You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN UROLITHIASIS

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Dasar Profesi

Di susun oleh :
Nama : Egis Sugiarti, S. Kep
NPM : 4012220018

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERABANJAR


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN KE-17
TAHUN AKADEMIK 2022
UROLITHIASIS

A. KONSEP DASAR UROLITHIASIS


I. ANATOMI FISIOLOGI

Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus membentuk kemih dan berbagai
saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa kemih keluar tubuh.

     Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah
dengan mensekresi solut dan air secara selektif. Kalau kedua ginjal karena sesuatu hal gagal
melakukan fungsinya maka kematian akan terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Fungsi vital
ginjal dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan reabsorbsi
sejumlah solut dan air dalam jumlah yang tepat di sepanjang tubulus ginjal. kelebihan solut
dan air akan diekskresikan keluar tubuh sebagai kemih melalui sistem pengumpul.
     Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak di kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan
ke bawah oleh hati. Katup atasnya terletak setinggi kosta kedua belas, sedangkan katup atas
ginjal kiri terletak setinggi kosta sebelas.

     Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 10 sampai 12 inci, terbentang dari
ginjal sampai kandung kemih. Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan kemih  ke kandung
kemih.

Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis, terletak di
belakang simpisis pubis. Kandung kemih mempunyai tiga muara : dua muara ureter dan satu
muara uretra. Fungsi kandung kemih adalah sebagai tempat penyimpanan kemih sebelum
meninggalkan tubuh dan dibantu oleh uretra. Kandung kemih berfungsi mendorong kemih
keluar tubuh.

Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih
sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita 1½ inci dan pada pria sekitar 8 inci. Muara
uretra keluar tubuh disebut meatus urinarius

II DEFINISI

     Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius (Brunner and Suddarth,
2002, hal. 1460).
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter, atau kandung
kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan
magnesium.(Brunner & Suddath,2002).
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran kemih.
(Luckman dan Sorensen).
Dari definisi tersebut diatas saya mengambil kesimpulan bahwa batu saluran kemih
adalah adanya batu di dalam saluran perkemihan yang meliputi ginjal,ureter,kandung kemih
dan uretra.

III ETILOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin,
gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik).  Secara epidemologi terdapat beberapa factor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Factor-faktor itu adalah factor
intrinsic , yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan factor ekstrinsic yaitu
pengaruh dari lingkungan sekitarnya. (Purnomo,2011 ed.3)
a. Factor intrinsic
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2. Umur: sering pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan
4. Gangguan Metabolik : Hipeoksaluria, Hiperkalsiuria, Hiperuresemia.
b. Factor ekstrinsik
1. Geografi: beberapa daerah menunjukan kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal dengan  stone belt (sabuk batu)
sedangkan daerah bantu afrika selatan tidak dijumpai batu saluran kemih
2. Iklim dan temperature: paada mereka yang setiap hari bekerja outdoor atau
diruang bermesin yang panas,kurang minum, maka akan cepat menimbulkan
efek perubahan keasaman dan kebasaan pada urine.
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Kurangnya
cairan tubuh yang menyebabkan produksi air seni sedikit dan pekat.
4. Diet: diet banyak purin , oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih
5. Pekerjaan: sering dijumpai pada klien dengan pekerjaan banyak duduk atau
kurang activitas atau sedentary life.
Menurut Aprelia ( 2011 ) beberapa faktor yang menjadi etiologi pembentukan batu,
antara lain meliputi:
a. Hiperkalsiuria
Kelainan ini dapat menyebabkan hematuria tanpa ditemukan pembentukan batu.
kejadian hematuria diduga disebabkan kerusakan jaringan lokal yang dipengaruhi
oleh ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau tanpa faktor risiko lainnya,
ditemukan pada setengah dari pembentukan batu kalsium idiopatik. Kadar kasium
urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi
kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi
kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi
tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor
paratiroid.
b. Hiposituria
Suatu penurunan ekskresi inhibitor perbentukan kristal dalam air kemih, khususnya
sitrat merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal. Dalam urine,
sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi
ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi
pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik
golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
c. Hiperurikosuria
Hiperurikosuria merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat
memacu pembentukan batu kalsium. Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24
jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah
terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari
konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
d. Penurunan jumlah air kemih
Keadaan ini biasanya disebabkan masukan cairan yang sedikit. selanjutnya dapat
menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan
aliran air kemih.
e. Hiperoksaluria
Merupakan kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. ekskresi oksalat air kemih
normal di bawah 45 mg/hari (0,5 mmol/hari), dimana banyak dijumpai pada pasien
pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the,
kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
f. Hipomagnesiuria
Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat
menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan
oksalat.
g. ISK
Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme pemecah urea (Proteus mirabilis).
h. Dehidrasi
Kurangnya cairan tubuh yang menyebabkan produksi air seni sedikit dan pekat.
Pada mereka yang setiap hari bekerja di udara terbuka (petani, pekerja lapangan)
atau di ruang mesin yang panas, terutama yang kurang minum, akan cepat
menimbulkan efek perubahan keasaman atau kebasaan air seni. Masalahnya, di
sini faktor penghambat pembentukan batu jadi berkurang atau hilang sama sekali.

Beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal antara lain:
a. Gaya hidup
Penyakit gagal ginjal juga banyak dipengaruhi makanan. Semakin makmur suatu
masyarakat, semakin banyak terjadi endapan batu pada ginjal, dibandingkan pada
kandung kemih. Konsumsi minuman dan makanan yang kurang higienis memicu
terjadinya air seni pekat, sehingga memudahkan terbentuknya infeksi atau kristal
batu pada kandung kemih. Sebaliknya pola makan masyarakat maju yang
cenderung memilih makanan berkadar kalsium-oksalat (misalnya makanan
dengan olahan bahan susu, minuman cola, makanan bergaram tinggi, makanan
manis, vitamin C dosis tinggi, kopi, teh kental, dll.), serta asam urat (tinggi
protein), memudahkan terbentuknya endapan pada piala ginjal karena konsentrasi
air seni cepat meningkat.
Konsumsi vitamin C dan D dosis tinggi pada seseorang yang secara genetik
berbakat, akan memudahkannya terserang penyakit ini. Pada orang berbakat
batu, mengkonsumsi 100-300 mg vitamin C setiap hari, memudahkan
terbentuknya batu. Hal ini disebabkan vitamin C mengandung kalsium oksalat
tinggi. Vitamin D dosis tinggi juga dapat menyebabkan absorbsi kalsium ke dalam
usus meningkat. Obat sitostatik untuk penyakit kanker pun memudahkan
pembentukan batu karena meningkatkan asam urat.
Jenis minuman yang dikonsumsi juga berpengaruh dalam pembentukan batu
ginjal. minuman soft drink lebih dari 1 liter per minggu menyebabkan pengasaman
dengan asam fosfor dapat meningkatkan risiko penyakit batu. Kejadian ini tidak
jelas, tetapi sedikit beban asam dapat meningkatkan ekskresi kalsium dan
ekskresi asam urat dalam air kemih serta mengurangi kadar sitrat air kemih. Jus
apel dan jus anggur juga dihubungkan dengan peningkatan risiko pembentukan
batu saluran kemih.
b. Lingkungan
Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah suhu. Penduduk yang tinggal
di wilayah yang suhunya dingin akan cenderung sedikit minum, sehingga produksi
urin menjadi pekat dan sedikit.
c. Imobilitas
Terjadi peningkatan kalsium dalam urine karena mobilisasi kalsium tulang akibat
seseorang tidak lagi bisa bergerak karena sakit lumpuh.

IV. TEORI TERBENTUKNYA BATU


a. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).
Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan
mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat
berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
b. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara
lain: magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar
salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di
dalam saluran kemih.

