You are on page 1of 8

Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)

http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 4 No. 1 Mei 2018


e-ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095
PENGARUH VARIASI SUHU PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKO KIMIA TEH DAUN
SAMBILOTO (Andrographis paniculata)

[Influence of Dried Temperature Variation to Chemical Physical Properties Tea Leaf (Andrographis
paniculata)]

Elsa Wiriani Patin*, Mohammad Abbas Zaini, Yeni Sulastri


Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram
*
Email: elsawiriani275@gmail.com

Diterima 4 Januari 2018/ Disetujui 16 April 2018

ABSTRACT

The aim of this research is to find out the influence of drying temperature variation on physico chemical
characteristic of Andrographis paniculata leaf tea which include moisture content, ash content, antioxidant activity, extract
level in water and organoleptic (color, flavor And aroma) on the leaves of sambiloto tea (Andrographis paniculata). This
study was designed using Completely Randomized Design (RAL) with 5 level treatments and 4 replications. The result of the
observation was analyzed by using analysis of variance at 5% significance level. The treatment consisted of one factor that
influence the variation of drying temperature 50, 55, 60, 65 and 70°C with 50 minutes drying time. The results showed that
the drying temperature of leaf bitter tea had significant effect moisture on content, ash content, antioxidant activity, water
extract level, hedonic organoleptic parameters and scores (color, flavor and aroma). The results of this study indicate that
drying with temperature 60°C produces leaf sambiloto tea with the best quality of moisture content (8.16%), ash contant
(8.04%), antioxidant activity (78.29%), water soluble extract (41,93%) as well as organoleptic aroma (neutral and somewhat
typical bitter leaf smell), taste (dislike and very bitter) and color (neutral and brownish yellow).

Keywords: drying, sambiloto, tea.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pengeringan terhadap sifat fisiko kimia teh daun
sambiloto (Andrographis paniculata) yang meliputi kadar air, kadar abu, aktivitas antioksidan, kadar ekstrak dalam air, dan
organoleptik (warna, rasa dan aroma) pada teh daun sambiloto (Andrographis paniculata). Penelitian ini dirancang
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 taraf perlakuan dan 4 ulangan. Hasil pengamatan dianalisis
menggunakan analisis keragaman (Analysis of Variance) pada taraf nyata 5%. Perlakuan terdiri dari satu faktor yaitu variasi
suhu pengeringan 50, 55, 60, 65 dan 70°C dengan lama pengeringan yaitu 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
suhu pengeringan dalam pembuatan teh daun sambiloto memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air,
kadar abu, aktivitas antioksidan, kadar ekstrak dalam air, parameter organoleptik hedonik dan skoring (warna, rasa dan
aroma). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan dengan suhu 60°C menghasilkan teh daun sambiloto dengan
mutu terbaik yaitu kadar air (8,16%), kadar abu (8,04%), aktivitas antioksidan (78,29%), kadar ekstrak larut dalam air
(41,93%) serta organoleptik aroma (netral dan aroma daun sambiloto agak khas), rasa (tidak suka dan sangat pahit) dan
warna (netral dan kuning kecoklatan).

Kata kunci: pengeringan, sambiloto, teh.

PENDAHULUAN menghambat aterosklerosis. Teh merupakan


bahan minuman penyegar yang sudah lama
Teh adalah jenis minuman yang paling dikenal. Beberapa kandungan senyawa kimia
banyak digemari oleh masyarakat Indonesia dalam teh dapat memberi kesan warna, rasa,
maupun dunia karena rasanya yang segar dan dan aroma yang memuaskan peminumnya.
nikmat. Selain sebagai minuman penyegar, teh Jadilah teh minuman penyegar yang nikmat.
juga telah diyakini memiliki manfaat bagi Menurut data Head of Researcher Brand
kesehatan tubuh, terhindar dari obesitas dan Researcher Indonesia, konsumsi teh orang
panjang umur (Hartoyo, 2003). Kandungan Amerika, Jepang dan Eropa mencapai hampir
flavonoid dalam teh merupakan antioksidan 2,5 kg/kapita/tahun. Sementara itu, konsumsi
yang bersifat antikarsinogenik, kariostatik teh orang Indonesia hanya mencapai 0,8
serta hipokolesterolemik. Beberapa peneliti kg/kapita/tahun (Machmud, 2006). Rendahnya
lain juga menyebutkan bahwa teh dapat konsumsi teh di Indonesia bukan disebabkan
bekerja sebagai hipoglikemik dan karena orang Indonesia kurang gemar

