You are on page 1of 15

Tinjauan Kepustakaan

Program Latihan pada Penderita dengan Faktor Resiko Kardiovaskular


Tinton Pristianto, Meity Ardiana

Departemen - SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler


Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Abstract
Cardiovascular disease is the leading cause of morbidity and mortality. The main goal of
preventing CVD is controlling risk factors through changes such as a healthier diet and increased
physical activity. Measurement of cardiovascular risk factors with the SCORE system can estimate
the 10-year risk of cardiovascular disease. Obesity, hypertension, dyslipidemia and diabetes mellitus
are the main risk factors for CVD. Calculating cardiovascular risk factors can determine the
recommended physical exercise to help prevent CVD events and control risk factors.
Recommendations for undertaking an exercise program require information about physiological
responses, an understanding of the concepts and characteristics of physical activity, and their
implications for exercise or exercise. The basic principles of training can be explained using the FITT
concept (Frequency, Intensity, Time, and Type) of training. Patients with risk factors for obesity are
advised to do endurance training with moderate intensity for at least 150 minutes / week and combine
it with resistance training sessions every 3 weeks. Patients with hypertension are advised to do at
least 30 minutes of moderate intensity dynamic aerobic exercise for 5-7 days per week and additional
resistance training is recommended for 2-3 days per week. Patients with dyslipidemia are advised to
do 3.5-7 hours of vigorous physical exercise per week or 30-60 minutes every day, while patients with
hypertriglyceridemia or hypercholesterolemia are recommended to do a higher intensity exercise.
The ideal exercise program to achieve optimal benefits in diabetes mellitus patients is 30 minutes of
minimal daily exercise with moderate intensity, 15 minutes of resistance training, and activities with
lighter intensity every 30 minutes and performed almost every day. In groups with cardiovascular risk
factors, if they are going to do high or very high intensity exercise, it is advisable to do an exercise
test with a maximum target heart rate to see asymptomatic CHD conditions or other cardiovascular
risks that arise with exercise.

Keywords: CVD, SCORE, exercise program, risk factor

PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama morbiditas dan kematian dini di seluruh
dunia1. Cara untuk memprediksi efek dari faktor risiko ini adalah dengan menggunakan tabel risiko
yang bisa memperkirakan kemungkinan terjadinya penyakit kardiovaskular atau meninggal dalam
rentang waktu tertentu. Salah satu untuk mengukur faktor resiko kardiovaskular tersebut adalah
dengan sistem SCORE (Systematic COronary Risk Evaluation) yang memperkirakan risiko 10 tahun
kejadian aterosklerotik; baik serangan jantung, stroke, aneurisma aorta, atau kejadian jantung lainnya.
Menurut kriteria SCORE, setiap orang dengan penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun akan terjadi
risiko kematian 5% atau lebih berada pada setiap peningkatan faktor risiko 2.
Pada penilaian faktor resiko kardiovaskular, manajemen penyakit kardiovaskular juga harus
memiliki pendekatan multifaktorial agar menghasilkan efek yang lebih besar 2. Tujuan utama
pencegahan penyakit kardiovaskular adalah pengendaliannya faktor risiko melalui perubahan seperti

1
pola makan yang lebih sehat dan peningkatan aktivitas fisik. Upaya terapeutik diarahkan menurunkan
tekanan darah, trigliserida, dan LDL kolesterol, penghentian merokok, dan mengendalikan glikemia,
sehingga mengurangi kemungkinan kejadian kardiovaskular atau kematian 3. Latihan fisik adalah
aktivitas yang terencana, terstruktur, dan berulang dilakukan dengan tujuan mempertahankan atau
meningkatkan satu atau lebih banyak komponen struktur fisik 4. Telah dibuktikan bahwa aktivitas fisik
yang teratur dapat mengurangi kejadian infark miokard. Efek ini telah diamati dan berefek baik pada
pria maupun wanita dari segala usia dan di berbagai belahan dunia 5.

Gambar 1.
Algoritma Penilaian Faktor Resiko pada Penderita dengan Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular 8

PENILAIAN FAKTOR RESIKO KARDIOVASKULAR


Meskipun olahraga juga bermanfaat pada pasien dengan penyakit kardiovaskular , namun risiko
yang terkait dengan olahraga pada kelompok ini juga meningkat. Individu dengan beberapa faktor
risiko lebih mungkin terjadi penyakit kardiovaskular. Penilaian kemungkinan penyakit kardiovaskular
subklinis dilakukan dengan menghitung akumulasi risiko melalui skor risiko seperti penilaian faktor
risiko SCORE serta mempertimbangkan faktor risiko individu seperti kolesterol total yang sangat
tinggi dan LDL, diabetes mellitus, atau riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan penilaian ini risiko penyakit kardiovaskular dengan SCORE, seseorang dapat
dikategorikan mulai dari risiko rendah sampai resiko sangat tinggi 6. Evaluasi pendahuluan terdiri dari
penilaian diri adanya gejala dan perhitungan SCORE. Individu yang terbiasa aktif dan berisiko rendah
atau sedang, tidak ada batasan untuk berolahraga termasuk olahraga kompetitif. Individu dengan

2
risiko tinggi atau sangat tinggi mungkin jika berencana untuk melakukan latihan dengan intensitas
tinggi harus menjalani pemeriksaan fisik, EKG dan uji stres latihan. Tujuan dari tes latihan ini adalah
untuk mengidentifikasi penyakit jantung koroner dan untuk menilai adanya aritmia akibat aktivitas.
Individu dengan gejala, temuan abnormal pada pemeriksaan fisik, EKG abnormal, atau abnormal tes
latihan harus dicari penyebabnya lebih lanjut sesuai panduan 7.

