You are on page 1of 10

Available at http://jurnal.stie-aas.ac.id/index.

php/jie
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 543-552

Karakteristik Pemikiran Postmodernisme dalam Etos Dagang Orang Islam Jawa


Daryono1, Aprih Santoso2*, M. Hasan Ma’ruf3
1.2
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang, Indonesia
3
ITB AAS Surakarta, Indonesia
*Email korespondensi : aprihsantoso@usm.ac.id

Abstract
This paper is based on library research (library recearch), especially the Javanese Kejawen Literature by
Mangkunegara IV such as Serat Wedhatama, Serat Wirawiyata, etc. The identification of the characteristics of
postmodernism thought is understood. His method is hermeneutics and content analysis of his works identifies
three characteristics of postmodernism thought: deconstruction, relativism and pluralism in the field of
commerce, especially on thinking in the Hard Speech Fiber by Yasadipura II and Serat Wulang Reh by
Pakubuwana IV. Another method is verstehen and analysis of pragmatism philosophy on the one hand to
understand the three characteristics of postmodernism thinking and on the other implies the theoretical
construction of Javanese Muslim ethos in Mangkunegara IV thinking in accordance with moral values of harmony
and respect in culture and world view and Javanese life and befitting for its time in post-colonial conditions. The
suitability of his understanding is contained in Javanese expressions such as satak tuna, bathi kayaks and
cucumber wangkas jogo added to be enforced (practiced) in seven moral values, five traits, eight ways to behave
well and respectfully (asta gina) described in the Darmalaksita Fiber by Mangkunegara IV.

Keywords : ethos, commerce, thoughts of Mangkunegara IV, postmodernism

Abstrak
Tulisan ini berdasar penelitian kepustakaan (library recearch) terutama Kepustakaan Islam kejawen karya
Mangkunegara IV seperti Serat Wedhatama, Serat Wirawiyata, dan lain-lainnya dipahami identifikasi
karakteristik pemikiran postmodernismenya. Metodenya ialah hermeneutik dan analisa isi karya-karyanya
mengidentifikasikan tiga karakteristik pemikiran postmodernisme: dekonstruksi, relativisme dan pluralisme di
bidang dagang terutama terhadap pemikiran dalam Serat Wicara Keras karya Yasadipura II dan Serat Wulang
Reh karya Pakubuwana IV. Metode lainnya ialah verstehen dan analisa filsafat pragmatisme di satu sisi untuk
memahamkan tiga karakteristik pemikiran postmodernisme itu dan di sisi lain mengimplikasikan konstruksi
teoritis etos dagang orang Islam Jawa dalam pemikiran Mangkunegara IV sesuai dengan nilai-nilai moral sikap
rukun dan hormat dalam budaya dan pandangan dunia dan hidup Jawa dan sesuai bagi masanya dalam kondisi
pascakolonial. Kesesuaian pahamnya termuat dalam ungkapan Jawa seperti tuna satak, bathi sanak dan timun
wungkuk jogo imbuh diberlakukan (dipraksiskan) dalam tujuh nilai-nilai moral, lima sifat, delapan cara bersikap
baik rukun dan hormat (asta gina) yang diuraikan dalam Serat Darmalaksita karya Mangkunegara IV.

Kata Kunci : etos, dagang, pemikiran Mangkunegara IV, postmodernisme

Saran sitasi: Daryono., Santoso, A., & Ma’ruf, M. H. (2020). Karakteristik Pemikiran Postmodernisme dalam
Etos Dagang Orang Islam Jawa. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 543-552.
doi:http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v6i3.1182

DOI: http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v6i3.1182

1. PENDAHULUAN abad mutakhir, tepatnya di abad ke-20. Konsepsi


Sejarah perkembangan pemikiran umat manusia pemikiran postmodernisme dalam filsafat yang
dapat dikategorikan ke dalam empat tahap pemikiran menarik bukan hanya pada warna baru yang
filsafat adalah: kosmosentrisme, teosentrisme, ditampilkan, melainkan juga pada karakteristiknya
antroposentrisme, dan logosentrisme. Khususnya yang mendorong masyarakat untuk mengasah sikap
yang keempat ialah tahapan yang menempatkan kritisnya, agar mengkaji ulang terhadap setiap bentuk
bahasa sebagai pusat pembicaraan. Masa ini terjadi di kebenaran yang selama ini hanya diterima dengan apa

