Professional Documents
Culture Documents
Anwar
Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada
anwar.kartodiningrat@gmail.com
Abstract
Methodological research from this article based on literature study not fieldwork as a
usual (like observation and interview). Etnografi Navigasi Bugis by Gene Ammarell
becomes an example to study about the epistemology from ethnographical research.
1
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
kritik. Para antropolog muda yang melanjutkan istilah ini kerap dinilai sangat ketinggalan
studi ke luar negeri dan kembali dengan zaman. Beberapa penulis penting memberikan
epistemologi baru dan muncul dengan kritik penekanannya bahwa native cognition untuk
positivis yang kuat hingga ditandai munculnya beberapa aspek justru benar-benar ilmiah
wacana anti-positivis. (Amundson 1982:236). Werner (1972:271)
Fenomenologi muncul sebagai sebuah menambahkan bahwa progress in ethnoscience
aliran baru dengan gagasan-gagasan kritis atas is slow because the purpose of the exercise was
positivis. Kemunculannya tidaklah independen, never made entirely clear.
sehingga membuktikan bahwa ada keterkaitan Penelusuran epistemologi ini ditujukan
antar epistemologi lama dan baru. Egosentris untuk memahami secara mendasar dan lebih
mengenai klaim bahwa epistemologi baru yang jauh tentang fenomenologi, khususnya
paling benar menjadi penting direfleksikan paradigma etnosains. Pembahasan dalam
dengan bijak. Sebagai sebuah epistemologi, artikel ini diawali dengan mendeskripsikan
fenomenologi adalah ilmu pengetahuan secara historis epistemologi fenomenologi.
tentang penggambaran apa yang dilihat oleh Selanjutnya, saya menggunakan unsur-unsur
seseorang, apa yang dirasakan dan pokok paradigma dari Ahimsa-Putra (2009)
diketahuinya dalam immadiate awareness and untuk mengulas paradigma etnosains dalam
experience (Ahimsa-Putra 2012:274). sebuah karya mengingat Ahimsa Putra (2012)
Fenomenologi secara kritis dapat dalam artikelnya Fenomenologi Agama:
diinterpretasikan sebagai sebuah gerakan Pendekatan Fenomenologi untuk Memahami
filsafat yang secara umum memberikan Agama telah memberikan sumbangsih yang
pengaruh emansipatoris dan berimplikasi pada besar dalam mensintesa gagasan fenomenologi
metode penelitian sosial, menempatkan Husserl dan Schutz. Pada bagian akhir tulisan
responden sebagai subjek (Nindito 2005:80). Ini inilah saya mengulas suatu karya etnografi yang
semakin memperjelas, betapa dekatnya sangat etnosains, yakni “Navigasi Bugis” karya
fenomenologi dengan ciri Antropologi yang Gene Ammarell (2016) yang menjadi satu karya
kerap menggaungkan individu atau masyarakat yang cukup relevan dengan epistemologi
yang tampil dengan kekhasan mereka. fenomenologi dan paradigma etnosains. Buku
Selanjutnya dalam fenomenologi, ini dipilih sebagai contoh dan exercise aplikatif
paradigma yang sangat dekat dengan dalam memahami lebih lanjut tentang
Antropologi adalah etnosains. Etnosains etnosains sebagai sebuah kajian fenomenologi
didefinisikan sebagai system of knowledge and dalam disiplin Antropologi. Buku ini berisikan
cognition typical of given culture (Sturtevant pengetahuan dan praktik navigasi komunitas
dalam Ahimsa-Putra 1985:110). Kata pelaut Bugis, menjadikan tanda-tanda alam
ethnoscience (etnosains) sendiri berasal dari (pola bintang, arah angin, makhluk laut, lanskap
kata Yunani ethnos yaitu bangsa dan kata Latin pesisir, hingga gerak permukaan air) sebagai
scientia, yakni pengetahuan, sehingga dapat basis pengetahuan mereka dalam melakukan
dikatakan sebagai pengetahuan yang dimiliki aktivitas pelayaran. Ini sangat relevan dengan
oleh suatu sukubangsa tertentu (Werner dan gagasan-gagasan fenomenologi, terutama yang
Fenton dalam Ahimsa-Putra 1985:110). banyak dijelaskan oleh Husserl dan Schutz
Kebudayaan kemudian didefinisikan sebagai sebagai tokoh-tokoh awal fenomenologi.
suatu sistem pengetahuan atau sistem ide.
