You are on page 1of 8

HAND OUT

DOSEN : Yuli Indarsih, SH., MH.


MATA KULIAH : TINDAK PIDANA KHUSUS
PERTEMUAN KE- : 7
JUDUL MATERI : Tindak Pidana Terhadap Kehormatan
SUB-CPMK : Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tindak pidana terhadap
kehormatan
POKOK BAHASAN : a. Penghinaan
b. Pencemaran Nama Baik di luar KUHP

Istilah tindak pidana penghinaan pada umumnya juga biasa digunakan untuk tindak
pidana terhadap kehormatan. Dipandang dari segi sisi sasaran atau objek delik, yang
merupakan maksud atau tujuan dari pasal tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak
pidana terhadap kehormatan, lebih tepat. Tindak pidana kehormatan/penghinaan adalah tindak
pidana yang menyerang hak seseorang berupa merusak nama baik atau kehormatan seseorang1
Kejahatan penghinaan oleh Adami Chazawi membedakannya menjadi: penghinaan
umum (diatur dalam bab XVI buku II KUHP), dan penghinaan khusus (tersebar diluar Bab
XVI Buku II KUHP). Objek penghinaan umum adalah berupa rasa harga diri atau martabat
mengenai kehormatan dan mengenai nama baik orang pribadi (bersifat pribadi). Sebaliknya
penghinaan khusus, objek penghinaan adalah rasa/perasaan harga diri atau martabat mengenai
kehormatan dan nama baik yang bersifat komunal atau kelompok.2

A. Penghinaan Secara Umum


Tindak pidana secara umum diatur dalam Bab XVI KUHP, yang memuat ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
1. Penghinaan/Smaad (Pasal 310 KUHP)
Pasal 310 KUHP menyatakan bahwa:
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan
menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam
karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Tidak ada perbedaan antara pencemaran dan pencemaran tertulis dalam hal tuduhan
dilakukan secara lisan atau tertulis. Pencemaran menurut Pasal 310 (1) KUHP dilakukan
dengan cara bagaimanapun baik secara lisan atau tertulis.
Pasal 310 ayat (2) KUHP memberikan pemberatan hukuman/pidana untuk bentuk-
bentuk tertentu dari pencemaran bila dilakukan secara tertulis.
R. Sugandhi menjelaskan bahwa menurut Pasal 310 ayat (3) perbuatan-perbuatan
tersebut dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat dihukum apabila tuduhan itu dilakukan demi

1 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian dan Penerapannya, PT Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, hal. 9
2 Adami Chazawi, Hukum Positif Indonesia Kejahatan Penghinaan, ITS Press, Surabaya. 2010, hal. 87

1
kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri. Pantas atau tidaknya pembelaan diri
yang dikemukakan oleh tersangka itu terletak pada pertimbangan hakim. Dalam hal ini hakim
baru akan mengadakan pemeriksaan apakah penghinaan yang dilakukan terdakwa itu benar-
benar terdorong untuk membela kepentingan umum atau membela diri bila terdakwa meminta
untuk diperiksa (Pasal 312). Apabila dalam pemeriksaan tindakan terdakwa itu benar-benar
untuk membela kepentingan umum atau membela diri yang dianggap pantas oleh hakim, maka
terdakwa tidak dihukum. Tetapi apabila yang dikatakan pembelaan terhadap kepentingan
umum atau pembelaan diri itu tidak dapat dianggap pantas oleh hakim, dan apa yang
dituduhkan oleh terdakwa itu tidak benar, maka terdakwa dipersalahkan tidak dipersalahkan
menista/menghina, tetapi dikenakan Pasal 311 (memfitnah).3
Sebagai contoh, dalam Putusan Mahkamah Agung No.1205K/Pid/1985 tanggal 21 April
1987 dinyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana termaksud dalam
Pasal 310 (2) KUHP, karena kata-kata tersebut terdakwa tulis dalam kontra memori banding
yang ditujukan kepada Pengadilan Tinggi Agama, tanpa maksud untuk diketahui oleh Umum.4

