You are on page 1of 16

KONFLIK BERSENJATA DI YAMAN : MOTIF DAN JUSTIFIKASI ARAB

MELAKUKAN INTERVENSI MILITER DALAM HUKUM HUMANITER


Dosen Pengampu: Dyah Lupita Sari SIP.M.Si

Kelompok II :
1. Ridha Elfitra Hibaturrahma (151200035)
2. Debby Tabuni (151200038)
3. Najlaa Aulia Putri (151200074)
4. Anmita Intan F (151200096)
5. Irfan Aditya Kamal (151200109)
6. Emmanuel Martin N (151200122)
7. Rangga Ihsan F H (151200130)

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN


ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2021
Abstract:

The civil war in Yemen has been caused by the emergence of a rebel group that
opposes the implementation or policies of the central government called Houthis. Founded in
2004 and founded by Hussein Al-Houthi, the group aims to claim its rights to the central
government, as where they come from is less concerned or lacking in the provision of
facilities. The rebel group was the main threat in Yemen's central government at the time.

The method of data collection that we do is with literature studies. We collect data
from internet journals, articles, and news to expand our study materials. The technique of
analysis in the case in Yemen by comparing the interventions carried out by Saudi Arabia
with the principles of humanitarian intervention that has been recognized by the international
community. So the result of the discussion is that Saudi Arabia’s intervention is controversial
by bombing areas dominated by the Houthis. Although under certain circumstances this
intervention is allowed to be carried out, the consequences resulting from the intervention are
enormous. This is evidenced by the activities of operation that they cause collateral damage
with tens of thousands of mass casualties who are in fact civilians. This caused hundreds of
fatalities in which there were inmates, women, even small children. When viewed from the
perspective of international humanitarian law, Saudi Arabia's attacks are very contrary and
violate the existing rules of international humanitarian law.

Abstrak:

Perang saudara terjadi di Yaman disebabkan oleh munculnya kelompok pemberontak


yang menentang pelaksanaan atau kebijakan pemerintahan pusat bernama Houthi. Houthi
sendiri berdiri pada tahun 2004 dan didirikan oleh Hussein Al-Houthi. Kelompok ini
memiliki tujuan untuk menuntut haknya terhadap pemerintah pusat, karena tempat mereka
berasal kurang mendapatkan perhatian atau kurang dalam pemberian fasilitas. kelompok
pemberontak ini menjadi ancaman paling utama dalam pemerintahan pusat Yaman kala itu.

Metode pengumpulan data yang kami lakukan adalah dengan studi kepustakaan.
Kami mengumpulkan data dari jurnal internet, artikel, berita untuk memperluas bahan kajian
kami. Teknik analisa dalam kasus di Yaman dengan membandingkan intervensi yang
dilakukan Arab Saudi dengan prinsip-prinsip intervensi kemanusiaan yang telah diakui oleh
dunia internasional. Maka hasil dari pembahasannya adalah intervensi yang Arab Saudi
lakukan bersifat kontroversial dengan melakukan pengeboman pada wilayah yang didominasi
oleh Houthi. Meskipun akibat yang ditimbulkan oleh suatu intervensi itu sangat besar,
keadaan-keadaan tertentu yang diambil mungkin saja diperbolehkan. Hal ini dibuktikan
dengan kegiatan operasi yang menimbulkan korban dari puluhan ribu warga sipil akibat
collateral damage yang terjadi. Hal ini menimbulkan ratusan korban jiwa yang mana
didalamnya ada narapidana, wanita, bahkan anak kecil. Jika dilihat dari perspektif hukum
humaniter internasional, penyerangan Arab Saudi sangat bertentangan dan melanggar aturan
yang ada pada hukum humaniter internasional.

