You are on page 1of 29

PROPOSAL

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT

KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY DAILY LIVING

PASIEN PASCA STROKE DI POLI SARAF

DI RSM AHMAD DAHLAN KEDIRI

ARI WITRIASTUTI
NIM. 2102013346P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2022
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dukungan Keluarga

2.1.1 Pengertian

Dukungan keluarga menurut Friedman (2013) adalah sikap,

tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa

dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan

dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk

hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan

terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang

memperhatikan. Orang yang berada dalam lingkungan sosial yang suportif

umumnya memiliki kondisi yang lebih baik dibandingkan rekannya yang

tanpa keuntungan ini, karena dukungan keluarga dianggap dapat

mengurangi atau menyangga efek kesehatan mental individu. Jadi

dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial

yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses

atau diadakan untuk keluarga yang selalu siap memberikan pertolongan

dan bantuan jika diperlukan (Erdiana, 2015).

2.1.2 Sumber Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2013) terdapat tiga sumber dukungan sosial

umum, sumber ini terdiri atas jaringan informal yang spontan: dukungan

terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas kesehatan professional,

dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan. Dukungan sosial


keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang di pandang

oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan

untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial

keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan

dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial

keluarga eksternal (Friedman, 2013).

2.1.3 Tujuan Dukungan Keluarga

Sangatlah luas diterima bahwa orang yang berada dalam

lingkungan sosial yang suportif umumnya memiliki kondisi yang lebih

baik dibandingkan rekannya yang tanpa keuntungan ini. Lebih khususnya,

karena dukungan sosial dapat dianggap mengurangi atau menyangga efek

serta meningkatkan kesehatan mental individu atau keluarga secara

langsung, dukungan sosial adalah strategi penting yang haru ada dalam

masa stress bagi keluarga (Friedman, 2013). Dukungan sosial juga dapat

berfungsi sebagai strategi pencegahan guna mengurangi stress akibat

negatifnya (Roth, 2016). Sistem dukungan keluarga ini berupa membantu

berorientasi tugas sering kali diberikan oleh keluarga besar, teman, dan

tetangga. Bantuan dari keluarga besar juga dilakukan dalam bentuk

bantuan langsung, termasuk bantuan financial yang terus-menerus dan

intermiten, berbelanja, merawat anak, perawatan fisik lansia, melakukan


tugas rumah tangga, dan bantuan praktis selama masa krisis (Friedman,

2013).

2.1.4 Jenis Dukungan Keluarga

Friedman (2013) membagi bentuk dan fungsi dukungan keluarga

menjadi 4 dimensi yaitu

1. Dukungan emosional

Berfungsi sebagai pelabuhanistirahat dan pemulihan serta membantu

penguasaan emosional serta meningkatkan moral keluarga (Friedman,

2013). Dukungan emosianal melibatkan ekspresi empati, perhatian,

pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau bantuan

emosional. Dengan semua tingkah laku yang mendorong perasaan

nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya bahwa ia dipuji,

dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia untuk

memberikan perhatian (Sarafino, 2017)

2. Dukungan informasi

Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai pemberi

informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang pemberian saran,

sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu

masalah. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan,

saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman, 2013). Dukungan

informasi terjadi dan diberikan oleh keluarga dalam bentuk nasehat,

saran dan diskusi tentang bagaimana cara mengatasi atau memecahkan

masalah yang ada (Sarafino, 2017).


3. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit

(Friedman, 2013). Dukungan instrumental merupakan dukungan yang

diberikan oleh keluarga secara langsung yang meliputi bantuan

material seperti memberikan tempat tinggal, meminjamkan atau

memberikan uang dan bantuan dalam mengerjakan tugas rumah sehari-

hari (Sarafino, 2017).

4. Dukungan penghargaan

Keluarga bertindak (keluarga bertindak sebagai sistem pembimbing

umpan balik, membimbing dan memberikan solusi untuk pemecahan

masalah dan merupakan sumber validator identitas anggota (Friedman,

2013). Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi penghargaan

yang positif melibatkan pernyataan setuju dan penilaian positif

terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain yang berbanding

positif antara individu dengan orang lain (Sarafino, 2017).