V. KLASIFIKASI BATU SALURAN KEMIH


                        Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsure kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat(MAP), Xanhyn, dan sistin,
silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat
pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap timbulnya batu residif.
Jenis-jenis batu terdiri dari (Purnomo, 2011):
a. Batu kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaotu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu
saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat , kalsium
fosfat, atau campuran kedua unsure tersebut. Factor terjadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkalsiuria
2. Hiperoksaluri
3. Hiperurikosuria
4. Hipositraturia
5. Hipomagnesuria
b. Batu struvit
Disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu tersebut disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih.  Kuman golongan pemecah urea atau urea
splitter yang menghasilkan urease dan merubah urin menjadi basa melalui proses
hidrolisis urea menjadi amoniak merupakan penyebab terjadinya batu struvit
tersebut.
c. Batu Asam Urat
5-10% batu saluran kemih adalah batu asam urat. 75-80% dari batu asam urat
terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.
Batu urat terjadi pada penderita gout (sejenis rematik). Batu urat dapat juga
terbentuk karena pemakaian urikosurik (misal probenesid atau aspirin). Penderita
diare kronis (karena kehilangan cairan, dan peningkatan konsentrasi urine) serta
asidosis (pH urin menjadi asam sehingga terjadi pengendapan asam urat) dapat
juga menjadi pemicu terbentuknya batu urat.
d. Batu jenis lain
Batu sistin, batu Xanthin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang dijumpai.
Batu sisten terjadi karena kelainan metabolism sistin dalam absorbs sistin di
mukosa usus, batu xanthin terjadi akibat penyakit bawaan berupa defisiensi enzim
xanthin oksidase yang mengkatalisis hipoxanthin menjadi xanthin kemudian
menjadi asam urat. Selain itu pemakaian silikat yang berlebihan dan dalam jangka
panjang dapat menyebabkan timbulnya batu silikat (Purnomo, 2011 ed.3).
Klasifikasi Batu Berdasarkan Lokasinya:
1. Batu Ginjal dan Batu Ureter
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada dikaliks
infudibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau
obstruksi pada system pelvikalis ginjal akan mempermudah timbulnya batu
saluran kemih. Selain itu, batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic
otot-otot system pelvikalis dan turun ke ureter menjadi batu ureter (Purnomo,
2011 ed.3).
2. Batu Kandung Kemih
Batu kandung kemih sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan
miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien
dengan hyperplasia prostat, striktura uretra, divertikal buli-buli atau buli-buli
neurogenik. Selain itu, batu kandung kemih juga bisa disebabkan oleh batu ginjal
atau batu ureter yang turun ke kandung kemih. Jika penyebabnya infeksi, biasanya
komposisi batu kandung kemih ini terdiri atas asam urat atau struvit.
3. Batu Uretra
            Batu uretra primer sangat jarang terjadi. Pada batu uretra biasanya terjadi
karena batu ginjal, ureter dan kandung kemih yang turun ke uretra. Keluhan yang
biasa di sampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti sehingga terjadi retensi
urin yang mungkin sebelumnya didahului nyeri pinggang.
Berdasarkan Etiologi:
a. Batu non infeksi: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat
b. Batu infeksi: Magnesium ammonium fosfat, karbonat apatit, ammonium urat
c. Batu genetic : Cystine, Xanthin, 2.8-dihidroxy-adenin
d. Batu yang terbentuk karena obat-obatan (drug stone): contoh( indinavir

