You are on page 1of 126
IETODED ae PNY in at PART a eect i Haryanto A.G. Hartono Ruslijanto Datu Mulyono KEDOKTERAN il EGC EGC 1334 METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH: BUKU AJAR UNTUK MAHASISWA Oleh: Haryanto A.G., DRG., SP.PROS., FICD, Hartono Ruslijanto, DRG., SP.PM., dan Datu Mulyono, DRG., SU Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Buku Kedokteran EGC © 1999 Penerbit Buku Kedokteran EGC P.O. Box 4276/Jakarta 10042 Anggota IKAPI Desain kulit muka: Samson P. Barus Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Cetakan I: 2000 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Haryanto A.G. Metode penulisan dan penyajian karya ilmiah : buku ajar untuk mahasiswa / oleh Haryanto AG, Hartono Rusiijanto, Datu Mulyono ; editor, Haryanto A.G. ~ Jakarta : EGC, 2000. xii, 139 him. ; 15,5 x24 em, ISBN 979-448-507-1 1. Penulisan teknis. I. Judul. II. Ruslijanto, Hartono. IIL. Mulyono, Datu. 808.066 DAFTAR ISI Sambutan v Kata Pengantar vi Bab __PENULISAN KARYA ILMIAH Latar Belakang, Sikap Ilmiah dan Kewajiban Profesional Kontributor : Haryanto A.G., drg., Sp. Pros., FICD, Pendahulua: n Latar Belakang Penulisan [Imiah ‘Sikap Ilmiah Seorang Ilmuwan Kewajiban Profesional Manfaat Menulis Bagi IImuwan Macam-macam Karangan IImiah _ Langkah-langkah Penyusunan Karangan Ilmiah Daftar Pustaka IS la ter tea It Bab I] _PENELUSURANPUSTAKA (Kontributor : Haryanto A.G., drg., Sp. Pros., FICD) Pendahuluwan 0 Sumber-sumber Informasi 2 Tujuan Penelusuran Pustaka 22 Sistem Klasifikasi Pustab 22 Langkah dan Cara Penelusuran 2h Sistem Layanan Perpustakaan 28 Penutup 29 Daftar Pustaka 29 (Kontrinbutor : Datu Mulyono, drg..SU, Pendaboluan 20 Ragam Bahasa Indonesia 30 Singkatan dan Akronim 32 ie Bahan dengan hak cipta x METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH Istilah Bar. 34. Syarat Pembentukan Istilah 35 Awalan sebagai Unsur Pembentuk Istilah 36 Akhiran Bahasa Inggris ic dan ical 38 38 Tanda Tuli Sinonim dalam Bahsa Indonesia CC Ejaan Bahasa Indonesia yang Konsisten 41 Kata Benda Jamak: haruskah selalu diulangi? 41 Di, Ke, Dari, Daripada 41 Partike! Lah, Kah. Tah, Pun 42 Mengurutkan Angka ke Bawah 43 ‘Angka Nol di depan Koma desimal dan Tanda Titik 43 Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan 44 Penutup 45 Daftar Pustaka 45 BabIV__PENYUSUNAN PARAGRAF DAN KALIMAT 46, (Kontributor ; Datu Mulyono, drg., SU) Pendahuluan 46 Paragraf 47 Kesatuan 48 Koherensi B Pengembangan 49 Kesejajaran atau Paralelisme 50 Ketaatasasan pada Pola 5o Macam-macam Paragraf 57 Kalimat Topik Sl Cara Pengetikan Paragraf 52 Kalimat 32 Struktur yang benar 52 Diksi 54 Bentuk yang Sejajar 54 Gagasan yang Masuk Akal 55 Penekanan. 33 Latihan Memperbaiki Kalimat 56 Penutup 57 Daftar Pustaka 57 BabV SISTEMATIKA PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH 58 (Kontributor : Hartono Ruslijanto, drg. Sp.PM) Pendahuluan 58 Bagian Dasar Karangan fmiah 52 Topik dan Judul 39 DAFTAR ISI xi Ragangan Karangan 63 Abstrak 63 Kesimpulan 68 Latihan 68 Bab VI__ PENULISAN DAFTAR PUSTAKA 69 (Kontributor ; Hartono Ruslijanto, , drg., Sp. PM) Pendahniman Déflar Pusiaka dan Gualn Kan 6 Fungsi Daftar Pustaka 70 Sumber Informasi 0 {nent Unsiiedalan S Puaeakea UW Penuli: i Iudul 2 Eakta-Fakta Penerbitan Penyusunan day Cara Penulisan Daftar Pustaka 72 Cara Penulisan Kepustakaan dalam Daftar Pustaka yang Berasal dari Berbagai Sumber Informasi 73 Kelompok Buku Ajar 73 Kelompok Majalah (Jurnal) 75 Daftar Pustaka 77 Bab VII_ _PENYUSUNAN KARYA ILMIAH BERDASARKAN JENISNYA (Kontributor : Hartono Rustlijanto, drg., Sp. PM & Datu Mulyono, drg., SU) Pendabuluan 8 A. Penyusunan Karangan Itmiah Berupa Studi Pustaka 78 (Kontributor : Hartono Ruslijanto. drg., Sp. PM) B. Penyusunan Karya Ilmiah Berupa Laporan Kasus 9 (Kontributor Hartono Ruslijanto, . drg., Sp. PM) C. Penyusunan Karya !miah Berupa Laporan Hasil Penelitian 8 (Kontributor : Datu Mulyono, dre..SU.) Monografi 82 Makalah dalam Majalah 88 Penutup 8&9 Daftar Pustaka 90 Bab VIII__PENYAIAN KARYA ILMIAH 9 Dengan Alat Bantu Dengar-Pandang (Koniributor : Haryanio A.G., drg., Sp. Pros., FICD) Pendahuluan 91 Penyajian Sebagai Media Komunikasi 92 xii METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH H -H K ae Peranan Alat Bantu Dengar-Pandang 94 Macam-Macam Alat Bantu Dengar-Pandang 96 Indikasi dan Cara Pemakaian Alat-Alat Bantu Dengar-Pandan 97 Persiapan Penyajian 106 Pelaksanaan Penyajian H2 Cara Pendekatan Penyampaian 13 Struktur Pembicaraan i4 Acara Diskusi 116 Evaluasi Pasca-Penyajian 7 Daftar Pustaka H7 Bab IX PUBLIKASI ILMIAH MELALUI MEDIA CETAK ug (Kontributor : Haryanto A.G. drg., Sp. Pros., FICD) Pendahuluan ug Macam-macam Publikasi IImiah hg Ciri-ciri Publikasi IImiah 120 Pengelolaan Penerbitan Majalah 122 Daftar Pustaka 124 APENDIKS SUATU KILAS BALIK PENERBITAN MEDIA CETAK KEDOKTERAN GIGI DI INDONESIA 125 (Kontributor: Haryanto A.G., drg., Sp. Pros., FICD) Pendahuluan ns Masalah Penerbitan Di Indonesia 126 Beberapa Kenyataan dan Pemikiran 127 ‘Apa yang Salah dengan Publikasi Di Kalangan Dokter Gigi Indonesia 131 Penutup 135 INDEKS 136 Bab Iv PENULISAN KARYA ILMIAH Latar Belakang, Sikap Ilmiah dan Kewajiban Profesional Haryanto A.G. When I’m dead, I hope it will be said: “His sins were scarlet, but his words were read” (Hilaire Beloc). PENDAHULUAN Dalam proses penulisan seorang ilmuwan dihadapkan pada cara penggalian ilmu pengetahuan melalui penelusuran pustaka. Ja akan mendalami suatu pengetahuan yang “imajinatif” dan makin lama makin dalam masuk ke dasar “lautan bacaan”, sehingga ibarat “gunung es” apa yang tadinya mungkin tampak kecil di permukaan laut, ternyata dasarnya amat dalam dan luas. Itulah sebabnya, di kalangan ilmuwan dan sarjana, kepustakaan merupakan suatu hal yang sangat hakiki dan tak ternilai, dan menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidaklah dapat dibayangkan bagaimana seorang sarjana dan ilmuwan hidup tanpa tulisan-tulisan. Sebetuinya, segala sesuatu yang diperoleh seorang penulis, bukanlah se- mata-mata hasil karyanya sendiri, tetapi praktis bersumber dari hasil penga- matan dan pengalaman orang lain ditambah pengamatannya sendiri. Semuanya ini lalu dituangkan ke atas kertas berupa karya tulis ilmiah. Banyak antropolog yang berpendapat: “Sebagaimana bahasa membedakan manusia dari binatang, begitu pula tulisan membedakan manusia beradab dari manusia biadab”. Mengingat tukar-menukar pengetahuan antar para ilmuwan seperti ini, maka seorang sarjana tidak diharapkan hanya menjadi anggota kelompok pemakai (konsumen) saja dari ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, ia juga dituntut menjadi penghasil (produsen) dalam bidang ini. Dengan kata lain seorang sarjana bukan hanya bisa membaca tulisan-tulisan karya orang lain, tetapi mampu pula menulis sendiri karangan-karangan ilmiah. 2 METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH Supaya bisa menulis dan menyusun buah pikiran secara ilmiah, penulisan haruslah mengikuti cara-cara tertentu, sehingga mampu mencapai. tujuan yang diharapkan. Cara-cara pembuatan karangan ilmiah sebetulnya hanya soal teknis dan dapat dipelajari dengan mudah. Walaupun selama ini dikenal berbagai ketentuan dan pedoman penulisan ilmiah yang kadang-kadang dirasa- kan tidak seragam, semua itu pada hakekatnya mempunyai tujuan yang sama. LATAR BELAKANG PENULISAN ILMIAH Orang sering mengeluh tidak mampu menulis karena merasa tidak punya “ bakat mengarang, tak punya bahan dan setumpuk alasan lain. Sebetulnya orang yang berkecimpung dalam dunia profesi apapun, termasuk dunia kedokteran gigi, pasti punya sesuatu untuk ditulis. Salah satu masalah yang mungkin menjadi hambatan hanyalah ketidaktahuan bagaimana memilih bagian-bagian yang menonjol dari sekian banyak bahan informasi maupun pengalaman yang dimiliki. Seorang sarjana hendaknya menyadari betul betapa tak ternilainya suatu kepustakaan bagi dirinya, bagi penelitian yang akan atau sedang dilakukan, maupun bagi pengembangan diri serta perkembangan profesi yang digeluti- nya. Hal ini berlaku pula di dunia kedokteran gigi. Memang, menulis belum tentu mudah bagi setiap orang, namun bila kita menyadari tugas-tugas kita sebagai anggota kelompok profesi, tidak layaklah kita mencari-cari alasan karena ingin menghindari tugas ini. Pengetahuan yang kita miliki bisa sangat bermanfaat untuk sesama dokter gigi, bila pengetahuan ini dipublikasikan. Namun, bila kita menyimpannya untuk diri sendiri saja, pengetahuan ini tidak bermanfaat bagi siapa pun, karena tak seorang pun yang tahu. Hal ini akan menjadi lebih buruk lagi bila pengetahuan yang kita miliki itu sebetulnya tidak benar. Dan lebih celaka lagi karena kita sama sekali tidak mengetahui adanya kesalahan ini. Seorang sarjana sebagai ilmuwan harus mampu menjadi penulis karya ilmiah, sejalan dengan kemandirian dan sikap ilmiah yang harus dimilikinya. Mandiri, dalam arti bahwa ia dapat menghasilkan sendiri hal-hal baru, sebagai hasil pengamatan, pengalaman maupun penelitiannya sendiri. Tanpa semua ini, tak mungkinlah seorang mahasiswa atau bahkan sarjana sekali pun, mampu menulis karya ilmiah. Dalam menuangkan pengalaman dan pengamatan seseorang menjadi karya tulis ilmiah, ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Pertama, sesuatu yang ditulis atau diuraikan itu tidaklah mungkin dapat dimengerti orang lain — apalagi diamalkan — bila pengalaman dan penga- matan itu tidak dituangkan dalam bentuk karangan dengan bahasa yang jelas, tegas dan cermat. Syarat ini penting supaya karangan ilmiah dapat dibaca dan PENULISAN KARYA ILMIAH 3 dipahami tanpa keragu-raguan dan tanpa terjadi salah tafsir. Kedua, berbeda dengan karya-karya sastra, penulisan karangan ilmiah harus mengikuti kaidah-kaidah yang lazim berlaku. Itulah sebabnya sistematika penulisan karya ilmiah ini perlu dipahami dan dikuasai. SIKAP ILMIAH SEORANG ILMUWAN Sejauh ini dikenal tujuh hal yang menyangkut sikap ilmiah ilmuwan, yang sering kali dilupakan dan diabaikan oleh sebagian sarjana, termasuk mereka yang sudah mencapai strata pendidikan lebih tinggi, bahkan yang tertinggi sekalipun. Pertama, ‘sikap ingin tahu’. Seorang yang bersikap ilmiah selalu ber- tanya-tanya tentang berbagai hal yang dihadapinya. Ia selalu tertarik tidak saja kepada hal-hal yang lama, tetapi terutama pada hal-hal yang baru Walaupun hal-hal lama telah dibahas oleh para ahli sebelumnya, mungkin saja untuk pengembangannya masih dibutuhkan pemikiran lebih lanjut Sebaliknya, hal-hal baru perlu ditelaah sehingga bila perlu dapat dibuat suatu kesimpulan baru. Kedua, ‘sikap kritis’. Orang yang bersikap kritis tidak puas dengan jawaban tunggal. Ia akan selalu berusaha mencari hal-hal yang ada di balik suatu gejala, bahkan yang melatarbelakangi fakta yang dihadapinya. Sikap ingin tahu ini merupakan motivasi kuat dan positif untuk belajar. Rasa ingin tahu semacam ini menyebabkan sescorang mencari informasi scbanyak mungkin, sebelum ia menetapkan pendapat yang akan dikemukakannya. Ia selalu berhati-hati sebelum melakukan suatu tindakan. Ketiga, ‘sikap terbuka’. Artinya, selalu bersedia mendengar keterangan dan argumentasi orang lain, walaupun berbeda dalam pendirian. Orang dengan sikap seperti ini tidak menutup mata terhadap adanya kemungkinan pendapat lain. Itulah sebabnya ia tidak emosional dalam menghadapi kritik, sangkalan bahkan celaan terhadap pendapat yang dikemukakannya. Keempat, ‘sikap obyektif’. Seorang sarjana yang memiliki sikap obyektif akan mampu mengesampingkan sikap prasangka pribadi (apriori) ataupun kecenderungan yang tidak beralasan terhadap orang lain. Jadi ia selalu berpikir positif. Dengan demikian