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 544
adanya.. Dekonstruksi dari bahasa Perancis : kolonial Belanda. Melalui analisa dan metode itu etos
deconstruire, artinya membongkar mesin untuk pemikiran Mangkunegara IV dapat dipahamai sebagai
dipasang kembali, maka dekonstruksi mengandung yang mengimplikasikan tiga karakteristik pemikiran
makna positif karena membongkar makna teks untuk postmodernisme: dekonstruksi, relativisme, dan
membangun wacana baru teks yang didekonstruksi. pluralisme terhadap karakteristik nilai-nilai moral
Berdasarkan penjelasan metode dekonstruksi budaya orang Islam Jawa di masanya. Sedang untuk
merupakan salah satu karakteristik pendorong memahami masalah kedua menggunakan analisa
pemikiran postmodernisme dengan cirinya filsafat pragmatisme dan melalui metode verstehen.
mendukung relativisme dan pluralime tersebut. Analisa dan metode itu untuk memahami karakteristik
Abdullah (2016) merangkum menjadi tiga: etos pemikiran postmodernisme Mangkunegara IV
karakteristik ialah deconstructionism, relativism, dan terhadap karakteristik nilai-nilai moral budaya Jawa
pluralisme. Mencermati pengertian pada dekonstruksi dapat dimanfaatkan atau diberlakukan khususnya di
tersebut mengimplikasikan adanya sikap membangun bidang dagang sehingga menjadi salah satu etos
wacana (teks) atau lingkungan hidup sesuai di dagang orang Islam Jawa yang sesuai pada masanya.
masanya. Mangkunegara IV merupakan salah seorang
Sikap dekonstruksi sebagai kesatuan tiga filosof dunia dari Indonesia tercatat dalam
karakterisrtik pemikiran postmodernisme tersebut Dictionnaire des Philosophes (Ciptoprawiro, 2000).
sesungguhnya telah menjadi karakteristik etos Simuh (1988) berbagai karya Mangkunegara IV
pemikiran raja Mangkunegara IV (1853-1881) khususnya Serat Wedhata termasuk kepustakaan
terutama di bidang dagang. Identifikasi etos itu Islam kejawen adalah, salah satu kepustakaan Jawa
tertuang di berbagai karya sastra Jawa dijelaskan yang memuat perpaduan antara tradisi Jawa dengan
Margana (2004), pemikiran Mangkunegara IV di ajaran Islam terutama tasawuf dan budi luhur. Karya-
bidang sosial ekonomi yang membongkar karya Mangkunegara IV itu belum dikaji
(mendekonstruksi) atau ia “pemberontak” terhadap identifikasinya pada karakteristik pemikiran
nilai-nilai moral orang Islam Jawa terutama raja postmodernisme: dekonstruksi, relativisme, dan
(priyayi) yang cenderung merendahkan profesi pluralisme.
dagang. Berdasar penjelasan tersebut maka penulis Sugiharto (2016), dekonstruksi biasanya
bertujuan mengkaji tiga karakteristik pemikiran dirumuskan sebagai cara atau metode membaca teks
postmodernisme sebagai etos pemikiran dibongkar maknanya untuk dibangun wacana baru
Mangkunegara IV di bidang dagang dengan rumusan dari teks yang didekonstruksi disesuaikan dengan
masalahnya dua. Pertama, bagaimana tiga konteks, waktu dan tempat maka kebenaran menjadi
karakteristik pemikiran postmodernisme itu sesuatu yang beragam. Berdasar penjelasan itu maka
teridentifikasi pada berbagai karya sastranya. Kedua, pemikiran Mangkunegara IV yang diuraikan pada
bagaimana pemahaman etos pemikiran karya-karyanya perlu dikaji identifikasi karakteristik
Mangkunegara IV itu dapat dimanfaatkan atau pemikiran postmodernisme : dekonstruksi,
diterapkan di bidang dagang sehingga bisa juga relativisme, dan pluralisme dengan uraian bahasannya
dipahami sebagai karakteristik pemikiran sebagai berikut.
postmodernisme tentang etos dagang orang Islam
Jawa yang sesuai pada masanya. 2. KARAKTERISTIK PEMIKIRAN
Mencermati penjelasan tujuan dengan dua POSTMODERNISME DALAM KARYA
rumusan masalah itu maka jenis penelitian ini adalah MANGKUNEGARA IV
penelitian kepustakaan (library research). Analisa a. Dekonstruksi
yang dipergunakan untuk menjawab masalah pertama Sikap dekonstruksi pemikiran Mangkunegara IV
dengan analisis isi (content analysis) dan metode terhadap nilai-nilai moral kebangsawanan Jawa yang
hermeneutik. Analisis isi dan metode hermeneutik cenderung merendahkan profesi dagang tersebut di
digunakan untuk memahami keterkaitan antara muka ialah terutama jika dikaitkan dengan pemikiran
pemikiran Mangkunegara IV dalam berbagai karya raja Pakubuwana IV (t.t.:77-78), yang mengajarkan
sastra Jawa baik dengan karakteristik nilai-nilai moral ada empat perilaku sangat tercela, salah satunya
budaya orang Islam Jawa juga dunia kehidupannya adalah perilaku seorang saudagar (pedagang).
yang dalam kondisi pascakolonial pemerintah Ajarannya itu ditulis dalam Serat Wulang Reh sebagai

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 545
berikut: 1) Ana cacat agung malih, anglangkungi Tasikmadu) dan perusahaan perkebunan seperti kopi
saking awon, apasakawan iku kehipun, dingin wong dan tembakau. Ia menjadi raja sekaligus interpreneur
madati, pindo wong ngabotohan, kaping tiga wong yang diikuti oleh para raja lain seperti di Kasultanan
durjana, 2) Kaping sekawane ugi, wong ati sudagar dan Pakualaman Yogyakarta. Karena itu mungkin
awon, mapan suka sugih watekipun, ing rina lan Mangkunegara IV dapat dianggap pencetus (initiative
wengi, mung bathine den etang, alumuh lamun maner) jiwa interpreneurship di kalangan bangsawan
kalonga, 3) Iya upamane ugi, duwe duwit pitung Islam Jawa.
bagor, mapan nora marem ing tyasipun, ilanga duwit, Mencermati penjelasan pengertian dekonstruksi,
gegetun patang warsa, pada ilang saleksa,4) Wong ati di satu sisi sebagai sikap moral yang tidak sekedar
sudagar ugi, sabarang prakara tamboh, among yen ana membongkar (wacana teks) tetapi juga
wong teko iku, anggegawa ugi, gegaden pan memperbaikinya seperti telah dijelaskan di muka.
tumanggal, ulate teko sumringah.4) Adapun cacat Termasuk juga ungkapan dan berbagai penjelasan
besar lagi, sungguh melebihi buruk, jumlahnya ada sikap dekonstruksi Mangkunegara IV terhadap
empat, pertama orang madat, kedua orang berjudi, masalah dagang di sisi lainnya maka dia telah
ketiga orang mencuri, 5) Adapun cacat keempat orang melakukan transformasi sosial atau transformasi
yang berjiwa saudagar, jelek wataknya hanya ingin kesadaran tentang dagang sesuai pada masanya dalam
kaya siang malam, kerjanya menghitung laba, takut kondisi pascakolonial. Nilai sikap moral transformasi
berkurang sedikitpun, 6) Demikian seandainya, punya sosial Mangkunegara IV dalam karya sastra Jawa itu
uang tujuh karung, itupun belum puas, andai hilang mengimplikasikan dorongan karakteristik pemikiran
sepersen, empat tahun menyesalnya seperti hilang postmodernisme kedua dan ketiga, realtivisme dan
saleksa, 7) Orang berhati saudagar enggan berbuat pluralisme uraian dan analisa pemahamannya yang
baik, kecuali kalau ada yang datang, dengan barang pertama itu sebagai berikut.
bawaan, untuk dugadai semangat, roman mukanya b. Relativisme
cerah). Mudhofir (1996) relativisme ialah, pandangan
Pemikiran Mangkunegara IV (1889) yang yang menganggap kebenaran bersifat relatif dan
mengimplikasikan sikap dekonstruksi pada ajaran berbeda antar individu, artinya kehidupan tidak ada
Pakubuwana IV, dituangkan dalam Serat Wedhatama patokan yang obyektif. Namun pada zaman tradisional
sebagai berikut : 1) Nanging enak ngupa boga, rehne kebenaran bersifat absolut sebagaimana sikap orang
ta tinitah langip, apata suwiteng nata, tani tanapi Jawa. Ketika pada masa Mangkunegara IV, zaman
agrami, mangkono mungguh mami,….2) Bonggan pascakolonial telah mengalami transformasi sosial
kan tan merlokena, mungguh ugering ngaurip, urip lan maka karakteristik pemikiran postmodernisme yang
tri prakara, wiryan arta tri winasis, kalmun kongsi kedua (relativisme) mewarnai pemikirannya. Nilai
sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing janma, aji sikap moral relativisme ialah kebenaran besifat
godhong jati aking, temah papa papariman subyektif dan tidak mutlak. Setiap individu bisa
ngulandara. 3) (Tetapi baik mencari nafkah, karena membentuk sendiri kebenaran sesuai dengan konteks,
diciptakan sebagai makhluk lemah, apa mengabdi waktu, dan tempatnya maka kebenaran menjadi
raja, bertani atau berdagang, demikian menurut sesuatu yang beragam.
saya,…..4) Bodoh yang mengabaikan ini, adapun Ungkapan tersebut di atas mengimplikasikan
patokan hidup ada tiga hal, kedudukan, kekayaan dan pola etos pemikiran Mangkunegara IV selain tidak
kepandaian, jika tidak memiliki ketiganya, hilang hanya bersikap dekonstruksi (membongkar) dengan
martabat kemanusiaannya. Masih berharga daun jati sikap kritis namun juga bersikap kreatif memikirkan,
kering, tak berharga sama sekali akhirnya jadi mencari, menemukan dan menciptakan yang lebih
pengemis mengembara). sesuai bagi tuntutan zamannya. Mengingat zamannya
Margana (2004) menjelaskan, sikap dekonstruksi adalah pascakolonial maka sikap kritit dan kreatif juga
pemikiran Mangkunegara IV tentang dagang itu tidak diterapkan kepada pemerintak Kolonial seperti yang
sekedar wacana atau ajaran dalam teks sastra tetapi dilakukan oleh para raja Mangkunegaran sebelumnya.
juga contoh nyata seperti apa yang telah ia kerjakan. Pemikiran Mangkunegara IV (1995) dalam Serat
Buktinya selama masa pemerintahannya ia telah Wirawiyata sebagai berikut : 1) Kang mangka
berhasil membangun perekonomian Mangkunegaran sudarsana, Jeng Gusti Pangeran Harya Mangku
dengan mendirikan pabrik gula (di Colomadu dan Nagara ingkang kapisan…, mangkana gya

