You are on page 1of 18

Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell:


Sebuah Penelusuran Epistemologi Fenomenologi

Anwar
Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada
anwar.kartodiningrat@gmail.com

Abstract

Nowdays, phenomenology as one of epistemologies in social science has contributed to


the Anthropology. The phenomenological roots as a philosophy also enter and connected
to the social science, especially in Anthropology. This journey was being started from
Edmund Husserl to Alfred Schutz. Ethnoscience as part of the paradigms from
phenomenology is a new identity in many Anthropological research. There are so many
ethnographical researches which has using this perspective, but not many people who
wants to focus and specific to explain the epistemology from that research. This article
intends to fill that empty, in order to ethnographical research is not only we read and
analyze as a practical reasons, but philosophical idea. This contribution has a big impact
for Anthropology’s design in the future.

Methodological research from this article based on literature study not fieldwork as a
usual (like observation and interview). Etnografi Navigasi Bugis by Gene Ammarell
becomes an example to study about the epistemology from ethnographical research.

This ethnography is proven to be a phenomenological research and containing some


assumptions that Bugis’ fisherman in Balabaloang has local knowledge about ocean
navigation. What Gene Ammarell doing can attain a knowledge and consciousness
(collective) about fisherman’s navigation in Balabaloang. Therefore, he also called as
phenomenologist.

Keywords: Epistemology, Phenomenology, Ethnoscience, Navigasi Bugis

Pengantar secara kuat bahwa Antropologi yang digagas


Pengaruh positivis dalam ilmu Koentjaraningrat berepistemologi positivistis.
pengetahuan sosial dan budaya khususnya Simpulan ini ditempuh melalui penelusuran
bidang Antropologi dan perkembangannya saat akademis yang mendalam. Selanjutnya, kita
ini terlampau kuat. Ini dibuktikan dengan melihat bagaimana perkembangan Antropologi
tumbuh kembangnya gagasan antropolog- saat ini telah kokoh dibangun di atas fondasi
antropolog terkemuka dan karya-karya positivis itu.
etnografi yang berciri positivis. Sebut saja Antropolog-antropolog generasi kedua,
Profesor Koentjaraningrat yang setelah Koentjaraningrat yang hadir dan turut
“memasyarakatkan disiplin Antropologi di mengembangkan ilmu Antropologi di seluruh
Indonesia” hingga dinobatkan sebagai “Bapak penjuru nusantara masih sejalan dengan
Antropologi Indonesia” (Suparlan 1988). pemikiran inangnya. Setelah perkembangan
Dikemudian hari Ahimsa-Putra (dalam kurun waktu tiga generasi selanjutnya, perlahan
Masinambow 1997:25-48), membuktikan pengaruh positivis ini mulai mengalami gejolak

1
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

kritik. Para antropolog muda yang melanjutkan istilah ini kerap dinilai sangat ketinggalan
studi ke luar negeri dan kembali dengan zaman. Beberapa penulis penting memberikan
epistemologi baru dan muncul dengan kritik penekanannya bahwa native cognition untuk
positivis yang kuat hingga ditandai munculnya beberapa aspek justru benar-benar ilmiah
wacana anti-positivis. (Amundson 1982:236). Werner (1972:271)
Fenomenologi muncul sebagai sebuah menambahkan bahwa progress in ethnoscience
aliran baru dengan gagasan-gagasan kritis atas is slow because the purpose of the exercise was
positivis. Kemunculannya tidaklah independen, never made entirely clear.
sehingga membuktikan bahwa ada keterkaitan Penelusuran epistemologi ini ditujukan
antar epistemologi lama dan baru. Egosentris untuk memahami secara mendasar dan lebih
mengenai klaim bahwa epistemologi baru yang jauh tentang fenomenologi, khususnya
paling benar menjadi penting direfleksikan paradigma etnosains. Pembahasan dalam
dengan bijak. Sebagai sebuah epistemologi, artikel ini diawali dengan mendeskripsikan
fenomenologi adalah ilmu pengetahuan secara historis epistemologi fenomenologi.
tentang penggambaran apa yang dilihat oleh Selanjutnya, saya menggunakan unsur-unsur
seseorang, apa yang dirasakan dan pokok paradigma dari Ahimsa-Putra (2009)
diketahuinya dalam immadiate awareness and untuk mengulas paradigma etnosains dalam
experience (Ahimsa-Putra 2012:274). sebuah karya mengingat Ahimsa Putra (2012)
Fenomenologi secara kritis dapat dalam artikelnya Fenomenologi Agama:
diinterpretasikan sebagai sebuah gerakan Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami
filsafat yang secara umum memberikan Agama telah memberikan sumbangsih yang
pengaruh emansipatoris dan berimplikasi pada besar dalam mensintesa gagasan fenomenologi
metode penelitian sosial, menempatkan Husserl dan Schutz. Pada bagian akhir tulisan
responden sebagai subjek (Nindito 2005:80). Ini inilah saya mengulas suatu karya etnografi yang
semakin memperjelas, betapa dekatnya sangat etnosains, yakni “Navigasi Bugis” karya
fenomenologi dengan ciri Antropologi yang Gene Ammarell (2016) yang menjadi satu karya
kerap menggaungkan individu atau masyarakat yang cukup relevan dengan epistemologi
yang tampil dengan kekhasan mereka. fenomenologi dan paradigma etnosains. Buku
Selanjutnya dalam fenomenologi, ini dipilih sebagai contoh dan exercise aplikatif
paradigma yang sangat dekat dengan dalam memahami lebih lanjut tentang
Antropologi adalah etnosains. Etnosains etnosains sebagai sebuah kajian fenomenologi
didefinisikan sebagai system of knowledge and dalam disiplin Antropologi. Buku ini berisikan
cognition typical of given culture (Sturtevant pengetahuan dan praktik navigasi komunitas
dalam Ahimsa-Putra 1985:110). Kata pelaut Bugis, menjadikan tanda-tanda alam
ethnoscience (etnosains) sendiri berasal dari (pola bintang, arah angin, makhluk laut, lanskap
kata Yunani ethnos yaitu bangsa dan kata Latin pesisir, hingga gerak permukaan air) sebagai
scientia, yakni pengetahuan, sehingga dapat basis pengetahuan mereka dalam melakukan
dikatakan sebagai pengetahuan yang dimiliki aktivitas pelayaran. Ini sangat relevan dengan
oleh suatu sukubangsa tertentu (Werner dan gagasan-gagasan fenomenologi, terutama yang
Fenton dalam Ahimsa-Putra 1985:110). banyak dijelaskan oleh Husserl dan Schutz
Kebudayaan kemudian didefinisikan sebagai sebagai tokoh-tokoh awal fenomenologi.
suatu sistem pengetahuan atau sistem ide.
Dalam artikel yang berbeda, istilah ethnoscience Metode Penelitian
ini tidak banyak disukai, karena dikatakan tidak Secara metodologis tulisan ini tidak
ilmiah oleh aliran Antropologi lainnya. Lagipula berangkat dari penelusuran lapangan seperti

2
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

tradisi besar Antropologi kata Spradley (2007). Konsep Epistimologi, Paradigma dan Etnografi
Secara teknis tulisan ini justru dibangun dari untuk Memahami Fenomenologi dalam
sebuah kajian literatur. Usaha seperti ini biasa Antropologi
dilakukan saat penyusunan rencana penelitian Dalam konteks Indonesia hingga dewasa ini
atau desain penelitian. Kajian literatur adalah tidak begitu banyak publikasi etnografi yang
satu penelusuran dan penilaian kepustakaan fenomenologis apabila kita bandingkan
dengan membaca buku, jurnal dan terbitan- dengan etnografi yang positivistik. Buku-buku
terbitan lain yang berkaitan dengan topik teori yang ditulis oleh ilmuan Indonesia, tidak
penelitian, untuk menghasilkan tulisan yang begitu banyak yang fokus dalam merangkum
berkenaan dengan satu isu tertentu (Marzali epistemologi fenomenologi. Hasil karya para
2016:27). Sepontanitas muncul setelah intensif ilmuan di Indonesia, seperti Ahimsa-Putra,
membaca literatur-literatur bertajuk dalam menulis topik tentang fenomenologi
fenomenologi, mendorong saya untuk memperoleh apresiasi yang sangat
menelusuri karya-karya etnografi mendalam.
berepistimologi fenomenologi. Memahami konsep-konsep seperti
Arah penelusuran ini tidak dilakukan epistimologi, paradigma dan etnografi kerap
seperti model review kebanyakan buku. Bagian memunculkan berbagai persoalan seperti
pertama penelusuran adalah mengulas sejarah kesalahpahaman dan pencampuradukan.
dan perkembangan fenomenologi. Bagian Maksud lainnya adalah untuk memberikan
lainnya barulah membedah isi yang syarat arah konsepsi yang jelas mengenai perbedaan
dengan ciri pokok fenomenologi. Kerja-kerja ketiganya mengingat persoalan mendasar
seperti ini terlihat sama dengan kerja-kerja mengenai perbedaan ketiganya tidak cukup
strukturalisme (Ahimsa-Putra 2011; 2016). Jika jelas dibahas dalam satu pembahasan khusus.
puncak dari capaian strukturalisme adalah deep Tiga konsep ini memang begitu terkait satu
structure, kerja ini hanya sampai penemuan sama lain khususnya dalam bidang
bukti-bukti epistimologi atau paradigmanya. Antropologi. Paradigma-paradigma dalam
Tulisan ini banyak merujuk pada literatur Antropologi misalnya, tidak pernah lepas dari
Ahimsa-Putra, sebagai pionir (bahkan mungkin satu epistimologi tertentu. Sementara
satu-satunya) penulis epistimologi dan etnografi sebagai representasi merupakan
paradigma etnosains dalam Antropologi di unsur paling penting karena wujud dari
Indonesia. Kesan monoton seolah me-review eksistensi sebuah paradigma. Tanpa etnografi
Ahimsa-Putra akan sangat terasa dalam sebuah paradigma tidak akan pernah
pembacaan tulisan ini, keterbatasan diketahui (Ahimsa-Putra 2011:24-25).
menjadikan diskusi dari varian literatur lain Dibeberapa bagian inti tulisan ini akan sering
belum muncul secara signifikan. Etnografi kali mendialogkan tiga konsep ini secara
Navigasi Bugis karya Gene Ammarell akan bersamaan. Perlu penegasan secara jelas
menjadi contoh kerja penelusuran. Buku ini terkait ketiga konsep ini. Berikut penjelasan
dibaca berulang-ulang untuk menyingkap dari ketiga konsep tersebut:
epsitimologi dan paradigma yang terkandung
didalamnya. Menampilkan setiap potongan- Epistemologi
potongan buku yang memuat epistimologi dan Secara etimologi istilah epistemologi
paradigma, kemudian mendeskripsikannya. (epistemology) berasal dari kata bahasa Yunani
episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang artinya ilmu pengetahuan, sehingga secara
harfiah epistemologi dapat diartikan sebagai

