You are on page 1of 36

MAKALAH MORFOLOGI

“PEMAJEMUKAN”

DOSEN PENGAMPU :

SARI ANI, M.PD.

KELOMPOK 6

1. NOVI DWI MUTA’ALIMAH KUSNANA (2003)

2. RISKA MAGFIROH ALAWIYAH (20032048)

3. YULISTIAWATI (20032038)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada sang penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan salah satu tugas yang berbentuk
makalah sebagai salah satu persyaratan untuk menempuh mata kuliah Morfologi Bahasa
Indonesia.
Makalah ini bertujuan untuk menguji mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan pengertian tentang komposisi. Terselesainya makalah ini tidak lepas dari
dukungan para orang-orang terdekat para penulis, karena itu dengan tulus penulis sampaikan
terima kasih kepada :
1. Dosen pengampu mata kuliah Morfologi Bahasa Indonesia, yang telah membimbing
kami dalam menjelaskan gambaran tentang materi makalah yang kami tulis.
2. Para pegawai perpustakaan UNISDA Lamongan, yang telah memberikan fasilitas se-
hingga terselesaikannya makalah ini.
3. Teman-teman Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah membantu
kami dalam menjalankan kegiatan diskusi tentang makalah ini.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil
dalam makalah ini masih terdapat kesalahan. Hal itu dikarenakan kelemahan dan keterbatasan
kemampuan seorang penulis. Saran dan kritik yang kontruksif tetap kami harapkan dari peserta
diskusi yang Budiman. Akhirnya semoga makalah ini membawa manfaat tidak hanya bagi
penulis, namun juga bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Lamongan, 16 Maret 2021

Kelompok 6
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................................

KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................

1.3 Tujuan.............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................

2.1 Pengertian Komposisi....................................................................................................

2.1.1 Komposisi dalam Peristilahan.........................................................................

2.1.2 Aspek Semantik Komposisi.............................................................................

2.1.3 Pengembangan Komposisi..............................................................................

2.2 Komposisi Nominal.....................................................................................................

2.2.1 Komposisi Nominal Bermakna Gramatikal.................................................

2.2.2 Komposisi Nominal Bermakna Idiomatikal.................................................

2.2.3 Komposisi Nominal Metaforis.......................................................................

2.2.4 Komposisi Nominal Nama dan Istilah..........................................................

2.2.5 Komposisi Nominal dengan Adverbia..........................................................

2.3 Komposisi Verbal.......................................................................................................

2.3.1 Komposisi Verbal Bermakna Gramatikal................................................

2.3.2 Komposisi Verbal Bermakna Idiomatikal................................................


2.3.3 Komposisi Verbal Bermakna Adverbia..................................................

2.4 Komposisi Ajektival.................................................................................................

2.4.1 Komposisi Ajektival Bermakna Gramatikal.........................................

2.4.2 Komposisi Ajektival Bermakna Idiomatikal.........................................

2.4.3 Komposisi Ajektival Bermakna Adverbia............................................

BAB III PENUTUP......................................................................................................

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................

3.2 Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses morfologis merupakan proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan
morfem yang satu dengan morfem yang lain sehingga menghasilkan kata. Proses gramatikal
akan memunculkan adanya makna gramatikal atau makna gramatis, yaitu makna yang timbul
akibat bertemunya morfem yang satu dengan morfem yang lain.

Kata yang mengalami proses morfologis itu mempunyai dua ciri yaitu (1) polimorfemis,
terdiri atas lebih dari satu morfem, dan (2) mempunyai makna gramatis atau makna
gramatikal. Ada tiga cara yang bisa dilakukan dalam proses morfologi bahasa Indonesia.
Ketiga cara itu antara lain: (1) afiksasi, yaitu proses pembentukan kata dengan cara
menggabungkan bentuk dasar dengan afiks sehingga menghasilkan kata berimbuhan, (2)
reduplikasi, yaitu proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan bentuk dasar
dengan morfem ulang {R} sehingga menghasilkan kata ulang, dan (3) pemajemukan, yaitu
proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan bentuk dasar yang satu dengan
bentuk dasar yang lain sehingga menghasilkan kata majemuk yang memiliki makna baru.

Dalam pemajemukan sering terjadi permasalahan, baik dalam perlakuan terhadap kata
majemuk maupun kerancuannya dengan bentuk yang lain (dalam hal ini adalah frasa, idiom,
dan reduplikasi berubah bunyi). Oleh karena itu, penulis menyusun makalah yang membahas
perlakuan terhadap pemajemukan (komposisi) yaitu proses penggabungan dua leksem atau
lebih.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan apa yang dimaksud pengertian Komposisi?

2. Jelaskan apa yang dimaksud Komposisi nominal?

3. Jelaskan apa yang dimaksud Komposisi Verbal?

4. Jelaskan apa yang dimaksud Komposisi Ajektival?


1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Komposisi

2. Untuk mengetahui pengertian Komposisi nominal?

3. Untuk mengetahui pengertian Komposisi Verbal?

4. Untuk mengetahui pengertian Komposisi Ajektival

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komposisi

Komposisi adalah proses penggabungan dasar dengan dasar (biasanya berupa akar maupun
bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah kata.
Seperti kita ketahui konsep-konsep dalam kehidupan kita banyak sekali, sedangkan jumlah
kosakata terbatas. Oleh karena itu, proses komposisi ini dalam bahasa indonesia merupakan satu
mekanisme yang cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan kosakata. Misalnya, dalam
bahasa indonesia kita sudah punya kata bukit untuk mengacu pada konsep “gunung kecil”, maka
konsep “bukit kecil” itu kita wadahi dengan gabungan “anak bukit”. Contoh lain, dalam bahasa
Indonesia kita sudah punya kata merah, yaitu salah satu jenis warna. Namun, dalam kehidupan
kita warna merah itu tidak semacaam, ada warna merah seperti warna darah, ada warna merah
seperti warna jambu, ada warna merah seperti warna delima, dan sebagainya. Maka untuk
membedakan semuanya itu kita buatlah gabungan kata merah darah, merah jambu, merah
delima, dan sebagainya. Konsep yang diwadahinya adalah “merah seperti warna merah darah”,
“merah seperti warna jambu”, dan “merah seperti warna merah delima”.

Contoh lain, bahasa Indonesia memiliki kata rumah untuk mewadahi “bangunan tempat
tinggal” namun, dalam kehidupan kita ada konsep “bangunan tempat menggadaikan”, maka
terbentuklah komposisi “rumah gadai” ada konsep “bangunan tempat mengobati rumah sakit”
maka terbentuklah komposisi “rumah sakit” dan ada konsep “bangunan makan” maka
terbentuklah komposisi “rumah makan”. Sebaliknya, konsep mengenai “bangunan tempat tinggal
bintang” punya satu kata tunggal yaitu kandang.