Dalam artikel yang berbeda, istilah ethnoscience Metode Penelitian
ini tidak banyak disukai, karena dikatakan tidak Secara metodologis tulisan ini tidak
ilmiah oleh aliran Antropologi lainnya. Lagipula berangkat dari penelusuran lapangan seperti
2
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018
tradisi besar Antropologi kata Spradley (2007). Konsep Epistimologi, Paradigma dan Etnografi
Secara teknis tulisan ini justru dibangun dari untuk Memahami Fenomenologi dalam
sebuah kajian literatur. Usaha seperti ini biasa Antropologi
dilakukan saat penyusunan rencana penelitian Dalam konteks Indonesia hingga dewasa ini
atau desain penelitian. Kajian literatur adalah tidak begitu banyak publikasi etnografi yang
satu penelusuran dan penilaian kepustakaan fenomenologis apabila kita bandingkan
dengan membaca buku, jurnal dan terbitan- dengan etnografi yang positivistik. Buku-buku
terbitan lain yang berkaitan dengan topik teori yang ditulis oleh ilmuan Indonesia, tidak
penelitian, untuk menghasilkan tulisan yang begitu banyak yang fokus dalam merangkum
berkenaan dengan satu isu tertentu (Marzali epistemologi fenomenologi. Hasil karya para
2016:27). Sepontanitas muncul setelah intensif ilmuan di Indonesia, seperti Ahimsa-Putra,
membaca literatur-literatur bertajuk dalam menulis topik tentang fenomenologi
fenomenologi, mendorong saya untuk memperoleh apresiasi yang sangat
menelusuri karya-karya etnografi mendalam.
berepistimologi fenomenologi. Memahami konsep-konsep seperti
Arah penelusuran ini tidak dilakukan epistimologi, paradigma dan etnografi kerap
seperti model review kebanyakan buku. Bagian memunculkan berbagai persoalan seperti
pertama penelusuran adalah mengulas sejarah kesalahpahaman dan pencampuradukan.
dan perkembangan fenomenologi. Bagian Maksud lainnya adalah untuk memberikan
lainnya barulah membedah isi yang syarat arah konsepsi yang jelas mengenai perbedaan
dengan ciri pokok fenomenologi. Kerja-kerja ketiganya mengingat persoalan mendasar
seperti ini terlihat sama dengan kerja-kerja mengenai perbedaan ketiganya tidak cukup
strukturalisme (Ahimsa-Putra 2011; 2016). Jika jelas dibahas dalam satu pembahasan khusus.
puncak dari capaian strukturalisme adalah deep Tiga konsep ini memang begitu terkait satu
structure, kerja ini hanya sampai penemuan sama lain khususnya dalam bidang
bukti-bukti epistimologi atau paradigmanya. Antropologi. Paradigma-paradigma dalam
Tulisan ini banyak merujuk pada literatur Antropologi misalnya, tidak pernah lepas dari
Ahimsa-Putra, sebagai pionir (bahkan mungkin satu epistimologi tertentu. Sementara
satu-satunya) penulis epistimologi dan etnografi sebagai representasi merupakan
paradigma etnosains dalam Antropologi di unsur paling penting karena wujud dari
Indonesia. Kesan monoton seolah me-review eksistensi sebuah paradigma. Tanpa etnografi
Ahimsa-Putra akan sangat terasa dalam sebuah paradigma tidak akan pernah
pembacaan tulisan ini, keterbatasan diketahui (Ahimsa-Putra 2011:24-25).
menjadikan diskusi dari varian literatur lain Dibeberapa bagian inti tulisan ini akan sering
belum muncul secara signifikan. Etnografi kali mendialogkan tiga konsep ini secara
Navigasi Bugis karya Gene Ammarell akan bersamaan. Perlu penegasan secara jelas
menjadi contoh kerja penelusuran. Buku ini terkait ketiga konsep ini. Berikut penjelasan
dibaca berulang-ulang untuk menyingkap dari ketiga konsep tersebut:
epsitimologi dan paradigma yang terkandung
didalamnya. Menampilkan setiap potongan- Epistemologi
potongan buku yang memuat epistimologi dan Secara etimologi istilah epistemologi
paradigma, kemudian mendeskripsikannya. (epistemology) berasal dari kata bahasa Yunani
episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang artinya ilmu pengetahuan, sehingga secara
harfiah epistemologi dapat diartikan sebagai
3
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
ilmu tentang pengetahuan atau teori tentang memperbincangkan suatu paradigma seketika
pengetahuan (Ahimsa-Putra 2007a:41). Apabila itu juga akan memperbincangkan epistimologi
didefinisikan secara sempit, epistemologi yang dimuat.
