You are on page 1of 12

Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran

Volume 8(1) 78 – 87 Juni 2018


Copyright ©2018 Universitas PGRI Madiun
ISSN: 2088-5350 (Print) / ISSN: 2528-5173 (Online)
Available at: http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/PE
Doi: 10.25273/pe.v8i1.2560

Perpektif guru sekolah dasar terhadap Higher Order Tinking Skills (HOTS):
pemahaman, penerapan dan hambatan

Subroto Rapih1, Sutaryadi2


1
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
1
email: Subrotorapih_89@staff.uns.ac.id
2
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
2
email: sutaryadi@staff.uns.ac.id

Abstract
Higher Order Thinking Skills (HOTS) is a way of thinking that put forward the values of critical thinking and
creative so that it is considered capable of providing solutions in facing the challenges of the times. The
purpose of this research is to know and give an idea about the understanding of elementary school teacher in
HOTS. This research used survey research method and the research approach used is descriptive quantitative.
Instruments in the data collection using closed questionnaires that are distributed directly to the respondent.
Furthermore, data in this research is analyzed by quantitative descriptive data analysis technique. The results
of this study indicate that 91.43% of respondents understand the concept of HOTS and 8.57% of respondents
have not understood. As many as 85.71% of respondents think HOTS can be taught at the primary school
level, 11.43% think HOTS can not be taught and 2.86% of respondents answered do not know. 82.86% of
respondents have applied HOTS on learning activities and 17.14% of respondents have not applied. 79% of
respondents had difficulties in designing and implementing HOTS-based evaluation, 59% difficulties in the
delivery of learning materials, 45% difficulty in designing instructional media, 38% difficulty in designing
learning tools and 31% difficulty in the process of compiling teaching materials.

Key Words: Higher Order Skills Thinking (HOTS), Teachers, Elementery Schools.

Abstrak
Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan cara berfikir yang mengedepankan nilai-nilai berfikir kritis
dan kreatif sehingga dipandang mampu memberikan solusi dalam menghadapi tantangan perkembangan
zaman. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang pemahaman
guru kelas Sekolah Dasar (SD) terhadap HOTS. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey
sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskritptif kuantitatif. Instrumen dalam
pengambilan data menggunakan kuisioner/ angket tertutup yang dibagikan langsung kepada responden.
Selanjutnya, data dalam penlitian ini dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kuantitatif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa 91,43% responden memahami konsep dari HOTS dan 8,57% responden
belum memahami. Sebesar 85,71% responden berpendapat HOTS bisa diajarkan pada tingkat sekolah dasar,
11,43% berpendapat HOTS belum bisa diajarkan dan 2,86% responden menjawab tidak tahu. 82,86%
responden sudah menerapkan HOTS pada kegiatan pembelajaran dan 17,14% responden belum menerapkan.
Sebesar 79% responden kesulitan dalam merancang dan menerapkan evaluasi berbasiskan HOTS, 59%
kesulitan dalam penyampaian materi pembelajaran, 45% kesulitan dalam merancang media pembelajaran,
38% kesulitan dalam merancang perangkat pembelajaran dan sebesar 31% kesulitan dalam proses
penyusunan bahan ajar.

Kata kunci: Higher Order Skills Thinking (HOTS), Guru, Sekolah Dasar

Histori artikel : disubmit pada 30 Mei 2018; direvisi pada 02 Juni 2018; diterima pada 16 Juni 2018

