruhan kelas kesesuian untuk jenis Perbandingan daya dukung kawasan dan
kegiatan diving dan snorkeling di Pulau daya dukung adaptif berdasarkan tingkat
Sayafi dan Liwo termasuk dalam kategori S1 kesesuaian ekowisata bahari untuk wisata
dan S2. Perhitungan DDK untuk ekowisata diving dan snorkeling, ditampilkan pada
bahari menunjukkan bahwa jenis kegiatan Gambar 7 dan Gambar 8.
diving memiliki daya tampung sebanyak 723 Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar
orang/hari dengan luasan sebesar 18.07ha. 8 dapat diinformasikan bahwa distribusi
Luas kawasan untuk snorkeling sebesar pengunjung berdasarkan daya dukung
16.01ha dengan kemampuan menerima kawasan dan daya dukung adaptif untuk
kunjungan sebanyak 639 orang/hari. ekowisata bahari dengan jenis kegiatan
Hasil analisa daya dukung ekowisata wisata diving dan snorkeling yang dapat

14 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 1-17
ISSN 2087-4871

dimanfaatkan di Pulau Sayafi dan Liwo. Telah ekowisata bahari yang berkelanjutan perlu
terjadi perubahan kapasitas pengunjung memperhatikan faktor pembatas untuk
antara DDK dan DDA setelah dikoreksi. Hal masing-masing jenis kegiatan yang akan di
ini dimaksudkan agar meminimalisir tekanan manfaatkan. Daya dukung ekowisata bahari
eksternal dari aktifitas pengunjung dalam juga di harapkan dapat menyeimbangkan
memanfaatkan ekosistem terumbu karang tingkat aktifitas pengunjung untuk setiap
dan ekosistem pesisir lainnya sebagai objek kegiatan.
untuk berwisata. Pendekatan pengelolaan

Tabel 6 Nilai DDK dan DDA untuk ekowisata bahari Pulau Sayafi dan Liwo
Daya Dukung
No Jenis Kegiatan Luas Area Daya Dukung Adaptif
Kawasan
1 Wisata diving 18.07 ha 723 260
2 Wisata snorkeling 16.01 ha 639 231
Total 1362 Orang/hari 491 Orang/hari

Gambar 7 Perbandingan DDK dan DDA untuk ekowisata diving

Gambar 8 Perbandingan DDK dan DDA untuk ekowisata snorkeling

Pengembangan Ekowisata Bahari.......................................................................................................(KOROY et al.) 15


KESIMPULAN wordpress.com/ tag/ pariwisata-
bahari/
Kesesuaian ekowisata bahari untuk [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan
wisata diving dan snorkeling, terdapat dua Provinsi Maluku Utara, Bekerjasama
kategori kesesuaian, diantaranya kelas Dengan CV. Panca Asri Planning
Sesuai (S2) dan kelas Sangat Sesuai (S1). Consultant, 2008. Laporan akhir,
Wisata diving dengan luasan 18.07 ha, Penyusunan Rencana Tata Ruang
memiliki kelas kesesuaian kategori S1 Laut, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
terdapat di Mandawalai, Bucili, Sowlolol, Kabupaten Halmahera Tengah Tahun
Kesusah dan Piyasili, sedangkan kelas 2008. Ternate (ID): DKP Malut.
kesesuaian kategori S2 terdapat di [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Liwobumdi. Ekowisata snorkeling dengan Maluku Utara, 2012. Identifikasi
luasan 16.01 ha, termasuk dalam kategori Calon Kawasan Konservasi Perairan
S1 terdapat di Mandawalai, Kesusah dan Pulau Jiew, Provinsi Maluku Utara
Piyasili, sedangkan kategori S2 berada di Tahun 2012. Ternate (ID): DKP Malut.
Liwobumdi, Bucili dan Sowlolol. English S, Wilkinson S and Baker V.
Daya dukung kawasan (DDK) pulau 1997. Survey Manual for Tropical
Sayafi dan Liwo sebagai ekowisata bahari Marine Resources. Australian Institut
dengan jenis kegiatan wisata diving memiliki of Marine Science. London (BG):
kapasitas pengunjung sebanyak 723 orang, Townsville.
dan daya dukung adaptif (DDA) 260 orang, Gladstone W, Curley B, Shorki MR. 2013.
dengan potensi ekologis 18.07 ha. Wisata Enviromental impacts of tourism in
snorkeling memiliki DDA sebanyak 231 the Gulf and the Red Sea. Marine
orang dari DDK 639 orang, memiliki potensi Pollution Bulletin. 09 (2012)017. 375-
ekologis 16.01 ha. Jadi total keseluruhan 388.
pengunjung untuk ekowisata diving dan Gomez ED, Yap HT. 1988. Monitoring Reef
snorkeling dengan pendekatan ekologi (DDA) Condition in Kenchington, R.A. and
di pulau Sayafi dan Liwo sebanyak 491 B. E. T. Hudson (ed.): Coral Reef
orang/ hari. Management Hand Book. Jakarta (ID)
UNESCO Regional Office for Science
UCAPAN TERIMA KASIH and Technology for South East Asia.
Gossling S. 1999. Ecotourism: a Means to
Ucapan terima kasih penulis Safeguard Biodiversity and Ecosystem
sampaikan kepada Pemerintah Provinsi Functions. Ecological Economics. 12
Maluku Utara, Pemerintah Kabupaten (99) -9. 303-320.
Halmahera Tengah, Bappeda, Dinas Hossain SM, Das NG. 2010. GIS-based
Kelautan dan Perikanan Kabupaten multi-criteria evaluation to land
Halmahera Tengah serta instansi terkait suitability modelling for giant prawn
yang telah memberikan dukungan data (Macrobrachium rosenbergii) farming
dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih in Companigonj Upazila of Noakhali,
juga diucapkan kepada masyarakat di Bangladesh. Computers and Electrics
Kecamatan Patani Utara atas dukungan in Agriculture. 10 (2009):003. 172–
dan partisipasinya selama penelitian. 186.
Lindberg K, Hawkins DE. 1995. Ekoturism:
DAFTAR PUSTAKA Petunjuk Untuk Perencana dan
Pengelola. The Ecoturism Society.
Bengen DG, Retraubun SW Alex, Saad S. North Bennington, Vermont.
2012. Menguak Realitas dan Urgensi Penerjemah. Jakarta (ID): Yayasan
Pengelolaan Berbasis Eko-Sosio Sistem Alam Mitra Indonesia. Terjemahan
Pulau-Pulau Kecil. Bogor (ID): Pusat dari: The Ecoturism Society.
Pembelajaran dan Pengembangan Nontji A. 2009. Laut Nusantara. Jakarta
Pesisir dan Laut (P4L). (ID): Djambatan.
Blangy S, Mehta H. 2006. Ecotourism Nurjanah, Abdullah A, Kustiariyah. 2011.
and ecological restoration. Nature Pengetahuan dan Karakteristik
Conservation. 14 (2006) 233-236. Bahan Baku Hasil Perairan. Bogor
Dahuri R. 2009. Strategi Pengembangan (ID): IPB Pr.
Ekowisata Bahari. [internet] [diunduh Nybakken JW. 1998. Biologi Laut Suatu
pada tanggal 3 Sep 2015]; tersedia Pendekatan Ekologis. Penerjemah. M.
pada: https:// rokhmindahuri. Ediman, Koesoebiono, DG. Bengen,