2. Fitnah (Pasal 311 KUHP)


Pasal 311 KUHP menyatakan bahwa:
(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk
membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan
dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan. (Pencabutan hak
tersebut meliputi: 1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata; dan 3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan
yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum).
Sebagai contoh, menurut Putusan Mahkamah Agung No. 277K/Kr/1979 tanggal 29
Maret 1980, pertanggung jawaban pidana atas suatu tulisan yang mengandung pernyataan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 (2), 311 KUHP diletakkan pada penulisnya (terdakwa),
dan tidak dapat dialihkan pada penanggung jawab surat kabar seperti yang dimaksud dalam
Undang-Undang Ketentuan Pokok Pers. Fitnah merupakan suatu pencemaran tertulis
(smaadschrift) apabila terdakwa diperbolehkan membuktikan kebenaran dari tuduhan yang
tercantum dalam tulisannya tetapi ia tidak dapat membuktikannya, dan tuduhan itu
bertentangan dengan apa yang diketahuinya.5

Pembuktian atas tuduhan


Pembuktian atas tuduhan diatur dalam Pasal 312 KUHP yang menyatakan bahwa:
Pembuktian akan kebenaran tuduhan hanya dibolehkan dalam hal-hal berikut:
(1) apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran itu guna menimbang
keterangan terdakwa, bahwa perbuatan dilakukan demi kepentingan umum, atau karena
terpaksa untuk membela diri;
(2) apabila seorang pejabat dituduh sesuatu hal dalam menjalankan tugasnya.
Menurut R. Sugandhi, yang dimaksud dengan membela kepentingan umum misalnya
menunjukkan kekeliruan-kekeliruan dan kelalaian-kelalaian yang nyata-nyata merugikan dan
membahayakan pada umum dari pihak yang berwajib. Sedang yang dimaksud membela diri
misalnya menunjukkan orang yang sebenarnya salah dalam hal ini oleh orang yang disangka
melakukan perbuatan itu, padahal ia tidak melakukannya.6

3 R. Sugandhi, op cit, hal. 331-332


4 H.M. Fauzan, op cit, hal. 379
5 Ibid, hal. 366
6 R. Sugandhi, op cit, hal. 333

2
Sedangkan Pasal 313 KUHP memuat ketentuan bahwa “Pembuktian yang dimaksud
dalam Pasal 312 tidak dibolehkan, jika hal yang dituduhkan hanya dapat dituntut atas
pengaduan dan pengaduan tidak dimajukan”. Misalnya, seseorang menyiarkan tuduhan bahwa
orang lain telah berbuat zinah (Pasal 284 KUHP) dengan keterangan bahwa disiarkannya
tuduhan itu karena ia membela kepentingan umum atau membela diri. Maka dalam hal ini tidak
boleh diadakan pemeriksaan tentang benar atau tidaknya soal perzinahan itu apabila peristiwa
perzinahan itu tidak diajukan pengaduan oleh pihak yang menderita (suami atau istri yang
melakukan zinah).7
Terkait dengan adanya proses/putusan Pengadilan lain terhadap kasus penghinaan Pasal
314 KUHP menentukan bahwa:
(1) Jika yang dihina, dengan putusan hakim yang menjadi tetap, dinyatakan bersalah atas hal
yang dituduhkan, maka pemidanaan karena fitnah tidak mungkin.
(2) Jika dia dengan putusan hakim yang menjadi tetap dibebaskan dari hal yang dituduhkan,
maka putusan itu dipandang sebagai bukti sempurna bahwa hal yang dituduhkan tidak
benar.
(3) Jika terhadap yang dihina telah dimulai penuntutan pidana karena hal yang dituduhkan
padanya, maka penuntutan karena fitnah dihentikan sampai mendapat putusan yang
menjadi tetap tentang hal yang dituduhkan.

3. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)


Pasal 315 KUHP menyatakan bahwa: “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang
tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik
di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau
perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena
penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Pemberatan pidana
Pasal 316 KUHP menentukan mengenai pemberatan pidana yaitu bahwa: “Pidana yang
ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dapat ditambah dengan sepertiga jika yang dihina
adalah seorang pejabat pada waktu atau karena menjalankan tugasnya yang sah”.

4. Pengaduan atau pemberitahuan palsu untuk memfitnah (Pasal 317 KUHP)


Pasal 317 KUHP memuat ketentuan bahwa:
(1) Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada
penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga
kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun,
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan. (yaitu meliputi
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. hak memasuki
Angkatan Bersenjata; dan 3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum).

