Professional Documents
Culture Documents
HIFEMA TRAUMATIKA
Oleh:
Preseptor:
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Clinical Science Session
yang berjudul “Hifema Traumatika” ini dapat penulis selesaikan.
Clinical Science Session ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan
wawasan penulis dan pembaca mengenai Hifema Traumatika, serta menjadi salah
satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUP. Dr. M. Djamil Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr Rinda Wati,
Sp.M(K) sebagai preseptor yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman
tentang Hifema Traumatika.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Segmen Anterior
Secara anatomis, mata dapat dibagi menjadi 3 kompartemen yaitu segmen
anterior mata atau camera oculi anterior (COA), segmen posterior mata atau
camera oculi posterior (COP), dan ruang vitreous. Segmen anterior mata atau
camera oculi anterior (COA), adalah ruang di antara iris dan kornea dengan
kedalaman sekitar 3 mm dan mengandung 200 uL aqueous humor. Kedalaman COA
bervariasi, pada keadaan hipermetropia, COA cenderung lebih dangkal, sedangkan
pada myopia, COA lebih dalam. Segmen posterior (COP) adalah ruang yang
terletak posterior terhadap iris dan anterior terhadap lensa. Ruangan ini juga berisi
cairan aqueos dengan volume sekitar 60 uL.10,11
3
Gambar 2.2 Gambaran sudut bilik mata depan11
(Keterangan : C = cornea, CB = ciliary body, I = iris, IP = iris process, S = sclera,
SC = schlemm canal, SL = Schwalbe line, SS = scleral spur, TM = trabecular
meshwork, Z = zonular fibers).11
Segmen anterior mata berisi cairan aquoes yang di produksi oleh korpus
siliaris tepatnya di epitel korpus siliar. Cairan aquous merupakan sumber utama
nutrisi bagi lensa dan kornea, serta menjadi rute untuk membuang zat sisa.
Kecepatan produksi cairan aquous sekitar 2,5 uL/menit. Cairan aquous humor
melewati pupil menuju COA, lalu menuju anyaman trabecular dan terjadi
pengurasan (draining) dari aqueous humor yang kemudian dialirkan ke kanalis
schlemm dan sistem vena episkleral. Sebagian cairan aqueous akan dikeluarkan
melalui otot siliaris, ke ruangan suprakoroid, kemudian ke dalam sistem vena badan
siliaris (aliran uveoskleral).12
4
Komposisi dari cairan aquous dapat dilihat pada tabel berikut :
Komposisi (mmol/kg H2O)
Na+ 163
Cl- 134
-
HCO3 20
Askorbat 1.06
Glukosa 3
Gambar 2.3 Stuktur bilik mata depan. Tanda panah menunjukkan aliran cairan
aquous.12
5
2.2 Sistem Perdarahan Mata
Perdarahan utama pada mata berasal dari arteri oftalmika, yaitu cabang
pertama arteri carotis interna bagian intracranial. Cabang ini berjalan di bawah
nervus optikus melalui kanalis optikus menuju orbita. Cabang intraorbital pertama
adalah arteri centralis retina yang memasuki nervus optikus 8-15 mm di belakang
bola mata. Cabang arteri lainnya adalah arteri lacrimalis yang mendarahi glandula
lakrimalis dan kelopak mata, cabang-cabang maskularis ke berbagai otot orbita,
arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebralis media ke kedua kelopak
mata, dan arteri supra orbitalis serta supratrochlearis.
Arteri siliaris posterior brevis mendarahi koroid dan bagian nervus optikus.
Arteri siliaris posterior longus mendarahi korpus siliaris, bersama arteri siliaris
anterior membentuk circulus anterior major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari
cabang-cabang maskularis dan menuju ke musculus recti. Arteri ini mengalirkan
darah ke sklera, episklera, limbus, dan konjungtiva.13
6
Gambar 2.5 Sistem perdarahan pada bilik mata depan.13
2.3 Hifema Traumatika
2.3.1 Definisi Hifema Traumatika
Hifema merupakan keadaan di mana terdapat akumulasi darah di dalam
segmen anterior mata (COA) yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau korpus siliaris. Robeknya pembuluh darah iris
atau korpus siliaris menyebabkan perdarahan dan bercampur dengan humor aqueus
yang jernih.1 Hifema traumatika merupakan sebuah self-limited condition, dimana
dalam kebanyakan kasus, akumulasi darah dalam COA dapat diserap kembali, dan
jarang menyebabkan kebutaan. Namun pada sebagian kasus lainnya, dapat terjadi
komplikasi berupa perdarahan sekunder.14
Hifema dapat terjadi baik akibat trauma tumpul ataupun karena laserasi
(trauma tajam). Gaya yang dihasilkan oleh trauma akan mendorong iris dan lensa
ke posterior dan sklera terdesak ke zona ekuator. Proses ini akan menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah iris dan badan siliar anterior.15
2.3.2 Epidemiologi
Kejadian hifema terutama hifema traumatika menurut studi yang dilakukan
di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi.
