Professional Documents
Culture Documents
2 September 2016
Wangsit Supeno
Program Studi Komputerisasi Akuntansi
AMIK BSI Jakarta
wangsit.wss@bsi.ac.id
ABSTRACT
Rural Bank as one of the banks that provide financial intermediation services mainly to
micro and small businesses and rural communities, continue to face risks in the implementation of
its business activities. Industrial development of Rural Banks is increasing, people's need for
financial services that is more varied, easy, and fast encourage rural banks to further improve
products and services, and in turn can increase the risk of Rural Banks. The main activity of Rural
Bank in disbursing the funds is to give credit to the public in order for the credit to be useful
according to the needs of customers, and provide benefits to rural banks in the form of interest
income from loans. Giving credit is one way to increase the number of productive assets of Rural
Banks, which can have a direct impact on increasing the assets of Rural Banks as a whole. Credit
risk is the productive assets, which means that the credit has a potential impact losses due to the
occurrence of a particular event. The increase in this risk must be balanced by an increase in risk
control. Therefore, Rural Banks are required to apply risk management. The principles of risk
management, including credit risk management, which should be implemented by the Rural Bank
adjusted to the business characteristics Rural Bank and harmonized with the provisions
concerning the application of risk management in commercial banks. Implementation of risk
management as one of its efforts to strengthen institutions and improve the reputation of the Rural
Bank industry in the direction of the development policy of Rural Banks. Implementation of risk
management attention to their institutional strengthening and improvement of the Rural Bank
industry reputation, is expected to create a financial sector that is growing in a sustainable and
stable and has high competitiveness.
137
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
138
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
5. Risiko Reputasi, adalah risiko akibat secara agresif mencari nasabah-nasabah baru
menurunnya tingkat kepercayaan pemangku untuk kredit konsumsi dan kredit modal
kepentingan yang bersumber dari persepsi komersial yaitu kredit modal kerja dan kredit
negatif mengenai BPR. investasi. Dengan meningkatnya persaingan
6. Risiko Stratejik, adalah risiko akibat yang dihadapi perbankan dewasa ini, dan
ketidaktepatan BPR dalam pengambilan terbatasnya nasabah-nasabah yang layak untuk
dan/atau pelaksanaan suatu keputusan diberikan kredit. membuat lingkungan
stratejik serta kegagalan BPR dalam perbankan menjadi risiko tinggi dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan pemberian kredit.
bisnis. Indikator risiko kredit yang digunakan
Penetapan kebijakan manajemen risiko otoritas pengawas BPR dalam mengukur
mempertimbangkan kondisi keuangan, struktur kinerja pemberian kredit BPR sepeti yang
dan kompleksitas organisasi, dan risiko yang tercantum dalam Modul Pelatihan Sertifikasi
timbul sebagai akibat perubahan faktor intern Profesi Direksi dan Komisaris BPR adalah
dan ekstern BPR. Kebijakan manajemen risiko menggunakan Rasio Non Performing Loan
memuat antara lain strategi dan kerangka risiko (NPL) dengan formula sebagai berikut :
yang ditetapkan sesuai dengan tingkat risiko
yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Debit Kredit Non Lancar
risiko (risk tolerance). Rasio NPL = x 100% ..(1)
Total Baki Debit Pinjaman
2.2. Risiko Kredit
Dalam struktur neraca, kredit yang Menurut Ali (2004:72), menyebutkan
diberikan bamk digolongkan sebagai Aktiva bahwa kredit bermasalah yang sudah
Produktif BPR. Menurut Peraturan Bank berkualitas macet dapat mempengaruhi
Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 tentang likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas bank.
