Professional Documents
Culture Documents
Lesson Learn Dari Krisis Afghanistan - Taliban
Lesson Learn Dari Krisis Afghanistan - Taliban
tragedi 9/11 di New York dan Washington, di mana hampir 3.000 orang tewas. Para petinggi
AS mengidentifikasi Al Qaeda dan pemimpinnya, Osama bin Laden, sebagai dalang
serangan tersebut. Bin Laden saat itu berada di Afghanistan dalam perlindungan Taliban
yang berkuasa sejak 1996. Taliban menolak menyerahkannya, lalu invasi Amerika ke
Afghanistan 2003 terjadi yang dengan cepat menyingkirkan kelompok milisi tersebut.
Invasi Amerika dan sekutunya pada tahun 2003 ke Afghanistan juga mengusung janji
mendukung demokrasi dan menghilangkan ancaman teroris. Akan tetapi, itu bukan
kekalahan Taliban. Mereka hanya mundur perlahan untuk menyusun ulang kekuatan.
Tentara Amerika di Afghanistan dibantu NATO, dan Pemerintah Afghanistan yang baru
mengambil alih pada 2004, tetapi serangan mematikan Taliban terus berlanjut. Tambahan
pasukan yang dikerahkan Presiden Barack Obama pada 2009 kembali memojokkan Taliban,
tapi tidak untuk jangka panjang. Kemudian pada 2014, akhir tahun paling berdarah sejak
2001, pasukan internasional NATO mengakhiri misi tempur mereka, menyerahkan tanggung
jawab keamanan kepada tentara Afghanistan. Penarikan itu memberi momentum kepada
Taliban, dan mereka merebut banyak wilayah. Pembicaraan damai antara AS dengan Taliban
lalu dimulai secara tentatif, tetapi Pemerintah Afghanistan hampir tidak terlibat. Hasil
pembicaraan pada Februari 2020 di Qatar itu adalah penarikan pasukan asing.
2. Bagaimana reaksi kelompok militan jihadis di seluruh dunia termasuk Indonesia atas
kemenangan Taliban di Afghanistan?
Jawab:
Suriah
Hei'at Tahrir al-Sham (HTS), satu-satunya kelompok di dunia yang memutuskan
hubungan dengan ISIS dan al-Qaeda pada tahun 2016, telah mengamati
pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban dengan hati-hati dari kubunya di Idlib,
sebuah provinsi di barat laut Suriah. Sementara Taliban berjanji kepada AS,
sebagai bagian dari Perjanjian Doha Februari 2020, bahwa Afghanistan tidak akan
menjadi landasan bagi serangan asing, ia tidak secara eksplisit berkomitmen
untuk menahan al-Qaeda kecuali jika ada bukti rencana tersebut. Sebaliknya, HTS
telah secara militer menundukkan afiliasi lokal al-Qaeda.
HTS berfokus pada mempertahankan kendali dan mengatur wilayah di Idlib.
Banyak orang di bagian Suriah yang dikuasai pemberontak menginginkan militan
memerangi rezim Suria. HTS telah berkomitmen untuk melakukan gencatan
senjata dengan pasukan rezim Suriah dan sekutu mereka yang dinegosiasikan oleh
Turki dan Rusia . Banyak orang di bagian Suriah yang dikuasai pemberontak
menginginkan militan memerangi rezim Suria dan mengecam HTS karena
meninggalkan jihad, seperti yang mereka lihat, demi gencatan senjata.
Untuk menjawab kritik tersebut, tokoh agama tertinggi di HTS, Abdul-Rahim
Attoun menjelaskan bahwa upaya untuk meniru pendekatan militer Taliban di
Suriah akan terlalu dini dan bahwa mengejar perang gerilya akan membawa
reaksi militer yang brutal dari Damaskus dan para pendukungnya, yang membuat
HTS kehilangan kendali atas Idlib mengingat keseimbangan kekuatan sangat
condong ke arah Damaskus.
