Professional Documents
Culture Documents
Pembibitan Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume) dengan Model Agroekosistem Botol Plastik
43
ABSTRACT
This study is aimed to determine (1) the ability of bulbil to produce shoots, (2) the growth of
Porang planted using Agroecosystem Model of Plastic Bottles (AMPB), and (3) the relevance
of AMPB in the effort of Porang breeding. The research was conducted in January up to
September 2012 in Madiun. It made use of plastic bottles as the medium for the growth of
bulbil shoots and the growth of Porang plant, which is referred to as Agroecosystem Model of
Plastic Bottles. The bulbil used in this study was obtained from the forest of Saradan,
Madiun, East Java. The seedlings which sprouted from the single bulbil were planted and let
grow for three months with Agroecosystem Model of Plastic Bottles. The results showed that
in the frog tubers more than one bud could grow. The study also found that there were six
variations of the number of bulbil shoots namely, 1, 2.3, 5, and 12 per frog tuber. Porang
seedlings from bulbil could grow well with Agroecosystem Model of Plastic Bottles (AMPB).
During the three month growth, the plant grew an average of 39.40 cm high, the average of
canopy diameter = 30.00 cm and of trunk diameter = 0.85 cm. The stem tuber obtained
weighed an average of 120.42 grams with the average diameter = 5.71 cm. Bulbil was
produced in both the middle and branch leaves. The middle bulbil weighed an average of 1.33
grams with the average diameter = 1.52cm. The branch bulbil weighed an average of 0.19
grams with the average diameter = 0.59 cm. Planting Porang with Agroecosystem Model of
Plastic Bottles (AMPB) showed normal growth. Thus, the breeding of Porang with the model
is still considered relevant.
Key words: Porang, frog tuber, Agroecosystem Model of Plastic Bottles (AMPB)
A. Pendahuluan
Porang atau iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume; sin. Amorphophallus
blumei (Scott.) Engler; sin. Amorphophallus. oncophyllus Prain) termasuk familia
Araceae, merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek
untuk dikembangkan di Indonesia (Endriyeni dan Harijati, 2010; Soemarwoto, 2005).
Tanaman tersebut termasuk tipe tumbuhan liar (wild type), sehingga di kalangan
petani Indonesia tidak banyak dikenal. Tumbuhnya bersifat sporadis di hutan-hutan
atau di pekarangan-pekarangan, dan belum banyak dibudidayakan dikarenakan
belum banyak peneliti yang tertarik untuk meneliti aspek-aspek budidaya
tumbuhan ini, sehingga pustakanyapun langka (Soemarwoto, 2005).
Umbi porang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan alternatif.
Kegunaan lain dari porang adalah untuk keperluan industri, antara lain untuk
44 Widya Warta No. 01 Tahun XXXV III/ Januari 2014
ISSN 0854-1981
mengkilapkan kain, perekat kertas, kain katun, wool, dan bahan imitasi lainnya serta
sebagai campuran cat yang memiliki sifat yang lebih baik dari amilum sehingga
harganya lebih murah. Pangsa pasar umbi porang pun juga telah mencakup pasar
dalam dan luar negeri. Desa Klangon yang terletak di Kecamatan Saradan
merupakan salah satu daerah sentra budidaya. Porang yang ada di Jawa Timur.
Daerah tersebut merupakan desa hutan di bawah KPH Saradan. Penanaman porang
di bawah pohon jati, merupakan upaya Dinas kehutanan untuk menjaga kelestarian
tanaman jati dengan memberi manfaat ekonomi masyarakat di sekitarnya melalui
izin hak guna lahan untuk budidaya porang (Endriyeni dan Harijati, 2010).
Budidaya tanaman porang perlu dilakukan untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat. Perkembangbiakan tanaman porang dapat dilakukan
dengan umbi katak (bubil). Umbi ini berwarna coklat, tebal, dan berada pada tiap
segmen daun. Bagian tanaman ini selalu ada setiap saat pada masa siklus
pertumbuhan tanaman, sehingga merupakan bagian yang baik untuk proses
pembibitan tanaman porang. Selain umbi katak, umbi batang yang masih muda atau
belum pada tahap akhir masa vegetatifnya dapat digunakan sebagai bibit tanaman
porang. Pada umbi batang porang tidak mempunyai tunas, sedangkan umbi katak
belum ada pustaka yang menjelaskan tentang kemampuan umbi katak untuk
melakukan pertumbuhan tunas lebih dari satu.