3
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

ilmu tentang pengetahuan atau teori tentang memperbincangkan suatu paradigma seketika
pengetahuan (Ahimsa-Putra 2007a:41). Apabila itu juga akan memperbincangkan epistimologi
didefinisikan secara sempit, epistemologi yang dimuat.
berarti studi tentang ilmu pengetahuan itu
sendiri serta keyakinan yang dibenarkan atau Paradigma
dibuktikan (Steup, 2014:1). Dalam ilmu filsafat, Paradigma dapat didefinisikan sebagai
Bakker dan Zubair (1990) mendefinisikan sebuah capaian ilmiah yang diakui secara
epistemologi sebagai sebuah ilmu yang secara universal dan untuk sementara waktu
khusus mempelajari dan mempersoalkan secara memberikan model dan solusi suatu masalah
mendalam mengenai apa itu pengetahuan, dari bagi komunitas praktis (Kuhn 1970:viii). Secara
mana pengetahuan itu diperoleh, dan lebih tegas dan mendetail, Ahimsa-Putra
bagaimana cara memerolehnya. (2012:272) mendefinisikan paradigma sebagai
Rickman (dalam Ahimsa-Putra 2007a:41) seperangkat konsep yang berhubungan satu
mengemukakan bahwa epistemologi pada sama lain secara logis membentuk sebuah
dasarnya membicarakan tentang: prinsip- kerangka pemikiran yang berfungsi untuk
prinsip dan presuposisi-presuposisi seperti apa memahami, menafsirkan, dan menjelaskan
yang terlibat ketika orang mengetahui sesuatu; kenyataan atau masalah yang dihadapi
apakah dan bagaimanakah berbagai prinsip dan (Ahimsa-Putra 2012:272). Percival (1976:286;
presuposisi tersebut berubah ketika subyek 1979:28-31) memandang bahwa sebagai
telaahnya juga berubah serta apa implikasinya kerangka berpikir konseptual dan metodologis,
terhadap metode-metode yang digunakan; paradigma meliputi kesatuan praktik-praktik
konsep-konsep umum yang mengacu pada keilmuan, serta hukum, teori,
gejala yang dipelajari atau pada gejala-gejala aplikasi/penerapan, dan instrumentasi yang
yang ada dalam kehidupan manusia; dan melekat satu sama lain.
bagaimana mengaitkan konsep-konsep umum Menurut Ahimsa-Putra (2016:39)
yang penting ini satu sama lain secara paradigma dapat dikenali dengan tegas apabila
sistematis. Sementara terkait konteks ilmu mengetahui unsur-unsurnya, yang terdiri atas
sosial-budaya, Ahimsa-Putra (2009:22) sembilan unsur dalam dua kategori besar, yakni
mencoba mengartikan epistemologi sebagai unsur yang tidak selalu implisit dan unsur yang
pandangan-pandangan filosofis yang dikandung selalu eksplisit. Kategori pertama yang implisit
dalam asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, dan meliputi asumsi-asumsi dasar; nilai-nilai; model-
model dari sebuah paradigma. Secara garis model. Kategori kedua yang eksplisit seperti
besar menurut Ahimsa-Putra (2007a:42) masalah yang ingin diselesaikan; konsep-
epistemologi dalam ilmu sosial-budaya dapat konsep; metode-metode penelitian; metode-
dikelompokkan menjadi: positivisme, metode analisis; hasil-hasil analisis atau teori;
historisisme, fenomenologi, hermeneutik, dan etnografi atau representasi.
semiotik/strukturalisme, materialisme, dan Asumsi dasar merupakan fondasi dari
post-modernisme. sebuah disiplin atau bidang keilmuan, atau
Setelah memahami epistomologi yang dasar dari sebuah kerangka pemikiran etos.
sifatnya filosofis, maka bagian selanjutnya Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai
adalah memahami paradigma. Epistimologi ini mengenai ilmu pengetahuan, penelitian dan
kita dapat samakan dengan “filsafat ilmu ilmiah, dan hasil penelitian yang dianut oleh
Antropologi” (Ahimsa-Putra 2011:19). Sebuah komunitas ilmuwan. Masalah yang diteliti atau
epistimologi tertentu akan melahirkan cabang- pertanyaan yang ingin dijawab. Model
cabang paradigma. Akhirnya, dalam merupakan unsur yang lebih kongkret

4
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

dibandingkan unsur-unsur sebelumnya. Model Sebagai tulisan, etnografi kini biasa


biasa juga disebut gambaran atau imaji peneliti diartikan sebagai tulisan mengenai suatu suku-
mengenai apa yang akan diteliti tetapi bukan bangsa yang didasarkan pada suatu penelitian
sebuah perumpamaan atau analogi. Konsep- atau pengalaman penulis dalam perjumpaan,
konsep pokok merupakan kata-kata yang diberi berhubungan, berinteraksi dengan suatu
makna tertentu sehingga dapat digunakan komunitas, masyarakat atau sukubangsa
untuk menganalisis, memahami, menafsirkan, tertentu (Ahimsa-Putra 2011:22). Tulisan ini
dan menjelaskan peristiwa atau gejala sosial- bisa berupa berita di sebuah suratkabar, bisa
budaya. Metode-metode penelitian, yakni cara- pula sebuah artikel pendek majalah. Lebih
cara yang digunakan untuk pengumpulan data. spesifik lagi, etnografi ini bisa berupa
Metode-metode analisis, yakni cara-cara untuk pertanggungjawaban akhir pendidikan di
memilah-milah, mengelompokkan data agar perguruan tinggi (skripsi, tesis, disertasi),
kemudian dapat dilakukan interpretasi. Hasil laporan penelitian, makalah, artikel ilmiah di
analisis atau teori, yakni pernyataan yang sudah sebuah jurnal ilmiah, atau buku (Ahimsa-Putra
terbukti kebenarannya mengenai hakikat yang 2009:17).
diteliti. Etnografi atau representasi adalah karya Etnografi juga dapat diartikan sebagai
ilmiah yang memaparkan kerangka pemikiran, strategi penelitian yang memungkinkan peneliti
analisis, dan hasil analisis yang telah dilakukan, mengeksplorasi dan memeriksa budaya dan
yang kemudian menghasilkan kesimpulan atau masyarakat. Seorang etnografer
teori tertentu. mengumpulkan data dan memperoleh
Setelah memahami paradigma dan wawasan melalui keterlibatan langsung dengan
adanya keterkaitan dengan etnografi sebagai subjek penelitian atau informan (Murchison
representasi. Merumuskan konsep etnografi 1973:4). Etnografi yang dipahami sebagai
sendiri menjadi bagian paling penting metode penelitian ini merupakan bilah kedua
setelahnya. Etnografi akan memuat satu selain etnografi sebagai sebuah karya.
paradigma yang sifatnya implisit. Iniah yang Setelah membahas mengenai tiga konsep
memunculkan variasi etnografi seperti etnografi dasar, pada bagian selanjutnya, saya akan
komparatif, etnografi fungsional, etnografi membahas mengenai dua tokoh terkemuka
struktural dan sebagainya (Ahimsa-Putra dalam munculnya fenomenologi, yakni Edmund
2011:25). Husserl dan Alfred Schutz. Keduanya memiliki
beberapa persamaan dan juga perbedaan
Etnografi dalam gagasan fenomenologi. Membahas
Secara etimologi, etnografi berasal dari mengenai dua tokoh ini secara historis juga
kata bahasa Yunani ethnos, yang artinya adalah menyiratkan sebuah perjalanan fenomenologi
“sukubangsa” dan graphein, yang berarti sebagai filsafat ke fenomenologi dalam ilmu
“mengukir, menulis, menggambar”. Jadi secara sosial. Perkembangan ini juga secara geneologis
harfiah etnografi adalah tulisan, deskripsi atau mampu menegaskan posisi Antropologi dari
penggambaran mengenai suatu sukubangsa pengaruh fenomenologi yang kemudian hari
tertentu. Keesing (1989:250) mendefenisikan dianggap sebagai ruh baru dalam dunia
etnografi sebagai pembuatan dokumentasi dan Antropologi.
analisis budaya melalui penelitian lapangan.
Sementara Winnick (1915:193) mengatakan
bahwa etnografi adalah studi tentang budaya
individu, terutama studi deskriptif dan non
interpretatif.