2.1.1 Komposisi dalam Peristilahan

Agar pembicaraan lebih terarah ada baiknya dibicarakan beberapa istilah yang selama ini
digunakan dalam berbagai literatur tata bahasa Indonesia. Istilah pertama yang banyak digunakan
adalah kata majemuk (lihat Alisjahbana, 1953) Istilah ini digunakan untuk mengacu kepada
konsep “gabungan dua buah kata atau lebih” yang memiliki makna baru. Misalnya, bentuk kumis
kucing dalam arti “sejenis tanaman yang.....” adalah sebuah kata majemuk tetapi kumis kucing
dalam arti “kumis dari seekor kucing” bukanlah kata majemuk. Begitu juga bentuk tangan
panjang dalam arti “pencuri”, membanting tulang dalam arti “bekerja keras” dan meja hijau
dalam arti “pengadilan” adalah kata majemuk.

Dari uraian kata diatas dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, konsep kata majemuk
seperti yang dimaui Alisyahbana adalah idnetik dengan konsep idiom dalam kajian semantik.
Kedua, dibuatnya dikolomi kata majemuk dan bukan kata majemuk.

Untuk pembicaraan komposisi, Fokker (1951) menggunakan istilah kelompok kata, yang
dibedakannya atas kelompok longgar dan kelompok erat. Dengan kelompok longgar
dimaksudkan untuk kelompok kata yang hubungan antara unsur-unsurnya bersifat tidak
mengikat. Sedangkan yang dimaksud dengan kelompok erat adalah kelompok yang hubungan
antara unsur-unsurnya bersifat erat, dan tidak dapat dipisahkan. Kalau dibandingkan dengan
peristilahan yang digunakan Alisyahbana, maka kelompok longgar sama dengan kata yang bukan
majemuk dan kelompok erat sama dengan kelompok dengan kata majemuk.

Dalam pembicaraan komposisi C.A. Mees (1957) menggunakan istilah kata majemuk dan
aneksi. Dengan istilah kata majemuk dimaksudkan untuk gabungan kata yang memiliki makna
idiomatik, persis sama dengan yang digunakan Alisyahbana. Sedangan istilah aneksi
dimaksudkan untuk menyebut gabungan kata yang maknanya masih dapat ditelusuri secara
gramatikal, seperti lukisan Yusuf memiliki makna ‘lukisan milik Yusuf’ atau ‘lukisan buatan
Yusuf’ dan meja tulis bermakna ‘meja tempat menulis’. Jadi, C.A Mees menggunakan istilah
kata majemuk untuk komposisi yang bermakana idiomatik, dan aneksi untuk komposisi yang
bukan bermakna idiomatikal.

Sementara itu dalam buku pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
bentuk-bentuk seperti duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa dan rumah sakit
umum yang disebutnya “gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk”. Pernyataan ini tentu
menimbulkan banyak masalah, sebab bentuk seperti duta besar, kambing hitam dan kereta api
dimasukkan dalam satu konsep dan isilah.

Dalam bab mengenai komposisi, Kridalaksana (1989) menyamakan istilah komposisi


sama dengan perpaduan atau pemajemukan, yairu proses penggabungan dua leskem atau lebih
yang membentuk kata. Hasil proses itu disebut paduan leksem atau kompositum, yang menjadi
calon kata majemuk. Kridalaksana (1989) juga menjelaskan kalau kata majemuk berasal dari
paduan leksem atau kompositum adalah hasil proses morfologi, maka yang disebut frase adalah
hasil proses sintaksis. Frase dibentuk dari pemaduan kata dengan kata, bukan leksem dengan
leksem. Jadi, dengan kata lain kalau komposisi adalah masalah morfologi, maka frase adalah
masalah sintaksis. Oleh karena itu, ada kemungkinan adanya sebuah data kebahsaan bila dilihat
dari segi morfologi sebagai sebuah komposisi, tetapi kalau dilihat dari segi sintaksis sebagai
sebuah frase.

Sekarang kita lihat konsep komposisi ini dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(Alwi, 1998). Buku ini, yang membuat deskripsi bahasa berdasarkan kategori, tidak
membicarakan komposisi dalam satu bab khusus, melainkan dimasukkan dalam pembicaraan
mengenai verba , adjektiva dan nomina. Jadi, ada verba majemuk, ajektifa majemuk dan nomina
majemuk. Uraian yang diberikan cukup membingungkan, sebab, misalnya, dalam pembicaraan
verba majemuk, bentuk-bentuk idiom tidak termasuk verba majemuk, tetapi dalam pembicaraan
ajektifa, bentuk-bentuk idiom dimasukkan juga sebagai ajektifa majemuk. Jadi, kriteria yang
digunakan untuk menyebut verba majemuk dan nomina majemuk disatu pihak, tidak sama
dengan kriteria untuk menyebut ajektifa majemuk dipihak lain (lebih jauh lihat Chaer, 2003)

2.1.2 Aspek Semantik Komposisi

Sudah disebutkan dimuka bahwa tujuan utama membentuk komposisi adalah untuk
menampung kehidupan mewadahi konsep-konsep yang ada dalam kehidupan kita tetapi belum
ada wadahnya dalam bentuk sebuah kata. Dilihat dari usaha untuk menampung konsep-konsep
ini dapat dibedakan adanya lima macam komposi Komposisi yang menampung konsep-konsep
yang digabungkan sederajat, sehingga membentuk komposisi yang koordinatif. Misalnya,
penggabungan dasar makan dan dasar minum menjadi komposisi makan minum, penggabungan
dasar kaya dan dasar miskin menjadi komposisi kaya miskin, dan penggabungan dasar ayam dan
dasar itik menjadi komposisi ayam itik. Makna gramatikal hasil penggabungan koordinatif bisa
‘dan’ bisa juga ‘atau’ tergantung pada konteks kalimatnya bisa juga bermakna idiomatik.

Contoh lain:

- Baca tulis ‘baca dan tulis’

- Pulang pergi ‘pulang dan pergi’


- Makan pakai ‘makan dan pakai’

- Cantik molek ‘cantik dan molek’

- Tua muda ‘tua dan muda’

- Jauh dekat ‘jauh dan dekat’

- Tikar bantal ‘tikar dan bantal’

- Sawah ladang ‘sawah dan ladang’

- Kampung halaman ‘kampung dan halaman’

Catatan :

1) Bentuk-bentuk seperti cantik molek, segar bugar, basah kuyup dan hancir
luluh lazim juga dibicarakan dalam proses reduplikasi (berubah bunyi)

2) Makna komposisi tikar bantal, pirinh mangkuk dan kampung halaman lazim
juga dianggap tidak bermakna ‘dan’ melainkan bermakna tikar bantal ‘segala’
perlengkapan tidur’, piring mangkuk ‘semua peralatan makan’ kampung
halaman ’tempat kelahiran’.

