You are on page 1of 11

Widya Cipta,Vol. VIII, No.

2 September 2016

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PENCEGAHAN


RISIKO KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT

Wangsit Supeno
Program Studi Komputerisasi Akuntansi
AMIK BSI Jakarta
wangsit.wss@bsi.ac.id

ABSTRACT

Rural Bank as one of the banks that provide financial intermediation services mainly to
micro and small businesses and rural communities, continue to face risks in the implementation of
its business activities. Industrial development of Rural Banks is increasing, people's need for
financial services that is more varied, easy, and fast encourage rural banks to further improve
products and services, and in turn can increase the risk of Rural Banks. The main activity of Rural
Bank in disbursing the funds is to give credit to the public in order for the credit to be useful
according to the needs of customers, and provide benefits to rural banks in the form of interest
income from loans. Giving credit is one way to increase the number of productive assets of Rural
Banks, which can have a direct impact on increasing the assets of Rural Banks as a whole. Credit
risk is the productive assets, which means that the credit has a potential impact losses due to the
occurrence of a particular event. The increase in this risk must be balanced by an increase in risk
control. Therefore, Rural Banks are required to apply risk management. The principles of risk
management, including credit risk management, which should be implemented by the Rural Bank
adjusted to the business characteristics Rural Bank and harmonized with the provisions
concerning the application of risk management in commercial banks. Implementation of risk
management as one of its efforts to strengthen institutions and improve the reputation of the Rural
Bank industry in the direction of the development policy of Rural Banks. Implementation of risk
management attention to their institutional strengthening and improvement of the Rural Bank
industry reputation, is expected to create a financial sector that is growing in a sustainable and
stable and has high competitiveness.

Keywords: Credit Risk Management, Credit Risk

I. PENDAHULUAN jasa keuangan yang lebih bervariasi, mudah,


Bank Perkreditan Rakyat atau BPR dan cepat diiringi dengan perkembangan
didirikan dengan berbagai macam tujuan teknologi informasi yang sangat cepat,
seperti menjadi agen pembangunan, mendorong BPR, untuk lebih meningkatkan
memberikan pelayanan yang baik pada produk dan pelayanannya yang pada gilirannya
masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, akan meningkatkan risiko pada BPR.
memenuhi harapan para pemangku Peningkatan risiko ini harus diimbangi dengan
kepentingan seperti pegawai, regulator, peningkatan pengendalian Risiko. Penerapan
pegawai, masyarakat, pemerintah dan lain manajemen risiko selain ditujukan bagi BPR
sebagainya. Namun, tujuan pokok dari juga dalam rangka melindungi pemangku
operasional BPR memberikan nilai tambah dan kepentingan BPR.
meningkatkan kekayaan pemegang saham. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
Agar tujuan BPR bisa dicapai maka BPR BPR harus melindungi kegiatan usahanya dari
melakukan upaya meningkatkan pertumbuhan risiko yang berpotensi merugikan, salah
bisnis, di mana BPR perlu meningkatkan satunya adalah risiko kredit yang dapat
inovasi produk dan jasa untuk mendorong memberikan dampak pada keterbatasan
pemasaran produk dan jasa tersebut pada likuiditas, hambatan operasional, pelanggaran
berbagai segmen sesuai dengan rencana kepatuhan, dan menjadikan reputasi BPR buruk
kerjanya. Tujuan meningkatkan pertumbuhan sehingga dapat menurunkan tingkat
bisnis, meningkatkan efisiensi dan pengelolaan kepercayaan masyarakat kepada BPR dan pada
risiko pada umumnya tidak sejalan. akhirnya BPR mengalami kerugian dalam
Perkembangan industri Bank operasionalnya. Kondisi tersebut tentu sangat
Perkreditan Rakyat yang semakin meningkat, kurang baik dan dapat mengganggu stabilitas
dengan tingkat persaingan yang semakin tajam, kelembagaan dalam jangka pendek maupun
dan juga kebutuhan masyarakat atas pelayanan jangka panjang. Dalam upaya BPR