berarti studi tentang ilmu pengetahuan itu
sendiri serta keyakinan yang dibenarkan atau Paradigma
dibuktikan (Steup, 2014:1). Dalam ilmu filsafat, Paradigma dapat didefinisikan sebagai
Bakker dan Zubair (1990) mendefinisikan sebuah capaian ilmiah yang diakui secara
epistemologi sebagai sebuah ilmu yang secara universal dan untuk sementara waktu
khusus mempelajari dan mempersoalkan secara memberikan model dan solusi suatu masalah
mendalam mengenai apa itu pengetahuan, dari bagi komunitas praktis (Kuhn 1970:viii). Secara
mana pengetahuan itu diperoleh, dan lebih tegas dan mendetail, Ahimsa-Putra
bagaimana cara memerolehnya. (2012:272) mendefinisikan paradigma sebagai
Rickman (dalam Ahimsa-Putra 2007a:41) seperangkat konsep yang berhubungan satu
mengemukakan bahwa epistemologi pada sama lain secara logis membentuk sebuah
dasarnya membicarakan tentang: prinsip- kerangka pemikiran yang berfungsi untuk
prinsip dan presuposisi-presuposisi seperti apa memahami, menafsirkan, dan menjelaskan
yang terlibat ketika orang mengetahui sesuatu; kenyataan atau masalah yang dihadapi
apakah dan bagaimanakah berbagai prinsip dan (Ahimsa-Putra 2012:272). Percival (1976:286;
presuposisi tersebut berubah ketika subyek 1979:28-31) memandang bahwa sebagai
telaahnya juga berubah serta apa implikasinya kerangka berpikir konseptual dan metodologis,
terhadap metode-metode yang digunakan; paradigma meliputi kesatuan praktik-praktik
konsep-konsep umum yang mengacu pada keilmuan, serta hukum, teori,
gejala yang dipelajari atau pada gejala-gejala aplikasi/penerapan, dan instrumentasi yang
yang ada dalam kehidupan manusia; dan melekat satu sama lain.
bagaimana mengaitkan konsep-konsep umum Menurut Ahimsa-Putra (2016:39)
yang penting ini satu sama lain secara paradigma dapat dikenali dengan tegas apabila
sistematis. Sementara terkait konteks ilmu mengetahui unsur-unsurnya, yang terdiri atas
sosial-budaya, Ahimsa-Putra (2009:22) sembilan unsur dalam dua kategori besar, yakni
mencoba mengartikan epistemologi sebagai unsur yang tidak selalu implisit dan unsur yang
pandangan-pandangan filosofis yang dikandung selalu eksplisit. Kategori pertama yang implisit
dalam asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, dan meliputi asumsi-asumsi dasar; nilai-nilai; model-
model dari sebuah paradigma. Secara garis model. Kategori kedua yang eksplisit seperti
besar menurut Ahimsa-Putra (2007a:42) masalah yang ingin diselesaikan; konsep-
epistemologi dalam ilmu sosial-budaya dapat konsep; metode-metode penelitian; metode-
dikelompokkan menjadi: positivisme, metode analisis; hasil-hasil analisis atau teori;
historisisme, fenomenologi, hermeneutik, dan etnografi atau representasi.
semiotik/strukturalisme, materialisme, dan Asumsi dasar merupakan fondasi dari
post-modernisme. sebuah disiplin atau bidang keilmuan, atau
Setelah memahami epistomologi yang dasar dari sebuah kerangka pemikiran etos.
sifatnya filosofis, maka bagian selanjutnya Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai
adalah memahami paradigma. Epistimologi ini mengenai ilmu pengetahuan, penelitian dan
kita dapat samakan dengan “filsafat ilmu ilmiah, dan hasil penelitian yang dianut oleh
Antropologi” (Ahimsa-Putra 2011:19). Sebuah komunitas ilmuwan. Masalah yang diteliti atau
epistimologi tertentu akan melahirkan cabang- pertanyaan yang ingin dijawab. Model
cabang paradigma. Akhirnya, dalam merupakan unsur yang lebih kongkret
4
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018
5
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
6
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018
kemudian disebut sebagai kesadaran (Ahimsa- Pandangan lainnya dari Husserl adalah
Putra 2012). tentang reduksi fenomenologis. Pada dasarnya
Husserl berpendapat bahwa yang tinggal manusia cenderung untuk bersikap natural,
adalah kesadaran atau subjektivitas. Kesadaran percaya akan adanya dunia. Bagi Husserl
tidak berkeluasan dalam ruang. Kesadaran reduksi merupakan ada tidaknya dunia nyata
tampak secara total dan langsung. Menjadi yang tidak relevan. Reduksi ini mengarah masuk
mungkin mengemukakan pernyataan- pada sikap fenomenologis. Reduksi ini penting
pernyataan apodiktis dan absolut. Adanya dilakukan menurut Husserl, karena
kesadaran dan juga struktur kesadaran dapat fenomenologi diarahkan menjadi suatu ilmu
dinyatakan secara absolut. Jadi, kesadaran yang kokoh, tidak ada keragu-raguan.
