You are on page 1of 55

MAKALAH KEGAWATDARURATAN

CARDIAC ARREST

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kegawatdaruratan

Jenjang Pendidikan D-III Keperawatan

Dengan Dosen Pengampu : Ns. Luluk Nur Aini, S.Kep., M.Kep

Di susun Oleh :

1. Annisa Dian Rochana


2. Sevia Ito Permadani

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat,serta penyertaan-Nya, sehingga makalah “CARDIAC ARREST” ini dapat kami
selesaikan.

Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa
yang sederhana,singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat kekurangan dan kekeliruan
dalam penulisan makalah ini. Maka kami berharap adanya masukan dari berbagai pihak
untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.

Akhir kata,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

Malang ,02 April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI


A. Definisi Cardiac Arrest....................................................................... 3
B. Faktor Predisposisi Cardiac Arrest ...................................................... 3
C. Penyebab Cardiac Arrest ..................................................................... 4
D. Tanda-tanda Cardiac Arrest................................................................. 6
E. Patofosiologi Cardiac Arrest ............................................................. 6
F. Prognosis Cardiac Arrest..................................................................... 8
G. Penatalaksanaan Cardiac Arrest................................................................10
H. Pemeriksaan Penunjang Cardiac Arrest....................................................10
I. Pemeriksaan Penunjang Cardiac Arrest....................................................11
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Cardiac Arrest.................................12

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................46
B. Saran...........................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya fungsi


jantung secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita
penyakit jantung. Hal ini terjadi ketika sistem kelistrikan jantung menjadi tidak
berfungsi dengan baik dan menghasilkan irama jantung yang tidak normal (American
Heart Association, 2015). Henti jantung merupakan penyebab kematian utama di
dunia dan penyebab tersering dari cardiac arrest adalah penyakit jantung koroner
(Subagjo, 2011). Henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda – tanda
sirkulasi lainya.
Menurut WHO (2008) dalam Aminuddin (2013) menerangkan bahwa penyakit
jantung, bersama-sama dengan penyakit infeksi dan kanker masih tetap mendominasi
peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia.Serangan jantung dan problem
seputarnya masih menjadi pembunuh nomor satu dengan raihan 29% kematian global
setiap tahun. Goldbelger dalam Winanda dkk, (2015) mengatakan bahwa lima dari
1000 pasien yang dirawat dirumah sakit di negara maju seperti Australia diperkirakan
mengalami henti jantung, sebagian besar pasien henti jantung tidak mampu bertahan
hidup hingga keluar rumah sakit.
Penanganan cardiac arrest adalah kemampuan untuk dapat mendeteksi dan
bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera mungkin mengembalikan denyut
jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya kematian otak dan kematian
permanen (Pusponegoro, 2010). Berdasarkan standar kompetensi dari Vanderblit
University School of Nursing (Gebbie,dkk 2006), kesiapan perawat dalam menghadapi
situasi kegawatan adalah kemampuan untuk berfikir kritis, kemampuan untuk menilai
situasi, mempunyai ketrampilan teknis yang memadai, dan kemampuan untuk
berkomunikasi.
Kesiapan perawat dalam penanganan cardiac arrest dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu pengetahuan yang cukup dari perawat tentang penanganan situasi
kegawatan, pengalaman yang memadai, peraturan atau protokol yang jelas, sarana dan
suplai yang cukup, serta pelatihan atau training tentang penanganan situasi kegawatan

4
(Wolff, dkk, 2010). Pengetahuan berpengaruh pada keterampilan perawat dalam
melaksanakan tugas (Cristian, 2008).
Pengalaman yang memadai mempengaruhi karena sektor klinik berperan
dalam member kesempatan atau tugas kepada staff perawat dengan hal-hal baru dan
penanganan situasi yang bersifat khusus untuk memperoleh pengalaman pengalaman
baru. Sarana dan suplai yang cukup merupakan segala sesuatu yang dapat
memudahkan dan memperlancar pelaksanaan usaha yang berupa benda - benda
(Cristian, 2008). Pelatihan membantu perawat untuk menguasai keterampilan dan
kemampuan atau kompetensi yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya
(Ivancevich, 2008).
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum yang akan dicapai yaitu mahasiswa mampu memahami
konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan cardiac arrest.
2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang harus dicapai yaitu mahasiswa mampu :

a. Mengetahui Definisi Cardiac Arrest

b. Mengetahui Faktor Predisposisi Cardiac Arrest

c. Mengetahui Penyebab Cardiac Arrest

d. Mengetahui Tanda-tanda Cardiac Arrest

e. Mengetahui Proses Terjadinya Cardiac Arrest

f. Mengetahui Patofisiologi Cardiac Arrest

g. Mengetahui Prognosis Cardiac Arrest

h. Mengetahui Penatalaksanaan Cardiac Arrest

i. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Cardiac Arrest

j. Mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Cardiac Arrest

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Henti Jantung (Cardiac Arrest)

Henti jantung (cardiac arrest) adalah keadaan dimana sirkulasi darah


berhenti akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Keadaan
henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda sirkulasi
lainnya (American Heart Association, 2015). Proses kematian pada cardiac
arrest berlangsung dengan mulai berhentinya jantung, dan diikuti dengan
hilangnya fungsi sirkulasi yang berakibat pada kematian jaringan (Juliana,
2018). Kejadian cardiac arrest yang menyebabkan kematian mendadak terjadi
ketika system kelistrikan jantung menjadi tidak berfungsi dengan baik dan
menghasilkan irama jantung yang tidak normal yaitu hantaran listrik jantung
menjadi cepat (ventricular tachycardia) atau tidak beraturan (ventricular
fibrillation) (Subagjo A dalam Rahmat, 2018).

B. Faktor Predisposisi

Iskandar dalam Juliana (2018) mengatakan bahwa faktor risiko cardiac


arrest adalah: laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk
terkena cardiac arrest satu berbanding delapan orang, sedangkan pada wanita
adalah satu berbanding 24 orang. Semakin tua seseorang, semakin rendah
risiko henti jantung mendadak. Orang dengan faktor risiko untuk penyakit
jantung, seperti hipertensi, hiper kholesterolemia dan merokok memiliki
peningkatan risiko terjadinya cardiac arrest.
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan
mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
1. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab
lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab
tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam
jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung
adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien
dengan penyakit jantung atherosclerotic.

6
2. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab
(umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat
seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
3. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena
beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti
aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat
cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian
obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan
magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat
menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
4. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak
normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma gelombang
QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada anak dan
dewasa muda.
5. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri
koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa
muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas
fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila
dijumpai kelainan tadi.
6. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya
cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan
pada organ jantung.

C. Penyebab Henti Jantung (Cardiac Arrest)

Berdasarkan etiologinya, henti jantung dapat disebabkan oleh penyakit


jantung (82,4%), penyebab internal non jantung (8,6%) contohnya penyakit
paru, penyakit serebrovaskular, penyakit kanker, perdarahan saluran cerna,
obstetrik pediatrik, emboli paru, epilepsi, diabetes militus, panyakit ginjal, dan
penyebab eksternal non jantung (9,0%) seperti akibat trauma, asfiksia, over
dosis obat, upaya bunuh diri, listrik atau petir (W.Sudoyo et al, 2015).
Beberapa penyebab henti jantung meliputi sebab-sebab pernapasan,
pemutusan aliran oksigen, dan penyebab sirkulasi.