251
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 4 No. 1 Mei 2018
e-ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095
mengkonsumsi teh. Akan tetapi lebih metilwithin, 3,4-dicaffeoylquinic, dan apigenin-
disebabkan oleh rendahnya angka produksi 7,4-dimetileter. Terdapat juga andrografin,
teh dalam negeri bila dibandingkan dengan panikulida A, B, dan C, dan panikulin (Niranjan
jumlah penduduk Indonesia (Rohdiana, 2006 et al., 2010; Sudarsono et al., 2006; Chao dan
dalam Rijal, 2016). Lin, 2010 dalam Eka et al., 2011).
Teh dapat dikelompokkan menjadi 2 Menurut hasil penelitian Nainggolan
golongan, yaitu teh herbal dan non herbal. (2012) dalam Rijal (2016) memanfaatkan
Teh non herbal dikelompokkan lagi menjadi daun kopi sebagai teh seduhan yang
tiga golongan, yaitu teh hitam, teh hijau, dan menghasilkan uji organoleptik terbaik dengan
teh oolong. Teh herbal adalah minuman yang interaksi lama fermentasi 90 menit dan suhu
mengandung herbal berkhasiat untuk pengeringan 95°C. Menurut hasil penelitian
kesehatan. Teh herbal terbuat dari Gista (2014), pengolahan teh daun sirsak dan
bebungaan, bebijian, dedaunan atau akar dari kulit jeruk purut dengan lama pengeringan
beragam tanaman. Teh herbal dikonsumsi terbaik dan diterima oleh masyarakat yaitu
layaknya minuman teh, diseduh dan disajikan lama pengeringan 30 menit dengan suhu
seperti biasa (Winarsi, 2011 dalam Rijal, 50°C. Daun sirsak dan kulit jeruk purut
2016). Produk teh tidak hanya dihasilkan dari mengandung tanin yang bersifat tahan
daun teh saja, namun dapat dihasilkan dari terhadap panas, sehingga aktivitas antioksidan
tanaman lain seperti daun sambiloto. pada teh tersebut tidak rusak apabila
Sambiloto (Andrographis paniculata) dipanaskan. Proses pengolahan teh bunga
merupakan salah satu jenis tanaman obat lotus dilakukan pelayuan selama 8 jam dan 10
yang dapat tumbuh subur dan telah jam dan dilakukan pemaparan diatas jaringan
dibudidayakan di berbagai belahan dunia, lapis tipis serta diberikan aliran udara
termasuk di Indonesia, selain memiliki harga menggunakan kipas angin dan lama pelayuan
yang sangat terjangkau. Ditemukan bahan 8 jam menghasilkan proses oksidasi enzimatis
kimia andrographolide (beserta beberapa terbaik. Dalam proses pengolahan teh daun
analognya), paniculide, farnesol, protein kelor pengeringan tidak dilakukan dengan
arabinogalactan, flavonoid, saponin, alkaloid, sinar matahari namun dikeringkan dengan
phenol, dan tannin dari ekstrak daun oven atau cabinet dryer pada suhu stabil antar
sambiloto. Beberapa penelitian telah 30-35°C selama 2 hari sampai benar-benar
membuktikan daun sambiloto memiliki efek kering atau kadar air kurang dari 5%,
antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri disimpan di tempat yang gelap atau kering.
(Cendranata, et al., 2011). Beberapa uji Kualitas teh dengan mempertahankan nilai
khasiat sambiloto terhadap penyakit seperti nutrisinya sangat berpengaruh terhadap
demam, infeksi lambung, infeksi pernafasan, proses pengolahan yang dilakukan sehingga
demam malaria, repellent serangga, menghasilkan rasa, aroma yang berbeda-beda
komplikasi diabetes, melindungi dari penyakit– setiap teh (Rijal, 2016).
penyakit hati, antiviral, immunostimulator dan Beberapa informasi dan pengalaman
menekan retenosis pada pasien angiosplastis beberapa praktisi Herbalis dalam memilih
(Rochmat, 2015). Tanaman sambiloto ini bahan baku daun sambiloto sebelum diolah
mudah di jumpai di Indonesia biasanya menjadi ramuan herbal yang bermanfaat,
tumbuh di sekitar halaman rumah, kebun, disarankan untuk memilih daun sambiloto
lapangan rumput, sawah, ladang, semak- yang sudah tua. Penjemuran sambiloto dapat
semak bahkan dipinggiran jalan. dilakukan dengan menggunakan sinar
Sambiloto adalah salah satu tanaman matahari, oven, fresh dryer maupun kombinasi
yang dapat digunakan sebagai obat anti matahari dengan alat/blower. Menurut Rusli et
diabetes mellitus. Herba dan percabangannya al. (2004) dalam Sembiring (2005),
mengandung diterpen lakton yang terdiri dari pengeringan kombinasi antara matahari
andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, dengan alat blower menghasilkan mutu
14-deoksi-11-12- didehidroandrografolid, 14- simplisia yang lebih baik dibandingkan dengan
deoksi-11 oksoandrografolid, 14 deoksi jenis pengering matahari dan alat blower.
andrografolid, dan homoandrografolid selain Pada waktu pengeringan yang perlu
itu juga terdapat juga flavonoid antara lain: 5- diperhatikan adalah suhu dan kadar air bahan,
hidroksi-2’,3’,7,8-tetrametoksiflavon, 5 karena pengeringan dengan menggunakan
hidroksi-2’7,8-trimetoksiflavon, 5-hidroksi- panas yang berlebihan dapat merusak mutu
7,2’,3’-trimetoksiflavon, 2’,5-dihidroksi-7,8- produk yang dihasilkan. Mutu yang dimaksud
dimetoksiflavon, apigenin, onisilin, mono-0- adalah warna, tekstur, flavor dan karakteristik