harus dipilih sebagai dasar bagi fenomenologi Fenomenologi yang dikembangkan
dan sebagai ilmu yang ketat (rigorous). Husserl ini dianggap penting karena banyak
Sementara Ahimsa-Putra (2012) memengaruhi berbagai pemikiran dalam filsafat
menegaskan bahwa kesadaran bukan sesuatu seperti Ernst Cassier (neo-Kantianisme), John
yang imanen (immanent), tetapi disengaja McTaggart (idealisme), Gottlob Frege
(intentional). Artinya bahwa setiap kesadaran (logisisme), Wilhelm Dilthey (hermeneutika),
memiliki tujuan, kesadaran selalu diarahkan Søren Kierkegaard (filsafat eksistensial), hingga
kepada sesuatu (consciousness of something). Jacques Derrida (post-strukturalisme). Secara
Fenomena merupakan realitas itu sendiri yang garis besar fenomenologi memusatkan
tampak. Kesadaran menurut kodratnya perhatiannya pada aspek kesadaran. Oleh
mengarah pada realitas. Hal ini merefleksi karenanya, fenomenologi merupakan upaya
kepada kita bahwa apa yang dimaksud untuk menggambarkan kesadaran manusia
kesadaran adalah kesadaran itu sendiri. serta bagaimana kesadaran tersebut terbentuk
Kesadaran diarahkan kepada dunia kehidupan atau muncul (Ahimsa-Putra 1985:111).
(life world) dan dunia ini tidak lain merupakan Berkenaan dengan Husserl, kesadaran ini ialah
sebuah dunia antar subjek (intersubjective). kesadaran akan sesuatu hal, yang memiliki dua
Semua kesadaran pada akhirnya terbentuk dan aspek: proses sadar (cogito) dan objek dari
bersifat sosial atau dimiliki bersama. Jika kesadaran itu sendiri (cogitatum).
pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain Selain kesadara, makna menjadi bagian
menjadi sebuah pengalaman bersama, lalu penting dalam fenomenologi. Manusia
makna yang diberikan pada gejala itu dianggap memberikan makna terhadap dunia yang
sama, maka inilah yang kemudian disebut dihadapinya. Terkait makna suatu situasi sosial
kesadaran kolektif. menurut Husserl adalah harus diikuti secara
Konstitusi menurut Husserl merupakan natural melalui penyelidikan dan bukan
proses tampaknya fenomen-fenomen kepada prasangka atau konsepsi. Inilah penekanan
kesadaran. Fenomen mengkonstitusi diri dalam pentingnya hakikat makna oleh Husserl yang
kesadaran. Ini karena terdapat korelasi antara dianggap tidak mampu dilakukan oleh ilmu
kesadaran dan realitas, maka dapat dikatakan alam selama ini. Sebelum jauh pada itu, Husserl
konstitusi adalah aktivitas kesadaran yang menekankan bahwa kita harus melihat cara-
memungkinkan tampaknya realitas. Konstitusi cara yang dilakukan oleh orang-orang yang
dalam filsafat Husserl selalu diartikan sebagai diteliti sebelum melakukan labeling. Penekanan
konstitusi genetis. Proses yang mengakibatkan Husserl ini menurut saya menjadi sebuah kritik
suatu fenomena menjadi real dalam kesadaran terhadap cara lama, yaitu tradisi positivis,
adalah merupakan suatu aspek historis. bahwa ada makna yang selama ini tidak mampu
dijangkau.
7
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
8
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018
9
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
gejala sosial-budaya merupakan gejala yang pengetahuan kognisi. Selain itu adapula yang
berbeda dengan gejala alam karena manusia menyebutnya dengan descriptive semantics
memiliki kesadaran dan memberi makna pada atau ethnographic semantics karena
dunia mereka. Kedelapan, gejala sosial-budaya deskripsinya terkait makna-makna yang hidup
tidak dapat dipelajari sebagaimana halnya jika dalam masyarakat yang diteliti.
mempelajari gejala alam. Etnosains bertujuan memberikan
Dari sisi model, Ahimsa-Putra (2012:283- gambaran atau lukisan tentang masyarakat dan
284) menyatakan bahwa fenomenologi lingkungannya dari perspektif masyarakat yang
memulai dari hal yang mendasari perilaku diteliti. Peneliti mencoba memandang gejala
manusia yakni kesadaran, sehingga sosial tidak dari perspektif subjektif sebagai
fenomenologi tidak mengajukan peneliti, melainkan dari kacamata orang-orang
perumpamaan-perumpamaan atau model- yang diteliti (Ahimsa-Putra 1985:104). Peneliti
model untuk mempelajari suatu masyarakat, tidak menilai apakah pandangan tineliti (pelaku
kebudayaan, atau gejala sosial-budaya tertentu. budaya atau subjek yang diteliti dalam Ahimsa-
Model dianggap sebagai prejudice (prasangka) Putra 2012:298) itu benar atau salah, baik atau
atau preconception (praduga), sementara buruk, tetapi logis atau tidak logis. Setelah itu,
fenomenologi tidak menggunakan model-model peneliti mencoba memahami dan menjelaskan
dari penelitinya. Ahimsa-Putra (2012:284) pandangan tersebut sebagaimana tineliti
menganggap bahwa model dalam memahaminya. Asumsi dasar etnosains adalah
fenomenologi sebenarnya telah terkandung lingkungan bersifat kultural, karena lingkungan
dalam beberapa asumsi dasar, terutama yang objektif yang sama dapat dilihat atau dipahami
terkait dengan perilaku dan perangkat secara berlainan oleh masyarakat yang berbeda
kesadaran manusia. Model dalam konteks ini (Ahimsa-Putra 1999:16).
