You are on page 1of 6

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------- Volume 11 Nomor 1, Januari 2020

p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778

DOI: http://dx.doi.org/10.33846/sf11119
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Produksi Air Susu Ibu di Puskesmas Poasia

La Ode Alifariki
Departemen Epidemiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo; ners_riki@yahoo.co.id (koresponden)
Adius Kusnan
Departemen Epidemiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo; adiuskusnan.fkuho@gmail.com
Ida Mardhia Afrini
Departemen Epidemiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo; idamardhia@gmail.com

ABSTRACT

Breast milk is the best natural nutrient for babies because it contains energy needs and substances needed
during the first six months of a baby's life. If during lactation the mother uses hormonal contraception, the
lactation hormone namely the hormone prolactin and oxytocin will be suppressed so that the process of egg
maturation immediately occurs, the mother immediately enters the fertile period and the milk production is
disrupted. The purpose of this study was to determine the relationship between hormonal contraception and
breast milk production in nursing mothers at Poasia Community Health Center, Kendari City in 2019. This type
of research was analytic descriptive using a cross sectional approach. The population in this study was all
mothers who breastfeeded at the Poasia Community Health Center in Kendari City in October to November as
many as 70 with a sample of 41 respondents. The statistical test used was Chi square at α = 0.05. The results
showed that most were using 3 types of 3-month injectable hormonal contraceptives (46.3%), following the type
of mini pills as many as 9 people (22.0%), implants as many as 6 people (14.6%), injecting 1 month as many as
5 people (12.2%) and the least is using a combination pill of 2 people (4.9%). The production of breast milk was
27 people (65.9%) and the current category was 14 people (34.1%). Statistical test results indicate that there
was a relationship between the use of hormonal contraceptives and breast milk production in the work area of
Poasia Community Health Center, Kendari City in 2019, with a p value of 0.004 <0.05.
Keywords: hormonal contraception; breast milk production; breastfeeding mothers

ABSTRAK

ASI adalah nutrisi alami terbaik untuk bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan
selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Jika selama menyusui ibu menggunakan kontrasepsi hormonal,
hormone laktasi yaitu hormone prolaktin dan oksitosin akan ditekan sehingga proses pematangan telur segera
terjadi, ibu segera memasuki masa subur dan produksi susu terganggu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara kontrasepsi hormonal dan produksi ASI pada ibu menyusui di Pusat Kesehatan
Masyarakat Poasia, Kota Kendari pada tahun 2019.Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang menyusui di Pusat Kesehatan
Masyarakat Poasia di Kota Kendari pada bulan Oktober hingga November sebanyak 70 dengan sampel 41
responden. Uji statistik yang digunakan adalah chi square pada α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar menggunakan 3 jenis kontrasepsi hormonal suntik 3 bulan (46,3%), mengikutijenispil mini
sebanyak 9 orang (22,0%), implant sebanyak 6 orang (14,6%), suntik 1 bulan sebanyak 5 orang (12,2%) dan
paling sedikitmenggunakanpilkombinasi 2 orang (4,9%). Produksi ASI adalah 27 orang (65,9%)
dankategorisaatiniadalah 14 orang (34,1%). Hasil uji statistic menunjukkan bahwa ada hubungan antara
penggunaan kontrasepsi hormonal dan produksi ASI di area kerja Puskesmas Poasia, Kota Kendari pada tahun
2019, dengan nilai p 0,004 <0,05.
Kata kunci: kontrasepsi hormon; produksi asi; ibu menyusui

PENDAHULUAN

Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena mengandung kebutuhan energi
dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Seorang ibu sering mengalami masalah
dalam pemberian ASI eksklusif, salah satu kendala utamanya yakni produksi ASI yang tidak lancar. Hal ini
akan menjadi faktor penyebab rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif kepada bayi baru lahir (1).
Bayi perlu menyusu sebanyak 8-12 kali dalam periode 24 jam. Pola menyusui bervariasi kerena setiap
bayi berbeda. Beberapa bayi akan menyusu setiap 2-3 jam selama periode 24 jam. Bayi lainnya mungkin
mempunyai pola kluster, yaitu menyusu setiap 3-4 jam diantaranya, 24-48 jam pertama setelah lahir, sebagian
besar bayi tidak bangun sering ini untuk menyusu. Orang tua harus memahami bahwa mereka harus
membangunkan bayi untuk menyusu minimal setiap 3 jam pada siang hari dan setiap 4 jam pada malam hari.