252
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 4 No. 1 Mei 2018
e-ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095
mutu produk. Suhu pengeringan untuk Daun sambiloto segar disortasi
tanaman sambiloto yaitu 50°C dan kadar air dipisahkan dari batang dan tangkainya serta
simplisianya maksimal 10%. Berdasarkan diseleksi daun yang kuning berbintik putih
uraian tersebut, dilakukan penelitian untuk atau rusak dipisahkan dan dibuang.
mengetahui pengaruh variasi suhu 3. Pelayuan
pengeringan terhadap sifat fisikokimia teh Pelayuan bertujuan untuk mengurangi
daun sambiloto (Andrographis paniculata) kadar air didalam daun sambiloto segar agar
untuk menghasilkan teh yang memiliki kualitas proses pengeringan lebih cepat terjadi
terbaik. sehingga ketika dimasukkan ke oven tidak ada
air yang turut terbawa, waktu pelayuan sekitar
METODOLOGI 24 jam dengan suhu 30oC.
4. Perajangan
Bahan dan Alat Daun sambiloto yang telah dilayukan
Bahan yang digunakan dalam penelitian kemudian dirajang kecil-kecil dengan tujuan
ini adalah daun sambiloto dari Desa Padak untuk mempercepat pengeringan.
Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat, 5. Penimbangan
air, methanol dan DPPH grade PA. Setelah dilakukan proses perajangan,
Alat-alat yang digunakan dalam daun sambiloto ditimbang dan digunakan
penelitian ini adalah timbangan digital, Oven sebanyak 100 g tiap perlakuan sehingga total
Dryer, labu ukur, pipet tetes, labu takar, semua perlakuan 2.000 g.
baskom, gelas, pisau, tissue, Erlenmeyer, 6. Pengeringan
nampan, cawan porselin, timbangan analitik, Pengeringan dilakukan menggunakan
botol timbang, spektrofotometer UV-Vis, gelas Oven Dryer dengan suhu pengeringan 50oC,
plastik, tanur, rak tabung reaksi, kertas label, 55°C, 60°C, 65°C dan 70°C dengan lama
sarung tangan, stopwatch dan desikator. pengeringan 60 menit.
Rancangan Percobaan 7. Penyeduhan
Metode yang digunakan dalam Proses penyeduhan dilakukan dengan
penelitian ini adalah metode eksperimental mengambil daun sambiloto kering sebanyak 3
yang dilaksanakan di laboratorium. Rancangan g dan air panas dengan suhu 100°C sebanyak
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 ml, setelah itu dilakukan uji organoleptik
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari segi rasa, aroma dan warna teh
atas 5 aras dengan faktor tunggal yaitu sambiloto.
pengaruh variasi suhu pengeringan.
Perlakuannya yaitu suhu pengeringan 50˚C HASIL DAN PEMBAHASAN
(P1), suhu pengeringan 55˚C (P2), suhu
pengeringan 60˚C (P3), suhu pengeringan Mutu Kimia
65˚C (P4) dan suhu pengeringan 70˚C (P5). Hasil pengamatan dan hasil analisis
Parameter yang diamati dalam keragaman menunjukkan bahwa perlakuan
penelitian ini adalah kualitas teh katuk meliputi variasi suhu pengeringan memberikan
sifat kimia, fisik dan organoleptik. Sifat kimia pengaruh yang berbeda nyata terhadap
meliputi kadar air dan aktivitas antioksidan. parameter kadar air, kadar abu dan aktivitas
Sifat fisik meliputi ekstrak larut dalam air dan antioksidan.
sifat organoleptik meliputi rasa, aroma dan Kadar Air
warna dengan menggunakan metode afektif Perlakuan variasi suhu memberikan
dan deskriptif. Data hasil pengamatan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar
dianalisis menggunakan analisis keragaman air teh sambiloto. Pengaruh variasi suhu
(Analysis of Variance) pada taraf nyata 5%. pengeringan terhadap kadar air teh sambiloto
Bila terdapat perbedaan nyata, maka diuji dapat dilihat pada Gambar 1.
lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan
taraf yang sama. bahwa perlakuan variasi suhu pengeringan
berbeda nyata terhadap kadar air teh
sambiloto. Kadar air tertinggi diperoleh pada
Tahapan Penelitian perlakuan suhu pengeringan 50°C yaitu
1. Persiapan Bahan Baku 10,70%. Nilai kadar air terendah diperoleh
Proses pemetikan sambiloto segar tanpa pada perlakuan suhu pengeringan 70°C yaitu
cacat dan berwarna hijau tua 5,27%. Berdasarkan nilai rata-rata perlakuan
2. Disortasi variasi suhu pengeringan, semakin tinggi suhu