ia mampu menyatakan sesuatu apa adanya, serta dapat melihat sesuatu secara nyata dan aktual. Orang yang bersikap obyektif tidak dikuasai oleh pikiran atau perasaannya sendiri maupun pra- sangka terhadap orang lain. Kelima, ‘rela menghargai karya orang lain’. Berjiwa besar untuk meng- hargai karya orang lain, tanpa merasa dirinya kecil, merupakan sikap ilmiah yang amat penting. Kecongkakan biasanya menyebabkan orang tak mampu bersikap obyektif. Kalau ia berhasil membuat karya ilmiah, biasanya tulisan- 4 METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH nya berada sombong, memerintah ataupun menggurui. Seorang yang ber- jiwa ilmiah pantang mengakui karya orang lain sebagai karya orisinal yang berasal dari dirinya. Ia rela dan dengan senang hati akan mengakui dan menyampaikan ucapan terima kasih atas gagasan atau karya orang lain yang ia kutip atau bantuan dalam bentuk apa pun yang telah diterimanya. Keenam, ‘berani mempertahankan kebenaran’. Sikap ilmiah membuat orang berani mengatakan kebenaran dan bila perlu sekaligus mempertahan- kannya. Kebenaran yang dibelanya ini mungkin berupa tulisan atau hasil penelitiannya sendiri, mungkin pula hasil penemuan karya orang lain. De- ngan memiliki keberanian mengemukakan kebenaran, cara berpikir dan sikapnya dalam melakukan penulisan menjadi konsisten. Ketujuh, ‘mempunyai pandangan jauh ke depan’. Orang yang punya pandangan jauh ke depan, selalu tanggap terhadap perkembangan dan kema- juan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena sikap ini, ia selalu haus untuk ™membaca dan mengetahui lebih banyak. Akhirnya, ia akan menganggap bahwa membaca dan menulis sebagai suatu kebutuhan, serta menulis karya ilmiah sebagai suatu kewajiban profesional. Dalam kaitan dengan Sikap Ilmiah Ilmuwan tadi, menarik untuk mencatat apa yang dikemukakan Martone sebagai: The Value of ‘I don't Know’ (Nilai dari Pernyataan ‘Saya Tidak Tahu’). Ia menggambarkan bahwa dalam masa tumbuh kembangnya, seorang anak balita (bawah usia lima tahun) memiliki rasa ingin tahu yang amat besar. Hal ini disebabkan oleh karena anak ini merasa “Saya belum atau tidak tahu apa-apa,” sehingga ia selalu bertanya tentang segala sesuatu yang dilihat dan ingin diketahuinya. Setelah ia me- ningkat besar dan menjadi remaja atau orang dewasa muda, mulailah rasa ingin tahunya berangsur-angsur menyusut. Pada usia seperti ini, mulailah timbul perasaan “Saya mulai banyak tahu” dan dengan demikian keinginan- nya untuk bertanya jadi berkurang. Makin ia dewasa, menjadi sarjana, magis- ter, bahkan mungkin doktor dan profesor, tidak mustahil perasaan ‘segala tahu' nya makin menggumpal. /a menjadi sombong karena merasa dirinya serba dan segala tahu. Sebagai akibat yang lebih parah biasanya orang seperti ini kurang suka menerima pendapat orang lain, karena merasa dirinya paling benar. Tentu saja sikap seperti ini bukan sikap yang terpuji dan tidaklah patut dimiliki seorang sarjana dari lapisan pendidikan dan bidang ilmu manapun juga. Inilah yang sering terjadi bila seorang sarjana tidak memiliki dan menjiwai Sikap Timiah Iimuwan. Perlu pula diingat suatu hal yang sering disebut sebagai ciri-ciri seorang cendekiawan. Seperti dimaklumi, ilmuwan kerap disebut cendekiawan, yang berarti seorang yang memiliki sifat cendekia atau intelijen; dan berarti tajam pikiran dalam memahami masalah serta cakap mencari jalan keluarnya. Cendekiawan adalah orang yang mampu berpikir dengan tajam untuk mema- hami masalah dan menyumbangkan jalan keluar dari masalah itu bagi kebaikan orang banyak. PENULISAN KARYA ILMIAH S: Jadi jelas, kaum cendekiawan atau intelijensia bukan hanya mereka yang bergelar sarjana atau berkedudukan tinggi. Tanpa memandang kedudukan- nya, siapa pun dapat memiliki sifat cendekia. Namun dalam prakteknya, cendekiawan memang berarti orang yang terpelajar atau pandai. Pengertian terpelajar sendiri juga perlu diluruskan. Banyak mahasiswa dan sarjana yang baru lulus mengira bahwa ciri orang pandai adalah ber- bicara secara rumit dan sulit. Mereka mengira bahwa ciri makalah yang ilmiah adalah adanya istilah-istilah yang hebat dan bila perlu berbau asing. Padahal, ciri sebuah pemikiran yang ilmiah adalah adanya uraian yang teratur dan jelas, adanya penilaian yang pada satu pihak didukung oleh penalaran yang mendasar, namun pada lain pihak tetap terbuka untuk diperbaiki atau diubah lagi. Sesungguhnya ciri utama cendekiawan adalah kejernihan pemikirannya dan yang lebih penting lagi manfaat pemikiran itu bagi kepentingan umum. Seorang cendekiawan tidak hanya pandai berpikir untuk kepentingan dirinya atau kepentingan golongannya sendiri, tetapi untuk kepentingan semua go- longan yang ada. Jika seandainya ada masalah yang menyangkut pertikaian antara dua pihak, maka ciri pola pikir cendekiawan adalah sumbangan pemi- kirannya yang membawa kebaikan dan mendamaikan kedua pihak. Dalam istilah lebih populer, ciri pemikiran cendekiawan adalah inklusif (asal katanya adalah to include = mengikutsertakan, merangkul, memasuk- kan) sebagai lawan kata dari eksklusif (yang berasal dari kata to exclude = menyisihkan, menyingkirkan, mengeluarkan). Dengan demikian dapat dikata- kan bahwa ciri pemikiran cendekiawan ini adalah kontributif (dari ro con- tribute = menyumbang manfaat) bagi semua pihak. Cendekiawan yang bersifat eksklusif dan diskriminatif sebetulnya menyangkal hakekat dirinya sendiri sebagai cendekiawan. KEWAJIBAN PROFESIONAL Sebetulnya ada sesuatu yang lebih dari sekedar keuntungan pribadi dalam hal karang-mengarang, yaitu pemenuhan kewajiban profesional kita sebagai seorang ilmuwan, khususnya sarjana kedokteran gigi. Sering dikemukakan bahwa salah satu ciri khas dunia profesi adalah kepustakaan atau literaturnya. Sebagai seorang profesional, kita mempunyai kewajiban membagi pengetahuan serta pengalaman