You are on page 1of 67

IMPLEMENTASI MLC 2006

DIREKTORAT PERKAPALAN DAN KEPELAUTAN


DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
LAKUKAN
YANG TERBAIK
DARI APA
YANG KITA
BISA DENGAN
APA YANG KITA
MILIKI

Small Change Can Make A Big


Difference !
STRUKTUR ORGANISASI
KEMENTERIAN
PERHUBUNGAN
ITJEN SEKJEN

BPSDMP ADMINISTRATOR DITJEN HUBLA

SEKBAN SEKDITJEN
PSDMP
PPSDM HUBLA DITKAPEL DPKP BKKP

SEKOLAH TINGGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN

KETUA
RSG
HARIAN
BALAI BESAR
KESELAMATAN KAPAL
AKREDITASI

KABID
POLITEKNIK UNIVERSITAS STAF
PMKK
AHLI
BALAI AKADEMI SUBDIT
KEPELAUTAN PENGUJI
TRAINING
SMK PELAYARAN PPK
CENTER
APA ITU MLC?
Maritim Labour Convention (MLC) 2006 adalah konvensi yang
diselenggarkan oleh International Labour Organization (ILO)
pada tahun 2006 di Genewa, Swiss. MLC 2006 bertujuan untuk
memastikan hak-hak para pelaut di seluruh dunia dilindungi
dan memberikan standar pedoman bagi setiap negara dan
pemilik kapal untuk menyediakan lingkungan kerja yang nyaman
bagi pelaut.

Pemberlakuan MLC (PM 58 Tahun 2021):


Untuk kapal dengan ukuran GT 500 (lima ratus gross
tonnage) atau lebih berbendera Indonesia yang berlayar ke
luar negeri dikecualikan untuk
• Kapal negara;
• Kapal perang;
• Kapalpenangkapikan;
• Kapal yang digunakan tidak untuk kepentingan komersial;
dan
• Kapal yang dibangun secara tradisional.

SAFETY FIRST, SAFETY IS OUR PRIORITY


• KONVENSI INI MERUPAKAN KONTRIBUSI ILO
YANG DI ADOPT OLEH IMO PADA TAHUN 2013
Maritime Labour Convention (MLC YANG MENJADI PILAR KE EMPAT IMO
2006) DISAMPING SOLAS, MARPOL, DAN STCW
di Indonesia
• INDONESIA MELALUI UU NO 15 TAHUN 2016
MERATIFIKASI KONVENSI MLC 2006 DAN PADA12
JUNI 2018 PEMBERLAKUAN MLC 2006 SECARA
PENUH TERHADAP KAPAL-KAPAL BERBENDERA
INDONESIA
• PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 58 TAHUN
2021 TENTANG SERTIFKASI MARITIME LABOUR
CONVENTION 2006 DIUNDANGKAN PADA 16 JUNI 2021

• SAMPAI SAAT INI DJPL TELAH MELAKUKAN SERTIFIKASI


TERKAIT MLC 2006 BAGI KAPAL-KAPAL BERBENDERA
INDONESIA YANG BERLAYAR KELUAR NEGERI DAN DALAM
NEGERI

SAFETY FIRST, SAFETY IS OUR PRIORITY


5.1.1 PRINSIP UMUM

PERNYATAAN
CERTIFICATE
PEMERIKSAAN MEMENUHI
OF MLC 2006
SYARAT

Negara bendera kapal bertanggung jawab untuk memastikan


pemberlakuan aturan ini pada kapal2 yang mengibarkan benderanya.
Setelah dilakukan pemeriksaan yang mendalam dan dinyatakan
memenuhi syarat maka kapal akan diberikan Certicate of MLC 2006, dan harus
berada di kapal, serta masih berlaku
SCOPE AUDIT MLC
CAKUPAN AUDIT MLC

1. USIA MINIMUM
2. SERTIFIKAT MEDIS
3. KUALIFIKASI PELAUT
4. PERJANJIAN KERJA PELAUT
5. PENGGUNAAN LISENSI ATAU SERTIFIKASI ATAU PELAYANAN PEREKRUTAN
DAN PENEMPATAN KERJA PELAUT
6. JAM KERJA DAN ISTIRAHAT
7. TINGKAT PENGAWAKAN KAPAL
8. AKOMODASI
9. FASILITAS REKREASI DI ATAS KAPAL
10. PERMAKANAN DAN KATERING
11. PERLINDUNGAN KESEHATAN, KEAMANAN, DAN RESIKO KECELAKAAN
12. PERAWATAN MEDIS DIATAS KAPAL
13. PROSEDUR KOMPLAIN DI KAPAL
14. PEMBAYARAN GAJI
15. JAMINAN KEUANGAN TERKAIT PEMULANGAN ABK
16. JAMINAN KEUANGAN TERKAIT TANGGUNG JAWAB PEMILIK KAPAL
5.1.3 SERTIFIKAT KETENAGAKERJAAN
MARITIM DAN DEKLARASI KEPATUHAN
KETENAGAKERJAAN MARITIM
KAPAL BERUKURAN 500
GT ATAU LEBIH,
BERLAYAR PADA
PELAYARAN
INTERNASIONAL
DMLC
KAPAL BERUKURAN 500
GT ATAU LEBIH,
ANGGOTA DARI NEGARA
BENDERA, BEROPERASI
DI NEGARA LAIN