Yaman
Reaksi pertama, dari pemberontak Huthi yang menguasai Sanaa dan memicu
perang saudara hingga kini. Salah satu tujuan Huthi adalah menggulingkan
pemerintah Yaman yang dinilai korup. Banyak yang menganggap perang Yaman
merupakan konflik antara Arab Saudi yang mendukung pemerintah Yaman dan
Iran yang mendukung Huthi. Huthi percaya bahwa Taliban telah menunjukkan
bahwa kelompok bersenjata domestik yang berkomitmen dan sabar dengan
legitimasi lokal dapat bertahan lebih lama dari musuh eksternal yang jauh lebih
kuat yang bergerak di medan yang tidak dikenal. Tanggapan kedua, agak mirip,
datang dari al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP), waralaba lokal dari gerakan
global. AQAP dianggap sebagai cabang Al-Qaeda yang paling berbahaya. Sambil
memuji perlawanan lokal terhadap kekuatan luar, AQAP menyajikan peristiwa di
Afghanistan sebagai sinyal yang jelas bahwa jihad adalah "jalan realistis" menuju
sukses.
Somalia
Kemenangan Taliban tentu menjadi sumber inspirasi bagi kelompok tersebut. Al-
Shabaab telah berperang di Somalia selama hampir lima belas tahun
sekarang. Untuk Taliban untuk menang setelah dua puluh tahun dapat diambil
oleh banyak pemberontak Al-Shabaab sebagai bukti bahwa mereka berada di
jalan yang benar.
Sahel
Negara-negara Sahel menampung sejumlah besar kelompok ekstremis , beberapa
diantaranya memiliki hubungan dekat dengan Negara Islam (ISIS) atau al Qaeda
seperti Jamaat Nusrat al-Islam wal Muslimin.(JNIM), yang kemungkinan akan
dikuatkan oleh kekuatan baru Taliban, yang pada gilirannya akan berdampak pada
bagaimana pemerintah Afrika memutuskan untuk melawan kelompok-kelompok
ini. Ini datang bersamaan dengan pengumuman dari Prancis untuk mengakhiri
operasi militer kontraterorisme regional di Sahel dan mengurangi setengah
kehadiran militernya pada tahun 2022. Ini membuat Misi Stabilisasi Terintegrasi
Multidimensi PBB di Mali (MINUSMA) dengan beban yang lebih berat yang
berisi kegiatan teroris dan ekstremis. di wilayah tersebut. Konteks Afghanistan
mungkin bergema untuk kelompok-kelompok ekstremis kekerasan di Sahel
sehingga menjadi situasi yang sangat berbahaya bagi keamanan internasional.
Hamas dan Jihad Islam
Hamas yang telah memberi selamat kepada Taliban atas kemenangannya yang
menakjubkan. Tokoh senior Hamas Musa Abu Marzuk memuji Taliban atas
kepintaran dan kemampuannya untuk menghadapi Amerika Serikat dan sekutunya
sambil menolak semua kompromi yang diusulkan, dan tanpa jatuh ke dalam
jebakan “demokrasi” dan “pemilihan”.
Menurut Jihad Islam, keberhasilan Taliban merupakan "pembebasan tanah
Afghanistan dari pendudukan Barat dan Amerika.
Jemaah Islamiyah (JI)
Mantan pimpinan kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI), Abu Tholut, menilai
kemenangan Taliban di Afghanistan tidak akan berpengaruh terhadap kebangkitan
terorisme di Indonesia. Abu Tholut mengatakan, tidak ada bukti empiris bahwa
suatu kemenangan gerakan di luar negeri memicu aksi terorisme. Sebagai contoh,
kemenangan pemimpin Revolusi Iran, Ayatollah Khomeini, pada 1979,
memunculkan euforia di banyak negara, termasuk Indonesia. Namun, tidak ada
gerakan terorisme yang muncul.
Kedua, kemenangan Mujahidin di Afghanistan pada 1992 juga tidak berdampak
sama sekali. Baru pada 1999 atau 7 tahun setelah kemenangan Mujahidin, kata
Abu Tholut, ada konflik Ambon yang memicu bom Natal.
Menurut Abu Tholut, aksi terorisme justru muncul ketika Amerika Serikat dan
NATO (Organisasi Pertahanan Atlantik Utara) masuk Afghanistan pada 2001.
Menurutnya gerakan kemenangan tidak memicu apa-apa yang sifatnya terorisme.
Justru yang memicu adalah berita tentang kekalahan, kezaliman, berita duka,
Euforia ini justru kerap berbuntut pada upaya rekrutmen oleh kelompok JI.
Masyarakat umum terbawa arus, terbawa menganggap ini kemenangan Islam.