7 Ibid, hal. 333-334

3
5. Persangkaan palsu (Pasal 318 KUHP)
Pasal 318 KUHP menyatakan bahwa:
(1) Barang siapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan
terhadap seseorang bahwa dia melakukan suatu perbuatan pidana, diancam karena
menimbulkan persangkaan palsu, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan. (yaitu meliputi
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. hak memasuki
Angkatan Bersenjata; dan 3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum).

Penghinaan merupakan delik aduan (Pasal 319 KUHP)


Pasal 319 KUHP menentukan bahwa: “Penghinaan yang diancam dengan pidana
dalam bab ini, tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu,
kecuali berdasarkan pasal 316”.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 31/PUU-XIII/2015 tanggal 10
Desember 2015 dinyatakan bahwa Pasal 319 KUHP sepanjang frasa "kecuali berdasarkan
Pasal 316" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dengan demikian, Pasal 319 KUHP yang mengatur penghinaan pejabat harus dimaknai sebagai
delik aduan, yakni penuntutan atas delik penghinaan pejabat atau pegawai negeri hanya
dilakukan atas dasar pengaduan dari pejabat atau pegawai negeri yang bersangkutan.

6. Penghinaan terhadap orang yang telah meninggal (Pasal 320 dan 321 KUHP)
Penghinaan terhadap orang yang telah meninggal diatur dalam ketentuan:
a. Pasal 320 KUHP:
(1) Barang siapa terhadap seseorang yang sudah mati melakukan perbuatan yang kalau
orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari salah seorang keluarga
sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau menyimpang sampai derajat kedua
dari yang mati itu, atau atas pengaduan suami (istri)nya.
(3) Jika karena lembaga matriarkal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada
bapak, maka kejahatan juga dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
b. Pasal 321 KUHP:
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan
atau gambaran yang isinya menghina atau bagi orang yang sudah mati mencemarkan
namanya, dengan maksud supaya isi surat atau gambar itu ditahui atau lehih diketahui
oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu hulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya,
sedangkan ketika itu belum lampau dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi
tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat. dicabut haknya untuk
menjalankan pencarian tersehut.
(3) Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari orang yang ditunjuk dalam
pasal 319 dan pasal 320, ayat kedua dan ketiga.

4
B. Penghinaan di Luar Bab XVI KUHP
Tindak pidana terhadap kehormatan atau penghinaan di luar Bab XVI KUHP meliputi
ketentuan-ketentuan:
1. Penghinaan terhadap Presiden/Wakil Presiden dan Pemerintah Indonesia
Pada dasarnya penghinaan yang dilakukan terhadap Presiden/Wakil Presiden diatur
dalam Bab II KUHP, di dalam Pasal 134, Pasal 136bis dan Pasal 137. Namun perlu
diperhatikan bahwa Pasal 134, Pasal 136bis dan Pasal 137 tersebut telah dinyatakan
bertentangan dengan konstitusi dan tidak berkekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 013-022/PUUIV/2006 tanggal 4 Desember 2006.
Disamping itu juga, ketentuan Pasal 155 KUHP terkait dengan penghinaan terhadap
Pemerintah Indonesia, telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6/PUU-V/2007 tanggal 16 Juli 2007.

2. Penghinaan terkait negara lain


Penghinaan terkait negara lain meliputi ketentuan-ketentuan:
a) penghinaan terhadap kepala negara sahabat (Pasal 142 KUHP):
Pasal 142 KUHP menetapkan bahwa: “Penghinaan dengan sengaja terhadap raja yang
memerintah atau kepala negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah”.

b) penghinaan terhadap bendera dan lambang negara lain (Pasal 142a KUHP):
Pasal 142a KUHP menetapkan bahwa: “Barang siapa menodai bendera kebangsaan
negara sahabat diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

c) penghinaan terhadap wakil negara lain (Pasal 143 dan 144 KUHP)
(a) Pasal 143 KUHP menyatakan bahwa: “Penghinaan yang dilakukan dengan sengaja
terhadap wakil negara asing di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
(b) Pasal 144 KUHP menyatakan:
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dimuka umum
tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja yang memerintah, atau
kepala negara sahabat, atau wakil negara asing di Indonesia dalam pangkatnya,
dengan maksud supaya penghinaan itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu pada waktu menjalankan
pencarianya, dan pada saat itu belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan
yang tetap karena kejahatan semacam itu juga, ia dapat dilarang menjalankan
pencarian tersebut.

