139i ‘The Power of Good Corporate Governance
81 PERBANKAN
Pada saat terjadi krisis moneter pada tahun 1998-2000 yang lalu, banyak
bank yang bangkrut (dilikuidasi) karena kelangsungan hidupnya tidak
dapat dipertahankan, Kita masih ingat, terdapat beberapa bank yang
termasuk dalam kategori Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), Bank
Beku Operasi (BBO), atau Bank dalam Likuidasi. Bahkan, beberapa
waktu yang lalu masih terdapat bank yang terpaksa dilikuidasi lagi,
yaitu Bank Global. Salah satu penyebab terjadinya kebangkrutan bank
tersebut, antara lain karena belum diterapkannya prinsip-prinsip GCG
di lingkungan perbankan secara konsisten. Oleh karcna itu, berbagai
upaya yang dilakukan oleh pemerintah termasuk Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendcrong terwujudnya GCG di
lingkungan perbankan perlu kita dukung bersama.
8.1.1 GCG diPerbankan
Bank Indonesia (BI) pada tanggal 30 Januari 2006 yang ialu telah
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Upaya BI dengan mengeluarkan
peraturan tentang pelaksanaan GCG tersebut sudah tepat, meskipun agak
terlambat. Pihak kementerian BUMN telah lebih dahulu mengeluarkan
ketentuan tentang penerapan praktik GCG pada BUMN sejak tahun
2002, sesuai Surat Keputusan No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal, 31
Juli 2002.
Tujuan dikeluarkan PBI tersebut adalah untuk memperkuat kondisi
internal perbankan nasional dalam menghadapi risiko yang semakin
kompleks, berupaya melindungi kepentingan para pemangku kepentingan
(stakeholders), serta meningkatkan kepatuhan (compliance) terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai etika
(ethics vaiues) yang derlaku Umum pada industri perbankan. Dalam
ketentuan ini, GCG merupakan suatu tata keloia bank yang menerapkan
prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan
kewajaran (fairness)
Pokok-pokok pelaksanaan GCG diwujudkan dalam pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi, kelengkapan dan
pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan
fungsi pengendalian intern (internal contro) bank, penerapan fungsi
kepatuhan auditor internal dan eksternal, penerapan manajemen
‘0, termasuk sistem pengendalian intern, penyediaan dana kepadaBab Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persaingan Usaha ae
pihak terkait dan penyediaan dana besar, rencana strategis bank, serta
transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan bank. Dalam ketentuan
yang mulai berlaku sejak diterbitkan tanggal 30 Jar..ari 2006 ini, setiap
bank diwajibkan melakukan penilaian mandiri (self assessment) atas
pelaksanaan GCG, menyusun laporan pelaksanaan GCG tersebut secara
berkala, dan kemudian akan dinilai oleh Bank Indonesia.
Sesuai Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa bank wajib melaksanakan
prinsip-prinsip GCG dolam setiap kegiatan usahanyo pada seluruh
tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling kurang harus diwujudkan
dalam 7 (tujuh) hal sebagai berikut.
1, Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan
direksi.
2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja
yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank
3. Penerapan fungsi kepatuhan auditor internal dan auditor
eksternal.
4. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian
intern. 7
5. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana
besar.
6. Rencana strategis bank.
7. Transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan bank.
Dewan komisaris dan direksi perbankan wajib inemastikan
terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha bank
pade seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Dalam rangka mendukuny,
efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, dewan komisaris
wajib membentuk setidaknya komite audit, komite pemantau risiko, serta
komite remunerasi dan nominasi, sedangkan direksi setidaknya sv;
membentuk Satuan Kerja Audit Intern (SKAl), Satuan Kerja Manajemen
Risiko dan Komite Manajemen Risiko, serta Satuan Kerja Kepatuhan,
Agar implementasi GCG di perbankan dapat berjalan dengan lancar,
maka pihak perbankan perlu menyusun suatu piagam (charter) tentang,
GCG yang dilengkapi dengan petunjuk operasional (uklak)-nya, sehingga
Jebih mudah untuk dipahami dan dilaksanakan oleh para staf atau
karyawan maupun imanajemen perbankan,
Pencrapan GCG pada industri perbankan memerlukan perhatian
tersendiri, karena karakter dan kompleksitas industri perbankan
berbeda dengan industri pada umumnya. Pengelolaan yang, tidalM2 the Power of God Corporate Governance
sepadan (mismatched), tidak hati-hati (prudent), tidak transparan, dan
penyalahgunaan wewenang telah mengukibatkan jatuhnya beberapa
bank, Apabila diamati, mak industri perbankan di Indonesia menghadapi
permasalahan yang disebabkan oleh lemah atau tidak diterapkannya GCG,
Hal ini merupakan salah satu kontributor utama dalam krisis perbankan
tahun 1997 yang bermuara pada krisis ekonomi nasional.'
8.1.2. Transparansi di Perbankan
Berkaitan dengan masalah transparansi (transparency), Bank Indonesia
teiah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Transparansi
Informasi Produk Perbankan yang diberlakukan pada awal Januari
2005 yang bertujuan untuk meningkatkan pencrapan GCG di sektor
perbankan, memperjelas manfaat dan risiko vang melekat pada produk
keuangan, meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan nasabah
Untuk mengurangi adanya informasi asimetris (asymmetric information),
antara lain diatur mengenai kewajiban bank menginformasikan kepada
nasabah sccara transparan. mengenai produknya, larangan pemberian
informasi yang menyesatkan (bias) dan tidak etis, serta larangan dan
pembatasan pemberian atau penyebarluasan data pribadi nasabah
Terdapat perkecualian, apabila bertujusn untuk mengungkap kasus
tindak pidana korupsi (tipikor) atau terjadiny« kejahatan pencucian uang
(money laundering) oleh aparat penegak hukum, maka pengungkapan
dana nasabah tersebut diperbolehkan Genge.n perizinan khusas.
Dalam rangka penerapan prinsip transparansi (transparency), Bank
Indonesia juga telah mengeluarkan Surat Edaran kepada Semua Bank
Umum Konvensional di Indonesia No. 15/15/DPNP tainggal 29 April
2013 mengenai Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
Umum, yaitu bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan GCG
dan bagi bank yang telah memiliki homepage dawaybkan pula untuk
menginformasikannya pada homepage bank
Seiain itu, sesuai Peraturan Otoritas Jase Keusagan (OJK) No. 6/
POJK.03/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Transparansi dan Pubhikasi
laporan Bank, antara jain discbutkan sebaysi berikut
+ Pasal 2, menyatakan bahwa dalam rangka Wansparansi kondisi
keuangan dan kinerja bank, bank wayib menyusaa, mengumumkan
dan menyampaikan laporan publikas:
Leo Susilo dan Karlen Simarmata, Good Carparate Gowers
dan Komisans dalam Melaksanakannaye. Fdisi be? (Ban duns
Jos sanggung Jawab Oureksi
yat burs 2007), AlenBab Perbankan, Pelaporan Kewangan, dan Persaingan Usaha "3
> Pasal 3, menyatakan bahwa kelengkapan dan kebenuran isi laporan
publikasi menjadi tanggung jawab direksi dan dewan komisaris bank.
Laporan publikasi terdiri atas:
a, Laporan publikasi bulanan;
b. Laporan publikasi trivulanan;
c. Laporan publikasi tahunan; dan
d, Laporan publikasi lain.
> Pasal 4, menyatakan bahwa ruang lingkup informasi pada laporan
publikasi meliputi:
a. Laporan keuangan;
b. Informast kinerja keuangan; dan
c. Informasi lain.
8.1.3 Pengawasan Perbankan
Mengingat aspek pengawasan perbankan memegang peranan yang sangat
penting, maka keberadaan komite audit yang efektif di perbankan menjadi
signifikan. Oleh Karena itu, dalam pemilihan atau rekrutmen anggota
komite audit di perbankan, perlu mempertimbangkan aspek kapabilitas
(capability), kompetensi, serta pengataman yang cukup di bidang audit
dan keuangan atau perbankan. Namun, yang tidak kalah penting adalah
anggota komite audit tersebut harus memiliki moralitas atau, akhlak
yang terpuji
Untuk menguji, apakah pelaksanaan GCG di perbankan sudah berjalan
dengan baik, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus melakukan
pengawasan (monitoring) secara ketat dan transparan, Dalam hal ini, OJK
harus bertindak tegas, yaitu melarang orang-orang yang sudah termasuk
dalain daftar hitam (black list), atau pernah melakuikan perbuatan tidak
terpuji dalam mengelola suatu perbankan, termasuk para pengemplang
Bantuan Likuiditas Bank indonesia (BLBI), menjadi chief executive
officer (CEO) maupun pemilik atau dewan komisaris di suatu perbankan
nasional. Selain itu, hendaknya dihindarkan adanya perangkapan jabatan
bagi para komisaris perbankan untuk menghindarkan adanya konflik
kepentingan (conflict of interest).
8.1.4 Peringkat GCG di Perbankan
Apabila segala sesuatunya telah siap, pihak BI akan melakukan
peringkat (rating) GCG terhadap perbankan. Adanya peringkat ini akan
me mpermudah mekanisme pengawasan bagi Bl terhadap pelaksanaanM4 ‘The Power of Good Corporate Governance
GCG di perbankan. Menurut pihak Bank Indonesia dengan dibuatnya
Peringkat GCG, perbankan tersebut dapat memperkuat industri perbankan
nasional, serta uapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
perbankan. Dalam hal ini, terdapat 4 (empat) hal yang dapat dijadikan
sebagai kriteria penilaian bagi BI dalam menentukan peringkat GCG
perbankan adalah sebagai berikut.
1, Transparansi bank terhadap pihak-pihak terkait.
2. Efektivitas direksi dan komisaris perbankan dalam mengemban
tugasnya.
3. Efektivitas komite-komite yang wajib dibentuk di lingkungan direksi
dan komisaris.