Akibatnya mereka mudah direkrut. Banyak dibaiat. Efek dari euforia membuat
banyak orang untuk masuk.
Hal ini juga terjadi pada 2013 lalu, saat kelompok teror ISIS menyatakan
kemenangan mereka di Suriah dan membentuk negara khilafah. Banyak
simpatisan termasuk JI di Indonesia, yang menganggap ini sebagai kemenangan
Islam. Mereka kemudian menggiring opini ini ke masyarakat.
3. Apa penyebab dunia internasional belum mengakui Taliban berkuasa di Afghanistan
secara hukum padahal secara de-facto Taliban berkuasa di Afghanistan?
Apa pentingnya pengakuan tersebut bagi pemerintahan Taliban?
Jawab: De facto adalah bentuk pengakuan suatu negara terhadap negara lain yang sudah
memenuhi syarat-syarat sebagai satu negara yaitu wilayah, rakyat dan pemerintahan.
Sementara de jure adalah pengakuan berdasarkan hukum internasional tentang negara
baru.
Untuk mendapat pengakuan de jure, Taliban harus meyakinkan negara lain kalau mereka
mampu memenuhi segala hak dan kewajiban yang ada.
Tiga bulan setelah berkuasa, Taliban hingga kini belum juga bisa membawa Afghanistan
keluar dari krisis ekonomi dan kemanusiaan. Akar masalahnya ada pada Taliban sendiri,
yakni belum membentuk pemerintahan inklusif seperti yang dijanjikan. Padahal, itu
syarat kunci meraih pengakuan internasional.
Pertengahan Oktober lalu, Taliban memang telah memenangi dukungan dari 10 negara
kawasan dalam pembicaraan di Moskwa, Rusia, untuk membahas bantuan PBB. Seruan
memobilisasi bantuan internasional untuk Afghanistan datang antara lain dari Rusia,
China, India, dan Pakistan.
Namun, negara-negara belum juga memberikan pengakuan resmi kepada pemerintahan
Taliban karena pemerintahan inklusif yang dijanjikannya tak kunjung dibentuk. Dengan
kata lain, tanpa terbentuknya pemerintahan inklusif, Taliban sulit mendapatkan
pengakuan dari komunitas internasional.
Pengakuan internasional bisa menjadi modal Taliban untuk mencegah keruntuhan
ekonomi dan bencana kemanusiaan. Pengakuan memungkinkan investasi asing, bantuan
keuangan, dan bantuan kemanusiaan internasional mengalir ke Afghanistan melalui
Taliban.
Cadangan devisa dan aset Afghanistan yang dibekukan AS pun bisa dibuka dan kembali
ke Afghanistan. Semuanya itu dapat digunakan Taliban untuk memulihkan kembali
Afghanistan dari keterpurukan akibat perang 20 tahun.
November 2021, Taliban dalam pertemuan dengan UE di Doha, Qatar, meminta bantuan
agar Bandara Internasional Kabul tetap beroperasi.
UE akan terus memasok bantuan kemanusiaan. Namun, bantuan itu tidak melalui Taliban
tetapi langsung ke kelompok masyarakat yang membutuhkan.
Taliban dalam pertemuan bersumpah untuk menepati janjinya tentang ”pengampunan”
bagi warga yang menentangnya selama dua dekade pemerintahan dukungan Barat.
Taliban juga berjanji mengizinkan warga Afghanistan dan orang asing yang ingin pergi
dari negara itu. Untuk itu Taliban meminta bantuan untuk mempertahankan operasi
bandara.
UE juga mengatakan dapat membuka pembiayaan tambahan untuk penguasa Afghanistan
yang kekurangan uang, tetapi hanya untuk kepentingan langsung rakyat Afghanistan.
Syaratnya Taliban memenuhi kriteria yang diinginkan UE dan AS.
Afghanistan sangat bergantung pada bantuan AS dalam 20 tahun terakhir. Setelah
menarik pasukan dari Afghanistan, AS berjanji tetap memberikan bantuan kepada rakyat
Afghanistan tetapi tidak lewat Taliban. Situasi bisa berubah jika Taliban membentuk
pemerintahan inklusif, mendorong demokrasi, kesetaraan jender, akses bantuan
kemanusiaan, dan mencegah Afghanistan menjadi basis bagi kelompok yang mengancam
keamanan orang lain.