137
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

meningkatkan kualitas operasionalnya, BPR (expected) maupun yang tidak dapat


harus memperhatikan dan melaksanakan diperkirakan (unexpected) yang berdampak
penerapan manajemen risiko kredit secara negatif terhadap pendapatan dan permodalan
benar dan konsisten, sesuai regulasi Otoritas bank. Risiko yang sudah diperkirakan atau
Jasa Keuangan (OJK) tentang Penerapan expected loss sudah diperhitungkan sebagai
Manajemen Risiko. bagian dari biaya untuk menjalankan bisnis.
Implementasi manajemen risiko kredit Yang disebut risiko yang memerlukan modal
sudah menjadi sebuah kebutuhan, sebagai salah untuk menutup risiko tersebut adalah apabila
satu risiko yang harus menjadi perhatian utama kerugian yang terjadi melebihi atau
manajemen BPR, selain sejalan dengan menyimpang dari ekspektasi tersebut, yaitu
regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), juga risiko yang tidak dapat diperkirakan
memperhatikan pada situasi dan kondisi di (unexpected loss).
mana risiko kredit BPR semakin tinggi, Menurut Peraturan Otoritas Jasa
sehingga diharapkan dapat memberikan Keuangan Nomor 13/POJK.03/2015 tanggal 3
dampak yang positif bagi internal BPR, November 2015, tentang Penerapan
untuk menjaga agar BPR senantiasa memiliki Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan
daya tahan pada berbagai situasi. Implementasi Rakyat, Risiko adalah potensi kerugian akibat
manajemen risiko kredit merupakan sebuah terjadinya suatu peristiwa tertentu. Sedangkan
kebutuhan BPR dalam mengelola risiko kredit pengertian Manajemen Risiko adalah
yang dihadapi, baik pada kondisi normal serangkaian metodologi dan prosedur yang
maupun pada saat terjadi krisis, sehingga BPR digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
dapat meningkatkan kinerja operasionalnya memantau, dan mengendalikan Risiko yang
dari waktu kewaktu. timbul dari seluruh kegiatan usaha BPR.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk Menurut Ikatan Bankir Indonesia
melakukan analisis terhadap dampak risiko (2015:7), menyebutkan bahwa Manajemen
dalam pemberian kredit pada Bank Perkreditan risiko merupakan upaya untuk mengelola risiko
Rakyat atau BPR, dan pelaksanaan penerapan agar peluang mendapatkan keuntungan dapat
manajemen risiko kredit BPR sesuai peraturan diwujud-kan secara berkesinambungan
yang berlaku, sebagai upaya melindungi (sustainable) karena risiko terhadap aktivitas
kegiatan usaha BPR dari meningkatnya potensi bank sudah diperhitungkan.
kerugian yang dapat menghambat operasional Menurut Peraturan Otoritas Jasa
BPR saat ini dan di masa depan. Diharapkan Keuangan Nomor 13/POJK.03/2015 tanggal 3
dengan penerapan manajemen risiko kredit November 2015, tentang Penerapan
secara baik dan konsisten oleh seluruh BPR di Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan
Indonesia, dapat menciptakan tumbuhnya Rakyat, terdapat lima risiko yang harus
sektor keuangan dan perekonomian secara dikelola BPR berdasarkan struktur
berkelanjutan. Kepemilikan Modal, yaitu :
1. Risiko Kredit, adalah risiko akibat
II. LANDASAN TEORI kegagalan debitur dan/ atau pihak lain
2.1. Manajemen Risiko dalam memenuhi kewajiban kepada BPR.
Bank Perkreditan Rakyat atau BPR 2. Risiko Operasional, adalah risiko yang
sebagai salah satu jenis bank yang memberikan antara lain disebabkan adanya ketidak
jasa intermediasi keuangan terutama kepada cukupan dan/atau tidak berfungsinya proses
usaha mikro dan kecil serta masyarakat intern, kesalahan sumber daya manusia,
pedesaan, senantiasa menghadapi risiko dalam kegagalan sistem, dan/atau adanya masalah
pelaksanaan kegiatan usahanya. Peningkatan ekstern yang dapat mempengaruhi
risiko ini harus diimbangi dengan peningkatan operasional BPR.
pengendalian risiko. Oleh karena itu, BPR 3. Risiko Kepatuhan, adalah risiko akibat BPR
dituntut menerapkan manajemen risiko. tidak mematuhi dan/ atau tidak
Prinsip-prinsip manajemen risiko termasuk melaksanakan peraturan perundang-
jenis risiko yang harus diterapkan oleh BPR undangan dan ketentuan lain termasuk
disesuaikan dengan karakteristik kegiatan Risiko akibat kelemahan aspek hukum.
usaha BPR dan diselaraskan dengan ketentuan 4. Risiko Likuiditas, adalah risiko akibat
mengenai penerapan manajemen risiko pada ketidak mampuan BPR untuk memenuhi
bank umum. kewajiban yang jatuh tempo dari sumber
Menurut Ikatan Bankir Indonesia pendanaan arus kas dan/atau aset likuid
(2015:6), disebutkan bahwa risiko dalam berkualitas tinggi yang dapat diagunkan,
konteks perbankan merupakan suatu kejadian tanpa mengganggu aktivitas dan/atau
potensial, baik yang dapat diperkirakan kondisi keuangan BPR.

138
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

5. Risiko Reputasi, adalah risiko akibat secara agresif mencari nasabah-nasabah baru
menurunnya tingkat kepercayaan pemangku untuk kredit konsumsi dan kredit modal
kepentingan yang bersumber dari persepsi komersial yaitu kredit modal kerja dan kredit
negatif mengenai BPR. investasi. Dengan meningkatnya persaingan
6. Risiko Stratejik, adalah risiko akibat yang dihadapi perbankan dewasa ini, dan
ketidaktepatan BPR dalam pengambilan terbatasnya nasabah-nasabah yang layak untuk
dan/atau pelaksanaan suatu keputusan diberikan kredit. membuat lingkungan
stratejik serta kegagalan BPR dalam perbankan menjadi risiko tinggi dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan pemberian kredit.
bisnis. Indikator risiko kredit yang digunakan
Penetapan kebijakan manajemen risiko otoritas pengawas BPR dalam mengukur
mempertimbangkan kondisi keuangan, struktur kinerja pemberian kredit BPR sepeti yang
dan kompleksitas organisasi, dan risiko yang tercantum dalam Modul Pelatihan Sertifikasi
timbul sebagai akibat perubahan faktor intern Profesi Direksi dan Komisaris BPR adalah
dan ekstern BPR. Kebijakan manajemen risiko menggunakan Rasio Non Performing Loan
memuat antara lain strategi dan kerangka risiko (NPL) dengan formula sebagai berikut :
yang ditetapkan sesuai dengan tingkat risiko
yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Debit Kredit Non Lancar
risiko (risk tolerance). Rasio NPL = x 100% ..(1)
Total Baki Debit Pinjaman
2.2. Risiko Kredit
Dalam struktur neraca, kredit yang Menurut Ali (2004:72), menyebutkan
diberikan bamk digolongkan sebagai Aktiva bahwa kredit bermasalah yang sudah
Produktif BPR. Menurut Peraturan Bank berkualitas macet dapat mempengaruhi
Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 tentang likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas bank.
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Likuiditas bank dapat memburuk, akibat
Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva terjadinya ketidak seimbangan antara cash in
Produktif dan Pembentukan Penyisihan flow dan cash out flow (untuk membayar bunga
Penghapusan Aktiva Produktif Bank dan pelunasan dana masyarakat yang jatuh
Perkreditan Rakyat, Aktiva Produktif adalah waktu oleh bank sendiri). Rentabilitas bank
penyediaan dana BPR dalam Rupiah untuk dapat menurun karena dengan terjadinya kredit
memperoleh penghasilan, dalam bentuk Kredit, macet tersebut sebagian penghasilan bunga
Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan bank tidak efektif diterima bank, sementara
Dana Antar Bank. Kualitas Aktiva Produktif bank masih tetap harus membayar bunga atas
dalam bentuk Kredit ditetapkan dalam empat penempatan dana masyarakat pada bank.
golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar, Sedangkan solvabilitas bank menjadi
Diragukan dan Macet. Penilaian terhadap berkurang sebagai akibat dari bertambahnya
Aktiva Produktif tersebut dilakukan kewajiban bagi bank untuk membentuk
berdasarkan ketepatan membayar dan/atau pencadangan penghapusan aktiva produktif
kemampuan membayar kewajiban oleh akibat dari terjadinya kredit macet
Debitur. tersebut.Besarnya ketidak mampuan bank
Menurut Soedarto (2007:327), bank membentuk pencadangan, pada gilirannya
yang menghadapi risiko kredit yang besar dapat mengakibatkan CAR (Capital Adequacy
ditandai dengan besarnya kredit Non Ratio) menjadi berkurang pula.
Performing akan menghadapi memburuknya
cash inflow yang dampaknya dapat 2.3. Penerapan Manajemen Risiko Kredit
menimbulkan risiko likuiditas dan risiko Lingkungan internal dan eksternal
lainnya. Penyebab timbulnya risiko kredit perbankan yang berkembang dengan pesat
dapat terjadi karena faktor intern dan faktor disertai dengan risiko kegiatan usaha bank
ekstern. Kegagalan pemberian kredit BPR yang semakin kompleks, menuntut bank
selama ini menunjukkan bahwa penyebab menerapkan manajemen risiko secara disiplin
utamanya adalah lemahnya manajemen dan konsisten. Menurut Peraturan Otoritas Jasa
perkreditan di samping penyebab ekstern yang keuangan Nomor 13/POJK.03/2015 tentang
disebabkan oleh nakalnya nasabah, gagalnya Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
usaha, dan tidak diketahuinya lokasi nasabah Perkreditan Rakyat, peraturan tersebut
yang bersangkutan. Ada beberapa bank yang diterbitkan, karena menimbang bahwa
menganggap bahwa pemberian kredit meningkatnya risiko yang dihadapi BPR,
merupakan bagian utama untuk semakin meningkat pula kebutuhan terhadap
mempertahankan kelangsungan hidupnya, penerapan manajemen risiko oleh Bank