VI. FATOFISIOLOGI
Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kekandung kemih dan ukuran
bervariasi dari defosit granuler yang kecil yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu
sebesar kandung kemih yang berwarna oranye. Faktor tertentu yang mempengaruhi
pembentukan batu, mencakup infeksi, statis urine, periode immobilitas. Factor-faktor yang
mencetuskan peningkatan konsentrasi kalsium dalam darah dan urine, menyebabkan
pembentukan batu kalsium.
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat,
oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu
idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik, di antaranya
berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium
(hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat
amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang
menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam
urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu asam urat dapat dijumpai pada
penyakit Gout, sedangkan batu urat pada anak terbentuk karena pH urin yang rendah. Batu
struvit mengacu pada batu infeksi dan terbentuk dalam urine yang kaya ammonia – alkalin
persisten. Batu urinarius dapat terjadi pada inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi
pada pasien yang mengalami penurunan efek absorbsi sistin (asam ammonia) turunan. Fakt
Pembentukan batu di ureter vesica urinaria menyebabkan meningkatnya peristaltik pada
ureter yang mendesak ureter dan vesica urinaria. Hal ini akan merangsang respon saraf
simpatis dan parasimatis untuk mengirimkan sinyal ke pusat mual muntah ke medulla
oblongata (CTZ). Batu saluran kemih yang berukuran kecil dapat lolos melewati filtrasi
saluran kemih dan akan dikeluarkan bersama urine, berkemih yang disertai dengan adanya
kristal – kristal batu pada air seni dapat menimbulkan rasa nyeri dan ansietas pada
klien.Batu saluran kemih juga menyebabkan penyempitan pada saluran kemih klien,
penyempitan tersebut menyebabkan terjadinya penekanan pada dinding saluran kemih.
Gesekan batu yang menekan dinding saluran kemih yang terjadi terus menerus dapat
melukai kapiler – kapiler pada dinding saluran kemih sehingga terjadilah perdarahan minor
yang menimbulkan urine yang mengandung darah. Penekanan batu saluran kemih pada
dinding saluran kemih juga dapat merusak dinding saluran kemih sehingga akan
menimbulkan respon dari saraf nyeri (free nerve ending) yang terdapat disana, itu juga
menyebabkan klien nantinya akan mengeluh nyeri. Batu saluran kemih yang menyebabkan
obstruksi pada saluran kemih juga dapat menyebabkan penurunan volume urine yang
dikeluarkan , sehingga dapat terjadi kerusakan eliminasi urine.
VII. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi,
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.

Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat
terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun
secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal. Manifestasi yang paling menonjol
adalah nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit
yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-
vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal
ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.
a)      Batu di piala ginjal
          Mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus di area
kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area
renal menyebar secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai
nyeri tekan diseluruh area kostovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka
pasien sedang mengalami episode kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapt terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks renointestinal
dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas, dan usus besar.
b)      Batu yang terjebak di ureter
          Menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang
menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya
sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu.
Kelompok gejala ini disebut kolik ureteral. Umumnya, pasien akan mengeluarkan
batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu dengan diameter 1 cm
biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan
secara spontan.
c)      Batu di kandung kemih
Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuri. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung
kemih akan terjadi retensi urine. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu,
maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan
pasien.

VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


- Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-
kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea.
- Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi
ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa
kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium,
oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine). 
- Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak
dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-
lusen).

- Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak
tampak pada foto polos abdomen.
- Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti
pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini
dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow),
hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.
a.       Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum
menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat
amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium,
fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK,
BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
b.      Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.
c.       Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang
reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d.      Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
e.       IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri, abdominal
atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f.       Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau
efek obstruksi.
g.      USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu.