91 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------- Volume 11 Nomor 1, Januari 2020
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778

Frekuensi menyusui ditentukan dengan menghitung awal dari satu sesi ke berikutnya. Dengan pola ini bayi
harus mendapat minimal 8 kali sesi menyusui dalam 24 jam(2).
Idealnya, selama menyusui wanita menggunakan mini pil kontrasepsi yang hanya mengandung
progesteron saja(3). Pil Kb yang hanya mengandung progesteron saja dengan dosis rendah tidak memounyai
dampak pada produksi ASI sehingga pilihan yang tepat bagi ibu yang sedang menyusui. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa Pil KB yang mengandung progesteron dan estrogen dapat mencemari ASI sehingga dapat
mempengaruhi kelancaran dan produksi ASI(4).
Pemakaian kontrasepsi pasca melahirkan di Indonesia masi dianggap belum optimal, padahal
kontrasepsi pasca melahirkan meningkatkan kesehatan ibu dan bayi dengan memperpanjang jarak kelahiran(5).
Penggunaan kontrasepsi telah meningkat di banyak bagian dunia, terutama di Asia dan Amerika Latin
dan terendah di Sub-Sahara Afrika. Secara global, pengguna kontrasepsi modern telah meningkat tidak
signifikan dari 54% pada tahun 1990 menjadi 57,4(6). Secara regional, proporsi pasangan usia subur 15-49 tahun
melaporkan penggunaan metode kontrasepsi modern telah meningkat minimal 6 tahun terakhir. Di Afrika dari
23,6% menjadi 27,6%, di Asia telah meningkat dari 60,9% menjadi 61,6%, sedangkan Amerika latin dan
Karibia naik sedikit dari 66,7% menjadi 67,0%(7). Diperkiraan 225 juta perempuan di negara-negara
berkembang ingin menunda atau menghentikan kesuburan tapi tidak menggunakan metode kontrasepsi apapun
dengan alasan sebagai berikut: terbatas pilihan metode kontrasepsi dan pengalaman efek samping(8). Kebutuhan
yang belum terpenuhi untuk kontrasepsi masih terlalu tinggi. Ketidakadilan didorong oleh pertumbuhan
populasi.
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2013 mendapatkan
8.500.247 PUS (Pasangan Usia Subur) yang merupakan peserta KB baru, dengan rincian pengguna kontrasepsi
suntik 4.128.115 peserta (48,56%), pil 2.261.480 peserta (26,60%), implan 784.215 peserta (9,23 %), kondom
517.638 peserta (6,09%), alat kontrasepsi dalam rahim 658.632 peserta (7,75%), MOW (metode operasi wanita)
128.793 2 peserta (1,52%), MOP (metode operasi pria) 21.374 peserta (0,25%), dari data diatas dapat kita lihat
metode kontrasepsi suntik adalah metode yang terbanyak yang digunakan (9). Jika mengacu pada target Renstra
Kementrian Kesehatan tahun 2016 sebesar 82% untuk peserta KB aktif, Provinsi Sulawesi Tenggara masih jauh
dari target dengan pencapaian hanya 61,05% (9).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang berjudul Kajian Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengnan
Lama Menyusui oleh Indrawati, bahwa lama ibu menyusui memiliki hubungan yang erat dengan penggunaan
kontrasepsi hormonal. Dalam jurnal tersebut dijelaskan, beberapa metode kontrasepsi hormonal yang dapat
menurunnkan kadar produksi air susu ibu(ASI) seperti pil kombinasi atau injeksi tiap bulan yang berisi estrogen
dan progesteron, sehingga selama ibu menyusui sebaiknya menghindari kontrasepsi hormonal tersebut.
Pada masa menyusui (laktasi) hormon prolaktin dan oksitosin meningkat. Hormon prolaktin berfungsi
memproduksi ASI sehingga mengisi alveoli sedangkan hormon oksitosin bekerja memeras ASI dari alveoli
sehingga ASI disekresi(10). Dalam keadaan fisiologis setelah menstruasi hari ke- 5 hormon FSH akan meningkat
sehingga folikel matang. Namun pada masa laktasi, tingginya hormon prolaktin dan oksitosin akan memberikan
umpan balik negatif terhadap hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone)
sehingga proses pematangan sel telur tidak terjadi(11). Apabila pada masa laktasi ibu menggunakan kontrasepsi
hormonal, maka hormon laktasi yaitu hormon prolaktin dan oksitosin akan ditekan sehingga proses pematangan
sel telur segera terjadi, ibu segera masuk pada masa subur dan produksi ASI terganggu (11).
Berdasarkan data dari Puskesmas Poasia Kota Kendariibu penggunaKB pada tahun 2017 sebanyak 3120
di antaranya menggunakan AKDR (396), MOP (6), MOW (69), Implat (482), kondom (128), pil (920), dan di
dominasi dengan suntik sebanyak (1089), pada peserta Kb hormonal Didapati ibu menyusui dengan keluhan
produksi ASI berkurang. Pada bulan oktober sampai november sebanyak 70 peserta KB diantaranya ibu yang
menyusui menggunakan kontrasepsi hormonal 18 dan ibu yang tidak menyusui menggunakan kontrasepsi non
hormonal 52 .
Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitan “Hubungan Penggunaan Alat
Kontrasepsi Hormonal dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui di Puskesmas Poasia Kota Kendari”

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional, menggunakan metode cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui di Puskesmas Poasia Kota Kendari pada bulan Juni 2019
sebanyak 70 orang dengan jumlah sampel 41 responden. Variabel penelitian adalah penggunaan alat kontrasepsi
hormonal sebagai variabel independen sedangkan variabel dependen adalah produksi ASI. Alat ukur variabel
adalah kuesioner berupa pertanyaan terstruktur. Uji statistik yang digunakan adalah Chi square dengan nilai
kemaknaan α = 0,05.

92 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------- Volume 11 Nomor 1, Januari 2020
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778

HASIL

Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi karakteristik responden

Karakteristik Frekuensi Persentase


Umur (Tahun)
 < 20 7 17,0
 20-35 25 61,0
 > 35 9 22,0
Tingkat pendidikan
 SD 1 2,4
 SMP 13 31,7
 SMA 21 51,2
 Perguruan 6 14,7
Tinggi
Jenis pekerjaan
 IRT 37 90,2
 PNS 2 4,9
 Swasta 2 4,9
Status paritas
 <3 27 65,9
 ≥3 14 34,1

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 41 responden yang paling banyak berdasarkan umur adalah berumur
20-35 tahun yaitu 25 orang (61,0%) dan yang paling sedikit adalah usia < 20 tahun sebanyak 7 orang (17,0%).
Tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SMA sebanyak 21 orang (51,6%) dan yang paling sedikit adalah
tingkat pendidikan SD sebanyak 1 orang (2,4%). Jenis pekerjaan yang paling banyak adalah jenis pekerjaan
sebagai Ibu rumah tangga sebanyak 37 orang (90,2%) dan yang paling sedikit adalah pegawai negeri sipil dan
swasta sebanyak 2 orang (4,9%). Status paritas < 3 orang sebanyak 27 orang (65,9%) dan yang paling sedikit
adalah memiliki status paritas ≥ 3 sebanyak 14 orang (34,1%).

Hasil Pengujian Hipotesis


Tabel 2. Hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan produksi ASI

Produksi ASI Nilai


Penggunaan Alat Total
Lancar Tidak lancar Likelihood Ratio
Kontrasepsi Hormonal
n % n % n %
Pil mini 5 12,2 4 9,8 9 22,0
Pil kombinasi 1 2,4 1 2,4 2 4,9
Suntik 1 bulan 0 0,0 5 12,2 5 12,2 p = 0,004
Suntik 3 bulan 3 7,3 16 39,0 19 46,3
Implan 5 12,2 1 2,4 6 14,6
Total 14 34,1 27 65,9 41 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 41 responden yang paling banyak adalah menggunakan jenis alat
kontrasepsi hormonal suntik 3 bulan sebanyak 19 orang (46,3%) dan yang paling sedikit adalah menggunakan
pil kombinasi sebanyak 2 orang (4,9%). Produksi lancar pada ibu yang menggunakan hormonal jenis pil mini
dan implant sebesar 12,2% sedangkan produksi ASi tidak lancar pada hoemonal suntik 3 bulan sebesar 39%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai likelihood ratio = 0,004), artinya bahwa ada hubungan antara
penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan produksi ASI di Wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari.

PEMBAHASAN
Umur yang terbaik bagi seorang wanita adalah antara 20-30 tahun karena pada masa inilah alat-alat
reproduksi wanita sudah siap dan cukup matang untuk mengandung dan melahirkan anak. Pada penelitian ini,
memang akseptor KB yang menjadi responden dominan berusia antara 20-35 tahun.

93 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------- Volume 11 Nomor 1, Januari 2020
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778

Pada penelitian tersebut didapati perempuan yang berusia lebih dari 30 tahun lebih banyak memilih
menggunakan implan. Usia berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi, semakin bertambah usia istri maka
pemilihan alat kontrasepsi yang memiliki tingkat efektifitas lebih tinggi yaitu menggunakan metode kontrasepsi
jangka panjang. Jenis kontrasepsi harus mempertimbangkan usia akseptor, bila usia lebih dari 35 tahun maka
lebih efektif menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (12).
Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang paling mendasar mempengaruhi perilaku PUS dalam
menggunakan kontrasepsi (13). Sejalan dengan konsep Selogan “dua anak lebih baik”, BKKBN memprioritaskan
penggunaan kontrasepsi implan sebagai metode kontrasepsi jangka panjang yang efektif dalam mengendalikan
jumlah penduduk (14). Pada penelitian ditemukan bahwa dominan ibu yang telah mempunyai anak 3 atau lebih
lebih memilih alat kb implan.
Saat ini di tengah-tengah masyarakat masih ada yang menganut konsep tradisional, yaitu cenderung
memilih untuk memiliki anak dalam jumlah yang banyak. Dalam penelitian ini pula didapatkan data bahwa
dominan responden memiliki anak lebih dari 2 orang sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat tidak
mengindahkan anjuran BKKBN yakni 2 anak cukup karena mereka masih berprinsip bahwa banyak anak,
banyak rejeki dan apabila mempunyai banyak anak dapat membantu orang tua dalam mencari tambahan
pendapatan orang tua.
Pada hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pendidikan tinggi lebih
banyak memilih kontrasepsi implan untuk mencegah kehamilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6
responden yang memilih impan ada 3 berpendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana) dan hanya 3 orang
berpendidikan SMA.
Sejalan dengan penelitian Safitri I (2016) yang menyatakan bahwa dominan yang menggunakan
kontrasepsi hormonal adalah berpendidikan tinggi yakni SMA dan Sarjana (15).
Produksi Air susu ibu/Prolaktin, dalam fisiologi laktasi,prolaktin merupakan Hormon yang disekresi oleh
glandula pituitari.Hormon ini memiliki peranan penting untuk memproduksi ASI, kadar hormon ini meningkat
selama kehamilan .kerja hormon ini dihambat oleh hormon plasenta.dengan lepas atau keluarnya keluarnya
plasenta pada ahir proses persalinan, maka kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur menurun sampai
tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkan prolaktin. peningkatan kadar prolaktin akan menghambat ovulasi, dan
