You are on page 1of 4

Khutbah Pertama – Qona’ah Ka’ab Al-Qurodi, Wahab bin Munabbih, mereka berkata bahwa yang

ِ ‫ْن ْال َح ِّق لِي ُْظ ِه َرهُ َعلى ال ِّدي‬


‫ْن ُكلِّ ِه َولَ ْو َك ِر َه‬ ِ ‫هلل الَّذِىْ َأرْ َس َل َرس ُْولَ ُه ِب ْالهُدىْ َو ِدي‬ ِ ‫اَ ْل َحمْ ُد‬ dimaksud ً‫ َحيَ اةً طَيِّبَ ة‬yang Allah janjikan bagi orang-orang yang beriman
.ُ‫ َوَأ ْش َه ُد َأنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُه‬،ُ‫ك لَه‬
َ ‫ َأ ْش َه ُد َأنْ آل ِإل َه ِإالَّ هللا ُ َوحْ دَ هُ اَل َش ِر ْي‬.‫ْال ُم ْش ِر ُك ْو َن‬ adalah sifat qana’ah.
،‫ َأمَّا َبعْ ُد‬.‫صحْ ِب ِه أجْ َم ِعي َْن‬ َ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلى َخا َت ِم ْاالَ ْن ِب َيآ ِء َو ْالمُرْ َسلِي َْن م َُح َّم ٍد وَّ َعلى آلِ ِه َو‬ َ ‫اَللّ ُه َّم‬ Kata Hasan Al-Bashri:
‫ ومنْ َّي َّتق هّٰللا‬:‫َفيا عِ بادَ هللا ِا َّتقُ ْوا هللا ح َّق ُت َقا ِت ِه والَ َتم ُْو ُتنَّ ِاالَّ واَ ْن ُتم مُسْ لِم ُْون َف َقال هللا َتعالَى‬ ‫لَ َنرْ ُز َق َّن ُه َق َنا َع ًة َي ِج ُد لَ َّذ َت َها فِي َق ْل ِب ِه‬
َ ِ َ َ َ ُ َ َ ْ َ َ َ َ ِ َ َ
‫هّٰللا‬ ۗ ‫هّٰللا‬ ۗ ُ
‫ َّو َيرْ ُز ْق ُه مِنْ َحيْث اَل َيحْ َتسِ بُ َو َمنْ َّي َت َو َّك ْل َعلَى ِ َفه َُو َحسْ ب ُٗه اِنَّ َ َبالِ ُغ‬.‫َيجْ َع ْل ل ٗه َم ْخ َرجً ا‬ َّ “(Siapa yang beriman) akan kami anugerahkan qanaah. Dia merasakan
‫مْر ٖۗه َق ْد َج َع َل هّٰللا ُ لِ ُك ِّل َشيْ ٍء َق ْدرً ا‬
ِ َ‫ا‬
kelezatan di dalam hatinya.”
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, Ma’asyiral muslimin,
Di hari Jumat yang mulia ini, khatib mengajak jamaah sekalian untuk Inilah sifat qona’ah, menerima dengan apa yang Allah anugerahkan. Jika
senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah sifat qona’ah meresap dalam hati seorang, maka otomatis dia bahagia.
subhanahu wa ta’ala, dengan merasakan kehadiran Allah di setiap waktu Dan kapan sifat qona’ah ini dicabut, maka dia akan menjadi orang yang
yang kita jalani di kehidupan kita. Apabila kita belum mampu untuk sengsara. Karena tidak akan pernah puas, meskipun Allah telah berikan
merasakan kehadiran Allah, maka ketahuilah para jamaah sekalian, kepada dia anugerah yang begitu banyak.
sungguh Allah subhanahu wa ta’ala selalu mengawasi kita di setiap Inilah pendapat yang dipilih oleh Al-Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya
waktu. bahwa ً‫طيِّبَة‬
َ ً‫ َحيَاة‬adalah qona’ah. Hal ini karena ketika kita melihat orang-

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, orang beriman, kita tahu orang beriman ada yang diberi harta yang
Sesungguhnya di antara pokok landasan kebahagiaan adalah memiliki banyak, ada yang diberi harta yang sedikit, ada yang hidupnya sedang,
sifat qana’ah, yaitu nerima dengan apa yang Allah berikan/anugerahkan ada yang susah, namun ada satu hal yang mereka sepakat di dalamnya,
kepadanya tanpa memandang orang-orang yang lain tentang rezeki yaitu sama-sama qona’ah. Apakah dia kaya ataukah miskin atau sedang,
mereka, tentang kemewahan mereka, tetapi dia merasa puas dengan apa mereka semua qona’ah.
yang Allah anugerahkan kepadanya. Maka jangan menyangka bahwasanya ً‫( َحيَ اةً طَيِّبَ ة‬kehidupan yang baik)
Barangsiapa yang memiliki sifat qana’ah, maka dia adalah orang yang adalah banyaknya harta. Banyak harta tidak menjamin seseorang
berbahagia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: kemudian bahagia. Karenanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah
bersabda:
‫صالِحً ا مِّن َذ َك ٍر َأ ْو ُأن َثى َوه َُو مُْؤ ِمنٌ َفلَ ُنحْ ِي َي َّن ُه َح َيا ًة َط ِّي َب ًة‬
َ ‫َمنْ َع ِم َل‬
“Barangsiapa beramal shalih laki-laki maupun wanita dalam kondisi ‫س‬ ِ ‫ْس ْال ِغ َنى َعنْ َك ْث َر ِة ْال َع َر‬
ِ ‫ َولَكِنَّ ْال ِغ َنى غِ َنى ال َّن ْف‬، ‫ض‬ َ ‫لَي‬
beriman, maka Kami akan anugrahkan kepada dia kehidupan yang “Bukanlah namanya kekayaan adalah dengan harta yang banyak, tetapi
baik/bahagia.” (QS. An-Nahl[16]: 97) kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari)
Banyak ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ً‫َحيَ اةً طَيِّبَ ة‬ Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
(kehidupan yang baik) adalah sifat al-qona’ah. Sebagaimana diriwayatkan Ketika seorang qona’ah, maka apapun kondisinya dia akan bahagia.
dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Adapun jika seseorang memiliki harta yang banyak, tapi jika dia tidak
‘Anhuma, kemudian dari para tabi’in, Hasan Al-Bashri, Muhammad bin qona’ah, dia tidak akan bahagia. Lihatlah orang-orang kaya yang tidak
dianugerahi qona’ah, mereka hidup dengan kesengsaraan. Terkadang di
hadapan mereka ada makanan yang terlezat, ada tempat tidur yang Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
terindah dan paling empuk, namun mereka sulit untuk tidur, mereka sulit Barangsiapa yang telah meraih qona’ah, dia akan mendapatkan banyak
untuk makan. kelezatan. Pertama, dia akan bahagia, tenteram, hatinya bahagia, apa
Pikiran mereka selalu mengikuti perkembangan dunia, apa yang telah yang Allah berikan kepada dia maka dia bersyukur Alhamdulillah.
terjadi, Si Fulan bagaimana keberhasilannya? Dia selalu mengikuti dan Yang kedua dia tidak akan hasad. Dia melihat orang punya kekayaan, dia
tidak pernah merasa puas. Bahkan kalau kita terkadang bertemu dengan santai saja, tidak terpengaruh. Kalau ada yang cerita kalau Si Fulan sudah
sebagian orang kaya kemudian kita ngobrol dengan dia, maka dia akan beli ini beli anu maka dia bilang “Alhamdulillah, semoga dia jadi orang
menceritakan tentang kesulitan kehidupan dunia, berbicara tentang yang bersyukur. Kita berdoa semoga dia pandai mensyukuri nikmat
kondisi perusahaannya yang repot, tentang keuangannya yang sulit, Allah.” Dia tidak ada hasad dan jengkel. Hal ini karena dia qona’ah. Dia
tentang masalah ini masalah anu, tentang banyak hal diceritakan padahal tidak lirik sana-sini, tidak sibuk mengikuti Si Fulan sudah maju, kita masih
dia orang kaya raya, seakan-akan dia sedang sengsara. Kita lihat telat, tidak demikian. Dia santai saja karena dia qona’ah, dia memperoleh
bagaimana kesulitan yang terkumpul dalam kepalanya. kebahagiaan yang dia harapkan.
Sebaliknya terkadang kita bertemua dengan seorang miskin, rumahnya Kemudian juga dia ridha dengan apa yang Allah berikan kepadanya. Apa
sederhana, motornya butut, tapi kalau kita bertanya dia selalu yang Allah bagikan kepada dia maka dia ridha. Dan apa yang Allah berikan
mengatakan: “Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah.” Kemudian dia kepada orang lain pun ia ridha dengan pembagian tersebut. Ini semua
mulai menceritakan tentang kenikmatan yang dia rasakan, “Alhamdulillah karena qona’ah. Syaratnya dia harus beriman dan beramal shalih agar
saya baru punya ini, Alhamdulillah saya kemarin ke sana.” Padahal dia Allah bisa memberikan qona’ah dalam hatinya.
miskin. Kalau kita mendengar perkataannya, seakan-akan kita menyangka Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
dia seorang raja, seorang yang tinggal di sebuah istana. Mungkin kita bertanya bagaimana cara kita bisa meraih qona’ah?
Oleh karenanya benar perkataan Al-Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala: Caranya yaitu:
‫ فَأنت ومـالـك الـدنيا ســواء‬,‫إذا ما كنـت ذا قلب قنـــوع‬ Yang pertama, qona’ah diperoleh dengan iman dan amal shalih. Tadi
“Kalau engkau memiliki hati yang qona’ah, sesungguhnya engkau dan raja Allah sudah syaratkan:
sama saja.” ٌ‫صالِحً ا مِّن َذ َك ٍر َأ ْو ُأن َثى َوه َُو مُْؤ ِمن‬
َ ‫َمنْ َع ِم َل‬
Hal ini karena seorang sudah bahagia. Kalau kita sudah qona’ah, maka “Barangsiapa yang beramal shalih lelaki maupun wanita dengan syarat
kita sudah puas. dia beriman…”
Oleh karenanya dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah ‫َفلَ ُنحْ ِي َي َّن ُه َح َيا ًة َط ِّي َب ًة‬
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Kami akan berikan dia qona’ah dalam kehidupannya.”
ُ‫َق ْد َأ ْفلَ َح َمنْ َأسْ لَ َم َور ُِز َق َك َفا ًفا َو َق َّن َع ُه هَّللا ُ ِب َما آ َتاه‬ Yang kedua, dia berusaha menghitung-hitung nikmat Allah yang ada pada
“Sungguh beruntung orang yang Islam kemudian diberi rezeki yang kafaf dirinya. Sesungguhnya nikmat Allah sangat banyak yang ada pada dirinya.
(tidak berlebihan dan tidak kurang, rezeki yang cukup) dan Allah Nikmat kesehatan, nikmat keluarga, nikmat anak-anak, nikmat tempat
menjadikan dia qona’ah (nerima) dengan apa yang Allah anugerahkan tinggal, nikmat pergi ke masjid, nikmat bisa beribadah, nikmat bisa shalat
kepadanya.” (HR. Muslim) Jumat, banyak kenikmatan yang dia rasakan.
Oleh karenanya Allah mengatakan: Kalau kita tidak punya kendaraan, hanya berjalan kaki, masih banyak
‫ت هَّللا ِ اَل ُتحْ صُو َها‬
َ ‫َوِإن َت ُع ُّدوا نِعْ َم‬ orang yang tidak bisa berjalan karena tidak memiliki kedua kaki. Dan
“Kalau kalian menghitung-hitung nikmat Allah kalian tidak akan bisa masih banyak, kita selalu lihat ke bawah. Kalau Anda gajinya sedikit,
menghitungnya…” masih banyak orang yang gajinya lebih kecil dan masih banyak orang yang
‫ان لَ َظلُو ٌم َك َّفا ٌر‬
َ ‫ِإنَّ اِإْلن َس‬ belum dapat pekerjaan.
“Hanya saja manusia itu suka dzalim dan ingkar dengan nikmat yang Allah Dengan senantiasa melihat kebawah, maka kita akan senantiasa
berikan kepadanya.” (QS. Ibrahim[14]: 34) bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memiliki sifat qona’ah.
Bahkan saya katakan seandainya seluruh penduduk dunia kita kumpulkan Dunia hanya sementara
untuk menghitung nikmat yang Allah berikan kepada kita, maka mereka Kemudian di antara hal yang membantu kita untuk qona’ah yaitu harus
tidak akan mampu. Karena nikmat Allah tiada pengunjungnya. yakin bahwasanya dunia ini hanyalah sementara, bukan tempat tinggal
Nikmat Allah sangat banyak. Jangan kita menjadi orang yang hanya ingat- selama-lamanya. Apa yang kita kejar di dunia ini akan kita tinggalkan itu
ingat musibah dan lupa dengan nikmat-nikmat Allah. semuanya. Lihatlah sebagian orang mengumpulkan harta sebanyak-
َ ‫ِإنَّ اإل ْن َس‬
‫ان ل َِر ِّب ِه لَ َك ُنو ٌد‬ banyaknya kemudian dia tinggalkan begitu saja. Dia latih mengumpulkan
“Sesungguhnya manusia suka berkeluh kesah.” (QS. Al-‘Adiyat[100]: 6) harta tersebut.
Hasan Al-Bashri berkata: Kita bukan dilarang mencari harta, tetapi yang kita inginkan qona’ah.