78
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 77

A. PEDAHULUAN (Evaluated) dan mencipta (Created).


Perkembangan ilmu pengetahuan Sehingga daya nalar dan daya kritis
dan teknologi menuntut adaptasi yang berfikir siswa sangat dibutuhkan dalam
baik dalam dunia pendidikan. Dunia HOTS. Keterampilan-keterampilan
pendidikan sebagai sarana dalam tersebut yang menjadi inti dalam HOTS
pengembangan ilmu pengetahuan dan merupakan modal utama peserta didik
teknologi harus terus berkembang dan dalam menjalani kehidupan. Konsep
berproses seuai dengan perkembangan HOTS telah mengalami beberapa
zaman. Standar-standar dalam output pengembangan dan faktor-faktor yang
maupun outcome pendidikan juga terus berkontribusi terhadap pengembangan
mengalami peningkatan seiring dengan HOTS pada peserta didik telah menjadi
perubahan dan tuntutan zaman. Salah bahan kajian selama beberapa tahun
satu isu terkini dalam dunia pendidikan terakhir (Noble & Powell, 1995;
modern adalah pembentukan Higher Rajendran, 2001; O’Tuel & Bullard,
Order Skills Thinking (HOTS) bagi 2001; Marshall, Robert & Horton, 2011;
peserta didik. Magno, 2011; Fischer, Bol & Pribesh,
HOTS merupakan suatu tigkat 2011; Kondak & Ayden, 2013).
berfikir yang menekankan pada Berdasarkan beberapa kajian dan
penerapan pengetahuan yang telah penelitian, faktor-faktor yang
diterima, penelaran reflkesi, pemecahan mempengaruhi HOTS antara lain:
masalah, pengambilan keputusan dan lingkungan kelas, karakteristik keluarga,
selanjutnya merumuskan pada suatu hal karakteristik psikologis, dan kecerdasan
yang baru (Sulaiman, Muniyan, (Horan, 2007; Silvia, 2008; Pannells &
Madhvan, Hasan & Rahim, 2017; Claxton, 2008; Lim & Smith, 2008;
Widodo, 2013; Brookhart, 2010; King, Chini, Charmichael, Robello &
Goodson & Rohani, 2006). HOTS Puntambekar, 2009; Pascarella, Wang,
merupakan suatu keahlian dalam berfikir Trolian & Blaich, 2013; Fearon,
yang mencakup hal-hal di atas. Peserta Copeland & Saxon, 2013; Lather, Jain &
didik yang mnecapai level HOTS akan Shukla, 2014).
mampu menerapkan pengetahuan secara Urgensi dari HOTS menjadi
kreatif dan kritis sehingga suatu semakin kuat ketika The Partnership 21st
pengetahuan akan terus di proses dan century skills (2011) merumuskan
akhirnya akan mneghasilkan suatu kerangka kerja pembelajaran abad 21.
pemecahan masalah. Dalam kerangka kerja tersebut, konten
Konsep HOTS berasal dari teori akadmik yang berupa 3rs (Writing,
taksonomi Bloom (1956) dalam ranah reading dan aritmethics) dan 4cs (berfikir
kognitif yang melibatkan perkembangan kritis, pemecahan masalah, kolaborasi
keterampilan intelektual dan secara dan kreativitas dan innovasi) merupakan
bertahap berkembangan dari cara berfikir hal sangat penting dalam kegiatan
konkret ke abstrak (Forehand, 2010; pembelajaran di abad 21. Jika merujuk
Pappas, Pierakos & Nagel, 2012). Dalam dalam kerangka kerja tersebut, maka
HOTS, peserta didik diharuskan HOTS merupakan jawaban dalam
mneguasi suatu pengetahuan dalam level menjawab tantangan dalam pembelajaran
menganalisis (Analyze), mengevaluasi abad 21. Disamping itu, dengan HOTS
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 78