IX. PENATALAKSANAAN
Cara penatalaksanaan batu ginjal dan kemih memang bervariasi. Yang utama dicari
kasusnya, letak dan ukuran batunya. Kemudian baru ditentukan diatasi dengan cara mana
yang paling tepat atau kombinasi berbagai cara. Apabila letak batu sulit dijangkau atau terlalu
besar, jalan satu-satunya dengan pembedahan. Apabilaginjal yang ditumbuhi batu mulai
rusak, harus diangkat, agar ginjal yang masih sehat tidak ikut rusak. Adakalanya khusus
dibuat jalan pintas aliran air seni bila sumbatan batu sulit atau tidak bisa dihilangkan, agar
ginjal yang masih sehat tidak ikut rusak.
Kemungkinan kambuh memang bisa terjadi apabila penderita kurang memperhatikan
kesehatannya. Pada umumnya batu kandung kemih tidak kambuh lagi, tapi tidak demikian
dengan dengan batu pada ginjal. Namun, setiap tindakan seharusnya dapat mengenyahkan
batu sampai bersih. Setelah dikeluarkan batu dianalisa kembali jenisnya, penyebab terjadinya
batu, bagaimana terbentuknya, dan seterusnya.
Yang secara teknis sulit dihancurkan atau dibersihkan apabila letak batu jauh dari
pusat saluran kemih, atau jumlahnya banyak dan tersebar. Paling repot kalau tidak mungkin
dilakukan operasi besar pada diri pasien karena kondisinya lemah atau mempunyai penyakit
lain. Dalam kasus seperti itu tentu sebelum tindakan dilakukan perlu dipelajari secara
saksama kadar zat pembentuk batu dengan memeriksa kadar zat pembentuk dalam
urine(ditampung selama 24 jam) kemudian bisa dianalisis konsentrasi adanya zat-zat tersebut.
Baru kemudian tindakan apa yang paling tepat dan aman bisa dilakukan. Batu bukan organik
(kalsium oksalat dan fosfat) biasanya tidak bisa larut hanya dengan obat-obatan, jadi harus
dilakukan tindakan seperti di atas tadi.
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar sepontan. Terapi yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi nyeri dengan memberikan analgesik, memperlancar aliran urine
dengan memberikan diuretikum, pemberian allopurinol untuk batu asam
urat,antibiotik untuk mengatasi infeksi, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih.
2. Bedah Tertutup
a. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat pemecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa
melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
b. Endourologi
Proses pemecahan batu yang dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa
tindakan endourologi itu adalah :
1) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
      Mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-
fragmen kecil.
2) Litotripsi
      Memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
3) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada dalam ureter
maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi.
3. Bedah Laparoskopi
Pembedahan ini untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
4. Bedah terbuka
Pengangkatan batu melalui pembedahan :
a. Pielolitotomi (batu diangkat dari pelvis ginjal)
b. Uretolitotomi (batu diangkat dari ureter)
c. Vesikolitotomi (batu diangkat dari kandung kemih)
X. PENCEGAHAN UROLITHIASIS
Pengobatan serta pencegahan agar tidak kambuh banyak ditentukan oleh jenis
batunya. Misalnya batu kalsium akibat ekskresi kalsium yang meningkat di air seni dapat
dicegah atau dikurangi dengan mengurangi asupan kalsium dalam makanan seperti makanan
olahan dari susu sapi, tinggi kedelai misalnya. Atau, dokter memberikan obat yang berkhasiat
mengurangi ekskresi kalsium.
Untuk jenis batu ekskresi asam urat biasanya diberikan obat alupurinol yang dapat
mengurangi batu kambuhan dari asam urat. Karena batu asam urat mudah terbentuk dalam
suasana asam maka perlu juga pengubahan suasana keasaman misalnya dengan garam
natrium bikarbonat di samping obat alupurinol tadi. Sedangkan batu yang tidak disertai
adanya ekskresi kalsium atau asam urat tinggi, dicoba dengan minum banyak dulu, belum
perlu obat.
Bagi seseorang yang berbakat penyakit batu ginjal atau batu kemih, hendaknya selalu
memperhatikan konsumsi makanan sehari-hari. Minum air putih paling tidak 5-8 gelas sehari.
Soto jerohan sapi, es krim, keju, milk shake, kopi, cola yang terlalu banyak akan
memudahkan pembentukan batu dalam ginjal.
Agar terhindar dari penyakit batu ginjal, beberapa cara yang disarankan antara lain :
a) Minum banyak air (8-10 gelas sehari), dengan demikian urin menjadi lebih encer
sehingga mengurangi kemungkinan zat-zat pembentuk batu untuk saling menyatu.
Dengan minum banyak, air seni biasanya berwarna bening, tidak kuning lagi.
b) Minum air putih ketika bangun tidur di subuh hari. Hal ini akan segera merangsang kita
untuk berkemih, sehingga air seni yang telah mengendap semalamam tergantikan dengan
yang baru.
c) Jangan menahan kencing; kencing yang tertahan dapat menyebabkan urin menjadi lebih
pekat, atau infeksi saluran kemih. Urin yang pekat dan infeksi saluran kemih merupakan
faktor pendukung terbentuknya batu.
d) Pola makan seimbang, berolahraga, dan menjaga berat badan tetap ideal