4. Independensi Satuan Kerja Audit Intern (SKAl).
Semoga berbagai upaya yang dilakukan oleh BI untuk membenahi
sistem perbankan nasional dengan penerapan GCG di lingkungan
perbenkan dapat terlaksana dengan baik, schingga kepercayaan
masyarakat (publik) terhadap industri perbankan dapat pulih seperti
sedia kala.
Dalam era globaiisasi saat ini, tuntutan terhadap paradigma good
governance dalam seluruh aktivitas perekonomian tidak dapat dielakkan
lagi. Apabila kondisi good governance dapat dicapai maka dikarapkan
terwujudnya negara yang bersih (clean government) dan terbentuknya
masyarakat sipil (civil society) serta tata kelola perusahaan yang baik
(good corporate governance) bukan merupakan impian lagi. Oleh karena
itu, tuntutan ditegakkannya GCG merupakan suaiu keharusan yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi.
8.2. PELAPORAN KEUANGAN
8.2.1 Transparansi Laporan Kenangan
Salah satu prinsip dari GCG adalah masalah transparansi, yaitu
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan. Informasi penting di perusahaan yang perlu
diketahui oleh publik, antara lain laporan keuangan perusahaan
Pada saat ini, pemaparan laporan keuangan perusahaan tahunan
(annual report) yang disampaikan kepada publik baru berjalan di
Perusahaan yang sudah go publicatau terdaftar di Bursa Efek Indone:
Semakin tinggi tingkat keterbukaan atas laporan keuangan perusahd
an,Bab 8 Perbankan, Pelaporan Kevangan, dan Persaingan Usaha 4s
maka seharusnya semakin rendah pula kemungkinan terjadinya korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN).
Penetapan Peraturan Pemer‘itah (PP) No. 64 tahun 1999 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1998 tentang
Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan, dimaksudkan agar dapat
tercipta transparansi keuangan perusahaan, yang pada gilirannya
akan mendorong peningkatan efisiensi perekonomian nasional serta
peningkatan daya saing dunia usaha. Pada dasarnya menurut peraturan
pemerintah ini, semua perusahaan wajib menyampaikan laporan
keuangan tahunan. Namun dengan pertimbangan kondisi manajemen
dan administrasi perusahaan, terutama dalam kondisi dunia usaha saat
ini, maka kewajiban tersebut hanya dikenakan kepada perusahaan-
perusahaan dengan bentuk dan kriteria tertentu.
Pada saat berlakunya peraturan pemerintah ini, kewajiban berlaku
bagi perusahaan dengan bentuk organisasi seperti berikut.
1, Perseroan terbatas yang memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut: merupakan perseroan terbuka; bidang usaha perseroan
berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat; mengeluarkan surat
pengakuan utang; memiliki jumlah aset atau kekayaan paling sedikit
RpSO miliar rupiah; dan merupakan debitur yang !aporan keuangan
tahunannya diwajibian oleh bank untuk diaudit
2. Perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan vsahanya
di wilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan
perundang-undengan yong berlaku, termasuk di dalamnya kantor
cabang, kanter pembantu, anak perusahaan, serta agen dan
perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk
mengadakan perjanjian
3. Perusahaan perscroan (perscro), perusahaan umum (perum), dan
perusahaan daerah. Lapovan keuangan tahunan bagi perusahaan
adalah laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Perseroan
terbatas yang diwajibkan adalah yang bidang usahanya berkaitan
dengan pengerahan dana masyarakat, yaitu perseroan yang mengelola
dana masyarakat, seperti bank, asuransi, dan reksa dana
Masyarakat atau publik memerlukan keterbukaan informasi,
terutama bagi perusahaan yang sudah go public. Para pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya memiliki hak untuk mendapatkan
informasi yang relevan secara tepat waktu, akurat, seimbang, dan
kentinu. Menurut Organization for Economic Co-operation and Development
(OECD), prinsip GCG tentang pengungkapan dan transparansi (diM46. ‘the Power of Good Corporate Governance
and transparency) harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat
waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan
dengar perusahaan, mencakup kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan,
dan tata kelola perusahaan, Pengungkapan informasi perusahaan perlu
dilakukan secara berimbang. Artinya, informasi yang disampaikan
bukan hanya yang bersifat positif saja, namun termasuk informasi
yang bersifat negatif. Hal ini untuk menghindari adanya informasi yang
salah (disinformasi) serta informasi penting yang disembunyikan cleh
perusahaan yang berakibat merugikan pihak lain, baik pemegang saham
maupun pemangku kepentingan lainnya.
Informasi yang perlu diungkapkan oleh perusahaan biasanya
dikategorikan atas dua hal, yaitu informasi finansial dan nonfinansial.
Informasi finansial yang dipublikasikan oleh perusahaan kepada publik,
meliputi neraca (balance sheet), laporan laba-rugi (income statement),
laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas (casi flow statement), dan
catatan atas laporan keuangan. Informasi finansial yang utama terdapat
pada laporan keuangan tahunan (annual report) dan laporan keuangan
interim (interim report), biasanya berupa laporan tengab tahunan dan
laporan triwulanan. Informasi nonfinansial merupakan bagian tak
terpisahkan dari informasi finansial dan bertujuan untuk meningkatkan
nilai tambah (value added) dari manfaat laporan keuangan. Informasi
nonfinansial difokuskan pada masalah pengungkapan (disclosure) risiko
potensial (potentiai risk) yang dihadapi perusahaan saat ini, serta alasan
mengapa manajemen mengambil risiko tersebut. Terdapat 4 (empat)
tujuan utama keterbukaan informasi, tcrutama pengungkapan informasi
finansial dan nonfinansial bagi perusahaan, yaitu sebagai berilcut.
1. Meningkatkan keterbukaan atau transparansi dalain pemberian
informasi.
2. Mendukung proses implementasi GCG, termasuk pelaporan kepada
pemangku kepentingan.
3. Mengupayakan kualitas manajemen perusahaan yang lebih
profesional
4. Bagi auditor eksternal (auditor independen) dituntut lebih memahami
analisis strategi dan risiko perusahaan secara keseluruhan.
Hal ini penting dilakukan, mengingat beberap:
informa:
waktu lalu, akses
tentang perusahaan, terutama perbankan, sangat tertutup
Beberapa kasus perbankan, beberapa waktu lalu, antara lain akibat
adanya di
nformasi yang disampaikan kepada publik. Informasi dan
Japoran keuangan yang dilaporkan hanya yang baik-baik saja, meski
sudah diaudit oleh auditor eksternal. Akibatnya, banyak bank yangBab 8 Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persaingan Usaha “7
bangkrut dan terpaksa ditutup atau dilikuidasi oleh pemerintah.
Bahkan, beberapa saat sebelum terjadi penutupan atau likuidasi bank-
bank nasional, masih ciinformasikan bahwa bank-bank tersebut dalam
kondisi baik (sehat) didasarkan atas hasil laporan audit dari auditor
independen (auditor eksternal). Hal tersebut tentu saja sangat merugikan
banyak pihak, termasuk masyarakat (publik) dan pemerintah. Pade
era globalisasi saat ini, sudah tidak zamannya lagi menutup-nutupi
kebobrokan perusahaan (termasuk perbankan) dengan dali masalah
kerahasiaan laporan keuangan.
Pihak otoritas bursa (Bursa Efek Indonesia), Otoritas Jasa Keuangan
{OJK), maupun Kementerian BUMN perlu mengatur secara tegas dan jelas.
masalah keterbukaan informasi perusahaan, sehingga terdapat acuan yang
jelas bagi perusahaan dalam penyampaian informasi perusahaan kepada
pihak luar sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik. Dalam
hal ini, perlu diatur mengenai informasi mana saja yang dapat menjadi
konsumsi publik dan informasi yang hanya untuk kalangan terbatas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011
tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang
Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN, Bagian Ketiga tentang
Keterbukaan Informasi, pada Pasal 34, disebutkan bahwa BUMN wajib
mengungkapkan informasi penting dalam laporan tahunan dan laporan
keuangan BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara
tepat waktu, akurat, jelas, dan objektif.
Salah satu wujud penegakan piinsip GCG adalah membuka akses
informasi kepada publik sesuai dengan koridor keterbukasn dan
transparansi informasi. Pada saat ini, belum banyak perusahaan yang
memiliki Komite Keterbukaan Informasi (Ki), karena banyak perusahaan
yang belum mengetahui arti pentingnya KK! dalam rangka menjamin
akurasi terhadap seluruh informasi material yang akan dipublikasikan
kepada publik. Semoga semakin banyak perusahaan publik yang
menyadari arti pentingnya keterbukaan dan pengungkapan informasi
sebagai salah satu implementasi prinsip-prinsip GCG.
8.2.2 E-Reporting System
8.2.2.1 PENGERTIAN E-REPORTING
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat ikut memberikan
andil munculnya suatu sistem pelaporan seeara elektronik yang biasa
disebut ¢ reporting. Penggunaan e-reporting di berbagai bursa saham dunia
sudah merupakan hal yang umum dalam rangka menjaga penyampaianM48 ‘The Power of Good Corporate Governance
informasi yang cepat, transparan, dan up to date. Penyampaian informasi
melalui e-reporting telah membantu percepatan keterbukaan informasi
emiten secara lebih merata dan dapat menjangkau pemakai laporan yang
lebih luns. Pada saat ini, perusahaan swasta dan BUMN, baik yang sudah
go public maupun yang belum go public sudah banyak yang memilild situs
web (website) sendiri. Adanya website tersebut mempermudah aksas bagi
pihak-pihak lain memperolch berbagai macam informasi yang re‘evan,
termasuk informasi tentang keuangan perusahaan.
8.2.2.2 MANFAAT E-REPORTING SYSTEM
Enam manfaat diterapkannya e-reporting system adalah sebagai
berikut.
1, Akan mempermudah investor atau publik untuk mendapatkan akses
laporan secara real time dan online tanpa melalui emiten.
2. Investor maupun publik dapat mengetahui secara cepat informasi
tentang emiten, terkait dengan laporan keuangan, baik kewajiban
triwulan maupun tahunan.
3: Keterbukaan (transparansi) dan akuntabilitas pelaporan keuangen
kepada publik lebih terjamin
4. Dapat menjamin pemerataan informasi dan mereduksi adanya
kesenjangan informasi.
5. Dapat meningkatkan efisiensi bagi perusahaan terbuka (go public).
6. Mendorong terwujudnya tata kelola perusahaan yang baik atau good
corporate governance (GCG).
8.2.2.3 PENGKAJIAN E-REPORTING SYSTEM
Implementasi sistem pelaporan elektronik di industri pasar modal
Indonesia sudah ditetapkan pada cetak biru (blue print) pasar modal
Indonesia 2005-2009 yany lalu. Agar penerapan e-reporting system
dapat berhasil dengan baik, maka saat ini perlu dilakukan pengkajian
secara komprehensif serta kerja sama yang erat antara OJK dengan BEI,
sehingga kendala yang dihadapi di lapangan dapat teratasi dengan cepat
Hal ini perlu dilakukan, mengingat laporan yang disampaikan para emiten
kepada OJK dan BE] hampir sama, sehingga perlu disatukan dalam
sistem yang terintegrasi (integrated
scharusnya dapat menciptakan online reporting dari kalangan emite
kepada para regulator seperti OJK, Bursa Efek Indonesia (BEL), Klir
Penjamin Efek Indonesia (KPEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia
(KSEI). Namun, yang tidak kalah penting adalah diperlukan political will
2m). Penerapan e-reporting systemBab& Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persalngan Usaha “9
serta komitmen dari pemerintah dalam implementasi GCG di perusahaan
publik, Semoga implementasi e-reporting system dapat berjalan dengan
lancar, sehingga transparansi dan akuntabilitas perusahaan kepada
publik dapat lebih ditingkatkan lagi.
8.2.2.4 IMPLEMENTASI E-REPORTING SYSTEM
Saat ini, masalah pelaporan keuangan bagi perusahaan yang telah
go public banyak mendapat sorotan. Hal ini terkait dengan masalah
transparansi dan akuntabilitas perusahaan kepada publik. Harus diakui
bahwa pelaporan keuangan kepada publik saat ini masih terdapat
beberapa kendala, seperti laporan keuangan belum dapat diterbitkan
tepat waktu, transparansi laporan keuangan yang belum memadai, dan
data laporan keuangan yang belum up to date. Sesuai Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 6/SEQJK.C4/2014 tanggal 24 April
2014 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan secara Elektronik oleh
Emiten atau Perusahaan Publik, menyatakan bahwa OJK menerapkan dan
memberlakukan sistem penyampaian laporan secara elektronik oleh emiten
atau perusahaan publik kepada OJK melalui sistem pelaporan e!ektronik
emiten atau perusahaan publik yang selanjutnya disingkat SPE.
Untuk menggunakan SPE, emiten atau perusahaan publik perlu
menyediakan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software),
dan jaringan internet yang memadai dengan spesifikasi komputer dan
aplikasi sebagaimana terdapat pada petunjuk pengguna (user manual)
emiten atau perusahaan publik yang dapat diunduh melalui laman OJK
dengan alamat web, https://spe.ojk.go.id. Ada pun tata cara pelaporan
secara elektronik cleh emiten atau perusahaan publik secara lengkap
sebagai berikut
1, Emiten atau perusahaan publik dapat menyampaikan lapuran secara
elektronik kepada OJK melalui SPE sebagaimana yang tersedia di
Jaman OJK dengan alamat web, https://spe.ojk.go.id.
2. Emiten atau perusahaan publik hanya dapat menyampaikan taporan
secara elektronik kepada OJK melalui SPE setelah mendapatkan hak
akses berupa user id dan password dan OJK.
3. Emiten atau perusahaan publik harus membaca dan mematuhi
prosedur dan tata cara penggunaan SPE yang dapat diunduh di
laman OJK dengan alamat web, https:// spe.ojk.go id.
Laporan yang disampaikan emiten atau perusahaan publik melalui
SPE harus sama dengan yang termuat dalam dokumen dalam bentuk
asli tercetak (hard copy) yang disampaikan kepada OJK.150 ‘The Power of Good Corporate Governance
S. Dalam hal terdapat perbedaan data dan/atau informasi antara
dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) dengan laporan
secara elektronik yang disampaikan melalui SPE, maka yang berlaku
adalah dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) yang diterima
oleh OJK.
6. Dalam hal terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam menyampaikon
laporan secara elektronik, emiten atau perusahaai) publik dapat
menyampaikan kembali laporan dimaksud dengan. memberikan
tambahan perihal revisi atas laporan melalui SPE.
7. Emiten atau perusahaan publik bertanggung jawab penuh atas
penggunaan dan penyalahgunaan SPE.
8. Laporan yang disampaikan oleh emiten atau perusahaan publik
melalui SPE bersifat final sepanjang tidak ada perbedaan dengan
dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) yang disampaikan
kepada OJK.