5
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

Perjalanan Fenomenologi dari Filsafat ke Ilmu Sebagai pelopor aliran fenomenologi,


Sosial Budaya: Dari Edmund Husserl ke Alfred Hursell memperkenalkan fenomenologi yang
Schutz belakangan dikembangkan menjadi
Masa sebelum munculnya cara berpikir eksistensialisme. Cara berpikir fenomenologi
fenomenologis, cara berpikir manusia dibagi ditekankan dengan pengamatan terhadap
atas dua kutub, yaitu idealisme dan realisme. gejala-gejala dari suatu benda. Jika seorang
Penganut idealisme menilai benda-benda penganut realisme menilai benda dengan cara
maupun peristiwa yang terjadi di sekitarnya melihat bentuk, ukuran dan nilai suatu benda,
berdasarkan ide-ide yang dikembangkan dalam maka seorang penganut fenomenologi melihat
pikiran mereka. Kemudian ide-ide ini benda dengan gejala-gejala yang muncul dari
membentuk semacam frame of reference yang benda tersebut. Benda itu ada berdasarkan
secara subjektif dipahami sebagai kebenaran. gejala-gejala yang timbul dari benda itu sendiri,
Sedangkan penganut realisme melihat benda- kita hanya menangkap gejala-gejala tersebut.
benda maupun suatu peristiwa yang ada sesuai Benda tersebut bercerita tentang dirinya
dengan keadaan nyata benda tersebut yang dengan memancarkan gejala-gejala, dengan
secara nyata bisa diraba, diukur atau memiliki menangkap gejala tersebut kita dapat
nilai tertentu. menangkap esensi benda tersebut.
Fenomenologi dalam filsafat dipelopori Ahimsa-Putra (2012:273)
oleh Edmund Husserl (1859-1938) pada abad mengungkapkan bahwa istilah fenomenologi
ke-19 dan menjadi salah satu tonggak penting dalam filsafat selalu dilekatkan dengan sosok
dalam perkembangan filsafat yang pada Edmund Husserl. Filsuf lain yang cukup lekat
perkembangannya kemudian memberikan dengan fenomenologi adalah Immanuel Khan
nafas baru dalam berbagai bidang ilmu seperti dan Hegel. Hegel mendefinisikan fenomenologi
Psikologi, Sosiologi, Antropologi, hingga sebagai pengetahuan sebagaimana
Arsitektur. Fenomenologi dianggap cara pengetahuan tersebut hadir terhadap
berfilsafat yang radikal karena mencoba kesadaran. Fenomenlogi juga diartikan sebagai
menepis semua asumsi yang mengkontaminasi ilmu pengetahuan tentang penggambaran apa
pengalaman konkret manusia. Langkah yang dilihat dan dirasakan oleh seseorang
pertamanya adalah menghindari asumsi, baik dalam immediate awereness-nya. Bagi Ahimsa-
itu konstruksi filsafat, sains, agama, dan Putra ini mengarah pada phenomenal
kebudayaan, semuanya harus dihindari sebisa consciousness (kesadaran mengenai fenomena)
mungkin. Sementara Adian (2000) menegaskan melalui ilmu pengetahuan dan filsafat menuju
bahwa penjelasan tidak dapat dipaksakan hakikat pengetahuan yang hakiki.
sebelum pengalaman menjelaskannya sendiri Usaha Husserl dalam menemukan dasar
dari dan dalam pengalaman itu sendiri. filsafat dimulai dari sesuatu itu sendiri (things in
Pada sekitar awal abad ke 20, walaupun themselves). Husserl menegaskan bahwa yang
revolusi industri terus bergerak, beberapa filsuf diamaksud sesuatu itu sendiri adalah kesadaran
di Eropa seperti Hursell mulai meragukan (consciousness), sehingga fenomenologi dapat
keandalan cara berpikir realisme yang seolah- dikatakan sebagai ilmu pengetahuan tentang
olah tidak ada satupun di alam ini yang tidak kesadaran. Husserl sangat dipengaruhi oleh
dapat dijelaskan dengan ilmu pengetahuan Descrates, dimana menurutnya kesadaran
alam. Apapun yang telah ditemukan, persoalan- mengenai sesuatu memiliki dua aspek, yaitu
persoalan dasar manusia tidak pernah dapat proses atau the process of being consicious (the
diselesaikan. Tidak semua hal dapat cigito) dan objek kesadaran. Penekanan Husserl
diselesaikan dengan ilmu pengetahuan alam. pada proses dan objek ini mendasari apa yang

6
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

kemudian disebut sebagai kesadaran (Ahimsa- Pandangan lainnya dari Husserl adalah
Putra 2012). tentang reduksi fenomenologis. Pada dasarnya
Husserl berpendapat bahwa yang tinggal manusia cenderung untuk bersikap natural,
adalah kesadaran atau subjektivitas. Kesadaran percaya akan adanya dunia. Bagi Husserl
tidak berkeluasan dalam ruang. Kesadaran reduksi merupakan ada tidaknya dunia nyata
tampak secara total dan langsung. Menjadi yang tidak relevan. Reduksi ini mengarah masuk
mungkin mengemukakan pernyataan- pada sikap fenomenologis. Reduksi ini penting
pernyataan apodiktis dan absolut. Adanya dilakukan menurut Husserl, karena
kesadaran dan juga struktur kesadaran dapat fenomenologi diarahkan menjadi suatu ilmu
dinyatakan secara absolut. Jadi, kesadaran yang kokoh, tidak ada keragu-raguan.
harus dipilih sebagai dasar bagi fenomenologi Fenomenologi yang dikembangkan
dan sebagai ilmu yang ketat (rigorous). Husserl ini dianggap penting karena banyak
Sementara Ahimsa-Putra (2012) memengaruhi berbagai pemikiran dalam filsafat
menegaskan bahwa kesadaran bukan sesuatu seperti Ernst Cassier (neo-Kantianisme), John
yang imanen (immanent), tetapi disengaja McTaggart (idealisme), Gottlob Frege
(intentional). Artinya bahwa setiap kesadaran (logisisme), Wilhelm Dilthey (hermeneutika),
memiliki tujuan, kesadaran selalu diarahkan Søren Kierkegaard (filsafat eksistensial), hingga
kepada sesuatu (consciousness of something). Jacques Derrida (post-strukturalisme). Secara
Fenomena merupakan realitas itu sendiri yang garis besar fenomenologi memusatkan
tampak. Kesadaran menurut kodratnya perhatiannya pada aspek kesadaran. Oleh
mengarah pada realitas. Hal ini merefleksi karenanya, fenomenologi merupakan upaya
kepada kita bahwa apa yang dimaksud untuk menggambarkan kesadaran manusia
kesadaran adalah kesadaran itu sendiri. serta bagaimana kesadaran tersebut terbentuk
Kesadaran diarahkan kepada dunia kehidupan atau muncul (Ahimsa-Putra 1985:111).
(life world) dan dunia ini tidak lain merupakan Berkenaan dengan Husserl, kesadaran ini ialah
sebuah dunia antar subjek (intersubjective). kesadaran akan sesuatu hal, yang memiliki dua
Semua kesadaran pada akhirnya terbentuk dan aspek: proses sadar (cogito) dan objek dari
bersifat sosial atau dimiliki bersama. Jika kesadaran itu sendiri (cogitatum).
pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain Selain kesadara, makna menjadi bagian
menjadi sebuah pengalaman bersama, lalu penting dalam fenomenologi. Manusia
makna yang diberikan pada gejala itu dianggap memberikan makna terhadap dunia yang
sama, maka inilah yang kemudian disebut dihadapinya. Terkait makna suatu situasi sosial
kesadaran kolektif. menurut Husserl adalah harus diikuti secara
Konstitusi menurut Husserl merupakan natural melalui penyelidikan dan bukan
proses tampaknya fenomen-fenomen kepada prasangka atau konsepsi. Inilah penekanan
kesadaran. Fenomen mengkonstitusi diri dalam pentingnya hakikat makna oleh Husserl yang
kesadaran. Ini karena terdapat korelasi antara dianggap tidak mampu dilakukan oleh ilmu
kesadaran dan realitas, maka dapat dikatakan alam selama ini. Sebelum jauh pada itu, Husserl
konstitusi adalah aktivitas kesadaran yang menekankan bahwa kita harus melihat cara-
memungkinkan tampaknya realitas. Konstitusi cara yang dilakukan oleh orang-orang yang
dalam filsafat Husserl selalu diartikan sebagai diteliti sebelum melakukan labeling. Penekanan
konstitusi genetis. Proses yang mengakibatkan Husserl ini menurut saya menjadi sebuah kritik
suatu fenomena menjadi real dalam kesadaran terhadap cara lama, yaitu tradisi positivis,
adalah merupakan suatu aspek historis. bahwa ada makna yang selama ini tidak mampu
dijangkau.