dengan demikian juga mempunyai fungsi kontrasepsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menggunakan KB jenis pil mini sebanyak 9 orang
(22,0%) dan ada 66,7% yang memiliki produksi ASI lancar. Dominan responden yang memakai KB pil mini,
memiliki produksi ASI yang lancar, hal ini disebabkan karena KB pil mini, hanya mengandung progesterone
yang mana hormone ini tidak menekan kerja hormone prolactin sehingga produksi ASI tidak berkurang.
Lain halnya dengan penggunaan alat KB pil kombinasi, dalam penelitian ini ada 2 responden yang
memakai KB pil kombinasi dan terlaporkan bahwa memiliki produksi ASI yang kurang. Studi tentang menyusui
yang dilakukan Hannon dkk (1997) mendukung temuan Manan menunjukkan wanita yang mendapatkan
medroxyprogesterone rata-rata lama menyusui lebih lama dibandingkan wanita yang menggunakan kontrasepsi
non hormonal (16). Kontrasepsi hormonal yang berisi progesterone saja seperti mini pill, Depo medroxy
progesterone dan Implan tidak berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas ASI dan justru dapat meningkatkan
volume ASI dibanding kontrasepsi non hormonal (16).
Sejalan pula dengan penelitian Safitri I (2016) yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara penggunaan
alat kontrasepsi terhadap kelancaran produksi ASI di Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali
(nilai p=0,022< 0,05). Dalam penelitiannya Safitri I menemukan penggunaan kontrasepsi kombinasi hormon
estrogen dan progesteron berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI, sebaliknya bila kontrasepsi hanya
mengandung progesteron maka tidak ada dampak terhadap volume ASI (15)
Didukung pula hasil penelitian Purwaningsih E dan Rita (2011) yang menyatakan bahwa ada pengaruh
pemakaian kontrasepsi suntik dengan pengeluaran ASI dengan χ2 hitung = 6,399, df = 1 χ2 tabel 3,84 dengan
nilai p = 0,011 (p < 0,05) (17).
Hasil penelitian tentang hubungan penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan produksi ASI,
diperoleh bahwa dari 9 responden yang tidak menggunakan alat hormonal pil mini, lebih banyak yang memiliki
produksi ASI lancar sebanyak 5 orang (12,2%) dan tidak lancar hanya 4 orang (9,8%). Hal ini disebabkan
karena kandungan pilmini adalah hormon progesterone yang dapat merangsang produksi ASI. Akan sama
halnya dengan 2 responden yang menggunakan pil kombinasi, ada 1 orang (2,4%) memiliki ASI lancar dan 1
orang (2,4%) tidak lancar. Hal ini disebabkan pula karena kandungan pil kombinasi adalah gabungan antara
hormone estrogen yang sifatnya menghambat produksi ASI dan sebaliknya progesterone melancarkan produksi
ASI.
Dari 41 responden yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal, lebih banyak yang memiliki produksi
ASI tidak lancar sebanyak 27 orang (65,9%) dan lancar ada 14 orang (34,1%). Hal ini disebabkan karena
beberapa responden menggunakan jenis kontrasepsi yang mengandung progesterone dan ekstrogen dan dapat
disebabkan karena faktor lain di luar penelitian seperti tidak melakukan perawatan payudara selama hamil, ada
gangguan pada saluran ASI ibu, dan faktor psikologi ibu.

94 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------- Volume 11 Nomor 1, Januari 2020
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778

Bagi Ibu yang dalam masa menyusui, tidak dianjurkan menggunakan kontrasepsi suntikan yang
mengandung estrogen karena hal ini dapat menurunkan jumlah produksi ASI, sehingga dapat menurunkan
kelancaran pengeluaran ASI Selama masa laktasi. Kadar estrogen yang tinggi pada kontrasepsi dapat menekan
FSH, sehingga merangsang lobus anterior hipofise untuk mengeluarkan luteinising hormone. Produksi
luteinising hormone ini di bawah pengaruh releasing hormone yang disalurkan dan hipotalamus ke hipofisis.
Adanya sekresi luteinising hormone, maka dapat menyebabkan hipotalamus untuk melepas faktor penghambat
prolaktin (PIF) yang dianggap sebagai dopamin. Dopamin ini dapat menurunkan sekresi prolaktin sampai
sepuluh kali lipat. Bila sekresi prolaktin dihambat, maka sel-sel alveoli pada payudara tidak akan memproduksi
air susu. Dengan tidak adanya produksi air susu, maka pengeluaran ASI juga terhambat.
Hasil cross tabulasi data diperoleh bahwa ada beberapa responden yang memiliki produksi ASI tidak
lancar meskipun menggunakan suntik 3 bulan, pil mini dan implant. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor
psikologi ibu. Hasil wawancara dengan beberapa ibu ditemukan adanya ibu yang khawatir ASI nya tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
Faktor yang dapat menghambat produksi oksitosin adalah perasaan takut, cemas, sedih, marah, kesal
(Rusli, 2008 dan Soetjiningsih, 2005). Bila ibu stress atau cemas maka akan terjadi suatu hambatan dari let
down refleks. Hal tersebut terjadi karena adanya pelepasan epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi dari
pembuluh darah alveoli, sehingga oksitosin terhambat untuk mencapai target organ yaitu mioepitelium. Akibat
dari let down refleks yang tidak sempurna menyebabkan aliran ASI tidak maksimal yang menyebabkan
bendungan ASI dan akhirnya akan menghambat hormon prolaktin untuk memproduksi ASI.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Dewey (2001) yang menunjukkan bahwa ibu-ibu dengan
seksio sesarea akan mengalami hambatan dalam memberikan ASI dikarenakan oleh faktor kecemasan ibu
terhadap kondisinya maupun kondisi bayi dan sebanyak 63 % ibu memutuskan untuk memberikan susu formula
karena ASI-nya tidak keluar. Didukung pula hasil penelitian Nurliawati (2010) yang menyatakan bahwa salah
satu faktor yang berhubungan dengan produksi ASI adalah kecemasan (p value = 0,003).
Adanya responden atau ibu menyusui yang memiliki produksi ASI lancar meskipun menggunakan
kontrasepsi jenis suntik 1 bulan dan pil kombinasi, karena rutin melakukan perawatan payudara setelah
melahirkan. Hasil wawancara dengan beberapa ibu diperoleh informasi bahwa responden rutin melakukan
perawatan payudara atas saran Bidan saat melahirkan. Sejalan dengan penelitian Yuliasari (2014) yang
menyatakan penggunaan KB pil kombinasi berpengaruh terhadap produksi ASI, dalam penelitian ini diperoleh
sebanyak 31,1% ibu yang tidak mengkonsumsi KB pil kombinasi namun produksi ASI kurang baik, hal ini
disebabkan oleh makanan, dan perawatan payudara (18).
Sejalan dengan hasil penelitian Scholichah (2012), menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara
perawatan payudara pada ibu post partum dengan kelancaran pengeluaran ASI diperoleh dari (p= 0,007). Hasil
penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Djumadi, dkk (2014), menyatakan bahwa ada hubungan antara
perawatan payudara dengan produksi ASI pada ibu primipara (p= 0,002) (19).
Sejalan dengan teori bahwa peran bidan dalam pengeluaran ASI adalah memberikan pendidikan
kesehatan tentang perawatan payudara. Nuryantini mendefinisikan perawatan payudara adalah perawatan
payudara ibu setelah melahirkan. Perawatan payudara pada masa nifas dapat melenturkan dan menguatkan
puting susu, merangsang pengeluaran ASI serta menjaga kebersihan payudara, terutama puting susu. Perawatan
payudara dapat dilakukan pada 1 – 3 hari post partum.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi hormonal
dengan produksi ASI di Wilayah kerja Puskesmas Poasia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Endah
Purwaningsih dan Rita S (2011) yang menyatakan bahwa ada pengaruh pemakaian kontrasepsi suntik dengan
pengeluaran ASI di Bidan Praktek Swasta Tri Paryati Kemalang Kemalang Kabupaten Klaten. dengan 2 hitung
= 6,399, df = 1 2 tabel 3,84 dengan nilai p = 0,011 (p < 0,05) (17).
Sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Yuliasari (2014) yang menyatakan bahwa ada
hubungan penggunaan KB Pil dengan produksi ASI pada ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Bernung
Kabupaten Pesawaran Tahun 2014 dengan nilai p value 0,023 < α 0,05 (18).
Didukung pula oleh hasil penelitian Indarwati (20(16)09) tentang Kajian Penggunaan Kontrasepsi
Hormonal dengan Lama Ibu Menyusui di Sukoharjo. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan lama ibu menyusui dengan p = 0.002 Probabilitas
ibu untuk menyusui hingga paling sedikit umur dua tahun atau lebih, lebih besar
KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian yakni ibu yang memakai kontrasepsi hormonal mengandung ekstrogen dominan
menghambat produksi ASI dan sebaliknya hormonal mengandung progesterone meningkatkan produksi ASI.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wulandari, Handayani. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2011.