2.1.5 Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbedabeda dalam berbagai

tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus

kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi

dengan berbagai kepandaian dan akal. Efek-efek utama (dukungan sosial

secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) ditemukan.

Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial


terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan

(Friedman, 2013)

2.1.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan

Menurut Rahayu (2018) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan

keluarga adalah:

1. Faktor internal

1) Tahap perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini

adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap

rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap

perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

a. Pendidikan atau tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang

pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif

akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan

untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan

penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan

untuk menjaga kesehatan dirinya.

b. Faktor emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap

adanya dukungan dan cara melakukannya. Seseorang yang

mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya


cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin

dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit

tersebut dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara

umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respon

emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang

tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap

ancaman penyakit mungkin.

c. Spiritual Aspek

spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani

kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang

dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan

kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

2. Eksternal

1) Praktik di keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya, klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan

pencegahan jika keluarga melakukan hal yang sama.

2) Faktor sosio-ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya

penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan

bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial mencakup:

stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.Seseorang


biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok

sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara

pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang

biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang

dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika

merasa ada gangguan pada kesehatannya.

3) Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara

pelaksanaan kesehatan pribadi.

2.1.7 Cara Menilai Dukungan Keluarga

Mengetahui besarnya dukungan keluarga dapat di ukur dengan

menggunakan kuisioner dukungan keluarga yang terdiri dari 16 buah

pertanyaan yang mencakup empat jenis dukungan keluarga yaitu dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan

informasi atau pengetahuan. Dari 16 pertanyaan, pertanyaan 1-4 mengenai

dukungan emosional, pernyataan no 5-8 mengenai dukungan penghargaan,

pernyataan no 9-12 mengenai dukungan instrumental, dan pernyataan no

12-16 mengenai dukungan informasional Kemudian di ukur dengan

menggunakan skala likert:

1. Jawaban “Tidak pernah” diberi skor 1

2. Jawaban “ Kadang-kadang” diberi skor 2

3. Jawaban “ Sering” diberi skor 3


4. Jawaban “ Selalu” diberi skor 4

(Nursalam, 2013).

Hasil kuesioner selanjutnya dibuat kategori sesuai pendapat Nursalam

(2013) tentang hasil pengukuran yang diperoleh dari angket sebagai berikut:

Baik : 76-100%

Cukup : 56-75%

Kurang : <56%

2.2 Konsep Stroke

2.2.1 Pengertian stroke

Stroke adalah serangan akut mendadak dari disfungsi otak fokal

dan global yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak, yang

berlangsung lebih dari 24 jam. Menurut penulis, stroke adalah ensefalopati

fungsional fokal dan global yang disebabkan oleh obstruksi aliran darah

otak yang disebabkan oleh perdarahan atau obstruksi, dan gejala serta

tandanya sesuai dengan bagian otak yang terkena. Orang yang bisa

sembuh total, cacat atau bahkan meninggal (Goleman, 2019).

2.2.2 Etiologi Stroke

Penyebab stroke adalah pecahnya pembuluh darah otak atau trombosis

dan emboli. Akibat penyakit lain atau karena bagian otak terluka dan

menyumbat 2 arteri serebral, bekuan darah tersebut akan masuk ke aliran

darah. Akibatnya fungsi otak terhenti dan fungsi otak menurun (Nasution,

2019). Stroke dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak dan
area subarachnoid (stroke hemoragik), yang menyebabkan darah bocor ke

jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinal, atau keduanya.

Penghambatan struktur otak dan hematoma menyebabkan kerusakan

serabut saraf kranial. Hematoma menyebabkan iskemia jaringan di

sekitarnya, yang menyebabkan penonjolan jaringan otak dan menghambat

batang otak. Stroke non-hemoragik disebabkan oleh iskemia serebral yang

disebabkan oleh obstruksi vaskuler serviks dan insufisiensi serebral.

Insufisiensi vaskular serebral dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti

aterosklerosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Plak

aterosklerotik kecil atau bercabang mempersempit pembuluh darah dan

menyebabkan trombosis lokal (Oktaria & Fazriesa, 2017).

