Professional Documents
Culture Documents
Abdul Halim
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: abhalim58@yahoo.com
Abstract
The purpose of this research is to analyze the factors that cause the occurrence of fraud in
PD BPR Bank Dearah X which is one of the regional owned enterprises of Local Government
X and identify the steps ways of fraud prevention which is effective in PD BPR Bank
Daerah X. This research uses a qualitative approach with a case study. This study uses
the primary data and secondary data. This research uses many data collection techniques
by conducting an interview, an observation and a documentation. The results show that
the factors that cause the occurrence of fraud in PD BPR Bank Daerah X can be classified
into four, namely: (1) the pressure that comes from the external and internal influence, (2)
an opportunity or a chance due to the weakness of internal control systems owned by BPR
, sanctions are not strict enough for the wrongdoers of fraud, and misuse of authority
committed by directors, (3) rationalization, and (4) collusion. The ways of fraud prevention
which are done by the management of PD BPR Bank Daerah X and based on the results
of interviews conducted by the researchers, can be identified as follows: (1) An improvement
of the internal control system in PD BPR Bank Daerah X, (2) An implementation of policy
of know your employee (KYE) as an effort of fraud prevention by controlling the aspects
of human resources (HR); (3) A creation of a special line of fraud reporting policy;and (4)
An establishment of policies and sanction procedures.
1. PENDAHULUAN
Fraud merupakan permasalahan yang saat kerja dalam bentuk fraud tree yang mempunyai
ini menjadi perhatian organisasi sektor publik dan tiga cabang utama yaitu corruption, asset mis-
sektor swasta di seluruh dunia. Tindakan fraud appropriation, dan fraudulent statement
dalam organisasi atau di tempat kerja (Tuanakotta, 2014).
(occupationalfraud) dapat dilakukan oleh semua Penelitian tentang fraud di tempat kerja telah
pihak, mulai pegawai pelaksana sampai dengan dilakukan oleh Association of Certified Fraud
manajemen puncak yang dapat menimbulkan Examiners (ACFE) mulai tahun 2002 dengan
kerugian bagi organisasi. Association of judul ACFE Report to the Nations on Occupa-
C e r t i f i e d Fraud Examiners (ACFE) tional Fraud and Abuse. Publikasi terbaru tahun
menggambarkan secara skematis fraud di tempat 2014 menyebutkan bahwa kerugian akibat fraud
1
Terimakasih kepada Alm. Prof. Gudono atas ide penulisan ini.
sebesar 5% dari pendapatan organisasi setiap pegawai pelaksana, akan tetapi juga melibatkan
tahunnya. Jika persentase tersebut manajemen puncak BPR yaitu anggota direksi.
diproyeksikan dengan produk dunia bruto (gross Temuan tindakan fraud pada PD BPR Bank
world product) tahun 2013, maka fraud setiap Daerah X yang dilakukan pegawai pelaksana
tahunnya akan mengakibatkan organisasi sampai dengan manajemen puncak menunjukkan
kehilangan lebih dari $3,7 triliun. Penelitian ini bahwa fraud merupakan permasalahan serius
juga menyatakan bahwa industri yang paling dalam organisasi tersebut, sehingga perlu untuk
sering menjadi korban fraud ialah bank dan dianalisis faktor-faktor penyebab terjadinya fraud
lembaga keuangan. dan langkah-langkah manajemen dalam
Perusahaan Daerah Bank Perkeditan Rakyat melakukan pencegahan fraud yang efektif di PD
Bank Daerah X yang selanjutnya disebut PD BPR BPR Bank Daerah X.
Bank Daerah X, merupakan salah satu badan
usaha milik daerah (BUMD) Pemerintah 2. KAJIAN PUSTAKA
Kabupaten X yang tidak luput dari tindakan fraud. 2.1.Bank Perkreditan Rakyat Milik
Laporan hasil pemeriksaan PD BPR Bank Pemerintah Daerah
Daerah X yang dilakukan oleh Bank Indonesia
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22
(BI) tahun 2013, terdapat temuan kredit fiktif yang
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Bank
dokumen kreditnya hilang/tidak ada di BPR.
Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah
Setelah dilakukan pemeriksaan di lapangan oleh
menyebutkan bahwa bank perkreditan rakyat
BI, diperoleh fakta bahwa yang bersangkutan tidak
(BPR) milik pemda yang selanjutnya disebut
pernah mengenal dan tidak pernah memperoleh
BPR Daerah adalah bank perkreditan rakyat yang
kredit dari PD BPR Bank Daerah X. Pada laporan
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Otoritas
oleh daerah melalui penyertaan modal secara
Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2014, terdapat
langsung yang berasal dari kekayaan daerah
temuan tiga petugas penyalur kredit atau account
yang dipisahkan.
officer (AO) melakukan tindakan fraud bank yaitu
menggunakan angsuran debitur. Tindakan fraud BPR Daerah sebagai lembaga intermediasi
kembali terulang yang teridentifikasi di akhir keuangan lokal di daerah memiliki kegiatan
tahun 2014 sebagai tindak lanjut atas adanya utama menerima simpanan masyarakat dan
laporan indikasi fraud yang berasal dari internal menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam
pegawai. Temuan tersebut yaitu kredit “tempilan” bentuk kredit. Penyaluran kredit dapat diibaratkan
yang dilakukan oleh direktur. Kredit ‘tempilan’ sebagai jantung bagi BPR Daerah, apabila
adalah kredit dengan menggunakan nama orang kondisi pengelolaan kredit buruk maka dapat
lain (nominee) yang memanfaatkan fasilitas berakibat terhadap kelangsungan usaha BPR.
khusus bagi internal pegawai BPR. Pada tahun Risiko usaha BPR (business risk)
2015, kembali terjadi dua kasus fraud di BPR merupakan tingkat ketidakpastian mengenai
yang teridentifikasi oleh satuan pengawas inter- suatu hasil yang diperkirakan atau diharapkan
nal (SPI) yang merupakan auditor internal di PD akan diterima yang dapat menimbulkan kerugian
BPR Bank Daerah X. Pertama, kasus fraud yang bank (Otoritas Jasa Keuangan, 2015). Menurut
dilakukan AO yang menggunakan angsuran Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/
debitur. Kedua, kasus fraud yang dilakukan POJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen
petugas administrasi kredit yang menggunakan Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat, risiko
agunan debitur untuk digadaikan. Berbagai usaha yang dapat dihadapi oleh BPR yaitu risiko
temuan tersebut menunjukan bahwa tindakan likuiditas, risiko kredit, risiko operasional, risiko
fraud telah menjadi kebiasaan buruk di BPR, kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko strategis.
terbukti bahwa fraud tidak hanya melibatkan
sifat umum yaitu tekanan (pressure), peluang b) tekanan dari lingkungan pekerjaaan seperti
(opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). beban kerja untuk mencapai target
Hipotesis tersebut kemudian dikenal dengan pekerjaan yang bertujuan untuk
fraud triangle atau segitiga kecurangan seperti mendapatkan insentif, takut akan kehilangan
dalam gambar dibawah ini. pekerjaan, hubungan yang tidak baik antara
atasan dan bawahan, gaji dan kompensasi
Gambar 1 Fraud triangle yang rendah, dan tidak puas dengan
pekerjaan.