X1. Prognosis Urolithiasis


Prognosis batu ginjal sering menimbulkan gejala rasa sakit yang hebat, tapi biasanya
setelah dikeluarkan tidak menimbulkan kerusakan permanen. Memang sering terjadi kambuh
lagi, terutama bila tidak didapatkan penyebabnya dan diobati.
X11. Komplikasi Urolithiasis
Beberapa komplikasi yang sering terjadi, antara lain:
a) Timbul kembali batu ginjal.
b) Infeksi saluran urine.
c) Penyumbatan pada ureter.
d) Kerusakan sebagian jaringan ginjal.
e) Menurunnya atau hilangnya fungsi ginjal yang terkena

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.Pengkajian
a. Identitas
Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No RM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, dan ruangan tempat klien dirawat.
b. Riwayat Kesehatan Klien
Riwayat kesehatan pada klien dengan batu ginjal sebagai berikut :
1) Keluhan Utama
Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik atau rumah sakit. Biasa
klien dengan batu ginjal mengeluhkan adanya nyeri pada pinggang.
2) Riwayat KesehatanSekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data yang menyertai
dengan menggunakan pendekatan PQRST, yaitu :

P: Paliatif / Propokative: Merupakan hal atau faktor yang mencetuskan


terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau memperingan. Pada
klien dengan urolithiasis biasanya klien mengeluh nyeri padabagian
pinggang dan menjalar kesaluran kemih.

Q: Qualitas: Kualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.


Pada klien dengan urolithiasis biasanya nyeri yang di rasakan
seperti menusuk -nusuk.

R: Region : Daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan. Pada klien


dengan urolithiasis biasanyanyeri dirasakan pada daerah pinggang.

S: Severity :Derajat keganasan atau intensitas darikeluhan tersebut. Skala


nyeri biasanya 7.
T:
Time : Waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan
lamanya atau kekerapan. Keluhan nyeri pada klien dengan
urolithiasibiasanyadirasakankadang-kadang.

3) Riwayat Kesehatan YangLalu


Biasanya klien dengan batu ginjal mengeluhkan nyeri pada daerah bagian
pinggang, adanya stress psikologis, riwayat minum-minuman kaleng.