1) Komposisi yang menampung konsep-konsep yang digabung tidak sederajat, sehingga


melahirkan komposisi yang subordinatif. Dalam komposisi ini unsur pertama merupakan
unsur utama dan unsur kedua merupakan unsur penjelas. Misalnya dasar sate sebagai
unsur utama digabung dengan dasar ayam sebagai unsur penjelas menjadi komposisi sate
ayam yang bermakna gramatikal ‘sate yang berbahan daging ayam’. Contoh lain, dasar
sate digabunng dengan dasar madura menjadi komposisi sate madura yang bermakna
gramatikal ‘sate yang berasal dari madura dan dasar sate digabung dengan dasar lontong
menjadi komposisi sate lontong yang bermakna gramatikal ‘sate dengan campuran
lontong’.

Makna gramatikal komposisi subordinatif ini memang tergantung pada komponen


makna yang memiliki unsur keduanya. Seperti pada contoh diatas sate ayam, dasar ayam
memiliki komponen makna (+ bahan) pada contoh kedua dasar madura dasar lontong
memiliki komponen makna (+ tempat) dan pada contoh ketiga dasar lontong memiliki
komponen makna (+ campuran). Bagaimana dengan makna gramatikal sate Pak Kumis?
Unsur Pak Kumis memiliki komponen makna (+ pembuat). Jadi, komposisi sate Pak
Kumis memiliki makna gramatikal ‘sate buatan Pak Kumis’.

2) Komposisi yang menghasilkan istilah, yakni yang maknanya sudah pasti, sudah tertentu,
meskipun bebas dari konteks kalimatnya, karena sebagai istilah hanya digunakan dalam
bidang ilmu atau kegiatan tertentu. Makna istilah dalam komposisi ini tidak ditentukan
oleh hubungan kedua unsurnya, melainkan ditentukan oleh keseluruhannya.

Beberapa contoh istilah dalam bentuk komposisi :

a) Istilah Olahraga:

- Tolak peluru

- Angkat besi

- Terjun payung

- Terbang layang

- Balap sepeda

b) Istilah Linguistik:

- Fonem vokal

- Morfem bebas

- Frase endosentik

- Klausa verbal

- Kalimat inti

c) Istilah Politik:

- Suaka politik

- Hak angket

- Hak prerogatif
- Sidang paripurna

d) Istilah Pendidikan:

- Buku ajar

- Tahun ajaran

- Guru bantu

- Model pembelajaran

- Tenaga kependidikan

e) Istilah Agama (islam):

- Hadis sahih

- Ayat kursi

- Wali hakim

- Zakat fitrah

- Ibadah haji

Bagaimana cara pembentukan istilah melalui proses komposisi (penggabungan) lihat buku
pedoman pembentukan istilah.

3) Komposisi pembentuk idiom, yakni penggabungan dasar dengan dasar yang


menghasilkan makna idiomatik, yaitu makna yang tidak dapat diprediksi secara leksikal
maupun gramatikal. Misalnya, penggabungan meja dengan dasar hijau yang
menghasilkan komposisi meja hijau dengan makna ‘pengadilan’, penggabungan dasar
gigit dengan dasar jari yang menghasilkan komposisi gigit jari dengan makna ‘tidak
mendapat apa-apa’ dan penggabungan dasar tutup dengan dasar usia yang menhasilkan
komposisi tutup usia dengan makna ‘meninggal’.

Berikut adalah contoh komposisi idiomatik lainnya:

- Memeras keringat ‘bekerja keras’

- Membanting tulang ‘bekerja keras’


- Menjual gigi ‘tertawa keras-keras’

- Beratap seng ‘sudah tua’

- Bau kencur ‘(masih) kanak-kanak’

Sebetulnya, ada dua macam bentuk komposisi idiomatik, yaitu pertama, yang berupa
idiom penuh, dimana semua unsurnya merupakan satu kesatuan, seperti contoh diatas.
Yang kedua idiom sebagian, yaitu idiom yang salah satu unsurnya masih bermakna
leksikal. Misalnya:

- Daftar hitam, ‘daftar yang berisi nama-nama orang yang diduga berbuat salah’

- Baju kebesaran, ‘baju berkenaan dengan kepangkatan’

- Gaji buta, ‘gaji yang diterima meskipun sudah tidak bekerja’

kata daftar pada daftar hitam diatas masih bermakna ‘daftar’, begitu juga dengan kata
baju pada baju kebesaran dan kata gaji pada gaji buta. Mengenai idiom lebih jauh lihar
Chaer 1993, Chaer 1997 atau Mahayana 1997.

4) Komposisi yang menghasilkan nama, yakni yang mengacu pada sebuah maujud dalam
dunia nyata. Misalnya, Griya Matraman, Stasiun Gambir dan Selat Sunda.

2.1. 3 Pengembangan Komposisi

Sebagaimana sudah disebutkan diatas bahwa maksud utama pembentukan komposisi


adalah untuk mewadahi konsep-konsep yang ada dalam kehidupan nyata tetapi belum ada
kosakatanya dalam bentuk tunggal. Pada tahap pertama tentunya komposisi baru berupa
penggabungan dua buah dasar, seperti dasar kereta dengan dasar api menjadi komposisi kereta
api. Namun, kemudian akibat perkembangan teknologi dan budaya kereta api dapat digabungkan
lagi dengan dasar ekspres sehingga menjadi kereta api ekspres. Selanjutnya komposisi kereta api
ekspres dapat digabung lagi dengan dasar malam menjadi komposisi kereta api ekspers malam.
Malah kemudian komposisi kereta api ekspres malam ini dapat digabung lagi dengan komposisi
luar biasa sehingga menjadi kereta api ekspres malam luar biasa.

Dilihat dari segi semantik, semakin luas komposisi itu maka maknanya semakin
“sempit”. Kata simak, kata kereta mencakup semua jenis kereta, termasuk kereta kuda, kereta
listrik, kereta perang, dan sebagainya. Makna kereta api hanya digerakkan dengan tenaga api
(dalam hal ini lokomotif). Jadi, tidak termasuk kereta kuda dan yang lain-lain. Lalu, makna
kereta api yang bukan ekspres sudah semakin ‘sempit’ karena semua kereta api yang bukan
ekspres tidak termasuk kedalam komposisi itu. Selanjutnya, dengan penambahan dasar malam ke
dalam komposisi kereta api ekspres menyebabkan kereta api ekspers yang berjalan siang hari
tidak termasuk di dalamnya. Makna atau konsep semakin “sempit” lagi dengan penambahan
dasar luar biasa, sebab yang biasa pun tidak termasuk di dalam komposisi kereta api ekpres
malam luar biasa.

Tampaknya pengembangan komposisi seperti yang dilakukan di atas tidak selalu mudah.
Misalnya, dalam kehidupan nyata kita punya komposisi kelapa hijau yang mengacu pada sejenis
kelapa yang kulitnya berwarna hijau. Di samping itu, kita juga punya komposisi kelapa muda,
yang mengacu pada kelapa yang belum tua, yang biasa dijadikan minuman dengan es. Nah,
bagaimana kita harus mengatakan kelapa hijau yang belum tua, dan dari jenis kelapa hijau?
Apakah kelapa hijau muda atau kelapa muda hijau? Kedua kontruksi ini menimbulkan
ambiguitas. Kiranya konstruksi yang lebih baik haruslah dengan bantuan konjungsi yang,
sehingga menjadi kelapa hijau yang muda atau kelapa muda yang hijau.