Pressure c) tekanan lain seperti keinginan untuk memiliki
kekayaan yang tidak kalah dengan rekan
kerja atau tetangga dengan tujuan untuk
memuaskan istri atau suami, anak-anak dan
keluarga.
2) Kesempatan (Opportunity)
Karakteristik kedua yaitu kesempatan
Opportunity Rationalization (opportunity). Cressey membagi lagi persepsi ini
menjadi dua komponen (Tuanakotta, 2014).
Sumber : Cressey dalam Tuanakotta Pertama yaitu keyakinan tentang informasi
(2014). bahwa pelanggaran kepercayaan tidak akan
mendatangkan konsekuensi. Informasi ini
1). Tekanan (Pressure) diperoleh pelaku dari kebiasaan yang terjadi pada
organisasi, misalnya dari pelaku fraud yang lain
Karakteri stik pertama yait u tekanan yang tidak terdeteksi atau tidak ada sanksi yang
(pressure). Menurut Cressey bahwa tindakan tegas yang diberikan bagi para pelaku fraud
fraud bermula dari suatu tekanan yang dihadapi terdahulu. Kedua yaitu keahlian teknis yang
pelaku dan menimbulkan kebutuhan mendesak memungkinkan dia melakukan pelanggaran
bagi pelaku sehingga melakuan fraud.Kebutuhan tersebut. Hal ini biasanya keahlian yang dimiliki
mendesak yang menjadi alasan pelaku pelaku yang menjadikannya memperoleh
melakukan fraud biasanya berkaitan dengan kedukan atau jabatan dalam organisasi yang
kebutuhan akan uang yang diantaranya tidak dapat digantikan oleh orang lain. Hal ini
disebabkan hutang telah jatuh tempo untuk berpotensi menimbulkan kesempatan tindakan
dibayar; keserakahan; gaya hidup tidak sesuai fraud.
dengan kemampuan keuangan yang biasa
diistilahkan “besar pasak daripada tiang”, dan Faktor lain yang menciptakan kesempatan
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terduga seperti yaitu lemahnya pengendalian internal (internal
kebutuhan biaya medis yang besar yang tidak control) yang telah ada pada organisasi.
menjadi tanggungan organisasi. Orang-orang yang telah lama bekerja pada satu
posisi dan jabatan yang jarang dilakukan rotasi
Selain tekanan keuangan, tindakan fraud juga pekerjaan akan lebih memahami kelemahan-
bisa terjadi karena tekanan nonkeuangan
kelemahan pengendalian internal organisasi
(Singleton dan Singleton, 2010). Tekanan tempatnya bekerja, sehingga mereka dapat
nonkeuangan yang menjadi penyebab pelaku melakukan fraud tanpa mampu terdeteksi sistem
melakukan frauddiantarnya yaitu:
pengendalian internal organisasi. Kesempatan
a) kebiasaan buruk seperti berjudi, pemakai juga dapat timbul karena kewenangan yang
narkoba, kecanduan minuman keras, dan terlalu besar tanpa ada aturan yang membatasi
pelacuran; dan pengawasan yang memadai.
c. Implementasi sistem inf ormasi yang yang pernah mengalami kejadian fraud pada
memadai sesuai dengan kompleksitas dan organisasi responden bekerja. Menurut hasil
tingkat risiko terjadinya fraud pada bank. penelitian tersebut disimpulkan bahwa indikator
penyebab terjadinya fraud yaitu sifat individu
Strategi antifraud memiliki 4 (empat) pilar
(personal behavior), rasionalisasi (rationalization),
sebagaimana dimuat dalam Surat Edaran Bank
kesempatan (opportunity), kolusi (collusion),
Indonesia No.13/28/DPNP tanggal 9 Desember
orientasi kepada organisasi (organizational
2011, yaitu sebagai berikut.
orientation), penghindaran hukum (justice
1) Pencegahan avoidance), dan komite yang berperan terhadap
Pilar pencegahan memuat langkah-langkah penipuan (commission of fraud).
dalam rangka mengurangi potensi risiko Sulistya (2013) meneliti tentang strategi anti
terjadinya fraud, yang paling kurang f raud Bank Indonesia untuk mencegah
mencakup antifraud awareness, identifikasi kecurangan yang dilakukan pegawai bank pada
kerawanan, dan know your employee. bisnis perbankan di Indonesia. Hasil penelitian
2) Deteksi tersebut menunjukan bahwa yang menjadi faktor
Pilar deteksi memuat langkah-langkah dalam penyebab kecurangan oleh pegawai bank dan
rangka mengidentifikasi dan menemukan merugikan organisasi tempat ia bekerja meliputi:
kejadian fraud dalam kegiatan usaha bank, tekanan situasional (biasanya keuangan);
yang mencakup paling kurang kebijakan dan adanya kesempatan untuk melakukan
mekanisme whistleblowing, surprise audit, kecurangan; dan adanya rasionalisasi
dan surveillance system. tindakannya.
a. Direksi PD BPR Bank Daerah X Periode 1) Melakukan analisis dokumen yaitu laporan
2009-2014 dan 2015-2019. hasil pemeriksaan internal dan laporan hasil
pemeriksaan PD BPR Bank Daerah X tahun
b. Pejabat Eksekutif PD BPR Bank Daerah
2013 dan 2014 yang berkaitan dengan temuan
X yang terdiri atas: Kepala Bagian SPI,
atas tindakan fraud yang dilakukan oleh
Kepala Bagian Kredit, Kepala Bagian
pegawai pelaksana sampai dengan direktur
Umum dan SDM, dan Kepala Kantor
PD BPR Bank Daerah X.
Cabang.
2) Melakukan kajian literatur ilmiah untuk langkah pencegahan fraud yang dilakukan
menentukan kriteria penetapan faktor-faktor PD BPR Bank Daerah X.
penyebab fraud dan menentukan kriteria
pencegahan fraud yang efektif di PD BPR 3.3. Validitas Riset
Bank Daerah X. Peneliti dalam menguji validitas riset ini
3) Peneliti mendeskripsikan kasus fraud yang menggunakan strategi sebagai berikut.
terjadi di PD BPR Bank Daerah X 1) Triangulasi data
berdasarkan hasil analisis dokumen dan hasil Triangulasi yang akan dilakukan oleh peneliti
wawancara yang dilakukan kepada partispan dengan membandingkan interpretasi
yang terlibat dalam kasus fraud yang terjadi partisipan tentang faktor-faktor penyebab
di PD BPR Bank Daerah X. terjadinya fraud di PD BPR Bank Daerah
4) Melakukan observasi pada objek penelitian Xdari berbagi sumber yangbertujuan untuk
dengan mengamati langsung kegiatan mendokumentasikan kode atau tema dari
operasional yang dilakukan di PD BPR Bank berbagai sumber data yang berbeda.
Daerah X. 2) Konfirmasi kepada partisipan
5) Melakukan analisa penerapan peraturan Konfirmasi kepada para partisipan tentang
yang menjadi landasan hukum dalam faktor-faktor penyebab terjadinya fraud di PD
pelaksanaan pengelolaan PD BPR Bank BPR Bank Daerah X yang telah disampaikan
Daerah X yang dibandingkan dengan hasil oleh partisipan. Hal ini dilakukan peneliti
observasi yang telah dilakukan oleh peneliti. dengan tujuan untuk memastikan bahwa
6) Melakukan analisis atas aspek-aspek tema-tema spesifik yang telah partisipan
manajemen yang diperoleh melalui hasil sampaikan kepada peneliti sudah sesuai
kajian dokumen, observasi, dan wawancara dengan yang dimaksudkan oleh partisipan.
dengan memberikan skor penilaian dengan 3) Penggunaan narasi deskriptif yang detail dan
angka 1 apabila mencerminkan kondisi yang kaya
efektif dan angka 0 apabila mencerminkan Peneliti akan menjelaskan secara lengkap
kondisi belum efektif terhadap aspek-aspek dan detail pengalaman para partisipan yang
manajemen di PD BPR Bank Daerah X. benar-benar mengalami sendiri terjadinya
7) Melakukan wawancara mendalam (in depth kasus fraud dalam pengelolaan PD BPR
interview) kepada para partisipan yang benar- Bank Daerah X.
benar mengalami sendiri terjadinya kasus 4) Pengujian oleh penguji eksternal, yang
fraud dalam pengelolaan PD BPR Bank dimaksud dengan penguji eksternal yakni
Daerah X. dosen pembimbing yang dapat mereviu
8) Hasil wawancara dengan para partisipan temuan secara objektif.
dilakukan reduksi data dengan cara
melakukan koding hasil wawancara untuk 4. ANALISIS DAN DISKUSI
menentukan kode-kode dari faktor-faktor 4.1. Fraud Pada PD BPR Bank Daerah X
penyebab fraud dan langkah-langkah
Fraud pada PD BPR Bank Daerah X terjadi
pencegahan fraud yang dilakukan PD BPR
pada aktivitas pinjaman (lending). Hasil analisis
Bank Daerah X.
dokumen dan wawancara mendalam dengan
9) Hasil analisis pengumpulan data dari proses para partisipan, fraud yang terjadi di PD BPR
wawancara dan observasi dipergunakan Bank Daerah X berdasarkan kedudukan pelaku
untuk membuat kesimpulan faktor-faktor dapat diidentifikasi sebagai berikut.
penyebab terjadinya fraud dan langkah-
pelunasan maju pinjaman yang dilakukan oleh menaikkan plafon kredit yang bertujuan untuk
salah satu debitur. Ketika kepala cabang dan memakai kredit bersama-sama antara petugas
petugas administasi kredit akan mengambilkan AO dan debitur sangat terbuka. Apabila tindakan
agunan milik debitur di khanazah untuk fraud ini dilakukan oleh petugas administrasi
diserahkan kembali kepada pemiliknya, agunan kredit, maka dipastikan melibatkan personel lain
milik debitur tidak ada dalam dokumen perjanjian di internal BPR atau prosedur realisasi kredit
kreditnya. Bermula dari kejadian ini, kepala yang tidak berjalan sesuai ketentuan.
cabang melakukan penataan ulang berkas- Sesuai dengan prosedur operasi standar
berkas kredit yang disimpan di khazanah untuk perkreditan di PD BPR Bank Daerah X, alur suatu
mengetahui keberadaan agunan milik debitur kredit mulai saat kredit tersebut diajukan oleh
yang hilang. Setelah dilakukan penataan ulang nasabah sampai dengan realisasi kredit di kantor
berkas perjanjian kredit dan agunan, ternyata ada cabang melalui tahap-tahap sebagai berikut:
enam dokumen perjanjian kredit yang agunannya persiapan permohonan kredit dilakukan oleh
tidak ada di dalam kelangkapan berkas perjanjian petugas administrasi kredit, analisa kredit
kredit. dilakukan oleh petugas account officer (AO),
Berdasarkan kejadian tersebut, kepala persetujuan kredit dilaksanakan oleh komite
cabang langsung mengintrogasi semua pegawai kredit, perikatan kredit dilakukan oleh kepala
yang berada di cabang untuk mengetahui siapa cabang dan proses pencairan dilakukan di teller
yang melakukan perbuatan tersebut namun tidak bank berdasarkan perjanjian kredit yang telah
ada yang mengakui. Tuduhan kepala cabang ditandatangani debitur dihadapan kepala cabang.
mengarah kepada petugas administrasi kredit Berdasarkan hasil wawancara peneliti
karena kepala cabang sebagai pembawa kunci dengan partisipan yaitu petugas administrasi
khazanah selalu menitipkan kunci kepada kredit untuk mengatahui bagaimana tindakan
petugas administrasi kredit ketika melakukan fraud ini bisa terjadi, petugas administrasi kredit
kunjungan ke nasabah. kepala cabang mengatakan:
mengatakan:
Saya itu kalo di cabang, full pak. mulai
Kunci memang saya titipkan Bu D, saya dari menerima pengajuan kredit sampai
sebagai pembawa kunci kan tidak bisa membuat perjanjian kredit. Kan AO nya
terus standby di kantor pak, kadang harus tidak bisa pakai komputer. Jadi A-Z saya
ikut nagih AO ke lapangan. Makanya kunci yang lakukan. Lha wong proses pencairan
saya titipkan bu D (petugas administrasi juga dengan saya kok pak. Pak Z (Kepala
kredit pelaku fraud). Lha wong dia itu sudah Cabang) tidak pernah ada di kantor.