Setiap anggota negara wajib mensyaratkan kapal yang


berbendera negaranya dilengkapi dengan Maritime
Labour Certificate dan DMLC. Sertifikat MLC sementara
yang berlaku 6 bulan dapat diberikan pada : Kapal Baru
dan Kapal Ganti Bendera
PART I (cara
DECLARATION OF
bagaimana aturan
negara bendera
mematuhi

CONVENTION
konvensi yang
MARITIME
yang
digambarkan oleh
LABOUR
pejabat yang
berwenang)

DMLC
PART II (dibuat
oleh pemilik kapal
untuk
menunjukan
bagaimana
kapalnya
mengikuti aturan
bagian I)
1. PERSYARATAN

ISI MLC 2006 MINIMUM BEKERJA


DI KAPAL

5. KEPATUHAN DAN
2. KONDISI KERJA
PENEGAKAN ATURAN

4. PERLINDUNGAN
3. AKOMODASI,
KESEHATAN,
FASILITAS REKREASI,
PERAWATAN MEDIS,
PERMAKANAN DAN
KESEJAHTERAAN,
KAATERING
DAN JAMINAN SOSIAL
1. Persyaratan minimum
pelaut untuk bekerja dikapal
1. Persyaratan minimum pelaut
untuk bekerja dikapal
Regulation
Reg 1.1 • Usia minimum awak kapal adalah 18tahun
Persyaratan Usia • Awak kapal dengan usia di bawah 18 tahun tetapi di atas 16
Minimal tahun dapat dipekerjakan dalam rangka pelatihan sepanjang
memperbatikan keamanan dan kesehatan bagi awak kapal
yang bersangkutan. )
Reg 1.2 Sertifikat • memastikan bahwa semua pelaut secara medis dinyatakan
Kesehatan fit untuk tugas2 di kapal.
• sesuai STCW Sertifikat kesehatan berlaku 2 tahun kecuali
umur pelaut dibawah 18 tahun berlakunya 1 tahun
Reg 1.3 Kualifikasi memastikan bahwa pelaut yang bekerja diatas kapal kompeten
dan Pelatihan untuk melaksanakan tugas sesuai jabatannya dibuktikan dengan
sertifikat keahlian dan/ atau sertifikat keterampilan.
1. Persyaratan minimum pelaut
untuk bekerja dikapal
Regulation
Reg 1.4 • dilakukan oleh perusahaan keagenan Awak Kapal yang memperoleh
Perekrutan dan perizinan berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
Penempatan undangan di bidang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis
risiko
• Perusahaan keagenan Awak Kapal dilarang untuk:
a. menggunakan cara, mekanisme, atau daftar hitam untuk
menghalangi Pelaut memperoleh pekerjaan sesuai dengan
kualifikasi yang dimiliki;dan/ atau
b. memungut biaya kepada Pelaut kecuali untuk biaya dokumen
perjalanan, biaya pembuatan dokumen Pelaut, dan biaya
pemeriksaan untuk penerbitan sertifikat kesehatan Pelaut
Agen Perekrutan Awak Kapal
WAJIB :
1. Menyimpan daftar yang up to date (terkini) dari semua
penempatan pelaut. , to be available for inspection by the
competent authority;
2. Menyimpan data daftar kapal dan melakukan kontak
dengan perusahaan dimana pelaut ditempatkan.
3. Memberitahukan kepada pelaut terkait dengan kewajiban
berdasarkan PKL
4. Memberikan salinan PKL kepada pelaut.
5. Memastikan bahwa PKL pelaut sesuai dengan dengan
undang-undaang nasional dan CLA yang berlaku.
6. Melakukan assesment atas kualifikasi pelaut
7. Memastikan bahwa pemilik kapal atau perusahaan dimana
pelaut ditempatkan aman secara finansial
8. Tersedia prosedur keluhan yang efektif
9. Memilik sistim asuransi untuk memberikan kompensasi
kepada pelaut atas kegagalan dalam memenuhi kewajiban
sebagaimana sesuai dengan PKL
2. KONDISI KERJA
2. Kondisi Kerja
Regulation
Reg 2.1 Perjanjian Kerja Pelaut Perjanjian kerja hrs jelas, sesuai
dengan ketentuan hukum dan hrs
sesuai CBA (apabila ada.) dan harus
dimasukan dalam sijil.
PKL ASLI untuk Pelaut dan Salinan
harus ada di kapal