2.2. Komposisi Nominal


Yang dimaksud dengan komposisi nominal adalah komposisi yang pada satuan klausa
berkategori nomina. Misalnya komposisi kakek nenek dan baju baru pada kedua kalimat berikut:

- Kakek nenek pergi berlebaran

- Mereka memakai baju baru

Sebagai pengisi fungsi subjek komposisi kakek nenek berkategori nomina dan sebagai
pengisi objek komposisi baju baru juga berkategori nomina.

Komposisi nominal dapat dibentuk dari dasar:

a. Nomina + nomina, seperti kakek nenek, meja kayu dan sate kambing.

b. Nomina + verba, seperti meja makan, buku ajar dan ruang tunggu

c. Nomina + ajektifa, seperti guru muda, mobil kecil dan meja hijau
d. Adverbia + nomina, seperti bukan uang, banyak buaya, beberapa murid

Dalam kaitannya dengan masalah semantik dapat dibedakan adanya lima macam komposisi
nomina, seperti yang ada dibicarakan pada subbab berikut:

2.2.1 Komposisi Nominal Bermakna Gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang muncul dalam proses penggabungan dasar dengan dasar
dalam pembentukan sebuah komposisi. Makna gramatikal yang muncul dalam proses
pembentukan komposisi nominal, antara lain adalah makna yang menyatakan :

1) ‘gabungan biasa’, sehingga dianatara kedua unsurnya dapat disisipkan kata dan. Makna
gramatikal ‘gabungan biasa’ ini akan terjadi apabila kedua unsurnya memiliki komponen
makna:

2) ‘bagian’, sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata dari. Makna gramatikal
‘bagian’ ini akan terjadi apabila unsur pertama memiliki komponen (+ bagian dari unsur
kedua) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ keseluruhan yang mencakup
unsur pertama). Misalnya awal tahun, tengah semester, akhir bulan, suku bangsa, pangkal
paha, ujung jalan, pagi hari, tengah malam dan sebagainya.

3) ‘kepunyaan atau pemiliki’, sehingga dianatara kedua unsurnya dapat disisipkan kata
milik. Makna gramatikal ‘kepunyaan’ ini akan terjadi apabila unsur pertama memiliki
komponen makna (+ benda termilik) dari unsur kedua memiliki komponen makna (+
insan), (+ yang diinsankan) atau (+ pemilik). Misalnya sepatu adik, rumah nenek, tanah
negara, mobil direktur, rongkat kakek, putri raja, sekolah swasta dan sebagainya.

4) ‘asal bahan’, sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata terbuat dari. Makna
gramatikal ‘asal bahan’ dapat terjadi apabila unsur pertamanya memiliki komponen
makna (+ bahan pembuat unsur pertama). Misalnya cincin emas, sate ayam, kursi rotan,
jaket kulit, map plastik, paku baja, uang logam, meja kayu, lemari besi, jendela kaca dan
sebagainya.

5) ‘asal tempat’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata berasal dari. Makna
gramatikal ‘asal tempat’ dapat terjadi apabila unsur kedua memiliki makna grmatikal (+
tempat berasalnya unsur pertama). Misalnya sate padang, jeruk bali, soto madura, dodol
garut, jambu bangkok, lenoong betawi, tamatan IKIP, putri solo dan sebagainya.

6) ‘bercampur atau dicampur dengan’ sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan
kata berasal bercampur. Makna gramatikal ‘bercampur’ dapat terjadi apabila unsur kedua
memiliki komponen makna (+ pencampu pada unsur pertama). Misalnya teh susu, roti
keju, lontong sayur, sate lontong, semen pasir, gado-gado nasi, gula mentega, ketupat
laksa dan sebagainya.

7) ‘hasil buatan’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata buatan. Makna
gramatikal ‘hasil buatan’ ini dapat terjadi apabila unsur kedua memiliki komponen
makna (+ pembuat unsur pertama). Misalnya puisi Chairil, mobil Jepang, lukisan afandi,
novel idrus, buku gramedia, sate pak kumis, soto bang nawi, motor cina dan sebagainya.

8) ‘tempat melakukan sesuatu’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disispkan kata
tempat. Makna gramatikal ‘tempat melakukan sesuatu’ dapat terjadi apabila unsur
pertama memiliki komponen (+ ruang). Dan unsur kedua memilki makna (+ tindakan).
Misalnya kamar periksa, rumah makan, meja tulis, ruang tunggu, kamar mandi, bangsal
senam, ruang sidang, halaman parkir dan sebagainya.

9) ‘kegunaan tertentu’ sehingga dianatara kedua unsurnya dapat disisipkan kata untuk.
Makna gramatikal ‘kegunaan’ ini dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki komponen
makna (+ kegunaan). Dan komponen kedua memiliki makna (+ tindakan). Misalnya uang
belanja, mobil dinas, kapal perang, kapur tulis, pensil alis, pisau cukur, kendaraan
angkutan, pintu masuk, jalan tembus dan sebagainya.

10) ‘bentuk’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata berbentuk. Makna
gramatikal ‘bentuk’ ini dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+
benda). dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ bentuk) atau (+ wujud).
Misalnya meja bundar, rumah mungil, karet gelang, besi siku, kotak persegi, paku
payung, besi bulat, besi siku, dan seabagainya.

11) ‘jenis ’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata jenis. Makna gramatikal
‘jenis’ ini dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+ benda
generik)sedangkan unsur kedua memiliki komponen makna (+ benda spesifik) Misalnya
mobil sedan, pisau lipat, ayam petelur, motor tempel, ikan kakap, burung merpati, bungg
anggrek, rokok kretek, dan sebagainya.

12) ‘keadaan’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata keadaan. Makna
gramatikal ‘keadaan’ ini dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki komponen makna
(+ benda) sedangkan unsur kedua memiliki komponen makna (+ keadaan). Misalnya
mobil rusak, daerah kumuh, gubuk reyot, ban kempes, radio antik, bangku baru, anak
malas, buku tipis, dan sebagainya.

13) ‘seperti atau menyerupai’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata seperti
atau serupa. Makna gramatikal ‘seperti atau serupa’ ini dapat terjadi apabila unsur
pertama memiliki komponen makna (+ benda buatan) sedangkan unsur kedua memiliki
komponen makna (+ ciri khas benda). Misalnya gula pasir, akar rambut, kopi bubuk,
garam bata, gelang ular, per keong, mobil (VW) kodok, jembatan semanggi, rek cakram,
dan sebagainya.

14) ‘gender atau jenis kelamin’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata
berkelamin. Makna gramatikal ‘gender’ ini dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki
komponen makna (+makhluk) sedangkan unsur kedua memiliki komponen makna (+
gender). Misalnya ayam jantan, sapi betina, ayam biang, ayam jago, atlet putra, perenang
putri, polisi wanita, guru pria, anak perempuan, anak laki-laki dan sebagainya.