Krisis air mengakibatkan manusia memproduksi air dalam kemasan botol
plastik, yang kenyataannya botol plastik juga menimbulkan permasalahan. Hal ini
dibenarkan oleh perusahaan air kemasan Perseroan Terbatas (PT) Danone Aqua,
yang berjanji membuat mesin pengolahan botol plastik berupa Reserve Vending
Machine (RVM). Mesin seberat 450-500 kilogram ini dilengkapi dengan alat sensor
benda guna menyeleksi botol dimasukkan plus monitor ukuran 32 inci berupa LCD
monitor (Antara, 2011). Botol plastik dengan teknologi tepat guna dapat digunakan
sebagai tempat hidup tanaman porang. Fenomena ini merupakan rekayasa
agroekosistem untuk pengembangan tanaman porang. Saat ini lahan semakin
sempit dan kondisi tanah serta air juga semakin menurun kualitasnya untuk
pertumbuhan tanaman produktif. Melalui rekayasa ekosistem atau agroekosistem
tanaman budidaya dapat membantu meningkatkan kualitas bahan produksi. Salah
satu rekayasa ekosistem berupa sistem pot (mengarah pada hidroponik)
menggunakan botol plastik bekas tempat air minum dalam kemasan (AMDK).
Mengingat pentingnya tanaman porang maka perlu dilakukan pengkajian
tentang: (1) berapa jumlah tunas yang tumbuh pada umbi katak (bulbil), (2)
bagaimana pertumbuhan tanaman porang dengan Model Agroekosistem Botol
Plastik (MABP), dan (3) bagaimana relevansi Model Agroekosistem Botol Plastik
dalam upaya pembibitan tanaman porang.
Tujuan Penelitian: (1) mengetahui jumlah tunas yang tumbuh pada umbi
katak (bulbil), (2) mengetahui pertumbuhan tanaman porang dengan Model
Agroekosistem Botol Plastik (MABP) dan (3) mengetahui relevansi Model
Agroekosistem Botol Plastik dalam upaya pembibitan tanaman porang . Manfaat
Penelitian: Dapat digunakan sebagai informasi ilmiah tentang mengetahui
Leo Eladisa Ganjari
Pembibitan Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume) dengan Model Agroekosistem Botol Plastik
45
B. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman Porang
a. Nama dan Lingkungan
Porang atau Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume; sin. Amorphophallus
blumei (Scott.) Engler; sin. Amorphophallus oncophyllus Prain) termasuk famili Araceae,
merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk
dikembangkan di Indonesia (Endriyeni dan Harijati, 2010; Soemarwoto, 2005).
Tanaman ini merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek
untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, tanaman ini juga
mampu menghasilkan karbohidrat dan indeks panen tinggi. Dewasa ini kebutuhan
makanan pokok utama berupa karbohidrat masih dipenuhi dari beras, diikuti
jagung, dan serealia yang lain. Sumber karbohidrat dari jenis umbi-umbian, seperti
ubi kayu, ubi jalar, talas, kimpul, uwi-uwian, ganyong, garut, suweg, dan iles-iles
pemanfaatannya belum optimal sehingga masih terbatas sebagai bahan makan
alternatif pada saat paceklik (Soemarwoto, 2005). Amorphophallus spp. awalnya
ditemukan di daerah tropik dari Afrika sampai ke pulau-pulau Pasifik, kemudian
menyebar ke daerah beriklim sedang seperti Cina dan Jepang. Jenis Amorphophallus
muelleri Blume, awalnya ditemukan di Kepulauan Andaman India, menyebar ke arah
timur melalui Myanmar masuk ke Thailand dan ke Indonesia (Soemarwoto, 2005).
Tanaman ini merupakan tanaman terna hidup panjang, daunnya mirip sekali
dengan daun Tacca (Soemarwoto, 2005). Tunaman ini tumbuh di mana saja seperti di
pinggir hutan jati, di bawah rumpun bambu, di tepi-tepi sungai, di semak belukar
dan di tempat-tempat di bawah naungan yang bervariasi. Untuk mencapai produksi
umbi yang tinggi diperlukan naungan 50-60%. Tanaman ini tumbuh dari dataran
rendah sampai 1000 m di atas permukaan laut, dengan suhu antara 25-35oC,
sedangkan curah hujannya antara 300 - 500 mm per bulan selama periode
pertumbuhan. Pada suhu di atas 35o C daun tanaman akan terbakar, sedangkan pada
suhu rendah menyebabkan iles-iles dorman (Soemarwoto, 2005).