Reg 2.2 Gaji Gaji harus dibayar pada setiap bulan


dan kalau diinginkan dapat ditranfer
secara regular ke keluarga pelaut
“Catatan Gajih tidak boleh kurang
sebagaimana yang telah disepakati
dalam CBA”
Upah lembur. Dalam perjanjian biasanya
upah dan upah lembur dijadikan satu
(upah lembur =1 ¼ x upah pokok )
Pelaut pada kapal yang sama gaji harus
sama sesuai dengan tingkatnya.
2. Kondisi Kerja
Regulation
2.3 Jam Kerja Dan Jam Istirahat Jam kerja maksimal: Pelaut tidak
boleh bekerja lebih dari 14 jam
dalam satu periode 24\jam atau
Tidak boleh bekerja bekerja lebih
dari 72 jam dalam periode tujuh
hari.
Jam istirahat minimal: Paling wajib
memiliki sedikit 10 jam istirahat
dalam periode 24 jam atau paling
sedikit 77 jam istirahat dlm
periode tujuh hari.
2.4 Hak Cuti Hak cuti tahunan dihitung 2,5 hari
untuk setiap bulan kalender kerja.
Tidak bekrja karena sakit dan
mengikuti kursus yg disetujui tidak
termasuk cuti.
2. Kondisi Kerja
Regulation
2.5 Pemulangan Pemulangan awak kapal kenegara
asal , dibeayai oleh
perusahaan
2.6 Kompensasi bagi Awak Jika kapal hilang atau tenggelam
Kapal untuk Kapal yang Hilang awak kapal berhak atas
atau Tenggelam pembayaran sebagai akibat kapal
tenggelam

2.7 Tingkat Pengawakan Hal ini untuk memastikan bahwa


pelaut yang bekerja dikapal
dengan awak kapal yang cukup
untuk keselamatan, dan operasi
yang aman.
2. Kondisi Kerja
Regulation
2.8 Pengembangan Karier dan Pelaut harus diberi kesempatan
Keterampilan serta Kesempatan untuk pengembangan karir dan
Kerja sebagai Awak Kapal ketrampilan serta kesempatan
dalam kepegawaian
3. AKOMODASI, FASILITAS
REKREASI, MAKANAN, DAN
KATERING
3. AKOMODASI, FASILITAS REKREASI,
MAKANAN, DAN KATERING
Regulation
3.1 Akomodasi dan Fasilitas Akomodasi untuk tinggal dan
Rekreasi bekerja dikapal harus ditingkatkan
dalam rangka untuk lebih
meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan awak kapal.(diatur
lebih detail dalam Regulasi dan
guide line) berisi tentang syarat
minimum untuk berbagai jenis
kamar.

Ukuran kamar dan ruang akomodasi lainnya


 Heating and ventilation
 Kebisingan dan geteran serta faktor gangguan lain
 Exposure to noise (terbuka thd kebisingan) –B4.3.2
Exposure to vibration –B4.3.3
Sanitary facilities
Lighting
 Hospital accommodation
3. AKOMODASI, FASILITAS REKREASI,
MAKANAN, DAN KATERING
Regulation
3.2 Permakanan dan Katering Kualitas dan kuantitas permakanan,
termasuk air harus diatur dalam
peraturan negara bendera kapal.
Harus diperhaikan adanya
perbedaan kultur. Untuk menjadi
koki dikapal harus telah mengikuti
pelatihan yang memadai terlebih
dahulu.
Perbekalan air minum dan makanan
 Bumbu dan perlengkapan
 area dapur dan penyiapan makanan
4. Perlindungan Kesehatan, Perawatan
Medis, Kesejahteraan dan Perlindungan
Jaminan Sosial
4. Perlindungan Kesehatan,
Perawatan Medis, Kesejahteraan
dan Perlindungan Jaminan Sosial
Regulation
4.1 Perawatan Kesehatan di Para pelaut wajib diberikan aksess
Kapal dan di Darat untk perawatan kesehatan
sementara di kapal sesuai
standard perawatan kesehatan di
darat tanpa dikenakan beaya.
1.Rawat jalan untuk sakit dan cidera
2. Rawat inap di RS bila perlu
3.Fasilitas perwatan gigi
4. Perlindungan Kesehatan,
Perawatan Medis, Kesejahteraan
dan Perlindungan Jaminan Sosial
Regulation
4.2 Tanggung Jawab Pemilik Para pelaut harus dilindungi dari
Kapal kehilangan pendapatan sebagai
akibat sakit, cidera atau meninggal
dunia. Paling tidak diberikan
pembayaran gaji 16 minggu
terhitung mulai sakit. Di Indonesia
diatur dalam Peraturan Pemerintah
no.7 tahun 2000 tentang kepelautan.
4. Perlindungan Kesehatan,
Perawatan Medis, Kesejahteraan
dan Perlindungan Jaminan Sosial
Regulation
4.3 Perlindungan memastikan bahwa lingkungan
Kesehatan dan Keselamatan kerja awak kapal di atas kapal
serta menerapkan keselamatan dan
Pencegahan Kecelakaan kesehatan kerja.
4. Perlindungan Kesehatan,
Perawatan Medis, Kesejahteraan
dan Perlindungan Jaminan Sosial
Regulation
4.4 Akses fasilitas kesejahteraan Negara pelabuhan harus
di darat menyediakan layanan untuk
tempat rekreasi yang
nyaman,sopan dan juga
memberikan fasilitas informasi
serta kemudahan untuk memasuki
layanan tsb dan terbuka bagi
seluruh pelaut dengan tidak
membedakan ras, jenis kelamin,
agama dan paham politik.
4. Perlindungan Kesehatan,
Perawatan Medis, Kesejahteraan
dan Perlindungan Jaminan Sosial
Regulation
4.5 Keamanan Sosial 1. Tiap negara anggota harus
memastikan bahwa para pelaut
memiliki akses terhadap
perlindungan jaminan sosial
2. Pelaut berhak atas manfaat dari
perlindungan jaminan sosial
JAMINAN SOSIAL
PELAUT

SERTIFIKAT
ASURANSI PELAUT
5. KEPATUHAN DAN PENEGAKKAN

INSPECTOR
5. KEPATUHAN DAN PENEGAKKAN
Regulation
5.1 Tanggung Jawab Negara memastikan bahwa setiap Negara Anggota
Bendera menerapkan tanggung jawabnya di bawah
Konvensi ini menyangkut kapal-kapal yang
mengibarkan bendera negara tersebut.