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 546
winantonan, marang kang jumeneng malih, Jeng Gusti Jawa. Hal itu pada pemikiran Mangkunegara IV
Pangeran Dipatya Mangku Nagara ping kalih…, (1995) dapat dianalisa dalam Serat Wedhatama
Prapta panjenenganira, Jeng Pangeran Dipati, sebagai berikut : 1) Kikisane mung sapala, palayune
Mangkunagara ping tiga,…., Marmanta sira sami, aja ngendelken yayah wibi, bangkit tur bangsane luhur,
kesusu panggayuh, manawa durung ngrasa, duwe lah iya kang rama, balik sira, sarawungan wae durung,
ngamal kang nglabeti, becik sira angon lakuning mring atining tata krama, nggon anggon agomo
praja.(Kita dapat meneladani Kanjeng Gusti Pangeran suci.(Akhirnya, hidupnya hanya berpijak atas dasar-
Aria Mangkunegara yang pertama,…., kita dapat pula dasar yang remeh saja, yakni:
meneladani Kanjeng Gusti Adipati Aria mengandalkan/menyandarkan diri pada leluhurnya,
Mangkunegara yang kedua,….sampai dengan atau ayah, ibu, nenek, guru dan atau nabinya. Yah,
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunegara sungguhpun benar ia keturunan orang-orang
ketiga,….Maka hendaklah kamu tidak tergesa-gesa besar/berderajat, atau gurunya (kyainya) sebagai
meraih cita-cita, apabila kamu belum mempunyai orang berbudi luhur pula, namun apa faedahnya kalua
cukup banyak amal kebajikan yang memberi bekas ia sendiri tidak berbuat/berperilaku atau bertata krama
(bagi kejayaan negara), lebih baik kamu belajar seperti yang diandalkan itu. Jangankan mau
mengikuti laku perjalanan pemerintahan). berbuat/bersikap laku seperti leluhur/guru/nabinya,
Mencermati berbagai ungkapan Mangkunegara bersua/bertemu dengan “kesusilaan batin mereka”
IV dengan sikap kritis dan kreatif tersebut (konsep etika mereka) saja belum pernah. Yang
mengimplikasikan tindakan moralnya untuk bersikap dimaksud dengan kesusilaan batin adalah bahwasanya
hormat kepada martabat setiap manusia. Suseno leluhur kita dahulu memiliki jiwa yang senantiasa
(1992) martabat manusia artinya, mengungkapkan “berbakti kepada Tuhan, kepada orang tua, tanah
apa yang merupakan keluhuran atau kebaikan setiap kelahirannya”. Dan selalu pula berani “mawas diri”
manusia. Penjelasan itu memberikan pengertian melihat baik buruk mereka di dalam hati. Demikianlah
bahwa secara sosial Mangkunegara IV berpandangan martabat dan atau inti tata krama leluhur dahulu, dan
pluralisme tentang kebaikan dan kebenaran, sebagai itulah intisari agama yang luhur).
ciri khas pemikiran postmodernisme yang ketiga. Mencermati ungkapan itu mengimplikasikan
Uraian analisa dan pemahamannya sebagai berikut. pada etos pemikiran Mangkunegara IV selain bersikap
kritis dan kreatif juga disertai nilai moral mawas diri
c. Pluralisme dan tahu diri (eling) atau ngemong sebagai satu
Bagus (2000), baik paham relativisme maupun tatanan sikap hormat dan rukun sebagai tata krama
pluralisme merupakan paham yang menganggap Jawa sebagai caranya bersikap toleransi sesuai pada
bahwa kebenaran bersifat relatif dan beragam. masanya dalam kondisi pascakolonial. Suseno (2001)
Kebenaran bersifat subyektif dan tidak mutlak. Setiap menjelaskan mawas diri (introspeksi) dan tahu diri
individu dapat membentuk sendiri kebenaran sesuai dekat dengan sikap eling artinya, menyadari
dengan konteks dan waktu juga tempat maka keterbatasan diri sendiri, memahami bahwa
kebenaran menjadi sesuatu yang beragam. Sugiharto pengetahuan kita selalu terbatas karena itu sebaiknya
(1996) dalam pandangan pluralisme menunjukkan kita bersedia terus belajar dan jangan mencampuri
moralitas mengalami pergeseran dan pasang surut. urusan orang lain. Tahu diri mendasari sikap toleransi
Moralitas ialah sebagai hal-hal yang tidak mengikat yang sebenarnya. Sikap tahu diri (eling) bukan hanya
secara universal. Karena itu pengujian etis berdasar tuntutan kesopanan melainkan merupakan tanda
pada hal-hal yang baik menurut kriteria sosial kesungguhan keyakinan beragama. Karena dalam
masyarakat dan bukan pada landasan pribadi. Menurut sikap eling juga merupakan pengalaman keagamaan
Anderson, para pengkaji dari luar negeri dan orang- bahwa kita selalu ingat Allah Maha Besar daripada
orang Jawa yang terdidik semakin bersepaham akan kita.
sebutan relativisme dan pluralisme yang ditunjukkan Suseno (2001) juga menjelaskan searah dengan
melalui sikap toleransi dalam masyarakat Jawa. maksudnya tahu diri ini adalah bersikap ngemong.
Penjelasan itu memberi pengertian dalam paham Sikap ngemong adalah seni pergaulan masyarakat
pluralisme Jawa mengandung nilai-nilai moral yang Jawa yang bernilai positif, maksud nilai moral
sesuai baik dengan tata krama sebagai etika sosial dalamnya seperti bersikap ethok-ethok. Sikap
Jawa maupun dengan pandangan dunia dan hidup ngemong yang maksud nilai moralnya sama dengan