139
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

Perkreditan Rakyat. Penerapan manajemen 4. Sistem pengendalian intern yang


risiko merupakah salah satu upaya BPR dalam menyeluruh, BPR wajib melaksanakan
rangka memperkuat kelembagaan dan sistem pengendalian intern yang
meningkatkan reputasi industri Bank menyeluruh secara efektif terhadap
Perkreditan Rakyat sesuai arah kebijakan pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional
pengembangan BPR. Penerapan manajemen pada seluruh jenjang organisasi BPR.
risiko memperhatikan adanya penguatan Pelaksanaan sistem pengendalian intern
kelembagaan dan peningkatan reputasi industri yang menyeluruh paling sedikit harus
BPR yang diharapkan dapat menciptakan mampu mendeteksi kelemahan dan
sektor keuangan yang tumbuh secara penyimpangan yang terjadi, secara tepat
berkelanjutan dan stabil serta memiliki daya waktu.
saing yang tinggi.
Penerapan manajemen risiko yang di III. METODOLOGI PENELITIAN
dalamnya juga termasuk manajemen risiko Dalam penelitian ini, penulis
kredit yang harus dilaksanakan BPR seperti menggunakan data sekunder yang bersumber
tercantum pada pasal 2 dan 3 Peraturan dari literatur yang terkait dengan pembahasan
Otoritas Jasa keuangan Nomor penelitian, Data Statistik Perbankan Indonesia
13/POJK.03/2015 tentang Penerapan selama tahun 2013, 2014 dan 2015, Peraturan
Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
Rakyat paling sedikit meliputi : yang berhubungan dengan penerapan
1. Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris, manajemen risiko di Bank Perkreditan Rakyat.
dalam rangka pengawasan penerapan
manajemen risiko, BPR wajib menetapkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
wewenang dan tanggung jawab yang jelas 4.1. Analisis Dampak Risiko Kredit pada
pada setiap jenjang jabatan yang terkait Bank Perkreditan Rakyat
dengan penerapan manajemen risiko.Dalam Aktivitas utama Bank Perkreditan
rangka melaksanakan wewenang dan Rakyat atau BPR adalah memberikan kredit
tanggung jawab, Direksi harus memiliki kepada masyarakat dengan tujuan agar kredit
pemahaman yang memadai mengenai risiko tersebut dapat bermanfaat sesuai kebutuhan
yang melekat pada seluruh aktivitas nasabah, dan memberikan keuntungan kepada
fungsional BPR dan mampu mengambil BPR dalam bentuk penerimaan bunga kredit.
tindakan yang diperlukan sesuai dengan Pemberian kredit merupakan salah satu cara
profil risiko BPR. untuk meningkatkan jumlah aktiva produktif
2. Kecukupan kebijakan manajemen risiko, BPR, yang dapat berdampak langsung pada
prosedur manajemen risiko dan limit peningkatan aktiva BPR secara keseluruhan.
Risiko, kebijakan manajemen risiko paling Kredit merupakan aktiva produktif
sedikit meliputi : penetapan risiko yang berisiko, artinya kredit memiliki potensi
terkait dengan kegiatan usaha, produk dan kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa
layanan BPR, penetapan sistem informasi tertentu. Risiko kredit bisa terjadi di antaranya
manajemen risiko, penentuan limit dan karena adanya peristiwa wanprestasinya
penetapan toleransi risiko, penetapan nasabah sebagai akibat moral hazard atau
penilaian peringkat risiko, penyusunan perilaku tercela nasabah. Hal ini bisa terjadi
rencana darurat dalam kondisi buruk, dan karena adanya informasi yang bersifat
penetapan sistem pengendalian intern dalam asimetris, yaitu dalam pengajuan kredit ke
penerapan manajemen risiko. BPR, nasabah lebih tahu tentang rencana
3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, sebenarnya ia mengajukan kredit. Ketidak
pemantauan, pengendalian risio dan sistem mampuan pihak BPR dalam menggali dan
informasi manajemen risiko. BPR wajib menemukan informasi yang akurat dari calon
melakukan proses identifikasi, pengukuran, nasabah, merupakan salah satu penyebab
pemantauan dan pengendalian risiko terjadinya perilaku tercela nasabah. Risiko
terhadap seluruh faktor risiko yang bersifat kredit bisa juga disebabkan karena adanya
material. Pelaksanaan proses identifikasi, peristiwa yang sulit untuk dikendalikan oleh
pengukuran, pemantauan dan pengendalian pihak BPR karena adanya faktor eksternal.
risiko wajib didukung sistem informasi Sebagai contoh, karena kondisi perekonomian
manajemen yang memadai, dan laporan nasional yang sedang mengalami penurunan,
yang akurat dan informatif mengenai berdampak pada perubahan harga komoditi
kondisi keuangan BPR, kinerja aktivitas perkebunan seperti kelapa sawit dan karet,
fungsional dan eksposur risiko BPR. sehingga BPR yang memberikan kredit di
sektor perkebunan tersebut bisa mengalami