Menurut Samita (2018) Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stroke

sangatlah beragam, yaitu faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible),

faktor yang dapat dirubah (reversible) dan kebiasaan hidup, yaitu sebagai

berikut :

a. Faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible).

1) Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke

disbanding wanita

2) Umur : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke

3) Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke

b. Faktor yang dapat dirubah (reversible)

1) Hipertensi

2) Penyakit jantung
3) Kolestrol tinggi

4) Obseitas

5) Diabetes Melitus

6) Polisetemia

7) Stres emosional

c. Kebiasaan hidup

1) Merokok

2) Peminum alcohol

3) Obat-obatan terlarang

4) Aktivitas yang tidak sehat : kurang olahraga, makanan berkolestrol

2.2.3 Faktor Resiko Terjadinya Stroke

Menurut (Susilawati & Nurhayati, 2018) resiko terjadinya stroke

dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut, yaitu :

1. Makanan

Makanan yang memuat kadar kolesterol, bisa meningkatkan lemak

darah seperti trigliserida. Trigliserida yang tinggi merupakan bahan

untuk terjadinya VLDL (Very LowDensity Lipoprotein) akan beresiko

terjadinya stroke. Hal ini dapat memicu timbulnya plaq dalam

pembuluh arteri, dapat mengakibatkan penyumbatan dan menghambat

aliran darah keseluruh organ tubuh dan otak, sedangkan minyak

goreng yang dipergunakan 3 kali akan mengubah lemak tak jenuh

menjadi lemak jenuh yang mengandung tinggi kolesterol (Susilawati &

Nurhayati, 2018).
2. Umur

Usia ini adalah usia di mana fungsi semua organ dalam tubuh

(seperti sistem vaskular) menurun. Pembuluh darah menipis dan rapuh

(Susilawati & Nurhayati, 2018). Semakin tua usianya, semakin besar

risiko terkena stroke. Orang berusia ≥55 tahun cenderung mengalami

stroke sebanyak dua kali (dua kali), karena semakin tua, pembuluh

darah menjadi tipis dan rapuh, sehingga lebih mungkin mengalami

trauma yang terjadi bersamaan dengan aterosklerosis, sehingga area

stroke semakin luas (Susilawati & Nurhayati, 2018).

3. Jenis Kelamin

Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu 51 (53%)

dan 45 perempuan (47%). Pria biasanya memiliki faktor kebiasaan

yaitu merokok, dan 76% pasien juga mengalami kebiasaan merokok

yang meningkatkan risiko stroke. Rokok dapat menyebabkan

penumpukan plak dan menyebabkan arteriosclerosis, kecuali laki-laki

yang merupakan kepala keluarga (KK) yang bertanggung jawab

membesarkan anak dan istri, sebagian besar pasien bekerja secara fisik

yaitu sebagai pekerja, petani dan sopir. Perempuan adalah ibu rumah

tangga yang berperan sebagai ibu yang mengasuh dan membesarkan

anak, oleh karena itu sebagai kepala keluarga yang memiliki beban

berat seringkali terpaksa harus memperhatikan kebutuhan keluarga

yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke (Susilawati

& Nurhayati, 2018). Keadaan ini sejalan dengan pandangan yang


dikemukakan oleh Junaidi (2015) yang menyatakan bahwa stres

memicu pelepasan hormon yang jika tidak dikendalikan akan

menyebabkan tekanan darah tinggi.Tekanan darah tinggi akan

menyebabkan darah dalam jumlah besar mengalir ke sistem pembuluh

darah otak dan dapat menyebabkan pembuluh darah pecah. Tilong

(2014) menunjukkan bahwa laki-laki 2 (dua kali) lebih mungkin

mengalami stroke dibandingkan perempuan (Susilawati & Nurhayati,

2018).

4. Tempat Tinggal

Saat ini Indonesia merupakan negara transisi yang akan

bertransformasi dari negara agraris menjadi negara industri sehingga

seluruh wilayah termasuk pedesaan akan sama-sama berkembang.