253
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 4 No. 1 Mei 2018
e-ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095
pengeringan maka semakin rendah kadar air bahan, cara pengabuan, waktu dan suhu yang
yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan hasil digunakan saat pengeringan.
penelitian Yuliani (2013), bahwa semakin
tinggi suhu selama pemanasan yang 12,00 10,85 a
digunakan maka kandungan kadar air yang 9,73 b

Kadar Abu (%)


10,00
ada dalam bahan akan semakin menurun, 8,04 c
sedangkan semakin rendah suhu dan lama 8,00 6,89 d
5,47 e
pemanasan yang digunakan maka kandungan 6,00
kadar air yang ada pada bahan hanya akan 4,00
mengalami pengurangan yang tidak terlalu
2,00
tinggi. Makin tinggi suhu udara pengering,
makin besar energi panas yang dibawa udara 0,00
50 55 60 65 70
sehingga makin banyak jumlah masa cairan
Suhu Pengeringan (°C)
yang diuapkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan (Winarti, 2011).
Gambar 2 Grafik Pengaruh Variasi Suhu
Pengeringan Terhadap Kadar Abu
12 10,70 a Teh Sambiloto
10 9,18 b
8,16 c
Kadar Air (%)

8 7,08 d Aktivitas Antioksidan


5,27 e Perlakuan variasi suhu memberikan
6
pengaruh yang berbeda nyata terhadap
4 aktivitas antioksidan teh sambiloto. Pengaruh
2 variasi suhu pengeringan terhadap aktivitas
0 antioksidan teh sambiloto dapat dilihat pada
50 55 60 65 70 Gambar 3.
Suhu Pengeringan (°C )
90 83,76 a 81,97 b
78,29 c 78,24 c
Gambar 1 Grafik Pengaruh Variasi Suhu
Aktivitas Antioksidan (%)