3. Penghinaan terhadap bendera kebangsaan dan lambang negara RI


Dalam KUHP diatur mengenai penghinaan terhadap bendera kebangsaan RI dan
lambang negara RI pada Pasal 154a KUHP yang menyatakan bahwa: “Barang siapa menodai
bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat
puluh lima ribu rupiah”.
UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta
Lagu Kebangsaan memuat juga ketentuan mengenai penghinaan terhadap bendera kebangsaan,
lambang negara dan lagu kebangsaan RI (lihat uraian selanjutnya di bawah).

5
4. Penghinaan terhadap golongan penduduk Indonesia tertentu (Pasal 156 dan 157
KUHP)
Pasal 156 dan 157 KUHP memuat ketentuan sebagai berikut:
a. Pasal 156 KUHP menyatakan bahwa: “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan
permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat
Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal
berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau
beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan,
kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara”.

b. Pasal 157 KUHP menyatakan bahwa:


(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di
muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian
atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan
maksud supaya isinya diketuhui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dcngan
pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling hanyak
empat rupiah lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut padu waktu menjalankan
pencariannya dan pada saat, itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi
tetap karena kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang
menjalankan pencarian tersebut.

5. Penghinaan dalam hal yang berhubungan dengan agama (Pasal 156a dan 177 KUHP)
Penghinaan dalam hal yang berhubungan dengan agama, yaitu:
(1) Penghinaan terhadap agama tertentu yang ada di Indonesia (Pasal 156a KUHP).
Pasal 156a KUHP menyatakan bahwa:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan
sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap
suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang
bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Penghinaan terhadap petugas agama yang menjalankan tugasnya (Pasal 177 butir 1 KUHP)
Pasal 177 butir 1 KUHP menyatakan bahwa: “Diancam dengan pidana penjara paling
lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus
rupiah:
1. barang siapa menertawakan seorang petugas agama dalam menjalankan tugas yang
diizinkan”.

(3) Penghinaan terhadap benda-benda untuk keperluan ibadah (Pasal 177 butir 2 KUHP)
Pasal 177 butir 2 KUHP menyatakan bahwa: “Diancam dengan pidana penjara paling
lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus
rupiah:
2. barang siapa menghina benda-benda untuk keperluan ibadat di tempat atau padu waktu
ibadat dilakukan”.

6
6. Penghinaan terhadap penguasa/badan umum (Pasal 207 dan 208 KUHP)
Penghinaan terhadap penguasa/badan umum dalam KUHP diatur dalam ketentuan:
a. Pasal 207 KUHP merumuskan bahwa: ”Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau
badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
b. Pasal 208 KUHP merumuskan bahwa:
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum suatu
tulisan atau lukisan yang memuat penghinaan terhadap penguasa atau badan umum
yang ada di Indonesia dengan maksud supaya isi yang menghina itu diketahui atau
lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam pencariannya dan ketika itu
belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan
semacam itu juga, maka yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian
tersebut.

7. UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE)
Disamping dalam KUHP, terdapat ketentuan tindak pidana penghinaan yang diatur
dalam Pasal 27 Ayat (3) ITE yang menyatakan perbuatan yang dilarang terhadap: “Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” (Penjelasan Pasal 27 Ayat (3):
Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)).
Mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran tersebut ditentukan dalam Pasal 45 (3)
UU ITE yang menyatakan bahwa: “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.

8. UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta
Lagu Kebangsaan
UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta
Lagu Kebangsaan mengatur juga tindak pidana penghinaan terhadap bendera kebangsaan RI,
lambang negara RI dan lagu kebangsaan, sebagai berikut:
(1) penghinaan terhadap bendera
Pasal 66: “Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau
melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan
kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

7
(2) penghinaan terhadap lambang negara
Pasal 68: “Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak
Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan
Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)”.

(3) penghinaan terhadap lagu kebangsaan


Pasal 70: “Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata,
dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu
Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah)”.

_____________________

You might also like