PENDAHULUAN

Yaman adalah salah satu negara yang letaknya di Timur Tengah. Sejarah Yaman
menunjukkan bahwa negara ini telah mengalami banyak sekali masalah atau konflik yang
terjadi dalam negaranya. Hingga saat ini dampak dari kekacauan pun masih dapat terasa
walau konflik yang terjadi sudah mereda. Yaman menjadi negara yang cukup penting
keberadaannya oleh negara-negara di samping-sampingnya. Segala aset berupa kekayaan
alam, posisi geografis dan sebagainya yang terdapat dalam negara tersebut menjadi hal
sangat penting bagi keutuhan Yaman, serta menjadi suatu kepentingan bagi negara di
sampingnya untuk diperhatikan pula.
Yaman mengalami beberapa konflik yang terjadi di dalam tubuhnya sendiri atau dapat
disebut dengan perang saudara. Terdapat sebuah kelompok di Yaman yang menentang
pelaksanaan atau kebijakan pemerintahan pusat bernama Houthi. Tindakan yang dilakukan
kelompok ini dinamakan Gerakan Houthi dan didirikan di sebuah tempat di Yaman Utara
lebih tepatnya di Provinsi Sa’ada pada tahun 2004. Houthi diambil dari nama awal pendiri
pendiri kelompoknya, Hussein Al-Houthi. Sekilas, kelompok ini dibentuk untuk mencoba
menuntut haknya terhadap pemerintah pusat, karena tempat mereka berasal kurang
mendapatkan perhatian atau kurang dalam pemberian fasilitas serta terasa asing bagi
pemerintah pusat di kota yang lebih maju. Pada tahun 2004, saat pasukan keamanan dari
Yaman ingin menangkap Hussein Al-Houthi ia telah tewas. Lalu pada tahun berikutnya putra
Al-Houthi, Abdel-Malek melanjutkan perjuangan ayahnya dan kelompoknya melakukan
perang sipil melawan pemerintah pusat di Sana’a (ibukota negara Yaman). Gerakan ini dapat
disebut sebagai pemberontakan bagi pemerintah pusat. Gerakan Houthi melakukan banyak
aksi gerilya yang berpusat di Saada di daerah pegunungan batu. Perang ini terus terjadi
hingga tahun 2010 dan berakhir dengan gencatan senjata. Akibat perang Yaman ratusan ribu
warga sipil menjadi korban.1
Pada tahun 2011 Yaman kembali dihadapkan pada sebuah masalah yang
menyebabkan mundurnya kekuasaan Presiden Ali Abdullah Saleh, sehingga membuat
kebingungan pada pemerintahan pusat. Pada masa pemerintahannya selama 22 tahun itu
dinilai tidak adil dan hanya mementingkan kelompok yang mendukungnya saja. Selanjutnya,
pemerintahan diambil alih oleh wakil presiden dari Ali Abdullah Saleh yaitu Abdu Rabbuh
Mansur Hadi. Kepemimpinan Yaman yang diambil oleh Hadi memiliki banyak pertentangan.
Pemerintahan Hadi didukung oleh negara lain yaitu Arab Saudi serta anggota-anggota Gulf
Cooperation Council (GCC). Hal ini juga terbukti dengan tidak berjalannya pemerintahan
sesuai yang diharapkan sebelumnya. Pemerintahan yang mulai berjalan 3 tahun, pada tahun
2014 kelompok Houthi melakukan pemberontakan dan menyerbu daerah utara Yaman
(daerah pemerintahan pusat Yaman). Lalu kelompok pemberontak Houthi juga mengambil
beberapa wilayah disana yang menunjukan bertambahnya kekuatan yang dimiliki. Hal yang
terjadi selanjutnya adalah mantan Presiden Ali Abdullah Saleh bergabung dalam kelompok
pemberontak Houthi. Hal ini tentunya menjadikan kelompok pemberontak sebagai ancaman
paling utama dalam pemerintahan pusat Yaman kala itu. Penyerangan terus dilakukan
terhadap pemerintahan pusat hingga kelompok pemberontak dapat menguasai ibukota Sana’a.
Kejadian inilah yang membuat akar percampuran dari intervensi Arab Saudi akan terjadi. Hal
tersebut terjadi karena Presiden Hadi melarikan diri ke Arab Saudi, lebih tepatnya ke Riyadh
untuk mencari bantuan dan meminta Arab Saudi untuk menolongnya. Pihak Arab Saudi
menyetujui dalam memberikan bantuan atau intervensi karena memiliki pertimbangan dan
beberapa alasan tersendiri.2
Arab Saudi memiliki kepentingan terhadap Yaman dalam pemerintahan Abdurabbuh
Mansur Hadi untuk melindungi selat Bab el Mandeb. Selat ini dipakai Arab Saudi sebagai
jalan lalu lintas baginya untuk mengekspor minyak. Pada keadaan saat itu Selat Bab el
Mandeb telah dikuasai oleh pemberontak Houthi. Dibalik serangan itu diketahui pula Iran
telah membantu dalam melancarkan usaha-usaha yang dilakukan. Dengan beginilah Arab
Saudi memiliki kepentingan yang besar dalam mendukung pemerintahan Presiden Hadi untuk
mengamankan rute perdagangannya. Arab Saudi mendapatkan sumber keuntungan yang
sangat melimpah dari perdagangan minyaknya sekitar 80%. Dengan dikuasainya selat Bab el