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Likuiditas bank dapat memburuk, akibat
Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva terjadinya ketidak seimbangan antara cash in
Produktif dan Pembentukan Penyisihan flow dan cash out flow (untuk membayar bunga
Penghapusan Aktiva Produktif Bank dan pelunasan dana masyarakat yang jatuh
Perkreditan Rakyat, Aktiva Produktif adalah waktu oleh bank sendiri). Rentabilitas bank
penyediaan dana BPR dalam Rupiah untuk dapat menurun karena dengan terjadinya kredit
memperoleh penghasilan, dalam bentuk Kredit, macet tersebut sebagian penghasilan bunga
Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan bank tidak efektif diterima bank, sementara
Dana Antar Bank. Kualitas Aktiva Produktif bank masih tetap harus membayar bunga atas
dalam bentuk Kredit ditetapkan dalam empat penempatan dana masyarakat pada bank.
golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar, Sedangkan solvabilitas bank menjadi
Diragukan dan Macet. Penilaian terhadap berkurang sebagai akibat dari bertambahnya
Aktiva Produktif tersebut dilakukan kewajiban bagi bank untuk membentuk
berdasarkan ketepatan membayar dan/atau pencadangan penghapusan aktiva produktif
kemampuan membayar kewajiban oleh akibat dari terjadinya kredit macet
Debitur. tersebut.Besarnya ketidak mampuan bank
Menurut Soedarto (2007:327), bank membentuk pencadangan, pada gilirannya
yang menghadapi risiko kredit yang besar dapat mengakibatkan CAR (Capital Adequacy
ditandai dengan besarnya kredit Non Ratio) menjadi berkurang pula.
Performing akan menghadapi memburuknya
cash inflow yang dampaknya dapat 2.3. Penerapan Manajemen Risiko Kredit
menimbulkan risiko likuiditas dan risiko Lingkungan internal dan eksternal
lainnya. Penyebab timbulnya risiko kredit perbankan yang berkembang dengan pesat
dapat terjadi karena faktor intern dan faktor disertai dengan risiko kegiatan usaha bank
ekstern. Kegagalan pemberian kredit BPR yang semakin kompleks, menuntut bank
selama ini menunjukkan bahwa penyebab menerapkan manajemen risiko secara disiplin
utamanya adalah lemahnya manajemen dan konsisten. Menurut Peraturan Otoritas Jasa
perkreditan di samping penyebab ekstern yang keuangan Nomor 13/POJK.03/2015 tentang
disebabkan oleh nakalnya nasabah, gagalnya Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
usaha, dan tidak diketahuinya lokasi nasabah Perkreditan Rakyat, peraturan tersebut
yang bersangkutan. Ada beberapa bank yang diterbitkan, karena menimbang bahwa
menganggap bahwa pemberian kredit meningkatnya risiko yang dihadapi BPR,
merupakan bagian utama untuk semakin meningkat pula kebutuhan terhadap
mempertahankan kelangsungan hidupnya, penerapan manajemen risiko oleh Bank
139
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
140
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
Berdasarkan data pada tabel 1dapat penyaluran kredit, akan tetapi pada tahun
dianalisis sebagai berikut : 2015 kenaikannya lebih kecil dari tahun
1. Indikator Total Kredit BPR dari tahun 2013 2014. Artinya BPR mengalami kendala
sampai dengan 2015 trennya selalu melakukan ekspansi kredit yang bisa
meningkat. Pada tahun 2013 total kredit disebabkan karena adanya faktor persaingan
sebesar Rp. 59.176 Miliar, dan pada tahun yang begitu tajam, dan kondisi
2014 mengalami peningkatan sekitar perekonomian nasional yang melemah
15,57% menjadi sebesar Rp. 68.391 Miliar. ditahun 2015.
Sedangkan total kredit yang disalurkan BPR 2. Indikator Kredit Non Lancar yang juga
pada tahun 2015 sebesar Rp. 74.807 Miliar merupakan indikator risiko dalam
atau meningkat sekitar 9,38%. Tren penyaluran kredit BPR, trennya mengalami
kenaikan total kredit tersebut menunjukkan peningkatan dalam tiga tahun terakhir ini.
bahwa BPR selama tiga tahun terakhir Pada tahun 2014, total kredit non lancar
dinilai cukup berhasil dalam ekspansi BPR sebesar Rp. 3.252 Miliar, atau
141
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
142
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
salah satu risiko yang harus menjadi perhatian pada umumnya tidak sejalan, dan ini
penting manajemen BPR. Risiko kredit BPR berdampak pada kinerja BPR tersebut.
dapat berdampak langsung pada potensi Meningkatnya risiko yang dihadapi BPR pada
timbulnya risiko operasional, risiko kepatuhan, saat ini, maka semakin meningkat pula
risiko likuidtas dan risiko reputasi. kebutuhan BPR terhadap penerapan
Tingginya risiko kredit dalam manajemen risiko yang konsisten dan selalu
operasional BPR salah satunya disebabkan menyesuai-kan dengan situasi dan kondisi
masih lemahnya penerapan Kebijakan dan bisnisnya, sehingga kinerja bank meningkat.