7
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

Gagasan Husserl ini sangat kesadaran pasti akan bertautan dengan


bersumbangsih pada ilmu sosial dan budaya. menyelidiki dunia
Meskipun di awal muncul dugaan bahwa ini Gagasan-gagasan ini kemudian
lebih dekat dengan Psikologi Naturalistik, ini diteruskan oleh salah seorang muridnya yang
disanggah oleh Husserl. Psikologi Naturalistik bernama Alfred Schutz (1899-1956). Ia
tidak mampu menjangkau sense atau rasa dari berusaha memasukkan ide-ide filsafat
gejala yang dihadapi. Bagi Husserl, fenomenologi ke dalam Sosiologi dan ilmu-ilmu
fenomenologi tidak hanya sekedar Psikologi sosial lainnya, sehingga dalam tradisi ilmu sosial
deskriptif, tetapi menjadi filsafat trasendental, yang kita kenal saat ini terdapat beberapa
tidak hanya puas dengan spekulasi filosofis. pendekatan yang menjadi dasar dalam
Husserl juga menegaskan bahwa seorang Ego memahami gejala sosial, salah satunya adalah
pada kondisi tertentu dapat menggunakan fenomenologi.
penalaran dan praktis, tidak mempertanyakan Usahanya dalam menghubungkan filsafat
apa yang ia alami, tetapi beranggapan bahwa fenomenologi dalam ilmu sosial menjadikannya
semua orang mengalami hal yang sama. sebagai sosok pioner. Schutz tidak sendiri,
Ahimsa-Putra (2005) mengelompokkan beberapa ilmuan lain juga melakukan hal
dua fenomenologi aliran pemikiran dalam serupa, tetapi sosok Schutz dianggap sebagai
filsafat: Pertama, fenomenologi trasendental, sosok perintis dimana pendekatan
dengan tokohnya Edmund Husserl dari Jerman; fenomenologi sebagai alat analisa dalam
kedua, fenomenologi eksistensial, dengan menangkap segala gejala yang terjadi di dunia
tokoh-tokohnya Jean Paul Sartre dan Marleau ini. Schutz menyusun pendekatan fenomenologi
Ponty dari Perancis. Dasar filsafat fenomenologi lebih sistematis, komprehensif, dan praktis
trasendental adalah kenyataan itu sendiri, untuk menangkap gejala dalam dunia sosial,
kenyataan sebagaimana dia menampilkan sehingga secara umum fenomenologi dikenal
dirinya, sebagaimana dia menghadirkan dirinya sebagai pendekatan untuk membantu
(the thing itself). Sementara dasar filsafat memahami berbagai gejala atau fenomena
fenomenologi eksistensial terutama oleh Sartre sosial dalam masyarakat (Nindinto 2005:80).
banyak dipengaruhi oleh Husserl dan Selain Husserl tokoh yang berpengaruh
Haidegger. Sartre dalam L’imagination dalam perkembangan fenomenologi bagi Schutz
menyatakan bahwa fenomenologi Husserl adalah Max Weber. Meskipun Weber
dengan gemilang membuka jalan untuk sebenarnya tidak secara khusus memberikan
mengadakan studi-studi tentang kesadaran pengaruh terhadap fenomenologi, konsep-
dengan bertolak dari titik nol, tanpa asumsi- konsep sosialnya memberikan landasan
asumsi, tanpa hipotesa-hipotesa, dan tanpa fenomenologis dalam perkembangannya.
teori-teori prafenomenologis. Tetapi Sartre Schutz terilhami oleh Weber untuk
(dalam Abidin 2006:163-164) mengkritik mengembangkan pendekatan fenomenologis
idealisme Husserl yang tidak realistik, dimana yang lebih komprehensif.
kesadaran tidak dihubungkan dengan adanya Pemikiran Schutz berkembang diantara
dunia. Dunia dan eksistensi oleh Husserl justru fenomenologi murni dan ilmu sosial. Ini
direduksi (ditunda) dan tidak pernah mengindikasikan bahwa pemikirannya
ditempatkan lagi sebagai realitas yang mengandung dua konsep pemikiran. Pertama,
menopang kesadaran. Sartre yang fenomenologi murni mengandung konsep
menggunakan fenomenologi secara lebih pemikiran filsafat sosial yang terkesan metafisik
realistik mengakui bahwa menyelidiki dan transendental. Kedua, pemikiran ilmu sosial
berkaitan erat dengan berbagai macam bentuk

8
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

interaksi dalam masyarakat sebagai sebuah Ahimsa-Putra 2012:280) menganggap bahwa


gejala dalam dunia sosial. pemikiran Weber mengenai relevansi nilai,
Schutz kemudian mengembangkan lebih pemahaman verstehen, dan konsep mengenai
jauh konsep intersubjektivitas. Dasar tipe ideal dianggap mengalami pengaburan
intersubjektivitas adalah adanya timbal balik makna dan bersifat ambigu. Menurut Schutz,
perspektif, mencakup dua bentuk idealisasi, pelaku mendefinisikan situasi sama dengan
yaitu pertukaran sudut pandang pelaku-pelaku lain, secara sadar maupun tidak
(interchangability of viewpoints) dan kesesuaian telah melakukan typification (pemberian tipe
sistem relevansi (congruence of system of atau ciri). Typification ini yang kemudian
relevances). Setiap Ego akan merasa bahwa mempertemukan hubungan antara etnosains
orang lain akan merasakan hal yang sama atau dan Antropologi kognisi dengan sosiologi yang
dunia bersama terkait pengalaman. Dengan fenomenologis.
demikian, cara memahami, mengalami dunia Beberapa pokok fikiran Husserl lalu
atau situasi akan sama dari pertukaran dua diteruskan Schutz dan menjadi landasan dasar
posisi. Cara pelaku mendefenisikan situasi yang bagi pendekatan fenomenologi dalam ilmu-
dihadapi ditentukan biografi atau sejarah yang sosial budaya. Keduanya belum secara tegas
menyangkut dirinya. menyatakan atau memilah-milah apa saja
Dalam khasanah metodologi ilmu sosial, asumsi dasar yang penting dalam fenomenologi
fenomenologi merupakan satu bentuk inovasi sosial-budaya ini. Hal ini dikarenakan
karena mampu meninggalkan satu syarat dalam fenomenologi Husserl masih dalam ranah kajian
sebuah penelitian social, yaitu hipotesa dalam filsafat, sementara Schutz meskipun telah
kerangka penyusunan penelitian (Nindito mengarah ke ilmu sosial-budaya, namun ia
2005:83). Ini merupakan salah satu ciri aliran belum secara rinci dan tegas memformulasikan
positivistik yang memeroleh kritikan yang cukup pemikirannya.
kuat dalam penelitian ilmu sosial yang Pandangan Husserl dan Schutz
sebelumnya sangat kokoh. dikategorikan oleh Ahimsa-Putra (2012:281) ke
Weber (dalam Nindito 2005: 86) dalam 8 asumsi dasar atau landasan
memberikan sebuah metode dengan keunikan epistemologis pendekatan fenomenologi sosial-
bahwa subjektivitas dari prilaku manusia dan budaya. Pertama, fenomenologi memandang
kepentingan untuk memahaminya berada pada manusia sebagai makhluk yang memiliki
derajat yang sama. Weber juga memiliki kesadaran. Kedua, pengetahuan pada manusia
pemikiran bahwa “pengetahuan sosial bersifat berawal dari interaksi atau komunikasi di antara
otentik”. Tidak ada penekanan sebab-akibat mereka dengan sarana bahasa lisan. Ketiga,
seperti yang ada pada ilmu alam. Penekanan kesadaran bersifat intersubjektif karena
pemikirannya yang lain adalah keunikan yang dibangun melalui proses komunikasi dan
terdapat dalam prilaku sosial yang selalu interaksi sosial. Keempat, perangkat
menjadi faktor utama dalam pendekatan yang pengetahuan atau kerangka kesadaran menjadi
ditawarkan menuju kepada perjuangan pembimbing individu dalam mewujudkan
pendekatan non-posivistik kepada validitas ilmu perilaku dan tindakannya. Kelima, salah satu
sosial. bagian dari perangkat kesadaran, yakni
Weber mengungkapkan konsep yang klasifikasi dan kategorisasi, digunakan manusia
sangat penting dalam perkembangan untuk memandang, memahami lingkungan dan
fenomenologi yang kemudian dijadikan kehidupannya. Keenam, kehidupan manusia
landasan ontologis bagi Schutz untuk adalah kehidupan yang diberi makna oleh
membuahkan konsep-konsep. Schultz (dalam mereka yang terlibat di dalamnya. Ketujuh,

