You are on page 1of 18

PROPOSAL

HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA DENGAN KEAKTIFAN MENJALANI

TERAPI HEMODIALISA DI UNIT HEMODIALISA

RSM AHMAD DAHLAN KEDIRI

YENI TRILIA SARI


NIM. 2102013368P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2022
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motivasi Keluarga

2.1.1 Pengertian

Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau

tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi

motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia

untuk bertingkahlaku, dan di dalam perbuatanya itu mempunyai tujuan

tertentu. Menurut Syamsiah (2011) motivasi adalah pemberian atau

penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.

Pengertian motivasi Motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu

keadaan dalam diri seseorang yang mendorong, mengaktifkan atau

menggerakkan dan yang mengarahkan perilaku kearah tujuan Pujadi

(2014). Menurut Uno dalam Nursalam (2013) motivasi dapat diartikan

sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang

diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan,

harapan dan cita-cita, penghargaan, dan penghormatan atas diri,

lingkungan yang baik, serta kegiatan yang menarik. Motivasi berasal dari

kata motif yang berarti “dorongan” atau “daya penggerak” yang ada dalam

diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan

atau aktifitas (Notoatmodjo, 2014). Menurut Siagian (2013) Motivasi


adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk

mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga

dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi

tanggung jawabnya dan menuaikan kewajibannya dalam rangka

pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Berdasarkan uraian diatas, yang dimaksud dengan motivasi dalam

penelitian ini adalah suatu kondisi psikologis atau keadaan dalam diri

seseorang yang akan membangkitkan atau menggerakan dan membuat

seseorang untuk tetap tertarik dalam melakukan kegiatan, baik itu dari

internal maupun eksternal untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.

2.1.2 Jenis – jenis motivasi

Menurut Suhardi (2013) motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu

motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

1. Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang datangnya dari dalam diri

seseorang. Motivasi ini terkadang muncul tanpa pengaruh apa pun dari

luar. Biasanya orang yang termotivasi secara intrinsik lebih mudah

terdorong untuk mengambil tindakan. Bahkan, mereka bisa

memotivasi dirinya sendiri tanpa perlu dimotivasi orang lain. Semua

ini terjadi karena ada prinsip tertentu yang mempengaruhi mereka

(Suhardi, 2013).

Menurut Taufik (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

intrinsik yaitu :
a. Kebutuhan (need)

Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya faktor-

faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis

b. Harapan (Expectancy)

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya

harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang,

keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan

seseorang ke arah pencapaian tujuan

c. Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu

hal tanpa ada yang menyuruh.

2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kebalikannya motivasi intrinsik, yaitu

motivasi yang muncul karena pengaruh lingkungan luar. Motivasi ini

menggunakan pemicu untuk membuat seseorang termotivasi. Pemicu

ini bisa berupa uang, bonus, insentif, penghargaan, hadiah, gaji besar,

jabatan, pujian dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik memiliki kekuatan

untuk mengubah kemauan seseorang. Seseorang bisa berubah pikiran

dari yang tidak mau menjadi mau berbuat sesuatu karena motivasi ini

(Suhardi, 2013).

Menurut Taufik (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

ekstrinsik adalah :

a. Dorongan keluarga
Dorongan keluarga khususnya suami merupakan salah satu

faktor pendorong (reinforcing factors) yang dapat

mempengaruhi perilaku pasien. Dukungan keluarga merupakan

bentuk nyata dari kepedulian dan tanggung jawab para anggota

keluarga kepada keaktifan pasien untuk melakukan hemodialisa.

b. Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal.

Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat

termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga,

lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam

memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya. Dalam

sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan

rasa kesetiakawanan yang tinggi.

c. Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan

sehingga orang tersebut ingin melakukan sesuatu.

2.1.3 Tujuan Motivasi

Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan

seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu

sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan. Setiap tindakan

motivasi seseorang mempunyai tujuan yang akan dicapai. Makin jelas

tujuan yang diharapkan atau akan dicapai, maka semakin jelas pula

bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan


lebih dapat berhasil apabila tujuannya jelas dan didasari oleh yang

dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi

pada seseorang harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang

kehidupan, kebutuhan serta kepribadian orang yang akan dimotivasi

(Taufik, 2007).

2.1.4 Fungsi Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2007), motivasi mempunyai tiga fungsi yaitu :

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor

yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor

penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang

harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah

direncanakan sebelumnya.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa

yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan

menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan

tersebut. Pilihan perbuatan yang sudah ditentukan atau dikerjakan akan

memberikan kepercayaan diri yang tinggi karena sudah melakukan

proses penyeleksian.

Motivasi melakukan hemodialisa di bagi menjadi tiga tingkatan

yang nantinya tersaji dalam data ordinal:

a. Motivasi tinggi : 41-60


b. Motivasi sedang : 21-40

c. Motivasi rendah :0-20

2.2 Hemodialisa

2.1.3 Pengertian

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek

(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit

ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang

memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisis

adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah

dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2016).

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah

buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal

ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu

singkat. Penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah

kematian. Hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit

ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau

endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta

terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2012 ;

Nursalam, 2013).
2.1.4 Tujuan

Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut

diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi

(membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin,

dan sisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam

mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat

ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita

penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil

menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2016).

Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam cairan yang

melalui membran semipermeabel sesuai dengan gradien konsentrasi

elektrokimia. Tujuan utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan

suasana cairan ekstra dan intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi dari

ginjal normal. Dialisis dilakukan dengan memindahkan beberapa zat

terlarut seperti urea dari darah ke dialisat. dan dengan memindahkan zat

terlarut lain seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah. Konsentrasi zat

terlarut dan berat molekul merupakan penentu utama laju difusi. Molekul

kecil, seperti urea, cepat berdifusi, sedangkan molekul yang susunan yang

kompleks serta molekul besar, seperti fosfat, β2- microglobulin, dan

albumin, dan zat terlarut yang terikat protein seperti pcresol, lebih lambat

berdifusi. Disamping difusi, zat terlarut dapat melalui lubang kecil (pori-

pori) di membran dengan bantuan proses konveksi yang ditentukan oleh

gradien tekanan hidrostatik dan osmotik – sebuah proses yang dinamakan


ultrafiltrasi (Cahyaning, 2018). Ultrafiltrasi saat berlangsung, tidak ada

perubahan dalam konsentrasi zat terlarut; tujuan utama dari ultrafiltrasi ini

adalah untuk membuang kelebihan cairan tubuh total. Sesi tiap dialisis,

status fisiologis pasien harus diperiksa agar peresepan dialisis dapat

disesuaikan dengan tujuan untuk masing-masing sesi. Hal ini dapat

dilakukan dengan menyatukan komponen peresepan dialisis yang terpisah

namun berkaitan untuk mencapai laju dan jumlah keseluruhan

pembuangan cairan dan zat terlarut yang diinginkan. Dialisis ditujukan

untuk menghilangkan komplek gejala (symptoms) yang dikenal sebagai

sindrom uremi (uremic syndrome), walaupun sulit membuktikan bahwa

disfungsi sel ataupun organ tertentu merupakan penyebab dari akumulasi

zat terlarut tertentu pada kasus uremia (Lindley, 2011).

2.1.5 Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis

Aliran darah pada hemodialisis yang penuh dengan toksin dan limbah

nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut

dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian

besar dializer merupakan lempengan rata atau ginjal serat artificial

berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja

sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus

tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran

limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane

semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2012).


Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis,

ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui

proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi

tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah (Lavey,

2011). Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan

konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam

tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan

menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan

tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah

(cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan

tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis.

Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap

pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Elizabeth, et all, 2011).

2.1.6 Akses sirkulasi darah pasien

Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan

femoralis, fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien pada

hemodialisis darurat dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk

pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat dimasukkan ke dalam

pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara

(Brunner & Suddarth, 2012). Fistula yang lebih permanen dibuat melalui

pembedahan (biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara

menghubungkan atau menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan

vena secara side to side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh
darah). Fistula tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi

matang sebelum siap digunakan (Brruner & Suddart, 2012). Waktu ini

diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dan

segmenvena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima

jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke dalam

pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir

melalui dializer. Segmen vena fistula digunakan untuk memasukkan

kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis (Brruner & Suddart, 2012).

Tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh darah arteri

atau vena dari materia gore-tex (heterograf) pada saat menyediakan lumen

sebagai tempat penusukan jarum dialisis. Ttandur dibuat bila pembuluh

darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula (Brruner &

Suddart, 2012).

Penatalakasanaan pasien yang menjalani hemodialisis

Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya

memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan

penyakit ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat

meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Anita,

2012). Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup

agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang

penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan

protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan

protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70


meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan

tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan

untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah

urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-

120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan

tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong

pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode

di antara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar

(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2016).

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian

melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida

jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat

untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan

dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko

timbulnya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak & Gallo,

2013).

Komplikasi Komplikasi terapi dialisis mencakup beberapa hal

seperti hipotensi, emboli udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan

dialisis, dan pruritus. Masing – masing dari point tersebut (hipotensi,

emboli udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan dialisis, dan pruritus)

disebabkan oleh beberapa faktor. Hipotensi terjadi selama terapi dialisis

ketika cairan dikeluarkan. Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena

pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisis natrium, penyakit jantung,


aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan berat cairan. Emboli

udara terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien (Hudak & Gallo,

2013 ). Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂ menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh, sedangkan gangguan keseimbangan

dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai

serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika

terdapat gejala uremia yang berat. Pruritus terjadi selama terapi dialisis

ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit (Smelzer, 2013)

Terapi hemodialisis juga dapat mengakibatkan komplikasi sindrom

disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia, temponade jantung, perdarahan

intrakranial, kejang, hemolisis, neutropenia, serta aktivasi komplemen

akibat dialisis dan hipoksemia, namun komplikasi tersebut jarang terjadi.

(Brruner & Suddart, 2012)

2.3 Keaktifan Terapi Hemodialisa

2.3.1 Pengertian Keaktifan

Pengertian keaktifan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017)

adalah berasal dari kata aktif yang berarti giat dan dinamis. Segala hal

yang dilakukan seseorang dengan tujuan tertentu yang bersifat dinamis

serta memiliki ketekunan dapat pula disebut aktif. Selain dari pada itu,

sikap aktif juga dapat ditunjukkan dengan selalu melakukan kegiatan

dengan sungguh-sungguh untuk menambah ilmu pengetahuan tentang

keislaman, berusaha sekuat tenaga, memiliki keterlibatan dalam berbagai

hal dan selalu meningkatkan pengetahuan.


2.3.2 Unsur-Unsur Keaktifan

Ada beberapa unsur yang ditekankan dalam hal keaktifan. Dalam

penelitian ini, unsur-unsur keaktifan yaitu:

1. Motivasi

Keaktifan mengikuti sebuah kegiatan tentunya berkaitan erat

dengan motivasi dan minat dalam mengikuti kegiatan tersebut.

Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di

dalam diri yang menimbulkan sebuah kegiatan-kegiatan. Sedangkan

minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang

melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan

keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri (Sardiman,

2015).

Tanpa minat dan motivasi untuk mengikuti sebuah kegiatan dalam

hal ini terapi hemodialisa, maka terapi hemodialisa tersebut tidak akan

terlaksana. Kehadiran mengikuti terapi hemodialisa sangatlah penting

karena tanpa kehadiran tidak dapat mengikuti proses berlangsungnya

sebuah kegiatan. Keaktifan mengikuti terapi hemodialisa dapat diukur

dengan kedatangan pasien sesuai dengan jadwal terapi hemodialisa

yang telah ditetapkan masing-masing pasien.

2. Perhatian

Perhatian merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah kegiatan

untuk memahami informasi-informasi, yang dimaksud dalam kegiatan


ini ketika proses kegiatan sedang berlangsung sehingga proses tersebut

dapat berjalan dengan baik (Najati, 2012)

2.3.3 Dosis Hemodialysis

Dosis hemodialysis yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali

seminggu dengan setiap hemodialysis selama 5 jam atau 14 sebanyak 3

kali seminggu dengan setiap hemodialysis selama 4 jam (suwitra, 2016).