Gambar 2.
Sistem SCORE untuk Menilai Resiko Penyakit Kardiovaskular8

3
KLASIFIKASI DAN KARAKTER PROGRAM LATIHAN
Rekomendasi untuk melakukan program latihan membutuhkan informasi tentang respon
fisiologis, pemahaman tentang konsep dan karakteristik aktivitas fisik, serta implikasinya terhadap
latihan atau olahraga. Aktivitas fisik diartikan sebagai seluruh gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang menghasilkan energi. Latihan atau olah raga menurut definisi, adalah aktivitas fisik
yang terstruktur, berulang, dan bertujuan untuk meningkatkan atau memelihara satu atau lebih
komponen kebugaran jasmani9. Kebugaran jasmani dapat dilihat dari 5 komponen8 :
1. komponen morfologi : massa tubuh relatif terhadap tinggi badan, komposisi tubuh,
distribusi lemak subkutan, lemak visceral perut, kepadatan tulang, dan fleksibilitas
2. komponen otot : kekuatan otot, kekuatan isometrik, daya tahan otot
3. komponen motorik : kelincahan, keseimbangan, koordinasi, kecepatan gerakan
4. komponen kardiorespirasi : ketahanan atau kapasitas latihan submaksimal, kekuatan
aerobik maksimal, fungsi jantung, fungsi paru-paru, tekanan darah
5. komponen metabolik : toleransi glukosa, sensitivitas insulin, metabolisme lipid dan
lipoprotein, serta karakteristik substrat oksidasi

Gambar 4.
Komponen Kebugaran Jasmani8

Prinsip dasar dari latihan bisa dijelaskan dengan menggunakan konsep FITT (Frekuensi, Intensitas,
Time/waktu, dan Tipe) latihan. Masing-masing komponen FITT akan dijelaskan lebih lanjut.

4
Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan biasanya dinyatakan sebagai berapa kali seseorang melakukan latihan per minggu.
Panduan menyarankan untuk melakukan olahraga intensitas ringan hampir setiap hari dalam
seminggu, minimal 150 menit/minggu8.

Intensitas Latihan
Dari semua elemen dari latihan, intensitas latihan yang dianggap paling penting untuk mencapai
kebugaran aerobik dan memiliki dampak paling menguntungkan pada kontrol faktor risiko. Intensitas
absolut mengacu pada tingkat pengeluaran energi selama latihan dan biasanya dinyatakan dalam
kkal/menit atau metabolic equivalent (MET). Intensitas latihan relatif mengacu pada sebagian daya
(beban) maksimal individu yang dipertahankan selama latihan dan biasanya ditentukan sebagai
persentase dari kapasitas aerobik maksimal (VO2max) berdasarkan CPET 8. Intensitas latihan juga
bisa dinyatakan sebagai persentase detak jantung maksimal/Heart Rate (HR) yang tercatat selama
latihan atau diprediksi berdasarkan perhitungan prediksi HRmax = 220 - usia 10. Penggunaan
perhitungan prediksi HRmax tidak direkomendasi karena standar deviasinya besar di sekitar garis
regresi antara usia dan HRmaks 11. Sebagai alternatif untuk mencari intensitas latihan dapat
menggunakan formula Karvonen dengan menghitung presentase target dari Heart Rate Reserver
(HRR) yang merupakan selisih antara HR maksimal dan HR istirahat 12. Perlu perhatian pada
penggunaan HR untuk meresepkan dan mengevaluasi intensitas latihan pada orang yang
menggunakan beta-blocker8. Intensitas latihan juga bisa dipantau menggunakan skala subjektif yang
dirasakan misalnya dengan skala Borg atau menggunakan tes bicara 11.

Tabel 1
Indeks intensitas latihan untuk olahraga endurance8

Time/ Waktu Latihan


Intensitas latihan berbanding terbalik dengan waktu latihan. Penghitungan dengan dalam kkal atau kJ
menentukan volume setiap unit latihan, yang dikalikan dengan frekuensi untuk memperkirakan energi
pengeluaran energi saat sesi latihan. Frekuensi dan durasi Latihan total bisa memperhitungkan
pengeluaran energi selama latihan. Aktivitas latihan minimal setara dengan sekitar 1000 kkal /

5
minggu atau sekitar 10 MET / jam / minggu. Volume latihan juga harus ditingkatkan per minggu baik
dengan peningkatan 2,5% intensitas atau 2 menit durasi, namun tetap harus disesuaikan dengan
adaptasi individu masing-masing. Adaptasi terhadap latihan juga dipengaruhi oleh usia, genetika,
kebugaran, dan faktor lingkungan, seperti hidrasi, panas, dingin, dan ketinggian 8.