siswa akan terbiasa berpikir kritis dan mencapai HOTS pada peserta didik. Dari
kreatif baik dalam pengambilan sisi teknis pembelajaran di kelas, untuk
keputusan dan pemecahan masalah yang mencapai HOTS dapat dilakukan
berkaitan dengan menganalisis, minimal dengan beberapa cara salah
mengevaluasi dan mencipta (Anderson & satunya dengan memberikan beberapa
Krathwohl, 2001). motivasi yang dapat dilakukan guru di
Untuk mencapai tujuan dalam kelas (Conklin & Manfro, 2010: 18).
pembentukan HOTS pada peserta didik, Motivasi-motivasi tersebut dapat berupa :
maka diperlukan suatu proses 1) membuka dan mengakhiri pelajaran
pembelajaran yang harus mengakomodir dengan pertanyaan– pertanyaan yang
perkembangan HOTS. Pembelajaran mengarah pada keterampilan berpikir
yang aktif, berpusat pada siswa, tingkat tinggi, 2) menempatkan aktivitas
pembentukan rasa ingin tahu (keinginan brainstorming pada pertengahan pelajaran
bertanya) dan penilaian yang berdasar untuk mendorong siswa menemukan ide
pada HOTS merupakan salah satu cara dan berpikir kreatif, 3) memberikan tugas
untuk pencapaian peserta didik ke HOTS berbasis open ended sebagai pekerjaan
(Boaler & Staples, 2008; Franco, Sztajn, rumah untuk mengetahui kreativitas dan
& Ortigao, 2007). Penekanan utama pemahaman mereka terhadap pelajaran
dalam kegiatan pembelajaran guna yang sudah dipelajari (Hidayati, 2018).
membentuk HOTS adalah pada prose Penerapan kurikulum 2013 pada
pembelajaran Student Center Learning tingkat dasar sampai menengah
(SCL). Peserta didik yang mengikuti merupakan upaya dalam meningkatkan
kegiatan pembelajaran dengan model kualitas output dan outcome pendidikan
SCL dan mendapatkan tantangan- di Indonesia. Kurikulum 2013 sebagai
tantangan selama mereka belajar terbukti sarana dalam pencapaian HOTS sejak
menunjukkan pertumbuhan otan 25% tingkatan Sekolah dasar (SD) merupakan
lebih cepat dibandingkan dengan yang upaya yang sangat bagus dalam
tidak mendapatkan perlakuan tersebut meningkatkan kualitas berfikir siswa
(Jakobs, 1993; Conklin & Manfro, 2012). sedini mungkin. Melatih peserta didik
Pembelajaran untuk mencapai agar pada tingkatan HOTS juga akan
HOTS memerlukan sinergi yang kuat lebih baik jika dimulai sejak bangku
antara seluruh pelaku pendidikan. sekolah dasar. Berdasarkan teori
Dimulai dari kurikulum sebagai perkembangan, siswa sekolah dasar
fundamen dasar kegiatan pendidikan sudah mampu untuk mulai dikenalkan
harus diterapkan secara koprehensif dan dengan model-model pembelajaran yang
kontekstual. Kurikulum beserta merangsang untuk mencapai HOTS.
komponen-komponen dibawahnya Dengan modal fundamen dasar
termasuk pelaku utama yaitu guru pendidikan yang sudah mulai dirintis
dituntut untuk terus berupaya berupa kurikulum 2013, pelaksanaan
mengembangkan keahlian dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan HOTS
pembelajaran agar peserta didik pada siswa SD sebenarnya sudah berada
mencapai tingkatan HOTS. Di Indonesia pada jalur yang benar. Namun, beberapa
sendiri, diterapkannya kurikulum 2013 hambatan sampai saat ini masih banyak
sebenarnya merupakan fondasi kuat guna dijumpai baik dari sisi penerapan
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 79

kurikulum maupun dari sisi pembelajaran bahan masukan dalam perumusan


dalam perpektif HOTS. Lemahnya kebijakan terutama dalam pengembangan
implementasi kurikulum 2013 yang kompetensi guru.
disebabkan berbagai faktor menjadikan
hasil produk dari kurikulum tersebut B. METODE PENELITIAN
sampai saat ini belum optimal. Penelitian ini menggunakan metode
Penelitian-penelitian mengenai penelitian survey sedangkan pendekatan
problematika implementasi kurikulum penelitian yang digunakan adalah
2013 secara garis besar mendapatkan deskritptif kuantitatif. Azwar (2009)
hasil yang sejalan. Berdasarkan hasil mendefinsikan penelitian deskriptif
penelitian, permasalahan implementasi sebagai suatu peneitian yang melakukan
kurikulum 2013 ada pada 3 ranah yaitu analisis hanya sampai pada taraf
ranah pemerintah, ranah institusi deskripsi, yaitu menganalisis dan
(sekolah) dan ranah guru (Ahmad, 2014; menyajikan fakta secara sistematik
Krissandi & Rusmawan, 2015; Wahyudi sehingga dapat lebih mudah untuk
& Chamdani 2017). Pada ranah guru difahami dan disimpulkan.
kendalam implementasi kurikulum 2013 Instrumen dalam pengambilan data
secara garis besar meliputi kurang menggunakan kuisioner/ angket tertutup
efektifnya pelatihan guru, pemahaman yang dibagikan langsung kepada
tentang konsep dan prosedur penilaian, responden. Angket terdiri dari 25 item
pembuatan media pembelajaran, pertanyaan. Selanjutnya, data dalam
pemahaman guru, pemaduan antarmuatan penlitian ini dianalisis dengan teknik
pelajaran dalam pembelajaran tematik, analisis data deskriptif kuantitatif.
dan penguasan teknologi informasi Populasi dalam penelitian adalah
(Ahmad, 2014; Krissandi & Rusmawan, seluruh guru tetap baik yang bersetatus
2015; Wahyudi & Chamdani 2017). Pegawai Negeri Sipil (PNS) ataupun
Kunci untuk mencapai tingkatan Guru Tetap Yayasan (GTY) Sekolah
HOTS adalah dalam pembelajaran dasar (SD) negeri dan swasta di eks
sehingga guru mempunyai peran yang karisidenan Surakarta yang meliputi Kota
sangat penting dalam upaya menjadikan Surakarta, Kabupaten Sukoharjo,
siswa mampu berada pada level HOTS. Kabupaten Boyolali, Kabupaten
Sampai saat ini permasalahan utama yaitu Wonogiri, Kabupaten Klaten, Kabupaten
guru belum mengetahui bagaimana cara Karanganyar dan Kabupaten Sragen.
mengajarkan pembelajaran yang menuju Teknik pengambilan sampel
HOTS (Hidayati, 2018). Tujuan dari menggunakan teknik purposive sampling
penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan sehingga didapatkan sampel sejumlah 35
memberikan gambaran tentang guru yang mewaili masing-masing
pemahaman guru kelas Sekolah Dasar Kabupaten/ Kota (Masing-masing
terhadap HOTS. Selain itu, penelitian ini Kabupaten/ Kota sebanyak 5 guru). Asal
juga mencoba untuk memberikan sekolah dari masing-masing sampel
gambaran tentang pembelajaran yang diambil secara acak dan tidak
dilakukan oleh guru kelas SD guna memandang status baik itu sekolah negeri
mencapai tingkatan HOTS. Hasil atau swasta.
penelitian ini diharapkan akan menjadi
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 80

