Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
SRIKIT LAHAMI
B300221036
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur merupakan salah satu gangguan
atau masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan
perubahan bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur
dapat terjadi di berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun
tulang itu sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada tulang
femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Fraktur
femur terbagi menjadi :
1) Fraktur batang femur
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara jenis-jenis
patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3
tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan.
2) Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras
seperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi
karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah
mengalami osteoporosis (Mansjoer, 2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1) Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul,
dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
2) Fraktur ekstrakapsular
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih
besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2008) terbagi menjadi:
1) Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur
ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan
dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
2) Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan
trauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokanter minor.
3) Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur.
Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter
mayor dan minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi
pada klien yang jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir.
Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen
proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat
kominutif terutama pada korteks bagian posteomedial.
4) Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan
biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian.
5) Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur
terjadi karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial
dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini.
Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
b. Klasifikasi Fraktur Secara Umum
1) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
d. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur
antara lain (Muttaqin, 2011):
1) Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2) Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.
f. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua
faktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur
fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari
kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan
kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik
yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP atau curah jantung menurunmaka
terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edema lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yangkemungkinan
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan
lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yangtelah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur
(Muttaqin, 2008), antara lain:
1) Fraktur leher femur
Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru,
pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien
fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran.
Apabila lokasi fraktur lebih ke proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis
avaskular lebih besar.
2) Fraktur diafisis femur
Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah
sebagai berikut:
a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat
tertutup.
b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan
kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat disertai
kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke
aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau
pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya
distraksi di tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.
Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi pada klien
dengan fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:
a) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa
mengalamiunion dalam empat bulan.
b) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.
c) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen.Mal
union juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga dipelukan
koreksi berupa osteotomi.
h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma,
danjenis fraktur.
2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi
mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).
i. Penatalaksanaan
1) Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada
tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada
pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotik
b) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit
mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati
dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang
tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi.
c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2) Fraktur femur tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan.
a. Fraktur diafisis femur, meliputi:
1. Terapi konservatif
2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan
terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
3. Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan
segmental.
4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur
secara klinis.
3) Terapi Operasi
1. Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal
femur
2. Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi
tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah
farktur diafisis.
3. Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif,
infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
1. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail- phorc dare
screw dengan berbagai tipe yang tersedia (Muttaqin, 2011).
Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)
Fraktur femur
Pembedahan Ansietas
Perubahan
Terputusnya kontinuitas jar.
Kerusakan integritas kulit
kapiler
Menekan saraf perasa nyeri
Nyeri akut
k. Asuhan Keperawatan Pada Fraktur Femur
Menurut (Wijaya dan mariza putri, 2013). Proses dalam keperawatan adalah
penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk
mengidentivikasi masalah, merencanakan secara sistematis, dan
melaksanakannya dengan cara mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. (wahid,
2013). a. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat,
agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit (MRS), dan diagnostik medis (muttaqin, 2008).
b. Pemeriksaan fisik
Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran
umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat merupakan tanda-
tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal
b) Secara sistemik
(1) Sistem integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
(3) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening
(4) Muka
Biasanya wajah tampak pucat, dan meringis
(5) Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
(6) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah pada
pendengaran.
(7) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan
cuping hidung
(8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
(9) Thoraks Inspeksi
Biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit pasien
yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Biasanya pergerakan sama atau simetris, fermitus terraba sama.
Perkusi
Biasanya suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainya.
Auskultasi
Biasanya suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(10) Jantung Inspeksi
Biasanya tidak tampak iktus kordis
Palpasi
Biasanya iktus kordis tidak teraba
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(11) Abdomen
Inspeksi
Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia.
Palpasi
Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba
Perkusi
Biasanya suara thympani
Auskultasi
Biasanya bising usus normal ± 20 kali/menit
2) Gambaran lokal
Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, palor, parestesia, pulse, pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskukuluskletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi
(2) penampakan kurang lebih besar uang logam. Diameternya bisa
sampai 5cm yang di dalamnya berisi bintik-bintik hitam. Cape
au lait itu bisa berbentuk seperti oval dan di dalamnya bewarna
coklat. Ada juga berbentuk daun dan warna coklatnya lebih
coklat dari kulit, di dalamnya juga terbentuk bintik-bintik dan
warnanya jauh lebih coklat lagi. Tanda ini biasanya ditemukan
di badan, pantat, dan kaki.