140
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

ketersendatan pembayaran kredit. Contoh kebutuhan likuiditas harian. Likuiditas BPR


lainya adalah karena adanya musibah banjir di yang tidak tercukupi dapat memengaruhi
suatu daerah, berdampak pada terhambatnya kemampuan BPR dalam penyaluran kredit
struktur perekonomian masyarakat di sekitar yang baru. Selain itu, tunggakan pembayaran
lokasi yang terkena musibah.Kondisi seperti ini pendapatan bunga kredit, mempengaruhi
tentunya berpotensi menimbulkan risiko yang kemampuan BPR dalam memperoleh
dapat merugikan nasabah dan BPR. Faktor pendapatan operasional dan laba.
lemahnya internal BPR dan lemahnya tata Pengukuran risiko kredit yang
kelola pemberian kredit, juga memberikan digunakan BPR didasarkan pada acuan dari
kontribusi meningkatnya risiko kredit, seperti otoritas pengawas perbankan sejak masih
kurang profesionalnya staf kredit dalam dilakukan Bank Indonesia sampai sekarang
memproses kredit dan kurang baiknya dengan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu
kebijakan dan standar operaskonal prosedur, didasarkan pada rasio Non Performing Loan
memberikan kontribusi terjadinya nasabah (NPL). Rasio NPL dihitung dengan cara
wanprestasi, dan kualitas aktiva produktif membandingkan antara jumlah kredit kurang
kredit menjadi buruk. lancar, diragukan dan macet dengan jumlah
Kualitas aktiva produktif kredit dinilai kredit secara keseluruhan (out standing credit).
dari tingkat kelancaran pengembalian pokok Standar rasio NPL yang sehat adalah sebesar
kredit dan pembayaran bunga dari nasabah 5%. Semakin kecil rasio NPL dari 5% semakin
sesuai dengan perjanjian kredit yang telah sehat, dan semakin meningkat semakin kurang
ditanda tangani oleh para pihak, yaitu nasabah sehat dan tidak sehat.
dan BPR. Kelancaran pembayaran kredit Hasil penelitian terhadap sebagian
menjadi perhatian utama BPR untuk kinerja keuangan yang terkait dengan risiko
melakukan monitoring terhadap kualitas kredit dan jumlah Bank Perkreditan Rakyat
pembayaran nasabah. Hal ini dilakukan untuk secara Nasional pada tahun 2013, 2014 dan
memantau kelancaran pembayaran kredit 2105 berdasarkan Statistik Perbankan
nasabah sesuai dengan perjanjian. Pembayaran Indonesia volume 14 Nomor 1 edisi bulan
kredit nasabah yang tersendat lambat laun Desember 2015 yang diterbitkan oleh Otoritas
menimbulkan tunggakan yang berdampak pada Jasa Keuangan, dapat disajikan pada data
terjadinya risiko keterbatasan penyediaan kinerja risiko kredit (tabel 1) sebagai berikut:
:

Tabel 1 Kinerja Risiko Kredit BPR Nasional


Tahun 2013 – 2015 (Miliar Rupiah)

Indikator 2013 2014 2015


Kredit Non Lancar 2.610 3.252 4.018
Total Kredit 59.176 68.391 74.807
Rasio NPL (%) 4,41% 4,75% 5,37%
ROA 3,44% 2,98% 2,71%
Jumlah BPR 1.635 1.643 1.637
Jumlah Kantor 4.678 4.895 5.100
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan data pada tabel 1dapat penyaluran kredit, akan tetapi pada tahun
dianalisis sebagai berikut : 2015 kenaikannya lebih kecil dari tahun
1. Indikator Total Kredit BPR dari tahun 2013 2014. Artinya BPR mengalami kendala
sampai dengan 2015 trennya selalu melakukan ekspansi kredit yang bisa
meningkat. Pada tahun 2013 total kredit disebabkan karena adanya faktor persaingan
sebesar Rp. 59.176 Miliar, dan pada tahun yang begitu tajam, dan kondisi
2014 mengalami peningkatan sekitar perekonomian nasional yang melemah
15,57% menjadi sebesar Rp. 68.391 Miliar. ditahun 2015.
Sedangkan total kredit yang disalurkan BPR 2. Indikator Kredit Non Lancar yang juga
pada tahun 2015 sebesar Rp. 74.807 Miliar merupakan indikator risiko dalam
atau meningkat sekitar 9,38%. Tren penyaluran kredit BPR, trennya mengalami
kenaikan total kredit tersebut menunjukkan peningkatan dalam tiga tahun terakhir ini.
bahwa BPR selama tiga tahun terakhir Pada tahun 2014, total kredit non lancar
dinilai cukup berhasil dalam ekspansi BPR sebesar Rp. 3.252 Miliar, atau