7
1. Sebab-sebab pernapasan

Pemutusan aliran oksigen ke otak dan seluruh organ dapat merupakan


penyebab maupun konsekuensi dari henti kardiosirkulasi. Keadaan
kurangnya aliran oksigen itu disebut hipoksia, sebagai akibat ganguan
fungsi respirasi atau gangguan pertukaran gas dalam paru. Menurut
lokasinya dibedakan apakah di jalan nafas atau di pertukaran gasnya, atau
dapat pula disebut perifer atau sentral. Hipoksia akibat ganguan jalan nafas
seperti sumbatan pangkal lidah di hipofaring pada orang yang tidak sadar
atau sumbatan jalan nafas karena aspirasi isi lambung atau cairan lambung.
Dapat pula disebabkan oleh depresi pernapasan (keracunan), kelumpuhan
otot-otot pernapasan, keracunan, atau kelebihan obat.
2. Pemutusan aliran oksigen

Pemutusan aliran oksigen bisa pula sebagai akibat henti sirkulasi oleh
kelainan jantung primer. Ini dapat terjadi karena kegagalan kontraksi otot
jantung, gangguan hantaran, dan otomatisasi seperti gangguan gerakan
mekanisme jantung, kematian jantung mendadak (fibrilasi ventrikel), sering
disebabkan oleh infak miokardium dan penyakit serebrovaskular. Akan
tetapi kegagalan daya pompa miokardium oleh karena kerusakan serabut-
serabut otot miokardium pada infak atau mikarditis jarang menyebabkan
henti jantung mendadak. Kegagalan daya pompa mula-mula tampak dengan
adanya gangguan fungsi ventrikel kiri dan bendungan paru (dyspnea, edema
paru) dan gejala-gejala penurunan aliran oksigen (sianosis).
3. Penyebab sirkulasi

Masalah pada system hemodinamika dapat menyebabkan henti


sirkulasi, bila fungsi transportasi terganggu. Beberapa keadaan di bawah ini
yang menyebabkan sirkulasi menjadi suatu henti jantung paru meliputi:
a. Syok hipovolemik karena perdarahan, hilangnya plasma dan cairan
vascular, menurunkan transport oksigen ke organ-organ, dan dapat
menyebabkan henti sirkulasi, terutama bila terdapat kelainan jantung
sebelumnya. Penyebab lain kegagalan kardiosirkulasi adalah sumbatan
aliran darah karena emboli seperti pada emboli paru.

8
b. Reaksi anafilatik terhadap obat, gigitan serangga dan makanan yang
proses terjadinya sangat cepat dapat menyebabkan henti sirkulasi.
c. Kasus tenggelam dalam air tawar/garam, hipoksia dipandang sebagai
salah satu sebab utama terjadinya perpindahan cairan dari intravascular
ke ruang ekstravaskular (Muttaqin dalam Rahmat, 2018).

D. Tanda-tanda Henti Jantung (Cardiac Arrest)

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat


118 (2018) yaitu:
1. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara,
tepukan di pundak ataupun cubitan.
2. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika
jalan pernafasan dibuka.
3. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

E. Proses Terjadinya Cardiac Arrest

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia:


fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi
(PEA), dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
1. Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian


mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan
yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
2. Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya


karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun
akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan
menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya
pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan
menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi
dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan

9
gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),
pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR
adalah pilihan utama.
3. Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak


menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak
adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.
Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
4. Asistole

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada


jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.
Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

10
F. Patofisiologi Henti jantung (Cardiac Arrest)

Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya.


Beberapa sebab dapat menyebabkan ritme denyut jantung menjadi tidak
normal, dan keadaan ini sering disebut aritmia. Selama aritmia, jantung dapat
berdenyut terlalu cepat atau terlalu lambat atau berhenti berdenyut. Empat
macam ritme yang dapat menyebabkan pulseless cardiac arrest yaitu
Ventricular Fibrillation

11
(VF), Rapid Ventricular Tachycardia (VT), Pulseless Electrical Activity (PEA)
dan asistol (American Heart Association (AHA) (Rega dkk, 2018)
Kematian akibat henti jantung paling banyak disebabkan oleh ventricular
fibrilasi dimana terjadi pola eksitasi quasi periodik pada ventrikel dan
menyebabkan jantung kehilangan kemampuan untuk memompa darah secara
adekuat. Volume sekuncup jantung (cardiac output) akan mengalami
penurunan sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan sistemik tubuh, otak dan
organ vital lain termasuk miokardium jantung. Henti jantung timbul akibat
terhentinya semua sinyal kendali listrik di jantung, yaitu tidak ada lagi irama
yang spontan. Henti jantung timbul selama pasien mengalami hipoksia berat
akibat respirasi yang tidak adekuat. Hipoksia akan menyebabkan serabut-
serabut otot dan serabut- serabut saraf tidak mampu untuk mempertahankan
konsentrasi elektrolit yang normal di sekitar membran, sehingga dapat
mempengaruhi eksatibilitas membran dan menyebabkan hilangnya irama
normal.
Apapun penyebabnya, saat henti jantung anak telah mengalami
insufisiensi pernafasan akan menyebabkan hipoksia dan asidosis respiratorik.
Kombinasi hipoksia dan asidosis respiratorik menyebabkan kerusakan dan
kematian sel, terutama pada organ yang lebih sensitif seperti otak, hati, dan
ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan otot jantung yang
cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung. Penyebab henti jantung yang
lain adalah akibat dari kegagalan sirkulasi (syok) karena kehilangan cairan atau
darah, atau pada gangguan distribusi cairan dalam sistem sirkulasi. Kehilangan
cairan tubuh atau darah bisa akibat dari gastroenteritis, luka bakar, atau trauma,
sementara pada gangguan distribusi cairan mungkin disebabkan oleh sepsis
atau anafilaksis. Organ-organ kekurangan nutrisi esensial dan oksigen sebagai
akibat dari perkembangan syok menjadi henti jantung melalui kegagalan
sirkulasi dan pernafasan yang menyebabkan hipoksia dan asidosis. Sebenarnya
kedua hal ini dapat terjadi bersamaan.
Pada henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti termasuk oksigenasi
ke otak. Hal tersebut, akan menyebabkan terjadi kerusakan otak yang tidak bisa
diperbaiki meskipun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai menit.
Kematian dapat terjadi dalam waktu 8 sampai 10 menit. Oleh karena itu,

12
tindakan resusitasi

13
harus segera mungkin dilakukan.

G. Prognosis

Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka
waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung
(Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2018). Kondisi tersebut dapat dicegah
dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum
melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk
secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung
paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban
mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup
rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di tempat-tempat umum
seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa
memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan
kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64% (American
Heart Assosiacion, 2010).