5.2 Tanggung Jawab Negara memampukan setiap Negara Anggota


Pelabuhan menerapkan tanggung jawabnya di bawah
Konvensi ini menyangkut kerjasama
internasional dalam penerapan dan
penegakkan standar Konvensi pada kapal-
kapal asing.
5.3 Tanggung Jawab Pemasok memastikan bahwa setiap Negara Anggota
Tenaga Kerja menjalankan tanggung jawabnya di bawah
Konvensi ini sehubungan dengan perekrutan
dan penempatan para awak kapal dan
perlindungan sosial para awak kapalnya.
Prosedur penanganan
Komplain
komplain di darat

PSCO

Melaksanakan investigasi
/pemeriksaan di kapal

Menyelasaikan ketidak laikan di


kapal

Masalah tidak selesai Masalah tidak selesai,


tapi tidak dianggap kondisi yang berbahaya
Masalah berhasil cukup parah tanpa pelanggaran terjadi
diselesaikan detention berulang ulang tmsk pada
hak pelaut PSCO dapat
melakukan penahanan
PSCO memberi tahukan ke
Pelaut diberi tahu kapal s/d masalah diatasi
Flag State dan minta rencana
keputusan yang perbaikan untuk mentukan
diambil dan diberi tenggat waktu yg disarankan
salinan keputusan Flag state diberi tahu
INSA Dan ITF diberi
Jika masalah belum selesai laporan
informasi
dikirim ke DirJen atau KPI (ITF) Owner
dan ILO diinformasikan
TERIMA
KASIH
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT
Jl. Merdeka Barat No. 8
Jakarta 10110

@Direktorat Jenderal Perhubungan Laut


Dr. Drs. Capt. H. Achmad Ridwan TE, S.H., M.H., M. Mar.

ASPEK HUKUM YANG BERKAITAN


DENGAN KEGIATAN KEPELAUTAN
UNDANG – UNDANG TERKAIT DENGAN PELAUT
1. Undang – Undang Dasar - 1945
2. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
3. Kitab Undang – Undang Hukum Dagang
4. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
5. Undang – Undang No. 17 Tahun 1985, Tentang Ratifikasi UNCLOS
6. Undang – Undang No. 5 TAHUN 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya alam
Hayati & Ekosistemnya
7. Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
8. Undang – Undang No. 17 TAHUN 2006 Tentang Perubahan atas Undang – Undang
No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan .
9. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
10. Undang – Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Adminstrasi Kependudukan
11. Undang – Undang No. 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan
12. Undang – Undang No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
13. Undang – undang No. 21 TAHUN 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan, &
Tumbuhan
PELAUT ADALAH AWAK KAPAL Pelaut adalah setiap orang yang
mempunyai kualifikasi keahlian
Pasal 1 angka 40 UU No. 17 Tahun atau keterampilan sebagai awak
2008 Tentang Pelayaran; awak kapal, PM Perhubungan No.
kapal..
yaitu orang yang bekerja atau 30 Tahun 2008
dipekerjakan di atas kapal oleh Tentang Dokumen Awak kapal adalah orang yang
pemilik atau operator kapal untuk Identitas Pelaut bekerja atau dipekerjakan di atas
melakukan tugas di atas kapal kapal oleh pemilik atau operator
sesuai dengan jabatannya yang kapal untuk melakukan tugas di
tercantum dalam buku sijil. atas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam
1. Nakhoda Adalah; orang yang memimpin kapal. (KUHD Buku Sijil
341d, 342 dst., 397, 399, 408 dst., 427 dst.)
2. Anak Buah Kapal (ABK) adalah mereka yang terdapat pada
daftar anak buah kapal (monsterrol). (KUHD 375, 395, 401,
413, 434.)
3. Perwira Kapal adalah anak buah kapal yang oleh daftar Pelaut adalah:
anak buah kapal diberi pangkat perwira. (KUHD 376.)
4. Pembantu Anak Buah Kapal adalah semua anak buah kapal
selebihnya. (KUHD 388, 393, 400.)
Pemegang kewibawaan umum di atas Kapal
(Pasal 384 , 385 KUH – Dagang)

Pemimpin Kapal (Pasal 341 KUH – Dagang)


NAKHODA

Penegak hukum (Pasal 387, 388, 390, 394a KUH –


Dagang)

Pegawai pencatatan sipil (UU No. 23 Tahun 2006)

Notaris (Pasal 947, 952 KUH – Perdata)


Pasal 385 KUH - Dagang

Tanpa izin nakhoda, anak buah kapal tidak boleh


meninggalkan kapal.