4) Riwayat KesehatanKeluarga

Biasanya tidak ada pengaruh penyakit keturunan dalam keluarga seperti


jantung, DM, Hipertensi.
c. Data Biologis dan Fisiologis Meliputi hal-hal sebagaI berikut:
1) Pola Nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan pantangan dan
nafsu makan, serta diet yang diberikan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya
mengalami penurunan nafsu makan karena adanya luka pada ginjal.
2) Pola Eliminasi
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji mengenai
frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan saat berkemih, sedangkan
pada pola BAB yang dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan bau serta
keluhan-keluhan yang dirasakan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya BAK
sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam perut.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur, kebiasaan mengantar tidur serta
kesulitan dalam hal tidur. Pada klien dengan batu ginjal biasanya mengalami gangguan
pola istirahat tidur karena adanya nyeri.
4) Pola Aktivitas
Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan batu ginjal klien
mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya
luka pada ginjal.
5) Pola Personal Hygiene
Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene (mandi,
oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada klien dengan batu ginjal biasanya ia
jarang mandi karna nyeri di bagian pinggang.
d. Pemeriksaan Fisik Fokus
Pada pemeriksaan fisik didaptkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri
kolik. Pasien tampak kesakitan, keringat dingin dan lemah
Sistem perkemihan
Inspeksi: pada pola eliminasi urinter jadi perubahan akibat adanya hematuria,
retensi urine, dan seringmiksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat
mual dan muntah.
Palpasi: palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa.Pada beberapa
kasus dapat teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis.
Perkusi: perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan
ketokan pada sudut kostovertebra dan didapatkan respon nyeri.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya :leukositoria, hematuria, dan
dijumpai kristal-kristal pembentuk batu.
2) Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukan pertumbuhan kuman.
3) Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi ginjal
4) Pemeriksaan elektrolit untuk melihat kalsium dalam darah
5) Pemeriksaan foto polos abdomen, PIV, urogram, dan USG untuk menilai
posisi, besar, serta bentuk batu pada saluran kemih.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah ;
      1.Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/ dorongan kontraksi ureteral ,
trauma jaringan.
2. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena batu
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (Sistoskopi atau penggunaan
kateter)
2. Post operasi
1.    Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur inpasif selama pembedahan.