Tipe Latihan
Ada dua jenis utama latihan fisik : latihan endurance dan latihan resistance. Latihan aerobik
sudah dikenal sejak lama memiliki efek yang lebih menguntungkan, tetapi studi terbaru tentang
latihan resistance menunjukkan bahwa otot rangka pembuang utama glukosa dan trigliserida dengan
metabolisme di otot tersebut. Dapat diambil hipotesis bahwa latihan resistance berperan pada
peningkatan massa otot serta dapat mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskular 13. Klasifikasi
lain untuk pembagian latihan adalah latihan yang berhubungan secara metabolik (latihan aerobik dan
anaerobik) atau latihan yang terkait kontraksi otot dan dibagi menjadi : latihan isotonik (kontraksi
melawan resistensi saat otot memendek/konsentrik atau memanjang/eksentrik) dan latihan isometrik
(statis atau tanpa perubahan panjang otot) 8.
Latihan aerobik adalah suatu aktivitas yang dilakukan dengan intensitas yang memungkinkan
metabolisme energi yang tersimpan terjadi terutama melalui glikolisis secara aerob. Selain jalur
glikolisis, metabolisme lemak (β-oxydation) juga terlibat selama latihan aerobik. Latihan aerobik
melibatkan kelompok otot besar yang melakukan aktivitas secara dinamis dan menghasilkan
peningkatan pada denyut jantung serta pengeluaran energi. Contoh dari latihan aerobik adalah
bersepeda, lari, dan renang yang dilakukan pada intensitas rendah sampai sedang 14. Latihan anaerobik
mengacu pada gerakan yang dilakukan pada intensitas tinggi yang tidak dapat dipertahankan hanya
dengan supply oksigen saja dan membutuhkan metabolisme energi yang diproses sebagian besar oleh
glikolisis anaerobik. Contoh dari latihan anaerobic adalah latihan dengan intensitas tinggi dan
intermiten15.
Latihan aerobik bisa dilakukan secara continuous atau dengan interval. Program latihan dengan
interval melakukan latihan dalam waktu singkat dengan intensitas tinggi diselingi dengan periode
pemulihan. Ketika dibandingkan dengan latihan continous, latihan interval ini memiliki tantangan
yang lebih besar untuk sistem kardiopulmonal, pembuluh darah perifer, dan metabolism; serta
menghasilkan efek pelatihan yang lebih efisien. Latihan dengan sistem interval hanya boleh dilakukan
pada pasien jantung stabil karena akan menyebabkan tekanan darah meingkat lebih tinggi. Terdapat
sejumlah pendekatan berbeda yang digunakan, yang harus disesuaikan dengan kebugaran dan
penyakit penyerta8.
Intensitas latihan resistance biasanya ditentukan dalam satu pengulangan maksimal / Repetition
Maximum (RM). Satu RM didefinisikan sebagai jumlah beban maksimum yang dapat diangkat
seseorang melalui berbagai gerakan dengan satu pengulangan. Meskipun efek dari latiahn resistance
sebesar 1 RM merupakan pendekatan yang aman dan tidak ada kejadian kardiovaskular yang

6
dilaporkan, untuk kenyamanan dan compliance biasanya disarankan melakuakn 5 RM. Lima RM
adalah jumlah beban maksimum yang dapat dilakukan lima kali. Telah dilaporkan bahwa 1 RM bisa
akurat diperkirakan dari beberapa pengulangan dan 5 RM adalah refleksi dari kekuatan maksimal.
(oup) Latihan resistance yang menggunakan kurang dari 20% 1 RM umumnya dianggap sebagai
latuhan resistance aerobik. Dengan lebih dari 20% 1 RM, kapiler otot akan terkompresi selama
kontraksi otot dan menghasilkan rangsangan hipoksia yang selama latihan. Jumlah pengulangan harus
berbanding terbalik dengan intensitas pelatihan. Latihan dengan intensitas sedang 30-50% 1 RM
dengan 15-30 pengulangan dianggap sebagai pelatihan ketahanan otot. Intensitas latihan yang lebih
tinggi 50-70% 1 RM dengan 8-15 pengulangan merupakan pilihan optimal untuk peningkatan
kekuatan. Peningkatan kekuatan yang optimal terjadi saat melakukan latihan resistance sebanyak 2-3
kali per minggu. Pendekatan latihan resistance menggunakan pendekatan station artinya
menyelesaikan semua set untuk latihan per kelompok otot tertentu sebelum pindah ke latihan
kelompok otot yang lain. Latihan resistance dengan pendekatan sircuit artinya melakukan satu set
latihan kelompok otot tertentu dan kemudian berputar ke kelompok otot lain hingga rangkaian latihan
lengkap per kelompok otot. Satu sampai tiga set dengan 8-15 pengulangan harus dilakukan termasuk
fleksi dan ekstensi dari setiap kelompok otot. Latihan resistance dapat berupa latihan isometrik
(panjang otot tidak berubah dan tanpa gerakan sendi) atau latihan dinamis (terjadi kontraksi dengan
perubahan panjang otot dan gerakan otot sendi). Latihan otot isometrik dapat menyebabkan manuver
Valsava pada beban sedang-tinggi dan dapat menyebabkan fluktuasi tekanan darah. Latihan dinamis
mungkin bisa konstan atau variabel dalam melakukan gerak resiatance dengan atau tanpa
menggunakan mesin pemberat. Dalam kedua mode latihan ini (baik isometric maupun dinamis), jenis
kontraksi dan kecepatan gerakan bervariasi sepanjang rentang gerakan 8.