H. Penatalaksanaan Henti jantung (Cardiac Arrest)

1. Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa Cardio
Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada
kelangsungan hidup dan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya
henti jantung pada bayi dan anak.
2. CPR atau yang lebih dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP)
merupakan upaya yang dilakukan terhadap korban atau penderita yang
sedang berada dalam kondisi gawat atau kritis untuk mengembalikan nafas
dan sirkulasi spontan. RJP terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan
Bantuan Hidup Lanjutan (BHL). BHD adalah tindakan resusitasi yang
dilakukan tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas berupa
bag- mask ventilation, sedangkan BHL sudah menggunakan alat dan obat-
obatan resusitasi sehingga penanganan dapat dilakukan lebih optimal.

14
3. Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengoptimalkan tekanan perfusi
dari arteri koronaria jantung dan aliran darah ke organ-organ penting
selama fase low flow. Kompresi jantung yang adekuat dan berkelanjutan dalam
pemberian penanganan bantuan hidup dasar sangat penting pada fase ini.
4. Menurut (Thygerson dalam Rega dkk, 2018) prinsip penanganan anak
cardiac arrest terdapat 4 rangkaian yaitu early acces, early CPR, early
defibrillator, dan early advance care:
a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala
dan tanda awal serta segera memanggil pertolongan untuk
mengaktifasi EMS (Cepat hubungi fasilitas pelayanan kegawatdarutan
jantung, ex: call 118 )
b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke

jantung dan otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih datang.

c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi


segera ke jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan dan
ketersediaan peralatan bantuan pernafasan.

I. Pemeriksaan Penunjang Menurut Suproyanto (2018)

1. Elektrokardiogram

Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG).


Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di
bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan
durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan
pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls
listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah
terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT
berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
Gambaran EKG bisa menunjukan Fibrilasi Ventrikel (VF) atau takikardi
ventrikel (VT) tanpa denyutAktivitas listrik tanpa nadi/pulseless electric
activity (PEA) dan Asistol

15
2. Pemeriksaan enzim jantung

Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika


jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu
sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-
enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
3. Pemeriksaan foto thorax

Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh


darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal
jantung.
4. Ekokardiogram

Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan


gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi
apakah daerah jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa
secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada
kelainan katup.
5. Ejection fraction testing

Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac
arrest adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah. Ini dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang
dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang
dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi
normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen
meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi
dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung
Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.

J. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, jenis kelamin,
umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat

16
tinggal. Kasus henti jantung anak – anak lebih sering pada anak usia
dibawah 1 tahun dan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki.

b. Keluhan utama

Klien dengan henti jantung akan mendapatkan sesak dan nyeri karena
oksigen yang disalurkan keseluruh tubuh berkurang.
c. Riwayat penyakit sekarang

Hal ini harus ditanya dengan jelas pada keluarga tetang apa yang
dilakukan anak sebelum mengalami pingsan kemungkinan anak
tenggelam atau dengan ditemukan tanda seperti anak tidak sadar dan
tangan kanan memegang dada sebelah kiri.
d. Riwayat penyakit dahulu

Jika pasien baru didiagnosa setelah usia anak-anak, maka perlu


diketahui apakah pasien pernah menderita penyakit jantung bawaan.
e. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang


mengalami penyakit jantung bawaan.
f. Pengkajian Primer

1) Airway/Jalan Napas

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel.

a) Look: lihat status mental, pergerakan/pengembangan dada,


terdapa sumbatan jalan napas / tidak, sianosis, ada tidaknya
retraksi pada dinding dada, ada/tidaknya penggunaan otot-otot
tambahan.
b) Listen: mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan,
ada bunyi napas tambahan seperti snoring, gurgling, atau
stidor.
c) Feel: merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada
krepitasi, adanya pergeseran/deviasi trakhea, ada hematoma
pada leher,teraba nadi karotis atau tidak.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :

a) Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan

17
menyentuh,menggoyang dan di beri rangsangan atau respon
nyeri.
b) Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.

c) Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan


bernapas.

d) Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk
memegang lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan
perlahan.
e) identifikasi dan keluarkan benda asing (darah, muntahan,
sekret, ataupun benda asing ) yang menyebabkan obstruksi
jalan napas baik parsial maupun total dengan cara
memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma
kepala).
f) Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas.
g) Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

2) Breathing/Pernapasan

Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look listen,feel

a) Look: nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada


dan tidak terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran
menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal,
periksa penggunaan otot bantu dll
b) Listen: mendengar hembusan napas

c) Feel: tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut Tindakan


yang harus dilakukan perawat adalah:
a) Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding
dada

b) Berikan therapy O2 (oksigen)

c) Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve


mask (BMV) / endo tracheal tube (ETT) jika perlu
d) Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada

18
e) Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya
edema pulmonal,dll
3) Circulation/Sirkulasi Pemeriksaan/pengkajian:
a) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi), kualitas
dan karakternya
b) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis Tindakan yang
harus di lakukan perawat:
a. Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak:
 Perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih
bernapas
 Perhatikan apakah dada bayi bergerak

 Tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan


dengarkan aliran udara
 Jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau
bila bayi tidak bernapas jangan menguncang-guncangkan
bayi.
 Mulailah rpj jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya
tidak di jentikan.
 Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras

 Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas


dengan menepatkan tangan anda pada dahi dan jari-jari
tangan anda dari tangan yang lain di bawah tulang rahang.
Berhati-hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu
angkat dan sedikit tengadahkan kepala kearah belakang
dan hidung mengarah keatas.
 Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu
bayi
 Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke
bawah pada tulang dada 1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal
ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.
4) Disability

19
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi:

a) Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan


sekelilingnya/tidak sadar terhadap kejadian yang menimpa
b) Respon verbal (V): klien tidak berespon terhadap pertanyaan
perawat
c) Respon nyeri (P): klien tidak berespon terhadap respon nyeri

d) Tidak berespon (U): tidak berespon terhadap stimulus verbal


dan nyeri
“Cara pengkajian”

a) Anamnese (tanya): nama dan kejadian

b) Cubit daerah pundak/tepuk wajah

c) Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik

g. Pengkajian Subjektif

Untuk mendapatkan data subyektif perlu di pertimbangkan


budaya pasien, kemampuan kognitif dan tingkat pertumbuhaan.
Pengkajian tentang keluhan nyeri termasuk tingkat keparahan, lokasi
durasi,dan intensitas nyeri dengan menggunakan PQRST. PQRST
untuk pengkajian nyeri:
1) P: Provokativ/Palliative

Apa yang menjadi penyebab, apakah ada hal yang menyebabkan


kondisi memburuk/membaik, apa yang di lakukan jika sakit/nyeri
timbul, apakah nyeri ini sampai mengganggu tidur.
2) Q: Quallity/Kualitas