16 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 8 No. 1 Mei 2017: 1-17
ISSN 2087-4871

M. Hutomo, S. Sukardjo. Jakarta [diunduh 31 Aug 2015]; tersedia


(ID). PT. Gramedia. Terjemahan pada: https:// www. ecotourism. org
dari: Marine Biology An Ecological /what -is-ecotourism.
Approach. Tratalos JA, Austin TJ. 2001. Impacts
Odum. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. of recreational SCUBA diving on
Yogyakarta (ID) Gadjah Mada coral communities of the Caribben
University Pr. island of Grand Cayman. Biological
Ong TF, Musa G. 2012. Examining Conservation. 3207(01): 8. 4-5.
the influences of experience, Tsaur SH, Lin YC, Lin JH. 2006. Evaluating
personality and attitude on SCUBA ecotourism sustainability from the
divers’ underwater behaviour: A integrated perspective of resource,
structural equation model. Tourism community and tourism. Tourism
Management. 02 (2012): 007. 1521- Management. 02 (2005): 006.
1534. Wikipedia. 2015. Ekowisata. [internet].
[PERMENDIKBUD] Peraturan Menteri [diunduh 2015 Sept 3]. Tersedia
Kebudayaan Pariwisata. Nomor: pada: https://id.wikipedia.org/wiki/
KM.67/UM.001/MKP/2004. Tentang Ekowisata.
pedoman umum pengembangan Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai
pariwisata di pulau-pulau kecil. Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Jakarta (ID): Menteri Kebudayaan Pesisir Berbasis Konservasi. Seminar
dan Pariwisata. Sains pada Departemen MSP, FPIK
Ross S, Wall G. 1999. Evaluating ecotourism: IPB. 21 Februari 2007; Bogor,
The case of North Sulawesi, Indonesia. Indonesia. Bogor (ID): Departemen
Tourism Managrment. 5177(99): 40- MSP IPB.
0. 673-682. Yulianda F, Fahrudin A, Hutabarat AA,
Sitomorang DBM, Mirzanti IR. 2012. Harteti S, Kusharjani, Kang HS.
Social entrepreneurship to develop 2010. Pengelolaan Pesisir dan
ecotourism. Procedia Economics and Laut Secara Terpadu (Integrated
Finance. 4 (2012) 398-405. Coastal and Marine Management).
Subur R. 2012. Daya Dukung Ekowisata Bogor (ID): Pusdiklat Kehutanan-
Dengan Pendekatan Kapasitas Adaptif Departemen Kehutanan Ri, Secem–
Ekologi Di Pulau-Pulau Kecil, Kasus Korea International Cooperation Agency.
Gugus Pulau Guraici Kabupaten Zhang H, Lei SL. 2012. A Structural Model
Halmahera Selatan Provinsi Maluku of Reaident’s Intention to Participate
Utara. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut in Ecotourism: The Case of a Wetland
Pertanian Bogor. Community. Tourism Managrment.
[TIES] The International Ecoturism Society. 09 (2011): 012. 916-925.
2015. What is Ecotourism. [internet]

Pengembangan Ekowisata Bahari.......................................................................................................(KOROY et al.) 17

You might also like