You are on page 1of 5

ِ ‫الس َال ُم عَلَ ْيمُك ْ َو َرمْح َ ُة‬

‫هللا َوبَ َراَك تُ ُه‬ َّ


ُ ‫ َا ُهلل َأ ْكرَب ُ َا ُهلل َأ ْكرَب ُ َا ُهلل َأ ْكرَب‬...، ُ ‫! َا ُهلل َأ ْكرَب ُ َا ُهلل َأ ْكرَب ُ َا ُهلل َأ ْكرَب‬...، ُ ‫ َا ُهلل َأ ْكرَب ُ َا ُهلل َأ ْكرَب ُ َا ُهلل َأ ْكرَب‬،... 
،‫ َونَرَص َ َع ْبدَ ُه‬،‫ َصدَ َق َو ْعدَ ُه‬،‫هللا َو ْحدَ ُه‬ ُ َّ‫ َال َهل ال‬،‫هللا بُ ْك َر ًة َوَأ ِص ْي ًال‬ ِ ‫َا ُهلل َأ ْكرَب ُ َك ِبرْي ً ا َوالْ َح ْمدُ ِِهلل َك ِثرْي ً ا َو ُس ْب َح َان‬
‫ِإ ِإ‬
‫ َال َهل‬،‫هللا َو َال ن َ ْع ُبدُ الَّ اَّي ُه ُم ْخ ِل ِصنْي َ هَل ُ ِّادل ْي َن َولَ ْو َك ِر َه ْالاَك ِف ُر ْو َن‬ ُ َّ‫ َال َهل ال‬،‫ َوه ََز َم ْاَأل ْح َز َاب َو ْحدَ ُه‬،‫َوَأ َع َّز ُج ْندَ ُه‬
‫ِإ‬ ‫ِإ ِإ‬ ‫َأ ْرَب َ َأ ْرَب ِ ْ ِإ ِإ‬
ُ‫ ا ُهلل ك ُ َوهلل ال َح ْمد‬، ُ ‫هللا ك‬ ُ ‫هللا َو‬ ُ َّ‫ال‬
‫ِإ‬
ُ‫ َوَأ ْشهَد‬.ُ ‫هللا َو ْحدَ ُه َال رَش ِ يْ َك هَل‬ ُ َّ‫ َأ ْشهَدُ َأ ْن َال َهل ال‬. َ ‫الصا ِل ِحنْي‬ َّ ‫َالْ َح ْمدُ هَّلِل ِ اذَّل ِ ْي َج َع َل َأاَي َم ْاَأل ْع َيا ِد ِض َيافَ ًة ِل ِع َبا ِد ِه‬
‫ِإ ِإ‬
‫ َاللَّه َُّم َص ِ ّل َو َسمِّل ْ عَ َىل َس ِ ّي ِداَن ُم َح َّم ٍد َوعَ َىل َاهِل ِ َوحَص ْ ِب ِه َو َم ْن تَ ِب َع ُه ىَل ي َ ْو ِم ِّادل ْي ِن‬.ُ ‫َأ َّن ُم َح َّمدً ا َع ْبدُ ُه َو َر ُس ْوهُل‬. 
‫ِإ‬
( ُ‫هللا َح َّق تُ َقا ِت ِه َو َال تَ ُم ْوتُ َّن ِاالَّ َو َأنْمُت ْ )َأ َّما ب َ ْعد‬ َ ‫ َوات َّ ُقوا‬.‫هللا فَ َقدْ فَ َاز الْ ُمتَّ ُق ْو َن‬ ِ ‫هللا ُأ ْو ِص ْيمُك ْ َون َ ْفيِس ْ ِب َت ْق َوى‬ ِ ‫فَي َا ِع َبا َد‬
‫ ُم ْس ِل ُم ْو َن‬.  
‫هللا َّالرمْح َ ِن َّالر ِحمْي ِ قَدْ َأفْلَ َح َم ْن تَ َزىَّك‬ ِ ‫ ب ِْس ِم‬، ِ ‫الش ْي َط ِان َّالر ِجمْي‬ َّ ‫ َأع ُْو ُذ اِب ِهلل ِم َن‬،ِ ‫هللا تَ َعاىَل يِف ْ ِك َتا ِب ِه ْال َك ِرمْي‬ ُ ‫فَ َقدْ قَا َل‬
‫ َو َذ َكر امْس َ َر ِب ّ ِه فَ َصىَّل‬.
Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah,

ُ‫ َوهَّلِل ِ الْ َح ْمد‬، ُ ‫ َا ُهلل َأ ْكرَب‬، ُ ‫ َا ُهلل َأ ْكرَب‬، ُ ‫! َا ُهلل َأ ْكرَب‬


Alhamdulillah, pada hari ini kita memasuki hari Idul Fitri 1438 H. Sebagai seorang Muslim,
hari raya ini patut kita syukuri. Setelah selama satu bulan kita melakukan ibadah puasa,
hari ini merupakan momentum bagi kita untuk mengingat kembali kepada fitrah dan
hakikat jadi diri kita baik sebagai manusia sekaligus sebagai makhluk Allah SWT.

Di dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: 

‫فََأ ِق ْم َوهْج َ َك ِل ِّدل ِين َح ِني ًفا ِف ْط َر َت اهَّل ِ الَّيِت فَ َط َر النَّ َاس عَلَهْي َا اَل تَ ْب ِدي َل ِل َخلْ ِق اهَّل ِ َذٰكِل َ ا ِّدل ُين الْ َقمِّي ُ َولَٰ ِك َّن‬
‫ون‬ َ ‫َأ ْكرَث َ النَّ ِاس اَل ي َ ْعلَ ُم‬
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS.
Al-Rum [30]: 30)

Syekh Ahmad Musthafa al-Maraghi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “fitrah”
adalah al-tahayyu liqubul al-haqq wa din al-tawhid  (kesiapan mental untuk menerima
kebaikan dan agama yang esa). Menganut penafsiran ini, sesungguhnya manusia ketika
lahir diliputi oleh potensi kebaikan-kebaikan. Ia dalam keadaan baik dan berpihak pada
kebaikan serta kesucian. Ia memiliki hati suci dan tidak mau untuk dikotori. Inilah
sesungguhnya potensi dasar yang dimiliki oleh manusia. Oleh karenanya, jika ada tekanan
terhadap hak-hak kemanusiaan maka sesungguhya ia memiliki potensi untuk melakukan
perlawanan. Namun demikian, potensi kesucian yang dimiliki manusia seringkali terkikis
oleh gangguan dan rongrongan terutama dari luar dirinya. Kondisi lingkungan keluarga
dan masyarakat sosial lainnya turut memberikan andil terhadap pengikisan potensi
kefitrahan. Oleh karena itu, orang yang fitrah sesungguhnya adalah orang yang mampu
membentengi diri dari godaan-godaan yang tidak baik. 

Dalam konteks ini, ibadah puasa merupakan sarana yang diberikan oleh Allah agar
manusia mampu mempertahankan kefitrahannya itu. Ibadah puasa mengajarkan kepada
kita agar menghilangkan atau meminimalisasi nafsu-nafsu kemanusiaan dan meneladani
sifat-sifat ketuhanan. Ibadah puasa pun mengisyaratkan agar manusia senantiasa agar
dapat melakukan yang terbaik, ikhlas, jujur dan nilai-nilai kebaikan lainnya. Jika manusia
mampu melakukan pesan-pesan moral ibadah puasa itu dalam kehidupannya, maka
layaklah ia berada dalam kefitrahannya dan mendapatkan predikat muttaqin. Mudah-
mudahan, kita semua yang hadir di tempat ini termasuk di dalamnya, amin.

Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah,

ُ‫ َوهَّلِل ِ الْ َح ْمد‬، ُ ‫ َا ُهلل َأ ْكرَب‬، ُ ‫ َا ُهلل َأ ْكرَب‬، ُ ‫! َا ُهلل َأ ْكرَب‬


Memahami fitrah manusia sejatinya juga menyadari akan hakikat dirinya. Allah SWT telah
memberi kepercayaan kepada manusia untuk memegang tugas kehambaan dan tugas
kekhalifahan. Sebagai hamba, manusia diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada
Allah. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya: 

‫َو َما َخلَ ْق ُت الْجِ َّن َو ْا ن ْ َس الَّ ِل َي ْع ُبدُ ْو ِن‬


‫ِإل ِإ‬
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (QS al-Dzariyat [51]: 56)

Fungsi kehambaan (abid) relasinya adalah dirinya secara personal kepada Tuhannya.
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan (khaliq) sehingga berkewajiban
untuk berterima kasiih kepada-Nya. Ia harus patuh, tunduk, tanpa reserve terhadap
apapun yang diperintahkan oleh Tuhan. Siapa yang melanggar akan ketentuan itu
dinyatakan sebagai orang yang mengingkari akan hakikat dirinya, yang dalam bahasa
keagamaan disebut kufr. 