C. HASIL DAN PEMBAHASAN dari angket yang telah terkumpul,


Hasil penelitian ini merupakan hasil mayoritas reponden sudah mnegajar
pengolahan data angket yang telah selama lebih dari 15 tahun yaitu
dibagikan dan diisi oleh responden. Total sebesar 37% dan berturut-turut telah
ada 35 angket yang dibagikan dan mengajar selama 11-15 tahun sebesar
keseluruhan angket berhasil dikumpulkan 34%, telah mengajar selama 6-10
dan telah diisi oleh responden. tahun sebesar 23% dan terakhir telah
1. Karakteristik responden mengajar selama 1-5 tahun sebesar
Karakteristik responden secara 6%. Data tersebut menunjukkan
lengkap data dilihat pada tabel di bahwa mayoritas guru adalah guru
bawah ini: senior dengan pengalaman mengajar
Tabel 1. Karakteristik Responden lebih dari 15 tahun.
N Data responden Jumlah Persenta Pendidikan terakhir responden
o. se
1. Jenis Kelamin mayoritas adalah berijazah sarjana
Laki-laki 14 40% (S1) sebesar 83% dan sisanya
Perempuan 21 60% berijazah s2 sebesar 17%. Sedangkan
Total 21 100%
2. Lama Mengajar untuk status responden, sebanyak
1 sampai 5 Tahun 2 5,71% 74% responden bersetatus sebagai
6 sampai 10 Guru Pegawai negeri Sipil (PNS) dan
tahun 8 22,86%
11 sampai 15 sisanya sebesar 26% bersetatus
Tahun 12 34,29% sebagai Guru Tetap Yayasan (GTY)
Lebih dari 15 sebesar 26%. Untuk status sertifikasi
Tahun 13 37,14%
Total 35 100% guru, sebanyak 80% responden telah
Pendidikan bersetatus sebagai guru bersertifikasi
3. Terakhir
dan sisanya sebesar 20% merupakan
S1 29 82,86%
S2 6 17,14% guru belum tersertifikasi.
S3 0 0%
Total 35 100% 2. Pemahaman tentang Higher Order
4. Status
PNS 26 74,29% Thinking Skills (HOTS)
GTY 9 25,71% Pada pertanyaan ini, responden
Total 35 100% diajukan pertanyaan tentang
Status sertifikasi
5. Guru pengetian dari konsep HOTS.
Tersertifikasi 28 80% Berdasarkan hasil angket yang
Belum terkumpul sebanyak 91,43%
tersertifikasi 7 20%
Total 35 100% mengetahui pengertian dari konsep
HOTS dan sisanya yaitu sebanyak
Berdasarkan tabel di atas, 8,57% tidak mengetahui pengertian
dapat dilihat bahwa responden dari konsep HOTS. Secara singkat
mayoritas adalah guru perempuan persentase jawaban dari pertanyaan
dengan persentase 60% dan sisanya ini dapat dilihat pada bagan di bawah
adalah guru laki-laki dengan ini:
persentase 40%. Responden
memiliki pengalaman mengajar
cukup beragam, berdasarkan data
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 81

Gambar 1. Pesentase pemahaman konsep HOTS.