Standar Operasional Prosedur dalam pemberian Berkaitan dengan hal tersebut, Otoritas
kredit. Dalam rangka menciptakan iklim kredit Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas dan
yang sehat dan meningkatkan kinerja BPR, regulator BPR, telah menerbitkan sebuah
pihak regulator BPR telah meminta kepada Peraturan yang mengharuskan BPR untuk
seluruh BPR untuk menyusun pedoman menerapkan manajemen risiko. Penerbitan
kebijakan kredit melalui Peraturan Bank Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 tentang 13/POJK.03/2015 tentang Penerapan
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan
Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Rakyat yang wajib dipenuhi oleh BPR,
Produktif dan Pembentukan Penyisihan merupakan salah satu upaya otoritas pengawas
Penghapusan Aktiva Produktif Bank BPR dalam memperkuat kelembagaan dan
Perkreditan Rakyat. meningkatkan reputasi industri Bank
Pada pasal 2A Peraturan Bank Indonesia Perkreditan Rakyat sesuai dengan arah
Nomor 13/26/PBI/2011 tentang Perubahan atas kebijakan pengembangan Bank Perkreditan
Peraturan Bank Indonesia Nomor Rakyat. Penguatan kelembagaan dan
8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva peningkatan reputasi industri Bank Perkreditan
Produktif dan Pembentukan Penyisihan Rakyat diharapkan dapat menciptakan sektor
Penghapusan Aktiva Produktif Bank keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
Perkreditan Rakyat menyebutkan bahwa : dan stabil serta memiliki daya saing yang
1. Dalam rangka penyediaan dana dalam tinggi.
bentuk kredit, BPR wajib memiliki Ditinjau dari permodalan, pada saat ini
pedoman kebijakan dan prosedur masih banyak BPR yang memiliki modal inti
perkreditan secara tertulis. kurang dari Rp. 15.000.000.000,-. Menurut
2. Kebijakan perkreditan sebagaimana Data Statistik Perbankan Indonesia, pada akhir
dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh tahun 2015 jumlah BPR yang memiliki Aset
Dewan Komisaris. kurang dari Rp. 10.000.000.000,- sebanyak 377
3. Prosedur perkreditan sebagaimana BPR dari 1.637 BPR. Namun demikian, sangat
dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui mungkin BPR yang jumlah asetnya di atas Rp.
paling kurang oleh Direksi. 10.000.000.000,- tersebut jumlah modal intinya
4. Dewan Komisaris wajib melakukan kurang dari Rp. 15.000.000.000,- . Penerapan
pengawasan aktif terhadap pelaksanaan manajemen risiko terhadap BPR yang memiliki
kebijakan perkreditan sebagaimana modal inti kurang dari 15.000.000.000,-,
dimaksud pada ayat (1) di atas. berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Seiring dengan meningkatnya risiko Nomor 13/POJK.03/2015 tanggal 3 November
kredit, maka kebijakan dan standar operasional 2015, tentang Penerapan Manajemen Risiko
prosedur pemberian kredit yang disusun Bagi Bank Perkreditan Rakyat dengan struktur
manajemen BPR wajib memperhatikan hal-hal permodalan seperti tercantum pada pasal 3
sebagai berikut : (1) Bersifat ayat 4, maka BPR yang memiliki modal inti
menyeluruh dalam siklus manajemen kredit (2) kurang dari 15.000.000.000,- wajib
Dapat menjadi dasar pengambilan keputusan menerapkan Manajemen Risiko paling sedikit
dalam pengelolaan kredit (3) Tidak ada 3 (tiga) risiko, yaitu Risiko Kredit, Risiko
bertentangan dengan ketentuan otoritas Operasi dan Risiko Kepatuhan.