Dalam QS. al-Dzariyat [51]: 56 di atas secara tegas dikatakan bahwa manusia merupakan
yang diciptakan (makhluq) sedangkan Tuhan sebagai yang menciptakan (khaliq).
Keterciptaan manusia ini membuat keharusan bagi manusia untuk beribadah,
menyerahkan diri secara total kepada Tuhan. Penyerahan diri kepada Tuhan ini dalam
banyak hal tidak mengedepankan validitas secara rasional. Oleh karena itu, jika dinyatakan
dalam bentuk garis maka fungsi kehambaan ini dapat digambarkan dengan garis vertikal,
di mana posisi Tuhan berada di atas sedangkan manusia berada di bawah.

Patut digarisbawahi bahwa bentuk-bentuk kehambaan ini memiliki muatan dan fungsi-
fungsi sosial yang perlu diimplementasikan secara sosial. Sebab, yang membutuhkan
penyembahan manusia bukanlah Tuhan, tetapi manusia itu sendiri. Tuhan bukanlah Dzat
yang memiliki kebutuhan, oleh karenanya Dia tidak bersifat kurang (naqish). Akan tetapi,
justeru manusialah yang membutuhkan akan makna sosial dari bentuk-bentuk kehambaan
ini. Oleh karena itu, orang yang berhasil dalam beribadah adalah orang yang mampu
memanivestasikan muatan dari praktek ibadah itu dalam ranah sosial.

Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah 

Sebagai khalifah, manusia adalah makhluk yang diberi kepercayaan oleh Allah Swt. untuk
memakmurkan bumi dan alam semesta ini. Relasinya adalah manusia dengan sesama
manusia dan dengan alam. Firman Allah menyatakan: 

‫َو ْذ قَا َل َرب ُّ َك ِللْ َماَل ِئ َك ِة يِّن َجا ِع ٌل يِف اَأْل ْر ِض َخ ِلي َف ًة‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (QS al-Baqarah [2]: 30)

Sebagaimana makna asal katanya, khalifah di sini dipahami sebagai wakil Tuhan untuk
mengurus, mengelola, mengayomi, memakmurkan, dan memanfaatkan segala isi yang ada
di muka bumi. Di samping itu, fungsi kekhalifahan ini juga menegaskan secara meyakinkan
akan terbentuknya tatanan pranata sosial yang adil, demokratis, setara, dan
mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Antara satu dengan yang lainnya memiliki relasi
yang sama besar dan sama kuat. Di antara mereka tidaklah dianggap sebagai subordinasi.
Oleh karena itu, secara historis-sosiologis kehidupan keduniaan harus didasarkan atas
kevalidan secara rasional. Jika diwujudkan dalam bentuk gambar maka tugas kekhalifahan
ini akan membentuk garis horizontal, ujung satu dengan yang lainnya adalah manusia yang
memiliki relasi kesejajaran.

Dalam Islam, kedua fungsi di atas harus dapat disinergikan secara seimbang. Tuntutan
kehambaan harus dapat diwujudkan secara seimbang dengan tuntutan kekhalifahan. Tidak
dianggap sebagai orang yang baik (insan kamil) jika ia hanya mampu menjalankan fungsi-
fungsi kehambaannya, sementara fungsi sosial-kemanusiaan terbengkalai. Demikian juga
sebaliknya, bukanlah orang yang baik jika ia hanya mementingkan tugas-tugas
kekhalifahan sementara tugas kehambaannya tidak diaktualisasikan. Dengan demikian,
fitrah manusia adalah menjalankan tugas-tugasnya dengan sukses baik sebagai hamba
Allah maupun sebagai khalifah di muka bumi secara seimbang.

Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah, 

ُ‫ َوهَّلِل ِ الْ َح ْمد‬، ُ ‫ َا ُهلل َأ ْكرَب‬، ُ ‫ َا ُهلل َأ ْكرَب‬، ُ ‫! َا ُهلل َأ ْكرَب‬


Banyak sekali sindiran Allah Swt. kepada orang yang hanya memenuhi salah satu tugas
dengan mengabaikan tugas lainnya. Misalnya dalam surat al-Mâ ’û n dilontarkan celaan
kepada orang-orang yang mengerjakan shalat tetapi suka menghardik anak yatim dan tidak
mau peduli kepada orang miskin. Orang seperti ini dijuluki pendusta agama (yukadzdzibu
bid-dîn). Allah berfirman: 

‫)فَ َويْ ٌل‬٣( ِ‫) َوال حَي ُ ُّض عَىَل َط َعا ِم الْ ِم ْس ِكني‬٢( ‫) فَذَكِل َ اذَّل ِ ي يَدُ ُّع الْ َي ِت َمي‬١( ‫أ َرَأيْ َت اذَّل ِ ي يُ َك ِّذ ُب اِب ِّدل ِين‬
)٧( ‫ون‬َ ‫ون الْ َما ُع‬ َ ‫) اذَّل ِ َين مُه ْ يُ َرا ُء‬٥( ‫ُون‬
َ ‫) َوي َ ْمنَ ُع‬٦( ‫ون‬ َ ‫) اذَّل ِ َين مُه ْ َع ْن َصالهِت ِ ْم َساه‬٤( ‫ِللْ ُم َصلِّ َني‬
Artinya: [1] Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? [2] Itulah orang yang
menghardik anak yatim, [3] dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. [4]
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya, [6] orang-orang yang berbuat riya, [7] dan enggan (menolong dengan) barang
berguna. (QS al-Mâ ’û n [107]: 1-7)

Orang seperti ini hanya melakukan tugas kehambaan saja dalam bentuk ibadah mahdah,
tetapi ibadah sosial dia lalaikan. Meski mengerjakan shalat dan menyembah Allah, dia akan
mengalami celaka di akhirat nanti, sebab dia lupa akan makna shalatnya. Dia beribadah
hanya secara formalistik, tetapi tidak secara substansialistik. Dalam kehidupan sehari-hari,
dia shalat tetapi lisannya tidak dijaga, telinga tidak diperhatikan, mata berkeliaran ke
mana-mana, kaki melangkah ke jalan yang tidak dibenarkan, pemikiran menyalahi aturan.
Ini sindiran yang luar biasa dari Allah lewat surat al-Mâ ’û n ini. 

Oleh karena itu, di dalam Islam, ritual ibadah selalu memiliki dua hal secara integral:
formalistik dan substansialistik Tidak ada ibadah dalam Islam yang hanya dianjurkan
secara aspek formalistik semata. Antara formalistik dan substansialistik harus dilakukan
secara seimbang. Dalam kasus ibadah puasa, juga demikian. Hadis Nabi menyatakan: 

‫ُر َّب َصامِئ ٍ لَيْ َس هَل ُ َحظٌّ ِم ْن َص ْو ِم ِه اَّل الْ ُجو ُع َوالْ َع َط ُش‬
‫ِإ‬
Artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa, dia tidak mendapat apa-apa dari puasanya
kecuali lapar dan haus.

Orang yang melakukan ibadah puasa tidak mendapatkan balasan apapun disebabkan
dirinya tidak mampu membangun harmoni dalam kehidupan sosialnya. Pikiran, gerakan,
lisan, dan anggota tubuh lainnya tidak terjaga dari perilaku destruktif.

Begitu pula ibadah haji, Nabi SAW menyebutkan:

‫َالْ َح ُّج الْ َمرْب ُ ْو ُر لَيْ َس هَل ُ الْ َج َزا ُء اَّل الْ َجنَّ ِة‬
‫ِإ‬
Artinya: Haji yang mabrur tidak ada balasan yang setimpal kecuali surga. 

Ketika itu para sahabat menanyakan bagaimana haji yang mabrur itu, Rasulullah
menjawab, “Dia suka memberi makan dan rajin menebarkan salam.” Artinya, seorang yang
telah melaksanakan haji baru disebut mabrur jika sekembalinya dari tanah suci dia peduli
kepada sesamanya dan senantiasa menimbulkan kedamaian di sekelilingnya. Kalau tidak,
maka hajinya mardud (tertolak) dan tidak ada surga baginya. 