Bila nakhoda menolak memberikan izin, maka atas


permintaan anak buah kapal itu, ia wajib menyebut
alasan penolakannya dalam buku harian, dan memberi
ketegasan tertulis kepadanya tentang penolakan ini
dalam dua belas jam.
UNCLOS
(United Nations Convention on the Law of the Sea) - 1982
UNCLOS 1982 di Ratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia melalui UU No. 17
Konvensi Perserikatan Bangsa- tahun 1985.
Bangsa tentang Hukum
Laut (United Nations Convention on
the Law of the Sea) disingkat
UNCLOS, juga disebut Konvensi UNCLOS 1982 mengatur kewenangan sebuah
Hukum Laut internasional atau negara pantai terhadap wilayah laut (laut
Hukum Perjanjian Laut, adalah teritorial, zona tambahan, zona ekonomi
perjanjian internasional yang eksklusif, dan landas kontinen). Selain itu
dihasilkan dari Konferensi diatur juga tata cara penarikan garis batas
Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) maritim jika terjadi tumpang tindih klaim
tentang Hukum Laut antara dua atau lebih negara bertetangga,
baik yang bersebelahan (adjacent) maupun
berseberangan (opposite).
YURISDIKSI KRIMINAL DI ATAS KAPAL ASING

Yurisdiksi Kapal Asing di Pelabuhan; Yurisdiksi di Laut Teritorial

Kapal Niaga Asing tunduk pada yurisdiksi Yurisdiksi kriminal Negara pantai tidak dapat
negara pantai terhadap kejahatan yang dilaksanakan di atas kapal asing yang sedang melintasi
dilakukan oleh awak kapal niaga asing. laut teritorial untuk menangkap siapapun atau untuk
mengadakan penyidikan yang bertalian dengan
Akan tetapi untuk tindak pidana kejahatan apapun yang dilakukan di atas kapal selama
pelanggaran yang menyangkut soal disiplin lintas demikian, kecuali dalam hal yang berikut :
dan tata tertib internal, maka berlaku 1. Apabila akibat kejahatan itu dirasakan di Negara
yurisdiksi negara bendera kapal pantai;
2. Apabila kejahatan itu termasuk jenis yang
Yurisdiksi Kapal Asing di Perariran mengganggu kedamaian Negara tersebut atau
Pedalaman ketertiban laut wilayah;
3. Apabila telah diminta bantuan penguasa setempat
Kapal asing yang memasuki wilayah oleh nakhoda kapal oleh wakil diplomatik atau
perairan suatu negara, maka kapal tersebut pejabat konsuler Negara bendera;
berada di bawah yurisdiksi negara yang 4. Apabila tindakan demikian diperlukan untuk
bersangkutan menumpas perdagangan gelap narkotika atau bahan
psychotropis.
OTORISASI KEPELABUHANAN

1. Otoritas Pelabuhan (OP)


2. Syahbandar
3. Bea Cukai (BC)
4.Sistem Keimigrasian
5. Sistem Kekarantinaan Di Pelabuhan
a. Karantina Kesehatan Pelabuhan
b. Karantina Pertanian
c. Karantina Ikan
UU NO. 17 TAHUN 2006
TENTANG KEPABEANAN Subyek hukum dalam UU Kepabeanan
adalah orang (naturlijke person) dan badan
hukum (legal person) yang meliputi badan
PASAL 1 KETENTUAN UMUM
hukum, perseroan atau perusahaan,
1. KEPABEANAN; segala sesuatu yang perkumpulan, yayasan atau koperasi (Pasal
berhubungan dengan pengawasan atas lalu 1 butir 12 UU No. 10 Tahun 1995);

SUBJEK HUKUM
lintas barang yang masuk atau keluar daerah
pabean serta pemungutan bea masuk dan
bea keluar. UU Kepabeanan tidak menggunakan istilah
korporasi, tetapi menggunakan istilah badan
2. DAERAH PABEAN; wilayah Republik hukum;
Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan dan ruang udara di atasnya, serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Formulasi tindak pidana / delik-nya diawali
Eksklusif dan landas kontinen yang di dengan “setiap orang”. Sedangkan KUHP
dalamnya berlaku Undang-Undang ini. menggunakan istilah “barangsiapa” (hij die).
3. KAWASAN PABEAN: kawasan dengan
batas-batas tertentu di pelabuhan laut,
Konsekuensi yuridisnya: semua rumusan
bandar udara, atau tempat lain yang
ditetapkan untuk lalu lintas barang yang tindak pidana, berlaku juga bagi badan
sepenuhnya berada di bawah pengawasan hukum.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Pasal 2 AYAT (1)

Barang yang dimasukkan ke dalam daerah


pabean diperlakukan sebagai barang impor
dan terutang bea masuk.

PASAL 3

1.Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean.


