You are on page 1of 3

LAPORAN FISIKA LINGKUNGAN

INDIKATOR PENYEBAB GLOBAL WARMING DI


INDONESIA

Disusun Oleh

Mirza Ainun Nazifa 19104050040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2021/2022
Masalah polusi udara bukanlah masalah baru di Indonesia, karena udaranya telah tercemar
selama bertahun-tahun. Kualitas udara merupakan salah satu indikator yang memengaruhi
terjadinya global warming. Kemudian, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kualitas
udara di suatu daerah. Menurut data realtime AQIAir, di tahun 2020 Indonesia menempati
peringkat ke-9 dari 109 negara dengan kualitas udara terburuk. Di Indonesia sendiri, saat laporan
ini dibuat masih dari sumber yang sama data realtime menunjukkan Surabaya (Jawa Timur)
merupakan daerah yang memiliki kualitas udara terburuk dengan nilai AQI (Air Quality Index)
134 dan PM2.5 tertinggi pada tanggal 26 Februari 2022 adalah 120.8 µgram/m3.
BMKG juga telah melakukan pemantauan PM2.5 sejak tahun 2015 di beberapa stasiun seperti
Pekanbaru, Palembang, Samarinda, Jambi, Tanjung Harapan, Banjar Baru, Batam, Bengkulu,
Indra Puri, Muaro Jambi, Kamayoran, Kota Baru, Malang, Sleman, Palembang, Lore Lindu,
Pangkalanbun, Pesawaran, Mempawah,, Semarang, Sintang, dan Sorong. Berdasar pantauan
tersebut, pada tanggal 26 Februari 2022 Bengkulu dan Palembang memiliki nilai PM2.5 tertinggi
dengan nilai PM2.5 Bengkulu mencapai 160.40 µgram/m 3 dan Palembang mencapai 101.5
µgram/m3.
Ketika kualitas udara di suatu daerah buruk, maka kemungkinan selanjutnya adalah terjadinya
hujan asam. Pada bulan Desember tahun 2021 telah dilakukan pemantauan tingkat keasaman air
hujan (pH) di Indonesia dengan sampel yang diambil dari 52 stasiun dengan metode Wet
Deposition dan Wet and Dry Deposition dengan alat ARWS (Automatic Rain Water Sampler).
Analisa sampel air hujan yang didapat dilakukan di laboratorium kualitas udara BMKG dengan
menggunakan alat ion chromatograph. Terdapat 34 daerah yang dijadikan sebagai lokasi
Pemantauan Kimia Air Hujan di bulan Desember 2021 yang tesebar di pulau Jawa, Bali,
Sumatera dan berbagai pulau lain. Dari berbagai daerah didapatkan Cilacap sebagai daerah yang
memiliki tingkat pH air hujan yang terendah yaitu 4.70 yang berarti hujan yang terjadi di Cilacap
merupakan hujan asam. Jika ditelusuri lebih dalam, Cilacap merupakan daerah industri dengan
adanya PLTU Cilacap dan Pertamina yang pasti membuat kualitas udara di daerah Cilacap tidak
baik.
Dari data yang ada, apakah kualitas udara di Indonesia semakin membaik atau semakin
memburuk? Dilansir dari AQIAir, angka AQI (Air Quality Index) didasarkan pengukuran
polutan yang paling banyak ditemukan di udara seperti PM2.5, sulfur dioksida, nitrogen
dioksida, karbon monoksida, dan ozon di permukaan tanah. Sepanjang tahun 2017, stasiun
pemantau AS mencatat bahwa Indonesia hanya memiliki 26 hari dengan udara yang tergolong
baik. Hal ini terjadi ketika adanya badai besar dan hujan membersihkan polutan. Dari semua
polutan, partikel halus PM2.5 adalah factor yang paling banyak menyebabkan masalah di
Indonesia baik untuk lingkungan maupun keseharan penduduknya.
Kemudian, apakah Indonesia harus waspada dengan global warming? Jawabannya adalah ya.
Meskipun dari tahun 2019 ke 2020 Indonesia menunjukkan kualitas udara yang baik dari 28.57
g/m3 menjadi 24.33 g/m3 namun tetap saja jika dilihat dari peringkat negara dengan polusi
tertinggi Indonesia berada di peringkat kesembilan maka hal itu berarti Indonesia masuk di
jajaran 10 besar negara penyumbang global warming di dunia. Hal tersebut harus dijadikan
sebagai dasar kewaspadaan bersama terlebih lagi populasi penduduk Indonesia yang sangat
tinggi dapat mengubah peringkat itu kapan saja jika saja tidak ada tindakan atau pencegahan
yang ketat.

Sumber :
1. https://www.bmkg.go.id/kualitas-udara/informasi-kimia-air-hujan.bmkg
2. https://www.bmkg.go.id/kualitas-udara/informasi-partikulat-pm25.bmkg
3. https://www.iqair.com/indonesia

You might also like