Taliban menegaskan kembali untuk menegakkan HAM ”sesuai prinsip-prinsip Islam”
dan akan menyambut kembali misi diplomatik yang telah ditutup.
Perdana Menteri Taliban Mohammed Hassan Akhund mengatakan, pemerintahan mereka
tidak dapat disalahkan atas krisis ekonomi yang memburuk. Dia mengklaim Taliban
sedang bekerja untuk memperbaiki kerusakan akibat korupsi oleh pemerintah terguling.
Dia menepis tekanan internasional yang menuntut pembentukan pemerintahan inklusif.
Akhund mengatakan, masalah pengangguran yang memburuk dan krisis keuangan telah
dimulai di bawah pemerintah sebelumnya. Kata dia, warga Afghanistan seharusnya tidak
percaya tudingan bahwa Taliban harus disalahkan sebagai pihak yang tidak mampu
memulihkan keadaan
Menurut Akund, pemerintah dukungan Barat yang digulingkan telah menjalankan sistem
terlemah di dunia. Ia merujuk pada praktik korupsi yang merajalela. Sebaliknya, Taliban
tidak melakukan praktik korupsi dan telah membawa keamanan di seluruh negeri.
Dia menambahkan, Taliban telah membentuk komite untuk mencoba menyelesaikan
krisis ekonomi dan membayar gaji kepada pegawai pemerintah yang sebagian besar tidak
dibayar selama berbulan-bulan.
4. Apakah Taliban dapat membawa Afghanistan keluar dari krisis ekonomi dan
kemanusiaan tanpa pengakuan internasional?
Jawab: Tanpa pengakuan internasional, masa depan Afghanistan akan suram, hanya akan
terus berada dalam spiral kekerasan di dalam negeri sendiri. Dibutuhkan pengakuan
internasional untuk berjalan menuju kestabilan. Dengan mendapatkan kepercayaan dunia
internasional, maka Taliban bisa memulai penataan Afghanistan. Terutama terkait dengan
ekonomi. Sebab jika Taliban tak bisa menghindarkan rakyat Afghanistan dari kelaparan,
maka akan terus terjadi ketidakpuasan. Kalau Taliban tak realisasikan pemerintahan
inklusif, maka tinggal tunggu waktu akan jatuh. Di sana akan sangat mudah terbentuk
aliansi sendiri-sendiri, tinggal tunggu waktu akan perang lagi. Selain itu sangat
diperlukan upaya pelucutan senjata-senjata yang berada di tangan berbagai kelompok
milisi. Kalau pelucutan senjata dimulai, berhasil, legitimate leader muncul, maka proses
penataan bisa berjalan.
Gejolak politik dan masalah keamanan kemungkinan akan menghambat kegiatan
ekonomi lebih jauh karena kedutaan asing, organisasi nirlaba yang aktif di negara
tersebut dan entitas lain ramai-ramai mengevakuasi warganya di Afghanistan.
Pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban dapat menyebabkan setengah tenaga kerja
negara itu diusir hingga investasi asing juga akan seret. Investasi asing sekarang akan
sangat sulit didapat. Tidak ada perusahaan yang mau berinvestasi di negara tanpa jaminan
pengembalian apa pun,
Jika Taliban tersebut mendapatkan pengakuan internasional, aset Afghanistan yang
dibekukan oleh komunitas internasional akan dicairkan sehingga Taliban lebih mudah
mengatur negara.
5. Menurut peserta, pelajaran apa saja yang dapat diambil untuk kepentingan Indonesia
ditinjau dari kemenangan Taliban di Afghanistan mulai dari :
- kekalahan pasukan pemerintah Ashraf Ghani
- perlunya pengakuan internasional dalam membangun sebuah negara
- Bagaimana sebaiknya pemerintah Indonesia menyikapi pemerintahan Afghanistan
pasca kemenangan Taliban, dikaitkan dengan hubungan internasional dan politik luar
negeri bebas aktif.