senior di BPR saya percaya dia nggak akan
macam-macam. Baru kali ini aja lho pak, Pernyataan petugas administrasi kredit
dulu-dulu juga nggak ada masalah. tersebut menunjukkan ada prosedur yang
dilanggar dalam proses perkreditan yang ada di
3. Petugas Administrasi Kredit Menaikkan cabang. Kepala cabang yang seharusnya
Plafon Pinjaman bertanggungjawab melakukan verifikasi akhir dan
Peneliti mencoba mendalami tindakan fraud menjelaskan isi perjanjian kredit kepada debitur
dengan cara menaikkan plafon pinjaman debitur sebelum kredit dicairkan, malah tidak mengawal
yang dilakukan oleh petugas administrasi kredit proses tersebut. Petugas administrasi kredit
kantor cabang karena hal ini tidak lazim. Tindakan tanpa ada pengawasan dengan leluasa
fraud ini lebih sering dilakukan oleh petugas AO memanipulasi plafon pinjaman atas persetujuan
yang memiliki tugas untuk melakukan analisa debitur, sehingga dapat menaikkan plafon
kredit dan berhubungan langsung dengan para pinjaman yang diajukan debitur untk dipakai
calon debitur, sehingga bekerjasama untuk bersama.
bahwa proses realisasi kredit yang ada di PD peneliti untuk mengetahui sejauhmana struktur
BPR Bank Daerah X tidak sesuai dengan organisasi di PD BPR Bank Daerah X telah
prosedur. Hal ini merupakan tindakan fraud mencerminkan seluruh kegiatan BPR dan tidak
secara nyata yang dilakukan mantan direktur. terdapat jabatan kosong atau perangkapan
Komite kredit BPR yang seharusnya memegang jabatan yang mengganggu pelaksanaan tugas.
peranan untuk memutuskan kelayakan dari calon Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
debitur juga hanya sebuah formalitas agar aman yang dilakukan peneliti masih terdapat posisi
pada saat ada pemeriksaan tanpa melihat adanya kepala bagian kredit yang diisi oleh koordinator
risiko kredit bermasalah di kemudian hari. account officer(AO) dengan status pelaksana
Kondisi tersebut semakin parah dengan tugas (Plt). Permasalahan tersebut dapat
keberadaan audit internal yaitu bagian SPI yang menimbulkan conflict of interest karena terjadi
tidak menjalankan fungsinya sesuai dengan perangkapan jabatan. Temuan kedua peneliti
tupoksi karena adanya konflik dengan direksi yaitu fungsi kantor kas masih belum berjalan
terkait persaingan pada saat perebutan jabatan ef ektif sehingga memungkinkan terjadi
sebagai direktur. perangkapan jabatan. Kantor kas PD BPR Bank
Daerah X berjumlah 19 kantor. Namun, hanya
4.2 Evaluasi Pengelolaan PD BPR Bank
ada lima kantor kas yang memiliki struktur ideal
Daerah X
yang terdiri atas penanggungjawab kas, tenaga
Evaluasi pengelolaanPD BPR Bank Daerah administrasi, dan petugas AO wilayah. Kondisi
X peneliti lakukan terlebih dahulu sebelum kantor kas yang lain hanya diisi oleh satu orang
menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya AO wilayah tanpa ada penanggungjawab/kepala
fraud dan mengidentifikasi langkah-langkah kantor kas dan tenaga administrasi. Hal ini
pencegahan fraud yang efektif di PD BPR Bank menunjukkan bahwa sistem pengendalian inter-
Daerah X. Evaluasi pengelolaan PD BPR Bank nal pada kantor kas sangat lemah, karena
Daerah X dilakukan dengan melakukan penilaian seorang petugas AO menjalankan semua fungsi
atas empat aspek manajemen yaitu: struktur termasuk juga menerima angsuran para debitur.
organisasi, sistem pengelolaan, kepemimpinan, Berdasarkan hasil evaluasi yang telah peneliti
dan manajemen risiko. lakukan, maka peneliti memberikan nilai angka
Penilaian atas aspek manajemen PD BPR 0 pada pertanyaan pertama aspek struktur
Bank Daerah X dilakukan selama 10 hari kerja organisasi.
mulai tanggal 30 Mei-10 Juni 2016 dengan Pertanyaan kedua yang diajukan peneliti
memberikan skor numerik yaitu angka 0 dan 1. pada aspek struktur organisasi untuk mengetahui
Penilaian dengan angka 0 apabila mencerminkan sejauhmana BPR telah membuat aturan tentang
kondisi belum efektif, dan angka 1 apabila tugas dan wewenang yang jelas bagi masing-
mencerminkan kondisi efektif. Setiap pertanyaan masing pegawai yang tercermin pada kegiatan
yang diberikan memiliki bobot yang sama yang operasional. Berdasarkan observasi dan
jawabannya akan peneliti peroleh melalui tiga wawancara yang peneliti lakukan terdapat
cara yaitu obeservasi, wawancara dan analisa temuan, yaitu: 1) Satuan pengawas internal (SPI)
dokumen. Berdasarkan total hasil penilaian akan yang merupakan audit internal di PD BPR Bank
diketahui tingkat efektivitas pengelolaan PD BPR Daerah X terdiri atas dua orang yaitu kepala
Bank Daerah X. bagian dan satu orang staf belum menjalankan
tugas dan f ungsinya secara optimal.