9
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

gejala sosial-budaya merupakan gejala yang pengetahuan kognisi. Selain itu adapula yang
berbeda dengan gejala alam karena manusia menyebutnya dengan descriptive semantics
memiliki kesadaran dan memberi makna pada atau ethnographic semantics karena
dunia mereka. Kedelapan, gejala sosial-budaya deskripsinya terkait makna-makna yang hidup
tidak dapat dipelajari sebagaimana halnya jika dalam masyarakat yang diteliti.
mempelajari gejala alam. Etnosains bertujuan memberikan
Dari sisi model, Ahimsa-Putra (2012:283- gambaran atau lukisan tentang masyarakat dan
284) menyatakan bahwa fenomenologi lingkungannya dari perspektif masyarakat yang
memulai dari hal yang mendasari perilaku diteliti. Peneliti mencoba memandang gejala
manusia yakni kesadaran, sehingga sosial tidak dari perspektif subjektif sebagai
fenomenologi tidak mengajukan peneliti, melainkan dari kacamata orang-orang
perumpamaan-perumpamaan atau model- yang diteliti (Ahimsa-Putra 1985:104). Peneliti
model untuk mempelajari suatu masyarakat, tidak menilai apakah pandangan tineliti (pelaku
kebudayaan, atau gejala sosial-budaya tertentu. budaya atau subjek yang diteliti dalam Ahimsa-
Model dianggap sebagai prejudice (prasangka) Putra 2012:298) itu benar atau salah, baik atau
atau preconception (praduga), sementara buruk, tetapi logis atau tidak logis. Setelah itu,
fenomenologi tidak menggunakan model-model peneliti mencoba memahami dan menjelaskan
dari penelitinya. Ahimsa-Putra (2012:284) pandangan tersebut sebagaimana tineliti
menganggap bahwa model dalam memahaminya. Asumsi dasar etnosains adalah
fenomenologi sebenarnya telah terkandung lingkungan bersifat kultural, karena lingkungan
dalam beberapa asumsi dasar, terutama yang objektif yang sama dapat dilihat atau dipahami
terkait dengan perilaku dan perangkat secara berlainan oleh masyarakat yang berbeda
kesadaran manusia. Model dalam konteks ini (Ahimsa-Putra 1999:16).
merupakan gambaran peneliti mengenai apa Bahasa mencerminkan budaya, mungkin
yang ditelitinya, imaji atau apa yang memang paling pas dalam konteks etnosains
dibayangkan oleh peneliti berupa manusia dan (Ahimsa-Putra 1997a:55). Melalui bahasa
perilakunya serta dunia sekitarnya, bukan gagasan dan perspektif tineliti tersampaikan,
berupa perumpamaan atau analogi tertentu. sehingga peneliti harus mampu memahami
Perihal ini yang kemudian dalam dunia struktur kebahasaan tineliti, seperti istilah lokal.
Antropologi melahirkan etnosains. Paradigma Peneliti, terutama antropolog, setidaknya
yang fenomenologis dimana manusia (objek sangat bersifat poliglot. Melalui istilah-istilah
penelitian) menghadirkan diri mereka lokal inilah gagasan tineliti dapat dideskripsikan.
sebagaimana mereka hadir. Dalam Antropologi, terutama
perkembangan etnosains, muncul tiga
Etnosains: Paradigma Berciri Antropologis kelompok yang memiliki fokus pada aspek yang
Paradigma etnosains, mendengar berbeda-beda. Pertama, gejala materi yang
istilahnya saja begitu asing ditelinga terutama dianggap penting oleh masyarakat dan
dalam berbagai perbincangan Antropologi. bagaimana masyarakat mengorganisir berbagai
Namun, istilah lain yang dianggap sepadan gejala tersebut dalam sistem pengetahuan.
untuk menyebutnya adalah the new Kedua, perhatiannya pada aturan-aturan,
ethnography. Pendekatan ini bersumbangsih kategorisasi sosial yang dipakai dalam interaksi
besar dalam kebaruan etnografi yang berbeda sosial dalam masyarakat. Ketiga, pada landasan
dengan etnografi-etnografi sebelumnya. Ada teori melihat tentang makna untuk
pula yang menyebutnya dengan cognitive mendapatkan tema-tema budaya yang ada.
anthropology, karena datanya berisikan Ketiga kategori ini juga berimplikasi besar pada

10
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

cara mereka merumuskan atau mendefenisikan pengetahuan yang akan diteliti berada pada
kebudayaan (Ahimsa-Putra 1985:108-109). tineliti.
Unsur-unsur paradigma etnosains yang Konsep-konsep pokok dalam etnosains
diuraikan dalam pembahasan ini hanya sebuah diantaranya adalah klasifikasi atau tipologi,
tahapan awal untuk memahami etnosains yang yakni bagaimana tineliti menjelaskan dunianya
lebih jauh. Mengenali atau mengidentifikasi dengan cara membuat kategorisasi-kategorisasi
sesuatu yang berciri etnosain penting dilakukan tertentu terhadap semua hal yang ada di
dengan mengurai tiap unsur-unsurnya. sekitarnya, yang diketahui, dan pernah dialami.
Beberapa diantaranya menjadi ciri khas dari Klasifikasi ini terkadang menggunakan istilah-
etnosains. Unsur-unsur tersebut berupa asumsi istilah lokal dan lengkap dengan deskripsinya.
dasar, model, konsep-konsep pokok, metode Metode penelitian dalam etnosains-pun
penelitian, metode analisis, dan representasi. dapat dikatakan khas dan membuatnya
Asumsi dasar etnosains tentang gejala berbeda dengan paradigma lain. Spradley
yang diteliti ialah kesadaran pada individu yang (2007) mengungkapkan bahwa metode
berusaha mendefinisikan suatu gejala pada penelitian etnosains terfokus pada wawancara,
dasarnya berakar dan dibentuk oleh bahasa, dan klasifikasi sistem pengetahuan. Di
kebudayaan tempat individu tersebut sini yang pertama-tama diperlukan peneliti
dibesarkan (Ahimsa-Putra 2007b:170). ialah mempelajari bahasa masyarakat yang
Sementara itu asumsi dasar yang terkait diteliti untuk mengungkap sistem pengetahuan
manusia ialah manusia memiliki kecenderungan mereka. Melakukan berbagai wawancara
untuk melakukan pemberian tipe atau ciri, mendalam (indepth interview) dengan
dimana ia mengabaikan hal unik pada suatu menggunakan bahasa dan istilah lokal. Terakhir
objek lalu menempatkan objek tersebut ke menangkap dan memahami kategorisasi atau
dalam kelas yang sama dengan objek-objek lain tipologi yang disampaikan oleh tineliti.
yang dianggap memiliki ciri-ciri dan unsur-unsur Metode analisis dalam etnosains dimulai
yang serupa atau sama (Ahimsa-Putra dari hasil wawancara dan kategorisasi tadi
1985:114). Lalu asumsi dasar yang terkait (biasanya untuk memudahkan membuat
dengan ilmu pengetahuan adalah semua coding) lalu dianalisis dengan membuat analisis
rumusan atau pernyataan tentang suatu gejala taksonomik, mengajukan pertanyaan kontras,
selalu bersifat subjektif, dan tidak ada yang membuat analisis komponen, dan menemukan
dapat dikatakan objektif (Ahimsa-Putra tema-tema budaya (Spradley 2007).
2007b:171). Etnografi atau sebagai representasi
Sementara model utama yang digunakan paradigma adalah unsur penting lainnya.
dalam etnosains ialah bahasa (Ahimsa-Putra Mengapa etnosains dapat dikatakan sebagai
1985:106). Kebudayaan diibaratkan sebagai etnografi baru ialah karena etnografi yang
bahasa, yang memiliki fonetik dan fonemik. dihasilkan berbeda dengan paradigma-
Fonetik adalah cara penulisan bunyi bahasa paradigma sebelumnya. Etnografi khas
memakai simbol-simbol bunyi bahasa yang ada etnosains akan penuh dengan gambar, diagram,
pada si peneliti, dan sebaliknya fonemik tabel, grafik, peta atau hal-hal yang yang
berdasarkan apa yang digunakan si penutur dengan eksplisit menampilkan sistem
bahasa. Kebudayaan memiliki dua cara pengetahuan masyarakat yang diteliti dalam
pandang, yakni etik dari peneliti dan emik dari kategori-kategori yang mereka ciptakan dan
tineliti. Etnosains sangat menekankan pada pahami. Isi dari etnografi juga memadukan
pandangan emik karena perangkat beberapa bahasa, seperti bahasa lokal, bahasa
umum dan bahasa lain. Misalnya, penelitian