Salah satu contohnya, pembangunan pusat perbelanjaan sudah

merambah ke desa, belum lagi masyarakat desa juga menikmati

teknologi ini. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan gaya

hidup masyarakat, Fast food bisa dinikmati dimanapun dan kapanpun

sehingga masyarakat malas beraktivitas (Susilawati & Nurhayati,

2018). Hal ini sejalan dengan pernyataan Rudianto (2012), Yastroki

(2012) dan Nurhidayat & Rosjidi (2014) yang menyatakan bahwa

faktor gaya hidup merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke.

Hasil penelitian tidak mendukung pernyataan jurnal kesehatan Kompas

/AHD (2014) yang menyatakan bahwa stroke sering terjadi di


perkotaan karena adanya perubahan perilaku (gaya hidup) (Susilawati

& Nurhayati, 2018).

5. Trigliserida

Asupan lemak yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan

kolesterol yang tidak normal dalam darah, yang menumpuk di dinding

pembuluh darah, yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan stroke

(Susilawati & Nurhayati, 2018). Trigliserida adalah kumpulan

lemak.Lemak merupakan faktor risiko terjadinya stroke.Orang yang

ingin hidup sehat dan bermanfaat bagi anggota keluarganya dapat

mengubah trigliserida. Trigliserida tinggi berbahaya bagi kesehatan,

terutama risiko stroke, karena merupakan bahan baku lemak jahat yaitu

VLDL (ultra low density lipoprotein) (Susilawati & Nurhayati, 2018).

Berdasarkan Almatsier (2012), Faktor risiko terpenting adalah

kadar kolesterol, karena merupakan bagian penting dari struktur

membran sel dan bagian utama otak dan sel saraf, dan LDL sangat

penting. Kadar trigliserida yang tinggi akan disimpan di bawah kulit

sebagai zat pembentuk VLDL (Very Low Density Lipoprotein) di

dalam jantung dan masuk ke dalam darah (Soeharto, 2017),

menghalangi sistem pembuluh darah otak dan sistem saraf pusat otak,

sehingga menyebabkan stroke (Susilawati & Nurhayati, 2018).

Arifnaldi (2014) Dalam penelitiannya ditemukan bahwa kadar

trigliserida yang tinggi tiga kali lebih tinggi dari kadar trigliserida

normal (OR = 2,80) (Susilawati & Nurhayati, 2018).


6. Hipertensi

Hipertensi dipandang sebagai faktor resiko utama terhadap

kejadian penyakit serebrovaskuler seperti stroke ataupun transientis-

chemic attack (Anshari, 2020). Pada beberapa kasus menunjukkan

seseorang yang menderita hipertensii berpotensi untuk mengalami

kejadian stroke (Anshari, 2020). Penyakit hipertensi dipandang sebagai

salah satu faktor risiko terjadinya stroke, terlebih lagi jika penderita

dalam kondisi stress pada tingkat yang tinggi. Seseorang yang

menderita penyakit hipertensi akan mengalami aneurisma yang

disertaidisfungsi endotelial pada jaringan pembuluh darahnya. Apabila

gangguan yang terjadi pada pembuluh darah ini berlangsung terus

dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan terjadinya stroke

(Anshari, 2020). Ini berarti bahwa status hipertensi seseorang

menentukan seberapa besar potensi untuk terjadinya stroke, mereka

yang tidak menderita hipertensi akan sangat kecil resikonya untuk

mengalami stroke (Anshari, 2020).

2.2.4 Klasifikasi Stroke

Klasifikasi dari penyakit stroke diantaranya yaitu (Yueniwati, 2016):

1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.

Stroke iskemik secara umum diakibatkan oleh aterotrombosis

pembuluh darah serebral, baik yang besar maupun yang kecil. Pada
stroke iskemik penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh

darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua

arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini

merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma

(endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis

sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat

serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan

normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga

bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah kemudian

menyumbat arteri yang lebih kecil.