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 547
tahu diri juga sebagai satu tatanan cara bersikap baik pandangan dunia dan hidupnya dalam kondisi
bagi pergaulan melalui prinsip hormat dan rukun. pascakolonial. Uraian analisa pemahaman acuan nilai-
Suseno (2001), dua prinsip itu paling nilai moralnya antara lain sebagai berikut.
menentukan bagi tiga hal. Pertama, bagi pola
pergaulan masyarakat Jawa. Kedua, sebagai acuan d. Karakteristik Pemikiran Postmodernisme
kerangka normatif yang menentukan bentuk-bentuk dalam Etos Dagang Orang Islam Jawa
konkret semua bidang interaksi. Ketiga tuntutan nilai- Suseno (1992), terdapat kesamaan antara sikap
nilai moralnya dua prinsip tersebut selalu disadari oleh moral dengan etos tetapi tidak identik. Kesamaannya
orang Jawa sejak kecil. Ia telah membatinkannya terletak pada kemutlakan sikap, sedang bedanya
maka sadar bahwa masyarakat mengharapkan agar terletak pada tekanannya. Sikap moral menegaskan
tindakan-tindakannya selalu sesuai dengan dua prinsip orientasi pada norma-norma sebagai standart yang
itu. harus diikuti, sedang etos menegaskan bahwa sikap itu
Berdasarkan pada penjelasan tersebut maka, sebagai yang sudah mantap, sudah menjadi kebiasaan,
melalui berbagai kepustakaan Islam kejawen karya sesuatu yang nyata-nyata mempengaruhi dan
Mangkunegara IV tersebut di muka menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok
mengimplikasikan pertama-tama, tiga karakteristik orang mendekati atau melakukan sesuatu. Karena itu
pemikiran postmodernisme yaitu dekontruksi, istilah etos diungkapkan sebagai semangat dan sikap
relativisme dan pluralisme. Kedua, dengan tiga ciri batin yang tetapnya seseorang atau sekelompok orang
khas itu pemikiran Mangkunegara IV melahirkan sejauh di dalamnya memuat tekanan-tekanan moral
tranformasi sosial terutama di bidang dagang yang dan nilai-nilai moral tertentu
sesuai dengan nilai-nilai moral budaya Jawa dalam Mencermati penjelasan tersebut, maka etos
tata krama bersikap rukun dan hormat sebagai cara dagang orang Islam Jawa di sini pengertiannya
bersikap baik. Ketiga, maksud kesesuaiannya itu ialah mengacu pada pendapat Mubyarto (1993) tentang
baik dengan pandangan dunia dan hidup orang Islam sistem ekonomi Indonesia. Sistem ekonomi Indonesia
Jawa maupun bagi masanya dalam kondisi adalah sistem ekonomi yang merupakan usaha
pascakolonial. Tiga implikasi itu juga bersama, yang berasaskan kekeluargaan dan
mengidentifikasikan konstruksi teoritis etos dagang kegotongroyongan nasional atau merupakan ekonomi
orang Islam Jawa dalam pemikiran Mangkunegara IV. yang dijiwai oleh ideologi Pancasila juga disebut
Bertens (2000), karakteristik etos dagang adalah yang sistem ekonomi Pancasila. Sistem tersebut memiliki
dalamnya mengandung kebaikan moral sebagai nilai-nilai moral sebagai dasar semangat jiwa para
suasana khasnya profesi dagang. Karena itu, kalau pendukungnya dengan inti sistem yang mengatur pola
tujuan satu-satunya dagang adalah demi pikir dan bertindak para pelaku ekonominya.
maksimalisasi keuntungan yang berupa uang saja, Penjelasan tersebut sebagai acuan dasarnya
maka profesi dagangnya tidak bisa disebut sebagai karakteristik pemikiran postmodernisme etos dagang
etos dagang. Suseno (1992), karakteristik etos dagang orang Islam Jawa (bukan peradaban dan bukan
orang (Islam) Jawa yaitu yang mencerminkan westernisasi) namun kegotongroyongan. Alasannya
karakteristik budaya, peradaban, nilai-nilai, ciri karena, 1) istilah gotongroyong berasal dari bahasa
keagamaan, pandangan dunia dan hidup masyarakat Jawa termasuk suatu unsur konsep terpenting
Jawa (Indonesia). rangkaian prinsip-prinsip dasar negara Indonesia
Berdasar pada penjelasan tersebut maka (Koentjaraningrat, 2000). 2) gotongroyong
kedalaman maksudnya dan makna nilai-nilai moral merupakan realisasi kerukunan dan sikap hormat baik
etos dagang orang Islam Jawa dengan tiga karakterstik terhadap apa saja juga kepada sesama manusia
pemikiran postmodernisme tersebut tidak sama (Suseno, 2001). Sikap hormat dan kerukunan
dengan postmodernisme perdaban Barat juga tidak merupakan dua kaidah atau prinsip paling menentukan
westernisasi. Namun tiga karakteristik pemikiran dalam pola pergaulan masyarakat Jawa. Inti tujuan
postmodernisme (dekonstruksi, relativisme dan dua prinsip itu untuk mempertahankan masyarakat
pluralisme) juga sebagai karakteristik etos pemikiran supaya selalu dalam keadaan harmonis.
Mangkunegara IV yang diungkap pada karya- Berdasar pada kata terakhir itu maka karakteristik
karyanya juga mengidentifikasikan konstruksi teoritis dekonstruksi pemikiran postmodernisme bagi etos
etos dagang orang Islam Jawa sesuai dengan dagang orang Islam Jawa ialah harmonis yang