11
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

pada masyarakat Bugis kita akan menjumpai karya etnografi yang demikian akhir-akhir ini
konsep-konsep dengan istilah bahasa Bugis, populer diperbincangkan di Sulawesi Selatan
mendeskripsikan dengan bahasa Indonesia dan adalah Navigasi Bugis karya Gene Ammarell.
beberapa konsep teoritis dalam bahasa Inggris Bagi pembaca umum, sumbangsih etnografi ini
(baca misalnya, Idrus 2016). Rahman (2016) merujuk pada data-data kenavigasian dan
menyebut istilah ini dengan polyglot, yaitu gambaran kehidupan masyarakat pelaut Bugis
sebuah etnografi yang memuat beberapa sebagai pengetahuan baru atau panduan
bahasa dalam satu naskah yang padu padan. penelitian selanjutnya. Aspek seperti
Gaya polyglot yang diikuti dengan ragam idiom epistimologi dan paradigma yang terkandung di
sejatinya didudukkan sebagai konsekuensi dalamnya tidak banyak dibaca sebagai rujukan
akademis dari cakrawala disiplin etnografi. perbincangan yang lebih teoritis.
Dalam merangkum uraian dari unsur-
unsur di atas, Warner (1972:271-272) Fenomenologi di Balik “Navigasi Bugis” Karya
menyatakan: Gene Ammarell
Dalam sebuah karya yang diasumsikan
Theorizing in terms of synthetic
informants or in terms of question- sebagai karya fenomenologis, kita juga perlu
answering systems promises to fulfill melakukan beberapa pembuktian. Penelusuran
for the first time Goodenough's atau analisis ini dilakukan dengan menunjukkan
dictum that an ethnography should beberapa unsur-unsur epistemologi, seperti
allow one to behave like a native of asumsi dasar, nilai dan model-model. Asumsi
that culture at least for the general
dasar fenomenologi menurut Ahimsa-Putra
area of cultural verbal behavior based
on cultural knowledge. It cannot be (2012: 281-283): disebut juga butir-butir
stressed sufficiently that cultural pemikiran yang menjadi landasan epistemologis
knowledge is so vast that work in this pendekatan fenomenologi sosial budaya. Butir-
area is unrealistic without machine butir pemikiran tersebut adalah (1)
aid. Since anthropologists cannot get Fenomenologi memandang manusia sebagai
inside the informant's head, makhluk yang memiliki kesadaran, dimana
psychological reality is an empty
kesadaran itu selalu mengenai sesuatu; (2)
concept. Mind-like mechanical verbal
behavior seems best suited for the Pengetahuan pada manusia ini berawal dari
validation of our assumptions. interaksi atau komunikasi di antara mereka,
antara individu dengan individu lain, dan sarana
Bahwa seorang peneliti dalam hal ini
komunikasi yang fundamental adalah bahasa
antropolog yang berciri fenomenologis
lisan, sehingga eksistensi kesadaran manusia
diistilahkan oleh Warner dapat masuk dalam
hanya dapat diketahui melalui bahasa; (3) Oleh
kepala tineliti (subjek yang diteliti). Seorang
karena kesadaran dibangun melalui proses
peneliti atau etnografer mampu menjangkau
komunikasi dan interaksi sosial, maka
pemikiran-pemikiran yang diteliti dan
kesadaran dengan sendirinya bersifat
menggambarkannya dalam sebuah karya
intersubjektif; (4) Pengetahuan atau kerangka
etnografi. Mereka hidup layaknya penduduk asli
kesadaran menjadi pembimbing individu dalam
dari budaya yang diteliti. Prilaku keseharian,
mewujudkan prilaku-prilaku dan tindakan-
kebahasaan menjadi pintu masuk dalam
tindakan; (5) Satu bagian dari perangkat
menyelami alam pikiran tineliti atau untuk
kesadaran tersebut adalah tipifikasi
sampai pada pengetahuan mereka. Etnografer
(typification) atau klasifikasi (classification); (6)
dengan etnografi yang khas seperti ini memberi
Adanya kesadaran atau perangkat pengetahuan
nilai lebih bagi pembaca awam dan pembaca
yang bersifat sosial (bukan genetis) yang
tingkat lanjut (akademis). Salah satu contoh

12
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

digunakan manusia untuk memandang dunia, dalam istilah-istilah lokal. Keterlibatan ini
sehingga ada tujuan yang akan dicapai, yaitu menjadikan Ammarell terlibat dalam kesadaran
melalui pemaknaan. Kehidupan manusia adalah kolektif bersama masyarakat yang diteliti. Data
kehidupan yang bermana; (7) Gejala sosial penelitiannya sangat merujuk pada seluruh
budaya merupakan gejala yang berbeda dengan sistem pengetahuan masyarakat terkait
gejala alam karena dalam gejala sosial budaya navigasi. Ammarell menjelaskan bahwa:
manusia terlibat dan memberikan makna
Catatan etnografi saya, yang
terhadap dunia yang dihadapinya; (8) Metode berangkat dari penelitian lapangan di
yang digunakan untuk mempelajari suatu gejala Balobaloang dan di atas perahu-
harus sesuai dengan hakikat dari gejala yang perahu dagang, menjelaskan
dipelajari. Pandangan Ahimsa-Putra ini pengetahuan khusus para pelaut
setidaknya memberikan beberapa simpulan setempat dan penerapannya dalam
mengatasi persoalan navigasi dan
tentang pandangan fenomenologi tentang
piloting. Dengan bergantung pada
manusia, pengetahuan, dan kesadaran. model-model dan kategori-kategori
Pandangan ini yang juga ditunjukkan dalam bentukan masyarakat setempat, saya
buku “Navigasi Bugis”. menelisik konseptualisasi orang Bugis
Gene Ammarell adalah seorang akan ruang dan waktu dengan
antropolog dan pernah menjabat direktur mencatat rincian ciri khas lingkungan
Southest Asia Studies di Uhio University, USA. maritim yang diketahui dan
digunakan oleh para nahkoda, antara
Kini beliau menjadi bagian dari asosiasi profesor
lain bintang, angin, ombak, dan arus.
emeritus di Department of Sociology and Penggunaan tanda-tanda alam ini
Anthropology, Ohio University. Konsentrasi dalam praktik navigasi kemudian
penelitiannya adalah bidang ekologi politik dan dianalisa, demikian pula perubahan-
Antropologi maritim. Buku ini ditulis dari perubahan dalam praktik ini seiring
sebuah penelitian disertasi (doktoral) di Yale diperkenalkannya kompas dan mesin
University. Penelitian ini berlangsung antara perahu. Dengan latar belakang
kognitif ini, kajian kemudian bergerak
tahun 1991 dan 1992 selama 17 bulan., yang
ke analisis etnografis tentang cara
dilakukan di desa maritim bernama pengetahuan dipindahkan, direduksi,
Balobaloang, Sulawesi Selatan. Wilayah ini dan ditransformasi di dalam satu dan
merupakan sebuah pulau di bagian barat daya di antara generasi, dan bagaimana
Makassar. Ammarel menegaskan bahwa pengetahuan ini menguraikan dan
karyanya merupakan: memengaruhi pemahaman akan
kekuasaan dan kewenangan di dalam
…[K]ajian etnografi tentang masyarakat Bugis (Ammarell
pengetahuan dan praktik navigasi 2016:viii).
masyarakat pelaut Bugis yang
Kutipan ini memberikan penegasan yang
bermukim di sebuah desa pulau di
Laut Flores, tengah jalan antara jelas bahwa etnografi Ammarell sangat berciri
Sulawesi Selatan dan Sumbawa fenomenologis. Penegasan yang eksplisit juga
(Ammarell 2016:viii). termuat dalam kata pengantar buku tersebut,
Penelitian ini dilakukan berawal dari bahwa sistem kognisi merupakan fokus utama
kapal-kapal dagang masyarakat Balobaloang. Ia dalam sebuah etnografi. Artinya, pengetahuan
melibatkan diri secara partisipatif dalam ini merupakan emik, basis utamanya adalah
penelitiannya, melakukan wawancara tineliti.
mendalam dan mencatat semua hal-hal terkait Langkah cukup kongkret yang dilakukan
local knowleadge dan menyajikannya tetap Ammarell dalam bukunya adalah membuat