D. Intervensi
Diagnosa
No NOC NIC
 Keperawatan
1.     1  Nyeri akut b.d  Tujuan: MANAJEMEN NYERI
peningkatan Setelah dilakukan perawatan (KONTROL NYERI)
frekuensi/ 2x24 jam klien melaporkan 1. Kaji nyeri secara
dorongan kontraksi nyeri berkurang atau komprehensif meliputi
ureteral,trauma hilang.  lokasi, karakteristik, onset,
jaringan Kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
Nyeri terkontrol yang intensitas atau beratnya
dilihat dari indikator: nyeri dan faktor presipitasi
a. Klien menuliskan 2. Observasi ekspresi klien
gejala nyeri secara non verbal agar
berkurang mengetahui tingkat nyeri
b. Klien dapat 3. Kolaborasi pemberian
menjelaskan faktor analgesik sesuai advis
penyebab nyeri dokter dan monitoring
c. Klien dapat respon klien
mengetahui 4. Kaji pengetahuan dan
intervensi yang perasaan klien mengenai
dilakukan untuk nyerinya
mengurangi nyeri 5. Kaji dampak nyeri
(farmaka dan non terhadap kualitas hidup
farmaka) klien (ADL)
d. Klien melaporkan 6. Ajak klien untuk mengkaji
perubahan gejala faktor yang dapat
nyeri yang terkontrol memperburuk nyeri
pada tim medis 7. Kontrol faktor lingkungan
e. Klien mengetahui yang dapat mempengaruhi
onset nyeri ketidaknyamanan klien
5. Level nyeri 2. 8.  Ajarkan teknik
a. Laporan nyeri nonfarmakologi (relaksasi,
b. Durasi nyeri terapi musik, distraksi, terapi
c. Ekspresi wajah klien aktifitas, masase) 
6. TTV dalam batas
normal    
2.       Perubahan pola Tujuan: 1. Urinary Retention Care
eliminasi: urine Setelah dilakukan tindakan a. Monitor intake dan
berhubungan keperawatan 3x24 jam output
dengan obstruksi retensi urin klien dapat b. Monitor penggunaan
karena batu teratasi. obat antikolinergik
Kriteria Hasil: c. Monitor derajat
1. Kandung kemih kosong distensi bladder
secara penuh d. Instruksikan pada klien
2. Tidak ada residu urin dan keluarga untuk
3. Intake cairan dalam mencatat output urine
rentang normal e. Sediakan privasi untuk
4. Bebas dari ISK eliminasi
5. Tidak ada spasme f. Stimulasi refleks
bladder bladder dengan
6. Balance cairan seimbang kompres dingin pada
7. Level nyeri abdomen.
a. Laporan nyeri g. Kateterisaai jika perlu
b. Durasi nyeri h. Monitor tanda dan
c. Ekspresi wajah klien gejala ISK (panas,
d. Tidak terjadi hematuria, perubahan
diaporesis bau dan konsistensi
8. Eliminasi urin optimal urine)
dilihat dari indikator: 2.  Monitoring kadar albumin,
a. Pola berkemih protein total
b. Jumlah urin 3.  Lakukan perawatan
c. Warna urin perineal dan perawatan
d. Intake cairan selang kateter
e. Kejernihan urin 4.  Dorong klien untuk
f. Bau urin berkemih tiap 2-4 jam dan
bila tiba-tiba dirasakan.
5.  Ajarkan serta
demonstrasikan kepada
klien dan anggota
keluargatentang teknik
berkemih yang akan
digunakan di rumah.
Sehingga klien dan keluarga
mampu melakukannya
dengan mandiri.
6.  Kolaborasikan obat diuretik
3.       Risiko infeksi b.d Tujuan: KONTROL INFEKSI
prosedur invasif Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif
(Sistoskopi atau keperawatan selama 1x24 2. Cuci tangan setiap sebelum
penggunaan jam infeksi pada klien dapat dan sesudah tindakan
kateter) terkontrol keperawatan
Kriteria Hasil: 3. Gunakan baju, sarung
Faktor-faktor 1. Klien bebas dari tanda tangan sebagai alat
risiko : dan gejala infeksi pelindung
1. Prosedur (tumor, dolor, rubor, 4. Gunakan kateter intermiten
Invasif kolor, fungsio laesa) untuk menurunkan infeksi
2. Inadekuat 2. Menunjukkan kandung kemih
pertahanan kemampuan untuk 5. Tingkatkan intake nutrisi
sekunder mencegah timbulnya 6. Dorong klien untuk
(penurunan Hb, infeksi memenuhi intake cairan
Leukopenia, 3. Jumlah leukosit dalam 7. Berikan terapi antibiotik
penekanan respon batas normal PROTEKSI TERHADAP
inflamasi) 4. Status imunitas baik INFEKSI
c)       dilihat dari indikator: 1. Monitoring tanda dan
a. Suhu tubuh gejala infeksi sistemik dan
b. Fungsi respirasi lokal
c. Fungsi 2. Inspeksi kulit dan
gastrointestinal membran mukosa terhadap
d. Fungsi kemerahan, panas,
genitourinaria drainase
e. Integritas kulit 3. Monitoring adanya luka
f. Integritas mukosa 4. Batasi pengunjung bila
perlu
5. Dorong klien untuk
istirahat
6. Ajarkan klien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
7. Kaji suhu badan pada klien
neutropenia setiap 4 jam
8. Laporkan kecurigaan
infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions 7 Classification 2015-2017 Tenth


Edition. UK NANDA International, Inc.

Borley, P. A. (2006). At a Glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga

Bulecheck G. et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier: Saunders

Chang, Esther. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi Ed.3. Jakarta: EGC

Moorhead et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth Edition. Elsevier: Saunders

Nursalam .2006. Sistem Perkemihan.Jakarta : Salemba Medika

Pearl, MS., Nakada, SY. 2009. Medical and Surgical Management of Urolithiasis. Informa: UK

Purnomo, Basuki.2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 Vol.
2. Jakarta: EGC

Stoller ML Bolton DM Urinary Stone Disease In: Tanagho EA, Mc Aninch JW Smith’s General
Urology,ed.5. New York: Mc Graw-Hill Companie, 2000, 291-316.

Suharyanto, Toto dan Madjid, Abdul. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media

Syaifuddin,H. 2011. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Edisi ke  tiga. Jakarta :EGC

Umamy, V. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga by Pierce A. Grace & Neil R. Borley. Jakarta:
Penerbit Erlangga

You might also like