9... Penyampaian laporan secara elektronik oleh emiten atau perusahaan
publik melalui SPE ini tidak menghapuskan kewajiban emiten atau
perusahaan publik untuk menyampaikan laporan dalam bentuk asli
tercetak (hardcopy)
10. Bukti penerimaan penyampaian laporan oleh emiten atau perusahaan
publix yang diakui OJK adalah
a. Tanda bukti elektronik yang dikeluarkan oleh SPE melalui surat
elektronik (e-mail) pemberitahuan penerimaan laporan oleh OJK
kepada emiten atau perusahaan publik, dalam hal penyampeian
laporan dilakukan secara elektronik; dan
b. Stempel Tata Usaha Persuratan OJK, dalam hal penyampaian
laporan dilakukan dalam bentuk asli tercetak (hard copy).
11. Penghitungan ketepatan dan leterlambatan penyampaian laporan
oleh emiten atau perusahaan publik kepada OJK, yang menyampaikan
laporan baik secara elektronik maupun dalam bentuk asli tercetak
(hard copy) sebagaimana dimaksud pada angka 10 didasarkan pada
laporan yang lebih dahulu diterima oleh OJK.
12. Laporan secara elektronik yang disampaikan oleh emiten atau
perusahaan publik dianggap telah diterima OJK, apabila emiten atau
perusahaan publik telah menerima notifikasi berupa tanda bukti
elektronik yang dikeluarkan oleh SPE melalui surat elektronik (e-mail
pemberitahuan penerimaan pelaporan oleh OJK kepada emiten atau
Perusahaan publikBab 8 Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persaingan Ussha 151
13. Pada saat surat edaran otoritas jasa keuangan ini mulai berlaku sampai
dengan SPE beroperasi secara penuh, emiten atau perusahaan publik
iarus melakukan uji coba penyampaian laporan secara elektronik
melalui SPE, Dalam masa pelaksanaan uji coba tersebut, laporan
yang diakui OJK adalah laporan yang dikirimkan dalam bentuk asli
tercetak (hard copy).
14, Emiten atau perusahaan publik dapat menyampaikan laporan secara
clektronik melalui SPE secara penuh sejak tanggal 1 Juni 2014.
8.2.3 Annual Report Award (ARA)
Setiap tahun Kementerian BUMN bekerja sama dengan Dircktorat
Jenderal Pajak, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Bank Indonesia
menyelenggarakan Annual Report Award. Tema Annual Report Award
setiap tahun berbeda-beda. Annual Report Award dapat diikuti oleh semua
perusahaan, baik perusahaan publik maupun perusahaan nonpublik
sebagai peserta.
Kriteria umum yang dipakai sebagai dasar penilaian adalah sebagai
berikut.
1. Memberikan gambaran yang baik dan jelas mengenai kegiatan
operasional perusahaan dan penjelasan mengenai kinerja perusahaan,
serta indikasi arah perusahaan di masa yang akan datang.
2. Penyajian informasi keuangan yang baik dan informatif sesuai dengan
ketentuan akuntansi yang berlaku di indonesia.
3. Informasi yang jelas mengenai kepemilikan dan penerapan good
corporate governance.
4
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah atau pihak mana pun yang
mengarah pada implementasi GCG dalam laporan keuangan tahunan perlu
kita dukung bersama. Hal in: merupakan perwujudan dari akuntabilitas
publik terkait dengan transparansi laporan keuangan perusahaan.
8.2.4 Kecurangan Pelaporan Keuangan
8.2.4.1 PENGERTIAN KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
Dalam laporan keuangan dimungkinkan terjadinya praktik kecurangan
pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan. Fraudulent financial reporting adalah perilaku152 ‘The Power of Good Corporate Governance
yang disengaja atau ceroboh, baik dengan tindakan atau penghapusan,
yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bins). Fraudulent
Jinancial reporting yang terjadi di suatu perusahaan memerlukan perhatian
Khusus dari auditor independen, Pengertian fraudulent financial reporting
menurut Arens, diek., adalah sebagai berikut.?
Fraudulent financial reporting is an intentional misstate.nent or omission of amounts or
disclosure with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting
involve the intentional misstatement of amounts, rather tian disclosures. For example,
WorldCom capitalized as fixed assets billions of dollars that should have been expensed.
Omissions of amounts are less common, but a company can overstate income by omitting
account payable and other liabilities.
8.2.4.2 PENYEBAB KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
Kecurangan pelaporan keuangan antara lain disebabkan adanya:
1. Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatar akuntansi dan dokumen
pendukung atas laporan keuangan yang disajikan;
2: Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi yang
signifikan dalam laporan keuangan;
3. Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang
berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian (presentation),
dan pengungkapan (disclosure);
4. Kolusi antara manajemen dengan auditor independen. Salah
satu upaya untuk mencegah adanya kolusi tersebut adalah perlu
dilakukan rotasi auditor independen dalam melakukan audit suatu
perusahaan.