1
Sigit Priambodo, “Motif Intervensi Arab Saudi Terhadap Perang Saudara di Yaman”,Vol.6 No 1 Hal 206,
Universitas Airlangga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Hubungan Internasional.
2
Alvis Rahman Bhasuki, dkk, “Perang Saudara di Yaman: Analisis Kepentingan Negara Interventif dan
Prospek Resolusi Konflik”, Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Vol IX No.1, Hal 10.
Mandeb oleh kelompok Houthi membuat Arab sangat marah dan sangat ingin membantu
pemerintahan Hadi melawan pemberontak. Dari awal telah dijelaskan pula bahwa naiknya
Wakil Presiden Abd Rabbuh Mansur hadi menjadi Presiden atas dukungan penuh dari Arab
Saudi dan koalisinya.3
Arab Saudi beserta koalisinya melancarkan serangan intervensinya pada 26 Maret
2015. Negara-negara yang tergabung dalam koalisi Arab Saudi meliputi Mesir, Sudan,
Bahrain, Morocco, Kuwait, Senegal, Yordania, serta Qatar. Koalisi ini bergabung karena
adanya ketakutan berupa ancaman dari Iran yang diketahui telah membantu mengirimkan
senjata dan pelatihan militer terhadap kelompok Houthi. Arab Saudi beserta koalisinya takut
bahwa Iran akan memperkuat pengaruhnya untuk menguasai kawasan Timur Tengah.4 Maka
diluncurkanlah sebuah serangan berupa pemboman terhadap kelompok pemberontak. Di sini,
konflik perang yang terjadi menjatuhkan banyak sekali korban baik dari prajurit perang
maupun masyarakat sipil. Maka banyak tinjauan atau bahasan mengenai tindakan yang
dilakukan Arab Saudi dalam melakukan intervensi perang di Yaman.
Intervensi suatu negara atau pihak dari luar negeri terhadap satu negara memiliki
beberapa syarat untuk dapat dikatakan sah dalam tindakannya. Apalagi isu yang dibahas
adalah intervensi kemanusiaan dalam hukum humaniter yang menimbulkan banyak masalah
pelanggaran hak asasi manusia oleh negara atau pihak di luar wilayah konflik. Alvis
Rahman. Plano dan Olton di dalam The International Relations Dictionary mengartikan
intervensi sebagai keikutsertaan atau campur tangan secara koersif oleh suatu negara atau
pihak di luar negara yang diintervensi dalam mengatur urusan dalam negeri agar negara yang
diintervensi dapat terpengaruh untuk membuat kebijakan dalam negeri atau luar negerinya.
Intervensi dapat diakui sah atau tidak dalam hukum internasional. Alasan yang pertama
apabila negara atau pihak yang melakukan intervensi telah diberikan hak atau mandat untuk
melakukan tindakannya melalui perjanjian. Yang kedua, dalam negara yang konflik terdapat
pelanggaran kesepakatan oleh suatu pihak dengan bertindak secara mandiri tanpa mendapat
ijin dari seluruh pihak yang lain. Yang ketiga, perlunya melakukan tindakan untuk
melindungi adanya ancaman jiwa masyarakat tempat konflik terjadi. Yang keempat, adanya
kepentingan untuk mempertahankan keutuhan suatu negara yang konflik. Yang kelima, jika
suatu negara yang diintervensi tersebut melanggar hukum internasional. Dalam Piagam PBB

3
Ali Al Uraidy, “Penyerangan Koalisi Arab Saudi terhadap Yaman dalam Perspektif Hukum Humaniter”,
Jurnal Kertha Desa, Vol. 9 No. 3, Hal 38-50.
4
Bhasuki, dkk, Op.Cit.,Hal 11.
intervensi ke dalam suatu negara juga dapat dibenarkan apabila konflik yang terjadi
mengancam perdamaian atau melakukan agresi. (Plano & Olton 1988).5

Kerangka Konseptual

Intervensi Militer

Intervensi militer adalah tindakan ikut campur suatu negara yang dilakukan dengan
cara mengirimkan pasukan militer untuk mengatasi suatu permasalahan pada suatu
pemerintahan ataupun suatu kelompok pemberontak, hal tersebut tak dapat dibenarkan
berdasarkan hukum internasional yang ada maupun dalam prinsip Jus Cogens. Intervensi
militer itu sendiri merupakan tindakan yang dilarang berdasarkan piagam PBB pada pasal 2
ayat 4. Namun tindakan intervensi militer dapat dilakukan apabila memicu ancaman terhadap
perdamaian internasional melalui batas-batas yang ditetapkan dalam Pasal 39 Piagam PBB
oleh Dewan Keamanan PBB. Menurut prinsip Jus Cogens, tindakan pengambilalihan
kekuasaan yang berupa ancaman serta memiliki pengaruh terhadap kedaulatan suatu negara
adalah pelanggaran. Dimana seluruh negara harus saling menghormati kedaulatannya
masing-masing.6

Intervensi bisa dibenarkan atau dapat di sah kan secara hukum apabila negara yang
mengintervensi telah diberikan hak ikut campur tangan melalui perjanjian, suatu negara yang
melanggar perjanjian keputusan kebijakan bersama tindakan sepihak, melakukan intervensi
dengan tujuan untuk melindungi masyarakat suatu negara harus mempertahankan serta
memperhatikan integritas dan kedaulatan, atau sebuah pelanggaran hukum internasional.
Intervensi juga tercantum di dalam piagam PBB yang berupa tindakan komunitas
internasional secara kolektif menentang negara yang terancam atau hancur damai atau
melakukan tindakan agresi.7

Hukum Humaniter

Hukum humaniter atau lebih lengkapnya disebut sebagai international humanitarian


law applicable in armed conflict, hukum humaniter berasal dari kata hukum perang atau di
masa kini biasa di dikenal menggunakan sebutan law of war. Istilah tersebut lalu berkembang

5
Bhasuki, dkk, Loc.Cit.
6
Sandy Kurnia Christmas, Joko Setiyono, jurnal “INTERVENSI MILITER TERHADAP KUDETA POLITIK
MENURUT PRINSIP JUS COGENS”, Volume 1, Nomor 3, Tahun 2019.
7
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional
menjadi hukum sengketa bersenjata. Atau dikenal sebagai law of armed conflict. Yang
akhirnya istilah tersebut saat ini banyak dikenal sebagai hukum humaniter.8

Menurut Mochtar Kusumaatmdja, hukum humaniter adalah suatu bagian dari hukum
yang mengatur tentang ketentuan dan aturan mengenai perlindungan terhadap kondisi korban
akibat terjadinya konflik peperangan, berbeda halnya dengan hukum perang yang mengatur
perang itu sendiri dan segala hal yang memiliki keterkaitan dengan perang itu sendiri.9

Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional merupakan konsep dasar yang utama dalam dinamika hubungan
internasional. Semua negara akan selalu terlibat pada proses mencapai atau memastikan
tujuan kepentingan nasional yang berbeda antara mereka masing-masing. Kebijakan luar
negeri setiap negara dirumuskan sesuai dengan kepentingan nasionalnya dan selalu
berkomitmen untuk memastikan tujuannya. Menjaga kepentingan nasional adalah hak yang
wajib diterima secara umum oleh semua negara.10

Terkait dengan kepentingan nasional, Hans Morgenthau berpendapat bahwa


kepentingan nasional adalah upaya yang dilakukan suatu negara dalam meraih kekuasaan,
yang bertujuan untuk membentuk serta mempertahankan pengendalian suatu negara atas
negara lain. Dalam pengendalian hubungan kekuasaan tersebut dapat tercipta melalui
metode-metode secara paksaan maupun berupa kerjasama.11

8
Siswanto, Dadang ,Prinsip-prinsip dasar penyebarluasan Hukum Humaniter Internasional, Fakultas Hukum,
Universitas Diponegoro, Semarang 2002.
9
Wahyu Wagiman, “Hukum Humaniter dan Hak asasi Manusia” Dalam, httap//www.elsam /Lembaga Studi
dan Advokasi Masyarakat or.id.
10
Suwarman, Eufronius Marianus, dkk, "RIVALITAS GEOPOLITIK AMERIKA SERIKAT – TIONGKOK DI
MYANMAR", Jurnal Asia Pacific Studies, Volume 2 Number 2 / July – December 2018, Universitas Kristen
Indonesia.
11
Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta, LP3ES,1990, hlm. 139
PEMBAHASAN

Arab Saudi sudah mulai berupaya membentuk sebuah koalisi dengan negara-negara
lain untuk mengatasi segala situasi di masa pemerintahan Presiden Hadi, dimana saat itu
beliau turut meminta bantuan luar negeri. Konflik Yaman yang terjadi saat ini telah
dipengaruhi oleh koalisi tersebut yang turut berkontribusi dan tentu saja mereka bertanggung
jawab atas tindakan mereka. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa mereka turut ambil bagian
dalam koalisi tersebut guna membantu Presiden Hadi dalam mempertahankan kedaulatannya
yang sah. Namun, tidak hanya itu, ternyata Arab Saudi juga memiliki motif tersembunyi yaitu
mengungguli pengaruh Iran pada wilayah tersebut.

Dalam Hal ini, bantuan yang koalisi itu lakukan, yang paling kontroversial dan paling
mudah dikenal hingga saat ini dalam bentuk operasi militer mereka adalah banyaknya
serangan udara yang diluncurkan menuju ke para pemberontak Houthi dengan tujuan
mengusir atau bisa dibilang memusnahkan mereka. (Gambrell 2015). Koalisi yang dipimpin
oleh Arab Saudi itu sendiri, memulai pembombardiran wilayah yang didominasi oleh para
Houthi pada tahun 2015. Penyerangan tersebut memang menargetkan pangkalan militer,
kamp-kamp Houthi dan Situs rudal. Namun, ternyata operasi tersebut diketahui menyebabkan
collateral damage dengan korban warga sipil sebanyak puluhan ribu korban. Serangan udara
tersebut juga ternyata telah menimbulkan beberapa kerusakan bangunan seperti halnya pasar,
sekolah, rumah sakit, dan bahkan pemakaman. Berdasarkan data yang peroleh Komisaris
Tinggi OHCHR pada tahun 2018, diperkirakan jumlah korban yang disebabkan oleh serangan
ini mencapai sekitar 17.062 dengan rincian 6.592 tewas dan 10.470 terluka

Motif Intervensi Militer Arab Saudi terhadap Konflik Yaman motif perebutan power di
Timur Tengah melalui Yaman

Timur Tengah, sebuah kawasan yang mana secara geografis terletak di tengah-tengah
tujuh lautan. Pada sekitar Tunisia, Libya, dan Mesir terdapat Laut tengah atau yang disebut
Mediterania ; Sudan dan Arab Saudi dengan Laut Merahnya ; di bagian barat samudera
Hindia terdapat Laut Arab dimana terletak diantara Arab Saudi dan India; kemudian Laut
mati sebagai pembatas Israel dan Yordania; Laut Aegean dan terakhir Turki dengan Laut
Hitamnya.

Tidak hanya berbatasan dengan 7 Laut, ternyata Timur Tengah memiliki hal lain yang
juga penting dalam sektor perdagangan dunia,
Yang pertama, Selat Gibraltar, Selat yang terletak di antara Spanyol dan Maroko yang
terkenal sebagai jalan pintas kapal-kapal yang berlintas ke Asia dari Samudera Atlantik. Yang
kedua merupakan tempat transit yang cukup terkenal dimana selat tersebut menjadi
satu-satunya jalur perdagangan Rusia dari Laut Hitam Ke Laut Tengah, yaitu Selat Turki.
Yang Ketiga, merupakan suatu jalur yang vital bagi sebuah pelayaran yang berasal dari Laut
Tengah menuju Afrika maupun Asia, yaitu Terusan Zues. Yang Keempat, Selat Bab el
Mandep, selat ini merupakan jalur penting untuk perdagangan minyak menggunakan
kapal-kapal tanker dengan rute Terusan Zues ke Selat Hormuz. Yang terakhir, Selat Hormuz,
selat yang terletak di Oman bagian selatan dan posisinya sangatlah strategis karena menjadi
tempat berlabuh dan berlalunya semua kapal dan transportasi minyak. (Priambod, 2017).

Berdasarkan data yang diambil dari U.S Energy Information Administrations (EIA),
dapat kita lihat , bahwa pada sekitar tahun 2016, pada setiap harinya Selat Bab el Mandeb
dilalui sekitar 4,8 juta barel minyak yang diangkut oleh kapal-kapal tanker dengan tujuan
Eropa, Asia, dan Amerika Serikat, Hal ini berarti Selat Bab el Mandeb merupakan selat yang
dapat dibilang sangat penting bagi sektor perdagangan minyak internasional. Tidak hanya
minyak mentah, Selat tersebut juga menjadi gerbang untuk kapal-kapal tanker yang
membawa minyak olahan atau petroleum dari selat Hormuz dengan tujuan Laut Merah dan
Terusan Suez. Hal penting yang harus diketahui adalah ternyata Laut Merah juga merupakan
pintu masuk utama bagi perdagangan minyak di negara-negara Arab, dimana negara-negara
tersebut pasar ekornya sangat bergantung perekonomiannya pada ekspor minyak terutama
Arab Saudi.

Dalam Hal ini Arab Saudi ternyata memiliki ambisi yaitu menjadi negara yang
memimpin dunia Arab dan Islam dengan memakai sebuah koneksi geografis yang kuat ke
Asia, Eropa, dan Afrika, (Saudi embassy, 2017). Koneksi geografis tadi dibangun atas
kerjasama perdagangan Arab Saudi menggunakan negara-negara kawan dagang misalnya
Cina, Jepang, Korea Selatan & Uni Eropa terutama pada sektor perdagangan minyak & gas.
Konflik yg terus terjadi pada Yaman sebagai perhatian Arab Saudi lantaran jatuhnya
pemerintahan Yaman ke pada dominasi grup Houthi yg dekat menggunakan Iran akan
berdampak dalam akses kemudian lintas kapal- kapal minyak. Jika sewaktu-ketika grup
Houthi menutup atau membatasi akses kemudian lintas kapal buat melewati Bab el Mandeb,
tentunya akan berimbas pada pasar tenaga internasional. Pasokan minyak akan tersendat &
menambah beban porto & ketika produksi yg lebih usang lantaran kapal-kapal tanker
pengangkut minyak wajib berputar menempuh rute yg lebih jauh melewati wilayah selatan
Afrika buat menuju pasar Eropa & Amerika Serikat.

Hal ini didukung dengan adanya sebuah pernyataan dari Menteri Luar Negeri Arab
Saudi, Adel al- Jubeir yang mengatakan bahwa: “Do we want a Hezbollah
(Houthi)-controlled country on our southern border? No. Not going to happen. Do we want a
Hezbollah (Houthi)- controlled country controlling access to the Red Sea where more than
ten percent of the world trade takes place? No.”(Isobel Coleman)

Kontrol dan Penguasaan terhadap jalur strategis Bab el Mandeb yang dinilai sangat
penting bagi jalur perdagangan ini lah yang menjadi motif utama tindakan intervensi militer
Arab Saudi terhadap Yaman. Selat yang berada di wilayah Yaman tersebut, tentunya sangat
penting dan berpengaruh terhadap stabilitas perdagangan di Arab Saudi, tentunya hal tersebut
dikarenakan Selat Bab el Mandeb merupakan jalur utama dari setiap kapal yang berlayar dan
singgah dari Arab Saudi. Penguasaan dan Kontrol ini menjadi penting untuk mencapai
ambisinya dalam mencoba menjadi pemimpin dunia Arab. Jadi dapat disimpulkan Arab
Saudi melakukan intervensi terhadap Yaman dikarenakan untuk memastikan bahwa Bab el
Mandeb selalu aman dan selalu tersedia bagi semua pelayaran internasional setiap saat.

Motif Kepentingan Keamanan Nasional Arab Saudi

Berbatasan langsung dengan Yaman, Stabilitas keamanan negara Arab Saudi ikut
terkena dampak langsung dari konflik Yaman yang berlangsung pada tahun 2015. Dengan
jarak perbatasan antara Yaman dan Arab Saudi yang panjangnya mencapai 1.460 km
membuat beberapa ,masalah bagi Arab Saudi. Masalah yang pertama, dapat dikatakan adanya
sebuah lalu lintas ilegal yang dilakukan pekerja dari Yaman dan kelompok-kelompok lain
yang menyeberang ke Arab Saudi secara ilegal untuk mencari pekerjaan. Sehingga akhirnya
pada tahun 2013, Arab Saudi harus mengeluarkan sebuah tuntutan dan peringatan kepada
pada pekerja ilegal yang diperkirakan sejumlah 1,5 juta jiwa asal Yaman tersebut untuk
segera melaporkan diri atau segera meninggalkan Arab Saudi. Sehingga pada Tahun 2014,
Pekerja Ilegal yang terancam dideportasi sebesar 800.000 jiwa. Dalam hal ini tentu saja Arab
Saudi tidak ingin membiarkan Pekerja ilegal asal Yaman terus masuk ke negaranya
dikarenakan dengan adanya pekerja ilegal yang terus bertambah akan mengakibatkan
turunnya jumlah pekerja yang berasal dari Arab Saudi sehingga menaikan jumlah angka
pengangguran serta meningkatnya anggaran biaya Arab Saudi. Selain itu, daerah perbatasan
menjadi daerah operasi sindikat penyelundup obat bius dan perdagangan manusia. (Dw.com,
2017).