kita kepada sesama teman seprofesi. Dalam segi informasi ini, tidak sepatutnya kita mempunyai rahasia profesional. Apapun yang kita ketahui, sepantasnya pula diketahui oleh sejawat lain. Zaman dimana dikenal adanya ‘cara kerja dan bahan ajaib’ yang perlu dirahasiakan dianggap sudah berlalu. Setelah mampu menguasai ilmu, apa lagi bila sudah mampu meneliti, seorang ilmuwan harus menulis. Pengetahuan yang dikuasainya itu haruslah 6 METODE PENULISAN DAN PENYAJAN KARYA ILMIAH dikomunikasikan kepada orang lain. Tanpa ditulis komunikasi ini tak akan terjadi, dan pengetahuan tadi tidak akan berkembang karena tidak diketahui apa lagi dipahami oleh masyarakat luas. Ilmu pengetahuan dari dunia Timur sebetulnya tidak kalah mutunya dari dunia Barat, namun mengapa yang berasal dari Barat jadi lebih menonjol? Sebab, para ahli dunia Timur lebih enggan serta kurang banyak menulis dan menyebarluaskan ilmunya. Orang Timur biasanya lebih dikenal sebagai penutur yang baik, dan bukan penulis. Setelah orang Barat datang mem- pelajari ilmu-ilmu dari Timur, maka pengetahuan tentang Yoga, Akupunktur dsb. jadi lebih memasyarakat. Hal ini disebabkan karena setelah mempelajari dan menguasai ilmu ini, mereka segera menulis karangan, bahkan buku-buku. Dengan cara ini, ilmu yang tadinya tertutup dan diketahui secara tradisional, kini dapat dipelajari orang dari mana pun ia berasal. Dalam dunia perguruan tinggi Barat dikenal ungkapan “Publish or Per- ish”, yang artinya kurang lebih: “barang siapa yang tidak menulis akan mati atau tercerabut dari dunia perguruan tinggi”. Jadi, seorang ilmuwan hendaknya selalu menulis: “Scientist must write”. MANFAAT MENULIS BAGI ILMUWAN Seorang ilmuwan dituntut mampu mengutarakan pikiran, pendapat, dan gagasan dalam bentuk tulisan. Menulis banyak sekali manfaatnya bagi seorang ilmuwan, sebagaimana tampak dalam hal-hal berikut ini : 1) Ja akan terlatih mengembangkan keterampilan membaca secara efektif, sebab sebelum menulis, ia harus membaca dahulu berbagai kepustakaan yang cukup banyak dan mendalam. 2) la akan terlatih meramu hasil bacaan dari berbagai sumber tadi, dan akhimya mampu menyajikan fakta lebih jelas, informatif, serta siste- matis, untuk menyarikannya ke tingkat pemikiran yang lebih matang. 3) Ia akan memahami berbagai kegiatan penggalian dan penelusuran pustaka, mulai dari memakai katalog hingga menggunakan komputer. 4) Ja akan mampu berlatih menyusun hasil pemikiran dan penelitiannya menurut cara-cara yang lazim digunakan kalangan ilmuwan. Walaupun kita tidak mempunyai latar belakang dasar-dasar penelitian, tidaklah ada alasan mengapa kita tidak melaporkan pengalaman pribadi yang kita lakukan. Pengungkapan pengalaman seperti ini mungkin dapat mem- bantu memecahkan masalah utama yang dihadapi orang lain, karena tulisan ini dibaca oleh banyak orang. 5) Ia akan lebih mampu melihat kesalahan dirinya sendiri sebelum ke- salahan ini dilihat orang lain, karena prinsip penulisan ilmiah adalah PENULISAN KARYA ILMIAH 7 “Writing is Rewriting” — menulis adalah menulis ulangs Mengapa demikian? Untuk bisa menuangkan pendapat, pemikiran dan penge- tahuan ke atas kertas, seseorang haruslah memikirkan dahulu setiap tindakannya secara logis. Dalam proses inilah, biasanya kita menyadari adanya kesalahan, yang sebelumnya mungkin tidak terlihat. Kita dapat kembali ke ‘jalan yang benar’ bila ternyata benar-benar terdapat kesa- lahan dalam pemikiran, pengamatan maupun cara kita bekerja. Patut pula diingat bahwa dengan menuangkan pemikiran kita ke atas kertas, maka kita dapat melihat ‘ada atau tidaknya kesalahan sendiri’ sebelum orang lain sempat melihatnya. Dalam proses membuat karangan, biasanya seorang penulis membaca kembali apa yang sudah ditulisnya, sebelum karangannya dikirim atau diterbitkan. Pada saat mengulang baca hasil karya inilah, biasanya bisa terlihat adanya kesalahan, kekurangan mau- pun kelebihan pada naskah ini. 6) Ia akan meningkatkan pengetahuan dan memperluas cakrawala pan- dangan masyarakat awam maupun sesama ilmuwan, karena telah menge- mukakan sesuatu yang mungkin belum diketahui masyarakat luas. Di lain pihak, pasti si penulis juga dapat menolong dirinya sendiri untuk memahami masalah dan pemecahannya dengan lebih baik. Ia akan membuka peluang dialog imajinatif dengan sesama ilmuwan pada saat menyusun karangannya, maupun dialog nyata setelah makalahnya di- publikasikan. 7) Ta akan memperoleh kepuasan batin maupun intelektual karena sudah memenuhi kewajiban profesionalnya. MACAM-MACAM KARANGAN ILMIAH Salah satu dasar penggolongan karangan dibuat oleh Jones (1960), yang membagi karangan menjadi karangan ilmiah dan karangan -non-ilmiah, berdasarkan fakta yang disajikan dalam karangan itu, yaitu fakta umum dan fakta pribadi. Penggolongan bisa pula dilakukan berdasarkan metodologi penulisannya, menjadi karangan ilmiah dan karangan tidak ilmiah. Bila karangan menyajikan fakta umum maupun pribadi, namun disajikan tidak dengan metoda yang baik dan benar, maka disebut sebagai karangan tidak ilmiah. Ciri-ciri Karangan Ilmiah: a. Menyajikan fakta obyektif secara sistematis. b. Pemyataannya cermat, tepat, tulus, dan benar, serta tidak memuat terkaan. c. Penulisnya tidak mengejar keuntungan pribadi. o METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH Penyusunannya dilaksanakan secara sistematis, konseptual dan prosedural. Tidak memuat pandangan-pandangan tanpa dukungan fakta. Tidak emotif menonjolkan perasaan. Tidak bersifat argumentatif, tetapi kesimpulannya terbentuk atas dasar fakta. mame eo Ciri-ciri Karangan Non-ilmiah: a. Penyajiannya lebih bersifat subyektif. Mengandung usulan dengan efek dan kesimpulan yang diharapkan penulis. c. Bersifat persuasif, sesuai dengan keyakinan penulis yang mengajak pem- baca untuk berubah pendapat. Pandangan yang dikemukakan penulis