Jawab:
1. Perlunya kesadaran untuk berperilaku anti koruptif dan menjunjung tinggi
nasionalisme dibandingkan sukuisme dalam rangka membela dan mempertahankan
negara. Kekalahan pasukan pemerintah Afghanistan disebabkan oleh beberapa faktor
internal seperti korupsi yang menjalar dalam pasukan keamanan Afghanistan, bahkan
Kemendagri (yang membawahi kepolisian) dan Kemenhan (yang membawahi militer)
termasuk yang paling korup. Padahal AS dan sekutu memberi bantuan materi ke
pemerintah Afghanistan untuk membentuk pasukan. Gaji tidak dibayar, amunisi
bahkan makanan pun serba kurang. Maka tidak heran pasukan keamanan Afghanistan
mengalami demoralisasi dan desersi. Selain itu, nasionalisme yang kurang. Yang
bergabung dengan tentara kebanyakan bertujuan agar dapet gaji stabil, bukan untuk
bela negara.
2. Negara yang tidak diakui akan sangat mudah diserang dan dijajah negara lain,
ekonominya pun sulit berkembang karena tidak adanya investor yang berani
menanamkan modal di negara tersebut, akan sulit melakukan perdagangan
internasional. Saat negara tersebut dilanda bencana atau hal lain, akan sangat sulit
mendapat bantuan dari dunia intenasional. Penduduknya juga tidak dapat bepergian
ke negara lain. Terakhir, negara tersebut tidak dapat mengikuti event-event
internasional.
3. Politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif yang tidak mengikatkan diri secara
priori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan berupa
partisipasi atau pemikiran demi mewujudkan kedamaian dunia.
Presiden RI pada KTT luar biasa G20 tentang Afghanistan pada Oktober 2021,
menekankan bahwa sebagai garda terdepan, G20 harus mengupayakan terjaganya
kestabilan dan keamanan dengan pembentukan pemerintahan Afghanistan yang
inklusif. Selain itu, G20 diharapkan dapat mengakhiri krisis kemanusiaan di
Afghanistan dengan cara menggalang bantuan kemanusiaan bersama PBB. Terakhir,
Presiden mengatakan intuk memulihkan aktivitas ekonomi dan pembangunan.
Indonesia sendiri telah konsisten mendukung Afghanistan melalui berbagai program
pelatihan atau beasiswa sejak 2006.
DAFTAR PUSTAKA
Cambridge University Press, ‘U.S. Withdraws from Afghanistan as the Taliban
Take Control’. https://www.cambridge.org/core/journals/american-journal-of-
international-law/article/us-withdraws-from-afghanistan-as-the-taliban-take-control/
332A48929474069FB0AE228CD8C80925. Diakses 10 Mei 2022.
How did the Taliban take over Afghanistan so quickly?.
https://www.france24.com/en/live-news/20210816-how-did-the-taliban-take-over-
afghanistan-so-quickly. Diakses 10 Mei 2022
How Islamist Militants Elsewhere View the Talibans Victory in Afghanistan.
https://www.crisisgroup.org/global/how-islamist-militants-elsewhere-view-talibans-
victory-afghanistan. Diakses 10 Mei 2022
Kemenangan Taliban dan Dampaknya pada Kegiatan Terorisme di Indonesia.
https://nasional.tempo.co/read/1497216/kemenangan-taliban-dan-dampaknya-pada-
kegiatan-terorisme-di-indonesia. Diakses pada 10 Mei 2022
Ben Saul, ‘Recognition, and the Taliban’s International Legal Status’.
https://icct.nl/publication/recognition-talibans-international-legal-status. Diakses pada 10
Mei 2022
House of Commons Library, ‘Aid to Taliban-controlled Afghanistan’.
https://commonslibrary.parliament.uk/research-briefings/cbp-9343. Diakses pada 10 Mei
2022
Deret Milisi Dukung Kemenangan Taliban : Hamas hingga Al Qaeda.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210824142621-113-684635/deret-milisi-
dukung-kemenangan-taliban-hamas-hingga-al-qaeda/2. Diakses pada 10 Mei 2022
How the Sahel Become More Vulnerable. https://inkstickmedia.com/how-the-
sahel-became-more-vulnerable. Diakses pada 10 Mei 2022
Jubir BIN : Taliban Butuh Pengakuan Dunia Internasional.
https://www.beritasatu.com/dunia/821689/jubir-bin-taliban-butuh-pengakuan-dunia-
internasional. Diakses pada 10 Mei 2022
What Went Wrong With Afghanistan;s Defense Forces?.
https://foreignpolicy.com/2021/08/11/taliban-afghanistan-defense-forces-army-militias-
kabul. Diakses pada 10 Mei 2022