Lamanya hemodialysis berkaitan erat dengan efisiensi dan adekuasi

hemodialysis, sehingga lama hemodialysis juga dipengaruhi oleh tingkat

uremia akibat progesivitas perburukan fungsi ginjalnya dan faktor-faktor

komorbiditasnya, serta kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat

(swartzendruber et al, 2012). Namun demikian, semakin lama proses

hemodialysis, maka semakin lama darah berada diluar tubuh, sehingga

makin banyak antikoagulan yang dibutuhkan, dengan konsekuensi sering

timbulnya efek samping (Roesli, 2016).

2.3.4 Kecukupan Dosis Hemodialysis

Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi

hemodialysis. Adekuasi hemodialysis di ukur dengan menghitung urea

reduction ratio (URR) dan urea kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR

dihitung dengan mencari nilai rasio antara kadar ureum pradialisis yang

dikurangi kadar ureum pasca dialysis dengan kadar ureum pasca dialysis.

Kemudian, perhitungan nilai Kt/V juga memerlukan kadar ureum

pradialisis dan pasca dialysis, berat badan pradialisis dan pasca dialysis

dalam satuan kilogram, dan lama proses hemodialysis dalam satuan jam.
Pada hemodialysis dengan dosis 2 kali seminggu, dialysis dianggap cukup

bila nilai URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2 -1,4 (Swartzendruber et al,

2012).

2.3.5 Frekuensi Hemodialisa

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti bagi pasien yang

mengalami GGK, pasien melakukan HD rutin 2x setiap minggu seumur

hidup, untuk mempertahankan kehidupannya agar terbebas dari gejala

yang disebabkan gagalnya fungsi ginjal pasien. Setiap melakukan HD

pasien harus menjalani prosedur tindakan berupa pembersihan darah

pasien dengan cara mengalirkan darah pasien ke mesin HD untuk

dibersihkan kemudian dikembalikan lagi ketubuh pasien melalui akses

vaskuler yaitu mengeluarkan darah dari pembuluh darah dengan

menggunakan jarum. Setiap kali menjalani HD pasien mendapatkan

penusukan 2 jarum untuk darah masuk dan keluar, hal ini terkadang

merupakan sumber stressor bagi pasien karena tindakan tersebut

menimbulkan rasa nyeri.

Frekuensi HD tergantung dengan tingkat kerusakan fungsi ginjal

pasien, idealnya HD dilakukan 2 sampai 3 kali perminggu dengan durasi 4

sampai 5 jam per sesi HD, namun ada sebagian pasien hanya menjalani

HD satu kali dalam seminggu, hal ini dilakukan karena pertimbangan

ekonomi dan jarak rumah dengan rumah sakit yang jauh. Jumlah frekuensi

HD dimaksudkan agar pasien tidak mengalami uremia dan gangguan

kelebihan cairan serta komplikasi yang disebabkan oleh kerusakan ginjal,


semakin sering frekuensi HD diharapkan semakin bagus kualitas hidup

pasien. (Ibrahim, 2012).


2.4 Kerangka Konsep

Aktif
Motivasi keluarga Keaktifan terapi
hemodialisa Tidak aktif

Frekwensi
hemodialisa :
idealnya HD
dilakukan 2
sampai 3 kali
perminggu
dengan durasi 4
Keterangan : sampai 5 jam per
_________ : Di teliti sesi HD
-------------- : Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Motivasi Keluarga dengan


Keaktifan Menjalani Terapi Hemodialisa di Unit
Hemodialisa RSM Ahmad Dahlan Kediri

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Ada Hubungan Motivasi Keluarga dengan Keaktifan Menjalani

Terapi Hemodialisa di Unit Hemodialisa RSM Ahmad Dahlan

Kediri

H0 : Tidak Ada Hubungan Motivasi Keluarga dengan Keaktifan

Menjalani Terapi Hemodialisa di Unit Hemodialisa RSM Ahmad

Dahlan Kediri

You might also like