merupakan gambaran peneliti mengenai apa Bahasa mencerminkan budaya, mungkin
yang ditelitinya, imaji atau apa yang memang paling pas dalam konteks etnosains
dibayangkan oleh peneliti berupa manusia dan (Ahimsa-Putra 1997a:55). Melalui bahasa
perilakunya serta dunia sekitarnya, bukan gagasan dan perspektif tineliti tersampaikan,
berupa perumpamaan atau analogi tertentu. sehingga peneliti harus mampu memahami
Perihal ini yang kemudian dalam dunia struktur kebahasaan tineliti, seperti istilah lokal.
Antropologi melahirkan etnosains. Paradigma Peneliti, terutama antropolog, setidaknya
yang fenomenologis dimana manusia (objek sangat bersifat poliglot. Melalui istilah-istilah
penelitian) menghadirkan diri mereka lokal inilah gagasan tineliti dapat dideskripsikan.
sebagaimana mereka hadir. Dalam Antropologi, terutama
perkembangan etnosains, muncul tiga
Etnosains: Paradigma Berciri Antropologis kelompok yang memiliki fokus pada aspek yang
Paradigma etnosains, mendengar berbeda-beda. Pertama, gejala materi yang
istilahnya saja begitu asing ditelinga terutama dianggap penting oleh masyarakat dan
dalam berbagai perbincangan Antropologi. bagaimana masyarakat mengorganisir berbagai
Namun, istilah lain yang dianggap sepadan gejala tersebut dalam sistem pengetahuan.
untuk menyebutnya adalah the new Kedua, perhatiannya pada aturan-aturan,
ethnography. Pendekatan ini bersumbangsih kategorisasi sosial yang dipakai dalam interaksi
besar dalam kebaruan etnografi yang berbeda sosial dalam masyarakat. Ketiga, pada landasan
dengan etnografi-etnografi sebelumnya. Ada teori melihat tentang makna untuk
pula yang menyebutnya dengan cognitive mendapatkan tema-tema budaya yang ada.
anthropology, karena datanya berisikan Ketiga kategori ini juga berimplikasi besar pada
10
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018
cara mereka merumuskan atau mendefenisikan pengetahuan yang akan diteliti berada pada
kebudayaan (Ahimsa-Putra 1985:108-109). tineliti.
Unsur-unsur paradigma etnosains yang Konsep-konsep pokok dalam etnosains
diuraikan dalam pembahasan ini hanya sebuah diantaranya adalah klasifikasi atau tipologi,
tahapan awal untuk memahami etnosains yang yakni bagaimana tineliti menjelaskan dunianya
lebih jauh. Mengenali atau mengidentifikasi dengan cara membuat kategorisasi-kategorisasi
sesuatu yang berciri etnosain penting dilakukan tertentu terhadap semua hal yang ada di
dengan mengurai tiap unsur-unsurnya. sekitarnya, yang diketahui, dan pernah dialami.
Beberapa diantaranya menjadi ciri khas dari Klasifikasi ini terkadang menggunakan istilah-
etnosains. Unsur-unsur tersebut berupa asumsi istilah lokal dan lengkap dengan deskripsinya.
dasar, model, konsep-konsep pokok, metode Metode penelitian dalam etnosains-pun
penelitian, metode analisis, dan representasi. dapat dikatakan khas dan membuatnya
Asumsi dasar etnosains tentang gejala berbeda dengan paradigma lain. Spradley
yang diteliti ialah kesadaran pada individu yang (2007) mengungkapkan bahwa metode
berusaha mendefinisikan suatu gejala pada penelitian etnosains terfokus pada wawancara,
dasarnya berakar dan dibentuk oleh bahasa, dan klasifikasi sistem pengetahuan. Di
kebudayaan tempat individu tersebut sini yang pertama-tama diperlukan peneliti
dibesarkan (Ahimsa-Putra 2007b:170). ialah mempelajari bahasa masyarakat yang
Sementara itu asumsi dasar yang terkait diteliti untuk mengungkap sistem pengetahuan
manusia ialah manusia memiliki kecenderungan mereka. Melakukan berbagai wawancara
untuk melakukan pemberian tipe atau ciri, mendalam (indepth interview) dengan
dimana ia mengabaikan hal unik pada suatu menggunakan bahasa dan istilah lokal. Terakhir
objek lalu menempatkan objek tersebut ke menangkap dan memahami kategorisasi atau
dalam kelas yang sama dengan objek-objek lain tipologi yang disampaikan oleh tineliti.
yang dianggap memiliki ciri-ciri dan unsur-unsur Metode analisis dalam etnosains dimulai
yang serupa atau sama (Ahimsa-Putra dari hasil wawancara dan kategorisasi tadi
1985:114). Lalu asumsi dasar yang terkait (biasanya untuk memudahkan membuat
dengan ilmu pengetahuan adalah semua coding) lalu dianalisis dengan membuat analisis
rumusan atau pernyataan tentang suatu gejala taksonomik, mengajukan pertanyaan kontras,
selalu bersifat subjektif, dan tidak ada yang membuat analisis komponen, dan menemukan
dapat dikatakan objektif (Ahimsa-Putra tema-tema budaya (Spradley 2007).