Porang termasuk tipe tumbuhan liar (wild type), sehingga di kalangan petani
Indonesia tidak banyak dikenal. Tumbuhnya bersifat sporadis di hutan-hutan atau
di pekarangan-pekarangan, dan belum banyak dibudidayakan. Porang dapat
tumbuh baik pada tanah bertekstur ringan yaitu pada kondisi liat berpasir,
strukturnya gembur, dan kaya unsur hara. Di samping itu juga memiliki drainase
baik, kandungan humus yang tinggi, dan memiliki pH tanah 6 - 7,5 (Soemarwoto,
2005).
46 Widya Warta No. 01 Tahun XXXV III/ Januari 2014
ISSN 0854-1981
b. Morfologi Tanaman
Tanaman porang memiliki karakter botani sebagai berikut: tangkai bunga
(spadix) polos dengan ukuran panjang kurang lebih dua kali gabungan antara
panjang bunga jantan dan betina, bentuk jorong atau oval memanjang, sangat jelas
terlihat memampat secara lateral, berwarna merah muda pucat, kekuningan atau
coklat terang, dengan lekukan dan biji yang dangkal, panjang biji 8-22 cm, lebar 2,5-
8 cm, serta diameter 1-3 cm.
Helaian daun membentang dengan ukuran panjang antara 60-200 cm dengan
bentuk mirip pisau persegi panjang, besar, memanjang, tepi daun berwarna putih
atau merah muda pucat mencolok. Pada permukaan bawah lebih jelas terlihat
tulang-tulang daun yang kecil. Panjang tangkai daun antara 40-180 cm dengan daun-
daun yang lebih tua berada pada pucuk di antara tiga segmen tangkai daun yang
kecil tak berambut umbi katak (bulbil) berwarna coklat, tebal dan berada pada tiap
segmen daun (Endriyeni dan Harijati, 2002).
c. Siklus Pertumbuhan
Tanaman porang diketahui memiliki beberapa siklus pertumbuhan. Satu
siklus pertumbuhan porang berlangsung selama 12 hingga 13 bulan. Satu siklus
pertumbuhan dimulai pada musim penghujan yang ditandai dengan munculnya
tunas atau tanaman yang berasal dari umbi, kemudian tanaman akan tumbuh
selama 6 sampai 7 bulan. Selanjutnya pada musim kemarau tanaman memasuki
masa dormansi yang akan berlangsung selama 5 sampai 6 bulan. Pada masa
dormansi, tanaman akan mengering dan rebah. Siklus pertumbuhan berikutnya
dimulai pada awal musim hujan dengan tangkai daun dan diameter tajuk daun yang
lebih panjang/lebar dibandingkan tanaman porang pada siklus pertumbuhan
sebelumnya. Porang yang mengalami beberapa kali siklus pertumbuhan memiliki
umbi yang semakin berat. Umbi porang umumnya dipanen pada siklus
pertumbuhan ketiga. Tanaman porang pada siklus pertumbuhan pertama dan kedua
merupakan fase pertumbuhan vegetatif, setelah siklus pertumbuhan ketiga porang
mengalami fase pertumbuhan generatif (Saputra dkk, 2010).
d. Umbi Tanaman Porang
Pada tanaman porang ada dua macam umbi, yaitu umbi batang yang berada
di dalam tanah, dan umbi katak (bulbil) yang terdapat pada setiap pangkal cabang
atau tulang-tulang daun. Umbi yang banyak dimanfaatkan adalah umbi batang.
Umbi katak merupakan organ reproduktsi vegetatif yang terdapat pada pertengahan
daun porang. Umbi katak (bulbil) berwarna coklat, tebal dan berada pada tiap
segmen daun (Endriyeni dan Harijati, 2010; Soemarwoto, 2005).
e. Manfaat Tanaman Porang
Umbi porang mengandung serat yang tinggi dan tanpa kolesterol, serta
mengandung glukomanan yang merupakan suatu zat turunan dari karbohidrat
(polisakarida) sebesar 20-65% dan sangat baik untuk kesehatan, terutama untuk diet.