Berdasarkan jawaban sebanyak 85,71% responden


responden dari item pertanyaan ini, berpendapat bahwa HOTS dapat
mayoritas responden (91,43%) atau dimulai diajarkan pada siswa sekolah
sebanyak 32 guru sudah memahami dasar, selanjutnya sebanyak 11,43%
konsep dari HOTS. Namun berpendapat bahwa HOTS belum
demikian, masih ditemukan bisa dimulai diajaran pada siswa
sebanyak 3 guru atau 8,57% sekolah dasar dan sisanya sebanyak
responden yang belum mengetahui 2,86% responden menjawab tidak
konsep dari HOTS. Walaupun kecil, tahu (Gambar 2).
namun hal ini sangat memerlukan Hal ini tentu merupakan
upaya serius guna memberikan temuan yang cukup penting dimana
pemahaman kepada guru mengenai mash terdapat guru yang
konsep HOTS karena jika tidak menganggap bahwa HOTS belum
mengetahui konsep bisa dipastikan bisa diajarkan pada siswa Sekolah
tidak akan bisa menerapkan dasar. Berdasarkan penelitian yang
pembelajaran berbasiskan HOTS. dilakukan oleh Usmaedi (2017)
Hal ini sejalan dengan penelitian HOTS seharusnya sudah mulai
yang dilakukan oleh Syaodih & diajarkan dan dilatih sedini mungkin.
Handayani (2014) dimana masih HOTS merupakan suatu kemmapuan
terdapat guru yang masih berfikir yang mneyesuaikan
kebingungan dalam penerapan tingkatan kognitif seseorang. Siswa
pembelajaran berbasiskan HOTS. pada usia sekolah dasar tentunya
wajib mulai dikenalkan dengan
3. Pemahaman HOTS untuk diajarkan HOTS sesuai dengan perkembangan
pada siswa Sekolah Dasar (SD) kognitif di usia tersebut. Dengan
Pertanyaan ini ditujukan demikan HOTS akan terus
kepada responden untuk mengetai berkembang seiring dengan
sudut pandang responden tentang perkembangan kognitif siswa.
apakah HOTS dapat diajarkan pada
siswa Sekolah dasar (SD).
Berdasarkan jawaban responden
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 82

Gambar 2. Pendapat responden tentang HOTS pada siswa Sekolah dasar

4. Penerapan pembelajaran berbasiskan ketika lulus. Disamping itu, dari


HOTS ranking Program For International
Pada item pertanyaan ini, Students Assesment (PISA) terlihat
responden diberikan pertanyaan kemampuan berfikir tingkat tinggi
mengenai implementasi HOTS siswa Indonesia menempati posisi
dalam pembelajaran. Yang dimaksud rendah dibandingkan dengan negara
implementasi dalam pertanyaan ini lain. Dengan demikian masih perlu
tidak difokuskan dalam bagian evaluasi dan pendalam yang lebih
tertentu, namun mencakup pada jauh tentang bentuk dan cara
kegiatan perencanaan, penerapan dan penerapan pembelajaran berbasiskan
evaluasi pembelajaran. Walaupun HOT yang telah dilakukan oleh guru.
responden hanya menerapkan pada Dari atau 82,86% responden
salah satu kegiatan maka hal tersebut yang menjawab sudah menerapkan
tetap dianggap sudah melaksanan. pembelajaran berbasiskan HOTS,
Berdasarkan jawaban yang diberikan diberikan pertanyaan lebih lanjut
responden, sebanyak 82,86% atau mengenai pada kegiatan apa yang
sebanyak 29 responden menjawab sudah berbasiskan HOTS. Terdapat 3
sudah menerapkan pembelajaran pilihan jawaban yaitu persiapan/
berbasiskan HOTS dan sisanya perencanaan, pelaksanaan dan
sebanyak 17,14% atau 6 responden evaluasi. Pada pertanyaan lanjutan
belum menerapkan pembelajaran ini, keseluruhan responden atau
berbasiskan HOTS dalam kegiatan sebanyak 100% sudah menanamkan
apapun (Gambar 3). nilai-nilai HOTS pada level
Temuan ini sebenarnya perencanaan pembelajaran,
memberikan harapan yang bagus sedangkan sebanyak 62% responden
dimana mayoritas guru sudah mulai hanya menerapkan pembelajaran
menerapkan nilai-nilai HOT dalam berbasiskan HOTS pada pelaksanaan
kegiatan pembelajaran. Namun hal pembelajaran dan sebanyak 28%
ini tidak sejalan dengan temuan resonden mengaku menerapkan
dilapangan bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran berbasiskan
siswa yang belum memiliki HOTS
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 83