1. Struktur Organisasi Pengawasan dan pemeriksaan masih terfokus
Peneliti mengajukan dua pertanyaan dalam pada penanganan kredit bermasalah. Sistem
melakukan penilaian terhadap aspek struktur Pengelolaan; 2) Pembagian tugas pada bagian
organisasi. Pertanyaan pertama yang diajukan dana dan kas masih belum optimal. Petugas
administrasi deposito terkadang membantu teller pertanyaan pertama aspek sistem pengelolaan
apabila terjadi transaksi teller sedang ramai, PD BPR Bank Daerah X.
tanpa ada surat penugasan dan pembuatan user Pertanyaan kedua yang diajukan peneliti
id yang baru. untuk mengetahui keakuratan pencatatan dan
“disini ini sistemnya kekeluargaan pak, ya pelaporan setiap transaksi yang disusun PD BPR
kalo pas saya nggak ada pekerjaan ya Bank Daerah X. Berdasarkan hasil analisis
bantu-bantu teller. Ya melayani nasabah, dokumen yang peneliti lakukan, sistem dan
hitung uang, menerima angsuran, prosedur pencatatan transaksi yang dilakukan
semuanya pokoknya. Biasa kok kalo pas PD BPR Bank Daerah X cukup memadai. Hal ini
teller makan dan sholat saya yang terbukti bahwa BPR tidak mendapatkankan
gantikan” sanksi denda atas laporan bulanan yang wajib
Hal ini menunjukkan bahwa pembagian tugas dikirimkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
masih belum berjalan sesuai dengan yang Peneliti memberikan penilaian dengan angka 1
diharapkan, sistem yang partisipan sebut atas pertanyaan kedua.
kekeluargaan saling menggantikan apabila yang Pertanyaan ketiga yang diajukan peneliti
lain sedang tida ada, menunjukkan pegawai untuk mengetahui bagaimana pengamanan
belum memahami adanya pemisahan tugas yang terhadap semua dokumen penting di PD BPR
jelas, sehingga dapat terdeteksi dengan mudah Bank Daerah X. Peneliti untuk mendapatkan
apabila terjadi tindakan penyimpangan dalam jawaban atas pertanyaan ketiga, melakukan
menjalankan aktivitas di BPR. Keterbatasan observasi di kantor pusat dan kantor cabang PD
jumlah personel yang menjadi alasan kenapa hal BPR Bank Daerah X. Hasil observ asi
itu lazim dilakukan di PD BPR Bank Daerah X. menunjukkan bahwa tempat penyimpanan
Hasil evaluasi yang peneliti lakukan menunjukkan agunan bisa diakses secara bebas oleh
masih terdapat kelemahan sehingga peneliti karyawan seorang diri, tanpa pendamping
memberikan nilai angka 0. sebagai bentuk dual custody dan belum ada buku
register bagi pegawai yang masuk ke dalam
2. Sistem Pengelolaan ruang penyimpanan agunan. Berdasarkan hasil
Evaluasi terhadap aspek sistem pengelolaan evaluasi yang telah peneliti lakukan, maka peneliti
pada PD BPR Bank Daerah X peneliti fokuskan memberikan nilai angka 0 pada pertanyaan
terhadap kegiatan operasional pemberian kredit. ketiga aspek sistem pengelolaan PD BPR Bank
Peneliti dalam melakukan penilaian terhadap Daerah X.
aspek sistem pengelolaan mengajukan tiga
pertanyaan. Pertanyaan pertama yang diajukan 3. Kepemimpinan
peneliti untuk mengatahui sejauhmana kegiatan Peneliti mengajukan dua pertanyaan
operasional dari pemberian kredit telah berkaitan dengan aspek kepemimpinan.
dilaksanakan sesuai dengan sistem dan Pertanyaan pertama yang peneliti ajukan untuk
prosedur. Berdasarkan hasil analisis dokumen, mengetahui bagaimana pengambilan keputusan
observasi, dan wawancara yang dilakukan peneliti penanganan kasus fraud dilakukan oleh direksi
masih terdapat kelemahan dalam sistem dan lama di PD BPR Bank Daerah X. Berdasarkan
prosedur pengelolaan kredit yaitu analisa kredit hasil wawancara dengan para partisipan
belum memadai tercermin dari persentase kredit menyatakan bahwa pengambilan keputusan
yang masuk kategori kredit bermasalah atau non berkaitan dengan penanganan fraud tidak tegas.
performing loan (NPL) per Mei 2016 sebesar Penyelesaian secara internal dengan mengganti
9,58% atau Rp6.419.192.250,00. Berdasarkan kerugian dan pemindahan posisi pegawai
hasil evaluasi yang telah peneliti lakukan, maka merupakan langkah yang ditempuh direksi lama
peneliti memberikan nilai angka 0 pada kecuali atas kasus tiga orang petugas AO dan
mantan direktur yang tindakannya sudah dalam menjaga persentase rasio kredit
diketahui oleh OJK. Berdasarkan hasil evaluasi yang diberikan terhadap dana yang
yang telah peneliti lakukan, maka peneliti diterima (LDR). Hasil analisis dokumen
memberikan nilai angka 0 pada pertanyaan yang peneliti lakukan terhadap hal
pertama aspek kepemimpinan dalam tersebut, Rasio LDR PD BPR Bank
penyelesaian atas kasus fraud yang terjadi di Daerah X pada bulan Mei 2016 mencapai
PD BPR Bank Daerah X. 99,44% diatas ketentuan Bank Indoneisa
Pertanyaan kedua yang peneliti ajukan pada yaitu 94,75%. Hal ini menunjukkan BPR
penilaian aspek kepemimpinan untuk mengetahui belum memiliki sistem untuk mendeteksi
sejauhmana komitmen pimpinan yang baru dalam apabila rasio LDR melebihi batas limit
menangani permasalahan bank yang dihadapi. yang telah ditentukan masuk kriteria
Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktur bank sehat. Sehingga peneliti
PD BPR Bank Daerah X, pimpinan baru memberikan angka 0 terhadap
berkomitmen menyelesaikan permasalahan yang pertanyaan kedua penilaian rasio
dihadapi, hal ini dibuktikan dengan segera likuditas.
membentuk tim penanganan atas tindakan fraud b. Risiko Kredit
yang terjadi pada tahun 2015 yaitu fraud yang Evaluasi yang peneliti lakukan pada
dilakukan oleh petugas AO dan petugas aspek risiko kredit dengan memberikan
administrasi kredit.Berdasarkan hasil evaluasi dua pertanyaan. Pertanyaan pertama
yang telah peneliti lakukan, maka peneliti yang peneliti ajukan untuk mengetahui
memberikan nilai angka 1 pada pertanyaan bagaimana analisa kredit yang dilakukan
kedua aspek kepemimpinan di PD BPR Bank BPR terhadap calon debitur sebagai
Daerah X. bentuk mitigasi risiko kredit bermasalah.