141
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

mengalami kenaikkan sekitar 24,60% dalam pengeluaran biaya over head


dibandingkan tahun 2013 sebesar Rp. 2.610 operasional BPR, hal ini juga menyumbang
Miliar, dan pada tahun 2015 kembali berkurangnya kemampuan memperoleh
mengalami kenaikkan sekitar 23,55% laba.
dibandingkan tahun 2014 menjadi sebesar 5. Indikator Jumlah BPR yang beroperasi
Rp. 4.018 Miliar. Indikator risiko kredit selama tiga tahun terakhir bisa menjadi
yang bisa berpotensi kerugian pada sebuah catatan penting bahwa dampak
operasional BPR pada tahun 2014 risiko kredit yang tidak dikendalikan
mengalami kenaikkan dan pada tahun 2015 dengan baik, melalui tata kelola kredit yang
mengalami sedikit penurunan, yang didasarkan prinsip kehati-hatian, efektif dan
kemungkinan besar BPR sudah berupaya efisien dapat berakibat fatal, dapat berakibat
melakukan penyelesaian kredit non semakin tingginya risiko operasional, dan
lancarnya dan juga adanya upaya BPR pada akhirnya BPR dilikuidasi. Data di atas
untuk melakukan ekspansi kredit pada menunjukkan bahwa jumlah BPR pada
tahun 2015. tahun 2013 sebanyak 1.635 BPR, pada
3. Indikator risiko kredit yang kerap tahun 2014 bertambah empat BPR baru
digunakan BPR adalah rasio Non menjadi 1.643 BPR dan pada akhir tahun
Performing Loan (NPL), dan berdasarkan 2015 jumlah BPR sebanyak1.637 BPR.
data di atas menunjukkan trennya selama Data tersebut menunjukkan bahwa pada
tiga tahun mengalami kenaikkan, yaitu pada tahun 2015 pihak Otoritas jasa Keuangan
tahun 2013 sebesar 4,41% dan tahun 2014 telah melakukan tindakan tegas melikuidasi
naik menjadi 4,75% bahkan pada tahun BPR yang bermasalah dan sulit untuk
2015sudah menembus batas minimum 5% diselamatkan lagi.
yaitu mencapai angka 5,37%. Indikator 6. Indikator Jumlah Kantor BPR yang
rasio NPL tersebut menunjukkan bahwa mengalami peningkatan dalam tiga tahun
kondisi BPR memiliki tingkat risiko kredit terakhir, menunjukkan bahwa dampak
yang semakin tinggi dari tahun ke tahun, risiko kredit akan semakin besar jika BPR
dan pada tahun 2015 sudah memasuki pada tahun 2016 tidak berbenah diri.
kondisi kurang sehat dibandingkan dua Jumlah kantor BPR yang meliputi kantor
tahun sebelumnya. Risiko kredit yang terus kas dan kantor cabang pada tahun 2013
meningkat dan menembus batas standar sebanyak 4.678 kantor BPR, pada tahun
sehat 5% ini tentu dapat berdampak salah 2014 bertambah menjadi sebanyak 4.895
satunya pada risiko kemampuan BPR dalam kantor BPR, dan pada tahun 2015
memperoleh Laba, di mana BPR bertambah menjadi 5.100 kantor BPR.
menggunakan indikator Return on Asset Setiap wilayah di mana kantor BPR
(ROA). membuka operasional masing-masing
4. Indikator kemampauan BPR dalam memiliki risiko dalam penyaluran kredit.
memperoleh laba menggunakan rasio Di sini peran regulasi dan kompetensi SDM
Return on Asset (ROA). Berdasarkan data BPR menjadi sangat penting, sebab kondisi
di atas menunjukkan bahwa tren ROA terus perekonomian yang masih lemah dan
menurun, pada tahun 2013 sebesar 3,44%, persaingan yang semakin tajam baik antar
tahun 2014 sebesar 2,98% dan tahun 2015 lembaga keuangan bank dan non bank yang
sebesar 2,71%. Penurunan rasio ROA BPR memiliki usaha sejenis bisa mengancam
ini adalah dampak dari semakin kelanjutan operasional BPR setiap waktu di
meningkatnya risiko kredit BPR, di mana wilayah manapun BPR berlokasi, sebagai
BPR harus membentuk biaya atas risiko dampak dari risiko kredit yang tinggi.
kerugian kredit yang disebut dengan Berdasarkan hasil analisis dampak
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif risiko kredit di atas, memberikan peringatan
(PPAP). Semakin besar rasio Non kepada manajemen BPR untuk memperhatikan
Performing Loan (NPL) dan semakin tinggi budaya pemberian kredit yang sehat. Sangat
kualitasnya yaitu kualitas diragukan dan sulit BPR mengendalikan faktor internal dalam
macet, maka semakin besar prosentasi pengendalian risiko kredit, karena kondisi
penyisihan penghapusan yang harus perekonomian dan perilaku masyarakat sudah
dibentuk, yaitu 50% dan 100% dari baki semakin kompleks. Masyarakat yang memiliki
kredit dikurangi dengan nilai agunan kredit. banyak sumber informasi sebelum
Jika agunan kredit tidak ada atau tidak menggunakan layanan jasa perbankan, dan
dilakukan pengiakatan sebagaimana aturan kondisi usaha yang semakin sulit, menjadikan
yang berlaku, maka biaya PPAP semakin risiko kredit akan selalu mengancam industri
besar. Selain itu, BPR yang tidak efisien BPR di tanah air. Risiko kredit merupakan

142
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

salah satu risiko yang harus menjadi perhatian pada umumnya tidak sejalan, dan ini
penting manajemen BPR. Risiko kredit BPR berdampak pada kinerja BPR tersebut.
dapat berdampak langsung pada potensi Meningkatnya risiko yang dihadapi BPR pada
timbulnya risiko operasional, risiko kepatuhan, saat ini, maka semakin meningkat pula
risiko likuidtas dan risiko reputasi. kebutuhan BPR terhadap penerapan
Tingginya risiko kredit dalam manajemen risiko yang konsisten dan selalu
operasional BPR salah satunya disebabkan menyesuai-kan dengan situasi dan kondisi
masih lemahnya penerapan Kebijakan dan bisnisnya, sehingga kinerja bank meningkat.
Standar Operasional Prosedur dalam pemberian Berkaitan dengan hal tersebut, Otoritas
kredit. Dalam rangka menciptakan iklim kredit Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas dan
yang sehat dan meningkatkan kinerja BPR, regulator BPR, telah menerbitkan sebuah
pihak regulator BPR telah meminta kepada Peraturan yang mengharuskan BPR untuk
seluruh BPR untuk menyusun pedoman menerapkan manajemen risiko. Penerbitan
kebijakan kredit melalui Peraturan Bank Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 tentang 13/POJK.03/2015 tentang Penerapan
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan
Nomor 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Rakyat yang wajib dipenuhi oleh BPR,
Produktif dan Pembentukan Penyisihan merupakan salah satu upaya otoritas pengawas
Penghapusan Aktiva Produktif Bank BPR dalam memperkuat kelembagaan dan
Perkreditan Rakyat. meningkatkan reputasi industri Bank
Pada pasal 2A Peraturan Bank Indonesia Perkreditan Rakyat sesuai dengan arah
Nomor 13/26/PBI/2011 tentang Perubahan atas kebijakan pengembangan Bank Perkreditan
Peraturan Bank Indonesia Nomor Rakyat. Penguatan kelembagaan dan
8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva peningkatan reputasi industri Bank Perkreditan
Produktif dan Pembentukan Penyisihan Rakyat diharapkan dapat menciptakan sektor
Penghapusan Aktiva Produktif Bank keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
Perkreditan Rakyat menyebutkan bahwa : dan stabil serta memiliki daya saing yang
1. Dalam rangka penyediaan dana dalam tinggi.
bentuk kredit, BPR wajib memiliki Ditinjau dari permodalan, pada saat ini
pedoman kebijakan dan prosedur masih banyak BPR yang memiliki modal inti
perkreditan secara tertulis. kurang dari Rp. 15.000.000.000,-. Menurut
2. Kebijakan perkreditan sebagaimana Data Statistik Perbankan Indonesia, pada akhir
dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh tahun 2015 jumlah BPR yang memiliki Aset
Dewan Komisaris. kurang dari Rp. 10.000.000.000,- sebanyak 377
3. Prosedur perkreditan sebagaimana BPR dari 1.637 BPR. Namun demikian, sangat
dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui mungkin BPR yang jumlah asetnya di atas Rp.
paling kurang oleh Direksi. 10.000.000.000,- tersebut jumlah modal intinya
4. Dewan Komisaris wajib melakukan kurang dari Rp. 15.000.000.000,- . Penerapan
pengawasan aktif terhadap pelaksanaan manajemen risiko terhadap BPR yang memiliki
kebijakan perkreditan sebagaimana modal inti kurang dari 15.000.000.000,-,
dimaksud pada ayat (1) di atas. berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Seiring dengan meningkatnya risiko Nomor 13/POJK.03/2015 tanggal 3 November
kredit, maka kebijakan dan standar operasional 2015, tentang Penerapan Manajemen Risiko
prosedur pemberian kredit yang disusun Bagi Bank Perkreditan Rakyat dengan struktur
manajemen BPR wajib memperhatikan hal-hal permodalan seperti tercantum pada pasal 3
sebagai berikut : (1) Bersifat ayat 4, maka BPR yang memiliki modal inti
menyeluruh dalam siklus manajemen kredit (2) kurang dari 15.000.000.000,- wajib
Dapat menjadi dasar pengambilan keputusan menerapkan Manajemen Risiko paling sedikit
dalam pengelolaan kredit (3) Tidak ada 3 (tiga) risiko, yaitu Risiko Kredit, Risiko
bertentangan dengan ketentuan otoritas Operasi dan Risiko Kepatuhan.
perbankan (4) Berpijak pada prinsip kehati- Risiko kredit adalah risiko akibat
hatian (5) Mudah dimengerti (6) Selalu kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam
diperbarui (7) Tertulis. memenuhi kewajiban kepada BPR. Risiko
operasional adalah risiko yang antara lain
4.2. Penerapan Manajemen Risiko Kredit disebabkan adanya ketidak cukupan dan/atau
pada Bank Perkreditan Rakyat tidak berfungsinya proses intern, kesalahan
Tujuan operasional BPR dalam sumber daya manusia, kegagalan sistem,
meningkatkan pertumbuhan bisnisnya, dengan dan/atau adanya masalah ekstern yang dapat
meningkat-kan efisiensi dan pengelolaan risiko mempengaruhi operasional BPR. Risiko

143
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

kepatuhan adalah risiko akibat BPR tidak memantau perkembangan dan


mematuhi dan/ atau tidak melaksanakan permasalahan dalam aktivitas bisnis
peraturan perundang-undangan dan ketentuan BPR terkait risiko kredit, termasuk
lain termasuk Risiko akibat kelemahan aspek penyelesaian kredit bermasalah.
hukum. b. Sumber daya manusia, dalam hal ini
Terjadinya risiko kredit dapat kecukupan sumber daya manusia untuk
bersumber dari aktivitas usaha BPR dalam risiko kredit mengacu pada cakupan
pemberian kredit. Risiko Kredit dapat penerapan manajemen risiko secara
meningkat karena terkonsentrasinya umum.
penyediaan dana, antara lain pada debitur, c. Organisasi manajemen risiko kredit
wilayah geografis, produk, atau lapangan usaha dalam rangka penerapan manajemen
tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko risiko untuk risiko kredit, terdapat
Konsentrasi Kredit. Mengingat risiko kredit beberapa unit terkait seperti, Unit bisnis
dapat berdampak pada kelanjutan operasional yang melaksanakan aktivitas pemberian
jangka pendek dan jangka panjang, maka kredit atau penyediaan dana, unit
manajemen BPR harus menerapkan pemulihan kredit yang melakukan
manajemen risiko kredit sebagai bagian dari penanganan kredit bermasalah dan unit
upaya BPR untuk memastikan bahwa aktivitas Manajemen Risiko, khususnya yang
penyediaan dana BPR tidak terekspos pada menilai dan memantau risiko kredit.
risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian Disamping itu, juga dibentuk Komite
pada BPR. Kredit yang bertanggung jawab
Tujuan utama manajemen risiko kredit khususnya untuk memutuskan
adalah untuk memastikan bahwa aktivitas pemberian kredit dalam jumlah tertentu
penye-diaan dana BPR tidak terekspos pada sesuai kebijakan masing-masing BPR.
risiko kredit yang dapat menimbulkan kerugian Keanggotaan Komite Kredit tidak hanya
pada BPR. Secara umum eksposur risiko kredit terbatas dari Unit Bisnis tetapi juga dari
merupakan salah satu eksposur risiko utama unit-unit lain yang terkait dengan
sehingga kemampuan BPR untuk pengelolaan Risiko Kredit, seperti unit
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan pemulihan kredit.
mengendalikan risiko kredit serta menyediakan 2. Kecukupan kebijakan, prosedur dan limit
modal yang cukup bagi risiko tersebut sangat Dalam melaksanakan kebijakan, prosedur,
penting. dan penetapan limit untuk Risiko Kredit,
Ruang lingkup penerapan manajemen maka selain melaksanakan kebijakan,
risiko kredit oleh BPR paling sedikit meliputi prosedur, dan penetapan limit, BPR perlu
hal-hal sebagai berikut : menambahkan penerapan beberapa hal
1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan dalam tiap aspek kebijakan, prosedur, dan
Direksi penetapan limit sebagai berikut:
Dalam penerapan manajemen risiko kredit a. Strategi Manajemen Risiko Kredit harus
melalui pengawasan aktif Dewan Komisaris mencakup strategi untuk seluruh
dan Direksi, selain melaksanakan aktivitas yang memiliki eksposur Risiko
pengawasan aktif, BPR perlu menerapkan Kredit yang signifikan. Strategi tersebut
beberapa hal dalam tiap aspek pengawasan harus memuat secara jelas arah
aktif Direksi dan Dewan Komisaris, penyediaan dana yang akan dilakukan,
sebagai berikut : antara lain berdasarkan jenis kredit,
a. Kewenangan dan Tanggung Jawab lapangan usaha, wilayah geografis,
Direksi dan Dewan Komisaris, di jangka waktu, dan sasaran pasar.
antaranya Dewan Komisaris memantau Strategi Manajemen Risiko untuk Risiko
penyediaan dana termasuk mereview Kredit harus sejalan dengan tujuan BPR
penyediaan dana dengan jumlah besar untuk menjaga kualitas kredit, laba, dan
atau yang diberikan kepada pihak pertumbuhan usaha. Tingkat Risiko
terkait, Direksi bertanggungjawab agar yang akan Diambil (risk appetite) dan
seluruh aktivitas penyediaan dana Toleransi Risiko (risk tolerance)
dilakukan sesuai dengan strategi dan Penetapan tingkat Risiko yang akan
kebijakan Risiko Kredit yang disetujui diambil dan toleransi Risiko untuk
oleh Dewan Komisaris, dan Direksi Risiko Kredit mengacu pada cakupan
harus memastikan bahwa penerapan penerapan secara umum.
manajemen risiko dilakukan secara b. Kebijakan dan Prosedur. BPR harus
efektif pada pelaksanaan aktivitas memiliki kebijakan dan prosedur untuk
penyediaan dana, dengan antara lain meng-identifikasi adanya risiko