tidak didukung fakta umum. ¢. Motivasinya lebih mementingkan diri sendiri, karena itu isinya bisa melebih-lebihkan sesuatu. f. Kesimpulan penulis lebih bersifat argumentatif, schingga kurang atau tidak membiarkan fakta berbicara sendiri. x Secara ringkas, karangan atau tulisan ilmiah adalah karya tulis yang disusun berdasarkan tulisan, pernyataan atau gagasan orang lain, baik yang telah, belum atau bahkan tidak dipublikasikan sama sekali. Jadi pada hakekatnya penulis menyusun kembali hal-hal yang telah dikemukakan orang lain, ditambah pengalamannya dan dalam gaya bahasanya sendiri. Dengan demi- kian tulisan ini merupakan suatu uraian yang didukung informasi yang telah diuji kebenarannya dan kemudian disajikan dengan cara yang lazim dan benar, sesuai dengan metoda yang berlaku. Dengan demikian, pada dasarnya karangan ilmiah mengemukakan fakta dan sebagian lagi memuat pendapat, anggapan atau dugaan di samping kesimpulan dan rekomendasi serta saran. Semua informasi ini perlu diberi tempat/kedudukan yang jelas, tidak dicampuradukkan. Hal ini berarti, bolch saja menulis perpaduan antara pendapat berbagai ahli atau keterangan- keterangan lainnya, tetapi harus selalu dijaga jangan sampai keterangan- keterangan itu dijadikan satu begitu saja. Dari pelbagai kepustakaan ternyata dijumpai bermacam-macam cara penggolongan jenis karangan ilmiah. Penggolongan ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti terlihat pada uraian di bawah ini. Ditinjau dari cara penulisannya, kita melihat adanya Karangan Ilmiah Murni, yang biasanya ditujukan untuk konsumsi kalangan profesi atau cendekiawan. Sebaliknya, Karangan Ilmiah Populer ditujukan untuk masya- rakat umum, dengan tujuan membangkitkan motivasi terhadap suatu peme- cahan masalah. Ditinjau dari sumber utama yang digunakan sebagai dasar penulisannya, kita mengenal Laporan Kasus, Laporan Penelitian serta Studi Kepustakaan. PENULISAN KARYA ILMIAH 9 Berdasarkan Bentuk Karangannya, dikenal adanya Makalah (= paper), Skripsi, Tesis dan Disertasi. Karena masing-masing jenis karangan tadi akan dibahas dalam pembicaraan khusus, pada kesempatan ini hanya akan diberikan ilustrasi singkat saja. Makalah (paper) Makalah adalah segala bentuk karangan ilmiah tertulis, baik sebagai hasil pembahasan buku maupun sebagai hasil karangan tentang suatu pokok persoalan. Kita mengenal berbagai bentuk makalah berikut ini, sebagaimana biasanya dijumpai dalam jurnal/ majalah ilmiah. Studi Kepustakaan (penelaahan teoritis) Penelaahan gagasan berbagai ahli mengenai suatu masalah untuk diper- bandingkan. Kemudian ditarik kesimpulan menurut pandangan penulis. Tinjauan Historik (historical review) Di sini dilakukan pencatatan cermat berdasarkan urutan perkembangan dari masalah yang ditinjau. Dibuat sesingkat mungkin, tetapi lengkap dan didu- kung dengan acuan yang memadai. Deskripsi prosedur teknis praktis Penggambaran suatu teknik dengan cara-cara teratur dan mudah dimengerti, secara langkah demi langkah. Sclain menyatakan tujuan dari penggunaan cara teknis ini, penggambaran ini juga memuat ringkasan tentang keuntungan dan kerugiannya. Walaupun memberikan kemungkinan Sejawat lain untuk menilai, cara ini hendaknya jangan memberi suatu jaminan tentang efektivitasnya. Laporan Kasus Uraian ini oleh penulisnya dimaksudkan sebagai laporan tentang suatu hasil pengamatan/tindakan pemecahan masalah yang belum banyak diketahui or- ang. Percobaannya cukup dilakukan pada satu atau beberapa kasus saja. Laporan Penelitian Suatu laporan tentang penelitian yang telah diselesaikan oleh penulis. Ber- beda dengan laporan kasus, di sini masalahnya diambil dari sekelompok anggota masyarakat. Percobaannya sendiri dilakukan dengan mengikuti suatu metodologi yang terarah dan rinci. 10 METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH Skripsi Suatu karya tulis singkat yang didasari oleh penelitian berupa bahan-bahan bacaan atau observasi lapangan. Pembuatan karya tulis ini biasanya merupa- kan salah satu persyaratan wajib guna menyelesaikan suatu jenjang pendi- dikan tertentu, biasanya Program D-3 atau Strata Satu. Tesis Karya tulis ini hampir sama dengan skripsi, tetapi lebih mendalam dan merupakan laporan suaru penelitian yang dilakukan dengan seksama serta menurut metodologi perelitian. Tesis biasanya merupakan karya tulis akhir Program Strata Dua/Magister atau Program Spesialis Satu. Disertasi Istilah yang digunakan untuk karangan ilmiah yang dibuat dalam mencapai gelar tertinggi di sebuah universitas, yaitu Program Strata Tiga/Doktor. Biasanya ada ketentuan-ketentuan khusus dari universitas yang bersangkutan, tentang persyaratan yang berhubungan dengan prosedur ilmiah dan bentuk disertasinya. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN KARANGAN ILMIAH Cara Pemilihan dan Pengungkapan Masalah Memilih masalah apa yang akan dikemukakan dalam suatu karangan ilmiah tidak jarang menjadi kesulitan, terutama bagi penulis pemula. Karena itu, menginventarisasi beberapa masalah schingga diperoleh suatu daftar, biasanya akan membantu penulis memilih masalah mana yang scbetulnya dan akhimnya akan diungkapkan. Melalui daftar masalah, barulah kita teliti kembali masalah tadi satu per satu, dan hal ini dapat dibantu dengan papduan pertanyaan-pertanyaan berikut. Pertama, apakah masalah ini berguna dan cukup penting untuk di- persoalkan? Masalah yang tidak perlu dipersoalkan lagi, sama sekali tak bermanfaat dibicarakan lebih lanjut. Kedua, apakah membahas masalah ini akan menghasitkan sesuatu yang baru? Suatu persoalan, betapapun menariknya untuk dibahas, bila tidak menghasilkan suatu pemecahan masalah yang konkrit tidak ada, gunanya dikemukakan dalam bentuk makalah ilmiah. PENULISAN KARYA ILMIAH u Ketiga, apakah masalah yang akan ditulis itu menarik perhatian dan minat si penulis? Suatu soal yang tidak menarik perhatian dan minat si penulis, akan menyulitkan pembahasan secara tuntas. Hendaknya selalu diingat, bila seseorang harus menulis sesuatu yang bagi dirinya sendiri saja sudah tidak menarik, proses penulisannya juga pasti akan tersendat-sendat. Keempat, apakah masalah yang akan dibahas ini cukup terbatas, artinya tidak terlalu lebar, dan tak pula terlalu sempit? Menulis suatu topik yang besar atau lebar akan membuat karangan jadi panjang sekali, untuk mencapai pembahasan yang mendalam. Bila pembahasannya dangkal untuk masalah yang begitu besar, tentu tidak diharapkan datang dari suatu karya ilmiah. Pembahasan karangan ilmiah haruslah terarah dan mendalam. Kelima, apakah untuk pembahasan ini cukup tersedia data, sehingga memungkinkan pelaksanaan tindakan pemecahan masalahnya? Pembahasan suatu topik ilmiah perlu dukungan data dan kepustakaan yang cukup me- madai. Tanpa ini, pembahasan akan menjadi terbatas dan tidak mustahil jadi dangkal. Keenam, apakah masalah ini dapat dipecahkan dengan fasilitas yang ada dan kemampuan diri penulis? Memecahkan masalah dengan dukungan fasi- litas dan kemampuan yang minim, tak akan mencapai hasil yang memuaskan. Suatu contoh sederhana dapat dikemukakan, bila seseorang ingin menulis tentang “Amalgam”. Perkembangan ilmu, teknologi, dan bahan kedokteran gigi sudah demikian maju dan pesat, Bila judul yang dipilih adalah “Amal- gam”, dan karangannya sudah selesai, mungkin para pembaca mengharap dapat membaca karangan yang membahas segala aspek yang berkaitan dengan Amalgam. Dalam hal ini, bahasannya meliputi sifat fisis, kimiawi, karakteristik lainnya, macam-macam Amalgam dengan masing-masing kele- bihan dan kekurangannya serta mungkin banyak hal lain lagi. Akhirnya karangan yang semula dimaksudkan berupa karya ilmiah biasa saja, akan menjadi suatu buku tebal yang mirip buku ajar. Sebetulnya, bila yang ingin diungkapkan umpamanya sejenis Amalgam temuan baru yang ternyata mempunyai karakteristik berbeda dengan amal- gam lain, masalahnya akan menjadi lebih menarik dan memang patut diketengahkan sebagai suatu karangan ilmiah biasa dan tidak usah menjadi sebuah buku. Judu! karangan ini bukan lagi ‘Amalgam’, tetapi barang kali “Amalgam Non-gamma — Suatu Telaah mengenai Keunggulannya dalam Segi Kecermatan Kontak Tepi dengan Jaringan Gigi’. Jadi, dengan mem- batasi topik dalam lingkup yang terbatas, masalah tidak terlalu luas, yang menuntut pembahasan panjang lebar. Dengan masalah yang terbatas, pemba- hasan jadi lebih rinci dan benar-benar mendalam. Sebagai contoh lain, umpamanya saja seseorang memilih topik “Pembuat- an Geligi Tiruan Sebagian Lepasan”. Bagi kalangan kedokteran gigi, topik semacam ini jelas bukan masalah yang perlu dipersoalkan lagi. Jadi, apa perlunya diungkapkan dalam karya ilmiah atau karya tulis skripsi? Tentu saja R METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH topik ini bisa dipilih, tetapi mungkin lebih tepat untuk judul sebuah buku ajar (text book) atau keperluan lain. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, kadang-kadang pembahasan jadi sedikit berubah dari rencana uraian semula. Hal ini bisa discbabkan oleh adanya temuan-temuan yang lebih baik, menarik dan penting, schingga terasa sayang bila tidak diungkapkan. Dengan masuknya temuan-temuan yang tak terduga sebelumnya ini, mungkin saja jalan atau alur pembahasan jadi berubah. Kejadian seperti ini dengan sendirinya dapat mengubah isi ka- rangan, sehingga judul yang semula sudah ditetapkan, dirasa perlu untuk diubah lagi, supaya lebih sesuai dan mengena dengan isi karangan secara keseluruhan. Dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat diibaratkan dengan seseorang yang ingin melakukan perjalanan, umpamanya dari Jakarta ke Bandung lewat Puncak. Karena suatu sebab, pada saat tiba di Bogor, rute perjalanan- nya diubah menjadi lewat Sukabumi dan Cianjur. Jadi tidak lagi melalui Puncak. Dalam contoh seperti ini, tentu saja ‘judul perjalanan’ tidak lagi “Jakarta-Bandung melalui Puncak”, melainkan “Jakarta-Bandung lewat Sukabumi dan Cianjur”. Hal serupa dapat terjadi pada penyusunan karya ilmiah. Perubahan judul perlu dilakukan karena selanjutnya “isi pembahasan” tidak lagi tentang “Puncak”, tetapi jadi mengenai “Sukabumi dan Cianjur”. Memperoleh Sumber Informasi Kita dapat menulis sesuatu, bila ada persoalan yang patut ditulis. Untuk itu diperlukan adanya sumber informasi. Secara ringkas dapat dikatakan ada empat sumber informasi yang dapat kita manfaatkan. Pertama, pengalaman atau pengamatan pribadi. Kedua, pengalaman orang tain. Pengalaman orang lain ini dapat berupa publikasi dalam bentuk media cetak, seperti buku, artikel dalam majalah, brosur dan lain-lain. Ketiga, publikasi bukan berupa media cetak. Termasuk ke dalam ke- lompok ini adalah kuliah, ceramah, seminar dan sebagainya. Keempat, suatu bentuk lain pengungkapan pengalaman seseorang, seperti wawancara atau diskusi yang tidak dipublikasikan dapat pula dimanfaatkan sebagai sumber informasi. Jenis ini sering disebut sebagai komunikasi pribadi (personal communication). Cara terbaik unwk menggali sumber informasi ini tentu saja dengan menempuh semua kemungkinan yang ada. Gaya dan Cara Penulisan yang Efektif Tujuan pembuatan karangan ilmiah adalah melaporkan informasi, pemikiran dan pengalaman secara ringkas, jelas dan tegas. Dengan kreatifitas pe- PENULISAN KARYA ILMIAH B ngarangnya, karangan ini tetap dapat dibuat menarik dan menyegarkan tanpa mengorbankan nilai-nilai ilmiah yang memang harus diutamakan. Karena itu karangan-karangan ilmiah tidak perlu menjadi bacaan yang menjemukan, semata-mata oleh karena bentuknya yang sangat formal dan sebab isinya yang bersifat ilmiah. Mengingat hal tersebut di atas, seorang penulis hendaknya mampu me- nyusun karangan sedemikian rupa sehingga