(3) Fistulae warna kemrahan atau kebiruan (livide) atau
hipergigmentasi.
(4) Benjolan pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(5) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
(6) Posisi jalan
b) Feel ( palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini
merupakan pemeriksaan memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah :
(1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban kult.
Capillary refill time Normal 2 detik.
(2) Apabila ada pembekakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan( tendernes), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan
yang terdapat dipermukaan atu melekat pada tulang. Selain itu
juga diperiksa status neurevaskuler. Apabila ada benjolan,
maka sifat benjolan perlu di deskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan tehadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(4) Move ( pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel , kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya.
Gerakan sendi di catat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik O (posisi netral) atau dalam ukuran
metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang di lihat adalah
gerakan aktif dan pasif (Wahid, 2013).
c. Pemeriksaan diagnostik 1) pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya super posisi. Hal
yang harus dibaca pada X-ray:
a) bayangan jarinagan lunak
b) tips tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khususnya
seperti:
a) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit difisualisasi. Pada kasusu ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah diruang tulang vetebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
d) Computed Tomografi-schanning: menggambarkan potongan secara
transfersal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang
yang rusak (Wahid, 2013).
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Kalsium serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahapan
penyembuhan tulang.
b) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
aspartat Amino transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang (Wahid, 2013).
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur testsensitivitas: Didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih di indikasikan bila terjdi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
dikibatkan faktor.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
e) Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (wahid,
2013).
4) Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara
terhadap pasien dengan fraktur femur yaitu :
1) Identitas pasien
a) Nama : Tn.N
b) Usia : 60 tahun
c) Suku : Bare’e
d) Pekerjaan : Swasta
e) Alamat : jl. Mawar
f) Jenis Kelamin : laki - Laki
2) Riwayat keperawatan
1. Riwayat perjalanan penyakit
2. Keluhan utama: klien datang ke RSUD Ampana untuk
pelayanan kesehatan : nyeri pada paha
3. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa
jam/menit yang lalu
4. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
5. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
6. Kehilangan fungsi
7. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
1. Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
2. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal,
terutama pada wanita
3. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
3) Pemeriksaan fisiK Mengidentifikasi tipe fraktur
a) Inspeksi daerah mana yang terkena
1. Deformitas yang nampak jelas
2. Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
3. Laserasi
4. Perubahan warna kulit
5. Kehilangan fungsi daerah yang cidera
b) Palpasi
1. Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
2. Krepitasi
3. Nadi, dingin
4. Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Rontgen
1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara
langsung
2. Mengetahui tempat dan tipe fraktur
b) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodik
c) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
b. Diagnosa keperawatan
1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
pada fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan
sekitar/fraktur
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan
2) Intra operasi
Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat
pembedahan
3) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
c. Perencanaan keperawatan
1) Pre operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan spasme 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik
otot dan kerusakan 3. Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, nyeri secara menyeluruh
sekunder pada Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan
fraktur 1. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor presipitasi intervensi selanjutnya