144
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

konsentrasi kredit. BPR harus tertekan. Dalam mengidentifikasi Risiko


mengembangkan dan mengimple- Kredit perlu dipertimbangkan hasil
mentasikan kebijakan dan prosedur penilaian kualitas kredit berdasarkan
secara tepat, sehingga dapat mendukung analisa terhadap prospek usaha, kinerja
penyediaan dana yang sehat, memantau keuangan, dan kemampuan membayar
dan mengendalikan risiko kredit, debitur. Khusus untuk Risiko
termasuk risiko konsentrasi kredit. Konsentrasi Kredit, BPR juga harus
Melakukan evaluasi secara benar dalam mengidentifikasi penyebab Risiko
memanfaatkan peluang usaha yang baru; Konsentrasi Kredit akibat faktor
mengidentifikasi dan menangani kredit idiosinkratik (faktor yang secara spesifik
bermasalah. Kebijakan BPR harus terkait pada masing-masing debitur) dan
memuat informasi yang dibutuhkan faktor sistematik (faktor-faktor ekonomi
dalam pemberian kredit yang sehat, makro dan faktor keuangan yang dapat
antara lain meliputi : tujuan kredit dan mempengaruhi kinerja dan atau kondisi
sumber pembayaran, profil Risiko pasar).
debitur dan mitigasinya serta tingkat b. Pengukuran risiko kredit. BPR harus
sensitivitas terhadap perkembangan memiliki sistem dan prosedur tertulis
kondisi ekonomi dan pasar, kemampuan untuk melaku-kan pengukuran Risiko.
untuk membayar kembali, kemampuan Sistem pengukuran Risiko Kredit paling
bisnis dan kondisi lapangan usaha kurang memper-timbangkan,
debitur serta posisi debitur dalam karakteristik setiap jenis transaksi yang
industri tertentu, persyaratan kredit yang terekspos Risiko Kredit, Kondisi
diajukan termasuk perjanjian yang keuangan debitur/pihak lawan transaksi
dirancang untuk mengantisipasi serta persyaratan dalam perjanjian kredit
perubahan eksposur Risiko debitur di seperti tingkat bunga, Jangka waktu
waktu yang akan datang. BPR harus kredit dikaitkan dengan perubahan
memiliki prosedur untuk melakukan potensial yang terjadi di pasar.
analisis, persetujuan, dan administrasi c. Pemantau kredit. BPR harus
kredit. mengembangkan dan menerapkan
c. Limit. BPR harus menetapkan limit sistem informasi dan prosedur yang
penyediaan dana secara keseluruhan komprehensif untuk memantau
untuk seluruh aktivitas bisnis BPR yang komposisi dan kondisi setiap debitur
mengandung risiko kredit, baik untuk atau pihak lawan transaksi terhadap
pihak terkait maupun tidak terkait, serta seluruh portofolio kredit BPR. Sistem
untuk individual maupun kelompok tersebut harus sejalan dengan
debitur. BPR perlu menerapkan toleransi karakteristik, ukuran, dan kompleksitas
risiko untuk risiko kredit. Limit untuk portofolio BPR. Prosedur pemantauan
risiko kredit digunakan untuk harus mampu untuk mengidentifikasi
mengurangi risiko yang ditimbulkan, aset bermasalah ataupun transaksi
termasuk karena adanya konsentrasi lainnya untuk menjamin bahwa aset
penyaluran kredit. Penetapan limit yang bermasalah tersebut mendapat
Risiko Kredit harus didokumentasikan perhatian yang lebih, termasuk tindakan
secara tertulis dan lengkap yang penyelamatan serta pembentukan
memudahkan penetapan jejak audit cadangan yang cukup.
untuk kepentingan auditor intern d. Pengendalian riisiko kredit. Dalam
maupun ekstern. rangka pengendalian Risiko Kredit, BPR
3. Kecukupan proses identifikasi risiko, sistem harus memastikan bahwa satuan kerja
pengukuran, pemantauan, pengendalian perkreditan dan satuan kerja lainnya
Risiko dan sistem informasi manajemen yang melakukan transaksi yang
risiko kredit yang meliputi : terekspos Risiko Kredit telah berfungsi
a. Identifikasi Risiko Kredit. Dalam secara memadai dan eksposur Risiko
melakukan identifikasi Risiko Kredit, Kredit dijaga tetap konsisten dengan
baik secara indi-vidual maupun limit yang ditetapkan serta memenuhi
portofolio, perlu dipertimbangkan faktor standard kehati-hatian. Pengendalian
yang dapat mempengaruhi tingkat Risiko Kredit dapat dilakukan melalui
Risiko Kredit di waktu yang akan beberapa cara, antara lain mitigasi
datang, seperti kemungkinan perubahan Risiko, pengelolaan posisi dan Risiko
kondisi ekonomi serta penilaian portofolio secara aktif, penetapan target
eksposur Risiko Kredit dalam kondisi batasan Risiko konsentrasi dalam