Gambar 5.

7
Pembagian Olahraga dengan Mempertimbangkan Komponen yang Dominan (Ketrampilan, Kekuatan,
Campuran atau Endurance) dan Intensitas Latihan8
Klasifikasi latihan yang tepat dengan menggunakan berbagai komponen FITT sulit dilakukan
karena perbedaan jenis otot kerja, mode, volume, serta intensitas latihan. Sebagian besar jenis latihan
terdiri dari komponen otot isotonik dan isometrik. Beberapa latihan membutuhkan komponen dan
level kontrol keterampilan motorik yang tinggi, sedangkan olahraga lain mungkin bisa berbeda.
Intensitas ini dapat bervariasi tergantung pada jenis olahraga atau tingkat profesionalionalitas dalam
melakukan olahraga. Saat memberikan nasihat tentang program latihan atau partisipasi olahraga,
seorang dokter harus memperhatikan : jenis olahraga, frekuensi dan durasi program latihan, dan
intensitas yang paling sesuai untuk individu. Mengenai pilihan latihan yang paling nyaman, dokter
dapat menunjukkan jenis olahraga : baik latihan keterampilan, latihan kekuatan, campuran, atau
latihan daya tahan. Untuk menentukan secara memadai intensitas latihan masing-masing individu dari
suatu ketahanan atau jenis latihan, orang tersebut harus melakukan tes latihan maksimal dengan
perekaman EKG jika memungkinkan dan dilakukan pengukuran pertukaran gas pernapasan dengan
CPET secara bersamaan8.
Mengetahui kapasitas maksimal latihan seseorang memungkinkan seorang dokter bisa
membantuk menentukan program latihan yang aman dan kemungkinan besar efektif. Pemberian
program latihan sering berdasarkan beberapa indeks seperti Heart Rate Reserve/ HRR (HRR =
HRmax - HRrest), cadangan VO2, ambang batas ventilasi, atau persentasi tingkat kerja untuk individu
tertentu. Tes latihan juga memungkinkan penilaian respon kardiovaskular yang abnormal yang
mungkin tidak terlihat selama aktivitas sehari-hari (termasuk gejala, kelainan EKG, aritmia, atau
respon tekanan darah yang abnormal). Dari hasil uji latihan tersebut, seorang dokter dapat membantu
menentukan intensitas, mode, dan durasi latihan yang paling cocok untuk masing-masing pasien.
Untuk latihan endurance atau resistance, juga diperlukan pengujian otot maksimal untuk menentukan
1 RM atau 5 RM. Persentase nilai RM, jumlah pengulangan, dan jumlah seri akan memungkinkan
penentuan keperluan kardiovaskular dan kebutuhan otot. Saat meresepkan latihan endurance untuk
individu dengan penyakit kardiovaskular, juga harus mempertimbangkan jenis kerja otot : isometrik
(statis) atau latihan kekuatan isotonik (dinamis). 8

REKOMENDASI PADA PENDERITA DENGAN FAKTOR RESIKO KARDIOVASKULAR


Dari penelitian telah didapatkan hubungan antara olahraga dengan kejadian kardiovaskular dan semua
penyebab kematian, dengan penurunan sebesar 20-30%.Pedoman dari ESC merekomendasikan orang
dewasa yang sehat dari semua usia harus melakukan minimal 150 menit latihan intensitas sedang
selama 5 hari atau 75 menit latihan intensitas berat per minggu selama 3 hari, dengan manfaat
tambahan akan diperoleh dengan menggandakan jumlahnya menjadi 300 menit intensitas sedang atau
150 menit latihan intensitas kuat per minggu.8

8
Obsesitas
Seseorang dengan indeks massa tubuh (Body Mass Index/BMI) >30 kg/m2 atau lingkar
pinggang >94 cm pada pria dan >80 cm untuk wanita dianggap mengalami obesitas. Pedoman dari
ESC untuk seseorang yang mengalami obesitas adalah melakukan latihan endurance dengan intensitas
sedang minimal selama 150 menit/minggu. Sesi latihan endurance ini harus dikombinasikan dengan
sesi latihan resistance setiap 3 minggu8. Latihan ini bisa menurunkan massa lemak intra abdominal,
peningkatan massa otot dan tulang, atenuasi di penurunan berat badan yang disebabkan peningkatan
pengeluaran energi, pengurangan tekanan darah dan inflamasi kronis, serta peningkatan toleransi
glukosa, sensitivitas insulin, profil lipid, dan kebugaran fisik. Selain itu juga berpengaruh positif pada
kondisi untuk menjaga berat badan jangka panjang, kesejahteraan umum, serta pengurangan
kecemasan dan depresi. Menurut serangkaian Randomized Control Trial (RCT), frekuensi latihan
jenis daya tahan tinggi >225 menit/minggu, diperlukan untuk memaksimalkan kehilangan massa
lemak pada individu yang mengalami obesitas16.
Penilaian resiko kardiovaskular diperlukan untuk dilakukan pada individu yang obesitas dan
akan melakukan latihan intensitas tinggi, karena terkait penyakit penyerta seperti diabetes tipe 2,
hipertensi, dislipidemia, dan penyakit kardiovaskular lain 16. Seseorang yang obesitas dengan penilaian
resiko kardiovaskular normal seharusnya tidak perlu dibatasi dalam berolahraga. Namun harus
dipertimbangkan pada individu yang mengalami obesitas untuk membatasi latihan dengan beban
volume tinggi pada permukaan yang keras (yaitu <2 jam/hari) sampai penurunan berat badan tercapai.
Apabila akan melakukan latihan dengan volume tinggi (> 2 jam/hari), disarankan waktu pemulihan
yang cukup harus tersedia di antara periode latihan (optimal 48 jam). Hal ini penting untuk menjaga
kebugaran fisik serta meningkatkan koordinasi otot dan neuromuskuler agar dapat melindungi dari
cedera muskuloskeletal. Karena itu latihan tanpa beban seperti bersepeda atau berenang mungkin
bermanfaat. Masih belum ada bukti yang kuat bahwa latihan resistance yang dilakukan dengan benar
akan meningkatkan risiko cedera musculoskeletal. 8