0.2.4.3 PERAN AUDITOR INDEPENDEN (KANTOR AKIINTAN PUBLIK)
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur
tentang Tanggung Jawad dan Fungsi Auditor Independen. Pada paragraf
2, standar tersebut antara lain menyatakan bahwa auditor bertanggung
Jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah
Saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan
Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, maka auditor
dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak bahwa
2 Alvin A. Arens, Randal J Elder, dan Mark S. Beasley, Auditing & Assurance Services, An Integrated
Approach, Edisi ke-14, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2012), him. 356.Bab8 Perbanks
Pelaporan Keu
igan, dan Persaingan Usaha 153
salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan
bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya kecurangan adalah
dengan merancang sebuah sistem yang dilengkapi dengan penzendalian
internal (internal contro} yang cukup memadai sehingga kecurangan sulit
dilakukan oleh pihak luar maupun orang dalam perusahaan. The ational
Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Com-nission)
merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya fraudulent financial reporting adalah sebagai berikut.
1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi
terhadap integritas proses pelaporan keuangan (financial
reporting).
2. Mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor yang mengarah ke
fraudulent financial reporting.
3. Menilai risiko fraudulent financial reporting di dalam perusakaan
4. Mendesain dan mengimplementasikan internal control yang memadai
untuk financial reporting.
Transparansi laporan keuangan perusahaan merupakan kebutuhan
yang semakin mendesak dalam rangka akuntabilitas publik dan merupakan
implementasi salah satu prinsip GCG. Semoga dengan pemberlakuan
transparansi dalam laporan keuangon perusahaan tersebut diharapkan
dapat dihindarkan adanya prektik kecurangan yang sangat merugikan.
semua pihak
8.3. PERSAINGAN USAHA
8.3.1 Pengertian Persaingan Usaha
Regulasi yang mengatur secara khusus masalah antipersaingan usaha
adalah Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang telah dipublikasikan
pada ianggal 5 Maret 1999, dan telah berlaku efektif sejak tahun 2C00
Secara yaris besar UU ini mengatur 6 (enam) hal sebagai berikut
1. Pengertian-pengertian umum tentang apa yang dimaksud dengan
istilah monopoli, praktik monopoli, pemusatan kekuatan ekonomi,
posisi dominan pelaku usaha, persaingan usaha tidak sehat,
persekongkolan pasar, struktur pasar, perilaku pasar, serta pangsa
pasar, konsumen, barang, dan jasa14 ‘The Power of
vod Corporate
2. Pengaturan larangan untuk melakukan praktik oligopoli.
3. Pengaturan mengenai larangan penetapan harga (price fixing, price
discrimination, dan predatory price fixing).
4. Pengaturan mengenai larangan untuk melakukan tindakan boikot
yang dapat mencegah pesaing baru untuk memasuki pasar.
5. Pengaturan mengenai larangen melakukan perjanjian untuk
menciptakan kartel.
6. Pengaturan mengenai larangan melakukan tindakan yang bersifat
oligopsoni (larangan untuk melakukan tindakan yang bertujuan
untuk menguasai pembelian atau pasokan barang dan jasa dengan
tujuan untuk mengendalikan harga) yang akan mengakibatkan
praktik monopoli atau persaingan yang curang.
8.3.2 Persaingan Usaha yang Sehat
Pada Pasal 20 UU tersebut diatur tentang predatory pricing, yaitu pelaku
usaha dilarang melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat
rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha
pesaingnya di pasar yang bersangkutan. Dalam mempertimbangkan
substansi hukum antimonopoli dan persaingan sehat, pemerintah perlu
melakukan dua pendekatan. Pertama, pendekatan yang lebih menekankan
(focus) pada pencegahan konsentrasi atau pemusatan sumber-sumber
aya ekonomi pada satu atau sekelompok pelaku ekonomi (konglomerasi,
monopol:, oligopoli, dan sejenisnya). Kedua, pendekatan yang lebih
menekankan pada pencegahan terjadinya praktik bisnis yang curang,
‘Terdapat lembaga atau badan independen yang khusus bertugas
mengawasi jalannya praktik persaingan usaha yang tidak sehat, yaitu
Komisi Pengawas Persaingen Usaha (KPPU). KPPU sesuai dengan tugas
yang diembannya hendaknya dapat melaksanakan regulasi persaingan
yang ada secara profesional. KPPU dalain memutus sengketa persaingan
usaha hendaknya secara konsisten, adil, dan objektif (tanpa memihak
kepentingan tertentu), sehingga akan timbul kepastian hukum bagi dunia
usaha. Tantangan cukup berat yang dihadapi oleh KPPU saat ini adalah
menjaga integritas dan kredibilitas dalam rangka menciptakan kondisi
bersaingan usahe yang schat dan dinamis sehingga dapat menarik
miinat para investor (terutama pihak asing) untuk melakukan investasi
di Indonesia. Pihak asing memerlukan kepastian hukum serta regulasi
yang konsisten sebelum melakukan investusi, sehingga mereka tidak
Ichawatir atas dana yang akan diinvestasikan di IndonesiaBab 8 Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persaingan Usaha 155
Perusahaan juga dapat mengatur suatu aturan internal mengenai
persaingan usaha yang schat dalam suatu code of conduct, Aturan
internal ini menjadi landasan yang kuat bagi perilaku para karyawan
atau pejabat suatu perusahaan dalam rangka turut serta menciptakan
iklim usaha yang sehat dan transparan. Code of conduct dapat mengatur
perilaku “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” disertai dengan
sanksi tegas apebila terdapat pelanggaran. Code of concluct yang disusun
tersebut merupakan turunan dari beberapa aspek deri “tika bisnis yang
berlandaskan prinsip-prinsip GCG.