Seberapa berat keluhan di rasa, atau bagaimana rasanya

3) R: Region/Radiasi

Apakah sakitnya menyebar, seperti apa penyebarannya

4) S: Skala Severity

Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan


kesadaran skala nyeri atau ukuran lain yang berkaitan dengan

20
ukuran
5) T: Time/Waktu

Kapan keluhan tersebut mulai dirasakan/ditemukan atau seberapa


sering keluhan tersebut dirasakan. Pada unit gawat darurat riwayat
kesehatan lengkap dan pengkajian subjektif secara detail jarang di
lakukan atau di butuhkan. Pengkajian di unit gawat darurat lebih
di fokuskan pada keluhan utama yang di rasakan pasien

h. Pengkajian Objektif

Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat


da diukur meliputi TTV, BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik, hasil
perekaman EKG, serta tes diagnostik.
i. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruhan


pasien.apakah pasien sadar atau tidak, penampilan secara umum
pasien (general apperance). Rapi atau berantakan, melihat apakah
pasien bernapas dengan tersengal-sengal, bagaimana warna kulit
dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan, atau bengkak.
Perhatikan postur dan pergerakan tuuh apakah ada
nyeri,gangguan neurologis, orthopedi, dan status mental.
2) Auskultasi adalah digunakan untuk pemeriksaan paru-paru,
jantung dan suara peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas,
dan durasi. Lakukan pemeriksaan auskultasi sebelum dilakukan
palpasi dan perkusi.
3) Palpasi adalah diperiksa untuk karasteristik permukaan seperti,
tekstur kulit, sensitifitas, tugor dan suhu tubuh.gunakan palpasi
ringan untuk memeriksa denyut nadi, deformitas, kekuatan otot,
sedangkan palpasi dalam dapat digunakan untuk mengidentifikasi
adanya massa, nyeri, ukuran, organ dan adanya kekakuan.
4) Perkusi adalah dapat dilakukan untuk mengevaluasi organ atau
kepadatan tulang dan dapat di gunakan untuk membedakan
struktur padat, berongga, atau adanya cairan.
5) Pengkajian Neurologis

21
Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat
kesadaran pasien. Untuk mengetahui status neurologis dan
mencatat perubahan setiap saat maka dapat di gunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan pediatrik glasgow coma
scale pada anak- anak yang belum bisa bicara

6) Pengkajian Kardiovaskuler

Gunakan EKG 12 lead untuk mengetahui atau menilai adanya


abnormalitas irama
a) Suara jantung

b) Murmur

c) Efusi perikat /tamponad

d) Perfusi

7) Pernapasan

Suara napas dikelompokan menjadi, trakheal, bronkhiale,


vesikuler, dan bronkovesikuler, suara napas abnormal (berat)
termasuk stridor, ronkhi, rales, terputus-putus, dan sulit bernapas.
8) Gastrointestinal

Pada pengkajian subjektif perlu di kaji/pemeriksaan sistem


gastrointestinal. Apakah ada riwayat gastritis, sirosis hepatis,
appendisitis, dan pankreatitis, dll. Apakah ada gaya hidup yang
mempengaruhi masalah gastrointestinal.
9) Perkemihan

Catat frekuensi urine, adanya inkontinensia, terasa panas, dan bau


aneh. Kaji pula lokasi nyeri dan kateter.
10) Muskuloskeletal

Gangguan muskuloskeletal dalam gawat darurat biasanya


berhubungan dengan trauma dan infeksi.
11) Integumen

Periksa warna kulit, tekstur, turgor dan suhu tubuh kulit, apakah
ada tanda-tanda pucat sianosis,atau kekuningan.

22
12) Hematologis

Periksa gangguan tanda-tanda perdarahan seperti memar,


ptechiae, konjungtiva pucat, nyeri dan memar,dll.
13) Imunologi

Gaya hidup, status imunisasi, dan riwayat penyakit adalah faktor


kunci dalam pemeriksaan imun.demam adalah pertimbangan
penting tapi tidak selamanya orang yang bersuhu tinggi dalam
keadaan bahaya. Hal lain yang dipertimbangkan adalah status
imunisasi terbaru dan riwayat kontak dengan orang yang memiliki
gejala yang sama.
14) Endokrin

Perhatikan adanya gangguan endokrin jika pasien merasa sering


lelah, lemah, perubahan status mental, penurunan BB, panas
dingin, poliuri, polidipsi, dan polifagi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas b.d suplai oksigen tidak adekuat (D.0003)

b. Penurunan curah jantung b.d kemampuan pompa jantung menurun


(D.0008)
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen (D.0056)

23
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosis Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


Gangguan pertukaran gas b.d Setelah diberikan asuhan I.01015 Pemantauan Respirasi

suplai oksigen tidak adekuat keperawatan selama


1. Observasi:
(D.0003) (….x….) oksigenasi dalam
a. Monitor frekuensi, irama,
batas normal dengan kriteria
kedalaman dan upaya napas
hasil :
b. Monitor pola napas
1. Dispnea menurun
c. Monitor kemampuan batuk
2. Bunyi napas tambahan
efektif
menurun
d. Monitor adanya produksi
3. Napas cuping hidung
sputum
menurun
e. Monitor adanya sumbatan
4. PCO2 membaik
jalan napas
5. PO2 membaik f. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
6. Takikardi membaik
g. Auskultasi bunyi napas
7. pH arteri membaik
h. Monitor saturasi oksigen
8. Pola napas membaik i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray toraks

2. Terapeutik :
a. Atur interval dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hsil
pemantauan, jika perlu

I.01026 Terapi Oksigen

24
1. Observasi :
a. Monitor kecepatan aliran
oksigen
b. Monitor posisi alat terapi
oksigen
c. Monitor aliran oksigen
secara periodik dan pastikan
fraksi yang diberikan cukup
d. Monitor efektifitas terapi
oksigen
e. Monito kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
f. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
h. Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
i. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen

2. Terapeutik:
a. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
b. Pertahankan kepatenan jalan
napas
c. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
d. Berikan oksigen tambahan,

25
jika perlu
e. Tetap berikan oksigen sata
pasien ditransportasi
f. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien

3. Edukasi
a. Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
di rumah

4. Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan
atau tidur
Penurunan curah jantung b.d Setelah diberikan asuhan I.02075 Perawatan Jantung
kemampuan pompa jantung keperawatan selama
1. Observasi:
menurun (D.0008) (….x….) keadekuatan
a. Identifikasi tanda/ gejala
jantung memompa darah
primer penurunan curah
meningkat dengan kriteria
jantung
hasil :
b. Identifikasi tanda/ gejala
1. Kekuatan nadi perifer
meningkat sekunder penurunan curah
2. Ejection fraction (EF) jantung
meningkat c. Monitor tekanna darah
3. Palpitas menurun
d. Mo itor intake dan output
4. Bradikardia menurun
cairan
5. Takikardia menurun
e. Monitor berat badan setiap
6. Gambaran EKG aritmia
hari pada waktu yang sama
menurun
7. Lelah menurun f. Monitor saturasi oksigen

8. Edema menurun

26
I.02076 Perawatan Jantung Akut
9. Distensi vena jugularis
menurun 1. Observasi :
10. Dispnea menurun a. Identifikasi karakteristik
11. Oliguria menurun nyeri dada
12. Pucat/sianosis menurun b. Monitor EKG 12 sadapan
13. Batuk menurun untuk perubahan ST dan T
14. Suara jantung S3 c. Monitor aritmia
menurun
d. Monitor elektrolit yang
15. Suara jantung dapat meningkatkan risiko
S4 menurun
aritmia
e. Monitor enzim jantung
f. Monitor saturasi oksigen
g. Identifikasi startifikasi pada
sindrom koroner akut