80
Pengeringan Terhadap Kadar Air 70 63,82 d
Teh Sambiloto 60
50
40
Kadar Abu 30
Perlakuan variasi suhu memberikan 20
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar 10
abu teh sambiloto. Pengaruh variasi suhu 0
50 55 60 65 70
pengeringan terhadap kadar abu teh sambiloto
dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Suhu Pengeringan (°C )
Gambar 2 menunjukkan bahwa adanya
Gambar 3 Grafik Pengaruh Variasi Suhu
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar
Pengeringan Terhadap Aktivitas
abu yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi
Antioksidan Teh Sambiloto
terdapat pada perlakuan suhu pengeringan
70°C yaitu 10,85%. Nilai kadar abu terendah
Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan
terdapat pada perlakuan suhu pengeringan
bahwa adanya pengaruh yang berbeda nyata
50°C yaitu 5,47%. Hal tersebut diduga terjadi
terhadap aktivitas antioksidan teh sambiloto.
karena kandungan air bahan yang teruapkan
Aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada
lebih banyak sehingga mineral-mineral yang
perlakuan suhu pengeringan 50°C yaitu
tertinggal pada bahan meningkat. Kadar abu
83,76%. Nilai terendah terdapat pada
menunjukkan residu bahan yang tersisa
perlakuan suhu pengeringan 70°C yaitu
setelah bahan didestruksi dan
63,82%. Semakin tinggi suhu pengeringan
menggambarkan banyaknya mineral yang
maka semakin rendah nilai aktivitas
tidak terbakar menjadi zat yang tidak dapat
antioksidan yang dihasilkan. Semakin tinggi
menguap.
suhu pemanasan mengakibatkan senyawa
Semakin tinggi suhu pengeringan, maka
metabolit sekunder yang bertindak sebagai
kadar abu semakin meningkat. Hal ini sesuai
antioksidan (senyawa flavonoid) rusak.
dengan pernyataan Sudarmadji et al., (1989),
Penelitian Hartanti dan Sri (2009) juga
bahwa kadar abu tergantung pada jenis
menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan

254
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 4 No. 1 Mei 2018
e-ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095
preparasi bahan baku berpengaruh terhadap variasi suhu pengeringan, semakin tinggi suhu
aktivitas antioksidan. Pada bahan baku yang pengeringan maka semakin banyak kadar
mengalami proses pengeringan, aktivitas ekstrak larut dalam air yang dihasilkan. Hasil
antioksidan yang dihasilkan lebih kecil, hal ini kadar ekstrak berbanding terbalik dengan
disebabkan karena terjadinya degradasi atau kadar air. Hal ini diduga terjadi karena
kerusakan senyawa-senyawa rosella selama semakin tinggi suhu pengeringan daun
proses pengeringan. Beberapa senyawa sambiloto, pada berat bahan yang sama maka
antioksidan mengalami kerusakan sehingga semakin rendah kadar air yang dihasilkan,
aktivitas antioksidannya turun. sehingga dihasilkan ekstrak yang semakin
Senyawa antioksidan yang terdapat banyak. Sejalan dengan penelitian Putri (2012)
didalam daun sambiloto yaitu andrograpolid, yang menyatakan bahwa semakin rendah
flavonoid, tannin, saponin dan vitamin C. kadar air maka semakin tinggi komponen lain
Menurut Lomlim et al. (2003), bahwa yang tekandung dalam bahan yang berakibat
andrograpolid dalam bentuk kristal dan amor kepada semakin tingginya persentase kadar
phous stabil pada suhu 70°C dan kelembaban ekstrak. Hal ini disebabkan oleh suhu operasi
75% selama dua bulan. Menurut Lenny (2006) menjadi tinggi sehingga ada kemungkinan
senyawa flavonoid bersifat tidak tahan panas bahwa volatil menguap terbawa aliran gas
dan mudah teroksidasi pada suhu yang tinggi. panas.
Flavonoid menunjukkan sensitivitas yang
berbeda dalam perlakuan panas tergantung

Kadar Ekstrak Dalam Air (%)


pada strukturnya (Irina dan Mohamed, 2012). 50
41,93 c 42,91 b 43,89 a
Bagaimanapun strukturnya, flavonoid akan 40
30,63 e 31,92 d
terdegradasi pada suhu diatas 100°C. 30
Flavonoid peka terhadap panas karena
20
kelompok hidroksil dan ketonnya, serta ikatan
ganda tak jenuh. Menurut Enny dan Fadilah 10

(2007), kenaikan suhu hingga 55°C 0


mengakibatkan kadar tannin yang didapat 50 55 60 65 70

meningkat. Akan tetapi pada suhu di atas Suhu Pengeringan (°C)