Permasalahan selanjutnya adalah Daerah perbatasan antara Yaman dan Arab Saudi
merupakan basis dari suatu kelompok pemberontak di Yaman yang disebut kelompok Houthi,
Kelompok tersebut berbasis di bagian Yaman Utara tepatnya di provinsi Sa’adah. Kelompok
ini dianggap sebagai ancaman keamanan nasional oleh Arab Saudi dikarenakan pergerakan
mereka mampu mencapai wilayah teritorial milik Arab Saudi. Diperburuk dengan adanya
penjaga perbatasan Arab Saudi-Yaman yang tewas saat kelompok Houthi melewati
perbatasan Arab Saudi, bahkan kelompok Houthi berhasil menduduki suatu wilayah milik
Arab Saudi yakni Jabal Dukhan. Tidak hanya itu, pada tahun 2015 tepatnya tanggal 5 Mei
2015, perbatasan Arab Saudi dan Yaman diserang oleh milisi Houthi yang menewaskan dua
warga sipil Arab Saudi dan mereka juga menyandera lima tentara perbatasan. Kemudian pada
tanggal 1 Juni 2015, terjadi lagi penyerangan oleh kelompok Houthi, mereka menyerang
perbatasan kedua negara dengan menghujani tembakan ketika Arab Saudi sedang melakukan
patrol keamanan di kota bagian selatan perbatasan Arab Saudi-Yaman, yakni kota Harth,
daerah Jazan.

Setelah adanya peningkatan jumlah serangan pesawat tanpa awak dan juga serangan
rudal balistik, Arab Saudi mulai mengkhawatirkan akan adanya serangan besar-besaran terus
menerus. Hal ini ternyata benar adanya, pada juli 2015, di Provinsi Jizan, pasukan kelompok
Houthi menembaki kamp militer milik Arab Saudi. Sehingga jika diperhitungkan, dalam
waktu kira-kira Bulan mei 2015 hingga 27 Januari 2017, sudah ada lebih dari 40 rudal yang
dicegat oleh Arab Saudi, Semua Rudal tersebut diluncurkan dari Yaman menuju Wilayah
Arab Saudi (CSIS, 2016).

Menteri Luar Negeri Adel al-Jubeir turut berkomentar terkait adanya serangan rudal
kelompok Houthi ke wilayah Arab Saudi, beliau mengatakan:

“...There was no way that we were going to allow a radical militia allied with Iran and
Hezbollah (Houthi), in possession of ballistic missiles and an air force, to take over a country
that is strategically important to the world and that is our neighbor.”

“Iranian interventions in the region are detrimental to the security of neighboring


countries and affect international peace and security. We will not allow any infringement of
our national security.”(arabnews.com, 2018)
Berdasarkan kedua pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepentingan utama
Arab Saudi dalam intervensi militernya ke wilayah Yaman adalah untuk menjaga stabilitas
keamanan nasional negaranya dan melindungi wilayah perbatasan antara Arab Saudi –
Yaman agar tercipta rasa aman bagi warga sipil Arab Saudi yang tinggal di wilayah
perbatasan.

Tinjauan Hukum Humaniter

Teori hukum humaniter pada mulanya ialah salah satu teori hukum yang pembahasannya
meliputi hukum perang (laws of war) yang seiring berjalannya waktu berkembang menjadi
hukum sengketa bersenjata (laws of arm conflict yang mana bertujuan agar teratasinya
masalah yang berkaitan dengan perang. Namun, terdapat pengecualian dalam beberapa
keadaan tertentu seperti misalnya adanya tingkat kedaruratan dalam perlindungan
kemanusiaan serta adanya batasan terhadap kedaulatan negara, yang mana suatu negara
secara di sengaja melakukan pelanggaran HAM terhadap masyarakatnya.

Oleh karena itu, secara hukum, intervensi ini diperlukan baik itu dari negara lain
maupun organisasi-organisasi tertentu sebagai pereda dan peredam konflik agar turunnya
tinggi angka pelanggaran. Namun, banyak negara justru menyalah artikan hukum ini, terlihat
dari banyaknya ditemukan kekerasan, agresi senjata maupun militer, yang melanggar Pasal 2
ayat (4) yaitu terkait adanya larangan terhadap negara dalam mengaplikasikan suatu agresi
ataupun kekerasan terhadap penyelesaian suatu sengketa.

Seperti halnya kondisi Yaman yang terjadi konflik besar dan sudah memakan banyak
korban jiwa dari pihak masyarakat sipil akibat dampak dari kekejaman pihak pihak yang
memiliki konflik. Hal ini membuktikan bahwa terdapat ketidaksesuaian terhadap penerapan
prinsip hukum oleh negara pengintervensi seperti misalnya di Yaman yang malah dominan ke
agresi militer.