HOTS pada keigiatan evaluasi dalam implementasi nilai-nilai HOT.


(Gambar 4). Sedangkan jenis kegiatan yang
Keseluruhan responden paling rendah dalam penerapan nilai-
mengaku sudah menerapkan nilai- nilai HOT ada pada kegiatan
nilai HOT dalam perencanaan evaluasi. Hal ini sejalan dengan
pembelajaran. Pada tahapan penelitian-penelitian sebelumnya
perencanaan yaitu penyusunan bawa evaluasi merupakan salah satu
perangkat pembelajaran merupakan kegiatan yang belum optimal dalam
jenis kegiatan yang paling mudah implementasi HOT.

Gambar 3. Penerapan HOTS dalam Gambar 4. Jenis kegiatan pembelajaran yang


pembelajaran menerapkan HOTS

5. Kendala dalam penerapan kegiatan pembelajaran untuk menunjang


pembelajaran berbasiskan HOTS kegiatan pembelajaran berbasiskan
Sebanyak 29 atau 83% yang HOTS, selanjutnya sebanyak 11 dari
telah menerapkan kegiatan 29 responden atau sebesar 38%
pembelajaran berbasiskan HOTS, menjawab kesulitan dalam
diberikan pertanyaan lanjutan yang merancang perangkat pembelajaran
menanyakan hambatan atau kendala berbasiskan HOTS dan sisanya
yang dihadapi dalam menerapkan sebanyak 9 dari 29 responden atau
kegiaten pembelajaran berbasiskan sebesar 31% menjawab kesulitan
HOTS. Berdasrakan jawaban yang dalam proses penyusunan bahan ajar
diberikan responden, sebanyak 23 berbasiskan HOTS (Gambar 5).
dari 29 responden atau 79% Jawaban yang diberikan
menjawab mengalami kesulitan responden ini sejalan dengan data
dalam merancang dan menerapkan sebelumnya yaitu kesulitan utama
evaluasi berbasiskan HOTS. yang dihadapi responden adalah
Selanjutnya sebanyak 17 dari 29 dalam merancang evaluasi
responden atau 59% responden selanjutnya pada penyampaian
manjawab kesulitan dalam materi menempati peringkat kedua
penyampaian materi pembelajaran sebagai faktor penghambat guru
berbasiskan HOTS, kemudian dalam penerapan nilai-nilai HOT
sebanyak 13 dari 29 responden atau pada kegiatan pembelajaran. Temuan
sebesar 45% responden menjawab ini memberikan masukan yang
kesulitan dalam merancang media sangat berguna bagi peneliti lain
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 84

ataupun pemangku kepentingan mampu menanamkan nilai-nilai HOT


dalam penyusunan kegiatan-kegiatan dalam setiap kegiatan pembelajaran.
peningkatan kompetensi guru agar

Gambar 5. Kendala yang dihadapi dalam penerapan kegiatan pembelajaran berbasiskan HOTS