55°C kadar tannin yang didapat menurun,


sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa
Gambar 4 Grafik Pengaruh Variasi Suhu
tannin akan mengalami kerusakan pada suhu
Pengeringan Terhadap Ekstrak
diatas 55°C. Menurut de Silva (1972) dalam
Larut Dalam Air Teh Sambiloto
Thoha (2009), senyawa saponin akan
mengalami kerusakan pada suhu diatas 60-
Prinsip yang bekerja pada proses
70°C. Hayati et al. (2011) menyatakan bahwa,
ekstraksi adalah difusi, yaitu perbedaan
pengeringan kelopak rosella pada suhu 60°C
konsentrasi antara larutan didalam sel dan
selama 2x24 jam menyebabkan rendahnya
konsentrasi cairan ekstraksi diluar sel. Bahan
kandungan vitamin C pada teh Rosella.
pelarut mengalir dari luar (konsentrasi tinggi)
Mutu Fisik ke dalam sel (konsentrasi rendah) yang
Hasil pengamatan dan hasil analisis menyebabkan protoplasma membengkak
keragaman menunjukkan bahwa perlakuan sehingga kandungan senyawa metabolit
variasi suhu pengeringan memberikan sekunder yang berada di dalam sel akan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap mengalir atau berdifusi keluar sel (Achmadi,
parameter ekstrak larut dalam air. Pengaruh 1992 dalam Agustiningrum 2004).
variasi suhu pengeringan terhadap ekstrak
larut dalam air teh sambiloto dapat dilihat
pada Gambar 4. Mutu Organoleptik
Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan 1. Aroma
bahwa perlakuan variasi suhu pengeringan Perlakuan variasi suhu pengeringan
berbeda nyata terhadap kadar ekstrak larut memberikan pengaruh yang berbeda nyata
dalam air. Kadar ekstrak larut dalam air pada uji organoleptik aroma teh sambiloto.
tertinggi terdapat pada perlakuan suhu Purata variasi suhu pengeringan terhadap
pengeringan 70˚C yaitu 43,89%. Nilai kadar aroma teh sambiloto dapat dilihat pada
ekstrak larut dalam air terendah terdapat pada Gambar 5.
perlakuan suhu pengeringan 50˚C yaitu Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan
30,63%. Berdasarkan nilai rata-rata perlakuan bahwa perlakuan variasi suhu pengeringan

255
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 4 No. 1 Mei 2018
e-ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095
memberikan pengaruh yang berbeda nyata memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap aroma teh sambiloto pada uji terhadap aroma teh sambiloto pada uji
hedonik maupun skoring. Pada penilaian uji hedonik maupun skoring. Pada penilaian uji
hedonik panelis memberikan nilai sangat tidak hedonik panelis memberikan nilai sangat tidak
suka hingga suka terhadap aroma teh suka hingga suka terhadap aroma teh
sambiloto dengan kisaran 2,7-6,5 dengan nilai sambiloto dengan kisaran 2,7-6,5 dengan nilai
tertinggi pada perlakuan suhu pengeringan tertinggi pada perlakuan suhu pengeringan
50oC dan nilai terendah terdapat pada 50oC dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan suhu pengeringan 70oC. Semakin perlakuan suhu pengeringan 70oC. Semakin
tinggi suhu pengeringan maka tingkat tinggi suhu pengeringan maka tingkat
kesukaan panelis terhadap aroma teh kesukaan panelis terhadap aroma teh
sambiloto semakin menurun. sambiloto semakin menurun.
9 9
Hedonik Hedonik
Nilai Organoleptik Aroma

8 7a

Nilai Organoleptik Rasa


8
7 6,5 a 5,25 b Skoring 7 Skoring
6 5,7 b 4,4 c
5,2 b 6
5
3,4 d 5
4 3,4 c 3,25 a 3,2 a 3,2 a
3 4
2,7 d 2,65 a 2,35 b
2,7 a 2,4 b
2 1,4 e
3
2,35 ab 1,8 b
1 2 1,85 b
0 1
50 55 60 65 70 0
50 55 60 65 70
Suhu Pengeringan (◦C)
Suhu Pengeringan (◦C)