Anak-anak dan remaja usia 10 – 20 tahun memiliki presentase penderita terbanyak
yaitu sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita
dengan perbandingan 3:1.3,4 Pada orang dewasa, penyebab utama trauma tumpul
7
ialah kecelakaan yang tidak disengaja, dimana 60% kasus disebabkan oleh trauma
tumpul yang terjadi saat olahraga akibat lemparan bola baseball, softball, bola
basket, sepak bola, dan paint ball.7
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan pada tahun 2016, didapatkan
prevalensi kasus hifema traumatika yang terjadi sebesar 6,58% diantara 61 kasus
akibat trauma mata di RSUP Dr. M. DjamilPadang.5
2.3.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi sebagai berikut16:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat
trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi
mata.
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier,
sehingga pembuluh darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya
juvenile xanthogranuloma.
5. Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.
8
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu :
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
9
Trauma tumpul dikaitkan dengan kompresi antero-posterior dan ekspansi
simultan pada bola mata. Kontusio menyebabkan kompresi bola mata dengan
pelebaran sklera equator, peregangan limbus, dan pergeseran lensa atau diagfragma
ke posterior dan putusnya pembuluh darah. Ekspansi menyebabkan stres pada
struktur sudut anterior chamber, yang dapat menyebabkan pecahnya iris stroma dan
atau pembuluh badan siliar.15,19,21
Dorongan akibat trauma menyebabkan displace pada mata dan volume aquos,
sehingga meningkatkan tekanan hidrolik pada lensa, akar iris dan trabekular
meshwork. Jika dorongan melebihi dari kekuatan tarik struktur okular, pembuluh
iris perifer dan permukaan badan siliar bisa ruptur dan menyebabkan hifema.6
Trauma tajam juga dapat dikaitkan dengan kerusakan langsung ke pembuluh darah
dan hipotoni, dimana dapat memicu hifema.15,21
10
• Arteri koroid
• Vena korpus siliaris
• Pembuluh darah iris pada pinggir pupil atau pada sudut
2.3.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis hifema didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan keluhan yang dirasakan pasien, seperti
adanya darah pada bilik mata, penurunan penglihatan, nyeri pada mata, nyeri
kepala, fotofobia, serta gangguan penglihatan lainnya. Selanjutnya perlu ditelusuri
terkait faktor resiko terjadinya hifema.21 Adanya riwayat trauma, terutama
mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema.
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses
terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya
benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah,
atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan
tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang
dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata
karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan
sekunder.
Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah, dan apakah pernah
mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan
mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan
apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan
12
tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah atau
penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.22
Pemeriksaan Fisik
Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat
diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus.
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia
(tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra,
midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu
letargic, disorientasi atau somnolen.
Gambar 2.8 Gambaran Klinis
Hifema16
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen;
visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan
retina.
b) Pengukuran tonometri: mengkaji tekanan intra okuler.
c) USG mata
d) CT-Scan
e) Pemeriksaan laboratorium darah
2.3.8 Tatatalaksana
Hifema akan hilang sempurna pada umumnya. Namun, apabila perjalanan
penyakit tidak berjalan demikian, maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun
13
perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya adalah:
1. Menghentikan perdarahan.
2. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3. Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka tatalaksana penderita dengan hifema
traumatika pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan
cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan
operasi.23,24
2. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema traumatika tidak
mutlak, namun berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsi
darah, dan menekan komplikasi yang timbul.24 Obat-obatan yang dapat digunakan
antara lain:
a. Siklopegik/Midriatik, digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan resiko
terjadinya sinekia posterior. Pemberian siklopegik dapat menstabilkan blood-
aquous barrier, meningkatkan kenyamanan pasien, dan memfasilitasi
evaluasi segmen posterior. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
14
pemberian midriatika dan miotika bersama- samadengan interval 30 menit
sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding
pemakaian salah satu obat saja.
b. Analgesik bila perlu, berupa acetaminofen atau kodein. Tergantung pada
tingkat nyeri yang dirasakan pasien.
c. Kortikosteroid topikal untuk mengurang inflamasi, dan mencegah
iritis/iridosiklitis.
d. Agen antifibrinolitik, seperti asam aminokaproat topikal dan/atau oral serta
asam traneksamat oral. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi
obat anti fibrinolitik dengan tujuan agar bekuan darah tidak terlalu cepat
diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri
dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan perdarahan sekunder
tidak terjadi. Dosis untuk asam aminokaproat yaitu 50mg/kgBB setiap 4 jam
maksimal 30g per hari selama 5 hari. Dosis untuk asam traneksamat adalah
25mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6 hari. Kontraindikasi pemberian pada
gangguan clotting intravaskular dan kehamilan. Pemberiannya tidak
dianjurkan melewati satu minggu karena dapat menimbulkan gangguan
transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea.