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 548
menyertai sebagai kesatuan karakteristik dekonstruksi beli, atau sebagai barang yang tidak berguna atau
harmonis, relativism, dan pluralisme. Somadiningrat remeh. Bagi pedagang Jawa dagangan yang cacat
(2003) karakteristik tersebut juga merupakan satu bukan ditutupi atau dicampur dengan yang baik
tatanan karakteristik budaya Jawa yang telah karena itu berakibat mengecewakan atau membohongi
disepakati para ahli adalah, harmonis, struktural konsumen. Kedua, barang-barang yang sering
fungsional yang relatif dan transendental yang dianggap tidak ada hubungannya dengan dagangan
pluralistik. atau hal-hal yang tidak berdaya jual beli seringkali
Obyektivikasi karakteristik nilai-nilai moral dianggapnya tidak berguna atau remeh seperti,
pertama dan kedua itu di samping merupakan acuan kebersihan dan keindahan lingkungan, cara bicara dan
teori juga sebagai acuan indentifikasi yang berbagai tingkah laku ketika melayani konsumen.
dipraksiskan dalam sikap rukun dan hormat. Daryono Semua itu tetap dijaga dengan sebaik-baiknya sebagai
(2007) acuan identifikasi dan praksis dirinci dalam ungkapan sikap baik atau hormat dan rukun serta
tiga sikap moral sebagai etos dagang orang Islam Jawa sopan santun pedagang Jawa baik kepada apa saja
dalam pemikiran Mangkunegara IV. Pertama, (lingkungan alam) juga terhadap sesama (konsumen).
bersikap baik atau hormat dan peduli terhadap apa Ketiga, makna pertama dan kedua tersebut bagi etos
saja, yang kedua bersikap baik atau hormat dan rukun dagang orang Islam Jawa, tidak dihitung dengan
serta peduli terhadap sesama manusia. Ketiga, selaras memasukkan harga tambahan pada barang dagangan,
baik dengan identitas budaya Jawa juga dengan walaupun diakui itu termasuk kerugian secara
pengalaman keagamaan orang Islam Jawa yang dalam finansial. Namun, kebaikan sikap-sikap tersebut
kondisi pascakolonial. diyakini bisa menjadi “iklan jalan” maka akan
Mencermati berbagai penjelasan itu maka istilah menambah pelanggan atau persaudaraan yang juga
“Islam” bukan dipahami sebagai identitas agama meningkatkan sikap gotong royong dan kerukunan
secara doktrinal (Qur’an dan Hadis). Namun, Islam dalam berbagai bidang kehidupan sosialnya.
sebagai identifikasi karakteristik etos dagang orang Karenanya, berdasar pada tiga makna tersebut maka
Islam Jawa: gotongroyong bertujuan terciptanya dalam dunia kehidupan dagang orang Islam Jawa
keadaan harmonis identifikasinya tercipta kemajuan terkait erat dengan ungkapan tuna saktak bathi sanak
yang manusiawi. Suseno (2001) kemajuan yang maksudnya, biarlah rugi sedikit (seukuran tertentu:
manusiawi ialah kemajuan yang menjadikan manusia misalanya jerih payah) tetapi pasti mendapat laba
lebih bebas dari penderitaan dan rasa takut, persaudaraan atau sebagai pelanggan.
menjadikan diri merasa semakin tentram dan selamat. Rincian cara bersikap baik bagi etos dagang
Sehingga dia sanggup untuk mewujudkan orang Islam Jawa identifikasi praksisnya bisa melalui
kehidupannya sebagai individu dalam lingkungannya tujuh caranya bersikap baik atau berprilaku etis. 1)
sesuai dengan cita-citanya, apabila dia tidak bermuka manis dan bermata lembut atau susila
diperbudak. Kemajuan demikian sebagai satu sistem bertingkahlaku serta menghindarkan kecurigaan. 2)
dunia dan kehidupan Jawa merupakan tandon berbicara halus atau melalui berkata-kata yang enak
anggapan-anggapan, latarbelakang yang didengar. 3) ramah-tamah atau bersikap etis yaitu
diorganisasikan pada bahasa mereproduksi diri yang perilaku yang memperlihatkan keakraban. 4) pandai
mentradisi dan berfungsi sebagai konteks komunikasi. membawa diri agar menyesuaikannya dengan adat-
Itu juga sebagai tandon pengetahuan dan anggapan istiadat masyarakat luas. 5) merendahkan diri
yang perlu diandaikan untuk mengambil sikap. (andhapasor) mesti berpangkat tinggi. Keenam,
Oetomo (2000) identifikasi obyektivikasi teori bicara yang bermanfaat atau jika tidak dapat lebih baik
itu dalam pandangan dunia dan hidup khususnya bagi diam dan ketujuh, sederhana atau wajar (prasojo)
etos dagang orang Islam Jawa, berada pada kedalaman maksudnya tingkah lakunya tidak dibuat-buat. Tujuh
makna di berbagai ungkapan orang Jawa. Salah satu teknis praksisnya cara bersikap baik (berperilaku etis)
ungkapan yang paling terkait dengan kehidupan itu merupakan pemikiran Mangkunegara IV (1889:98-
dagang adalah timun wungkuk jaga imbuh artinya, 99) yang ditulis dalam karyanya Serat Darmalaksita
timun yang bengkok dipersiapkan sebagai tambahan sebagai berikut: “Rambah malih wasitaning siwi,
gratis bagi konsumen. Ungkapan itu kedalaman wikanana patraping agesang, kang kanggo salawase,
maknanya tiga yang pertama, timun bengkok sebagai manising netra ruruh, angedohken mring salah tampi,
simbol barang dagangan yang cacat, tidak berdaya jual wong kang trep sileng tata, tan agawe rengu, wicara