2. Terapeutik:
a. Pertahankan tirah baring
minimal 12 jam
b. Pasang akses intravena
c. Puasakan hingga bebas nyeri
d. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi ansietas
dan stres
e. Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat
dan pemulihan
f. Siapkan menjalani intervensi
koroner perkutan, jika perlu
g. Berikan dukungan
emosional dan spiritual

3. Edukasi
a. Anjurkan segera melaporkan

27
nyeri dada
b. Anjurkan menghindari
manuver valsava
c. Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
d. Ajarkan teknik menurunkan
kecemasan dan ketakutan

4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiplatelet, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian
antiangina
c. Kolaborasi pemberian
morfin, jika perlu
d. Kolaborasi pemberian
intopropik, jika perlu
e. Kolaborasi pemberian obat
untuk mencegah manuver
valsava
f. Kolaborasi pencegahan
trombus dengan
antikoagulan, jika
perlu
g. Kolaborasi
pemeriksaan x- ray
dada, jika perlu
Intoleransi aktivitas b.d Setelah diberikan asuhan I.05178 Manajemen Energi
kelemahan umum, keperawatan selama
ketidakseimbangan suplai dan (….x….) respon fisiologis 1. Observasi:
kebutuhan oksigen (D.0056) terhadap aktivitas yang a. Identifikasi gangguan fungsi
membutuhkan tenaga tubuh yang mengakibatkan
meningkat dengan kriteria kelelahan
hasil : b. Monitor kelelahan fisik dan

28
1. Frekuensi nadi emosional
meningkat c. Monitor pola dan jam tidur
2. Saturasi oksigen d. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamanan selama
3. Keluhan lelah menurun melakukan aktivitas

4. Dispnea saat aktivitas


menurun 2. Terapeutik :

5. Dispnea setelah aktivitas a. Sediakan lingkungan


menurun nyaman dan rendah stimulus
6. Perasaan lemah menurun b. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
d. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

3. Edukasi :
a. Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan

4. Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

29
I.05186 Terapi Aktivitas

1. Observasi :
a. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
b. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
c. Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
d. Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
e. Identifikasi makna aktivitas
rutin
f. Monitor respons emosional,
fisik, sosial dan spiritual
terhadap aktivitas

2. Terapeutik:
a. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
b. Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
c. Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
Koordinasikan pemilihan

30
aktivitas sesuai usia
d. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
e. Fasilitasi transportasi untuk
menghindari aktivitas, jika
perlu
f. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
g. Fasilitasi aktivitas fisik rutin
i. Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energi, atau gerak
j. Fasilitasi aktivitas motorik
kasar untuk pasien hiperaktif
k. Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
l. Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
m. Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implisit
dan emosional
n. Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak
kompeitif, terstruktur, dan
aktif
o. Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan

31
p. Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
q. Fasilitasi mengembangkan
motivasi dan penguatan diri
r. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
s. Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
t. Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas

3. Edukasi
a. Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika
perlu
b. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
c. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
d. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika perlu
e. Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas

32
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
Rujuk pada pusat atau program
aktivitas komunitas, jika perlu

33
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA Tn. Ch DENGAN CVA HAEMORAGIK

DI RUANG ICU RS X SURAKARTA

A. PENGKAJIAN

Tanggal masuk : 21 Juni 2010 Pukul 04.00 WIB

Tanggal pengkajian : 21 Juni 2010 Pukul 10.00 WIB

1. Identitas Pasien

a. N a m a : Tn. Ch

b. U m u r : 53 Tahun

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Agama : Islam

e. Pekerjaan : Swasta

f. Alamat : Surakarta

g. Diagnosa Medis : CVA Haemoragik

h. No. Register 0103964


2. Identitas Penanggung Jawab

a. N a m a : Ny. S

b. U m u r : 50 Tahun

c. Alamat : Surakarta

d. Hubungan : Istri dari klien

3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

34
Penurunan Kesadaran

b. Riwayat penyakit sekarang

2 hari sebelumnya pasien demam, kemudian dibawa


berobat ke dokter umum dan dikatakan ISK. ± 2 jam yang lalu
pasien tiba-tiba tidak sadarkan diri, tidak bisa dibangunkan saat
tidur dalam kondisi ngorok. Sebelumnya tidak ada keluhan nyeri
kepala, tidak ada muntah, dan tidak ada kejang sebelumnya.
Keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit Kaih Ibu pukul 00.15
WIB. Kemudian dari RS Y di rujuk ke IGD RSU X PUKUL 13.00
WIB. Klien datang di IGD RS X Surakarta dalam keadaan tidak
sadar dengan GCS E1M2V1. Kemudian klien dirujuk ke ruang
ICU untuk mendapatkan perawatan intensif dengan ventilator.
Saat pengkajian di ICU klien soporokoma dengan GCS
E1M2VET, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%,
PEEP + 5, VT 487, RR 38x/menit. Vital Sign : TD 140/90 mmHg,
Heart rate 160x/menit, Suhu : 38,5⁰C, dan SaO2 100%. Kondisi
pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada akumulasi secret di
mulut dan di selang ET, tidak terpasang mayo dan lidah tidak
turun. Terdapat retraksi otot interkosta dengan RR 38 x/menit dan
terdengar ronkhi basah di basal paru kanan. CRT < 3 detik. Di
ICU klien sudah mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12
jam, Ranitidin /12 jam, dan infuse RL 20 tpm.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mempunyai riwayat hipertensi kurang dari satu tahun.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

e. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti klien

B. PENGKAJIAN PRIMER

1. Airways

Pada jalan napas terpasang ET, ada akumulasi sekret di mulut dan
selang ET, lidah tidak jatuh ke dalam dan tidak terpasang OPA.

35
2. Breathing

RR : 38 kali/menit, tidak terdapat nafas cuping hidung, terdapat


retraksi otot interkosta, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, ada
suara ronkhi basah di basal paru kanan dan tidak terdapat wheezing,
terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP + 5, VT
487. Suara dasar vesikuler.

3. Circulation

TD 140/98 mmHg, MAP 112, HR 124x/menit, SaO2 100%, capillary


refill < 3 detik, kulit tidak pucat, konjungtiva tidak anemis.

4. Disability

Kesadaran : soporokoma, GCS : E1M2VET, reaksi pupil +/-, pupil


miosis, dan besar pupil 2 mm.