Porang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan alternatif. Kegunaan lain dari
porang adalah untuk keperluan industri, antara lain untuk mengkilapkan kain,
Leo Eladisa Ganjari
Pembibitan Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume) dengan Model Agroekosistem Botol Plastik
47
perekat kertas, kain katun, woo,l dan bahan imitasi lainnya serta sebagai campuran
cat yang memiliki sifat lebih baik dari amilum dan praktis harganya lebih murah
Pangsa pasar umbi porang pun telah mencakup pasar dalam dan luar negeri
(Endriyeni dan Harijati, 2010)
2. Agro Ekosistem
Agro-ekosistem didefinisikan oleh Conway sebagai ekosistem yang
dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan/atau sandang (KEPAS, 1990). Ekosistem
atau lingkungan yang ada di sekitar kita sangat bervariasi, misalnya perumahan
penduduk, ladang pertanian atau persawahan. Menurut Soemarwoto (2005), Porang
(Amorphophallus muelleri Blume) termasuk tipe tumbuhan liar (wild type), sehingga di
kalangan petani Indonesia tidak banyak dikenal. Tumbuhnya bersifat sporadis di
hutan-hutan atau di pekarangan-pekarangan, dan belum banyak dibudidayakan.
Salah satu usaha dalam agro-ekosistem yang sudah lama dikenal yaitu sistem
hidroponik. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjabarkan beberapa
cara mengenai tanaman yang dapat ditumbuhkan tanpa menggunakan tanah.
Metode ini secara umum juga dikenal dengan sebutan bercocok tanam tanpa tanah
(Nicholls, 1987).
Termasuk menumbuhkan tanaman di tempat-tempat yang diisi air atau
metode perantara bukan tanah, termasuk kerikil, pasir, zat silikat dan medium
medium lain yang langka. Seperti misalnya pecahan batu karang atau batu bata,
potongan kayu dan busa. Menurut Lova (2011) dan Pure (2012), ada beberapa system
hidroponik yaitu: Nutrient Film Technique/ Nutrient Flow Technique ( NFT), Wick
System, Floating hidroponic system (FHS), Ebb and flow, Drip irrigation dan Aeroponic.
Nutrient Film Technique/ Nutrient Flow Technique (NFT) adalah sistem
hidroponik dengan prinsip tanaman tumbuh dalam lapisan polyethylene dengan
akar tanaman terendam dalam air yang berisi larutan nutrisi yang disirkulasikan
secara terus menerus dengan pompa.
Wick System merupakan sistem hidroponik yang sangat sederhana karena
pada prinsipnya hanya membutuhkan sumbu yang menghubungkan antara nutrisi
dan media tanam. Air dan nutrisi akan dapat sampai ke akar tanaman dengan
memanfaatkan prinsip daya kapilaritas air melalui perantara sumbu.
Floating hidroponic system (FHS) merupakan sistem hidroponik dengan prinsip
menanamkan dan menancapkan tanaman pada lubang styrofoam yang mengapung
di atas permukaaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung atau kolam
sehingga akar tanaman terapung atau terendam dalam larutan nutrisi.
Ebb and flow atau yang biasa dikenal dengan sistem pasang surut, merupakan
sistem hidroponik yang prinsip kerjanya yaitu tanaman mendapatkan air, oksigen
dan nutrisi melalui pompaan dari bak penampung yang dipompa melewati media
kemudian membasahi akar tanaman (pasang), kemudian selang beberapa waktu air
bersama nutrisi akan turun (surut) kembali melewati media menuju bak
penampungan.