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 549
lus kang mardawa, iku datan kasendu marang sasami, (panggautan gelaring pambudi). 2) pandai mencari
wong kang rumaket ika. Karya resep mring rewange jalan keluar untuk memperoleh sesuatu yang
linggih, wong kang manut mring caraning bangsa, diinginkan (rigen), 3) hemat dan hati-hati
watek jembar pasabane, wong andhap asor iku, yekti membelanjakan uang penghasilan (gemi), 4) teliti dan
oleh panganggep becik, wong meneng iku nyata, neng cermat dalam memeriksa pekerjaan agar mendapat
jaban pakewuh, wong prasojo solahora, iku ora gawe sesuatu yang pasti dengan tidak meraba-raba (nastiti)
ewo kang ningali, wong nganggo tepaniro” demi langkah-langkah selanjutnya. 5) memahami
Soetrisno (1977) rincian tujuh nilai moral sebagi perhitungan biaya, merencanakan belanja terutama
cara bersikap baiknya etos dagang orang Islam Jawa tentang berapa besar biaya hidup yang diperlukan
itu juga karakteristiknya tiga nilai-nilai moral budaya (wruh ing petungan). 6) rajin bertanya kepada para
Jawa: harmonis, struktural fungsional, dan ahli menurut ilmu masing-masing dengan tidak malu-
transendental. Identifikasi obyektivikasi tiga nilai- malu untuk tambah pengetahuan dan atau ketrampilan
nilai moral tersebut terkandung dalam berbagai (taberi tatanya). 7) mencegah atau menahan kehendak
ungkapan falsafah Jawa, manusia hendaknya selalu hawa nafsu dari berbagai keinginan yang tidak
bersikap tahu diri sama dengan eling. Sebab, jagad ora berfaedah serta menjauhi pemborosan (nyegah kayun
sagodhong kelor maksudnya, dunia ini tidak hanya pepinginan.....tan boros marang arto). 8) bertekad
sebesar daun kelor. Karenanya, pedagang hendaknya bulat atau berniat yang teguh. Sikap demikian itu akan
mampu bersikap pinter ojo kuminter, sugih ojo dapat berpengaruh bagi tercapainya berbagai cita-cita
semugih artinya, kepandaian dan atau kekayaan dalam waktu yang tidak lama (nemen ing seja,
sebaiknya jangan dipamer-pamerkan. Makna etisnya watekira sarwa gelis ingkang kinapti)
dua ungkapan itu di satu pihak terkait dengan sikap (Padmasusastra, 1889).
eling juga mengimplikasikan sikap nrima pada pihak 5 sifat dan Ata Gina bagi etos dagang orang Islam
lainnya. Kedua sikap batin tersebut mengandung Jawa itu yang mengobyektivikasikan cara bersikap
maksud bahwa, pedagang dalam keadaan kecewa atau baik dengan nilai-nilai moralnya dalam dunia
dalam kesulitan-pun hendaknya bereaksi dengan kehidupan yang sesuai (modern) di masanya ada tiga
rasional, dengan tidak putus asa dan juga dengan tidak yaitu, pertama, bersikap baik atau hormat dan peduli
menentang secara percuma. Pedagang dengan sikap terhadap apa saja. Kedua, bersikap baik atau hormat
itu suatu malapetaka akan kehilangan rasa dan rukun serta peduli kepada sesama manusia, dan
sengsaranya seperti terungkapkan pada kata-kata ketiga selaras pada budaya atau pengalaman
Jawa: bungah sajroning susah, prihatin sajroning keagamaan Islam Jawa (di muka). Obyektivikasi nilai-
bungah artinya, ia tetap gembira dalam penderitaan nilai moralnya tiga cara bersikap baik itu kedalaman
dan prihatin dalam kegembiraan. Oleh karena itu, maknanya bisa dijelaskan sebagai berikut. Bersikap
pedagang hendaknya memiliki semangat batin ojo sopan santun atau ramah tamah memang sikap
leren lamun durung sayah, ojo mangan lamun durung berperan penting, namun setiap stakeholders
luwe maksudnya, jangan berhenti bekerja sebelum hendaknya dapat bersikap tahu diri (eling) secara
capai, jangan makan sebelum lapar. Dua sikap batin sewajarnya (prasojo). Caranya adalah, selalu waspada
itu memiliki alasan kesadaran mendalam, bahwa atau berhati-hati baik dalam bicara juga saat bersikap
wong urip ora gampang, diarani gampang yo terus mempertimbangankan situasi dan kondisi
gampang, diarani angel yo angel artinya, hidup itu lingkungannya. Acuan praksisnya yaitu, dengan selalu
tidak mudah, disebut mudah ya mudah, disebut sulit menyesuaikan diri ke dalam maknanya ungkapan
ya sulit. falsafah Jawa: ngono yo ngono, ning ojo ngono
Nilai-nilai moral dengan contoh cara bersikap artinya, barangkali engkau betul, tetapi jangan
baik dalam dunia kehidupan etos dagang orang Islam memakai cara seperti itu. Sebab, becik ketitik ala
Jawa yang diobyektivikasikan dalam berbagai ketara artinya, yang baik akan nampak dan yang
ungkapan falsafah Jawa tersebut lebih diperjelas jelekpun akan kelihatan (Oetomo, 2000).
Mangkunegara IV. Menurutnya, pedagang hendaklah Terwujudnya proses komunikasi itu merupakan
ber-etos 5 sifat dan 8 caranya bersikap baik atau etis kepentingan transendental (pengalaman keagamaan
yang berguna (Asta Gina). Dimaksud Asta Gina ialah manusia). Maksudnya ketika para pedagang, manajer,
: 1) membudidayakan berbagai bidang usaha sebatas karyawan, pemasok, pelanggan, konsumen, dan
kemampuan maksimal sesuai pada kondisi jaman masyarakat seperti sang tuan dengan si budak suatu