(tahu penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui
menggunakan tehnik ketidaknyamanan perkembangan respon
nonfarmakologi untuk 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri
mengurangi nyeri, mencari 4. Ajarkan tentang teknik non 3. Mengurangi peningkatan
bantuan) farmakologi nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang
berkurang dengan 6. Kolaborasikan dengan dokter jika dirasakan
menggunakan manajemen nyeri ada keluhan dan tindakan nyeri 5. Mengetahui keefektifan
3. Mampu mengenali nyeri tidak berhasil intervensi
(skala, intensitas, frekuensi dan 6. Pengobatan medis untuk
tanda nyeri) mengurangi nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan
berhubungan 2. Tingkat mobilitas 1. Ajarkan dan berikan 1. Pasien dapat termotivasi
dengan cedera 3. Perawatan diri: ADL doronganpada klien untuk untuk melakukan program
jaringan Kriteria Hasil : melakukan program latihan latihan
sekitar/fraktur 1. Klien meningkat dalam aktivitas secara rutin 2. Mencegah resiko cedera
fisik Latihan untuk ambulasi 3. Memudahkan pasien
2. Mengerti tujuan dari 1. Ajarkan teknik ambulasi & untuk melakukan
peningkatan mobilitas perpindahan yang aman kepada mobilisasi
3. Memverbalisasikan perasaan klien dan keluarga. 4. Pasien terus termotivasi
dalam meningkatkan kekuatan dan 2. Sediakan alat bantu untuk klien untuk tetap melakukan
kemampuan berpindah seperti kruk, kursi roda, dan ambulasi
4. Memperagakan penggunaan walker 5. Klien dan keluarga
alat Bantu untuk mobilisasi 3. Beri penguatan positif untuk memahami mobilisasi
(walker) berlatih mandiri dalam batasan dengan benar
yang aman. 6. Klien termotivasi untuk
Latihan mobilisasi dengan kursi memperkuat anggota
roda tubuh
1. Ajarkan pada klien & keluarga 7. Klien tidak akan
tentang cara pemakaian kursi roda mengalami kekakuan
& cara berpindah dari kursi roda sendi dan keluarga dapat
ke tempat tidur atau sebaliknya. membantu klien untuk
2. Dorong klien melakukan latihan mobilisasi
untuk memperkuat anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi
roda
3. Resiko tinggi NOC : NIC :
infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi 1. Untuk mencegah infeksi
berhubungan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah yang ditularkan olehpasien
dengan fraktur Kriteria Hasil : dipakai pasien lain lain
terbuka dan 1. Klien bebas dari tanda dan 2. Gunakan sabun antimikrobia 2. Memotong rantai infeksi
kerusakan jaringan gejala infeksi untuk cuci tangan 3. Memotong rantai infeksi
lunak 2. Menunjukkan kemampuan untuk 3. Cuci tangan setiap sebelum dan 4. Tenaga kesehatan dapat
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan mencegah infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas 4. Gunakan baju, sarung tangan nosokomial
normal sebagai alat pelindung 5. Resiko infeksi tidak
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 5. Pertahankan lingkungan aseptik terjadi
selama pemasangan alat 6. Diet makanan tinggi
6. Tingktkan intake nutrisi protein untuk
7. Berikan terapi antibiotik bila mempercepat
perlu penyembuhan luka
7. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi
4. Ansietas NOC NIC
berhubungan Kontrol ansietas Penurunan kecemasan 1. Kecemasan tidak
dengan prosedur Kriteria hasil: 1. Tenangkan klien meningkat
pengobatan atau 1. Monitor intensitas kecemasan 2. Berikan informasi tentang 2. Pasien dapat
pembedahan 2. Menyikirkan tanda kecemasan diagnosa prognosis dan tindakan memahami terkait
3. Mencari informasi 3. Kaji tingkat kecemasan dan keadaannya
untuk menurunkan reaksi fisik pada tingkat 3. Mengetahui tingkat
kecemasan kecemasan kecemasan untuk
4. Merencanakan strategi koping 4. Gunakan pendekatan dan menentukan
5. Menggunakan teknik relaksasi sentuhan intervensi selanjutnya
untuk menurunkan kecemasan 5. Temani pasien untuk mendukung 4. Empati petugas kesehatan
6. Melaporkan penurunan durasi keamanan dan penurunan rasa dapat dirasakan pasien
dan episode cemas takut 5. Kecemasan tidak
7. Melaporkan tidak adanya 6. Sediakan aktifitas untuk meningkat
manifestasi fisik dan menurunkan ketegangan 6. Pengalihan terhadap
kecemasan 7. Intruksikan kemampuan klien kecemasan yang dirasakan
8. Tidak adaa manifestasi perilaku untuk menggunakan teknik pasien
kecemasan relaksasi 7. Mengurangi kecemasan
pasien
2) Intra operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Resiko syok NOC NIC
hipovolomik Deteksi resiko Manajemen syok :volume 1. Mengetahui perkembangan
berhubungan dengan Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan pasien
perdarahan akibat 1. Kenali tanda dan gejala perdarahan yang konsisten 2. Resiko syok
pembedahan yang mengindikasikan 2. Cegah kehilangan darah (ex hipovolemik tidak terjadi