Memberi makanan merupakan wujud dari solidaritas kita. Orang yang memiliki kepedulian
yang baik dan solidaritas yang tinggi kepada sesamanya, sesungguhnya itu merupakan
manifestasi dari amal ibadahnya. 

Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Sesungguhnya banyak cara untuk dapat memperkuat dan memperteguh potensi kefitrahan
itu, di antaranya adalah menghilangkan atau meminimalisasi nafsu-nafsu kemanusiaan dan
meneladani sifat-sifat ketuhanan. Jika Tuhan Maha Pengampun terhadap semua hamba-
hamba-Nya maka kitapun sedikit demi sedikit memberikan keikhlasan dalam memberikan
ampunan kepada orang-orang yang telah menyakiti kita. Jika Tuhan Maha kasih dan sayang
terhadap hamba-Nya maka kitapun belajar mengasihi dan menyayangi orang-orang di
sekitar kita. 

Diceritakan dalam salah satu hadits Nabi SAW. Ada 2 orang di akhirat yang sama-sama
tidak masuk surga. Si A adalah orang yang berlumuran dosa sehingga kebaikannya itu tidak
dapat mengimbangi dosanya itu. Sedang si B adalah orang yang memiliki kebaikannya
hampir mengimbangi dosanya. Jika ada satu kebaikan lagi, niscaya kebaikannya itu lebih
banyak. Lalu, si A dengan penuh ketulusan dan keikhlasan demi solidaritas dan kasih
sayang terhadap sesamanya, mengajukan diri, “Ambillah satu dari kebaikanku untuk
kawanku ini. Toh hal ini tidak akan mengubah nasibku”. Mendengar itu Allah berkata:
”Atajudu wa ana al-jawwad al-karim” (Apakah Engkau akan berbuat baik, sedang Akulah
Yang Maha Pengasih lagi Pemurah). Akhirnya, Allah memerintahkan malaikat untuk
memasukkan kedua hamba itu ke dalam surga. Si B dimasukkan ke dalam surga
dikarenakan nilai kebaikannya melampaui dosanya, sedangkan si A disebabkan karenanya
solidaritasnya yang tinggi terhadap sesama.

Dari cerita ini, pelajaran yang dapat kita tarik di antaranya adalah bahwa faktor penentu
sesorang masuk surga atau neraka atau mempertahankan kefitrahan itu sesungguhnya
tidak hanya sema-mata didasarkan atas faktor militansi keimanan secara personal kepada
Tuhannya semata, tetapi juga kepeduliaannya terhadap nasib sesama.

Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Demikianlah, semoga Allah menerima semua ibadah Ramadan kita dan sholat id yang baru
‫‪saja kita tegakkan. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita‬‬
‫‪sehingga tugas-tugas yang telah diamanahkan kepada kita, terutama tugas kehambaan dan‬‬
‫‪kekhalifan itu, dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Amin ya Rabbal Alamin.‬‬