‫يذكر المصائب وينسى النعم‬ Dapat sekian kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dapat
“Hanya ingat-ingat musibah dan lupa dengan nikmat-nikmat yang Allah banyak atau sedikit bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah
berikan kepadanya.” yang lebih tahu apa yang lebih baik buat kemaslahatan kita. Bisa jadi
Yang ketiga, selalu melihat kebawah tentang urusan dunia. Kata Nabi kalau kita diberi harta yang banyak maka kita lupa diri, bisa jadi kita
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: sombong yang menyebabkan kita masuk neraka jahanam, bisa jadi kita
‫اُ ْنظُرُوْ ا ِإلَى َم ْن هُ َو َأ ْسفَ َل ِم ْن ُك ْم َواَل تَ ْنظُرُا ِإلَى َم ْن هُ َو فَوْ قَ ُك ْم فَهُ َو َأجْ َد ُر َأ ْن الَ ت َْز َدرُوْ ا نِ ْع َمةَ هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم‬ bermaksiat karena memiliki harta yang banyak. Maka kita terima apa
“Lihatlah kepada yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat yang yang Allah takdirkan dan anugerahkan kepada kita.
di atas kalian, sesungguhnya hal ini akan menjadikan kalian tidak Balasan sesungguhnya adalah di surga
meremehkan nikmat yang Allah berikan kepada kalian.” (HR. Muslim). Kemudian juga harus ingat bahwasanya balasan yang sesungguhnya bagi
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, orang beriman adalah di surga, bukan di dunia. Dunia Allah berikan
Betapapun kondisi kita, pasti ada yang lebih para daripada kita. sekedarnya. Kita bersabar dalam kehidupan ini karena balasan yang
Seandainya ada seorang hanya bisa melihat dengan satu mata, ketahuilah sesungguhnya bagi orang yang beriman adalah di surga kelak.
ada orang yang buta. Seandainya ada orang yang belum punya rumah Bergaul dengan orang-orang qona’ah
tapi sudah bisa sewa rumah, masih banyak orang yang tinggal berantakan Jangan lupa untuk bergaul dengan orang-orang yang qona’ah. Jangan
entah tinggal dimana, ada yang di bawah kolong jembatan, bahkan ada salah bergaul. Kalau kita bergaul dengan teman-teman yang selalu cerita
orang yang tinggal di negara lain menjadi pengungsi. tentang dunia, tentang tas branded, tentang jam branded, tentang mobil
mewah, pembicaraannya selalu dunia.
‫‪Hati kita lemah. Ketika kita bergaul dengan orang yang selalu berbicara‬‬ ‫ان ِإلَى َي ْو ِم القِ َيا َمةِ‪َ .‬أمَّا َبعْ ُد‪َ ،‬ف َيا َأ ُّي َها ال َّناسُ ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ‬
‫َوَأصْ َح ِاب ِه َو َمنْ َت ِب َع ُه ْم بِِإحْ َس ٍ‬
‫‪tentang dunia maka kita akan terpengaruh. Akhirnya kita tidak pernah‬‬
‫ُصلُّ ْو َن َعلَى ال َّن ِبيِّ ‪ٰ ،‬يَأ يُّها‬ ‫از ْال ُم َّتقُ ْو َن‪َ .‬ف َقا َل هللا ُ َت َعالَى‪ِ :‬إنَّ َ‬
‫هللا َو َماَل ِئ َك َت ُه ي َ‬ ‫ِب َت ْق َوى ِ‬
‫هللا َف َق ْد َف َ‬
‫‪bahagia dengan apa yang Allah berikan kepada kita.‬‬
‫‪Sebagian orang kaya -mungkin kita lihat dari satu sisi dia kaya raya- tapi‬‬ ‫ص ِّل َعلَى َس ِّي َد َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى َأ ِل َسيِّدَ َنا م َُح َّمدٍ‪.‬‬‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّم ُْوا َتسْ لِ ْيمًا‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬
‫الَّ ِذي َْن آ َم ُن ْوا َ‬