Hipertensi
Seseorang dengan tekanan darah sistolik (SBP) ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik
(DBP) ≥90 mmHg dikatakan hipertensi. Seseorang dengan hipertensi disarankan setidaknya
melakukan 30 menit latihan aerobik dinamis intensitas sedang (berjalan, jogging, bersepeda, atau
berenang) selama 5-7 hari per minggu8. Intervensi olahraga tersebut dikaitkan dengan penurunan rata-
rata SBP sebesar 7 mmHg dan DBP sebesar 5 mmHg 17. Latihan resistance tambahan sangat efektif
dalam mengurangi tekanan darah lebih lanjut dengan disaranakan selama 2-3 hari per minggu. Efek
penurunan tekanan darah dari latihan resistance dan isometric mungkin sebanding, atau bahkan lebih

9
besar dari latihan aerobic saja. Jika penderita hipertensi ingin melakukan latihan dengan intensitas
tinggi, penilaian resiko kardiovaskular harus dilakukan untuk mengidentifikasi respons tekanan darah
yang berlebihan terhadap olahraga, dan resiko adanya kerusakan organ akhir. Orang dengan gejala
sugestif PJK memerlukan penilaian lebih lanjut dan optimalisasi terapi medis sebelum berpartisipasi
dalam olahraga. Jika hipertensi tidak terkontrol (tekanan darah saat istirahat SBP> 160 mmHg),
latihan yang maksimal harus ditunda sampai tekanan darah bisa dikendalikan. 8
Tindakan non-farmakologis harus dipertimbangkan sebagai langkah pertama dalam manajemen
hipertensi, meliputi: pembatasan asupan garam dan konsumsi alkohol, penuruan berat badan, diet
seimbang, dan berhenti merokok. Jika perubahan gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah setelah
3 bulan, obat antihipertensi harus dimulai jika SBP tetap >140 mmHg. Terapi antihipertensi
bersamaan dengan intervensi gaya hidup harus dipertimbangkan pada semua individu berusia >65
tahun tetapi <80 tahun18. Pemberian beta-blocker dilarang dalam olahraga dengan keterampilan
kompetitif tertentu seperti menembak karena dapat menyebabkan bradikardia dan/atau menurunkan
kapasitas latihan aerobik. Diuretik dilarang di semua olahraga kompetitif. Angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitor, penghambat reseptor angiotensin II, dan kalsium antagonis adalah pilihan
obat yang lebih disukai pada penderita hipertensi yang berolahraga. Ketika tekanan darah tidak
terkontrol, dianjurkan untuk melakukan pembatasan sementara dari olahraga kompetitif namun masih
bisa melakukan olahraga jenis keterampilan. Pada individu dengan profil risiko tinggi, termasuk
mereka yang memiliki kerusakan organ seperti telah terjadi LVH, didapatkan disfungsi diastolik,
bukti penebalan dinding arteri atau plak aterosklerotik, retinopati hipertensi, peningkatan kreatinin
serum (pria 1,3-1,5 mg/dL, wanita 1,2-1,4 mg/dL), dan/atau mikroalbuminuria di mana tekanan darah
sulit dikendalikan, partisipasi dalam semua olahraga kompetitif harus dengan pertimbangan yang
matang.8
Selama partisipasi olahraga, dianjurkan tindak lanjut rutin tergantung pada beratnya hipertensi
dan kategori risikonya. Di individu dengan tekanan darah borderline, penilaian tekanan darah bisa
dilakukan di rawat jalan secara teratur. Pada individu dengan resiko kardiovaskular rendah atau
sedang dan tekanan darah yang terkontrol dengan baik, tidak perlu ada batasan dalam partisipasi
olahraga. Beberapa orang yang dengan tekanan darah yang normal saat istirahat akan memiliki
respons tekanan darah yang berlebihan saat berolahraga. Respon tekanan darah yang berlebihan
terhadap olahraga meningkatkan resiko terjadinya hipertensi, terutama pada atlet. Jika SBP meningkat
hingga >200 mmHg pada beban kerja 100 W selama latihan, terapi antihipertensi harus dioptimalkan
dan perlu dilakukan evaluasi klinis termasuk EKG dan ekokardiografi, meskipun didapatkan tekanan
darah yang normal saat istirahat.8

Dislipidemia
Latihan fisik memiliki efek menguntungkan pada metabolisme lipid dengan mengurangi angka
trigliserida serum hingga 50% dan meningkatkan kolesterol HDL sebesar 5-10% 15. Olahraga juga