48 Widya Warta No. 01 Tahun XXXV III/ Januari 2014
ISSN 0854-1981
C. Metode Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Kebun dan Laboratorium Biologi, Universitas Katolik Widya Mandala Madiun
Kebun dan Laboratorium Biologi, Universitas Katolik Widya Mandala Madiun pada
bulan Januari- September 2012
2. Bahan dan Alat
Bahan: Umbi Katak (bulbil atau umbi daun), dengan ukuran diameter 2-4 cm,
berat 7-8,5 gram diperoleh dari lokasi hutan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa
Timur. Air sumur dan tanah diperoleh dari lingkungan Unika Widya Mandala
Madiun. Alat: botol plastik (botol kemasan air minum aqua, volume 1,5 liter),
gunting, pisau cutter, selotif, penggaris, timbangan, cetok, soldir, pH meter tanah,
Leo Eladisa Ganjari
Pembibitan Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume) dengan Model Agroekosistem Botol Plastik
49
c. Perbandingan Berat dan Diameter Umbi Katak (bibit- bulbil) dengan Umbi
Batang
Tanaman porang selama tumbuh dengan Model Agroekosistem Botol Plastik
mampu menghasilkan umbi batang. Dari penelitian didapatkan hasil umbi batang
dengan rata-rata berat basah 120,42 gram per tanaman. Umbi tersebut hasil dari
bibit umbi katak dengan berat basah rata-rata 7,88 gram/per bibit. Bila
diperhitungan persentase antara kenaikan berat umbi katak bibit dan umbi batang
didapatkan hasil 1.528,17 %. Berdasarkan hasil penelitian Sumarwoto (2005), berat
umbi batang pada periode satu yaitu berkisar antara 50 sampai 200 gram. Dengan
demikian tanaman porang yang ditanam pada botol plastik pada periode pertama
tumbuh normal Lihat Tabel 4 dan Gambar 2.
Besarnya diameter umbi batang rata-rata 5,71 cm, sedangkan umbi katak
sebagai bibit diameternya 3,26 cm. Bila diperhitungan persentase antara kenaikan
diameter umbi katak bibit dan umbi batang didapatkan hasil 75,15 %.
52 Widya Warta No. 01 Tahun XXXV III/ Januari 2014
ISSN 0854-1981
d. Berat dan Diameter Umbi Katak (bulbil) yang Dihasilkan dari Tanaman
Porang
Selain menghasilkan umbi batang, tanaman porang yang dipelihara di dengan
Model Agroekosistem Botol Plastik mampu menghasilkan umbi katak. Umbi katak
terletak pada tengah dan cabang daun. Umbi katak tengah yang dihasilkan dengan
berat rata-rata 1,33 gram dengan diameter rata-rata 1,52 cm. Berat rata-rata umbi
katak yang terletak pada cabang daun 0,19 gram/umbi katak . diameternya yaitu
0,59 cm (Lihat Tabel 5 dan Gambar 2). Menurut Pitojo (2007) pada ujung tangkai
tanaman memebentuk umbi katak (umbi tetas). Demikian juga pada tangkai
cabangnya membentuk umbi tetas. Pada tanaman muda hanya terdapat satu umbi
tetas, sedangkan tanaman tua memiliki empat umbi katak, satu di ujung tangkai
daun dan tiga lainnya berada pada anak tangkai. Dengan demikian tanaman porang
yang ditanam di botol plastik mampu hidup mencapai umur tua sesusai pendapat
Pitojo (2007) .
Gambar 1. Umbi katak (bulbil) dengan calon tunas (bintik mata tunas, tonjolan
kasar pada permukaan kulit) dan pertumbuhan tunas. A: Umbi belum bertunas,
B: Umbi katak yang mempunyai tunas tunggal, C: Umbi katak yang mempunyai
banyak tunas.
Leo Eladisa Ganjari
Pembibitan Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume) dengan Model Agroekosistem Botol Plastik
53
Tabel 5: Hasil Pengukuran Berat dan Diameter Umbi Katak (bulbil) Selama 3
Bulan Pertumbuhan
Data Umbi Katak Tengah Umbi Katak Cabang
Berat (gram) Diameter (cm) Berat (gram) Diameter (cm)
Rata2 1,33 1,52 0,19 0,59
Min 0,90 1,30 0,15 0,50
Maks 1,80 1,70 0,30 0,80
besar. Mengingat diameter botol plastik hanya 8,00 cm, sedangkan umbi batang yang
dihasilkan mencapai rata-rata 5,71 cm, dan diameter terbesar mencapai 6,40 cm.