15) ‘model’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata model. Makna
gramatikal ‘model’ ini dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki komponen makna
(+benda buatan) sedangkan unsur kedua memiliki komponen makna (+ ciri khas dari
sesuatu). Misalnya celana jengki, topi koboi, rambut prajurit, rumah eropa, kebaya
encim, kebaya kartini, srapan Amerika, topi haji, dan sebagainya.

16) ‘memakai atau menggunakan’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata
memakai. Makna gramatikal ‘memakai’ ini dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki
komponen makna (+ benda alat) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ bahan
yang digunakan). Misalnya kapal layar, mesin uap, rem angin, mesin diesel, sumpah
pocong, kapal api, kereta listrik, lampu kabel dan sebagainya.
17) ‘yang di...’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata yang di... Makna
gramatikal ‘yang di...’ ini dapat terjadi apabila unsur kedua memiliki komponen makna
(+perlakuan terhadap unsur pertama). Misalnya anak angkat, ayam goreng, roti nakar,
pisang rebus, nasi kukus, ikan pepes, sambel goreng, geplak bakar, tempe bacem, ketan
panggang dan sebagainya.

18) ‘ada di...’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata di. Makna gramatikal
ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+kegiatan) dan
unsur kedua memiliki komponen makna (+ ruang) atau (+ tempat). Misalnya bajak laut,
kapal udara, uang muka, lari gawang, angkatan darat, voli pantai, wisata alam, ski air,
arung jeram, penjaga gawang, pantroli perbatasan dan sebagainya.

19) ‘yang (biasa)’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata yang melakukan
atau yang mengerjakan. Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama
memiliki komponen makna (+ pelaku) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+
tindakan) atau (+ kegiatan). Misalnya jago balap, jago makan, juru bayar, juru parkir,
juru bicara, juru tik, tukang pukul, tukang copet, tukang todong, tukang tipu dan
sebagainya.

20) ‘wadah atau tempat’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata wadah atau
tempat . Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki
komponen makna (+wadah) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+benda
berwadah). Misalnya kaleng cat, botol kecap, tabung gas, gudang garam, kaleng susu,
amplop surat, botol tinta, kotak uang, mangkuk bubur, piring nasi, cangkir kopi, toples
kue, kotak surat, kamar mayat dan sebagainya.

21) ‘letak atau posisi’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata yang berada
di... Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen
makna (+ benda) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ posisi). Misalnya
pintu depan, kamar tengah, pintu samping, parkir timur, ruang dalam, paviliun kiri,
jendela belakang, laci atas, rak tengah dan sebagainya.

22) ‘mempunyai atau dilengkapi dengan’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan
kata mempunyai atau dilengkapi dengan. Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila
unsur pertama memiliki komponen makna (+ benda alat) dan unsur kedua memiliki
komponen makna (+pelengkap) Misalnya kursi roda, rumah tingkat, truk gandengan,
amplop berjendela, sepeda motor, kamar AC dan sebagainya.

23) ‘jenjang, tahap atau tingkat’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata
tahap atau tingkat. Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki
komponen makna (+kegiatan) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ tahap)
atau (+ tingkatan). Misalnya sekolah dasar, pemain pemula, pendidikan awal, bagian
pengantar, penelitian lanjut, sekolah tinggi, perwira pertama dan sebagainya.

24) ‘rasa atau bau’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata yang rasanya atau
baunya. Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki
komponen makna (+benda rasa) atau (+ benda berbau) dan unsur kedua memiliki
komponen makna (+ rasa) atau (+ bau). Misalnya kacang asin, gulai pedas, air tawar,
sayur asem, mi sedap, minyak wangi, kecap asin, obat pahit, kopi pahit, dan sebagainya.

2.2.2 Komposisi Nominal Bermakna Idiomatikal


Ada sejumlah komposisi nominal memiliki makna idiomatik, baik berupa idiom penuh
maupun berupa idiom sebagian. Yang berupa idiom penuh artinya, seluruh komposisi itu
memiliki makna yang tidak dapat diprediksi secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya:

- orang tua, dalam arti ‘ayah ibu’

- kambing hitam, dalam arti ‘orang yang dipersalahkan dalam satu perkara’

- kumis kucing, dalam arti ‘sejenis tanaman obat’

- meja hijau, dalam arti ‘pengadilan’

- buah bibir, dalam arti ‘bahan pembicaraan orang ramai’

- kupu-kupu malam, dalam arti ‘wanita tuna susila’

- daun muda, dalam arti ‘wanita remaja’

- buaya darat, dalam arti ‘penjahat kecil’


Namun, perlu dicatat makna idiomatik ini baru jelas apabila berada pada konteks
kalimatnya Contoh, komposisi orang tua pada kalimat:

- semua orang tua murid sudah hadir di aula

Adalah bermakna idiomatik sedangkan komposisi orang tua dalam kalimat:

- siapa nama orang tua yang duduk di sana itu?

Bukankah bermakna idomatik. Menurut para ahli tata bahasa tradisional, komposisi yang
bermakna idiomatik inilah yang mereka sebut kata majemuk.

Komposisi yang berupa idiom sebagian adalah yang salah satu unsurnya masih memiliki
makna leksikalnya, seperti komposisi daerah hitam, pakaian kebesaran, koran kuning, dan gaji
buta. Kata daerahj pada komposisi daerah hitam, kata pakaian pada komposisi pakaian
kebesaran, kata koran pada komposisi koran kuning dan kata gaji pada komposisi gaji buta masih
memliki makna leksikalnya. Sedangkan yang bermakna idiomatik adalah kata-kata hitam,
kebesaran, kuning dan buta pada setiap komposisi tersebut (mengenai makna idiomatik lebih
jauh lihat chaer 1993 1997 atau Mahayana 1997).

2.2.3 Komposisi Nominal Metaforis

Ada sejumlah komposisi nominal yang salah satu unsurnya digunakan secara metaforis,
yakni dengan mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki oleh unsur tersebut.
Umpamanya unsur kaki pada komposisi kaki gunung diberi makna metaforis dari komponen
makna kaki, yaitu (+ Terletak pada bagian bawah). Sedangkan pada komposisikaki meja diberi
makna metaforis dari komponen makna (+ penunjang berdirinya tubuh).