10
dapat menurunkan kolesterol LDL hingga 5% dan menggeser lebih banyak fraksi aterogenik kecil
LDL menjadi partikel LDL yang lebih besar. Efek latihan ini dapat dicapai melalui 3,5-7 jam latihan
fisik yang cukup kuat per minggu atau 30-60 menit setiap hari. Pada individu dengan
hipertrigliseridemia atau hiperkolesterolemia, intensitas olahraga yang lebih tinggi dianjurkan, karena
dapat meningkatkan profil lipid dan mengurangi risiko kardiovaskular. Sebelum memulai latihan
dengan intensitas tinggi, penilaian klinis harus dilakukan dengan melihat gejala, hasil tes stres, tes
pencitraan fungsional, atau cardiac CT Angiography (CCTA). Penilaian ini disarankan terutama pada
hiperkolesterolemia familial.8
Individu dengan dislipidemia harus dinilai setidaknya setiap 2-5 tahun untuk pencegahan
primer dan evaluasi tahunan untuk pencegahan sekunder. Intervensi farmakologis, dengan statin
terbukti lebih unggul dibandingkan hanya latihan dan intervensi gaya hidup saja untuk mengurangi
kolesterol LDL dan memperbaiki prognosis. Statin juga terbukti bermanfaat secara klinis untuk
meningkatkan kebugaran jasmani dan penurunan kejadian kardiovaskular. Individu yang aktif secara
fisik dengan dislipidemia mungkin mengalami nyeri otot atau tendinopathy disertai peningkatan
enzim otot.8

Diabetes Mellitus
Ketidakaktifan fisik merupakan penyebab utama diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2). Risiko
menjadi DM tipe 2 sebesar 50-80% lebih tinggi pada individu yang tidak aktif secara fisik
dibandingkan dengan individu yang aktif 19. Diabetes juga terkait secara independen dengan
percepatan penurunan kekuatan otot dan hiperglikemia, serta dapat menyebabkan berkurangnya
mobilitas sendi8.
Latihan aerobik pada pasien dengan DM tipe 2 dapat meningkatkan kontrol glikemik,
mengurangi lemak viseral dan resistensi insulin. Olahraga juga memiliki efek menguntungkan pada
tekanan darah, kontrol profil lipid, dan menyebabkan berat badan turun. Latihan aerobik maupun
latihan resistance dapat meningkatkan adaptasi pada otot rangka, jaringan adiposa, dan hati untuk
meningkatkan respon terhadap insulin8. Penelitian observasi telah menunjukkan menurunkan angka
kematian dengan olahraga pada DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada penderita pradiabetes atau sindrom
metabolik, latihan aerobik dan latihan resistance dapat mencegah perkembangan menjadi diabetes
yang sebenarnya20. Intensitas latihan tampaknya menjadi lebih penting daripada volume latihan pada
penderita DM tipe 2. Efek peningkatan sensitivitas insulin otot diamati dengan volume latihan yang
relatif rendah (400 kkal / minggu) pada orang dewasa yang sebelumnya tidak aktif, tetapi akan
semakin meningkat dengan volume latihan yang lebih tinggi. Latihan dengan intensitas tinggi
mungkin lebih baik daripada latihan aerobik intensitas sedang dalam mencapai efek metabolik dan
peningkatan kapasitas latihan, namun untuk hasil jangka panjang masih belum diketahui 21.
Di sisi lain, DM adalah penyebab disfungsi mikrovaskuler koroner yang dikaitkan dengan
kapasitas latihan yang lebih rendah. Sebuah RCT besar telah mengkonfirmasi efek menguntungkan

11
dari olahraga pada kontrol glikemik dan faktor risiko, tetapi tidak terbukti terjadi peningkatan
signifikan dalam kelangsungan hidup, Selama latihan, pengambilan glukosa di otot meningkat hingga
2 jam setelahnya melalui mekanisme yang tidak bergantung pada insulin. Bisa jadi efek hipoglikemik
yang diinduksi oleh olahraga dikurangi dengan melakukan latihan ketahanan atau latihan interval
pada pasien dengan diabetes tipe 1 22. Ada hubungan respon dosis antara intensitas dan volume latihan
dengan durasi pengambilan glukosa oleh otot rangka yang dapat berlangsung hingga 48 jam setelah
latihan. Faktor-faktor ini harus diperhatikan pada penderita diabetes yang sedang melakukan latihan
intensif atau olahraga kompetitif untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. 8
Baik latihan aerobik maupun resistance efektif untuk mengendalikan indeks glikemik,
penurunan tekanan darah, penurunan berat badan, penigkatan kapasitas latihan puncak, dan penurunan
dislipidemia. Program latihan yang menggabungkan latihan aerobik dan resistance telah terbukti lebih
unggul dalam kontrol glikemik. Program latihan yang ideal untuk mencapai manfaat optimal pada
pasien diabetes adalah olahraga harian minimal dengan intensitas sedang, misal : jalan cepat
setidaknya selama 30 menit, latihan resistance selama 15 menit, dan aktivitas dengan intensitas lebih
ringan (berdiri, berjalan kaki) setiap 30 menit serta dilakukan hampir setiap hari 8.
Individu dengan diabetes memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk PJK subklinis, karena itu,
semua penderita diabetes harus menjalani penilaian kardiovaskular sebelum melakukan program
latihan dengan intensitas tinggi. Pemeriksaan ini juga harus dilengkapi dengan evaluasi status
glikemik, termasuk faktor risiko hipoglikemia, riwayat episode hipoglikemik, adanya neuropati
otonom, dan pengobatan antidiabetes. Individu yang asimtomatik dengan diabetes melitus dan
penilaian kardiovaskular dan tes latihan maksimal yang normal dapat terlibat dalam semua olahraga
tetapi harus diperingatkan tentang potensi risiko hipoglikemia jika asupan kalori tidak adekuat. 8