2.Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
3.Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
secara selektif.
4.Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
peraturan menteri.
PENYELUNDUPAN IMPOR
PASAL 102

Setiap orang yang:


1. Mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2);
2. Membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean;
3. Membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7A ayat (3);
4. Membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat
tujuan yang ditentukan dan/atau diizinkan;
5. Menyembunyikan barang impor secara melawan hukum;
6. Mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau dari
tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea
dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan Undang-Undang ini;
7. Mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidak
sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut di luar kemampuannya; atau
8. Dengan sengaja memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah,

Melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
UU NO. 6 TAHUN 2011
TENTANG KEIMIGRASIAN

PASAL 8 – MASUK & KELUAR Pasal 9


WILAYAH INDONESIA 1. Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah
1. Setiap orang yang masuk atau Indonesia wajib melalui pemeriksaan yang
keluar Wilayah Indonesia dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat
wajib memiliki Dokumen Pemeriksaan Imigrasi.
Perjalanan yang sah dan 2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
masih berlaku. pada ayat (1) meliputi pemeriksaan Dokumen
2. Setiap Orang Asing yang Perjalanan dan/atau identitas diri yang sah.
masuk Wilayah Indonesia 3. Dalam hal terdapat keraguan atas keabsahan
wajib memiliki Visa yang sah Dokumen Perjalanan dan/atau identitas diri
dan masih berlaku, kecuali seseorang, Pejabat Imigrasi berwenang untuk
ditentukan lain berdasarkan melakukan penggeledahan terhadap badan
Undang-Undang ini dan dan barang bawaan dan dapat dilanjutkan
perjanjian internasional. dengan proses penyelidikan Keimigrasian.
KETENTUAN PIDANA KEIMIGRASIAN

PASAL 113 Pasal 119


Setiap orang yang dengan sengaja masuk
atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak (1) Setiap Orang Asing yang masuk dan/ atau
melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi berada di Wilayah Indonesia yang tidak
di Tempat Pemeriksaan Imigrasi memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
pidana denda paling banyak paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
Rp100.000.000,00 (seratus juta IDR). juta IDR).

(2) Setiap Orang Asing yang dengan sengaja


menggunakan Dokumen Perjalanan, tetapi
diketahui atau patut diduga bahwa Dokumen
Perjalanan itu palsu atau dipalsukan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta IDR).
UU NO. 6 TAHUN 2018
TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN

PASAL 19 ayat (3) ; PASAL 9 ayat (1):

Nakhoda pada Kapal hanya dapat menurunkan Setiap Orang wajib mematuhi
atau menaikkan orang dan / atau Barang setelah penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
dilakukan Pengawasan Kekarantinaan Kesehatan
oleh pejabat Karantina Kesehatan.

PASAL 93 ;
PASAL 90;
Kejahatan terhadap ketidakpatuhan
Perbuatan dalam Pasal 19 ayat (3) dapat penyelenggaraan kekarantinaan Kesehatan,
menyebabkan; menyebarkan penyakit dan / atau dapat di pidana paling lama 1 (satu) tahun
faktor risiko kesehatan yang menimbulkan dan/atau pidana denda paling banyak Rp
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
PASAL 21 UU NO. 5 TAHUN 1990
TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI KEJAHATAN TERHADAP SATWA
& EKOSISTEMNYA
1. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut, dan
KEJAHATAN TERHADAP TUMBUHAN memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
keadaan hidup;
1. Melarang setiap orang untuk; mengambil, 2. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan keadaan mati;
tumbuhan yang dilindungi atau bagian- 3. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu
bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia;
2. Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau 4. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit,
bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi
mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian
lain di dalam atau di luar Indonesia. tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar
PASAL 40 Ayat (2) Indonesia;
Kejahatan terhadap tumbuhan & satwa 5. Mengambil, merusak, memusnahkan,
Dapat dipidana paling lama 5 (lima) tahun dan denda memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). atau sarang satwa yang dillindungi.
PERBUATAN MEMASUKKAN & MENGELUARKAN MEDIA PEMBAWA
Dalam Undang – Undang No. 21 Tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan, & Tumbuhan

PASAL 33 ayat (1) PASAL 34 ayat (1)


Setiap Orang yang memasukkan Media
Pembawa ke dalam wilayah Negara Kesatuan Setiap Orang yang mengeluarkan Media
Republik Indonesia wajib: Pembawa dari wilayah Negara Kesatuan
a. Melengkapi sertifikat kesehatan dari Republik Indonesia wajib:
negara asal bagi Hewan, Produk Hewan, a. Melengkapi sertifikat kesehatan bagi Hewan,
Ikan, Produk Ikan, Tumbuhan, dan/atau Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan,
Produk Tumbuhan; Tumbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan;
b. Memasukkan Media Pembawa melalui b. Mengeluarkan Media Pembawa melalui
Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat; dan Pemerintah Pusat; dan
c. Melaporkan dan menyerahkan Media c. Melaporkan dan menyerahkan Media
Pembawa kepada Pejabat Karantina di Pembawa kepada Pejabat Karantina di
Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat untuk keperluan Pemerintah Pusat untuk keperluan tindakan
tindakan Karantina dan pengawasan Karantina dan pengawasan dan/atau
dan/atau pengendalian. pengendalian.
PERBUATAN MEMASUKKAN & MENGELUARKAN MEDIA PEMBAWA
Dalam Undang – Undang No. 21 Tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan, & Tumbuhan

PASAL 35
1. Setiap Orang yang memasukkan dan/atau mengeluarkan Media Pembawa dari suatu Area ke Area lain di
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib:

a. melengkapi sertifikat kesehatan dari Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bagi
Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, Tumbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan;
b. memasukkan dan/atau mengeluarkan Media Pembawa melalui Tempat Pemasukan dan Tempat
Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; dan
c. melaporkan dan menyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina di Tempat Pemasukan dan
Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk keperluan tindakan Karantina dan
pengawasan dan/atau pengendalian

