You are on page 1of 12

OBAT ANTI-PSIKOSIS

Sinonim : NEUROLEPTCIS, MAJOR TRANQUILLIZERS, ATARACTIS


ANTIPSYCHOTICS, ANTIPSYCHOTIC DRUGS, NEUROLEPTIKA
Obat Acuan : Cholrpomazine (CPZ)

SEDIAAN OBAT ANTI-PSIKOSIS dan DOSIS ANJURAN


(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Edisi 2013 / 2014)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Chlorpromazine CHLORPROMAZINE (Indofarma) Tab. 25-100 mg 300-1000 mg/h
CEPEZET (Mersifarma) Tab 100 mg, 50-100 mg (im)
Ampul 50 mg/2cc Setiap 4-6 jam
Haloperidol HALOPERIDOL (Indofarma) Tab. 0,5-1,5 mg 5 – 20 mg/h
Tab 5 mg,
DORES (Pyridam) Cap 5 mg
Tab 1,5 mg
SERENACE (Pfizer-Pharmacia) Tab 0,5-1,5 mg
5 mg
Liq 2 mg/ml
Amp 5 mg/cc 5-10 mg (im)
Dapat diulang setiap ½ jam
(maksimum 20 mg/h)

LODOMER (Mersifarma) Tab 2-5 mg 5-10 mg(im)


Amp. 5mg/cc 5-20 mg/h
HALDOL DECANOAS (Janssen) Tetes 2mg/ ml 50 mg (im) setiap 2-4
Amp. 50mg/cc minggu
3 Fluphenazine SIKZONOATE (Mersifarma) Vial 25 mg/cc 12,5-25 mg (im) setiap 2-4
decanoate minggu
4 Trifluoperazine STELAZINE (Pharos) Tab 1-5 mg 15-50 mg/h
STELOSIS (Mersifarma) Tab 1-5 mg
5 Sulpride DOGMATIL FORTE (Delagrange) Amp 100 mg/2cc 3-6 amp/h (im)
Tab 200 mg 300-600 mg/h
6 Paliperidone INVEGA (Janssen) Tab. SL 6 mg 6 mg/h
7 Risperidone RISPERIDONE OGB MERSI Tab 1-2-3 mg 2-8 mg/h
(Mersifarma)
RISPERIDONE OGB DEXA Tab 2 mg
(Dexa medica)
RISPERDAL (Janssen) Tab 1-2-3 mg
RISPERDAL CONSTA Vial 25 mg/cc 25-50 mg (im) / 2 minggu
50 mg/cc
NERIPROS (Pharos) Tab 1-2-3 mg
Tetes 1 mg/ml
PERSIDAL (Mersifarma) Tab 1-2-3 mg
NODIRIL (Actavis) Tab 1-2 mg
NOPRENIA (Novell Pharma) Tab 1-2-3 mg
ZOFREDAL (Kalbe Farma) Tab 1-2-3 mg
8 Clozapine CLOZARIL (Novartis) Tab 25-100 mg 150 – 600 mg/h
CLOPINE (Ikapharmindo) Tab 25-100 mg
CLORILEX (Mersifarma) Tab 25-100 mg
CLOZAPINE OGB MERSI (Mersifarma) Tab 25-100 mg
LUFTEN (Pharos) Tab 25-100 mg
9 Quetiapine SEROQUEL (Astra Zeneca) Tab. IR 25-100-200- 300 – 800 mg/h
300 mg
Tab.XR : 50-300-400
mg
10 Olanzapine ZYPREXA (Eli Lily) Tab 5-10 mg 10-30 mg/h
Vial 10 mg/ml (im) Dapat diulang setiap 2 jam
Tab. Zydis 5-10 mg (maksimal 30mg/h)
REMITAL (Pharos) Tab 5-10 mg
OLANDO (Sandoz) Tab 5-10 mg
ONZAPIN (Actavis) Tab 5-10 mg
11 Zotepine LODOPIN (Kalbe Farma) Tab. 25-50 mg 75-100 mg/h
12 Aripirprazole ABLIFY (Otsuka) Tab. 10-15 mg 10-15 mg/h

Tab. Discmet 10-15 Dosis 1x30 mg/h


mg
Vial 9,75 mg/ 1,3 ml 7,50 mg/ml (im)
Dapat diulangi 2 jam
(maksimal 29,25 mg/h)
Tetes 1mg/ml 1ml = 20 tetes
PENGGOLONGAN
I. OBAT ANTI-PSIKOSIS TIPIKAL (TYPICAL-ANTI PSYCHOTICS)
1. Phenothiazine
 Rantai Aliphatic : CHLORPROMAZINE (Largactil)
 Rantai Piperazine : PERPHENAZINE (Trilafon)
TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)
FLUPHENAZINE (Anatensol)
 Rantai Piperidine : THIORIDAZINE (Melleril)
2. Butyrophenone : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace,dll
3. Diphenyl-butyl-piperidine : PIOMOZIDE (Orap)