KESIMPULAN
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.
Tujuan utama pencegahan penyakit kardiovaskular adalah pengendaliannya faktor risiko melalui
perubahan seperti pola makan yang lebih sehat dan peningkatan aktivitas fisik. Pengukuran faktor
resiko kardiovaskular dengan sistem SCORE dapat memperkirakan risiko 10 tahun penyakit
kardiovaskular. Obesitas, hipertensi, dislipidemia dan diabete mellitus adalah faktor resiko utama
CVD. Dengan penghitungan faktor resiko kardiovaskular bisa ditentukan latihan fisik yang
disarankan untuk membantu pencegahan kejadian CVD dan kontrol faktor resiko. Rekomendasi untuk
melakukan program latihan membutuhkan informasi tentang respon fisiologis, pemahaman tentang
konsep dan karakteristik aktivitas fisik, serta implikasinya terhadap latihan atau olahraga. Prinsip
dasar dari latihan bisa dijelaskan dengan menggunakan konsep FITT (Frekuensi, Intensitas,
Time/waktu, dan Tipe).
Pada penderita faktor resiko obesitas disarankan melakukan latihan endurance dengan
intensitas sedang minimal selama 150 menit/minggu dan dikombinasikan dengan sesi latihan

12
resistance setiap 3 minggu. Penderita hipertensi disarankan setidaknya melakukan 30 menit latihan
aerobik dinamis intensitas sedang selama 5-7 hari per minggu dan latihan resistance tambahan
disarankan selama 2-3 hari per minggu. Penderita dislipidemia disarankan melakukan 3,5-7 jam
latihan fisik yang cukup kuat per minggu atau 30-60 menit setiap hari, sedangkan pada penderita
hipertrigliseridemia atau hiperkolesterolemia dianjurkan melakukan intensitas latihan yang lebih
tinggi. Program latihan yang ideal untuk mencapai manfaat optimal pada pasien diabetes mellitus
adalah olahraga harian minimal dengan intensitas sedang selama 30 menit, latihan resistance selama
15 menit, dan aktivitas dengan intensitas lebih ringan setiap 30 menit serta dilakukan hampir setiap
hari. Pada kelompok dengan faktor resiko kardiovaskular apabila akan melakukan latihan dengan
intensitas tinggi atau sangat tinggi, disarankan untuk melakukan tes uji latihan dengan target
maksimal heart rate untuk melihat kondisi PJK asimtomatik atau resiko kardiovaskular lain yang
muncul dengan latihan.