Pemanfaatan botol plastik sebagai model penanaman tanaman dapat juga
dilakukan dengan Model Wick System (Lova, 2011) dan sub-irrigation planter atau
model SIP (Bodanyi, 2010; Jongh, 2011; GRG, 2012). Wick System merupakan sistem
hidroponik yang sangat sederhana, prinsipnya hanya membutuhkan sumbu yang
menghubungkan antara nutrisi dan media tanam. Air dan nutrisi akan dapat sampai
ke akar tanaman dengan memanfaatkan prinsip daya kapilaritas air melalui
perantara sumbu. Perbedaan dasar antara Wick System dan sub-irrigation planter
yaitu, air pada Wick System menggunakan air yang dicampur dengan nutrien
sedangkan pada SIP airnya tanpa nutrien. Media Wick System berupa material
nonnutrien, sedangkan SIP media berupa tanah yang dicampur nutrien (pupuk).
Model Agroekosistem Botol Plastik (MABP) yang digunakan untuk penelitian
merupakan modifikasi dari sub-irrigation planter (SIP). Perbedaan terletak pada
pemanfaatan sumbu lubang pengontrol air. SIP menggunakan sumbu, tapi tidak
menggunakan lubang pengotrol kelebihan air. MABP menggunakan lubang
pengotrol kelebihan air tapi tdak menggunakan sumbu. SIP lebih cocok pada
lingkungan indoor, sedangkan MABP lebih cocok pada lingkungan outdoor.
Pemanfaatan botol plastik tidak terbatas pada kebun diluar ruangan melaikan
di dalam ruangan. Berkebunatau bertani di dalam ruangan ini dikenal dengan istilah
Windowfarms, istilah ini digunakan untuk menggambarkan bahwa kegiatan bertani
ada di dekan jendela rumah (Britta, 2010; Reley dan Nayak, 2011).
Model Agroekosistem Botol Plastik (MABP) selain dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan pembibitan tanaman porang dapat diaplikasikan pada tanaman
pertanian khususnya, jenis sayuran yang memerlukan air banyak. MAPB juga dapat
digabungkan dengan Model SIP dan Windowfarms dalam memperluas areal
pertanian dan sangat relevan diterapkan di daerah urban (perkotaan)
Leo Eladisa Ganjari
Pembibitan Tanaman Porang (Amorphophallus muelleri Blume) dengan Model Agroekosistem Botol Plastik
55
Gambar 3. Prinsip Model SIP(A) dan MABP (B). Tanaman porang yang ditanam
dengan MABP (C). a: sumbu, b: lubang pengatur ketinggian air, 1:tanaman, 2:
tempat penampungan tanah, 3: tanah, 4: tempat penampungan air dan 5: air. SIP
dikembangkan Debbie Kong(GRG, 2012) dan MABP dikembangkan oleh peneliti
DAFTAR PUSTAKA
Antara.2011. Danone Aqua perkenalkan tempat pembuangan sampah botol plastik. Situs
Internet: http://www.antara.net.id/index.php/2011/12/01/danone-aqua-
perkenalkan-tempat-pembuangan-sampah-botol-plastik/id/. Download:
04012011
Green Roof Growers (GRG). 2012. Let’s Make 2-Liter SIPs!. Situs internet:
http://greenroofgrowers.blogspot.com/2012/03/lets-make-sips.html download
0405 2012
Jongh, I.D. 2011.Make your own Sub Irrigating Planter: Sub Irrigated Soda Bottle
Planters . Situs internet: www.ilonadejongh.com download 0405 2012
KEPAS. 1990. Analisis Agro-ekosistem untuk Pembanguanan Masyarakat Pedesaan Irian Jaya.
Kelompok Penelitian Agro-ekosistem (KEPAS). Irian Jaya.Pusat Studi Lingkungan
Hidup Universitas Cendrawasih.
Nicholls, R.E.1987. Hidroponik, Tanaman Tanpa Tanah. Semarang. Penerbit Dahara Prize.
7 cm
8 cm
c
a b
a b c
Gambar 5. Alat pengamatan pertumbuhan tunas umbi katak (bulbil). a: botol plastik, b: potongan
bagian bawah botol plastik dan c: alat berisi umbi katak.
UMBI KATAK
.`
(bulbil)
16
cm
1
8 cm
6
c
m
16 cm
TANAH
Lubang
1 Pengontrol 15 cm
58 cm 15
air
c
cm
8 cm 5cm
m
cm AIR
5 cm
8
a a b b c c
c
Gambar 6. Alat Model Agroekosistem Botol Plastik. a: botol plastik, b: potongan 2
bagian botol plastik dan c: alat berisi umbi katak (bulbil) m