Berdasarkan hasil analisis dokumen
4. Manajemen Risiko yang telah peneliti lakukan, persentase
a. Risiko Likuiditas non performing loan (NPL) bulan Mei
Peneliti melakukan evaluasi dalam 2016 yaitu 9,58% atau sebesar
menilai risiko likuiditas dengan cara Rp6.419.191.000.Hasil observ asi
memberikan pertanyaan untuk lanjutan yang dilakukan peneliti
mengetahui sejauhmana kemampuan menemukan kelemahan dalam proses
BPR dalam memenuhi kewajiban yang pengelolaan kredit di PD BPR Bank
jatuh tempo dari sumber pendanaan yang Daerah X yaitu petugas AO memiliki
berasal dari kas. Berdasarkan hasil tugas memasarkan kredit dan juga
analisis dokumen yang dilakukan melakukan analisa kelayakan debitur.
peneliti, pemantauan dalam rangka Hal ini dapat berpotensi menimbulkan
menjaga likuiditas cukup optimal. Hal ini conflict of interest, karena para AO
tercermin dari persentase rasio kas diberikan target untuk mencari debitur,
lancar periode Mei 2016 sebesar 22,12%. namun juga bertanggung jawab
Angka ini jauh diatas batas minimal yang melakukan analisa kredit debitur.
telah ditentukan Bank Indonesia yaitu > Berdasarkan hasil evaluasi tersebut
4,05%. Berdasarkan hasil evaluasi, diatas, maka peneliti memberikan nilai
peneliti memberikan nilai angka 1. angka 0 pada pertanyaan pertama yang
diajukan peneliti dalam penilaian risiko
Evaluasi terhadap penerapan risiko
kredit.
likuiditas di PD BPR Bank Daerah X juga
peneliti lakukan dengan memberikan Pertanyaan kedua yang diajukan
pertanyaan tentang kemampuan BPR peneliti dalam penilaian risiko kredit
PD BPR Bank Daerah berjumlah 6 atau 40 talangan angsuran tidak lagi berasal dari
persen dari total nilai aspek manajemen. dana pribadi dari masing-masing pegawai
Sehingga dari data tersebit diatas dapat BPR atau dana ‘khusus’ yang menurut
diketahui, hasil evaluasi penilaian aspek partispan memang diperuntukkan untuk
manajemen menunjukkan bahwa talangan. Akan tetapi, berasal dari tindakan
pengelolaan PD BPR Bank Daerah X belum fraud yaitu menggunakan angsuran nasabah
efektif. lain dan menggunakan kredit tempilan.
2. Pengaruh Internal
4.3. Faktor-Faktor Penyebab Fraudpada PD
Pengaruh internal merupakan tekanan yang
BPR Bank Daerah X
disebabkan karena perilaku individu yang
4.3.1. Tekanan (Pressure)
menyebabkan tindakan fraud. Berdasarkan
Fraud yang dilakukan pegawai pelaksana wawancara yang dilakukan peneliti dengan
sampai dengan mantan direktur PD BPR Bank salah satu partisipan yaitu petugas
Daerah X, salah satu faktor penyebabnya yaitu administrasi kredit pelaku fraud, menyatakan
adanya tekanan yang berasal dari pengaruh bahwa yang menyebabkannya melakukan
eksternal dan internal. tindakan fraud dengan cara menggadaikan
1. Pengaruh Eksternal agunan debitur dan menaikkan plafon kredit
Pengaruh eksternal terjadinya fraud pada PD debitur karena permasalahan keuangan yang
BPR Bank Daerah X disebabkan oleh dia hadapi secara bersamaan. Kutipan hasil
tekanan yang pelaku rasakan dan alami wawancara peneliti dengan petugas
untuk menunjukkan bahwa kinerja organisasi administrasi kredit sebagai berikut.
dapat terlihat baik kepada stakeholder. “Sebenarnya pada waktu itu saya
Target tersebut menjadikan pegawai bingung dan gundah pak, bagaimana
pelaksana sampai dengan direksi cara saya bisa menutup biaya rumah
sakit suami saya, gaji saya sudah habis
melakukan segala cara untuk
untuk mengangsur kredit pegawai dan
mengendalikan persentase non performing
koperasi. Ditambah saya juga harus
loan (NPL) sebagai salah satu ukuran kinerja mengangsur kredit adik ipar saya yang
dari Pemerintah Daerah X dan Otoritas Jasa menjaminkan sertifikat rumah saya pak.
Keuangan (OJK). Cara yang ditempuh BPR Kalo tidak diangsur, rumah saya satu-
dengan melakukan talangan angsuran satunya bisa di ambil rentenir. Saya
debitur yang tidak mampu melakukan bener-bener buntu, karena saya sudah
pembayaran angsuran tepat waktu sebagai tidak mau merepotkan orang lain.
langkah agar persentase NPL dapat Hmmmm....khan setiap hari saya yang
dititipi kunci oleh Pak Z, makanya saya
dikendalikan.
bisa masuk khazanah untuk meminjam
Talangan angsuran di PD BPR Bank agunan debitur untuk nutup pak.
Daerah X sudah menjadi kebiasaan yang Mungkin ini hukuman dari Alloh pak.
terjadi di BPR sejak dahulu. Talangan yang suami saya itu dulu sukanya main
dilakukan masih terbatas kepada kredit- perempuan dan mabuk-mabukan, gaji
kredit nominal besar yang berpotensi tiap bulan habis untuk bersenang-
meningkatkan persentase NPL secara senaang. Semua kebutuhan rumah
tangga, saya yang harus menanggung.
signifikan dengan dilakukan administrasi
Jangankan menabung pak untuk biaya
secara tertib. Namun, mulai masa
sekolah anak saja, saya dibantu orang
kepemimpinan mantan direktur pelaku fraud,
tua.”
talangan yang ada di PD BPR Bank Daerah
Tindakan fraud yang dilakukan petugas
X sudah tidak terkendali. Sehingga alokasi
administrasi kredit disebabkan adanya
dana yang digunakan untuk melakukan
tekanan akan kebutuhan finansial yang tidak Kondisi yang terjadi saat ini, petugas AO
dapat dia pecahkan. Peluang untuk memiliki kewenangan yang sangat luas,
melakukan fraud dia peroleh, ketika tanpa ada dual control. Keterbatasan jumlah
mendapat kepercayaan untuk memegang personel di BPR menyebabkan terjadinya
kunci khazanah yang dititipkan pimpinan rangkap jabatan yang memberikan peluang
cabang. Hal ini menunjukkan penerapan dan kesempatan kepada para petugas AO
pengendalian internal yang tidak berjalan untuk melakukan tindakan fraud.