2007b:171). Etnografi atau sebagai representasi
Sementara model utama yang digunakan paradigma adalah unsur penting lainnya.
dalam etnosains ialah bahasa (Ahimsa-Putra Mengapa etnosains dapat dikatakan sebagai
1985:106). Kebudayaan diibaratkan sebagai etnografi baru ialah karena etnografi yang
bahasa, yang memiliki fonetik dan fonemik. dihasilkan berbeda dengan paradigma-
Fonetik adalah cara penulisan bunyi bahasa paradigma sebelumnya. Etnografi khas
memakai simbol-simbol bunyi bahasa yang ada etnosains akan penuh dengan gambar, diagram,
pada si peneliti, dan sebaliknya fonemik tabel, grafik, peta atau hal-hal yang yang
berdasarkan apa yang digunakan si penutur dengan eksplisit menampilkan sistem
bahasa. Kebudayaan memiliki dua cara pengetahuan masyarakat yang diteliti dalam
pandang, yakni etik dari peneliti dan emik dari kategori-kategori yang mereka ciptakan dan
tineliti. Etnosains sangat menekankan pada pahami. Isi dari etnografi juga memadukan
pandangan emik karena perangkat beberapa bahasa, seperti bahasa lokal, bahasa
umum dan bahasa lain. Misalnya, penelitian
11
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
pada masyarakat Bugis kita akan menjumpai karya etnografi yang demikian akhir-akhir ini
konsep-konsep dengan istilah bahasa Bugis, populer diperbincangkan di Sulawesi Selatan
mendeskripsikan dengan bahasa Indonesia dan adalah Navigasi Bugis karya Gene Ammarell.
beberapa konsep teoritis dalam bahasa Inggris Bagi pembaca umum, sumbangsih etnografi ini
(baca misalnya, Idrus 2016). Rahman (2016) merujuk pada data-data kenavigasian dan
menyebut istilah ini dengan polyglot, yaitu gambaran kehidupan masyarakat pelaut Bugis
sebuah etnografi yang memuat beberapa sebagai pengetahuan baru atau panduan
bahasa dalam satu naskah yang padu padan. penelitian selanjutnya. Aspek seperti
Gaya polyglot yang diikuti dengan ragam idiom epistimologi dan paradigma yang terkandung di
sejatinya didudukkan sebagai konsekuensi dalamnya tidak banyak dibaca sebagai rujukan
akademis dari cakrawala disiplin etnografi. perbincangan yang lebih teoritis.
Dalam merangkum uraian dari unsur-
unsur di atas, Warner (1972:271-272) Fenomenologi di Balik “Navigasi Bugis” Karya
menyatakan: Gene Ammarell
Dalam sebuah karya yang diasumsikan
Theorizing in terms of synthetic
informants or in terms of question- sebagai karya fenomenologis, kita juga perlu
answering systems promises to fulfill melakukan beberapa pembuktian. Penelusuran
for the first time Goodenough's atau analisis ini dilakukan dengan menunjukkan
dictum that an ethnography should beberapa unsur-unsur epistemologi, seperti
allow one to behave like a native of asumsi dasar, nilai dan model-model. Asumsi
that culture at least for the general
dasar fenomenologi menurut Ahimsa-Putra
area of cultural verbal behavior based
on cultural knowledge. It cannot be (2012: 281-283): disebut juga butir-butir
stressed sufficiently that cultural pemikiran yang menjadi landasan epistemologis
knowledge is so vast that work in this pendekatan fenomenologi sosial budaya. Butir-
area is unrealistic without machine butir pemikiran tersebut adalah (1)
aid. Since anthropologists cannot get Fenomenologi memandang manusia sebagai
inside the informant's head, makhluk yang memiliki kesadaran, dimana
psychological reality is an empty
kesadaran itu selalu mengenai sesuatu; (2)
concept. Mind-like mechanical verbal
behavior seems best suited for the Pengetahuan pada manusia ini berawal dari
validation of our assumptions. interaksi atau komunikasi di antara mereka,
antara individu dengan individu lain, dan sarana
Bahwa seorang peneliti dalam hal ini
komunikasi yang fundamental adalah bahasa
antropolog yang berciri fenomenologis
lisan, sehingga eksistensi kesadaran manusia
diistilahkan oleh Warner dapat masuk dalam
hanya dapat diketahui melalui bahasa; (3) Oleh
kepala tineliti (subjek yang diteliti). Seorang
karena kesadaran dibangun melalui proses
peneliti atau etnografer mampu menjangkau
komunikasi dan interaksi sosial, maka
pemikiran-pemikiran yang diteliti dan
kesadaran dengan sendirinya bersifat