Berikut adalah faktor-faktor yang menimbulkan pelanggaran HAM di Yaman :


1. Munculnya Kelompok Pemberontak Houthi, merupakan awal terjadinya pelanggaran
HAM yang memantik timbulnya konflik pihak oposisi oleh Ali Abdullah Saleh yang mana
memiliki klaim bahwasannya Houthi dapat semakin mengacaukan Yaman dan kemudian
memutuskan untuk menghentikannya, yang pada akhirnya menjadi perhatian utama bagi
Arab Saudi.

2. Meningkatnya pelanggaran HAM pasca Intervensi Arab Saudi dan AS


Tidak hanya itu, Amerika Serikat sebagai negara Super Power turut mendukung koalisi Arab
Saudi. Ada begitu banyak bantuan militer seperti persenjataan meliputi untuk serangan laut,
udara, dan darat, yang diberikan oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat. Padahal di dalam
hukum humaniter internasional sudah dijelaskan bahwa sebagai hukum perang yang mampu
mengurangi dampak buruk dalam medan konflik untuk melindungi pihak-pihak yang tidak
bersalah. Tindakan Arab Saudi terhadap serangan di Yaman merupakan sebuah aksi balas
dendam yang dilakukan Arab Saudi karena perusahaan minyak Arab Saudi yang bernama
Arramco (Arabian American company oil) yang berada di Jeddah telah diserang oleh
kelompok bersenjata Houthi sehingga Arab Saudi melakukan serangan balasan pada tanggal
2 September 2019 yang menargetkan gudang senjata kelompok Houthi, namun Arab Saudi
salah memprediksi lokasi gudang senjata kelompok Houthi yang ternyata itu adalah gedung
penjara sipil. Intervensi dalam hukum dunia tidak diijinkan dalam bentuk apapun apalagi
dalam intervensi militer. Pada akhirnya, bantuan yang diberikan oleh keduanya justru
memperburuk keadaan Yaman setelah semakin meledaknya konflik antara berbagai pihak
yang berkonflik hingga menelan banyak korban meninggal sebagai bukti ditemukannya
pelanggaran HAM di Yaman.

Disini kita dapat melihat bahwa Arab Saudi dalam intervensinya terhadap Yaman
menggunakan cara perang. Pada 2 September 2019, serangan Arab Saudi memfokuskan pada
sebuah bangunan sipil yang berupa penjara sipil negara Yaman yang mengakibatkan ratusan
korban jiwa yang mana didalamnya ada narapidana, wanita, bahkan anak kecil yang
semuanya itu dilindungi dalam hukum humaniter internasional. Pada pasal 51 paragraf 7
Protokol tambahan I yang intinya berupa warga dan tempat atau bangunan umum tidak boleh
dijadikan sebagai sasaran penyerangan militer. Disini kita dapat menyimpulkan bahwa Arab
Saudi telah melanggar pasal 51 paragraf 7 Protokol tambahan I dengan menargetkan
penduduk sipil dan bangunan sipil sebagai sasaran serangan militer.

Dalam Konvensi Jenewa IV terkait perlindungan penduduk sipil saat perang pada pasal
38 yang memiliki inti bahwa penduduk yang sedang dalam masa tahanan atau hukuman tidak
boleh atau dilarang untuk dijadikan target militer. Artinya disini adalah seorang tahanan dan
sedang dalam masa tahanan dilindungi dari perang militer dalam pasal 38 Konvensi Jenewa
IV terkait perlindungan penduduk sipil saat perang. Dari pasal diatas, kita mengetahui bahwa
Arab Saudi kembali melanggar aturan dikarenakan serangan militer Arab Saudi berdampak
pada hilangnya nyawa dari ratusan narapidana Yaman.

Dalam Hukum Humaniter Internasional pasal 52 ayat 2 Protokol tambahan I terkait


Perlindungan Umum Objek-Objek sipil yang didalamnya menyebutkan bahwa pada saat
perang, kedua pihak harus menargetkan objek-objek militer dan dilarang untuk menargetkan
hal lain yang tidak berkaitan dengan objek militer. Pasal ini menegaskan bahwa dalam
perang, kedua belah pihak dilarang menargetkan bangunan-bangunan sipil yang dilindungi
oleh hukum humaniter. Di sini Arab Saudi telah melanggar pasal tersebut dikarenakan
serangan Arab Saudi menargetkan bangunan sipil Yaman yang mana itu adalah penjara sipil
yang merupakan bangunan yang dilindungi oleh hukum humaniter.

Pada Pasal 2 ayat 7 piagam PBB mengatakan bahwa setiap negara yang berada dalam
hubungan internasional dilarang menggunakan tindakan kekerasan militer di wilayah negara
lain serta mengganggu kebebasan politik negara lain. Pada pasal ini kita mengetahui bahwa
suatu negara tidak bisa mencampuri urusan yang berada di negara lain, akan tetapi tidak
semua negara mampu untuk menyelesaikan konflik yang ada di negaranya. Oleh sebab itu,
PBB mengeluarkan Pasal 50 Piagam PBB yang mengatakan bahwa jika negara yang sedang
berkonflik tidak mampu menangani masalah di negaranya, negara itu boleh untuk meminta
bantuan dari negara lain, baik negara itu bagian dari PBB atau bukan.