efektif memunculkan niat jahat seseorang Satuan pengawas internal PD BPR Bank
untuk melakukan tindakan fraud. Selain itu, Daerah X yang merupakan auditor internal
moralitas individu juga memiliki peran yang BPR tidak berfungsi dengan baik. Adanya
sangat penting. Sebesar apapun tekanan konflik yang terjadi antara kepala satuan
yang mereka dapatkan, apabila memiliki pengawas internal (SPI) dan mantan direktur
moral dan tingkat keimanan yang baik maka pelaku fraud, awalnya disebabkan
tindakan fraud pasti tidak akan dijadikan persaingan keduanya pada waktu perebutan
solusi dalam memecahkan permasalahan posisi direktur. Keberadaaan satuan
yang mereka hadapai. pengawas internal yang tidak menjalankan
fungsi dengan baik, berakibat kepada
4.3.2. Peluang (Opportunity)
ketidakmampuan mendeteksi terjadinya
Salah satu penyebab mengapa masih terjadi fraud yang ada di BPR. Apabila hal itu terus
fraud di PD BPR Bank Daerah X yaitu adanya berlangsung, maka dapat berpotensi
peluang atau kesempatan. Kelemahan sistem menimbulkan kerugian yang berpengaruh
pengendalian internal pada PD BPR Bank Daerah terhadap kelangsungan usaha BPR.
X memberikan peluang kepada semua unsur 2. Sanksi Tidak Tegas
yang terlibat dalam pengelolaan PD BPR Bank
Fraud yang terjadi pada PD BPR Bank
Daerah X melakukan tindakan fraud. Selain
Daerah X merupakan permasalahan yang
kelemahan sistem pengendalian internal,
selalu ada sejak dahulu, namun tidak pernah
pemberian sanksi yang tidak tegas bagi para
diselesaikan secara transparan dan diberikan
pelaku fraud dan kewenangan yang tidak
sanksi yang tegas. Para pelaku fraud masa
terkontrol yang berujung terjadinya
lalu masih bekerja di BPR, meskipun tidak
penyalahgunaan wewenang juga membuka
pada posisi yang sama. Hal ini terjadi karena
kesempatan terjadinya fraud di PD BPR Bank
PD BPR Bank Daerah X belum memiliki
Daerah X.
aturan yang jelas dan baku untuk melakukan
1. Kelemahan Sistem Pengendalian Internal tindakan tegas kepada para pelaku fraud di
Sistem pengendalian internal yang BPR. Pemberhentian tiga orang petugas
dilaksanakan PD BPR Bank Daerah X masih Account Officer (AO)dan mantaan Direktur
belum berjalan secara efektif. Kondisi yang PD BPR Bank Daerah X merupakan kejadian
terjadi di BPR masih terjadi rangkap jabatan, pertama sejak PD BPR Bank Daerah X
fungsi dual control tidak berjalan dengan baik, didirikan.
pemahaman pegawai tentang pengendalian Peraturan tentang dispilin pegawai yang
internal masih rendah, dan Satuan Pengawas mengatur dengan jelas pemberian sanksi
Internal (SPI) yang merupakan auditor inter- berdasarkan jenis pelanggaran yang
nal tidak menjalankan fungsinya dengan dilakukan karyawan secara tegas dan
efektif. Hal ini yang memberikan kesempatan konsiten, akan memberikan efek jera kepada
kepada semua pegawai di PD BPR Bank para karyawan. Sehingga muncul perasaan
Daerah X untuk melakukan tindakan fraud. takut untuk melanggar ketentuan yang
telah dibuat dan dijadikan pedoman tersebut disebabkan pegawai BPR tidak ada
dalam melakukan kegiatan di PD BPR bank yang berani melaporkan tindakan yang
Daerah X. dilakukan oleh direktur kepada satuan
3. Penyalahgunaan Wewenang pengawas internal atau direktur utama.
Tindakan peloporan dapat berakibat buruk
Tindakan fraud yang dilakukan oleh mantan
bagi pegawai, karena tidak menutup
Direktur PD BPR Bank Daerah X terjadi
kemunginan akan di benci oleh direksi atau
disebabkan adanya penyalahgunaan
mendapatkan sanksi yang tidak jelas dasar
wewenang yang dia miliki. Kewenangan yang
hukumnya. Tindakan otoriter dan model
tidak terkontrol menjadi sumber
kepemimpinan diktator yang dikembangkan
penyimpangan dalam melaksanakan tugas
oleh direktur menjadikan para karyawan
pokok dan fungsi yang menjadi tanggung-
bekerja dalam tekanan yang tidak wajar. Hal
jawabnya sesuai dengan aturan yang dibuat ini dapat diketahui dari proses pencairan
oleh internal BPR. Direktur dengan kredit pegawai yang langsung diambil alih
kewenangannya meminta kepada para oleh direktur tanpa melalui prosedur yang
pegawai untuk membantunya ada.
“menyelamatkan organisasi”. Pegawai
diminta direktur mengambil fasilitas kredit 4.3.3. Rasionalisasi (Rationalization)
yang mereka miliki untuk dikelola direktur Rasionalisasi merupakan salah satu alasan
dengan alasaan digunakan sebagai dana mengapa seorang bankir dapat berperilaku
operasional untuk talangan angsuran kredit. menyimpang. Kredit tempilan yang dilakukan
kemudahan persyaratan dan tingkat bunga oleh mantan Direktur PD BPR Bank Daerah X
yang rendah menjadi celah bagi direktur awalnya dilatarbelakangi keinginan untuk dapat
untuk dapat memanfaatkan fasilitas ini demi mengendalikan persentase NPL. Kredit tempilan
kepentingan pribadi. Pegawai yang fasilitas digunakan oleh mantan direktur sebagai
kreditnya digunakan oleh direktur, bersedia tambahan dana operasional untuk melakukan
merelakan fasilitasnya digunakan karena talangan angsuran kepada para debitur dengan
alasan demi untuk menyelamatkan kolektibilitas lancar yang sudah melakukan
organisasi seperti yang disampaikan oleh tunggakan tiga kali. Apabila para debitur ini tidak
direktur.Tindakan tersebut diatas sesuai diselamatkan berpotensi menaikkan persentase
dengan pernyataan pegawai BPR yang kredit bermasalah di PD BPR Bank Daerah X.