95 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------- Volume 11 Nomor 1, Januari 2020
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778

2. Wiji. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.
3. Hall KS, Trussell J, Schwarz EB. Progestin-only contraceptive pill use among women in the United States.
Contraception [Internet]. 2012/06/06. 2012 Dec;86(6):653–8. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22682722
4. Espey E, Ogburn T, Leeman L, Singh R, Ostrom K, Schrader R. Effect of progestin compared with
combined oral contraceptive pills on lactation: a randomized controlled trial. Obstet Gynecol [Internet].
2012 Jan;119(1):5–13. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22143258
5. Wilopo SA, Setyawan A, Pinandari AW, Prihyugiarto T, Juliaan F, Magnani RJ. Levels, trends and
correlates of unmet need for family planning among postpartum women in Indonesia: 2007-2015. BMC
Womens Health [Internet]. 2017 Nov 28;17(1):120. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29179744
6. Najafi-Sharjabad F, Zainiyah Syed Yahya S, Abdul Rahman H, Hanafiah Juni M, Abdul Manaf R. Barriers
of modern contraceptive practices among Asian women: a mini literature review. Glob J Health Sci
[Internet]. 2013 Jul 22;5(5):181–92. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23985120
7. Ochako RA. Patterns of Contraceptive Use among Vulnerable Populations in Kenya [Internet]. Ghent
University; 2018. Available from: http://icrh.org/sites/default/files/thesis submitted to bibio.pdf
8. Endriyas M, Eshete A, Mekonnen E, Misganaw T, Shiferaw M. Where we should focus? Myths and
misconceptions of long acting contraceptives in Southern Nations, Nationalities and People’s Region,
Ethiopia: qualitative study. BMC Pregnancy Childbirth [Internet]. 2018;18(1):98. Available from:
https://doi.org/10.1186/s12884-018-1731-3
9. RI K. Rencana Aksi Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta; 2016.
10. Augustine RA, Ladyman SR, Bouwer GT, Alyousif Y, Sapsford TJ, Scott V, et al. Prolactin regulation of
oxytocin neurone activity in pregnancy and lactation. J Physiol [Internet]. 2017/03/23. 2017 Jun
1;595(11):3591–605. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28211122
11. Jannah A. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas tentang Kontrasepsi Metode Amenore Laktasi (MAL)
[Internet]. 2014. Available from: http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/12/01-gdl-yuniseniwa-
594-1-b11059y-i.pdf
12. Amran Y, Nasir NM, Dachlia D, Yelda F, Utomo B, Ariawan I, et al. Perceptions of Contraception and
Patterns of Switching Contraceptive Methods Among Family-planning Acceptors in West Nusa Tenggara,
Indonesia. J Prev Med Public Heal [Internet]. 2019 Jul 19;52(4):258–64. Available from:
https://doi.org/10.3961/jpmph.18.198
13. Solanke BL. Factors influencing contraceptive use and non-use among women of advanced reproductive
age in Nigeria. J Health Popul Nutr [Internet]. 2017 Jan 7;36(1):1. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28061805
14. Jurisman, Ariadi K. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Pemilihan Kontrasepsi diPuskesmas Padang Pasir
Padang. J Kesehat Andalas. 2016;5(1):191–5.
15. Safitri I. Pengaruh penggunaan alat kontrasepsi terhadap kelancaran produksi ASI di Desa Bendan,
Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. 2016;
16. Indarwati. Kajian Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Lama Ibu Menyusui di Sukoharjo. 2009;
17. Purwaningsih dan Rita S. Pengaruh Kontrasepsi Suntik Terhadap Pengeluaran ASI Eksklusif di BPS
Triparyati Kemalang Kemalang Kabupaten Klaten. J Involusi Kebidanan. 2011;1(1):9–19.
18. Yuliasari. Hubungan Penggunaan Kb Pil Kombinasi Dengan Produksi ASI Pada Ibu Menyusui di
Puskesmas Bernung Kabupaten Pesawaran Tahun 2014. J Holistik. 2014;9(4):183–6.
19. Scholichah. Hubungan Antara Perawatan Payudara Pada Ibu Post Partum Dengan Kelancaran Pengeluaran
ASI, Sinar Harapan. 2012;

96 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF

You might also like