‫هللا يِل ْ َولَمُك ْ يِف ْال ُق ْرآ ِن ْال َع ِظمْي ِ َون َ َف َعيِن ْ َو اَّي مُك ْ ِب َما ِف ْي ِه ِم َن اْآل َاي ِت َو ِذ ْك ِر ْاحلَ ِكمْي ِ ‪َ .‬وتَ َقبَّ َل ِميِّن ْ َو ِم ْنمُك ْ‬ ‫اَب َركَ ُ‬
‫ِإ‬ ‫الس ِم ْي ُع الْ َع ِلمْي ُ‬
‫‪ِ .‬ت َال َوتَ ُه ِإ ن َّ ُه ه َُو َّ‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫هللا َو ْحدَ ُه َالرَش ِ يْ َك هَل ُ َوَأ ْشهَدُ َأ َّن ُم َح َّمدً ا‬ ‫َا ُهلل َأ ْكرَب ُ ‪َ ،×7‬الْ َح ْمدُ ِِهلل َر ِ ّب الْ َعال َ ِمنْي َ ‪َ ،‬أ ْشهَدُ َأ ْن َال هَل َ الَّ ُ‬
‫هللا ِات َّ ُق ْوا َ‬
‫هللا‬ ‫َع ْبدُ ُه َو َر ُس ْوهُل ُ‪َ ،‬اللَّهُ َّم َص ِ ّل َو َسمِّل ْ عَىَل َس ِ ّي ِداَن ُم َح َّم ٍد ِإ َوعَ ِإىَل آهِل ِ َوَأحْص َ ا ِب ِه َأمْج َ ِعنْي َ ‪ .‬فَ َيا ِع َبا َد ِ‬
‫‪َ . ‬ح َّق تُ َقا ِت ِه َو َال تَ ُم ْوتُ َّن الَّ َوَأنْمُت ْ ُم ْس ِل ُم ْو َن‬
‫ِإ‬
‫هللا َو َم َالِئ َكتَ ُ!ه يُ َصل ُّ ْو َن عَ َىل النَّيِب ِ ّ ‪ ,‬اَي َأهُّي َا اذَّل ِ ْي َن َأ َمنُ ْوا َصل ُّ ْوا عَلَ ْي ِه‬ ‫هللا تَ َع َاىل يِف ْ ِك َتا ِب ِه ْال َع ِظمْي ِ " َّن َ‬ ‫قَا َل ُ‬
‫ِإ‬
‫َو َس ِل ّ ُم ْوا ت َ ْس ِل ْي ًما"‪َ .‬اللَّهُ َّم َص ِ ّل َو َسمِّل ْ عَ َىل َس ِ ّي ِداَن ُم َح َّم ٍد َوعَ َىل َاهِل ِ َوًأحْص َ ا ِب ِه َأمْج َ ِعنْي َ ‪َ .‬والتَّا ِب ِعنْي َ َواَت ِب ِع‬
‫‪.‬التَّا ِب ِعنْي َ َو َم ْن تَ ِب َعه ُْم ْح َس ٍان َىل ي َ ْو ِم ّ ِادل ْي ِن‪َ .‬وعَلَ ْينَا َم َعه ُْم ِب َرمْح َ ِت َك اَي َا ْر َح َم َّالرامِح ِ نْي َ‬
‫ات‪َ ,‬اَأْل ْح َيا ِء ِمهْن ُ ْم َو ْاَأل ْم َو ِات ن ََّك مَس ِ ْي ٌع قَ ِريْ ٌب‬ ‫َاللَّهُ َّم ا ْغ ِف ْر ِللْ ُم ْس ِل ِمنْي َ ِإِب َو ْامل ُ ْس ِلامَ ِإ ِت‪َ ,‬و ْاملُْؤ ِم ِننْي َ َو ْاملُْؤ ِمنَ ِ‬
‫ات‪َ .‬ربَّنَا افْتَ ْح ب َ ْينَنَا َوبَنْي َ قَ ْو ِمنَا اِب ْ حل ّ َِق َوَأن َْت َخرْيِإ ُ ْال َفاحِت ِ نْي َ ‪َ .‬ربَّنَا َأ ِتنَا يِف‬ ‫ُمجِ ْي ُب ادلَّ َع َو ِات اَي قَايِض َ ْاحلَا َج ِ‬
‫‪.‬ادلُّ نْ َيا َح َسنَ ًة َويِف اْآل ِخ َر ِة َح َسنَ ًة َو ِقنَا عَ َذ َاب النَّ ِار‬
‫هللا يَْأ ُم ُر اِب لْ َعدْ لِ َو ْا ْح َس ِان َو يْ َتا ِء ِذي ْال ُق ْر َىب َويَهْن َى َع ِن ْال َف ْحشَ ا ِء َو ْامل ُ ْن َك ِر َو ْال َب ْغ ِي ي َ ِع ُظمُك ْ‬ ‫هللا َّن َ‬ ‫ِع َبا َد ِ‬
‫هللا ي َ ْذ ُك ِْإلرمُك ْ َوا ْد ُع ْو ُِإه ي َْس َتجِ ْب لَمُك ْ َوذَل ِ ْك ُر ِ‬ ‫ِإ‬
‫هللا َأ ْك َب‬ ‫ل َ َعلَّمُك ْ ت ََذكَّ ُر ْو َن‪ .‬فَ ْاذ ُك ُر ْوا َ‬

You might also like