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 550
saat secara bersama-sama memikirkan pemecahan persetujuan antara konsumen dan prodosen saja,
sebuah masalah, mereka bukan lagi seperti tuan dan melainkan terutama kualitas produk serta tanggung
budak melainkan sam-sama sebagai sesama manusia. jawab prodosen atau pedagang. Karenanya,
Suseno (2001), pada proses dialogis partisipatif tekanannya bukan hanya pada hak legal atau hukum
pada kesadaran transendental ini mengandung tiga saja, melainkan pada etika dalam arti luas. Motto yang
sikap ialah, eling (tahu diri), aja mitunani wong liya, berlaku pada teori perhatian semestinya bukan caveat
dan bersikap ngemong, maknanya sama dengan emptor (“hendaklah si pembeli hati-hati”) saja,
bersikap integrasi. Ketiga sikap tersebut juga sebagai melainkan juga caveat venditor (“hendaklah si penjual
satu kesatuannya sikap sepi ing pamrih. Penjelasan hati-hati”). Norma dasar “tidak merugikan” ini dapat
dimaksud berbagai sikap tersebut yaitu, hendaknya diterima atau memiliki kesesuaian baik dengan teori
kita jangan melakukan sesuatu demi kepentingan diri etika deontologi maupun utilitarianisme, teori hak,
kita sendiri yang dapat mengganggu atau merugikan juga dalam teori keadilan, makanya teori perhatian
lingkungan, membahayakan orang lain dan semestinya memiliki basis etika yang teguh. Suseno
mengurangi kualitas hidup generasi-generasi yang (2001) menjelaskan orang dapat memiliki kekuatan
akan datang. Karenanya, kita harus sepi ing pamrih moral aja mitunani wong liya (jangan merugikan
artinya, kita hendaknya bersedia untuk tidak orang lain) dalam dagang, apabila memiliki sikap
mementingkan kepentingan individual kita tanpa integrasi artinya, bersedia bersikap terbuka keluar.
peduli terhadap sesamanya. Kepentingan kita diakui, Maksudnya, bersedia bersikap hormat atau bersikap
tetapi jangan dikejar secara eksklusif. Usaha agar kita baik terhadap aneka tradisi (budaya), pandangan
dapat sepi ing pamrih, kita harus bersikap tahu diri hidup atau agama yang berbeda bagi setiap orang yang
(eling). Eling berarti, kita jangan menganggap diri hidup bersama dalam masyarakatnya demi tercipta
sebagai pusat dunia, sebagai satu-satunya yang suasana yang tenang, gembira, bebas dari rasa takut
penting. Bersikap eling artinya, ingat, siapa kita, dan bebas dari rasa tekanan.
bahwa kita berasal dari orang lain, merupakan Mencermati berbagai penjelasan cara praksisnya
anugerah Tuhan bahwa kita hidup dari masyarakat dan nilai-nilai moral sebagai sikap moral dan etos melalui
dari alam, dan oleh karena itu jangan pernah proses dialogis partisipatif pada kesadaran
memperalat mereka demi kepentingan kita sendiri. transendental itu berarti, dalam dunia kehidupan etos
Orang akan tahu diri apabila ia eling atau ingat. Jika dagangnya orang Islam Jawa dituntut mampu
orang memiliki sikap-sikap itu akan sanggup menjalin mengendalikan berbagai keinginan hawa nafsunya.
hubungan serasi dengan alam sekeliling yang Suseno (2001) ada berbagai macam hawa nafsu dan
kebaikan moralnya yaitu, kita jangan mencari berbahaya bagi orang Jawa antara lain yang sangat
kemenangan, sama dengan bermaksud aja mitunani populer disingkat “malima”: main, madon, madat,
wong liya (jangan merugikan orang lain). Melainkan, minum, maling. Bahaya lainnya yang harus
demi keseimbangan lingkungan kehidupan. diperhatikan ialah pamrih. Bertindak yang
Aja mitunani wong liya merupakan norma moral berdasarkan pada pamrih berarti, hanya
terpenting atau prinsip dasar etika sosial Jawa. Bertens mengusahakan kepentingan diri sendiri saja dengan
(2000) jangan merugikan orang lain termasuk dasar tidak menghiraukan kondisi dan berbagai kepentingan
sikap baik yang hakiki atau terpenting dalam masyarakat. Pamrih kelihatan pada tiga nafsu: nepsu
perdagangan. Maksudnya, janganlah dagang sampai menange dewe artinya, selalu mau menjadi orang yang
menjadi pekerjaan kotor. Karenanya, dalam dagang pertama, nepsu benere dewe artinya, menganggap diri
haruslah disertai dengan sikap tahu diri (bhs Jawa: selalu betul. Nepsu butuhe dewe maksudnya, hanya
eling), sehingga sudah semestinya memperhatikan memperhatikan kebutuhannya sendiri. Orang yang
rambu-rambu moral seperti di teori perhatian dikuasai tiga nafsunya pamrih perilakunya cenderung
semestinya (the due care theory). Kata “perhatian” menjadi adigang, adigung, adiguna maksudnya, dia
harus dipahami sebagai perhatian efektif yang suka memperlihatkan (pamerkan) kekuasaan,
bersedia mengambil tindakan seperlunya. Norma kekayaan dan, kekuatan (kesaktian). Perilaku orang
dasarnya teori perhatian semestinya ini adalah, dengan sifat-sifat disebut terakhir itu cenderung
seseorang tidak boleh atau jangan merugikan orang mudah menimbulkan berbagai sifat yang amat dibenci
lain dalam kegiatannya. Teori tersebut tidak orang Jawa yaitu, dahwen dan open artinya, sering
memfokuskan pada kontrak sosialnya dalam mencampuri urusan orang lain. Drengki sama dengan