menggambarkannya dalam sebuah karya
intersubjektif; (4) Pengetahuan atau kerangka
etnografi. Mereka hidup layaknya penduduk asli
kesadaran menjadi pembimbing individu dalam
dari budaya yang diteliti. Prilaku keseharian,
mewujudkan prilaku-prilaku dan tindakan-
kebahasaan menjadi pintu masuk dalam
tindakan; (5) Satu bagian dari perangkat
menyelami alam pikiran tineliti atau untuk
kesadaran tersebut adalah tipifikasi
sampai pada pengetahuan mereka. Etnografer
(typification) atau klasifikasi (classification); (6)
dengan etnografi yang khas seperti ini memberi
Adanya kesadaran atau perangkat pengetahuan
nilai lebih bagi pembaca awam dan pembaca
yang bersifat sosial (bukan genetis) yang
tingkat lanjut (akademis). Salah satu contoh
12
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018
digunakan manusia untuk memandang dunia, dalam istilah-istilah lokal. Keterlibatan ini
sehingga ada tujuan yang akan dicapai, yaitu menjadikan Ammarell terlibat dalam kesadaran
melalui pemaknaan. Kehidupan manusia adalah kolektif bersama masyarakat yang diteliti. Data
kehidupan yang bermana; (7) Gejala sosial penelitiannya sangat merujuk pada seluruh
budaya merupakan gejala yang berbeda dengan sistem pengetahuan masyarakat terkait
gejala alam karena dalam gejala sosial budaya navigasi. Ammarell menjelaskan bahwa:
manusia terlibat dan memberikan makna
Catatan etnografi saya, yang
terhadap dunia yang dihadapinya; (8) Metode berangkat dari penelitian lapangan di
yang digunakan untuk mempelajari suatu gejala Balobaloang dan di atas perahu-
harus sesuai dengan hakikat dari gejala yang perahu dagang, menjelaskan
dipelajari. Pandangan Ahimsa-Putra ini pengetahuan khusus para pelaut
setidaknya memberikan beberapa simpulan setempat dan penerapannya dalam
mengatasi persoalan navigasi dan
tentang pandangan fenomenologi tentang
piloting. Dengan bergantung pada
manusia, pengetahuan, dan kesadaran. model-model dan kategori-kategori
Pandangan ini yang juga ditunjukkan dalam bentukan masyarakat setempat, saya
buku “Navigasi Bugis”. menelisik konseptualisasi orang Bugis
Gene Ammarell adalah seorang akan ruang dan waktu dengan
antropolog dan pernah menjabat direktur mencatat rincian ciri khas lingkungan
Southest Asia Studies di Uhio University, USA. maritim yang diketahui dan
digunakan oleh para nahkoda, antara
Kini beliau menjadi bagian dari asosiasi profesor
lain bintang, angin, ombak, dan arus.
emeritus di Department of Sociology and Penggunaan tanda-tanda alam ini
Anthropology, Ohio University. Konsentrasi dalam praktik navigasi kemudian
penelitiannya adalah bidang ekologi politik dan dianalisa, demikian pula perubahan-
Antropologi maritim. Buku ini ditulis dari perubahan dalam praktik ini seiring
sebuah penelitian disertasi (doktoral) di Yale diperkenalkannya kompas dan mesin
University. Penelitian ini berlangsung antara perahu. Dengan latar belakang
kognitif ini, kajian kemudian bergerak
tahun 1991 dan 1992 selama 17 bulan., yang
ke analisis etnografis tentang cara
dilakukan di desa maritim bernama pengetahuan dipindahkan, direduksi,
Balobaloang, Sulawesi Selatan. Wilayah ini dan ditransformasi di dalam satu dan
merupakan sebuah pulau di bagian barat daya di antara generasi, dan bagaimana
Makassar. Ammarel menegaskan bahwa pengetahuan ini menguraikan dan
karyanya merupakan: memengaruhi pemahaman akan
kekuasaan dan kewenangan di dalam
…[K]ajian etnografi tentang masyarakat Bugis (Ammarell
pengetahuan dan praktik navigasi 2016:viii).
masyarakat pelaut Bugis yang
Kutipan ini memberikan penegasan yang
bermukim di sebuah desa pulau di
Laut Flores, tengah jalan antara jelas bahwa etnografi Ammarell sangat berciri
Sulawesi Selatan dan Sumbawa fenomenologis. Penegasan yang eksplisit juga
(Ammarell 2016:viii). termuat dalam kata pengantar buku tersebut,
Penelitian ini dilakukan berawal dari bahwa sistem kognisi merupakan fokus utama
kapal-kapal dagang masyarakat Balobaloang. Ia dalam sebuah etnografi. Artinya, pengetahuan
melibatkan diri secara partisipatif dalam ini merupakan emik, basis utamanya adalah
penelitiannya, melakukan wawancara tineliti.