5. Exposure

Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu
38,5 ⁰C

C. PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Tanda-tanda Vital
Tanggal TD MAP HR SaO2 RR Suhu
21/06/10 140/98 112 124 100 38 38,5
22/06/10 145/97 113 130` 100 20 38,2
23/06/10 88/51 63,3 96 97 17 40,7

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada
oedemMata
b. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva
anemis, kedua pupil miosis, reflek pupil +/-.

c. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada

36
serumen

d. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada
napas cuping hidung

e. Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ETT

f. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi
kaku kuduk.

g. Thoraks
1) Jantung
Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba Perkusi: Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak
ada bunyi jantung tambahan

2) Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi
interkosta, tidak ada penggunaan otot bantu napas, RR
38x/menit
Palpasi : Tidak dikaji
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan
ronkhi basah di basal paru kanan

h. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus 13x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen

i. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1

37
j. Genetalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada
jejas
3. Pola Eliminasi
a. Urine /shift

Tgl Frek BAK Warna Retensi Inkontinensia Jumlah


21/06/10 DC Kuning √ - 200 cc
22/06/10 DC Kuning √ - -
23/06/10 DC Kuning √ - -

 Pemeriksaan Lab Urin : Tidak ada


b. Fekal
Tgl Frek BAB Warna Konsistensi
21/06/10 1x Kuning lunak
kecoklatan
22/06/10 - - -
23/06/10 1x Kuning Lunak
kecoklatan

 Pemeriksaan lab feses : tidak ada


4. Tingkat Kesadaran
a. GCS

Tgl Eye (e) Motorik (m) Verbal (v) Total


21/06/1 1 2 ET -

0
22/06/1 1 1 ET -

0
23/06/1 1 1 ET -

0
Tgl Composmentis Apatis Somnolen Sopor Soporcom Coma
a
21/06/10 - - - - √ -

38
22/06/10 - - - - √ -
23/06/10 - - - - - √

5. Tingkat Ketergantungan
Tingkat ketergantungan menurut Indeks KATZ

Aktivitas
Tgl Hygiene Berpakaian Eliminasi Mobilisasi Kontinen Makan Kategori
21/06 Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu G
22/06 Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu G
23/06 Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu Dibantu G

6. Status Nutrisi dan Cairan


a. Asupan Nutrisi

Tgl Hari Jumlah Jumlah Kalori Kalori


Total
ke- porsi buah buah makanan
21/06/10 1 Spooling - - - -
22/06/10 2 Spooling - - - -
23/06/10 3 Spooling - - - -

Status Nutrisi per hari :FxA


(BB x 30 kkal) x indeks aktivitas
(60 x 30 kkal) x 0,9
1620 kkal
Aminovel/comafusin hepar : 200 kkal/botol
Total nutrisi yang di terima : Sonde + 1 botol aminovel/comafusin
hepar
1620 kkal : Sonde + 200 kkal
Jadi Sonde/hari : 1420 kkal @shift : 473,3 kkal

b. Cairan/24 jam
Tanggal Intake Output Balance Cairan
21/06/10 Parenteral : 1500 cc Urine : 200 cc + 1000 cc

39
Enteral : 500 cc IWL : 600
Total : 2000 cc Feses : 200 cc
Muntah : -
Drainase : -
Total : 1000 cc
22/06/10 Parenteral : 1800 cc Urine : - + 1800 cc
Enteral : 600 cc IWL : 600
Total : 2400 cc Feses : -
Muntah : -
Drainase : -
Total : 600
23/06/10 Parenteral : 500 cc Urine : - 100 cc
Enteral : 200 cc IWL : 600
Feses : 200
Muntah : -
Drainase : -
Total : 700 cc Total : 800

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Satuan 21/06/10 22/06/10 23/06/10
Nilai Nilai Nilai
Hb 13 - 16 % 13.8 12.3
Ht 40 - 54 % 44 38
Eritrosit 45 - 65 jt/ mmk 5.04 4.48
Leukosit 4 - 11 ribu/ mmk 8.4 7.4
Trombosit 150 - ribu/mmk 84 37
400
Creatinin 0.6 - 1.3 mg/ dL 1.5 12.4
Albumin 3.4 - 5 mg/ dL 3.6 3.1
Gula Sewaktu 80 - 120 mg/ dL 118 482
Ureum 15 - 39 mg/ dL 28 319

40
Na 136 - mmol/ L 139 132
145
K 3.5 - 5.1 mmol/ L 3.6 7
Cl 98 - 107 mmol/ L 106
Cholesterol 50 - 200 mg/ dL
Trigliserid 30 - 150 mg/ dL
Waktu 10 - 15 Dtk
protrombin
PPT kontrol 12.8
Waktu 23.4 - Dtk
tromboplastin 36.8
APPT kontrol 27.5
pH 7,35– 7.334 7.312 7.315
3,45
pCO2 35 - 45 mmHg 27 27.6 30
pO2 83 - 103 mmHg 236.9 199.7 189.8
HCO3 18 - 23 Mmol/L 16.3 16.9 17.2
AADO2 <100
Laktat 0,4 - 2
Base Excess -10.2 -8.8 -8.4
FiO2 70 % 60% 40 %

b. Hasil EKG
Kesan : ada gambaran ST depresi inferior
c. Hasil Rotgent
Kesan : hasil rotgent tanggal 23 juni 2010 : cor fan pulmo dalam
batas normal, pulmo tidak menunjukkan adanya infiltrate

41
8. Terapi
Terapi 21/06/10 22/06/10 23/06/10
Cefriaxon 2 gr/24 jam √
Ranitidin 1 amp/12 jam √
Nexium 40 mg/12 jam √ √ √
Alinamin F 1 amp/12 jam √
Brainact 1 amp/12 jam √
Dexamethason 1 amp/8 jam √ √ √
Ecotrixon 2 gr/24 jam √ √
SNMC 1 amp/8 jam (drip dalam 100 cc
√ √
NaCl)
RL/ 24 jam 20 tpm √
Aminovel/24 jam 20 tpm √
NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm √ √ √
Asering/ 24 jam 20 tpm √ √
Comafusin hepar/24 jam 20 tpm √ √
Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam √ √
Lasik 20 mg/jam
Koreksi bicnat √
Methylprednison 40mg/12 jam √ √ √
Nebulizer/8 jam √

D. ANALISA DATA

Nama : Tn. Ch No. CM : 0103964


Usia : 53 tahun DM : CVA Haemoragik

No. Tgl/Jam Data Fokus Etiologi Masalah


1 21/06/10 DS : - Hipersekresi Bersihan jalan
10.20 WIB DO : dijalan napas napas tidak
KU Soporokoma, efektif
terdapat secret di ET
dan mulut, RR
38X/menit, terdengar
bunyi rinkhi basah di
basal paru
2 21/06/10 DS : - Depresi Pola napas tidak
pernapasan

42
10.25 WIB DO : serebri batang efektif
RR 38x.menit, otak
terdapat retraksi intracerebral
intercostae, napas haemoragik
cepat dan dangkal,
terpasang ventilator
dengan mode P
SIMV dengan FiO2
70 %, PEEP + 5 dan
SaO2 100%
3 21/06/10 DS : - Perubahan Gangguan
10.30 WIB DO : membran pertukaran gas
RR 38x.menit, alveolus-kapiler
terdapat retraksi
intercostae, napas
cepat dan dangkal,
hasil BGA : PH
7,332; Pco2 : 27; Po2
: 236,9; HCO3 :
16,3; BE-10,2
dengan interpretasi
asidoss metabolik
terkmpensasi
sebagian
4 21/06/10 DS : - Perdarahan Perfusi perifer
10.35 WIB DO : intracerebral tidak efektif
Kesadaran
soporokoma, GCS
E1M2VET, pupil
miosis (2mm), reaksi
pupil +/-
5 21/06/10 DS : - Prosedur invasif Resiko infeksi
10.40 WIB DO :