risiko : melakukan penekanan pada 3. Memenuhi kebutuhan
2. Cari validasi dari risiko yg tempat terjadi perdarahan) cairan pasien
dirasakan 3. Berikan cairan IV 4. Mengetahui perubahan
3. Pertahankan info terbaru tentang 4. Catat Hb/Ht sebelum dan komponen darah
riwayat keluarga sesudah kehilangan darah sesuai 5. Keseimbangan kebutuhan
4. Pertahankan info terbaru tentang indikasi darah
riwayat pribadi 5. Berikan tambahan darah (ex
5. Gunakan sumber informasi : platelet, plasma) yang
tentang risiko potensial sesuai
3) Post operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri NOC NIC 1. Mengetahui karakteristik
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri nyeri secara menyeluruh
dengan proses 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri untuk menentukan
pembedahan 3. Tingkat kenyamanan secara komprehensif termasuk intervensi selanjutnya
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi, 2. Mengetahui
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas dan faktor perkembangan respon
penyebab nyeri, mampu presipitasi nyeri
menggunakan tehnik nonfarmakologi 2. Observasi reaksi nonverbal 3. Mengurangi
untuk mengurangi nyeri, mencari dari ketidaknyamanan peningkatan nyeri
bantuan) 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Ajarkan tentang teknik dirasakan
dengan menggunakan manajemen non farmakologi 5. Mengetahui
nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri keefektifan intervensi
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Kolaborasikan dengan dokter 6. Pengobatan medis
intensitas, frekuensi dan tanda jika ada keluhan dan tindakan untuk mengurangi nyeri
nyeri) nyeri tidak berhasil
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Kerusakan NOC : NIC 1. Tidak ada tekanan
integritas kulit Intergritas jaringan: kulit and Manajemen tekanan pada luka
berhubungan membran mukus 1. Anjurkan pasien untuk 2. Mencegah terbentuknya
dengan trauma Kriteria Hasil : menggunakan pakaian luka yang baru
jaringan post 1. Integritas kulit yang baik bisa yang longgar 3. Terhindar dari infeksi
pembedahan dipertahankan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 4. Mencegah terjadinya
2. Melaporkan adanya gangguan 3. Jaga kebersihan kulit agar dekubitus
sensasi atau nyeri pada daerah kulit tetap bersih dan kering 5. Mengetahui
yang mengalami gangguan 4. Mobilisasi pasien (ubah perkembangan mobilisasi
3. Menunjukkan pemahaman dalam posisi pasien) setiap dua jam pasien
proses perbaikan kulit dan sekali 6. Mengetahui nutrisi yang
mencegah terjadinya sedera 5. Monitor kulit akan dikonsumsi pasien
berulang adanya kemerahan 7. Pasien tetap terjaga
4. Mampumelindungi kulit dan 6. Monitor aktivitas dan perawatan dirinya
mempertahankan kelembaban mobilisasi pasien
kulit dan perawatan alami 7. Monitor status nutrisi pasien
8. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
3. Resiko tinggi NOC : NIC : 1. Untuk mencegah
infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi infeksi yang ditularkan
berhubungan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan oleh pasien lain
dengan luka Kriteria Hasil : setelah dipakai pasien lain 2. Memotong rantai infeksi
operasi 1. Klien bebas dari tanda dan 2. Gunakan sabun 3. Memotong rantai infeksi
gejala infeksi antimikrobia untuk cuci 4. Tenaga kesehatan
2. Menunjukkan kemampuan untuk tangan dapat mencegah infeksi
mencegah timbulnya infeksi 3. Cuci tangan setiap sebelum nosokomial
3. Jumlah leukosit dalam batas normal dan sesudah tindakan 5. Resiko infeksi tidak
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat keperawatan terjadi
4. Gunakan baju, sarung 6. Diet makanan
tangan sebagai alat tinggi protein untuk
pelindung mempercepat
5. Pertahankan lingkungan penyembuhan luka
aseptik selama pemasangan 7. Untuk mencegah atau
alat mengobati infeksi
6. Tingktkan intake nutrisi
7. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
d. Discharge Planning
a) Persiapan Perawatan Rumah
Klien membutuhkan orang terdekat klien yang akan membantu perawatan
atau proses penyembuhan di rumah. Hal – hal yang perlu diperhatikan,
yaitu mencegah kemungkinan jatuh harus dihilangkan, ruangan harusbebas
atau minimal perabot untuk memudahkan pergerakan klien dengan
menggunakan kruk atau alat bantu lain.
b) Edukasi Klien dan Keluarga
Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah dalam keadaan
memakai pembalut / bandage, splint, gips atau fiksasi eksternal. Perawat
harus menyiapkan instruksi verbal / tertulis untuk klien dan keluarga
tentang mengkaji dan merawaqt luka untuk meningkatkan penyembuhan
dan pencegahan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Moffat, D & Faiz, O. 2002. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: PT. GloraAksara
Pratama.