2. Selain melaporkan dan menyerahkan sertifikat kesehatan dan Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Setiap Orang yang memasukkan dan/atau mengeluarkan Media Pembawa menyerahkan dokumen
lain yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan terhadap Media Pembawa Lain.
4. Dalam hal Media Pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Transit di suatu Area, wajib dilengkapi surat
keterangan Transit yang dikeluarkan oleh Pejabat Karantina dari tempat Transit
KETENTUAN PIDANA
Dalam Undang – Undang No. 21 Tahun 2019 Tentang Karantina Hewan, Ikan,
& Tumbuhan

PASAL 86

Setiap Orang yang:

1. Memasukkan Media Pembawa dengan tidak melengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal bagi
Hewan, Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, Tumbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a;
2. Memasukkan Media Pembawa tidak melalui Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b;
3. Tidak melaporkan atau tidak menyerahkan Media Pembawa kepada Pejabat Karantina di
Tempat Pemasukan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk keperluan tindakan Karantina
dan pengawasan dan/atau pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf c;
dan / atau
4. Mentransitkan Media Pembawa tidak menyertakan sertifikat kesehatan dari negara transit
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4)

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
paling banyak Rpl0.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
PASAL 87 PASAL 88
Setiap Orang yang: Setiap Orang yang:
1. Memasukkan atau mengeluarkan Media Pembawa dari
1. Mengeluarkan Media Pembawa dengan tidak
suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan
melengkapi sertifikat kesehatan bagi Hewan, Republik Indonesia yang tidak melengkapi sertifikat
Produk Hewan, Ikan, Produk Ikan, Tumbuhan, kesehatan dari Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh
dan/atau Produk Tumbuhan sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat bagi Hewan, Produk Hewan, Ikan,
dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a; Produk Ikan, Tumbuhan, dan/atau Produk Tumbuhan
2. Mengeluarkan Media Pembawa tidak melalui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a;
Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh 2. Memasukkan dan/atau mengeluarkan tidak melalui
Pemerintah Pusat, sebagaimana dimaksud dalam Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sebagaimana dimaksud
Pasal 34 ayat (1) huruf b; dan / atau
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b;
3. Tidak melaporkan atau tidak menyerahkan Media 3. Tidak melaporkan atau tidak menyerahkan Media
Pembawa kepada Pejabat Karantina di Tempat Pembawa kepada Pejabat Karantina di Tempat Pemasukan
Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Tempat Pengeluaran yang ditetapkan oleh Pemerintah
untuk keperluan tindakan Karantina dan Pusat untuk keperluan tindakan Karantina dan
pengawasan dan/atau pengendalian sebagaimana pengawasan dan/atau pengendalian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c . dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c; dan/atau
4. Mentransitkan Media Pembawa tidak menyertakan surat
keterangan Transit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) ayat (4)
tahun dan pidana denda paling banyak
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
dan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
SEKIAN & TERIMAKASIH
AKKMI

PROFIL NARA SUMBER


Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa SSiT., M. Mar

1. Qualification 3. Working Experience 4. Others


Master Mariner : Sekolah Tinggi Ilmu • 2002 – 2011, Mitsui OSK Lines Company at Narasumber dalam berbagai seminar
Pelayaran Jakarta LNG Vessel nasional terkait Energi
• 2011 – 2018, Captain of Pertamina’s Tanker
• 2018 – 2020, PIC of Tanker Product for Maluku
– Papua area at PT Pertamina (Persero)
2. Specialization • 2020 – Now, Ast Manager Product
International Operation II at PT. Pertamina
• Safety and Security of Maritime Sectors (Persero)
• Shipping Business • Ketua Bidang Pertambangan di Forum
• Shipping Operation Komunikasi Maritim
• Energy
• Renewable Energy • DPP Perkumpulan Ahli Keamanan dan
• Labor Union Keselamatan Maritim Indonesia
• Ka. Bid Hukum DPP Corps Alumni Akademi
Ilmu Pelayaran
hakeng@yahoo.com • SekJend Serikat Pekerja Forum Komunikasi
Marcellus Hakeng Pekerja dan Pelaut Aktif Pertamina
• Ka. Bid Antar/Inter Lembaga, Media dan
capt_Marcellus_Jayawibawa
Komunikasi Federasi Serikat Pekerja Pertamina
085810280811 Bersatu
AKKMI

WEBINAR NASIONAL KEPELAUTAN :


DUNIA KEPELAUTAN INDONESIA SAAT INI, MLC,
ASPEK HUKUM DAN PELUANG KEDEPANNYA

PENTINGNYA PEMAHAMAN HUKUM MARITIM


GUNA MENJAGA PROFESIONALITAS
PELAUT INDONESIA (AKKMI)

JAKARTA, 30 September 2021


AKKMI

MATERI

01 Jas Merah

02 Hukum Maritim

03 Penggolongan Hukum Maritim


AKKMI


Indonesia adalah
Negara Lautan yang
ditaburi oleh
Pulau - Pulau
Presiden RI - Ir. Sukarno
AKKMI