Contoh contoh komposisi nominal metaforis lainnya adalah:

-Kaki mobil

-Catatan kaki

-Kepala surat

-Kepala paku

-Kepala kantor
-Daun jendela

-Daun pintu

-Daun telinga

-Mulut gua

-Mulut botol

2.2.4 Komposisi Nominal Nama dan Istilah

Ada sejumlah komposisi nominal yang berupa nama atau istilah. Sebagian nama atau istilah
komposisi ini bermakna idiomatik, juga tidak bermakna metaforis. Beberapa nama dan istilah
diberikan sebagai contoh di bawah ini:

Nama

Hotel Indonesia

IKIP Jakarta

Apotik Rini

Jalan Jagorawi

Kampung Bali

Dukuh zamrud

Tanah Abang

Jakarta timur

Kali Ciliwung

Kota Bekasi

Abdul Rahman

Yahya Ismail

Siti Fatimah
Istilah

Buku ajar

Lepas landas

Suku cadang

Anak angkat

Bapak angkat

Rumah tangga

Rumah singgah

Pagar ayu

Garam beryodium

Polisi tidur

Jembatan keledai

Pintu darurat

2.2.5 Komposisi Nominal dengan Adverbia

Ada sejumlah komposisi nominal yang dibentuk dari kelas adverbial dan kelas nominal.
Makna komposisi ini ditentukan oleh makna “leksikal” dari kata adverbia itu. Adverbia yang
mendampingi nomina adalah, adverbia yang menyatakan negasi, yaitu bukan, tiada dan tanpa
dan adverbia yangmenyatakan jumlah, yaitu beberapa, banyak, sedikit, sejumlah, jarang, kurang.
Berikut diberikan sejumlah contoh:

-Bukan anjing

-Tiada air

-Tanpa uang

- Banyak hujan
-Beberapa siswa

-sedikit air

-Sejumlah orang

-Jarang penduduk

-Kurang semen

Ke dalam kelompok ini bisa juga dimasukkan komposisi dengan unsur preposisi, seperti:

- di pasar

- dari kampus

- ke hutan

-pada bulan

-suatu saat

2.3 Komposisi Verbal

Yang dimaksud komposisi verbal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori
verbal. Misalnya komposisi menyanyi menari dan datang menghadap pada kedua kalimat
berikut:

- mereka menyanyi menari sepanjang malam.

- dia datang menghadap kepala sekolah.

Sebagai pengisi fungsi predikat komposisi menyanyi menari dan datang menghadap
berkategori verba.

Komposisi verbal dapat dibentuk dari dasar:

a. Verba + verba, seperti menyanyi menari, datang menghadap, duduk termenung, dan lari
bersembunyi.

b. Verba + nomina, seperti gigit jari, membanting tulang, makan tangan dan lompat galah.

c. Verba + adjektifa, seperti lompat tinggi, lari cepat, berkata keras, dan makan besar.
d. adverbia + verba, seperti sudah makan, tidak datang, belum jumpa dan masih tidur.

Dalam kaitannya dengan masalah semantik ada tiga macam komposisi seperti akan
dibicarakan pada subbab berikut.

2.3.1 Komposisi Verba Bermakna Gramatikal

Dalam proses pembentukan komposisi verba muncul beberapa makna gramatikal, antara
lain adalah makna yang menyatakan:

1) ‘gabungan biasa’ sehingga dianatara kedua unsurnya dapat disisipkan kata dan. Makna
gramatikal ini dapat terjadi apabila:

a. Unsur yang memiliki makna yang sama, sebagai 2 buah kata bersinonim.
Misalnya bimbang ragu, bujukrayu, cacimaki, gelak tawa, hilang lenyap, ikut
serta, kasih sayang, tegur sapa, turut serta, dan sebagainya

b. Kedua unsurnya merupakan anggota dari satu Medan makna. Misalnya belajar
mengajar, makan minum, menyanyi menari, baca tulis, tanya jawab, tingkah laku
dan sebagainya.

c. Kedua unsurnya merupakan pasangan berantonim. Misalnya jual beli, jatuh


bangun, mundur maju, timbul-tenggelam, dan sebagainya

Namun, makna gramatikal sekelompok dari komposisi (C) sangat tergantung pada kalimatnya.
Pada satu konteks bisa bermakna ‘dan’ pada konteks lain bermakna “atau” seperti pada nomor
(2) berikut.

2) ‘gabungan mempertentangkan’ sehingga kedua unsurnya merupakan pasangan


berantonim. Misalnya hidup-mati, gerak diam, rebah bangun, jual-beli, maju mundur,
pulang-pergi, bongkar pasang dan sebagainya.

3) ‘Sambil’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata sambil. Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila kedua unsur itu merupakan dua tindakan yang
dapat dilakukan bersamaan hanya unsur pertama harus memiliki komponen makna (+
tindakan) dan (+ gerak) sedangkan unsur kedua memiliki komponen makna (+ tindakan)
dan (- gerak). Misalnya datang membawa, datang menangis, datang menggendong,
datang meringis, duduk berbicara, duduk membaca, duduk bersiul, lari tertawa tawa dan
sebagainya.

4) ‘lalu’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata lalu. Makna gramatikal ini
dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+ tindakan) dan (+
gerak) unsur kedua memiliki komponen makna (+ tindakan) dan (- gerak) misalnya
datang berteriak-teriak, datang marah-marah ke ma pulang menangis, menerkam
menggigit, melompat menendang dan sebagainya.

5) ‘untuk’ sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata untuk. Makna gramatikal
ini dapat diperoleh apabila unsur pertamanya memiliki komponen makna (+ tindakan)
dan (+ gerak) unsur kedua memiliki komponen makna (+ tindakan) dan (+ sasaran).
Misalnya datang menagih (hutang), pergi membayar (pajak), datang menghadap beliau,
pergi berobat, pergi menonton (bioskop), lari bersembunyi, duduk berunding, datang
meminta (maaf) dan sebagainya.

6) 'dengan', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata dengan. Makna
gramatikal ini dapat terjadi apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+
tindakan) dan (+ gerak) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ tindakan) dan (+
keadaan). Misalnya datang merangkak, ngesot, datang, pulang terpincang-pincang,
menangis tersedu-sedu, pulang menggendong (adik), dan sebagainya.

7) 'secara', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata secara. Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+
tindakan) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ cara). Misalnya terjun bebas,
makan besar-besaran, lari cepat, kerja paksa, cetak ulang, tukar tambah, lari beranting,
jalan pintas, dan sebagainya.

8) 'alat', sehingga di antara kedua unsurya dapat disisipkan kata menggunakan. Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+
tindakan) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ alat) atau (+ yang digunakan).
Misalnya balap mobil, balap sepeda, lempar lembing, lempar cakram, tolak peluru,
lompat galah, terjun payung, lari gawang, dan sebagainya.
9) ‘waktu’, sehingga diantara kedua unsurnya dapat disisipkan kata waktu. Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+
kegiatan) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ saat) atau (+ ketika). Misalnya
ronda malam, jaga malam, apel pagi, tidur siang, kawin muda, makan siang, makan
sahur, shalat subuh, doa makan, tidur siang, dan sebagainya.

10) ‘karena', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata karena. Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+
kejadian) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ penyebab). Misalnya cerai
mati, mabuk laut, mabuk udara, mabuk asmara, mabuk darah, mandi darah, mandi
keringat, dan sebagainya.

11) 'terhadap', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata terhadap atau akan.
Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertamanya memiliki komponen
makna (+ peristiwa) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ bahaya). Misalnya
kedap air, kedap suara, tahan panas, tahan peluru, tahan banting, tahan uji, tahan lapar,
tahan kias, dan sebagainya.