Selama pemberiannya, pengukuran tekanan intra ocular harus dilakukan.
e. Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan. Dosis
tPA adalah 10 mikrogram, diberikan dengan cara intrakamera.
f. Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian
asetazolamid atau beta-blocker seperti timolol.25
3. Tindakan Operasi
Tindakan operasi pada hifema dilakukan apabila kondisi berikut26 :
a. Hifema total dengan tekanan intraokular tetap tinggi (>35 mmHg selama 7
hari atau 50 mmHg selama 5 hari)
b. 4 hari setelah onset hifema total
c. mikroskopik cornea blood staining
d. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari
e. Hifema lebih dari ½ COA yang bertahan selama 8 - 9 hari
15
Parasintesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah
atau nanah dari segmen anterior.
2.3.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada hifema traumatika diantaranya:27
1. Perdarahan Sekunder
Perdarahan sekunder (rebeleeding) pada umumnya diikuti oleh prognosis visual
yang buruk. Rebleeding dikatakan terjadi jika terdapat penambahan ukuran hifema,
atau jika terlihat lapisan darah segar diatas bekuan darah sebelumnya yang
berwarna lebih gelap di COA. Waktu yang paling kritis terjadinya rebleeding
adalah hari kedua sampai ketujuh setelah trauma. Trauma yang disebabkan
kerusakan blood ocular barrier dapat meningkatkan difusi beberapa protein plasma
ke ruang anterior, termasuk plasminogen, sehingga meningkatkan risiko perdarahan
sekunder.
2. Glaukoma
Sekitar 25% mata mengalami peningkatan Tekanan Intra Okuler >25mmHg dan
10% mata >35 mmHg. Peningkatan TIO disebabkan oleh oklusi dari trabecular
meshwork oleh gumpalan darah, sel-sel inflamasi, atau sisa eritrosit; blok pupil;
atau penyebab lainnnya seperti rusaknya atau fibrosis dari trabekula meshwork.
3. Sinekia Anterior Perifer
Penempelan iris ke kornea pada umumnya terjadi pada passion dengan hifema
yang menetap pada periode yang lama, biasanya mencapai 9 hari atau lebih. Hal ini
disebabkan oleh adanya iritasi kronik akibat trauma awal atau adanya iritasi
kimiawi karena adanya darah di bilik mata depan. Kemungkinan penyebab lainnya
yaitu adanya bekuan di sudut bilik yang mengakibatkan fibrosis trabecular
meshwork sehingga menutup sudut tersebut.
4. Pewarnaan Kornea
Pewarnaan kornea (hemosiderosis kornea) lebih sering terjadi pada pasien
dengan hifema total yang bertahan selama minimal 6 hari berturut-turut, diikuti
dengan peningkatan TIO lebih dari 25 mmHg, rebleeding, durasi bekuan yang
memanjang, dan disfungsi sel endotel kornea. Angka kejadian hemosiderosis
kornea pada hifema berkisar antara 2-11%.
5. Atrofi saraf optic
16
Atrofi saraf optic disebabkan oleh peningkatan TIO. Resiko atrofi saraf optic
meningkat apabila TIO berkisar 50 mmHg atau lebih selama 5 hari tau TIO berkisar
35 mmHg atau lebih selama 7 hari.
2.3.10 Prognosis
Prognosis pada hifema tergantung pada jumlah darah dalam segmen anterior.
Apabila hifema kurang dari setengah COA, maka hifema akan hilang dan diserap
sempurna. Sedangkan apabila darah lebih dari setengah segmen anterior, maka
prognosis menjadi lebih buruk karena akan disertai beberapa penyulit. Hifema total
di dalam bilik mata akan memberikan prognosis lebih buruk dibanding hifema
sebagian.
Prognosis untuk pemulihan penglihatan pada hifema berhubungan dengan
beberapa faktor, yaitu16:
a. Kerusakan pada struktur okular lain, seperti robekan pada koroid, parut
pada makula.
b. Perdarahan sekunder.
c. Komplikasi seperti glaukoma, corneal blood staining atau terjadi optik
atrofi.
17
BAB 3
PENUTUP
18
DAFTAR PUSTAKA