13
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

daftar istilah lokal yang diperoleh selama Ia juga menegaskan bahwa penelitiannya
penelitian berlangsung dengan jumlah lebih telah berkontribusi secara teoritis terhadap
dari 1000 istilah. Istilah-istilah ini juga Etnoastronomi, Antropologi, dan perubahan
dibedakan dengan istilah lain, seperti istilah sosial (Ammarell 2016:10). Penekanan ini
dalam bahasa Inggris (dengan simbol ING), secara tidak langsung menegaskan posisinya
bahasa Latin (L), bahasa Makassar (MAK) dan sebagai seorang antropolog yang berkontribusi
selebihnya menggunakan istilah dalam bahasa terhadap Antropologi Kognisi (istilah lain dalam
Bugis (tanpa tanda) dan bahasa Indonesia menyebut etnosains). Ini juga merefleksikan
sebagai bahasa utama penulisan (baca juga perkembangan dan tren penelitian
Idrus 2016). Ini dimaksudkan untuk fenomenologis kala itu (1990an awal) cukup
menegaskan resiko kesalahan pengertian dan kuat pengaruhnya dalam penelitian-penelitian
sekaligus menunjukkan bahwa penelitian ini lapangan antropolog.
menjaga istilah-istilah lokal dari tineliti-nya. Beberapa pengetahuan lokal yang
Seluruh deskripsi tentang lingkungan material dihimpun oleh Ammarell dari berbagai
dan non material benar-benar menggunakan informan (diantaranya para nahkoda dan
perspektif kognisi tineliti. kapten kapal) dapat ditemui dalam berbagai
Dalam sistem navigasi Bugis atau navigasi bagan, gambar dan deskripsi bagian-bagiannya,
non barat dijelaskannya bahwa setiap nahkoda serta peta yang dilampirkan dalam buku ini
bergantung pada fenomena langit, yang ditulis dengan bahasa Bugis, lalu diberikan
menghubungkannya dengan berbagai catatan bahwa di buat secara khusus oleh
fenomena laut yang terjadi, juga fenomena lain informannya.
seperti hewan-hewan yang muncul atau Oleh karena “Navigasi Bugis” Ammarell
dijumpai. Ini menandakan sistem navigasi masih sangatlah fenomenologis, maka sarana interaksi
merujuk pada alam sebagai pembimbing yang muncul terkait kebahasaan begitu jelas
(penunjuk) arah dalam pelayaran mereka. terlihat. Pandangan emik (melalui bahasa) dari
Teknologi yang terbatas menjadikan kepekaan tineliti ditampilkan oleh Ammarell dalam
fenomena menjadi modal dalam melakukan sebuah deskripsi, menampilkan berbagai istilah
prediksi dan membangun sistem pengetahuan lokal, dilengkapi dengan penjelasan yang
terkait kehidupan mereka. Ammarell dikombinasikan dengan pandangan etiknya.
menegaskan bahwa: Metode pengumpulan data yang
dilakukan juga adalah participant observations
…[S]ebuah catatan etnografis tentang
pengetahuan pribumi, saya dan wawancara mendalam. Pertama-tama
cenderung bersandar pada kategori dengan memahami bahasa masyarakat
lokal untuk menata sistem Balobaloang dan melakukan klasifikasi sistem
pengetahuan dan praktik navigasi pengetahuan mereka terkait navigasi dan
Bugis (Ammarell 2016:3). piloting. Dalam buku ini, Ammarell bahkan
Posisi Ammarell dalam penelitian ini menjelaskan bahwa saat masa penelitiannya
cukup fenomenologis, semakin jelas dengan berlangsung, kapal-kapal menggunakan layar
kutipan di atas. Ia mengklaim: sepenuhnya telah semakin terbatas, jikapun
ada, mereka tidak mengizinkan Ammarell
Hasilnya adalah sebuah catatan
tentang pengetahuan dan praktik terlibat atau ikut dalam aktivitas pelayaran
navigasi Bugis yang terpusat pada karena pertimbangan resiko. Banyak kapal awal
makna dan punya dasar historis yang diikuti Ammarell adalah kapal-kapal
(Ammarell 2016:9). mesin. Guna memeroleh kedalaman data dan
taste dari penelitiannya (saya juga

14
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

menyebutnya collective consciousness), secara masyarakat yang diteliti, yaitu generasi-


sengaja Ammarell menyewa kapal layar yang generasi berikutnya untuk menjaga
juga dilengkapi mesin, untuk mengarungi laut keberlangsungan pengetahuan itu terus
bagian timur. Mesin hanya digunakan sebagai direproduksi. Selain itu, pengetahuan awal dari
antisipasi jika kondisi laut buruk dan layar tidak etnografi ini dapat menjadi dasar berbagai
memungkinkan digunakan. Tetapi menurutnya, transformasi dan perubahan yang terjadi.
penggunaan mesin benar-benar sangat Misalnya, saat ini penggunaan teknologi kapal
diminimalisir. Ammarell mengajak salah bermesin sudah sangat masif dan sistem
seorang kapten terkemuka dari Balabaloang pelayaran tradisional telah ditinggalkan.
untuk mengarungi laut timur dengan kapal Pernyataan Ammarell pada bagian
tersebut, sehingga ia benar-benar dapat belajar pengantar tadi juga menyiratkan keberaniannya
dan mempraktikkan semua pengetahuan dan dalam menampilkan data pada masyarakat
sistem navigasi yang ia peroleh. yang diteliti. Bagi beberapa antropolog (gaya
Strategi Ammarell dalam melengkapi dan lama) langkah ini dianggapnya sebagai “usaha
mendalami pengetahuan masyarakat Bugis bunuh diri”. Kekhawatiran tentang spekulasi,
terkait navigasi sangat total dan penuh penyimpulan sepihak dan generalisasi
apresiasi. Sebagai sebuah etnografi baru, mengarahkan hasil etnografi lama hanya
Ammarell menegaskan: sebagai bacaan di meja-meja akademis dan
praktis. Hal ini merupakan gaya dari tradisi lama
Kajian Etnografis tentang
pengetahuan dan praktik navigasi positivis yang sangat subjektif. Momok
sebuah masyarakat pelaut di mengenai kecaman kebenaran dan validitas
Indonesia memberi kesempatan data dari pihak teneliti mengisi benak kepala
langka untuk menyelami sistem mereka. Sifat generalis memungkinkan kritik
orientasi (arah) mereka dalam ruang lebih besar terjadi.
dan waktu (Ammarell 2016:89).
Nelayan Balabaloang diasumsikan
Ammarell juga mempertegas bahwa: sebagai makhluk manusia yang memiliki
Sejak awal kerja etnografis saya di kesadaran mengenai sistem kenavigasian dan
masyarakat Bugis Balobaloang saya piloting yang termuat secara eksplisit dalam
memang bermaksud Ammarell (2016). Kesadaran ini menjadi dasar
“mengembalikan” pengetahuan yang prilaku dan tindakan dalam kaitannya tentang
mereka bagikan kepada saya, dan
dunia pelayaran dan kenelayanan. Pengetahuan
hingga sekarang hanya tersedia
dalam bahasa Inggris. Dengan edisi tentang sistem navigasi dan piloting ini
bahasa Indonesia ini, warga dibangun dari interaksi inter dan intra personal
Balobaloang kini dapat membaca dan dengan Bahasa, sehingga kesadaraan menjadi
mengkritik apa yang telah saya tulis sangat intersubjektif. Adanya klasifikasi
tentang mereka, dan bila mereka terhadap kesadaran para pelaut Bugis tentang
menganggapnya berharga, dapat navigasi semakin menunjukkan karya ini sangat
menurunkannya ke generasi-generasi
fenomenologis. Semua kesadaran tentang
berikutnya. Selanjutnya, saya
berharap edisi ini dapat memberi navigasi ini bersifat sosial dan milik bersama.
suara bagi masyarakat Bugis Pengalaman pribadi dan orang lain menjadi
Balobaloang untuk bisa didengar oleh pengalaman bersama sehingga makna yang
seluruh yang bisa berbahasa diberikan pada suatu gejala sama, maka inilah
Indonesia (Ammarell 2016:xii). kesadaran kolektif itu.
Wujud dari sebuah etnografi yang sangat
fenomenologis ini kemudian dikembalikan pada