2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan di dalam jaringan

otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematon intraserebrum)

atau perdarahan ke dalam ruang subarachnoid, yaitu ruang sempit

antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak

(disebut hemoragia subarachnoid). Stroke hemoragik merupakan jenis

strokeyang paling mematikan yang merupakan sebagian kecil dari

keseluruhanstroke yaitu sebesar 10-15% untuk perdarahan

intraserebrum dan sekitar5% untuk perdarahan subarachnoid. Stroke

hemoragik dapat terjadiapabila lesi vaskular intraserebrum mengalami

rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau

langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang


dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid adalah aneurisma sakular

dan malformasi arteriovena

1.2.5 Manifestasi Klinis Stroke

Stroke dapat menimbulkan efek pada berbagai fungsi tubuh. Adapun

fungsi-fungsi tubuh yang mengalami gangguan tersebut secara langsung

terkait dengan arteri yang tersumbat dan area otak yang tidak mendapatkan

perfusi adekuat dari arteri tersebut. yaitu:

1. Kehilangan Fungsi Motorik

Defisit motorik merupakan efek stroke yang paling jelas terlihat.

Defisit motorik meliputi kerusakan : mobilitas, fungsi respirasi,

menelan dan berbicara, refleks gag, dan kemampuan melakukan

aktivitas sehari-hari. Disfungsi motorik yang paling sering terjadi

adalah hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) (Lewis, 2016).

Gejala-gejala yang muncul diakibatkan oleh adanya kerusakan

motor neuron pada jalur piramidal (berkas saraf dari otak yang

melewati spinal cord menuju sel-sel motorik). Stroke mengakibatkan

lesi pada motor neuron atas upper motor neuron (UMN) dan

mengakibatkan hilangnya kontrol volunter terhadap gerakan motorik.

Karakteristik defisit motorik meliputi akinesia, gangguan integrasi

gerakan, kerusakan tonus otot, dan kerusakan refleks. Karena jalur

piramidal menyeberang pada saat di medulla, kerusakan kontrol

motorik volunter pada satu sisi tubuh merefleksikan adanya kerusakan

motor neuron atas di sisi yang berlawanan pada otak (kontralateral).


Pada fase akut stroke, gambaran klinis yang muncul adalah paralisis

flaksid dan hilang atau menurunnya refleks tendon, saat refleks tendon

ini muncul kembali (biasanya 48 jam), peningkatan tonus otot dapat

dilihat bersamaan dengan spastisitas (peningkatan tonus otot

abnormal) pada ekstremitas yang terkena. Luas dan tipe gangguan

pada pasien stroke tergantung dari jumlah dan lokasi dari daerah otak

yang terserang. Seseorang dapat mengalami stroke yang berat maupun

ringan, dengan gangguan pada motorik, sensorik, kognitif maupun

gangguan dalam hal komunikasi (Sarafino, 2017). Kejadian stroke

dapat menimbulkan kecacatan bagi penderita yang mampu bertahan

hidup. Kecacatan pada penderita stroke di akibatkan oleh gangguan

organ atau gangguan fungsi organ seperti hemiparesis. Adapun

kecacatan yang dialami oleh penderita stroke meliputi

ketidakmampuan berjalan, ketidakmampuan berkomunikasi, serta

ketidakmampuan perawatan diri (Sarafino, 2017).

2. Kehilangan Fungsi Komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi adalah bahasa dan komunikasi.

Stroke adalah penyebab utama terjadinya afasia (Lewis, 2013).

Disfungsi bahasa dan komunikasi akibat stroke adalah disartria

(kesulitan berbicara), disfasia (kesulitan terkait penggunaan bahasa),

apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang telah

dipelajari), (Lewis, 2013).


3. Kerusakan Afek

Pasien yang pernah mengalami stroke akan kesulitan mengontrol

emosinya (Lewis, 2017). Respon emosinya tidak dapat ditebak.

Perasaan depresi akibat perubahan gambaran tubuh dan hilangnya

berbagai fungsi tubuh dapat membuat makin parah.

4. Gangguan Persepsi dan Sensori

Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke

dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam

hubungan visuospasial, dan kehilangan sensori (Lewis, 2017).

Disfungsi persepsi visual diakibatkan oleh adanya gangguan jalur

sensori primer antara mata dan korteks visual. Hilangnya sensori

akibat stroke dapat berupa kerusakan yang ringan seperti sentuhan atau

kerusakan yang lebih berat yaitu hilangnya propriosepsi (kemampuan

untuk menilai posisi dan gerakan bagian-bagian tubuh) dan kesulitan

menginterpretasi stimulus visual, taktil dan auditori.