Gambar 5 Grafik Pengaruh Variasi Suhu Gambar 6 Grafik Pengaruh Variasi Suhu
Pengeringan Terhadap Pengeringan Terhadap
Organoleptik Aroma Teh Organoleptik Rasa Teh Sambiloto
Sambiloto
Penilaian uji skoring menunjukkan
Penilaian uji skoring menunjukkan bahwa variasi suhu memberikan pengaruh
bahwa variasi suhu memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma teh
yang berbeda nyata terhadap aroma teh sambiloto. Panelis memberikan nilai aroma
sambiloto. Panelis memberikan nilai aroma sambiloto amat sangat khas hingga aroma
sambiloto amat sangat khas hingga aroma daun sambiloto amat sangat tidak khas
daun sambiloto amat sangat tidak khas dengan kisaran nilai 1,4-7 dengan nilai
dengan kisaran nilai 1,4-7 dengan nilai tertinggi pada perlakuan suhu pengeringan
tertinggi pada perlakuan suhu pengeringan 50oC dan nilai terendah terdapat pada
50oC dan nilai terendah terdapat pada perlakuan suhu pengeringan 70oC. Panelis
perlakuan suhu pengeringan 70oC. Panelis lebih menyukai aroma daun sambiloto yang
lebih menyukai aroma daun sambiloto yang amat sangat tidak khas. Hal ini disebabkan
amat sangat tidak khas. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu pengeringan
karena semakin tinggi suhu pengeringan aroma daun sambiloto menjadi amat sangat
aroma daun sambiloto menjadi amat sangat khas. Menurut Ciptadi dan Nasution (1979)
khas. Menurut ciptadi dan nasution (1979) menyatakan bahwa senyawa pembentuk
menyatakan bahwa senyawa pembentuk aroma teh terutama terdiri dari minyak atsiri
aroma teh terutama terdiri dari minyak atsiri yang bersifat mudah menguap dan bersifat
yang bersifat mudah menguap dan bersifat mudah direduksi sehingga dapat menghasilkan
mudah direduksi sehingga dapat menghasilkan aroma harum pada teh.
aroma harum pada teh. 3. Warna
2. Rasa Perlakuan variasi suhu pengeringan
Perlakuan variasi suhu pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada uji organoleptik warna teh sambiloto.
pada uji organoleptik rasa teh sambiloto. Purata variasi suhu pengeringan terhadap
Purata variasi suhu pengeringan terhadap rasa warna teh sambiloto dapat dilihat pada
teh sambiloto dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 7.
Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan Berdasarkan Gambar 7 menunjukkan
bahwa perlakuan variasi suhu pengeringan bahwa perlakuan variasi suhu memberikan

256
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 4 No. 1 Mei 2018
e-ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095
pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna KESIMPULAN
teh sambiloto pada uji hedonik maupun
skoring. Pada penilaian uji hedonik panelis Variasi suhu pengeringan memberikan
memberikan nilai agak tidak suka hingga agak pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar
suka terhadap warna teh sambiloto dengan air, kadar abu, aktivitas antioksidan, kadar
kisaran nilai 4,2-6,05 dengan nilai tertinggi ekstrak dalam air dan organoleptik (Hedonik
pada perlakuan dengan suhu pengeringan dan Skoring). Perlakuan terbaik teh sambiloto
55oC, diikuti dengan suhu pengeringan 65oC adalah perlakuan P3 dengan suhu
dan dengan suhu pengeringan 50 oC serta nilai pengeringan yaitu 60 oC dengan kadar air
terendah terdapat pada perlakuan dengan (8,16%), kadar abu (8,04%), aktivitas
suhu pengeringan 70oC. antioksidan (78,29%), kadar ekstrak larut
9 dalam air (41,93%) serta aroma (netral dan
7,85 a
aroma daun sambiloto agak khas), rasa (tidak
Nilai Organoleptik Warna

8 7,35 a
7 6,05 a 6,15 b suka dan sangat pahit) dan warna (netral dan
6 5,25 ab 5,65 ab kuning kecoklatan).
5 bc
5 4,2 c
4,1 c
4 3,05 d
3 DAFTAR PUSTAKA
2
1 Cendranata WO, Mintarsih DK, dan Adiastuti
0 EP. 2011. Daya hambat ekstrak daun
50 55 60 65 70 sambiloto (Andrographis paniculata)
Suhu Pengeringan (◦C) terhadap populasi bakteri pada ulser
Hedonik Skoring
recurrent aphthous stomatitis. J PDGI,
Gambar 7 Grafik Pengaruh Variasi Suhu 60(1): 20-23.
Pengeringan Terhadap Eka SS, Agung EN, dan Suwijiyo P. 2011.
Organoleptik Warna Teh Aktivitas antidiabetes kombinasi ekstrak
Sambiloto terpurifikasi herba sambiloto
(Andrographis paniculata (Burn.F.)
Penilaian uji skoring menunjukkan NESS.) dan metformin pada tikus dm
bahwa variasi suhu memberikan pengaruh tipe 2 resisten insulin. Majalah Obat
yang berbeda nyata terhadap warna teh Tradisional,16(3): 124-132.
sambiloto. Panelis memberikan nilai warna
sambiloto hijau kekuningan hingga coklat Enny KA dan Fadilah. 2007. Pengaruh
dengan kisaran nilai 3,05-7,85 dengan nilai kecepatan putar pengadukan dan suhu
tertinggi terdapat pada perlakuan dengan operasi pada ekstraksi tannin dari jambu
suhu pengeringan 70oC dengan warna yang mete dengan pelarut aseton.
dihasilkan yaitu coklat dan nilai terendah Ekuilibrium, 6 (1): 33-38.
terdapat pada perlakuan dengan suhu Gista RA. 2014. Pemanfaatan Daun Sirsak
pengeringan 50oC dengan warna yang (Annona muricata Lin) dan Kulit Jeruk
dihasilkan yaitu hijau kekuningan. Panelis lebih Puruk (Cytrus hystrix) Sebagai Bahan
menyukai warna teh sambiloto yang berwarna Dasar Pembuatan Teh Dengan Variasi
kuning kehijauan. Hal ini disebabkan karena Lama Pengeringan. Skripsi. Fakultas
kecerahan warna seduhan teh dipengaruhi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
oleh senyawa turunan tanin yaitu theaflavin Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
dan thearubigin. Theaflavin berperan dalam
penentuan kecerahan warna seduhan teh. Hartoyo A. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi
Semakin banyak kandungan theaflavin, maka Kesehatan. Kanisius, Yogyakarta.
kecerahan warna seduhan teh akan semakin Lenny S. 2006. Bahan Ajar Metode Fitokimia.
tinggi, sedangkan thearubigin merupakan Laboratorium Kimia Organik Jurusan
senyawa yang sulit larut dalam air dan Kimia FMIPA Universitas Airlangga:
berperan dalam menentukan kemantapan Surabaya
warna seduhan (warna teh menjadi merah
cokelat). Warna teh yang cenderung merah Machmud I. 2006. Cerita Tentang Teh di
cerah atau justru gelap disebabkan karena Indonesia: Peluang Terbuka Luas.
adanya theaflavin dan thearubigin (Rohdiana, http:/www.rsi.sg/Indonesian/ruangbis
2006). nis/html. [Diakses pada tanggal 7
Januari 2017].

257
Versi Online: Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
http://www.profood.unram.ac.id/index.php/profood Vol 4 No. 1 Mei 2018
e-ISSN: 2443-3446 ISSN: 2443-1095
Rijal AS. 2016. Pengaruh Lama Pengeringan Sembiring, Br, Bagem. 2005. Status Teknologi
Terhadap Daya Oksidasi Teh Daun Pasca Panen Sambiloto (Andrographis
Kelor (Moringa oleifera) [Skripsi]. paniculata Needs). Balai Penelitian
Mataram: Fakultas Teknologi Pangan Tanaman Obat dan Aromatik.
dan Agroindustri, Universitas
Sudarmadji S. 1989. Analisa Bahan Makanan
Mataram.
dan Pertanian. Yogyakarta: liberty.
Rochmat A. 2015. Karakterisasi senyawa
Winarti S, Sudaryanti dan Usman DS. 2011.
flavonoid ekstrak sambiloto
Karakteristik dan Aktifitas Antioksidan
(Andrographis paniculata) yang
Rosela Kering (Hibiscus sabdariffa L.).
mempunyai aktivitas inhibisi terhadap
Seminar Nasional PATPI. Hal 15-17
enzim Siklooksigenase-2 secara in
vitro. J Integrasi Proses, 5(2): 81. Yuliani. 2013. Efek Suhu dan Lama
Pemanasan Terhadap Sifat Fisika-Kimia
Rohdiana D. 2006. Menyeduh Teh Dengan
Bubuk Pewarna dari Kelopak Bunga
Baik, Benar Dan Menyehatkan.
Rosela (Hibiscuss sabdariffa L.) yang
http://www.pikiranrakyat.com.cetak/20
Dihasilkan. Prosiding Seminar Nasional
06.122006/07/cakrawala/lainnya.02.ht
Kimia. Hal 121.
m. [Diakses pada tanggal 20 juli 2017].

258

You might also like