perbankan (4) Berpijak pada prinsip kehati- Risiko kredit adalah risiko akibat
hatian (5) Mudah dimengerti (6) Selalu kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam
diperbarui (7) Tertulis. memenuhi kewajiban kepada BPR. Risiko
operasional adalah risiko yang antara lain
4.2. Penerapan Manajemen Risiko Kredit disebabkan adanya ketidak cukupan dan/atau
pada Bank Perkreditan Rakyat tidak berfungsinya proses intern, kesalahan
Tujuan operasional BPR dalam sumber daya manusia, kegagalan sistem,
meningkatkan pertumbuhan bisnisnya, dengan dan/atau adanya masalah ekstern yang dapat
meningkat-kan efisiensi dan pengelolaan risiko mempengaruhi operasional BPR. Risiko
143
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
144
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
145
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
146
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016
Saran yang diberikan dalam rangka tetapi BPR harus segara melaksanakan
mengendalikan risiko kredit pada Bank rencana tindak yng telah disusun dan
Perkreditan Rakyat sebagai berikut : dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan,
1. BPR sebaiknya terus meningkatkan ekpansi khususnya yang berhubungan dengan
kredit, dengan memperhatikan prinsip penerapan manajemen risiko kredit agar
pemberian kredit yang sehat dengan BPR dapat memperbaikan kinerjanya
berpedoman pada kebijakan dan standar sehingga dapat menjadi BPR yang sehat dan
operasional prosedur yang baik disesuaikan kokoh dalam melayani masyarakat.
dengan regulasi dan kondisi bisnis BPR.
BPR hanya memfokuskan kredit pada DAFTAR PUSTAKA
sektor yang risikonya bisa dikendalikan, Ali, Masyhud. 2004. Asset Liability
mengukur risiko dalam setiap proses kredit, Management. Jakarta : Elex Media
meningkatkan aktivitas monitoring paska Komputindo
pemberian kredit, melakukan pembinaan
dan pengawasan yang berkesinambungan. Bank Indonesia, 2011. Peraturan Bank
Hal ini dilakukan agar kualitas kredit Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011
menjadi sehat, dan tercipta efisiensi yang tentang Perubahan atas Peraturan Bank
tinggi sehingga berdampak pada Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang
meningkatnya pelayanan dan daya saing Kualitas Aktiva Produktif dan
operasional BPR. Pembentukan Penyisihan Penghapusan
2. BPR sebaiknya memiliki skala prioritas Aktiva Produktif Bank Perkreditan
dalam menangani kredit bermasalah yang Rakyat. Jakarta : Bank Indonesia.
menunggak dua sampai dengan tiga bulan,
dan berupaya menyelesaikan kredit yang Ikatan Bankir Indonesia, 2015. Manajemen
tergolong kurang lancar agar kembali Risiko Jilid 1. Jakarta : Gramedia
lancar, dengan melakukan penyelamatan Pustaka Utama.
kredit terhadap nasabah yang dinilai masih
bisa dilakukan penjadwalan ulang kembali. Lembaga Sertfifikasi Certfif. 2013. Modul
Hal ini dimaksudkan agar BPR dapat Pelatihan Manajemen Risiko Kredit.
menurunkan rasio Non Performing Loan Jakarta : Lembaga Sertifikasi Certif.
(NPL) lebih signifikan. Selanjutnya, BPR
dapat membuatkan prioritas terhadap kredit Otoritas Jasa Keuangan, Nomor
kualitas Diragukan dan Macet dengan 13/POJK.03/2015 tanggal 3 November
membentuk tim kerja, atau jika sudah 2015, tentang Penerapan Manajemen
memiliki Penyisihan Penghapusan Aktiva Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat.
Produktif (PPAP) yang mencukupi dapat Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan.
dilakukan hapus buku terlebih dahulu (write
off). Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan
3. Meskipun pihak regulator masih memberi Indonesia volume 14 Nomor 1 edisi
tenggang waktu yang cukup panjang untuk bulan Desember 2015. Jakarta : Otoritas
BPR menerapkan manaemern risiko secara Jasa Keuangan.
keseluruhan seperti dimaksud dalam
Peratura Otoritas Jasa Keuangan Nomor Soedarto. 2007. Manajemen Risiko Untuk
13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta :
Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan Palem Jaya.
Rakyat yang wajib dipenuhi oleh BPR,
147