Dalam kasus intervensi Arab Saudi, Presiden pemerintahan Yaman yang bernama
Abdurrabbuh Mansur Hadi ini mengirimkan permintaan bantuan kepada pemerintahan Arab
Saudi untuk memulihkan kekuasaannya. Walaupun dalam keadaan tertentu intervensi
diperbolehkan, akan tetapi intervensi yang dilakukan Arab Saudi bukannya memperbaiki
malah memperparah konflik yang ada. Jika dilihat dari perspektif hukum humaniter
internasional, penyerangan Arab Saudi sangat bertentangan dan melanggar aturan yang ada
pada hukum humaniter internasional.
SIMPULAN
Konflik sipil di Yaman antara pemerintah dan pemberontak Houthi telah memicu
bencana. Perang saudara Yaman dimulai pada akhir 2014, ketika organisasi paramiliter
Houthi melancarkan operasi melawan tentara nasional Yaman, yang berada di bawah
komando Presiden Abdurrabbuh Mansour Hadi. Melihat situasi krisis di Yaman yang belum
menemukan harapan perdamaian antara kedua pihak yang bertikai dan ketidakmampuan
pemerintah Yaman untuk melindungi warga dari dampak perang, masyarakat internasional
yang dipimpin oleh Arab Saudi berupaya untuk melakukan intervensi. untuk melindungi
warga Yaman dari dampak perang saudara di bawah prinsip tanggung jawab untuk
melindungi.
Tindakan koalisi Arab Saudi di Yaman dalam menanggapi konflik sipil saat ini
digambarkan oleh pemimpin tentara Saudi, Brigadir Jenderal Ahmed Asiri, sebagai langkah
untuk melindungi warga sipil Yaman dan pemerintahan sah Presiden Hadi. Partisipasi Arab
Saudi gagal mencapai tujuan untuk melindungi warga sipil Yaman. Mengingat konsekuensi
dari partisipasi koalisi pimpinan Saudi, operasi ini telah menyimpang jauh dari tujuan yang
dimaksudkan untuk melindungi penduduk Yaman dari dampak konflik. Meskipun Arab Saudi
datang untuk terlibat dalam perang saudara Yaman, keterlibatan tersebut justru memperburuk
skenario konflik, terbukti dengan pertempuran sengit antara organisasi paramiliter dan
pemerintah Yaman.
Koalisi yang dipimpin Saudi melakukan intervensi dalam arti melindungi, bertujuan
untuk melegitimasi keterlibatan kemanusiaannya di Yaman ketika meluncurkan operasi
militernya. Partisipasi Arab Saudi di Yaman sebenarnya lebih didorong oleh kepentingan
geopolitik Arab Saudi di Yaman. Dari sudut pandang realistis, Arab Saudi terlibat di Yaman
untuk menenangkan keadaan negara yang dilanda perang. Ketidakstabilan di Yaman akan
berdampak langsung pada stabilitas kawasan Teluk, yang merupakan saluran vital bagi
ekspor minyak Arab Saudi. Selanjutnya, tindakan Arab Saudi tersebut dilakukan dengan
maksud untuk menghindari konsekuensi spillover ke wilayah Arab Saudi. Tindakan itu juga
memudahkan Arab Saudi untuk memastikan bahwa tidak ada pengungsi perang Yaman yang
mencoba memasuki negara itu untuk mencari keselamatan. Dalam contoh ini, Arab Saudi
mengambil keuntungan dan menggunakannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi atas
serangan Yaman. Akibatnya, dapat dikatakan bahwa Arab Saudi yang melakukan intervensi
yang bertujuan untuk melindungi warga Yaman dari dampak konflik sipil. Namun
kenyataannya partisipasi Arab Saudi, di sisi lain, telah meningkatkan perselisihan dan
kesengsaraan yang dialami rakyat Yaman.
DAFTAR PUSTAKA
Bhasuki, Alvis Rahman, dkk. 2019. “Perang Saudara di Yaman: Analisis Kepentingan
Negara Interventif dan Prospek Resolusi Konflik”. Jurnal Ilmu Politik dan
Komunikasi. Vol IX No.1, Hal 10.
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional.
Priambodo, Sigit . 2017. “Motif Intervensi Arab Saudi Terhadap Perang Saudara di Yaman”.
Vol.6 No 1 Hal 206. Universitas Airlangga. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Departemen Hubungan Internasional.
Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta,
LP3ES,1990, hlm. 139.
Sandy Kurnia Christmas, Joko Setiyono. Jurnal “INTERVENSI MILITER TERHADAP
KUDETA POLITIK MENURUT PRINSIP JUS COGENS”. Volume 1, Nomor 3, Tahun
2019.
Siswanto, Dadang . Prinsip-prinsip dasar penyebarluasan Hukum Humaniter Internasional.
Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro. Semarang 2002.
Suwarman, Eufronius Marianus, dkk. "RIVALITAS GEOPOLITIK AMERIKA SERIKAT –
TIONGKOK DI MYANMAR". Jurnal Asia Pacific Studies. Volume 2 Number 2 / July –
December 2018. Universitas Kristen Indonesia.
Uraidy, Ali A. “ Penyerangan Koalisi Arab Saudi terhadap Yaman dalam Perspektif Hukum
Humaniter”, Jurnal Kertha Desa, Vol. 9 No. 3, Hal 38-50.
Wagiman, Wahyu. “Hukum Humaniter dan Hak asasi Manusia” Dalam, httap//www.elsam
/Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat or.id.

You might also like