Professional Documents
Culture Documents
STROKE
Disusun Oleh :
MUHAMAD FAISAL FIRDAUS
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(UPF, 1994).
B. Anatomi fisiologi
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area
motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air
liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui
vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)
C. Faktor Risiko
1. Hipertensi.
2. Obesitas.
3. Hiperkolesterol.
4. Peningkatan hematokrit.
5. Penyakit kardiovaskuler : AMI, CHF, LVH, AF.
6. DM.
7. Merokok.
8. Alkoholisme.
9. Penyalahgunaan obat : kokain.
D. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat
menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga
darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena.
Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
F. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter
mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-
arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-
cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif
yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara
mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore
hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus
dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).
Fathway Stroke :
G. Klasifikasi
1. Patologi serangan stroke.
a. Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oelh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan
kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
1) Perdarahan Intra Cerebri
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak
dan menimbulkan edema otak.
2) Perdarahan Sub Araknoid
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal +/- +++
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
3) Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder serta kesadaran
umumnya baik.
2. Perjalanan penyakit/stadium.
a) TIA
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai dengan
beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke Involusi
Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan neurologis semakin berat/buruk
dan berlangsung selama 24 jam/beberapa hari.
c) Stroke Komplet
Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Gula darah
Urine rutin
Cairan serebrospinal
Analisa gas darah (AGD)
Biokimia darah
Elektrollit
I. Komplikasi
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral
4. Pneumonia aspirasi
5. ISK, Inkontinensia
6. Kontraktur
7. Tromboplebitis
8. Abrasi kornea
9. Dekubitus
10. Encephalitis
11. CHF
12. Disritmia, hidrosepalus, vasospasme
J. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut :
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
K. Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
L. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
M. Pencegahan Stroke
1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
4. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya).
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)
6. Olahraga secara teratur.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
1. Pemeriksaan nervus cranialis, Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central.
2. Pemeriksaan motorik, Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
3. Pemeriksaan sensorik, Dapat terjadi hemihipestesi.
4. Pemeriksaan refleks, Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
1. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
2. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
3. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
4. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,
1998)
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
4. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
2. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
3. Gangguan persepsi sensori (D.0085)
4. Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
5. Konstipasi (D.0049)
6. Defisit nutrisi (D.0019)
7. Defisit perawatn diri (D.0109)
8. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
9. Gangguan eliminasi urin (D.0040)
C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam rongga
kranial.
Observasi
Indentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
metabolisme, edema serebral)
Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah
meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
Monitor MAP ( Mean Arterial Pressure)
Monitor CVP ( Central Venous Pressure)
Monitor PAWP, jika perlu
Monitor PAP, jika perlu
Monitor ICP (Intra Cranial Pressure)
Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
Monitor gelombang ICP
Monitor status pernapasan
Monitor intake dan output cairan
Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
Minimalkan stimuslus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi fowler
Hindari manuver valsava
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan PEEP
Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
5. Konstipasi (D.0049)
Manajemen eliminasi fekal
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi fekal.
Observasi
Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
Monitor buang air besar (mis. Warna, frekuensi, konsistensi, volume)
Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi
Terapeutik
Berikan air hangat setelah makan
Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan
peristaltic usus
Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik, sesuai toleransi
Anjurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan
pembentukan gas
Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu
Observasi
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi makanna yang disukai
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Identifikais perlunya penggunaan selang nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan sulpemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrikk jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetic), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Terapeutik
Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit
sensitif
Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI