Professional Documents
Culture Documents
Perpektif guru sekolah dasar terhadap Higher Order Tinking Skills (HOTS):
pemahaman, penerapan dan hambatan
Abstract
Higher Order Thinking Skills (HOTS) is a way of thinking that put forward the values of critical thinking and
creative so that it is considered capable of providing solutions in facing the challenges of the times. The
purpose of this research is to know and give an idea about the understanding of elementary school teacher in
HOTS. This research used survey research method and the research approach used is descriptive quantitative.
Instruments in the data collection using closed questionnaires that are distributed directly to the respondent.
Furthermore, data in this research is analyzed by quantitative descriptive data analysis technique. The results
of this study indicate that 91.43% of respondents understand the concept of HOTS and 8.57% of respondents
have not understood. As many as 85.71% of respondents think HOTS can be taught at the primary school
level, 11.43% think HOTS can not be taught and 2.86% of respondents answered do not know. 82.86% of
respondents have applied HOTS on learning activities and 17.14% of respondents have not applied. 79% of
respondents had difficulties in designing and implementing HOTS-based evaluation, 59% difficulties in the
delivery of learning materials, 45% difficulty in designing instructional media, 38% difficulty in designing
learning tools and 31% difficulty in the process of compiling teaching materials.
Key Words: Higher Order Skills Thinking (HOTS), Teachers, Elementery Schools.
Abstrak
Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan cara berfikir yang mengedepankan nilai-nilai berfikir kritis
dan kreatif sehingga dipandang mampu memberikan solusi dalam menghadapi tantangan perkembangan
zaman. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang pemahaman
guru kelas Sekolah Dasar (SD) terhadap HOTS. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey
sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskritptif kuantitatif. Instrumen dalam
pengambilan data menggunakan kuisioner/ angket tertutup yang dibagikan langsung kepada responden.
Selanjutnya, data dalam penlitian ini dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kuantitatif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa 91,43% responden memahami konsep dari HOTS dan 8,57% responden
belum memahami. Sebesar 85,71% responden berpendapat HOTS bisa diajarkan pada tingkat sekolah dasar,
11,43% berpendapat HOTS belum bisa diajarkan dan 2,86% responden menjawab tidak tahu. 82,86%
responden sudah menerapkan HOTS pada kegiatan pembelajaran dan 17,14% responden belum menerapkan.
Sebesar 79% responden kesulitan dalam merancang dan menerapkan evaluasi berbasiskan HOTS, 59%
kesulitan dalam penyampaian materi pembelajaran, 45% kesulitan dalam merancang media pembelajaran,
38% kesulitan dalam merancang perangkat pembelajaran dan sebesar 31% kesulitan dalam proses
penyusunan bahan ajar.
Kata kunci: Higher Order Skills Thinking (HOTS), Guru, Sekolah Dasar
Histori artikel : disubmit pada 30 Mei 2018; direvisi pada 02 Juni 2018; diterima pada 16 Juni 2018
78
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 77
siswa akan terbiasa berpikir kritis dan mencapai HOTS pada peserta didik. Dari
kreatif baik dalam pengambilan sisi teknis pembelajaran di kelas, untuk
keputusan dan pemecahan masalah yang mencapai HOTS dapat dilakukan
berkaitan dengan menganalisis, minimal dengan beberapa cara salah
mengevaluasi dan mencipta (Anderson & satunya dengan memberikan beberapa
Krathwohl, 2001). motivasi yang dapat dilakukan guru di
Untuk mencapai tujuan dalam kelas (Conklin & Manfro, 2010: 18).
pembentukan HOTS pada peserta didik, Motivasi-motivasi tersebut dapat berupa :
maka diperlukan suatu proses 1) membuka dan mengakhiri pelajaran
pembelajaran yang harus mengakomodir dengan pertanyaan– pertanyaan yang
perkembangan HOTS. Pembelajaran mengarah pada keterampilan berpikir
yang aktif, berpusat pada siswa, tingkat tinggi, 2) menempatkan aktivitas
pembentukan rasa ingin tahu (keinginan brainstorming pada pertengahan pelajaran
bertanya) dan penilaian yang berdasar untuk mendorong siswa menemukan ide
pada HOTS merupakan salah satu cara dan berpikir kreatif, 3) memberikan tugas
untuk pencapaian peserta didik ke HOTS berbasis open ended sebagai pekerjaan
(Boaler & Staples, 2008; Franco, Sztajn, rumah untuk mengetahui kreativitas dan
& Ortigao, 2007). Penekanan utama pemahaman mereka terhadap pelajaran
dalam kegiatan pembelajaran guna yang sudah dipelajari (Hidayati, 2018).
membentuk HOTS adalah pada prose Penerapan kurikulum 2013 pada
pembelajaran Student Center Learning tingkat dasar sampai menengah
(SCL). Peserta didik yang mengikuti merupakan upaya dalam meningkatkan
kegiatan pembelajaran dengan model kualitas output dan outcome pendidikan
SCL dan mendapatkan tantangan- di Indonesia. Kurikulum 2013 sebagai
tantangan selama mereka belajar terbukti sarana dalam pencapaian HOTS sejak
menunjukkan pertumbuhan otan 25% tingkatan Sekolah dasar (SD) merupakan
lebih cepat dibandingkan dengan yang upaya yang sangat bagus dalam
tidak mendapatkan perlakuan tersebut meningkatkan kualitas berfikir siswa
(Jakobs, 1993; Conklin & Manfro, 2012). sedini mungkin. Melatih peserta didik
Pembelajaran untuk mencapai agar pada tingkatan HOTS juga akan
HOTS memerlukan sinergi yang kuat lebih baik jika dimulai sejak bangku
antara seluruh pelaku pendidikan. sekolah dasar. Berdasarkan teori
Dimulai dari kurikulum sebagai perkembangan, siswa sekolah dasar
fundamen dasar kegiatan pendidikan sudah mampu untuk mulai dikenalkan
harus diterapkan secara koprehensif dan dengan model-model pembelajaran yang
kontekstual. Kurikulum beserta merangsang untuk mencapai HOTS.
komponen-komponen dibawahnya Dengan modal fundamen dasar
termasuk pelaku utama yaitu guru pendidikan yang sudah mulai dirintis
dituntut untuk terus berupaya berupa kurikulum 2013, pelaksanaan
mengembangkan keahlian dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan HOTS
pembelajaran agar peserta didik pada siswa SD sebenarnya sudah berada
mencapai tingkatan HOTS. Di Indonesia pada jalur yang benar. Namun, beberapa
sendiri, diterapkannya kurikulum 2013 hambatan sampai saat ini masih banyak
sebenarnya merupakan fondasi kuat guna dijumpai baik dari sisi penerapan
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 79
Gambar 5. Kendala yang dihadapi dalam penerapan kegiatan pembelajaran berbasiskan HOTS
responden belum menerapkan. Dari Boaler, J., & Staples, M. (2008). Creating
82,86% responden yang sudah mathematical futures through an
menerakan HOTS dalam pembelajaran, equitable teaching approach: The
case of Railside School. Teachers
sebanyak 100% sudah menanamkan
College Record, 110(3), 608-645.
nilai-nilai HOTS pada level perencanaan
pembelajaran, sedangkan sebanyak 62% Chini JC, Carmichael A, Rebello NS,
Puntambekar S (2009). Does the
pada pelaksanaan pembelajaran dan 28%
Teaching Learning Interview
resonden pada keigiatan evaluasi. Pada Provide an Accurate Snapshot of
responden yang telah menerapkan HOTS Classroom Learning?.
dalam kegiatan pembelajaran, sebesar Proceedings of the 2009 Physics
79% mengalami kesulitan dalam Education Research Conference,
merancang dan menerapkan evaluasi AIP Publications, July 29-30.
berbasiskan HOTS. Selanjutnya 59% Conklin, W & Manfro, J. 2010. Higher
responden kesulitan dalam penyampaian order thinking skills to develop
materi pembelajaran, kemudian sebesar 21st century learners. Shell
45% responden kesulitan dalam Education Publishing, Inc.
Huntington.
merancang media pembelajaran,
selanjutnya sebesar 38% menjawab Fearon DD, Copeland D, Saxon TF
kesulitan dalam merancang perangkat (2013). The Relationship Between
Parenting Styles and Creativity in
pembelajaran dan sisanya sebesar 31%
a Sample of Jamaican Children.
menjawab kesulitan dalam proses Creativity Res. J. 25(1): 119-
penyusunan bahan ajar berbasiskan 128.
HOTS.
Fischer C, Bol L, Pribesh S (2011). An
Investigation of Higher-Order
DAFTAR RUJUKAN
Thinking Skills in Smaller
Ahmad, S. (2014). Problematika Learning Community Social
kurikulum 2013 dan Studies Classrooms. Am.
kepemimpinan instruksional Secondary Educ. 39(2):5-25.
kepala sekolah. Jurnal
Pencerahan, 8(2). Franco, C., Sztajn, P., & Ortigão, M. I. R.
(2007). Mathematics teachers,
Anderson LW, Krathwohl, DR (2001). A reform, and equity: results from
taxonomy for learning, teaching, the Brazilian National
and assessing: A revision of Assessment. Journal for Research
Bloom’s taxonomy of educational in Mathematics Education, 393-
objectives. New York: Addison 419.
Wesley Logman.
Forehand, M. (2010). Bloom’s taxonomy.
Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Emerging perspectives on
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. learning, teaching, and
Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of technology. Retrieved from
educational objectives, Handbook http://projects.coe.uga.edu/epltt/in
I: The cognitive domain. New dex.php?title=Bloom%27s_Taxon
York, NY: McKay. o my.
Brookhart, S. M. (2010). How to assess Hidayati, A. U. (2018). Melatih
higher-order thinking skills in Keterampilan Berpikir Tingkat
your classroom. ASCD. Tinggi Dalam Pembelajaran
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 86