13
DAFTAR PUSTAKA
1. Murray CJ, Vos T, Lozano R, Naghavi M, Flaxman AD, Michaud C, et al.Disability-adjusted life
years (DALYs) for 291 diseases and injuries in 21 regions, 1990-2010: a systematic analysis for
the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet 2012;380:2197-223.
2. Graham I, Atar D, Borch-Johnsen K, Boysen G, Burell G, Cifkova R, et al.European guidelines
on cardiovascular disease prevention in clinical practice: full text. Fourth Joint Task Force of the
European Society of Cardiology and other societies on cardiovascular disease prevention in
clinical practice (constituted by representatives of nine societies and by invited experts).
European Journal of Cardiovascular Prevention and Rehabilitation 2007;14 Suppl 2:S1–113.
[PUBMED: 17726407].
3. D’Agostino RB Sr, Vasan RS, Pencina MJ, Wolf PA, Cobain M, Massaro JM, et al.General
cardiovascular risk profile for use in primary care: the Framingham Heart Study. Circulation
2008;117(6):743–53. [PUBMED: 18212285].
4. Boraita Perez A. Exercise as the cornerstone of cardiovascular prevention [Ejercicio, piedra
angular de la prevencion cardiovascular]. Revista Espanola de Cardiologia 2008;61(5): 514–28.
[PUBMED: 18462655].
5. Yusuf S, Hawken S, Ounpuu S, Dans T, Avezum A, Lanas F, et al.Effect of potentially
modifiable risk factors associated with myocardial infarction in 52 countries (the INTERHEART
study): case-control study. Lancet 2004; 364(9438):937–52. [PUBMED: 15364185].
6. Piepoli MF, Hoes AW, Agewall S, Albus C, Brotons C, Catapano AL, Cooney MT, Corra U,
Cosyns B, Deaton C, Graham I, Hall MS, Hobbs FDR, Lochen M-L, Lollgen H, Marques-Vidal
P, Perk J, Prescott E, Redon J, Richter DJ, Sattar N, Smulders Y, Tiberi M, van der Worp HB,
van Dis I, Verschuren WMM, Binno S. 2016 European Guidelines on cardiovascular disease
prevention in clinical practice: the Sixth Joint Task Force of the European Society of Cardiology
and Other Societies on Cardiovascular Disease Prevention in Clinical Practice. Eur Heart J
2016;37:23152381.
7. Knuuti J, Wijns W, Saraste A, Capodanno D, Barbato E, Funck-Brentano C, Prescott E, Storey
RF, Deaton C, Cuisset T, Agewall S, Dickstein K, Edvardsen T, Escaned J, Gersh BJ, Svitil P,
Gilard M, Hasdai D, Hatala R, Mahfoud F, Masip J, Muneretto C, Valgimigli M, Achenbach S,
Bax JJ. 2019 ESC Guidelines for the diagnosis and management of chronic coronary syndromes:
The Task Force for the diagnosis and management of chronic coronary syndromes of the
European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J 2020;41:407477.
8. Task A, Members F, Pelliccia A, France JC, Drezner JA, States U, et al. 2020 ESC Guidelines on
sports cardiology and exercise in patients with cardiovascular disease The Task Force on sports
cardiology and exercise in patients with. 2020;1–80.
9. Caspersen CJ, Powell KE, Christenson GM. Physical activity, exercise, and physical fitness:
definitions and distinctions for health-related research. Public Health Rep 1985;100:126131.
10. Franckowiak SC, Dobrosielski DA, Reilley SM, Walston JD, Andersen RE. Maximal heart rate
prediction in adults that are overweight or obese. J Strength Cond Res 2011;25:14071412.
11. Vanhees L, Stevens A. Exercise intensity: a matter of measuring or of talking? J Cardiopulm
Rehabil 2006;26:7879.
12. Myers J, Hadley D, Oswald U, Bruner K, Kottman W, Hsu L, Dubach P. Effects of exercise
training on heart rate recovery in patients with chronic heart failure. Am Heart J
2007;153:10561063.
13. Braith RW, Stewart KJ. Resistance exercise training: its role in the prevention of cardiovascular
disease. Circulation 2006;113(22):2642–50. [PUBMED: 16754812].
14. Vanhees L, De Sutter J, GeladaS N, Doyle F, Prescott E, Cornelissen V, Kouidi E, Dugmore D,
Vanuzzo D, Borjesson M, Doherty P. Importance of characteristics and modalities of physical
activity and exercise in defining the benefits to cardiovascular health within the general
population: recommendations from the EACPR. Part I. Eur J Prev Cardiol 2012;19:670686.

14
15. Vanhees L, Geladas N, Hansen D, Kouidi E, Niebauer J, Reiner Z, Cornelissen V, Adamopoulos
S, Prescott E, Borjesson M, Bjarnason-Wehrens B, Bjornstad HH, Cohen-Solal A, Conraads V,
Corrado D, De Sutter J, Doherty P, Doyle F, Dugmore D, Ellingsen O, Fagard R, Giada F, Gielen
S, Hager A, Halle M, Heidbuchel H, Jegier A, Mazic S, McGee H, Mellwig KP, Mendes M,
Mezzani A, Pattyn N, Pelliccia A, Piepoli M, Rauch B, Schmidt-Trucksass A, Takken T, van
Buuren F, Vanuzzo D. Importance of characteristics and modalities of physical activity and
exercise in the management of cardiovascular health in individuals with cardiovascular risk
factors: recommendations from the EACPR. Part II. Eur J Prev Cardiol 2012;19:10051033.
16. Yumuk V, Tsigos C, Fried M, Schindler K, Busetto L, Micic D, Toplak H. European Guidelines
for obesity management in adults. Obes Facts 2015;8:402424.
17. Wen H, Wang L. Reducing effect of aerobic exercise on blood pressure of essential hypertensive
patients: a meta-analysis. Medicine (Baltimore) 2017;96:e6150.
18. Niebauer J, Borjesson M, Carre F, Caselli S, Palatini P, Quattrini F, Serratosa L, Adami PE, Biffi
A, Pressler A, Schmied C, van Buuren F, Panhuyzen-Goedkoop N, Solberg E, Halle M, La
Gerche A, Papadakis M, Sharma S, Pelliccia A. Recommendations for participation in
competitive sports of athletes with arterial hypertension: a position statement from the sports
cardiology section of the European Association of Preventive Cardiology (EAPC). Eur Heart J
2018;39:36643671.
19. Lee I-M, Shiroma EJ, Lobelo F, Puska P, Blair SN, Katzmarzyk PT. Effect of physical inactivity
on major non-communicable diseases worldwide: an analysis of burden of disease and life
expectancy. Lancet 2012;380:219229.
20. Diabetes Prevention Program Research Group. Reduction in the incidence of type 2 diabetes with
lifestyle intervention or metformin. N Engl J Med 2002;346:393403.
21. da Silva DE, Grande AJ, Roever L, Tse G, Liu T, Biondi-Zoccai G, de Farias JM. High-intensity
interval training in patients with type 2 diabetes mellitus: a systematic review. Curr Atheroscler
Rep 2019;21:8.
22. Colberg SR, Sigal RJ, Yardley JE, Riddell MC, Dunstan DW, Dempsey PC, Horton ES,
Castorino K, Tate DF. Physical activity/exercise and diabetes: a position statement of the
American Diabetes Association. Diabetes Care 2016;39:20652079.

15

You might also like