5. Gangguan Eliminasi

Kebanyakan masalah yang terkait dengan eliminasi urin dan bowel

terjadi pada tahap akut dan bersifat sementara. Saat salah satu hemisfer

otak terkena stroke, prognosis fungsi kandung kemih baik. Awalnya,

pasien dapat mengalami urgensi dan inkontinensia. Walaupun kontrol

motor bowel biasanya tidak terganggu, pasien sering mengalami

konstipasi yang diakibatkan oleh imobilitas, otot abdomen yang

melemah, dehidrasi dan respon yang menurun terhadap refleks


defekasi (Black & Hawk, 2017). Masalah eliminasi urin dan bowel

dapat juga disebabkan oleh ketidakmampuan pasien mengekspresikan

kebutuhan eliminasi.

2.3 Konsep Kemandirian

2.3.1 Definisi

Menurut Fadilah & Lilif (dalam Ni’matuzaroh & Prasetyaningrum,

2018) mandiri merupakan sikap atau prilaku seseorang yang tidak mudah

bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Mandiri ini

merupakan bentuk prilaku dari manusia yang sudah mampu melakukan

segala sesuatunya dengan sendiri. Menurut Gea dalam (dalam Ni’matuzaroh

& Prasetyaningrum, 2018) mandiri merupakan kemampuan seseorang untuk

mewujudkan keinginan dan kebuytuhan hidupnya dengan kekuatannya

sendiri. Pada dasarnya kemandirian dapat dimanifestasikan dalam bentuk

sikap maupun perbuatan, sebab sebenarnya sikap merupakan dasar dari

terbentuknya suatu perbuatan. Jadi semua bentuk dari perbuatan merupakan

cerminan dari sikap seseorang. Kemandirian merupakan suatu hal yang

paling penting dan harus dimiliki oleh setiap manusia agar manusia tidak

selalu bergantung kepada oranglain. Seseorang dapat dikatakan telah

mandiri apabila seseorang tersebut telah menyelesaikan permasalahannya

sendiri tanpa bergantung kepada orang lain (Alhogbi, 2017).


2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Faktor faktor yang mempengaruhi kemandirian aktifitas daily living

diantaranya ada faktor usia, kondisi kesehatan, aktivitas fisik,fungsi

kognitif, dan dukungan keluarga (Alhogbi, 2017).

1. Usia

Semakin bertambah usia maka kemampuan fisik akan semakin menurun

sehingga akan berdampak kepada individu dalam memenuhi kebutuhan

aktivitas seharihari, sehingga memerlukan bantuan dari orang lain baik

secara parsial maupun secara total sesuai dengan tingkat

ketergantungannya.

2. Kondisi kesehatan

Semakin baik status kesehatan maka akan semakin kecil tingkat

ketergantungan yang dialami. Hal ini dikarenakan kesehatan seseorang

dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

3. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik sangat berhubungan dengan kemandirian dalam

melakukan activity daily living. Semakin tinggi aktivitas fisik yang

dilakukan seseorang maka akan semakin tinggi kemampuan

kemandiriannya. Oleh karena itu seseorang harus melakukan aktivitas

secara mandiri dan meminimalisir bantuan dari orang lain dengan latihan

kebugaran secara teratur.


4. Fungsi kognitif

Seiring bertambahnya usia maka akan mengalami perubahan fisik dan

penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif yang berat maka akan

mengakibatkan ketergantungan yang berat, jika mengalami penurunan

fungsi kognitif yang ringan maka tingkat ketergantungan seseorang akan

ringan. Dengan demikian yang perlu di perhatikan untuk menambah

fungsi kognitif adalah menjaga kesehata tubuh, tubuh yang tidak sehat

akan menyebabkam tingkat kemandirian akan menurun.

5. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan, sikap, tindakan, dan penerimaan

keluarga yang berfungsi terhadap amggota keluarga lain yang selalu siap

memberikan bantuan kapanpun diperlukan. Dukungan keluarga mampu

membuat keluarga berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.