Kendala pengimplementasian disebut problem tak lengkap. Tujuan


HOTS dalam kegiatan pembelajaran utama siswa diberikan masalah terbuka
mayoritas pada kegiatan merancang adalah siswa lebih ditekankan pada cara
evaluasi. Evaluasi yang dapat mnegukur bagaimana sampai pada suatu jawaban.
sekaligus mengembangkan HOTS pada (Hidayati, 2017). Dengan demikian,
siswa haruslah disusun dengan siswa akan terlatih untuk berfikir
mengedepankan nilai-nilai dalam HOTS multiperspektif dan non rutin sehingga
itu sendiri. Kesulitan guru dalam berdampak pada kemampuan berfikir
penyususnan evaluasi dengan siswa yang semakin meningkat.
mengedepankan nilai-nilai HOTS juga
ditemukan dalam penelitian yang D. SIMPULAN
dilakukan oleh Hidayati (2017). Selain Hasil penelitian ini menunjukkan
itu, Gurupun ternyata juga mengalami bahwa 91,43% responden telah
kesulitan dalam mengajarkan bagaimana memahami konsep dari HOTS dan masih
cara menyelesaikan masalah dengan baik terdapat sebesar 8,57% responden yang
(Suherman, Turmudi & Rohayati, belum memahami konsep dari HOTS.
2003:92). Untuk menanamkan nilai-nilai Sebanyak 85,71% responden berpendapat
HOTS dalam evaluasi, salah satu strategi bahwa HOTS sudah bisa diajarkan pada
yang bisa dilakukan adalah dengan tingkat sekolah dasar, selanjutnya
menyusun soal-soal yang bersifat non sebanyak 11,43% berpendapat bahwa
rutin atau open ended problem (soal HOTS belum bisa diajarkan pada siswa
terbuka). Menurut Suherman, Turmudi & sekolah dasar dan sisanya yaitu sebanyak
Rohayati (2003: 123) soal terbuka atau 2,86% responden menjawab tidak tahu.
open ended adalah soal yang berbasiskan Sebanyak 82,86% responden sudah
permasalahan yang diformulasikan menerapkan HOTS pada kegiatan
memiliki multi jawaban yang benar atau pembelajaran dan sebanyak 17,14%
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 85

responden belum menerapkan. Dari Boaler, J., & Staples, M. (2008). Creating
82,86% responden yang sudah mathematical futures through an
menerakan HOTS dalam pembelajaran, equitable teaching approach: The
case of Railside School. Teachers
sebanyak 100% sudah menanamkan
College Record, 110(3), 608-645.
nilai-nilai HOTS pada level perencanaan
pembelajaran, sedangkan sebanyak 62% Chini JC, Carmichael A, Rebello NS,
Puntambekar S (2009). Does the
pada pelaksanaan pembelajaran dan 28%
Teaching Learning Interview
resonden pada keigiatan evaluasi. Pada Provide an Accurate Snapshot of
responden yang telah menerapkan HOTS Classroom Learning?.
dalam kegiatan pembelajaran, sebesar Proceedings of the 2009 Physics
79% mengalami kesulitan dalam Education Research Conference,
merancang dan menerapkan evaluasi AIP Publications, July 29-30.
berbasiskan HOTS. Selanjutnya 59% Conklin, W & Manfro, J. 2010. Higher
responden kesulitan dalam penyampaian order thinking skills to develop
materi pembelajaran, kemudian sebesar 21st century learners. Shell
45% responden kesulitan dalam Education Publishing, Inc.
Huntington.
merancang media pembelajaran,
selanjutnya sebesar 38% menjawab Fearon DD, Copeland D, Saxon TF
kesulitan dalam merancang perangkat (2013). The Relationship Between
Parenting Styles and Creativity in
pembelajaran dan sisanya sebesar 31%
a Sample of Jamaican Children.
menjawab kesulitan dalam proses Creativity Res. J. 25(1): 119-
penyusunan bahan ajar berbasiskan 128.

HOTS.
Fischer C, Bol L, Pribesh S (2011). An
Investigation of Higher-Order
DAFTAR RUJUKAN
Thinking Skills in Smaller
Ahmad, S. (2014). Problematika Learning Community Social
kurikulum 2013 dan Studies Classrooms. Am.
kepemimpinan instruksional Secondary Educ. 39(2):5-25.

kepala sekolah. Jurnal
Pencerahan, 8(2). Franco, C., Sztajn, P., & Ortigão, M. I. R.
(2007). Mathematics teachers,
Anderson LW, Krathwohl, DR (2001). A reform, and equity: results from
taxonomy for learning, teaching, the Brazilian National
and assessing: A revision of Assessment. Journal for Research
Bloom’s taxonomy of educational in Mathematics Education, 393-
objectives. New York: Addison 419.
Wesley Logman.
Forehand, M. (2010). Bloom’s taxonomy.
Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Emerging perspectives on
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. learning, teaching, and
Bloom, B. S. (1956). Taxonomy of technology. Retrieved from
educational objectives, Handbook http://projects.coe.uga.edu/epltt/in
I: The cognitive domain. New dex.php?title=Bloom%27s_Taxon
York, NY: McKay. o my.
Brookhart, S. M. (2010). How to assess Hidayati, A. U. (2018). Melatih
higher-order thinking skills in Keterampilan Berpikir Tingkat
your classroom. ASCD. Tinggi Dalam Pembelajaran
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 86

Matematika Pada Siswa Sekolah development. Higher Educ.