INDONESIA
Indonesia memiliki 17.499 pulau,
Terbentang dari Sabang hingga Merauke,
dengan luas total wilayah
Indonesia sekitar 7,81 juta km2.
Dari total luas wilayah tersebut, 3,25 juta
km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2
adalah Zona Ekonomi Eksklusif.
Hanya sekitar 2,01 juta km2 yang
berupa daratan.
(kkp.go.id)
AKKMI

MATERI

01 Jas Merah

02 Hukum Maritim

03 Penggolongan Hukum Maritim


AKKMI

HUKUM MARITIM
Hukum Maritim (Maritime Law) menurut
kamus hukum “Black’s Law Dictionary”,
adalah hukum yang mengatur pelayaran
dalam arti pengangkutan barang dan
orang melalui laut, kegiatan
kenavigasian, dan perkapalan sebagai
sarana / moda transportasi laut termasuk
aspek keselamatan maupun kegiatan
yang terkait langsung dengan
perdagangan melalui laut yang diatur
dalam hukum perdata / dagang maupun
yang diatur dalam hukum publik.
AKKMI

TUJUAN HUKUM MARITIM

Menjaga kepentingan Setiap kasus yang


tiap-tiap manusia dalam menyangkut kemaritiman
masyarakat maritim, diselesaikan berdasarkan
supaya kepentingannya hukum maritim yang
tidak dapat diganggu berlaku
AKKMI

SUBYEK HUKUM MARITIM

Manusia Badan Hukum


• Nakhoda Kapal • Perusahaan Pelayaran
• Awak Kapal • Ekspedisi Muatan Kapal Laut
(EMKL)
• Pengusaha Kapal
• International Maritime
• Pemilik Muatan Organization (IMO)
• Pengirim Muatan • Ditjen Perhubungan Laut
• Penumpang Kapal • Administrator Pelabuhan
• Kesyahbandaran
• Biro Klasifikasi
AKKMI

OBYEK HUKUM MARITIM

Benda Benda Tak Benda Benda Tidak


Berwujud Berwujud Bergerak Bergerak
• Kapal • Perjanjian-Perjanjian • Perlengkapan kapal Galangan Kapal
• Perlengkapan Kapal • Kesepakatan- kesepatan • Muatan kapal
• Tumpahan minyak di laut
• Muatan Kapal • Surat Kuasa
• Tumpahan minyak di laut • Perintah Lisan
• Sampah di laut
AKKMI

MATERI

01 Jas Merah

02 Hukum Maritim

03 Penggolongan Hukum Maritim


AKKMI

2 PENGGOLONGAN HUKUM MARITIM

Hukum Maritim Nasional Hukum Maritim International


adalah Hukum Maritim yang adalah hukum maritim yang
diberlakukan secara Nasional diberlakukan secara internasional
dalam suatu negara. Untuk di sebagai bagian dari hukum antar
Indonesia contohnya adalah : bangsa/negara. Contoh-contoh
Hukum Maritim International :
1. Buku Kedua KUHD tentang Hak dan Kewajiban yang 1. Konvensi Internasional tentang peraturan untuk
timbul dari Pelayaran mencegah terjadinya tubrukan di laut tahun 1972
2. Buku Kedua Bab XXIX KUH Pidana tentang Kejahatan 2. Konvensi Internasional tentang standar pelatihan,
Pelayaran sertifikasi dan Tugas Jaga pelaut tahun 1978 dengan
3. Buku Ketiga Bab IX KUH Pidana tentang Pelanggaran amandemen 1995
Pelayaran 3. Konvensi Internasional tentang Keselamatan Jiwa di
4. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang laut tahun 1974
Pelayaran 4. Konvensi Internasional tentang Pencegahan
5. Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tentang Kepelautan Pencemaran di laut dari Kapal tahun 1973/1978
6. Keputusan Menteri (KM) Menteri Perhubungan RI No. 5. Kode Manajemen Internasional tentang Safety tahun
70 tentang Pengawakan 2018
6. Hukum Imigrasi negara setempat
AKKMI

CONTOH KASUS
HUKUM MARITIM INTERNASIONAL
• Pada tanggal 03 Sep 2021, dilakukan penahanan terhadap 3 (tiga)
orang Crew Kapal berbendera Korea. Mereka ditetapkan sebagai
tersangka dikarenakan saat pesiar di negara India, mereka tidak
membawa dokumen pendukung.
CONTOH KASUS
HUKUM MARITIM NASIONAL
• Tiga Orang Ditetapkan Tersangka Tenggelamnya KMP Yunice
• 13 AGUSTUS 2021, 12: 05: 59 WIB | EDITOR : BAYU SAKSONO
• BANYUWANGI, Jawa Pos Radar Banyuwangi – Tenggelamnya kapal
motor penumpang (KMP) Yunice pada Selasa (29/6) lalu, terpaksa harus
menyeret tiga orang menjadi tersangka oleh Mabes Polri. Ketiga
tersangka tersebut diantaranya IS sebagai nahkoda kapal KMP, NW
sebagai kepala cabang dan RMS sebagai kepala Syahbandar korsatpel
BPTD Pelabuhan Ketapang.
TERIMA KASIH
hakeng@yahoo.com Marcellus Hakeng capt_Marcellus_Jayawibawa 085810280811

You might also like