‫‪lihat begitu banyak yang mungkin Allah ambil dari dirinya. Sebagai orang‬‬ ‫ت َو ْالمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َماتِ‪ ،‬اََأْلحْ يا ِء ِم ْن ُه ْم َو ْاالَم َْواتِ‪ .‬الل ُه َّم ْاد َفعْ‬‫اغفِرْ ل ِْلمُْؤ ِم ِني َْن َو ْالمُْؤ ِم َنا ِ‬
‫الل ُه َّم ْ‬
‫‪mungkin dari sisi harta dia kaya raya, tapi bisa jadi istrinya tidak taat,‬‬
‫الزالَ ِز َل َو ْالم َِح َن َوس ُْو َء ْالفِ َت ِن َو ْالم َِح َن َما َظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب َط َن‬ ‫َع َّنا ْال َبالَ َء َو ْا َلو َبا َء والقُر ُْو َن َو َّ‬
‫‪adapun istri kita taat kepada kita misalnya. Bisa jadi anak-anaknya tidak‬‬
‫‪berbakti, sedangkan anak-anak kita berbakti, ini adalah rezeki luar biasa.‬‬ ‫َان ْالمُسْ لِ ِمي َْن عام ًَّة َيا َربَّ ْال َعالَ ِمي َْن اللَّ ُه َّم َأ ِر َنا ْال َح َّق‬ ‫َعنْ َبلَ ِد َنا ِإ ْن ُدو ِنيْسِ يَّا خآص ًَّة َو َس ِ‬
‫اِئر ْالب ُْلد ِ‬
‫‪Orang hanya melihat dari sisi dunia. Makanya dikatakan “Jangan hanya‬‬ ‫اع ُه َوَأ ِر َنا ْالبَاطِ َل بَاطِ اًل َوارْ ُز ْق َنا اجْ ِت َنا َبهُ‪َ .‬ر َّب َنا آتِنا َ فِى ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفِى‬ ‫َح ًّقا َوارْ ُز ْق َنا ا ِّت َب َ‬
‫‪melihat apa yang Allah berikan kepada seseorang, tapi lihat juga apa yang‬‬
‫هللا َيْأ ُم ُر ِباْ َلع ْد ِل‬ ‫هّٰلِل‬
‫هللا‪ِ ،‬إنَّ َ‬ ‫ار‪َ .‬واَ ْل َحمْ ُد ِ َربِّ ْال ٰعلَ ِمي َْن ٍع َبا َد ِ‬ ‫ْاآلخ َِر ِة َح َس َن ًة َوقِ َنا َع َذ َ‬
‫اب ال َّن ِ‬
‫‪Allah ambil darinya.” Bisa jadi yang Allah ambil darinya lebih banyak‬‬
‫ِظ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر ُْو َن‪،‬‬‫بى َو َي ْن َهى َع ِن ْال َفحْ شا ِء َو ْال ُم ْن َكر َو ْال َب ْغي َيع ُ‬
‫ان َوِإيْتا ِء ذِي ْالقُرْ َ‬ ‫َو ْاِإلحْ َس ِ‬
‫‪daripada yang Allah berikan kepada dia.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫‪Maka seorang tidak perlu melirik kesana, melirik ke sini, dia berusaha‬‬ ‫هللا َأ ْك َبرْ‬ ‫هللا ْا َلعظِ ْي َم َي ْذ ُكرْ ُك ْم‪َ ،‬وا ْش ُكر ُْوهُ َع َ‬
‫لى ِن َع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم‪َ ،‬ولَ ِذ ْك ُر ِ‬ ‫َو ْاذ ُكرُوا َ‬
‫‪dalam kehidupan dunia ini dan nerima dengan apa yang Allah berikan‬‬
‫‪kepadanya.‬‬
‫‪Semoga kita memiliki sifat qona’ah, ikhlas menerima atas apa yang Allah‬‬
‫‪dianugrahkan kepada kita.‬‬
‫آن ْا َلعظِ ي ِْم َو َن َف َعنِي َوِإيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه مِنْ آ َي ِة َو ِذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‪َ .‬أقُ ْو ُل‬
‫ك هللا لِي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ ِ‬ ‫ار َ‬
‫َب َ‬
‫َق ْولِي َه َذا َفأسْ َت ْغفِ ُر َ‬
‫هللا ال َعظِ ْي َم ِإ َّن ُه ه َُو ال َغفُ ْو ُر الرَّ ِحيْم‬

‫‪Khutbah II‬‬

‫ك َلهُ‪َ ،‬وَأ ْش َه ُد أنَّ‬ ‫ْال َحمْ ُد هَّلِل ِ َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ ُث َّم ْال َحمْ ُد هَّلِل ِ‪َ .‬أ ْش َه ُد أنْ آل إلَ َه ِإاَّل هللا ُ َوحْ دَ هُ اَل َش ِري َ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى َن ِب ِّي َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى َألِ ِه‬
‫َسيِّدَ َنا م َُحم ًَّدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْول ُ ُه الَّذِيْ اَل َن ِبيّ بعدَ هُ‪ .‬اَللَّ ُه َّم َ‬

You might also like