fasilitas kreditnya digunakan direksi sebagai Mantan direktur dengan alasan demi
berikut: menyelamatkan organisasi, mengganggap
“saya dipanggil oleh Bu A (mantan bahwa tindakannya bukan sebuah
direktur), bilang kesaya kalo fasilitas penyimpangan. Tindakan tersebut, menurut
kredit saya dipakai untuk tambahan mantan direktur dapat ‘menolong’ semua pihak
kegiatan operasional. Saya sebagai yang berkepentingan di BPR. Melalui
bawahan hanya bisa bilang iya, lhaa yang penyelamatan ini, BPR akan membentuk
penting gaji bulanan saya tetep utuh penyisihan pengahapusan aktiva produktif
tidak ada potongan.” (PPAP) lebih kecil sehingga laba BPR akan
Status Direktur PD BPR Bank Daerah X nampak lebih besar. Apabila ini bisa dilakukan,
menjadikan pelaku dengan leluasa secara otomatis semua karyawan diuntungkan
melakukan tindakan tersebut tanpa tersentuh dengan mendapatkan jasa produksi yang lebih
oleh pemeriksaan internal yang dilakukan besar. Hal yang lebih penting lagi bagi PD BPR
oleh SPI dan pemeriksaan eksternal yang Bank Daerah X, bahwa kinerjanya mandapatkan
dilakukan oleh OJK dan kantor akuntan apresiasi yang tinggi dari kepala daerah selaku
publik. Tidak terungkapnya permasalahan wakil pemerintah daerah sebagai pemilik BUMD.
penyebab terjadinya fraud di PD BPR Bank dengan nasabah binaannya. Jika fraud terjadi
daerah X dapat diminimalisasi. disertai adanya kolusi, akan lebih sulit
3. Penerapan kewajiban kepada semua jajaran terdeteksi. Menginggat kolusi biasanya
pegawai di PD BPR Bank Daerah X untuk dibangun dalam waktu yang tidak singkat.
melakukan mandatory vacation atau
5.3. Keterbatasan Riset
kewajiban cuti block leave. Kebijakan ini
sebagai bentuk pengendalian internal untuk Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan
dapat mengidentifikasi aktivitas ilegal yang sebagai berikut:
mungkin disembunyikan oleh para pegawai. 1. Penelitian ini merupakan penelitian studi
4. Penerapan kebijakan rotasi kepada semua kasus, sehingga hasilnya tidak dapat
pegawai di PD BPR Bank Daerah X secara digeneralisasi untuk kasus yang berbeda.
periodik, termasuk juga rotasi kepada para 2. Peneliti tidak dapat melakukan wawancara
petugas AO wilayah. Hal ini penting untuk terhadap tiga petugas AO pelaku fraud dan
menghindari kolusi antara pegawai pelaksana wawancara ulang terhadap mantan direktur
dengan atasan langsung dan juga PD BPR Bank Daerah X sebagai pelaku fraud
menghindari terjadinya kolusi antara pegawai yang dipecat dari PD BPR Bank Daerah X.
DAFTAR REFERENSI
Association of Certified Fraud Examiner (2014), Kementerian Dalam Negeri (2006), Peraturan
Report to the Nations On Occupational Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2006
Fraud and Abuse-2014 Global Study. tentang Pengelolaan Bank Perkreditan
Bank Indonesia (2011), Surat Edaran No. 13/ 28 Rakyat Milik Pemerintah Daerah.
/DPNP perihal Penerapan Strategi Anti Lembaga Penjamin Simpanan (2016), Bank yang
Fraud bagi Bank Umum. di Likuidasi, Av ailable at: http://
Bank Indonesia (2014), Laporan Hasil www.lps.go.id/web/guest/bank-yang-
Pemeriksaan PD BPR Bank Daerah X dilikuidasi [Accessed February 28, 2016].
Tahun 2013. Komisi Pemberantasan Korupsi (2006),
Creswell, J. W. (2014), Qualitative Inquiry and Memahami untuk Membasmi: Buku Saku
Reserach Design: choosing Among Five untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi,
Approaches, Third Edition, Terjemahan Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi.
oleh Fawaid, A., Yogyakarta, Pustaka Otoritas Jasa Keuangan (2014), Peraturan
Pelajar. Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/
Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. (2009), Handbook POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan
of Qualitative Research, Terjemahan oleh Rakyat.
Dariyanto dkk, Yogyakarta, Pustaka Otoritas Jasa Keuangan (2014), Fraud di
Pelajar. Perbankan, Seminar OJK Kantor Regional
Hennink, M., Hutter, I., & Bailey, A. (2011), Quali- 3 Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara,
tative Research Methods, Sage Publica- Surabaya, 26 September 2014.
tions, Inc., USA. Otoritas Jasa Keuangan (2015), Peraturan Otoritas
Kementerian Dalam Negeri (1998), Peraturan Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.03/2015
Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
tentang Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Bank Perkreditan Rakyat.
Daerah.
Otoritas Jasa Keuangan (2015), Laporan Hasil Sulistya, A.D. (2013), ‘Strategi AntiFraud Bank
Pemeriksaan PD BPR Bank Daerah X Indonesia Untuk Mencegah Kecurangan
Tahun 2014. Yang Dilakukan Pegawai Bank Pada Bisnis
Republik Indonesia (2003), Peraturan Pemerintah Perbankan Di Indonesia’, Tesis, Universi-
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem tas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pengendalian Intern Pemerintah. Tuanakotta, T.M. (2014), Akuntansi Forensik dan
Republik Indonesia (1998), Undang-Undang Audit Investigatif , Edisi 2., Jakarta,
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Salemba Empat.
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Wells, J.T. (2007), Corporate Fraud Handbook,
tentang Perbankan. Prevention and Detection, Second Edition,
Republik Indonesia (2014), Undang-Undang John Wiley&Sons, Inc.
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Yin, R.K. (2014), Case study research: Design
Pemerintahan Daerah. and methods, Terjemahan oleh Mudzakir,
Singleton, T.W., & Singleton, A.J. (2010), Fraud M.D., Jakarta, RajaGrafindo Persada.
Auditing and Forensic Accounting, Fourth
Edition, John Wiley&Sons, Inc.
Sitorus, T., & Scott, D. (2008), The Roles of Col-
lusion, Organisational Orientation, Justice
Avoidance, and Rationalisation on Commis-
sion of Fraud: a model based test, Review
of Business Research, Vol. 8, No.1.hh 132-
147