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 551
bersikap dengki artinya, tidak suka melihat orang lain berperan, entah petani, pedagang, abdi, pegawai, atau
sukses, srei atau suka iri, jail artinya, suka main intrik sebagai raja (pajabat negara).
dan, methakil: suka bersikap kasar. Berbagai penjelasan tersebut mengimplikasikan
Pedagang yang terus berusaha dan berhasil maksud, pedagang bisa dikatakan telah memiliki etos
mengendalikan berbagai hawa nafsu tersebut di dagang orang Islam Jawa: sepi ing pamrih, rame ing
samping etos dagangnya menjadi sesuai (modern), gawe, jika ia dengan tenang, rendah hati (andhapasor)
baik dengan tiga cara bersikap baik atau etis maupun atau tanpa pamor dan pamer selalu memenuhi
pada pandangan dunia dan kehidupan Jawa dengan berbagai kewajibannya sehari-hari. Ia tidak lagi
nilai-nilai moral budayanya yang berkarakteristik tiga: mengejar kepentingan-kepentingan individualnya
harmonis, struktural fungsional, dan transendental di tanpa memperhatikan keselarasan keseluruhan, maka
muka. Rincian maksud kesesuaiannya itu ia berada di tempat yang tepat sesuai dengan maksud
sebagaimana diungkap dalam falsafah Jawa: timun struktural funsionalnya dalam dunia kehidupan Jawa.
wungkuk jaga imbuh dan tuna saktak bathi sanak dan Karenanya, Suseno (1992) menjelaskan, laba bagi
lain sebagainya seperti dijelaskan di muka. Sedangkan pedagang Jawa bukan dianggap sebagai kebutuhan
yang sesuai dengan tata krama Jawa seperti pernah demi memenuhi kepuasan diri sendiri. Tetapi laba
dipraktikkan raja Mangkunegara IV di berbagai ialah sebagai kebutuhan yang bisa menyenangkan
karyanya di muka. Suseno (2001) inti terpenting membahagiakan dan atau menyelamatkan semua
tujuan tata krama Jawa melalui bersikap baik atau pihak (SDM dan SDA) yang terlibat di dunia
hormat dan rukun sebagai etos dagang orang Islam kehidupannya.
Jawa adalah, aja mitunani wong liya maka pedagang Mencermati berbagai penjelasan itu maka, tujuan
dituntut bersikap eling dan ngemong (integrasi). Tiga efisiensi etos dagang orang Islam Jawa adalah,
sikap moral tersebut dipraksiskan dalam dunia barangkali di satu sisi (dalam cita idealnya)
kehidupan etos dagang orang Islam Jawa, jika dia menghendaki tercipta keadaan keselarasan ekonomi
memiliki semangat batin atau memiliki etos sepi ing (economic harmonis) dengan ahli efisiensi (efficiency
pamrih. engineer) yang dapat melahirkan suasana kemajuan
Bertens (2000), sepi ing pamrih merupakan yang manusiawi sesuai pada masanya pada sisi
keutamaan moral atau etos Jawa yang belum muncul lainnya. Keselarasan ekonomi (economic harmonis)
dalam cakrawala pandangan moral Aristoteles dan ialah kekutan-kekuatan yang menimbulkan
termasuk sebagai salah satu dari etos pokok yaitu, kemakmuran masyarakat secara keseluruhan, jika
iman atau kepercayaan, pengharapan dan, cinta kasih setiap individu mengejar kepentingan sendiri.
(tresno). Suseno (2001) menjelaskan, orang Kekuatan-kekuatan itu menurut Adam Smith, bukan
(pedagang) yang bertindak karena pamrih-nya sendiri berasal dari manusia melainkan manusia yang
sama dengan egoisme. Maksudnya ialah, ia hanya “dipimpin” oleh “tangan yang tak-kelihatan”
mengusahakan kepentingan individualnya saja, tidak (invisible hand) yang membantu tercapainya tujuan
menghiraukan berbagai kepentingan masyarakat. Ia yang bukan merupakan bagian dari keinginannya saja.
mencari berbagai kepentingan di dunia maka ia Maksud ahli efisiensi (efficiency engineer) adalah
mengikatkn diri terhadap alam luar sehingga ia orang yang ahli dalam bidang metode produksi dan
kehilangan kesanggupan untuk memusatkan kekuatan kepengawasan yang mengusahakan agar dihindari
dalam batinnya sendiri (rasa-nya) menjadi dangkal pemborosan dan ditentukan prosedur yang efektif.
atau mati. Manusia dapat dikatakan sepi ing pamrih
apabila ia tidak lagi mengejar kepentingan- 3. KESIMPULAN
kepentingan individualnya (egonya) sendiri tanpa Karya-karya Mangkunegara IV dapat
memperhatikan keselarasan sosial seluruhnya. Ia yang memahamkan tiga karakteristik pemikiran
sepi ing pamrih (bebas dari pamrih) akan postmodernisme itu sebagai kontruksi teoritis etos
mengembangkan sikap-sikap etis nrimo, ikhlas dan dagang orang Islam Jawa sesuai dengan nilai-nilai
rila atau lila (legawa). Sikap moral yang sering moral sikap rukun dan hormat baik dalam budaya dan
diucapkan bersama etos sepi ing pamrih ialah rame pandangan dunia dan hidup Jawa maupun sesuai bagi
ing gawe. Menurut Mulder (1978) rame ing gawe: masanya dalam kondisi pascakolonial. Kesesuaian
setiap pihak hendaknya memenuhi kewajiban pada pahamnya termuat dalam ungkapan Jawa seperti tuna
tempatnya masing-masing di manapun kita harus satak, bathi sanak dan timun wungkuk jogo imbuh

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(03), 2020, 552
diberlakukan (dipraksiskan) dalam tujuh nilai-nilai Mubyarto. (1993). Ekonomi Pancasila, Jakarta:
moral dan lima sifat, delapan cara bersikap baik rukun LP3ES. https://lib.atmajaya.ac.id
dan hormat disebut (asta gina) semua diuraikan dalam Mudhofir, Ali, (1996). Kamus: Teori dan Aliran
Serat Darmalaksita karya Mangkunegara IV. Tujuan dalam Filsafat dan Teologi, Yogyakarta: UGM
efisiensi etos dagang orang Islam Jawa tersebut, Press. https://ugmpress.ugm.ac.id
barangkali di satu sisi (dalam cita idealnya) Mulder, Niels, (1978). Mysticism and Everyday Life in
menghendaki tercipta keadaan keselarasan ekonomi Contemporary Java, Cultural Persistence and
(economic harmonis) dengan ahli efisiensi (efficiency Change, Singapore: Singapore University Press.
engineer) yang dapat melahirkan suasana kemajuan https://books.google.co.id
yang manusiawi sesuai pada masanya pada sisi lain. Oetomo, Yacob, (2001). Dunia Usaha dan Etika
Bisnis Jawa, Jakarta: Kompas.
4. REFERENSI https://id.wikipedia.org
Abdullah, Amin. (2016). Falsafah Kalam di Era Simuh, (1988). Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi
Postmodernisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ranggawarsita, Jakarta: UI-Press.
http://pustakapelajar.co.id https://www.bukalapak.com
Bagus, Lorens. (2000). Kamus Filsafat, Jakarta: Soetrisno. (1977). Falsafah Hidup Pancasila
Gramedia. http://library.um.ac.id sebagaimana Tercermin dalam Falsafah Hidup
Bertens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis, Orang Jawa, Yogyakarta: Pandawa.
Yogyakarta: Kanisisus. https://opac.perpusnas.go.id
https://books.google.co.id Sugiharto, I. Bambang. (1996). Postmodernisme:
Ciptoprawiro, Abdullah. (2000). Filsafat Jawa, Tantangan Bagi Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.
Jakarta: Balai Pustaka. http://lib.ui.ac.id
https://wayangpustaka02.wordpress.com Sumodiningrat, Gunawan, (2003). Budaya Jawa dan
Daryono. (2007). Etos Dagang Orang Jawa Integrasi Nasional”,dalam: Laela Retna Kumala
Pengalaman Raja Mangkunegara IV, (ed.), Keraton Surakarta dan Perubahan
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Masyarakat, Membumikan Nilai-nilai
http://bpad.jogjaprov.go.id Tradisional, Surakarta: Team Simposium
Koentjaraningrat. (2000). Kebudayaan, Mentalitas Nasional.
dan Pembangunan, Jakarta: Gramnedia. Suseno, Franz Magnis. (2001). Etika Jawa sebuah
http://opac.lib.ugm.ac.id Analisa Falsafi Kebijakan Hidup Jawa, Jakarta:
Mangkunegara IV,(1889). Serat Gramedia. http://library.um.ac.id/
Darmalaksita”,dalam: Ki Padmasusastra, Dwidja Suseno. (2001). Kuasa dan Moral, Jakarta: PT SUN.
Isjwara, Surakarta: Albert Rusche. http://library.um.ac.id
http://opac.lib.ugm.ac.id Suseno. (1992). Berfilsafat dari Konteks, Jakarta:
Margana, S, (2004). Pujangga Jawa dan Bayang- Gramedia. http://library.um.ac.id
Bayang Kolonial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
https://www.worldcat.org

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534

You might also like