43
Keadaan umum
soporokoma, panas
dengan suhu 38,5⁰C,
terpasang ET dan
infus line, bedrest
total, reflek motorik
-/-

E. Diagnosis Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Hipersekresi di jalan napas


(D.0001).
2. Pola napas tidak efektif b.d Depresi pusat pernapasan (infark serebri
pada batang otak etcause intracerebral haemoragie) (D.0005).
3. Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membran alveolus-kapiler
(D.0003).
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Perdarahan intraserebal (D.0009)

5. Risiko infeksi b.d Prosedur invasif (D.0142)

44
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. Ch No. CM : 0103964
Usia : 53 tahun DM : CVA Haemoragik

No DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


Dx. KEPERAWATAN HASIL
1 Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan
b.d Hipersekresi di jalan napas
diharapkan jalan napas klien napas (ET dan mulut)
(D.0001).
dapat efektif adekuat dengan 2. Auskultasi suara napas klien
kriteria hasil : 3. Monitor status pernapasan klien
1. Sekret di ET dan mulut 4. Monitor adanya suara gargling
berkurang atau tidak ada 5. Lakukan positioning miring kanan dan kiri Pertahankan
RR dalam batas normal(16- posisi head of bed (30-45⁰)
24x/menit) 6. Lakukan suction sesuai indikasi
2. Suara ronkhi berkurang Kolaborasi :
atau hilang 1. Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan perbandingan berotec :
Atroven : NaCl yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc
2 Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
Depresi pusat pernapasan (infark keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
serebri pada batang otak etcause diharapkan pola napas klien 2. Pantau status pernapasan klien

39
intracerebral haemoragie) dapat efektif dengan kriteria 3. Pantau adanya retraksi otot intercosta Pertahankan
(D.0005). hasil : head of bed (30-45⁰)
1. Napas adekuat spontan 4. Monitor saturasi oksigen klien
(16- 24x/menit) Kolaborasi :
2. KU dan VS stabil 1. Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting
3. Retraksi otot intercosta ventilator dengan status pernapasan klien
berkurang
4. Weaning off ventilator
3 Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
Perubahan membran alveolus- keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
kapiler (D.0003). diharapkan pertukaran gas klien 2. Observasi status pernapasan klien
dapat adekuat dengan kriteria 3. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
hasil : 4. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
1. KU dan VS stabil Kolaborasi :
2. Napas adekuat spontan (16- 1. Pantau hasil BGA sesuai indikasi
24x/menit) 2. Pertahankan penggunaan ventilator dengan oksigenasi yang
3. BGA dalam batas normal adekuat
4 Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
Perdarahan intraserebal (D.0009) keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor status neurologi
diharapkan perfusi jaringan 2. Pantau tanda-tanda vital tiap jam Evaluasi pupil, refleks
serebral klien dapat adekuat terhadap cahaya

40
dengan kriteria hasil : 3. Pantau adanya peningkatan TIK
1. Kesadaran membaik 4. Posisikan kepala lebih tinggi 30-45⁰
2. Reflek pupil +/+ Kolaborasi:
3. Pupil isokor 1. Pertahankan oksigenasi adekuat melalui ventilator Berikan
obat Brainact 1 amp/12 jam
5 Risiko infeksi b.d Prosedur Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
invasif (D.0142) keperawatan selama 3x 24 jam 1. Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam
diharapkan tidak terjadi infeksi 2. Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan Pantau
pada klien dengan kriteria hasil : adanya tanda-tanda infeksi
1. KU dan VS stabil 3. Lakukan personal dan oral care setiap hari Lakukan
2. Suhu normal (36.5-37.5) early mobilization
3. Leukosit normal 4. Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam perawatan
Kolaborasi :
1. Berikan antibiotic sesuai indikasi
2. Pantau hasil foto thorak

41
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : Tn. Ch No CM : 0103964
Usia 53 tahun DM : CVA Haemoragik

TGL IMPLEMENTASI EVALUASI TTD


21/06/10 Hasil operan jaga malam tanggal 20/06/10: S : - O:
07.00 Pasien baru nama Tn. Ch masuk ICU pukul 04.00 - Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital
WIB WIB pindahan dari RS. Kasih Ibu dengan CVA. sign : TD 140/88, HR 126x/menit, SaO2 100%, dan Suhu
Saat datang KU lemah, keadaan soporocoma, 38.2 ⁰C
napas tidak adekuat sehingga pasang ET dan - GCS : E1M2VET, pupil miosis 2mm, reflek pupil terhadap
ventilator dengan mode SIM V VT 450, FiO2 cahaya +/-
60%, PEEP +5, rawat jalan napas(+), NGT - Masih terpasang ventilator P SIMV, VT 465, RR 34,
dialirkan warna keruh, spooling(+) kalau perlu 70%, PEEP + 5
sonde. Terapi Brainact 1 amp/12 jam, Ranitidin - Sekret di mulut dan ETT berkurang
1mp/12 jam dan alinamin F 1 amp/12 jam. Cairan - Masih terdapat retraksi otot intercosta, RR 34x/menit
infuse RL 20 tpm. - Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3
16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis
Implementasi yang dilakukan hari ini: Metabolik terkompensasi sebagian
1. Memonitor keadaan umum, status neurologis - Masih ada suara ronkhi basah di basal paru kanan
klien dan vital sign klien/jam Tidak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK
2. Memonitor status pernapasan klien

42
3. Mengobservasi adanya akumulasi secret di A :
mulut dan ET, suara gargling serta Dx. 1 : Masalah teratasi sebagian
mengauskultasi bunyi napas klien Dx. 2 : Masalah belum teratasi
4. Melakukan suction di mulut dan ETT Dx. 3 : Masalah belum teratasi
5. Mempertahankan head of bed 30⁰ Dx. 4 : Masalah teratasi sebagian
6. Melakukan oral care dengan antiseptik P:
7. Kolaborasi Memberikan terapi sesuai Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi dengan tetap
program: Cefriaxon 2 gr, inj. Ranitidin 1 amp, memantau KU dan vital sign serta status pernapasan klien serta
nexium 40 mg, alinamin F 1 amp, brainact 1 kolaborasi untuk rencana koreksi bicnat, nebulizer untuk jaga
amp, dexamethason 1 amp/8 jam, siang dan usulkan untuk extra pamol
methylprednison
8. Menganalisa hasil BGA
9. Melakukan alih baring miring kanan, lateral
dan miring kiri
22/06/10 Hasil operan jaga malam tanggal 21/06/10 : S : - O:
07.00 KU lemah, soporocoma, panas, masih terpasang - Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital
WIB ventilator dengan mode P SIMV, VT 450, FiO2 sign : TD 145/97, HR 130x/menit, SaO2 100%, dan Suhu
60%, RR 12x/menit, PEEP +5, Slym (+), suction 38.2 ⁰C
(+), NGT dialirkan masih bewarna kecoklatan, - GCS masih E1M2VET, pupil miosis 2mm, reflek pupil
spooling (+), vital sign stabil termonitor, BAB(-), terhadap cahaya +/-
BAK/DC produksi urin kurang. Pukul 02.00 WIB - Masih terpasang ventilator P SIMV, VT 416, RR 20,