Dasar. Terampil: Jurnal 66:569-583.
Pendidikan Dan Pembelajaran Magno C (2011). Assessing the
Dasar, 4(2), 143-156. Relationship of Scientific
Horan R (2007). The Relationship Thinking, Self- regulationin
Between Creativity and Research, and Creativity in a
Intelligence: A Combined Yogic- Measurement Model. Int. J. Res.
Scientific Approach. Creativity Rev. 6(1):22-47.

Res. J. 19(2–3): 179-202.
Marshall JC, Robert M, Horton RM
King, F.J, Goodson, L., & Rohani, F. (2011). The Relationship of
(2006), Higher Order Thinking Teacher Facilitated, Inquiry Based
Skills: Definition, Teaching Instruction to Student Higher-
Strategies, and Assesment, Order Thinking. School Science
London: A publication of the Edu- and Mathematics.

cational Services Program.
Noble J, Powell DA (1995).Factors
Krissandi, A. D. S., & Rusmawan, R. Influencing Differential
(2015). Kendala guru sekolah Achievement of Higher-order
dasar dalam implementasi Thinking Skills, as Measured by
Kurikulum 2013. Cakrawala PLAN. ACT Research Report
Pendidikan, (3). Series, 95-4.
Kondak EU, Ayden YC (2013). O’Tuel FS, Bullard RK (2001).
Predicting Critical Thinking Skills Developing Higher Order
of University Students through Thinking in the Content Areas K-
Meta cognitive Self-Regulation 12. USA, CA; Critical Thinking
Skills and Chemistry Self- Press and Software.
Efficacy. Educational Sciences:
Theory Pract. 13(1):666-670. Pappas, E., Pierrakos, O., & Nagel, R.
(2012). Using Bloom’s Taxonomy
Lather AS, Jain S, Shukla AD (2014). to teach sustainability in multiple
Student’s Creativity in Relation to contexts. Journal of Cleaner
Locus of Control: a Study of Production. doi:
Mysore University, India. Int. J. 10.1016/j.jclepro.2012.09.039.
Indian Psychol. 2(1): 146-165.
Rajendran N (2001). The Teaching of
Lim S, Smith J (2008). The Structural Higher-Order Thinking Skills in
Relationships of Parenting Style, Malaysia. J. Southeast Asian
Creative Personality, and Educ. 2(1):42-46.
Loneliness. Creativity Res. J.
20(4):412- 419. Suherman, Turmudi, Suryadi Rohayati.
2003. Strategi pembelajaran
Pannells TC, Claxton AF (2008). matematika Contemporer. UPI .
Happiness, Creative Ideation, and Bandung.
Locus of Control. Creativity Res.
J. 20(1): 67-71. Sulaiman, T., Muniyan, V., Madhvan, D.,
Hasan, R., Syrene, S., & Rahim,
Pascarella ET, Wang JS, Trolian TL, A. (2017). Implementation of
Blaich C (2013). How the Higher Order Thinking Skills in
instructional and learning Teaching Of Science: A Case
environments of liberal arts Study in Malaysia. International
colleges enhance cognitive Research Journal of Education
and Sciences (IRJES), 1.
Rapih, S. & Sutaryadi/Premiere Educandum 8(1) 2018 87

Syaodih, E & Handayani, H. (2014). Pendidikan Sekolah Dasar, 3(1),


Metode Pengembangan Higher 82-95.
Order Thinking Skills (Hots) Pada Wahyudi, w., & Chamdani, m. (2017).
Anak Usia Sekolah Mplementasi kurikulum 2013 di
Dasar. Pedagogik-Pendas, 456. sekolah dasar masalah dan
Usmaedi, U. (2017). Menggagas solusinya (studi kasus di
Pembelajaran HOTS Pada Anak kabupaten
Usia Sekolah Dasar. Jurnal kebumen). Dwijacendekia jurnal
riset pedagogik, 1(1).

You might also like