12) 'menjadi', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata menjadi. Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertamanya memiliki komponen makna (+
penyebab) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ akibat). Misalnya jatuh cinta,
jatuh sakit, jatuh miskin, naik haji, bagi rata, pergi haji masuk Islam, masuk tentara, dan
sebagainya.

13) 'sehingga', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata sehingga atau
sampai. Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertamanya memiliki
komponen makna (+ tindakan) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+
kesudahan). Misalnya tembak mati, tembak jatuh, beri tahu, pukul mundur, sebar luas,
buang habis, lempar jauh, dan sebagainya.

14) 'menuju', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata ke atau menuju, Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+ gerak
arah) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ arah tujuan). Misalnya belok kiri,
belok kanan, hadap kanan, masuk desa, masuk sekolah, naik darat, pulang kampung lirik
kanan, dan sebagainya.

15) 'arah kedatangan', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata dari. Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+ gerak
arah) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ tempat kegiatan). Misalnya pulang
kantor, pulang kerja, usai sekolah, bubar rapat, habis mandi, dan sebagainya.

16) ‘seperti', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata seperti atau sebagai.
Makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertamanya memiliki komponen
makna (+ keadaan) dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ perbandingan).
Misalnya lurus tabung, mati kutu, buta ayam, kawin ayam, lari-lari anjing, dan
sebagainya.

2.3.2 Komposisi Verbal Bermakna Idiomatikal

Ada sejumlah komposisi verbal yang bermakna idiomatikal, yaitu makna yang tidak
dapat ditelusuri atau diprediksi baik secara leksikal maupun gramatikal. Misalnya makan garam
dalam arti pengalaman', makan kerawat dalam arti 'sangat miskin', gigit jari dalam arti tidak
mendapatkan apa-apa', mengukir langit dalam arti 'mengkhayal', pulang nama dalam arti
'meninggal di tempat lain', main sabun dalam arti 'bermain curang' dan duduk perut dalam arti
hamil

Bila diperhatikan hampir semua komposisi verba bermakna idiomatikal ini berstruktur
verba + nomina atau berupa klausa predikat + objek atau objek + pelengkap. Namun, maknanya
bukan makna gramatikal atau makna sintaktikal melainkan makna idiomatikal tersebut.

Berkenaan dengan konstruksi predikat + objek ini, maka makna verba yang menjadi
predikat itu sangat bergantung pada nomina, sebagai objek yang mengikutinya. Sebagai contoh
kita ambil verba makan, mengambil dan menjual. Pada daftar (a) ketiga verba itu bermakna
gramatikal, pada daftar (b) bermakna idiomatikal dan daftar (c) bermakna polisemi.

a. makan tempe

- makan tahu

- makan kacang
- mengambil uang

- mengambil buku

- mengambil pensil

- menjual sepeda

- menjual rumah

- menjual sepatu

b. makan tangan

- makan hati

- makan kerawat

- mengambil muka

- mengambil hati

- mengambil angin

- menjual gigi

- menjual diri

- menjual aksi

c. makan ongkos

- makan waktu

- makan diri

- mengambil istri

- mengambil pegawai baru

- mengambil mata

- menjual murah

- menjual paksa
- menjual semua

2.3.3 Komposisi Verbal dengan Adverbia

Verba sebagai pengisi fungsi predikat dalam sebuah klaus. seringkali didampingi oleh
sebuah adverbia atau lebih. Adverbi pendamping verba adalah:

a. adverbia negasi: tidak, tak, tanpa.

b. adverbia kala: sudah, sedang, tengah lagi, akan.

c. adverbia keselesaian: sudah, sedang, tengah, belum.

d. adverbia aspektual: boleh, wajib, harus dapat, ingin, mau. e adverbia frekuensi: sering, jarang,
pernah, acapkali.

f. adverbia kemungkinan: mungkin, pasti, barang kali, boleh jadi

Sebuah verba dalam statusnya sebagai pengisi fungsi predika dalam sebuah klausa bisa
didampingi oleh sebuah adverbia tertentu tetapi bisa juga didampingi oleh dua adverbia atau
lebih. Beriku adalah contoh komposisi dengan kelas adverbia:

- tidak makan

- sudah tidak makan

- tidak akan makan

- sudah tidak akan makan

- harus datang

- tidak harus datang

- boleh jadi tidak datang

- sudah tidak sering datang

- pasti belum datang

- belum pasti datang

- sedang tidak boleh makan


Bagaimana urutan berbagai adverbia pada sebuah verba tertentu, kiranya bukan lagi
masalah morfologi, melainkan masalah sintaksis. Kelak akan dibicarakan dalam buku Sintaksis
Bahasa Indonesia.

2.4 Komposisi Ajektival

Yang dimaksud dengan komposisi ajektival adalah komposis yang pada satuan klausa,
berkategori ajektiva. Misalnya komposis cantik molek dan kaya miskin dalam klausa berikut:

Gadis yang cantik molek itu duduk termenung.

Kaya miskin di hadapan Allah sama saja.

Komposisi ajektival dapat dibentuk dari dasar:

a. ajektifa + ajektifa, seperti tua muda, besar kecil dan putih baru.

b. ajektifa + nomina, seperti merah darah, keras hati dan biru laut.

c. ajektifa + verba, seperti takut pulang, malu bertanya dan berani pulang.

d. adverbia + ajektifa, seperti tidak berani, sangat indah dan agak nakal.

Dalam kaitannya dengan masalah semantik ada tiga macam komposisi ajektifal, seperti
akan dibicarakan pada subbab berikut.

2.4.1 Komposisi Ajektival Bermakna Gramatikal

Dalam proses pembentukannya muncul sejumlah makna gramatikal, antara lain, adalah
makna yang menyatakan:

1. 'gabungan biasa', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata dan. Makna
gramatikal ini dapat terjadi apabila kedua unsurnya:

a. memiliki komponen makna yang sama sebagai pasangan bersinonim. misalnya cantik
molek, gagah berani, segar bugar, tua renta, gagah perkasa, kering mersik, dan
sebagainya. namun, masih perlu dipersoalkan bentuk seperti segar bugar dan tua renta
merupakan masalah komposisi atau masalah reduplikasi.
b. memiliki komponen makna yang berkebalikan sebagai pasangan berantonim atau
beroposisi. misalnya tua muda, besar kecil, baik buruk, atas bawah, timur barat, utara
selatan, desa kota, tinggi rendah, jauh dekat, dan sebagainya. namun, dalam konteks yang
berbeda komposisi ini dapat bermakna 'atau'. lihat nomor (2) di bawah.

c. memiliki komponen makna yang sejalan atau tidak bertentangan. misalnya bulat panjang,
gemuk pendek, tinggi kurus, adil makmur, tinggi besar, putih bersih, kecil mungil, dan
sebagainya. malah ada sejumlah pasangan secara eksplisit harus disisipi kata dan.
Misalnya baik dan rajin, aman dan damai, rajin dan pandai, ramah dan sopan, murah dan
bagus, nakal dan jelek, dan sebagainya.

2. 'alternatif atau pilihan, sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata atau.
Makna gramatikal ini dapat terjadi apabila kedua unsurya memiliki komponen makna
yang bertentangan sebagai pasangan berantonim. Misalnya buruk baik, panjang pendek,
kalah menang, halal haram, benar salah, tinggi rendah, mahal murah, tua muda, besar
kecil, kaya miskin, dan sebagainya. Dalam hal ini ada dua buah catatan pertama, untuk
kata yang tidak memiliki pasangan antonim, maka digunakan adverbia negasi tidaknya.
Misalnya jujur tidaknya, dusta tidaknya, suka tidaknya, dan sebagainya.

Kedua, untuk komposisi dari dua buah unsur yang komponen maknanya berkebalikan,
tetapi bukan merupakan antonim, disisipi kata tetapi di antara kedua unsumya. Misalnya
nakal tetapi pandai, bodoh tetapi rajin, kaya tetapi kikir, murah tetapi bagus, mahal tetapi
jelek, dan sebagainya.

3. 'seperti', sehingga di antara kedua unsurya dapat disisipkan kata seperti. Makna
gramatikal ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+
wama) sedangkan unsur kedua memiliki komponen makna (+ benda berwarna). Misalnya
merah jambu, merah darah, hijau daun, biru laut, kuning gading, kuning emas, hijau
lumut, biru telur asin, dan sebagainya.

4. 'serba', makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila kedua unsurnya berupa dasar yang
sama dan memiliki komponen makna yang sama. Struktur komposisi ini sama dengan
struktur reduplikasi utuh. Oleh karena itu, untuk membedakan maknanya, perlu contoh
dalam bentuk kalimat. Berikut ini kalimat (a) adalah komposisi dan kalimat (b) adalah
reduplikasi.

a) mereka memakai pakaian putih-putih.

wama seragam mereka biru-biru.

senjatanya hanya pentungan bulat-bulat.

b) putih-putih harus dibawanya.

kumpulkan yang biru-biru.

yang lainnya buang saja.

bulat-bulat ditelannya anak ikan itu.

5.'untuk', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata untuk. Makna gramatikal
ini dapat diperoleh apabila unsur pertama memiliki komponen makna (+ sikap batin) dan
unsur kedua memiliki komponen makna (+ kejadian) atau (+ peristiwa). Misalnya takut mati,
takut pulang, berani mati, berani datang, malu datang, malu bertanya, malu bertemu, dan
sebagainya.

6. kalau', sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata kalau. Makna gramatikal
ini dapat diperoleh apabila unsur pertamanya memiliki komponen makna (+ perasaan batin)
dan unsur kedua memiliki komponen makna (+ tindakan). Misalnya sedih mendengar,
senang melihat, kecewa mengetahui, curiga melihat, khawatir mendengar, dan sebagainya.

2.4.2 Komposisi Ajektival Bermakna Idiomatikal

Ada sejumlah komposisi ajektival bermakna idiomatikal, yakni makna yang tidak dapat
diprediksi secara leksikal maupun gramatikal. Misalnya panjang usus dalam arti 'sabar, tinggi
hati dalam arti 'angkuh', tinggi rezeki dalam arti 'sukar mendapat rezeki', keras hati dalam arti
bersungguh-sungguh', keras kepala dalam arti tidak mau menurut nasihat, bengkok akal dalam
arti 'licik dan tidak bisa dipercaya', dan sebagainya. (Lebih jauh lihar Chaer 1993).
2.4.3 Komposisi Ajektival dengan Adverbial

Hanya ada dua macam adverbia yang mendampingi ajektiva untuk membentuk komposisi
ajektival, yaitu:

a. Adverbia negasi: tidak.

b. Adverbia derajat: agak, sama, lebih, kurang, sangat, amat, sekali.

Contoh-contoh pemakaian:

a. tidak bagus, tidak baik, tidak mudah, tidak lurus, dan tidak cantik.

b. agak tinggi, agak lurus, sama baik, sama tinggi, lebih jauh lebih muda, kurang indah,
kurang rapat, sangat panjang sangat lurus, amat baik, amat nakal, merah sekali, dan tua
sekali.

Kita lihat, adverbia ajektiva yang berposisi di sebelah kanan ajektiva hanyalah sekali
yang bersinonim dengan sangat dan amat.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas
leksikal yang berbeda, atau yang baru.

2. Aspek Semantik Komposisi.

a. Komposisi yang menampung konsep-konsep yang digabungkan sederajat, sehingga


membentuk komposisi yang koordinatif.

b. Komposisi yang menampung konsep-konsep yang digabung tidak sederajat, sehingga


melahirkan komposisi yang subordinatif.

c. Komposisi yang menhasilkan istilah, yakni yang maknanya sudah pasti, sudah tertentu,
meskipun bebas dari konteks kalimatnya, karena sebagai istilah hanya digunakan dalam bidang
ilmu atau kegiatan tertentu.

3. Komposisi Nominal

a. Komposisi nominal bermakna gramatikal

b. Komposisi nominal bermakna idiomatikal

c. Komposisi nominal metaforis

d. Komposisi nominal nama dan istilah


e. Komposisi nominal dengan adverbial

4. Komposisi Verbal

a. Komposisi verbal bermakna gramatikal

b. Komposisi verbal bermakna idiomatikal

c. Komposisi verbal dengan adverbial

5. Komposisi Adjektival

a. Komposisi Adjektival bermakna gramatikal

b. Komposisi Adjektival bermakna idiomatical

c. Komposisi Adjektival dengan adverbial.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai seorang mahasiswa harus
selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat dilakukan salah
satunya dengan cara mempelajari makalah ini. Tulisan ini dapat digunakan sebagai pengayaan
untuk menambah pengetahuan dan mendapatkan informasi tentang apa yang telah didiskusikan
dan menggunakan informasi tersebut bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi kami
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat
untuk kita kedepannya. Amiinn.
DAFTAR PUSTAKA

Alieva, N.F., dkk. 1991. Bahasa Indonesia: Deskripsi dan Teori. Yogyakarta: Konisius.
Alisjahbana, S. Takdir. 1951. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid I dan II. Djakarta: Pustaka Rakyat
NV.
Allerton, D.J. 1979. Essentials of Grammatical Theory. London: Routledge Kegan dan Paul.
Alwi, Hasan (peny). 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Aronoff, Mark. 1981. Word Formation in Generative Grammar. Massachusetts: The MIT Press.
Asmah, Hj. Omar. 1980. Nahu Melayu Mutakhir. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguistic Morphology. Edinburgh: Edinburgh University Press.
Bybee, Joan L. 1985. Morphology: A Study of the Relation Between Meaning and Form. Amsterdam:
John Benjamin.
Chaer, Abdul. 1984. Kamus Idiom Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah

Chaer, Abdul. 2015 Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta. Rineka Cipta

You might also like