43
loading 1 flash RL dan pukul 06.00 WIB loading 60%, PEEP + 5
1 flash NaCl 0.9%, infuse dan injeksi masuk - Sekret di mulut dan ETT sudah berkurang
sesuai program. Syring pump jalan precedek - Retraksi otot intercosta berkurang, RR 20x/menit
5cc/jam. Diet spooling. Hari ini lanjut program - Hasil BGA post koreksi bicnat : PH 7,312; pCO2 27.6; pO2
nebulizer dengan komposisi sama sebelumnya. 199,7; HCO3 16,9; BE -8,8 dengan
interprestasi Asidosis Metabolik terkompensasi
Implementasi yang dilakukan hari ini :
sebagian
1. Memonitor keadaan umum, status neurologis
- Masih ada suara ronkhi basah di basal paru kanan
klien dan vital sign klien/jam
- Tidak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK
2. Mempertahankan head of bed 30⁰
- Balance cairan : + 1800 cc, urin tidak keluar
dan memonitor status pernapasan klien
3. Memberikan nebulizer via ventilator
A:
4. Melakukan suction di mulut dan ETT
Dx. 1 : Masalah teratasi sebagian
5. Mengauskultasi bunyi napas klien
Dx. 2 : Masalah teratasi sebagian
6. Melakukan oral care dengan antiseptic
Dx. 3 : Masalah belum teratasi
7. Kolaborasi Memberikan terapi sesuai
Dx. 4 : Masalah belum teratasi
program: nexium 40 mg, dexamethason 1
Dx. 5 : Masalah teratasi sebagian
amp, dexamethason 1 amp, ecotrixon 2 gr,
P:
SNMC 1 amp (drip dalam 100 cc NaCl)
- Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi, rencana
8. Kolaborasi memberikan extra lasik 20 mg/jam
kolaborasi cek BGA lagi dan darah rutin, ureum kreatinin,
via syring pump
GDS, nebulizer masih lanjut, dan lasik lanjut 20 mg/jam
9. Melakukan alih baring miring kanan, lateral

44
dan miring kiri
10. Mengambil sampel darah arteri untuk cek
11.BGA post koreksi bicnat.
23/06/10 Laporan jaga malam tanggal 22/06/10: S : - O:
07.00 KU lemah, koma, panas(+), napas masih - Keadaan umum lemah, kesadaran coma dengan vital sign :
WIB menggunakan ventilator dengan mode P SIMV, TD 88/51, HR 96x/menit, SaO2 97%, dan Suhu
FiO2 60%, RR 14, PEEP +5, Slym (+), suction 40.6 ⁰C
(+), Vital sign stabil. NGT dialirkan masih warna - GCS E1M1VET, pupil miosis 2 mm, reflek pupil terhadap
kecoklatan, spooling (+). BAB (-), BAK/DC cahaya -/-
produksi sangat kurang. Pagi ini rencana cek - Tidak nampak retraksi dada, RR 17x/menit
BGA dan darah rutin, ureum kreatinin, GDS, - Masih terpasang ventilator dengan mode P SIMV, VT 340,
nebulizer masih lanjut, dan lasik lanjut 20 mg/jam FiO2 40%, dan PEEP +5
Implementasi yang dilakukan hari ini : Secret di mulut dan ETT berkurang, masih ada ronkhi basah
1. Memonitor keadaan umum, status neurologis di basal paru kanan
klien dan vital sign klien/jam - Skor CPIS : 3
2. Melakukan pemeriksaan GDS - Hasil BGA : PH 7,315 ; pCO2 30; pO2 189,8; HCO3
3. Mempertahankan head of bed 30⁰ dan 17,2; BE -8,4 dengan interprestasi Asidosis metabolik
memonitor status pernapasan klien dan terkompensasi sebagian
sesuaikan dengan setting ventilator - Hasil Ureum : 3.9, kreatinin 12.4, lekosit 7.4
4. Melakukan oral care dengan antiseptic ribu/mmk, GDS : 482
5. Mengambil specimen darah untuk BGA, darah Urin masih tidak keluar, balance cairan : - 100 cc

45
rutin, dan ureum kreatinin
6. Melakukan suction di mulut dan ETT
7. Mengauskultasi bunyi napas klien A:
8. Kolaborasi Memberikan terapi
sesuai Dx. 1 : Masalah teratasi sebagian
program: nexium 40 mg, dexamethason 1 Dx. 2 : Masalah teratasi sebagian
amp, dexamethason 1 amp, ecotrixon 2 gr, Dx. 3 : Masalah belum teratasi
SNMC 1 amp (drip dalam 100 cc NaCl) Dx. 4 : Masalah belum teratasi
9. Kolaborasi melanjutkan pemberian extra lasik
Dx. 5 : Tidak terjadi infeksi
20 mg/jam via syring pump dan insulin 4
unit/jam via syring pump
P:
10.Melakukan alih baring miring kanan, lateral
Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi, nebulizer lanjut/8
dan miring kiri
jam, lasik lanjut 20 mg/jam, insulin syring pump 4 unit/jam.
11.Melakukan skoring CPIS
Pantau haluaran urin

Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG arrest, HR


turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal, dilakukan
RJPO selama 15 menit dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul.
RJPO berhasil dengan vital sign TD 117/63, HR 126, dan SaO2
100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop lagi dan
klien dinyatakan meninggal pukul 14.55 WIB

46
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot


jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran
oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat hipoksia
lama karena terjadinya henti napas yang merupakan akibat terbanyak henti
jantung.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama,
karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan
otak. Hal tersebut yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR dan RJP
harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi kerusakan otak dan
menunjang kelangsungan hidup.
Hal yang terpenting dalam melakukan resusitasi pada pasien, apapun
teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan pasien berada ditempat
yang aman, menilai kesadaran pasien dan segera meminta bantuan.
B. Saran

Informasi dan pelatihan tatalaksana henti jantung sebaiknya dapat diberikan


kepada masyarakat umum, mengingat bahwa resusitasi dapat memberikan
pertolongan pertama. Dampak yang ditimbulkan semakin berat jika waktu
datangnya pertolongan semakin lama

46
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA), (2010). Adult Basic Life Support: Guidelines
For Cardiopulmonary Resuscitation And Emergency Cardiovascular Care.

American Hearth Association (AHA), (2015). Life Is Why: Guidelines For


Cardiopumonary & Emergency Cardio Care.

Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, (2018). Basic Trauma Life Support
And Basic Cardiac Life Support. Edisi tujuh. Jakarta: Yayasan ambulans
gawat darurat 118.

Juliana (2018). “Gambaran Pengetahuan Perawat dalam Melakukan Bantuan Hidup


Dasar (Bhd) di Ruangan Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Pirngadi
Medan” Jurnal Online Keperawatan Indonesia. Vol.1, No.2 (Hlm. 17-22)

Rahmat dkk (2018). “Pengalaman Perawat dalam Penanganan Cardiac Arrest di


Instalasi Gawat Darurat Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado”. e- journal
Keperawatan (e-Kp). Vol.6, No.2 (Hlm. 1-8)

Rega dkk, (2018). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Cardiac Arrest. Stikes Graha
Medika Kotamobagu. 11 Oktober 2020

Sudoyo AW, (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Supriyanto dkk (2018). “Peran Perawat dalam Penanganan Pasien dengan Cardiac
Arrest di Ruang ICU RSUD Kota Surakarta”. (Hlm. 1-15)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta

47
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

48

You might also like