II. OBAT ANTI-PSIKOSIS ATIPIKAL (ATYPICAL ANTI PSYCHOTICS)


1. Benzamide : SULPRIDE (Dogmatil)
2. Dibenzodiazepine : CLOZAPINE (Clozaril)
OLANZAPINE (Zyprexa)
QUETIAPIENE (Seroquel)
ZOTEPINE (Lodopin)
3. Benzisoxazole : RISPERIDON (Risperdal)
ARIPIPRAZOLE (Abilify)

INDIKASI PENGGUNAAN

Gejala Sasaran (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS


Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis
- Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality
testing ability), bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness)
yang terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan daya
tilikan diri (insight) terganggu.
- Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala
POSITIF : gangguan asosiasi pikiran (inkohherensi), isi pikiran yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak
sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak terkendali
(disorganized), dan gejala NEGATIF : gangguan perasaan (afek tumpul,
respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif,
apatis), gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang stereotip
dan tidak ada insiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung
menyendiri (abulia).
- Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam
gejala : tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan
kegiatan rutin.
Sindrom Psikosis dapat terjadi pada:
- Sindrom Psikosis Fungsional : Skizofrenia, Psikosis paranoid,
Psikosis Afektir, Psikosis Reaktif singkat dll
- Sindrom Psikosis Organik : Sindrom Delirium, Dementia,
Intoksikasi alkohol, dll

MEKANISME KERJA
Hipotesis : Sindrom Psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter
Dopamine yang meningkat.
(Hiperaktivitas sistem dopaminergik sentral)
Mekanisme kerja Obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade Dopamine
pada reseptor pasca-sinaptik neuron di Otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala
POSITIF. Sedangkan Obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap
“Dopamine D2 Receptors”, juga terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-
dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala NEGATIF.

PROFIL EFEK SAMPING


Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa :
- Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
- Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
- Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson :
tremor, bradikinesia, rigiditas).
- Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (Jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Efek samping ini ada yang dapat di-tolerir oleh pasien, ada yang lambat,
dan ada yang sampai membutuhkan obat simtomatis untuk meringankan
penderitaan pasien.
Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah
“optimal response with minimal side effects”
Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia
(gerakan berulang involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota
gerak, dimana pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi
pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia
lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis (non
dose related).
Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa
dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian
obat antiparkinson atau L-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-
psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi
ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian akibat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang
kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama
dimakan.

INTERAKSI OBAT
 Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensial efek samping obat dan tidak ada bukti
lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya,
Chlorpromazine + Reserpine potensial efek hipotensif.
 Antipsikosis + Antidepresan trisiklik efek samping antikolinergik meningkat (hati-
hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).
 Antipsikosis + anti ansietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus
dengan gejala gaduh gelisahyang sangat hebat ( acute adjunctive therapy)
 Antipsikosis + ECT= dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi
hari sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka
mortalitas yang tinggi.
 Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih
besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah
obat anti-psikosis Haloperidol.
 Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antipsikosis menurun disebabkan
gangguan absorbsi.

CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
 Paa dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
sekunder (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
Anti-Psikosis Mg.Eq Dosis (Mg/h) Sedasi Otonomik Eks. Piramidal
Chlorpromazine 100 150 – 1600 +++ +++ ++
Thioridazine 100 100 – 900 +++ +++ +
Perphenazine 8 8 – 48 + + +++
Trifluoperazine 5 5 – 60 + + +++
Fluphenazine 5 5 – 60 ++ + +++
Haloperidol 2 2 – 100 + + ++++
Pimozide 2 2–6 + + ++
Clozapine 25 25 – 200 ++++ + -
Zotepine 50 75 – 100 + + +
Sulpiride 200 200 – 1600 + + +
Risperidone 2 2–9 + + +
Quetiapine 100 50 – 400 + + +
Olanzapine 10 10 – 20 + + +
Aripiprazole 10 10 – 20 + + +

 Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang


dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
Misalnya pada contoh sbb:
Chlorpromazine dan Thiridazine yang efek samping sedatif kuat terutama
digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan : gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku, dll. Sedangkan
Trifluoperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemah
digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan : apatis, menarik
diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan insiatif, hipoaktif, waham,
halusinasi, dll. Tetapi obat yang terakhir ini paling mudah menyebabkan
timbulnya gejala ekstrapiramidal pada pasien yang rentan terhadap efek
samping tersebut perlu digantikan dengan Thioridazine (dosis ekivalen) dimana
efek samping ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai
timbul “tardive dyskinesia” obat anti psikosis yang tanpa efek samping
ekstrapiramidal adalah Clozapine.
 Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan
obat anti-psiosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.
 Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat
anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolelir dengan baik efek
samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
 Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin)
lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak
terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis –atipikal perlu
dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat
mentolelir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan
adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical complication).

Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
- Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x/hari)
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas
hidup pasien.
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan
setiap 2-3 hari  sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom
Psikosis)  dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan  “dosis
optimal” dipertahankan sekitar 8 – 12 minggu (stabilisasi)  diturunkan setiap 2
minggu  “dosis maintenance”  dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi
“drug holiday” 1-2 hari/minggu)  tapering off (dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu)
 stop.

Lama Pemberian
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode” terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian
yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali.
Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung
menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian
baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali.
Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat,
metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis.
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk “Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah
hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.
Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat
walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan
obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic
Rebound” : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain.
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi
Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3 x 2 mg/h).
Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis +
antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan
lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson.

Penggunaan Parenteral
Obat anti-psikosis “Long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau
Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu, sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan peroral lebih dahulu
beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian
baru ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.
Pemberian obat anti-psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia 15-25 % kasus
menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.

PERHATIAN KHUSUS
 Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya :
Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi
Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi Noradrenaline (Norepinephrine)
sebagai “alpha adrenergic stimulator”.
Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa dan
beta adrenergic stimulator” sehingga efek beta adrenergic tetap ada dan dapat
terjadi shock.

Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun


setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5 – 10 menit.

Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (LEVOPHED Abbot


atau RAIVAS – Dexa Medica atau Vascon- Fahrenheit) Ampul 4 mg/4 cc
dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3 cc/menit.

Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejala


Ekstrapiramidal / Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet
Trihexyphenidyl (Artane) 3 – 4 x2 mg/hari, sulfas atropine 0,50 – 0,75 mg (im).

Apabila sindrom parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara


bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat anti
parkinson.

Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari 3
bulan (risiko timbul “atropine toxic syndrome”). Tidak dianjurkan pemberian
“antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi
penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma
rendah dan dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang
dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai dosis
efektif.
 “Rapid Neuroleptizattion” : Haloperidol 5 – 10 mg (im) dapat diulangi setiap 2
jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam
sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi,
hiperaktivitas psikomotor, impulsif menyerang, gaduh, gelisah, perilaku destruktif
dll).
 Kontraindikasi :i
- Penyakit hati (hepato-toksik)
- Penyakit darah (hemato-toksik)
- Epilepsi (menurunkan ambang kejang)
- Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
- Febris yang tinggal (thermoregulator di SSP)
- Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat)
- Penyakit SSP (parkinson, tumor otak, dll)
- Gangguan kesadaran disebabkan “CNS-depressant” (kesadaran makin
memburuk)
 Pemakaian Khusus
- Thioridazine dosis kecil sering digunakan untuk pasien anak dengan
hiperaktif, emosional labil dan perilaku destruktif. Juga sering digunakan pada
pasien usia lanjut dengan gangguan emosional (anxietas, depresi, agitasi)
dengan dosis 20-200 mg/hari.
- Haloperidol dosis kecil untuk “Gilles de la Tourette’s Syndrome” sangat
efektif. Gangguan ini biasanya timbul mulai antara umur 2 sampai 15 tahun.
Terdapat gerakan-gerakan involunter berulang, cepat dan tanpa tujuan, yang
melibatkan banyak kelompok otot (tics). Disertai tics vokal yang multipel
(misalnya suara “klik”, dengusan, batuk, menggeram, menyalak, atau kata-
kata/kata kotor/koprolalia). Pasien mampu menahan tics secara volunter
selama beberapa menit sampai beberapa jam.
 Sindrom Neuropletik Maligna (SNM) merupakan kondisi mengancam
kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat psikosis (khususnya pada
“long acting” dimana risiko ini lebih besar). Semua pasien yang diberikan obat
anti-psikosis mempunyai risiko untuk terjadi SNM tetapi dengan kondisi
dehidrasi, kelelahan atau malnutrisi, risiko ini akan menjedi lebih tinggi.
Butir-butir diagnostik SNM :
0
- Suhu badan lebih dari 38 C (hyperpirexia)
- Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)
- Terdapat gejala disfungsi otonomik (incontinensia urinae)
- Perubahan status mental
- Perubahan tingkat kesadaran
- Gejala tersembut timbul dan berkembang dengan cepat

Pengobatan :
- Hentikan segera obat anti-psikosis
- Perawatan suportif
- Obat dopamine agonist (bromokriptin 7,5 – 60 mg/h 3 dd, I – dopa 2 x 100
mg/h, atau amantadin 200 mg/h)
 Pada pasien usia lanjut atau dengan Sindrom Psikosis Organik, obat
anti- psikosis diberikan dalam dosis kecil dan minimal efek samping
otonomik (hipotensi ortostatik) dan sedasi-nya yaitu golongan “high potency
neuroleptics”, misalnya Haloperidol, Trifluoperazine, Flupherazine atau anti-
psikosis atipikal. Penggunaan pada wanita hamil, berisiko tinggi anak yang
dilahirkan menderita gangguan saraf ekstrapiramidal.

You might also like