2.4 Konsep Activity Daily Life ( ADL)

2.4.1 Pengertian ADL

Menurut Brunner & Suddarth (2018) mengemukakan ADL atau Activity

Daily Living adalah aktivitas perawatan diri yang harus pasien lakukan

setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.

ADL adalah aktivitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari

normal; aktivitas tersebut mencakup, ambulasi, makan, berpakaian, mandi,

menyikat gigi dan berhias dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan

dengan perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat.


2.4.2 Macam-macam ADL

Beberapa macam ADL, yaitu :

1. ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu keterampilan dasar yang

harus dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian,

makan & minum, toileting, mandi, berhias dan mobilitas. Ada juga

yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil

dalam kategori ADL dasar ini

2. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan

alat atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan

makanan, menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang

kertas.

3. ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau

kegiatan sekolah.

4. ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan

mengisi waktu luang (Sugiarto, 2017).

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemenuhan ADL

Faktor–faktor yang Mempengaruhi kemampuan melakukan Activity of

Daily Living (ADL) yaitu:

1. Umur dan status perkembangan

Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda

kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap

ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living. Saat

perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan–


lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam melakukan

activity of daily living.

2. Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nervous

mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah informasi dari

lingkungan. Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan

sistem nervous sehingga dapat merespon sensori yang masuk dengan

cara melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena

penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity of

daily living secara mandiri (Hardywinoto, 2017).

3. Fungsi Kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif menunjukkan

proses menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor

stimulus untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental

memberikan kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam

berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan

activity of daily living (Hardywinoto, 2016).

4. Fungsi Psikososial

Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk

mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada

suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks
antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada

intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau

ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung jawab

keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti masalah

komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam

penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan

activity of daily living (Hardywinoto, 2017).

5. Tingkat stress

Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam

kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress (stressor), dapat

timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu

keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti

injuri atau psikologi seperti kehilangan.

6. Ritme biologi

Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur

lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal

(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi

yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaaan irama

sirkardian membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur

tubuh, dan hormon. Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama

sirkardian diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap,

seperti cuaca yang mempengaruhi activity of daily living.


7. Status mental

Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan

status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan

dasar individu. Seperti yang diungkapkan oleh Cahya yang dikutip

dari Baltes, salah satu yang dapat mempengaruhi ketidakmandirian

individu dalam memenuhi kebutuhannya adalah keterbatasan status

mental. Seperti halnya lansia yang memorinya mulai menurun atau

mengalami gangguan, lansia yang mengalami apraksia tentunya akan

mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan–kebutuhan

dasarnya (Hardywinoto, 2017).

2.4.4 Macam-macam Activity Daily Living (ADL)

Menurut Setiati (2017), Activity Daily Living (ADL) ada 2 macam

yaitu : ADL standard dan ADL instrumental. ADL standar meliputi

kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, BAB/BAK, dan

mandi. Sedangkan instrumental ADL terdiri dari aktivitas yang lebih

komplek seperti halnya menjalankan ibadah, memasak, mencuci,

berbelanja, menyimpan obat, menggunakan telepon, dan menggunakan

uang.

Aktivitas sehari-hari dapat mengukur rating skala, alat ukur yang

digunakan adalah indeks barthel. Indeks barthel merupakan suatu

instrument pengkajian yang berfungsi mengukur kemandirian fungsional

dalam hal perawatan diri dan mobilitas.


Indeks Barthel (modifikasi Collin, wade DT) adalah alat atau

instrument ukur status fungsional dasar berupa kuesioner yang berisi atas

10 butir pertanyaan yang terdiri dari mengendalikan rangsangan buang air

besar, mengendalikan rangsangan buang air kecil, membersihkan diri

(sikat gigi, sisir rambut, bercukur, cuci muka), penggunaan toilet atau

masuk/keluar kamar mandi (melepas, memakai celana, membersihkan atau

menyeka, menyiram) makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi

atau sebaliknya, mobilitas atau berjalan, berpakaian, naik turun tangga dan

mandi, dengan skor antara 0-20. Skor 20 (mandiri), skor 12-19

(ketergantungan ringan), skor 9-11 (ketergantungan sedang), skor 5-8

(ketergantungan berat), skor 0-4 (ketergantungan total).