145
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

rencana tahunan BPR, penetapan tingkat termasuk setiap pengecualian terhadap


kewenangan dalam proses persetujuan kebijakan, prosedur, dan limit.
penyediaan dana, dan analisis
konsentrasi secara berkala paling kurang V. PENUTUP
1 (satu) kali dalam setahun. Berdasarkan analisis data dan
e. Sistem informasi manajemen risiko pembahasan penelitian yang telah diuraikan,
kredit. Sistem informasi manajemen dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
risiko kredit harus mampu menyediakan 1. BPR harus lebih hati-hati dalam penyaluran
data secara akurat, lengkap, informatif, kredit, dengan memperhatikan prinsip
tepat waktu, dan dapat diandalkan pemberian kredit yang sehat, dengan
mengenai jumlah seluruh eksposur memfokuskan pemberian kredit pada sektor
kredit peminjam individual dan pihak yang risikonya bisa dikendalikan dan
lawan transaksi, portofolio kredit serta meningkatkan monitoring
laporan pengecualian limit risiko kredit 2. Faktor penyebab tingginya risiko kredit
agar dapat digunakan Direksi untuk dalam operasional BPR, meliputi faktor
mengidentifikasi adanya Risiko eksternal yang disebabkan karena situasi
Konsentrasi Kredit. persaingan, kondisi pasar, dan musibah
4. Sistem pengendalian intern yang yang tidak dapat dikendali-kan oleh BPR,
menyeluruh. faktor debitur yang melakukan tindakan
Dalam melakukan penerapan manajemen tercela, dan faktor internal BPR terutama
risiko melalui pelaksanaan sistem karena kurangnya SDM yang memiliki
pengendalian intern untuk risiko kredit, kompetensi dan integritas dalam bekerja,
maka selain melaksanakan pengendalian juga karena masih kurangnya dalam
intern, BPR juga perlu menerapkan hal-hal pelaksanaan kebijakan dan standar
sebagai berikut : operasional prosedur kredit.
a. Sistem kaji ulang yang independen dan 3. Peningkatan risiko kredit yang dihadapi
berkelanjutan terhadap efektivitas BPR dalam bentuk meningkatnya biaya
penerapan proses manajemen risiko penyisihan penghapusan piutang (PPAP)
Kredit, paling kurang memuat evaluasi dan tingginya biaya dana, dapat berdampak
proses administrasi perkreditan, pada kemampuan BPR dalam memperoleh
penilaian akurasi penerapan laba yang dicerminkan pada tren penurunan
pemeringkatan internal atau penggunaan Return on Asset (ROA) selama tiga tahun
alat pemantauan lainnya, dan efektivitas terakhir, selain itu juga berdampak pada
pelaksanaan satuan kerja atau petugas kelangsungan operasional BPR, yang
yang melakukan pemantauan kualitas menjadikan BPR dilikuidasi.
kredit. 4. Dalam rangka meningkatkan kinerja BPR,
b. Sistem review internal oleh individu manajemen BPR wajib menerapkan
yang independen dari unit bisnis untuk manajemen risiko kredit, sesuai Peraturan
membantu evaluasi proses kredit secara Otoritas Jasa Keuangan. Penerapan
keseluruhan, menentukan akurasi manajemen risiko kredit merupakan satu
peringkat internal, dan menilai apakah upaya dalam melakukan antisipasi terhadap
account officer memonitor kredit secara risiko yang pada akhirnya dapat merugikan
individual dengan tepat. BPR. Manajemen risiko yang harus
c. Sistem pelaporan yang efisien dan diterapkan BPR meliputi, risiko kredit,
efektif untuk menyediakan informasi risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko
yang memadai kepada Dewan likuiditas, risiko kepatuhan dan risiko
Komisaris, Direksi, dan komite audit. reputasi.
d. Audit internal atas proses risiko kredit 5. Ruang lingkup manajemen risiko kredit di
dilakukan secara periodik, yang antara BPR meliputi, pengawasan aktif Dewan
lain mencakup identifikasi apakah Komisaris dan Direksi, yang didukung
aktivitas penyediaan dana telah sejalan dengan adanya kecukupan kebijakan,
dengan kebijakan dan prosedur yang prosedur dan limit, diperlukan kecukupan
ditetapkan. Seluruh otorisasi dilakukan proses identifikasi risiko, sistem
dalam batas panduan yang diberikan. pengukuran, pemantauan, pengendalian
Kualitas individual kredit dan komposisi risiko dan sistem informasi manajemen
portofolio telah dilaporkan secara akurat risiko kredit, dan juga menerapkan sistem
kepada Direksi. Terdapat kelemahan pengendalian intern yang menyeluruh.
dalam proses Manajemen Risiko untuk
Risiko Kredit, kebijakan dan prosedur,

146
Widya Cipta,Vol. VIII, No.2 September 2016

Saran yang diberikan dalam rangka tetapi BPR harus segara melaksanakan
mengendalikan risiko kredit pada Bank rencana tindak yng telah disusun dan
Perkreditan Rakyat sebagai berikut : dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan,
1. BPR sebaiknya terus meningkatkan ekpansi khususnya yang berhubungan dengan
kredit, dengan memperhatikan prinsip penerapan manajemen risiko kredit agar
pemberian kredit yang sehat dengan BPR dapat memperbaikan kinerjanya
berpedoman pada kebijakan dan standar sehingga dapat menjadi BPR yang sehat dan
operasional prosedur yang baik disesuaikan kokoh dalam melayani masyarakat.
dengan regulasi dan kondisi bisnis BPR.
BPR hanya memfokuskan kredit pada DAFTAR PUSTAKA
sektor yang risikonya bisa dikendalikan, Ali, Masyhud. 2004. Asset Liability
mengukur risiko dalam setiap proses kredit, Management. Jakarta : Elex Media
meningkatkan aktivitas monitoring paska Komputindo
pemberian kredit, melakukan pembinaan
dan pengawasan yang berkesinambungan. Bank Indonesia, 2011. Peraturan Bank
Hal ini dilakukan agar kualitas kredit Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011
menjadi sehat, dan tercipta efisiensi yang tentang Perubahan atas Peraturan Bank
tinggi sehingga berdampak pada Indonesia Nomor 8/19/PBI/2006 tentang
meningkatnya pelayanan dan daya saing Kualitas Aktiva Produktif dan
operasional BPR. Pembentukan Penyisihan Penghapusan
2. BPR sebaiknya memiliki skala prioritas Aktiva Produktif Bank Perkreditan
dalam menangani kredit bermasalah yang Rakyat. Jakarta : Bank Indonesia.
menunggak dua sampai dengan tiga bulan,
dan berupaya menyelesaikan kredit yang Ikatan Bankir Indonesia, 2015. Manajemen
tergolong kurang lancar agar kembali Risiko Jilid 1. Jakarta : Gramedia
lancar, dengan melakukan penyelamatan Pustaka Utama.
kredit terhadap nasabah yang dinilai masih
bisa dilakukan penjadwalan ulang kembali. Lembaga Sertfifikasi Certfif. 2013. Modul
Hal ini dimaksudkan agar BPR dapat Pelatihan Manajemen Risiko Kredit.
menurunkan rasio Non Performing Loan Jakarta : Lembaga Sertifikasi Certif.
(NPL) lebih signifikan. Selanjutnya, BPR
dapat membuatkan prioritas terhadap kredit Otoritas Jasa Keuangan, Nomor
kualitas Diragukan dan Macet dengan 13/POJK.03/2015 tanggal 3 November
membentuk tim kerja, atau jika sudah 2015, tentang Penerapan Manajemen
memiliki Penyisihan Penghapusan Aktiva Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat.
Produktif (PPAP) yang mencukupi dapat Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan.
dilakukan hapus buku terlebih dahulu (write
off). Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan
3. Meskipun pihak regulator masih memberi Indonesia volume 14 Nomor 1 edisi
tenggang waktu yang cukup panjang untuk bulan Desember 2015. Jakarta : Otoritas
BPR menerapkan manaemern risiko secara Jasa Keuangan.
keseluruhan seperti dimaksud dalam
Peratura Otoritas Jasa Keuangan Nomor Soedarto. 2007. Manajemen Risiko Untuk
13/POJK.03/2015 tentang Penerapan Bank Perkreditan Rakyat. Jakarta :
Manajemen Risiko bagi Bank Perkreditan Palem Jaya.
Rakyat yang wajib dipenuhi oleh BPR,

147

You might also like