karyanya itu dibaca oleh banyak orang. Artikel yang diterbitkan tetapi tidak dibaca orang sama sekali tidak bermanfaat, kecuali barangkali untuk ‘ego si penulis’ sendiri. Biasanya gaya penulisan dengan pernyataan-pernyataan singkat yang dirangkai dengan bahasa yang jelas lebih efektif daripada kata-kata mulut yang disusun dalam kalimat yang kompleks. Dalam aspek gaya dan cara penulisan yang efektif ini, Flesch mengingat- kan dua hal penting yaitu Readability (= ketedasan, keterbacaan) dan Ambi- guity ( = ketaksaan, kemaknaan lebih dari satu). Aspek Ketedasan dapat terlihat dari tabel Flesch berikut ini: KATA/KALIMAT Sangat sulit Contoh Ketedasan dapat terlihat pada kalimat berikut ini, yang merupakan kalimat beranak bercucu (“bahkan bercicit”’): Penjuluran lidah dapat juga disebabkan oleh karena pemberian susu dengan botol di mana dot digunakan terlalu panjang dan ujung dot me- nyentuh sampai ke tenggorokannya maka untuk mencegahnya anak meleiak- kan lidahnya pada langit-langit, tetapi hal ini berlangsung lama dan anak -menemui kesulitan maka anak meletakkan ujung lidahnya di depan untuk menahan dot di antara gum pad dan lidah dan anak menelan dengan cara ini dan akan menetap sampai anak menjadi besar. Jelas sekali kalimat seperti ini sulit dicerna dan perlu “nafas panjang” untuk membacanya. Satu kalimat ini sebetulnya lebih tepat dijadikan sebuah alinea, Marilah kita bandingkan dengan kalimat perubahan berikut ini: 4 METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH Penjuturan lidah dapat juga disebabkan karena pemberian susu dengan botol yang dotnya terlalu panjang. Karena panjangnya, ujung dot ini me- nyentuh tenggorokan, sehingga untuk menghindarinya si anak meletakkan lidahnya pada langit-langit. Bila hal ini berlangsung lama, tentu saja si anak akan menemui kesulitan; sebagai gantinya sekarang ia meletakkan ujung lidahnya di depan untuk menahan dot di antara gum pad dan lidahnya. Dengan cara inilah ia membiasakan dirinya menelan; suatu kebiasaan yang akan menetap sampai ia menjadi besar. Dengan mengurai kalimat yang sangat panjang tadi menjadi beberapa kalimat yang lebih pendek, maka pembaca jadi lebih mudah mengerti pesan yang ingin disampaikan. Dari aspek Ketaksaan dapat dijumpai contoh-contoh di bawah ini. 1) Isteri dokter yang nakal. Dengan nada pengucapan tertentu, kalimat ini bisa berarti “yang nakal” itu adalah “isteri dokter”, tetapi dengan cara pengucapan lain, bisa pula berarti “yang nakal” adalah “dokter” aya. 2) Orang dewasa ini kurang memiliki jiwa gotong royong. Serupa dengan contoh 1), disini yang “kurang memiliki jiwa gotong royong” adalah “orang dewasa ini” (bukan orang dewasa yang lain), namun bisa pula diartikan bahwa “dewasa ini” orang kurang memiliki jiwa gotong royong. 3) Seorang pria, 27 tahun, selama 3 tahun ini mempunyai suatu massa pada sisi kiri lehernya yang tumbuh secara lambat. Kalimat 3) bisa diartikan bahwa “sisi kiri leher” pasien tadi yang tumbuh secara lambat (yang kanan tidak tumbuh lambat). Mungkin yang dimaksud oleh si penulis sebetulnya “massa pada sisi kiri lehernya yang tumbuh lambat”, sehingga bila demikian, kalimat ini seharusnya ditulis sebagai berikut: Seorang pria, 27 tahun, selama 3 tahun ini mempunyai suatu massa yang tumbuh secara lambat pada sisi kiri lehernya. Hal-hal tersebut di atas perlu mendapat perhatian seksama dalam penulisan karangan, karena berbeda dengan bahasa lisan yang mempunyai lebih banyak keleluasaan, bahasa tulisan lebih mengandalkan komunikasi semata-mata kepada ketertiban pengaturan tata bahasa yang benar, termasuk ejaan dan tanda baca yang dipakai secara tepat. Sebagai contoh keleluasaan bahasa lisan, ambillah kata “Keluar”. Kata tunggal yang demikian sederhana ini bisa berbeda-beda maknanya bila disampaikan dalam bentuk lisan, bergantung pada cara dan situasi orang PENULISAN KARYA ILMIAH Is mengucapkannya, lagu suara pengucapannya, lawan bicara dan tempat pem- bicaraan berlangsung. Pengucapan kata tadi bisa berarti : 1) Jawaban atas pertanyaan seseorang, yang menanyakan apakah si A berada di tempat. 2) Dengan suasana dan lawan bicara lain, pengucapan kata tadi dapat pula berarti perintah seseorang kepada lawan bicaranya supaya si lawan bicara itu keluar dari ruangan. 3) Sebaliknya, pada saat lain, pengucapan kata ini dapat juga berarti pengungkapan rasa heran atau tidak percaya seorang penanya atas jawaban yang menyatakan bahwa orang yang dicarinya sedang ke luar. Dalam bahasa tulisan nada dan cara bicara pada bahasa lisan seperti ini menjadi sima, karena itu bahasa tulisan membutuhkan sarana lain untuk menutupi kekurangan ini, antara lain dengan tanda-tanda baca yang lengkap dan tepat. Suatu karangan tidak perlu panjang supaya dapat dikatakan baik. Mem- baca artikel panjang menghabiskan waktu lebih lama, padahal waktu tersebut mungkin amat berharga bagi para pembacanya. Karena itu amat bijaksana bila pengarang menganalisis siapa pembacanya sehingga ia bisa lebih me- ngarahkan pembuatan artikelnya. Cara terbaik untuk mencapai hal ini adalah meyakini bahwa bahan yang kita sajikan sudah diolah dengan baik. Bagian demi bagian tulisan hendaknya jelas dan bersambungan dengan rangkaian yang runtut dan logis. Ulasan dalam tiap bagian artikel itu sendiri ‘mengalir’ dengan mulus. Dalam penulisan ilmiah, Boucher yang pernah menjadi Editor in Chief Journal of Prosthetic Dentistry selama 25 tahun, juga mengingatkan perlunya pengembangan ‘free speech’. Pemanfaatan ‘kebebasan bicara’ ini amat penting bagi perkembangan ilmu. Sebagai pengimbang kebebasan ini, se- orang pengarang hendaknya bicara secara benar, jujur, dan akurat. Akurasi informasi yang disampaikan penting artinya, karena adanya kekurangcermat- an sedikit saja akan menyebabkan turunnya keabsahan karangan tadi. Lengkapnya suatu artikel akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin timbul. Selain benar, tulisan juga hendaknya ringkas. Ringkas di sini tidak berarti harus pendek, tetapi memwat data yang tak lebih dan tak pula kurang daripada yang dibutuhkan untuk menyampaikan pesan yang kita bawa. Mengenai panjang pendeknya karangan ilmiah, tidak dijumpai adanya ketentuan yang bersifat umum. Hal ini terutama bergantung pada jenis persoalan serta intensitas pembahasannya. 16 METODE PENULISAN DAN PENYAJIAN KARYA ILMIAH Sekedar gambaran, ternyata bahwa sebuah makalah yang diketik dengan jarak dua spasi, umumnya ditulis sebanyak 5-15 halaman kertas ukuran folio (20 x 34 cm atau 8 x 13,5 inci). Untuk suatu laporan penelitian, tentu bisa lebih panjang lagi. Pengetikan dengan jarak 2 spasi sebanyak 35 baris tulisan per halaman kertas folio dalam bahasa Indonesia, dapat memuat kurang lebih 350 buah kata. Alur Penyusunan Karya Tulis timiah Dalam penyusunan karya tulis ilmiah bentuk apa pun, hendaknya dianut suatu hakekat dimana “penulis merasakan adanya masalah yang perlu dikemukakan, serta dicari dan dijelaskan/dikemukakan pemecahannya”. Dengan demikian, bila pada awal tulisan para pembaca merasakan adanya masalah, maka pada akhir karangan mereka sudah memperoleh sajian bagai- mana pemecahan masalah ini dilaksanakan. Sebuah tulisan barulah dapat dirasakan sifat ilmiahnya, apa bila mengan- dung kebenaran secara obyektif, karena didukung informasi yang sudah teruji kebenarannya, dengan data pengamatan yang tidak subyektif. Selain itu, karangan ini juga disajikan secara mendalam, berkat penalaran dan analisis yang obyektif pula. Suatu karangan tidak akan terasa ilmiah lagi, bila isinya hanya mengemukakan teori dan fakta mengenai ilmu pengetahuan yang sudah lama diketahui umum dan berulang kali ditulis. Dalam kaitan ini Flesch mengemukakan ungkapan yang menyatakan bahwa buku-buku ilmiah itu be suatu jawaban final atas suatu masalah, sebetulnya tidak benar. Sebab, ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengoreksi dirinya sendiri; apa yang diagungkan sebagai kebenaran yang bersifat ajaran (gospel) tidak- lah dapat disebut ilmiah. Lebih lanjut menurut Conant (cit Flesch), per definisi, ilmu pengetahuan adalah suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan dan pola konseptual yang telah berkembang sebagai hasil eksperimentasi serta observasi, dan mampu berbuah bagi eksperimentasi dan observasi yang akan dilakukan kemudian. Prinsip ini hendaknya dipegang teguh sebelum seseorang memulai menulis karya ilmiah. Tanpa pegangan seperti ini, dikuatirkan karya ilmiah yang disusun dengan jerih payah penulisnya, tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Sctelah timbul minat untuk menulis, biasanya orang akan berusaha men- cari topik atau. tema masalah yang akan dikemukakan dalam karya tulisnya. Selain kejelian mengangkat suatu tema menjadi tulisan, ia juga harus punya bekal. Bekal ini akan diperoleh, bila calon penulis selalu berusaha menelusuri khasanah kepustakaan yang begitu beragam dan luas. Begitu beragam dan luas khasanah ini, schingga mereka yang senang menggelutinya akan merasa tambah haus dan tertarik untuk makin mendalami masalah-masalah tersebut. PENULISAN KARYA ILMIAH 7 Karena itulah, dikenal suatu ungkapan sejak berabad lalu bahwa ‘makin banyak kita tahu, makin tahu pula kita, bahwa kita tidak banyak tahu’ (Socrates). Ungkapan filosofis ini.juga dengan gamblang mengajarkan kepada semua ilmuwan untuk tetap rendah hati. Senada dengan ungkapan ini, bangsa Indonesia sebetulnya juga memiliki ungkapan yang tidak kalah filo- sofisnya, tetapi kadang-kadang diabaikan para sarjana, yaitu: “seperti layak- nya ilmu padi, hendaknya makin berisi makin merunduk”. Dalam penulisan karya ilmiah ada suatu kiat yang berbunyi: ‘think-plan- write-revise’. Dua tahap pertama, yaitu berpikir dan merencanakan merupa- kan langkah awal yang penting dalam setiap proses penulisan. Dengan rencana yang telah dipersiapkan dengan matang, suatu tulisan akan dapat dikerjakan dengan baik. Dari kiat yang dikemukakan pada bagian ini, yaitu ‘think-plan-write-re- vise’, tampak jelas bahwa tulisan yang sudah disusun selalu membutuhkan peninjauan kembali (revisi). Hanya dengan cara inilah, sebuah karya ilmiah dapat disempurnakan. DAFTAR PUSTAKA Asher, R. 1971, Six Honest Serving Men for Medical Writers, J. Prosthet. Dent. 26: 225-227. Boucher, C.O., 1972, Writting as a Means for Learning, J. Prosthet. Dent. 27: 229-234. Flesch, R., and Lass, A.H., 1989, A New Guide to Better Writing, Harper & Row, New York. Flesch, R., 1989, How to Write, Speak and Think more Effectively, Harper & Row, New York. Haryanto A.G., 1991, Seluk Beluk Penyusunan Karangan lmiah, Hipokrates, Jakarta Ismail, A., 1998, Selamat Berkarya, Cetakan 1, Gunung Mulia, Jakarta Mardjono, D., 1985, Sistematika Penulisan Imiah dalam Petunjuk Penulisan Karangan Hmiah oleh N. G. Suryadhana, ‘Team Peningkatan Kemampuan dan Pengembangan Stat FKG UI, Jakarta, Hal. 1-9. Martone, A.L., 1957, The Value of ‘I don't know’, J. Prosthet. Dent. 7: 541-543. Smith, E.H.. 1976, The Journal of Prosthetic Dentistry, J. Prosthet. Dent.: 35: 103-106, Surakhmad, W., 1981, Paper, Sripsi, Tesis, Disertasi: Buku pegangan Cara Menulis dan Cara Meniiai, Cetakan ke-5, Penerbit Tarssito, Bandung, hal. 9-25, 34-46. Tarigan, H.G., 1986, Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa, Penerbit Angkasa, Bandung. ‘Tarshis, B., 1985, How to Write Like A Pro, New American Library, Ontario. Tjokronegoro. A. et al., 1981, Dasar-dasar Metodologi Riset Ilmu Kedokteran, Dep. P & K. Konsorsiuy Ilmu Kedokteran, Jakarta, hal. 178-179. Tjokronegoro, A., 1994, Seluk Beluk dan Pegangan sekitar Tulis Menulis yang perlu Anda Ketahui, 1994, dalam Penataran Penulisan Ilmiah Universitas Indonesia.

You might also like