Tabel 2.1 Indek Barthel kemandirian pasien stroke

No Aktivitas Kemampuan Skor


1 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
transfer (berpindah posisi) Dibantu 1 orang 2
bapak/ibu dari posisi tidur Dibantu 2 orang 1
ke posisi duduk? Tidak mampu 0
2 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
berjalan (mobilitas) bapak Dibantu 1 orang 2
ibu? Dibantu 2 orang 1
Tidak mampu 0
3 Bagaimana penggunaan Mandiri 3
toilet (pergi ke WC/dari Dibantu 1 orang 2
WC, melepas/mengenakan Dibantu 2 orang 1
celana, menyeka, Tidak mampu 0
menyiram) bapak/ibu?
4 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
bapak ibu dalam Dibantu 1 orang 2
membersihkan diri (lap Dibantu 2 orang 1
muka, sisir rambut, sikat Tidak mampu 0
gigi)?
5 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
bapak/ibu dalam Dibantu 1 orang 2
mengkontrol BAB? Dibantu 2 orang 1
Tidak mampu 0
6 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
bapak/ibu dalam Dibantu 1 orang 2
mengkontrol BAK? Dibantu 2 orang 1
Tidak mampu 0
7 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
bapak/ibu dalam Dibantu 1 orang 2
membersihkan diri Dibantu 2 orang 1
(mandi)? Tidak mampu 0

8 Bagaimana kemampuan Mandiri 3


bapak/ibu dalam Dibantu 1 orang 2
berpakaian (mengenakan Dibantu 2 orang 1
baju)? Tidak mampu 0
9 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
makan bapak/ibu? Dibantu 1 orang 2
Dibantu 2 orang 1
Tidak mampu 0
10 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
bapak/ibu untuk naik/turun Dibantu 1 orang 2
tangga? Dibantu 2 orang 1
Tidak mampu 0
Skor total 0-20
Sumber : Indeks Barthel modifikasi Collin C dalam Agung, 2018

2.4.5 ADL Pada Pasien Stroke

Stroke dapat menimbulkan kecacatan bagi penderitanya, salah satunya

adalah ketidakmampuan perawatan diri akibat kelemahan pada ekstremitas

dan penurunan fungsi mobilitas yang dapat menghambat pemenuhan

Activity Daily Living (ADL). Beberapa aktivitas yang memerlukan bantuan

orang lain pada penderita stroke meliputi kebersihan diri, mandi, toilet,

menaiki tangga, memakai pakaian, mengontrol BAK, berpindah tempat,

dan berpindah dari kursi ke tempat tidur. Aktivitas sehari-hari pada pasien

stroke harus dilakukan sedini mungkin untuk mengembalikan fungsi

tubuh, meningkatkan kebugaran, dan kemandirian diri. Semakin banyak

latihan melakukan aktivitas sehari-hari seperti buang air, mandi, berhias,


dan berpakaian secara mandiri atau dengan sedikit bantuan, maka akan

semakin meningkatkan kemandirian dan kebugaran tubuh pasien. Selain

itu juga dapat meningkatkan harga diri karena mampu memenuhi

kebutuhan sendiri. (Dharma, 2018)

2.5 Kerangka Konsep

Dukungan keluarga : Kemandirian ADL


1. Dukungan pasien stroke : Mandiri
emosional 1. Mandi
2. Dukungan informasi
2. Toileting
3. Dukungan
instrumental 3. Berpakaian
4. Dukungan 4. Berpindah Ketergantuangan
penghargaan 5. Makan
6. Pengawasan diri

Keterangan :

----------- : tidak diteliti

________ : diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep hubungan dukungan keluarga dengan


tingkat kemandirian Activity Daily Living pasien stroke di
Poli syaraf RSM Ahmad Dahlan Kediri

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat


kemandirian Activity Daily Living pasien stroke di Poli
syaraf RSM Ahmad Dahlan Kediri

H0 : Tidak Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat


kemandirian Activity Daily Living pasien stroke di Poli
syaraf RSM Ahmad Dahlan Kediri

You might also like