15
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

Kesimpulan individu dari setiap tindakannya. Ini kemudian


Istilah fenomenologi telah populer dideskripsikan sesuai dengan objektifitasnya.
bahkan sejak tahun 1965 dan justru bukan dari Tulisan Gene Ammarel sebagai sebuah
Edmund Husserl. Istilah ini muncul awalnya karya etnografi berbasis pada fenomena
pada karya-karya Immanuel Kant (Kockelmans pelayaran Bugis yang menjangkau beberapa
dalam Ahimsa-Putra 2005:iv-v). Tetapi istilah wilayah nusantara dan dunia untuk melakukan
tersebut belum secara khusus dan eksplisit perdagangan. Hal ini didukung oleh sistem
dirumuskan, sehingga kata fenomenologi lebih pengetahuan navigasi yang sangat luar biasa di
jelas dimunculkan oleh Hegel, yaitu balik keterbatasan teknologi, jika dibandingkan
pengetahuan sebagaimana pengetahuan dengan konteks saat ini. Pengetahuan lokal
tersebut tampil atau hadir terhadap kesadaran itulah yang diteliti dan diuraikan kembali oleh
(Moustakas, 1994:26 dalam Ahimsa-Putra Ammarell. Manusia Bugis dianggap memiliki
2005:v). Pemikiran dan rumusan awal Hegel ini kesadaran yang kuat tentang kehidupan
tidak berpengaruh bagi Husserl, justru mereka, sebagai pelaut, sampai akhirnya pada
pemikiran filsafat perancis seperti dari pengetahuan navigasi dan piloting.
Descrates banyak memengaruhinya. Rumusan Ammarell jelas memaparkan tulisan
tentang fenomenologi yang digagasnya jauh etnografinya dengan menggunakan paradigma
lebih maju dibandingkan Hegel dan Descrates. etnosains yang berangkat dari perubahan
Selain itu, kekuatan budaya akademis Prancis bahasa yang menurutnya berbeda dengan
mampu mengarahkan filsafat fenomenologi bahasa suku asli. Adanya fenomena perubahan
Husserl cepat memeroleh respon dan ruang kebahasaan yang didasari atas kesadaran
yang mapan, meskipun ia berasal dari Jerman. terhadap alam dan lingkungan, menjadikan sifat
Dimana pada masa itu aliran filsafat perancis praktis dari bahasa dalam penentuan arah mata
mendominasi perkembangan ilmu pengetahuan angin oleh masyarakat Balobaloang. Fenomena
di dunia. perubahan bahasa ini juga akhirnya
Perjalanan dari filsafat fenomenologi menimbulkan perubahan makna yang berbeda
sampai pada fenomenologi sosial budaya dari bahasa asli yang sebelumnya digunakan
dimaknai seperti estafet (lari sambung) dari dalam sistem navigasi pelayaran.
Husserl ke Scuhtz. Gagasan filsafat Pengetahuan mengenai pasang surut air
fenomenologi dirumuskan lebih sistematis dan laut yang didasarkan pada orientasi arah mata
mendalam oleh Schutz ke dalam ilmu sosial. angin menurut Ammarell tidak terlalu pas
Meskipun Weber dalam ilmu sosial dengan letak geografis yang sebenarnya, tapi
berpengaruh sangat besar, namun pengaruhnya pada prosesnya peran navigasi dalam pelayaran
tidak cukup signifikan pada Schutz. Ide dasar tadi diserahkan pada nahkoda kapal yang
fenomenologi Schutz bukan sebagai teori atau membangun pengetahuan dari basis
pendekatan, melainkan sebagai suatu lingkungannya. Tahapan analisis yang dicapai di
perjalanan atau gerak filosofis dari filsafat atas paradigma adalah suatu epistemologi,
fenomenologi ke fenomenologi ilmu sosial pada pada tataran yang lebih abstrak.
abad 20an. Epistemologi Ammarell (2016) dalam
Pemikiran fenomenologis memberikan tulisan etnografinya mengenai sistem “Navigasi
ide dasar yang menjadi fondasi kokoh dari Bugis” ini jelas menunjukkan asumsi dasar
setiap aliran pemikiran sosial yang menekankan penempatan orientasi ruang dan waktu dalam
pemikirannya pada proses penyelidikan bidang pelayaran. Ammarell membangun
pemahaman, dimana pemahaman dibangun pemahaman dari perubahan bentuk
melalui makna yang melekat pada setiap masyarakat Bugis dalam menggunakan sistem

16
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018

navigasinya saat ini, terutama jika dikaitkan Daftar Pustaka


dengan posisi masyarakat maritim yang hidup Abidin, Zainal. 2006. Filsafat Manusia:
di pulau-pulau di sebelah selatan Sulawesi. Memahami Manusia Melalui Filsafat.
Kehidupan sangat bergantung hidup proses Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
perdagangan laut dan jasa pendistribusian
Adian, Donny Gahral. 2002. Pilar-Pilar Filsafat
komoditi dari satu pulau ke pulau lain. Kini kian
Kontemporer. Yogjakarta: Jalasutra.
berubah dengan adanya sistem motorisasi atau
penggunaan mesin motor pada kapal yang Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 1985. “Etnosains dan
tadinya hanya menggunakan layar dan dayung. Etnometodologi: Sebuah Perbandingan”.
Suatu fenomena yang ditangkap oleh kepekaan Masyarakat Indonesia, XII(2):103-133.
Ammarell. . 1997b. “Antropologi
Karya Ammarell benar-benar layak Koentjaraningrat: Sebuah Tafsir
disebut memiliki epistemologi fenomenologis Epistemologi” dalam E.K.M.
karena mengandung asumsi bahwa nelayan Masinambow, Koentjaraningrat dan
Balobaloang memiliki sistem pengetahuan Antropologi di Indonesia. Jakarta: AAI
tentang navigasi laut guna melakukan pelayaran dan Yayasan Obor Indonesia, 25-48.
dan aktivitas kenelayanan. Penelitian dengan
. 2005. “Fenomenologi
keterlibatan langsung dan strategi elaborasi
Gender di Jember sebuah kata
yang dilakukan untuk mencapai pengetahuan
pengantar dalam Hamdanah”, Lies
dan kesadaran (collective conseciousness) ke-
Marcoes Natsir (ed.), Musim Kawin di
navigasi-an dan praktik-praktenya semakin
Musim Kemarau: Studi atas Pandangan
memperjelas posisinya sebagai seorang
Ulama Perempuan Jember tentang
fenomenologist.
Hakhak Reproduksi Perempuan.
Memahami suatu epistimologi,
Yogyakarta: Bigraf.
paradigma dan corak etnografi, memudahkan
kita untuk melihat arah perkembangan . 2007. “Etnosains,
Antropologi di Indonesia dari waktu ke waktu. Etnotek dan Etnoart: Paradigma
Untuk mengembangkan suatu paradigma, kita Fenomenologis untuk Revitalisasi
perlu menentukan lebih dulu jenis paradigma Kearifan Lokal” dalam Jumina dan
yang ingin kembangkan, unsur paradigma yang Danang Parikesit (ed.), Kemajuan Terkini
akan dikembangkan, dan kemudian cara-cara Riset Universitas Gadjah Mada.
untuk mengembangkannya secara efektif dan Yogyakarta: LPPM-UGM, 157-176.
efisien (Ahimsa-Putra 2011:25). Kontribusi dari . 2009. Paradigma Ilmu
tulisan ini adalah untuk memberikan stimulus Sosial-Budaya: Sebuah Pandangan.
baru dalam bacaan Antropologi yang lebih Makalah disampaikan pada Kuliah
teoritis mengingat selama ini para pembaca Umum Paradigma Penelitian Ilmu-ilmu
etnografi hanya menitikberatkan pada aspek- Humaniora diselenggarakan oleh
aspek realitas, fakta dan data dalam sebuah Program Studi Linguistik, Sekolah
karya. Setiap etnografi mengandung Pascasarjana, Universitas Pendidikan
epistimologi dan paradigma yang eksplisit, Indonesia, di Bandung, 7 Desember
penelusuran seperti ini juga memungkinkan 2009.
setiap orang mampu mengelola dan desain
penelitian yang lebih sistematis karena unsur- . 2011. “Wong Dulbur,
unsurnya jelas. Wong Legok dan Wong Tiban –Struktur
Nirsadar Novel Jatisaba”. Makalah

17
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....

Bedah Buku. Yogyakarta: Universitas Murchison, Julian M. 2010. Ethnography


Gadjah Mada. Essentials: Designing, Conducting, and
Presenting Your Research. USA: Jossey-
. 2012. “Fenomenologi
Bass.
Agama: Pendekatan Fenomenologi
untuk Memahami Agama”. Walisongo, Nindito, Stefanus. 2005. “Fenomenologi Alfred
20(2):271-304. Schutz: Studi Tentang Konstruksi Makna
dan Realitas dalam Ilmu Sosial”. Jurnal
. 2016. Strukturalisme
Ilmu Komunikasi, 2(1):79-94.
Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra.
Yogyakarta: Kepel Press. Rahman, Alwi. 2016. Riview Buku: ‘Membaca’
dan ‘Dibaca’ Secara Polyglot: Gender,
Ammarell, Gene. 2016. Navigasi Bugis.
Seksualitas dan Perkawinan di
Makassar: Ininnawa.
Masyarakat Bugis. Jurnal Etnosia,
Amundson, Ron. 1982.” Science, Ethnoscience, 1(2):79-80.
and Ethnocentrism”. Philosophy of
Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi.
Science, 49(2):236-250.
Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
Idrus, Nurul Ilmi. 2016. Gender Relations in an
Suparlan, Parsudi. 1988. Prof. Koentjaraningrat:
Indonesia: Bugis Practices of Sexuality
Bapak Antropologi Indonesia. Makalah
and Marriage. Leiden: Brill.
untuk menyambut purna kedinasan
Marzali, Amri. 2016. “Menulis Kajian Literatur”. Koentjaraningrat.
Jurnal Etnosia. 1(2):27-36.
Werner, Oswald. 1969. “The Basic Assumptions
Masinambow, E.K.M. 1997. Koentjaraningrat of Ethnoscience”. Semiotica, 1(3):329-
dan Antropologi di Idonesia. Jakarta: 338.
Yayasan Obor.
. 1972. “Ethnoscience
Moore, Henrietta, dan Sanders, Todd. 1979.” 1972”. Annual Review of Anthropology, 1:271-
The Applicability of Kuhn’s Paradigms to 308.
the Social Sciences”. The American
Sociologist, 14(1):28-31.

18

You might also like