mendalam dan mencatat semua hal-hal terkait Langkah cukup kongkret yang dilakukan
local knowleadge dan menyajikannya tetap Ammarell dalam bukunya adalah membuat
13
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
daftar istilah lokal yang diperoleh selama Ia juga menegaskan bahwa penelitiannya
penelitian berlangsung dengan jumlah lebih telah berkontribusi secara teoritis terhadap
dari 1000 istilah. Istilah-istilah ini juga Etnoastronomi, Antropologi, dan perubahan
dibedakan dengan istilah lain, seperti istilah sosial (Ammarell 2016:10). Penekanan ini
dalam bahasa Inggris (dengan simbol ING), secara tidak langsung menegaskan posisinya
bahasa Latin (L), bahasa Makassar (MAK) dan sebagai seorang antropolog yang berkontribusi
selebihnya menggunakan istilah dalam bahasa terhadap Antropologi Kognisi (istilah lain dalam
Bugis (tanpa tanda) dan bahasa Indonesia menyebut etnosains). Ini juga merefleksikan
sebagai bahasa utama penulisan (baca juga perkembangan dan tren penelitian
Idrus 2016). Ini dimaksudkan untuk fenomenologis kala itu (1990an awal) cukup
menegaskan resiko kesalahan pengertian dan kuat pengaruhnya dalam penelitian-penelitian
sekaligus menunjukkan bahwa penelitian ini lapangan antropolog.
menjaga istilah-istilah lokal dari tineliti-nya. Beberapa pengetahuan lokal yang
Seluruh deskripsi tentang lingkungan material dihimpun oleh Ammarell dari berbagai
dan non material benar-benar menggunakan informan (diantaranya para nahkoda dan
perspektif kognisi tineliti. kapten kapal) dapat ditemui dalam berbagai
Dalam sistem navigasi Bugis atau navigasi bagan, gambar dan deskripsi bagian-bagiannya,
non barat dijelaskannya bahwa setiap nahkoda serta peta yang dilampirkan dalam buku ini
bergantung pada fenomena langit, yang ditulis dengan bahasa Bugis, lalu diberikan
menghubungkannya dengan berbagai catatan bahwa di buat secara khusus oleh
fenomena laut yang terjadi, juga fenomena lain informannya.
seperti hewan-hewan yang muncul atau Oleh karena “Navigasi Bugis” Ammarell
dijumpai. Ini menandakan sistem navigasi masih sangatlah fenomenologis, maka sarana interaksi
merujuk pada alam sebagai pembimbing yang muncul terkait kebahasaan begitu jelas
(penunjuk) arah dalam pelayaran mereka. terlihat. Pandangan emik (melalui bahasa) dari
Teknologi yang terbatas menjadikan kepekaan tineliti ditampilkan oleh Ammarell dalam
fenomena menjadi modal dalam melakukan sebuah deskripsi, menampilkan berbagai istilah
prediksi dan membangun sistem pengetahuan lokal, dilengkapi dengan penjelasan yang
terkait kehidupan mereka. Ammarell dikombinasikan dengan pandangan etiknya.
menegaskan bahwa: Metode pengumpulan data yang
dilakukan juga adalah participant observations
…[S]ebuah catatan etnografis tentang
pengetahuan pribumi, saya dan wawancara mendalam. Pertama-tama
cenderung bersandar pada kategori dengan memahami bahasa masyarakat
lokal untuk menata sistem Balobaloang dan melakukan klasifikasi sistem
pengetahuan dan praktik navigasi pengetahuan mereka terkait navigasi dan
Bugis (Ammarell 2016:3). piloting. Dalam buku ini, Ammarell bahkan
Posisi Ammarell dalam penelitian ini menjelaskan bahwa saat masa penelitiannya
cukup fenomenologis, semakin jelas dengan berlangsung, kapal-kapal menggunakan layar
kutipan di atas. Ia mengklaim: sepenuhnya telah semakin terbatas, jikapun
ada, mereka tidak mengizinkan Ammarell
Hasilnya adalah sebuah catatan
tentang pengetahuan dan praktik terlibat atau ikut dalam aktivitas pelayaran
navigasi Bugis yang terpusat pada karena pertimbangan resiko. Banyak kapal awal
makna dan punya dasar historis yang diikuti Ammarell adalah kapal-kapal
(Ammarell 2016:9). mesin. Guna memeroleh kedalaman data dan
taste dari penelitiannya (saya juga
14
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018
15
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
16
Jurnal Emik, Volume 1 Nomor 1, Desember 2018
17
Etnografi Navigasi Bugis Karya Gene Ammarell: .....
18