8.3.3. Persaingan Usaha Tidak sehat
Saat ini, marak dibicarakan masalah persaingan usaha yang tidak schat.
Hal ini tidak terlepas dari adanya praktik monopoli serta pelanggaran
terhadap etika bisnis yang masih dijumpai di kalangan dunia usaha.
Praktik-praktik usaha antipersaingan yang bertolak belakang dengan
prinsip-prinsip GCG telah lama berkembang dan tumbuh subur di
negara kita,
Beberapa praktil: antipersaingan usaha yang dapat dijumpai dalam
kegiatan bisnis di Indonesia, antara lain adanya praktik persekongkolan
(conspiracy) perusahaan tertentu untuk memenangkan sebuah tender
di instansi pemcrintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun
perusahaan swasta. Selain itu, telah membudaya pula tender arisan
dalam sistem pengadaen barang (procurement). Pastinya inal ini dapat
mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat serta terabaikannya
prinsip keterbukaan (transparency) dan kewajavan (fairness). Selain
itu, perilaku curang dalam bisnis sudah mewabah dan sudah sejak
lama dipraktikkan. Terdapat dua petunjuk gejala umum, yaitu praktik
membesarkan biaya investasi (yang dikenal dengan istilah mark up) dan
praktik perkomisian dalam pengadaan barang dan jasa. Hal yang terakhir
ini tercermin dari kenyataan bahwa di suatu perusahaan maupun di
instansi pemerintahan muncul istilah ‘jabatan basah' dan ‘abatan kering’.
Hal inilah penyebab timbulnya ckonomi biaya tinggi (high cost economy}
serta cenderung membuka peluang terjadinya praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KEN)136 “The Power of Good Corporate Gi
8.3.4 Implementasi Prinsip GCG
Implementasi prinsip kewajaran (fairness), keterbukaan (transparency),
akuntabilitas (accountability), dan responsibilitas (responsibility) di dalam
perusahaan, scharusnya dijadikan sebagai pedoman ataupun acuan para
pelaku usaha (bisnis) dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perusahaan
yang telah menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik akan mampu
memiliki tingkat sensitivita’s yang tinggi terhadap segala aktivitas bisnis
yang dijalankannya dalam menghadapi persaingan usaha.
Dengan implementasi prinsip GCG, sebuah perusahaan akan
memperlakukan para pesaingnya sebagai mitra bisnis yang setara, schingga
dapat tercapai win-win solution. Artinya, dalam menjalankan bisnis,
kedua belah pihak akan mengutamakan prinsip saling menguntungkan,
bukan win-loss, yaitu salah satu perusahaan diuntungkan dan yang lain
dirugikan. Selain itu, implementasi prinsip-prinsip GCG di perusahaan
diharapkan dapat membantu terwujudnya persaingan usaha yang
sehat dan kondusif. Semoga semakin banyak perusahaan yang sadar
untuk mengimplementasikan prinsip GCG dalam menjalankan kegiatan
bisnisnya sehari-hari. Dengan mulai menerapkan prinsip ini setidaknya
dapat dihindarkan adanya praktik monopoli serta persaingan usaha
yang tidak sehat.
8.4 TENDER SECARA ELEKTRONIK (E-PROCUREMENT)
Saat ini, masalah pengadaan barang dan jasa banyak mendayat sorotan.
Masih hangat dalam pemberitaan di media massa adanya kasus korupsi
atas pengadaan barang (tender) di Komisi Pemilihan Umum (KPU),
beberapa waktu lalu. Harus diakui bahwa dalam setiap tender atau
lelang, pengadaan barang dan jasa yang terjadi di pemerintahan, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), maupun perusahaan swasta memang rawen
praktik korupsi, kolusi, dan repotisme (KKN). Hal terscbut dimungkinkan
karena dalam setiap tender banyak pihak yang terkait dan memiliki
berbagai kepentingan (interest), baik kepentingan golongan atau kelompok
maupun kepentingan pribadi.
Untuk mencegah timbulnya praktik KKN, selain perlu perbaikan
istem dan prosedur pengadaan barang dan jasa agar lebih transparan
dan akuntabel, perlu pula dicari alternatif lain yang memenahi prinsip-
prinsip GCG, teruiama prinsip keterbukaan (transparency) serta prinsip
keadilan (fairness)Bab 8 Perbankan, Pelaporan Keuan
8.4.1 Pengertian e-Procurement
Salah satu sistem pengadaan barang yang perlu dipertimbangkan adalah
eprocurement yang berbasis e-commerce. Pada saat ini, sistem e-procurement
mulai berkembang berkat dukungan perkembangan teknologi informasi
yang semakin canggih dan pesat. Selain itu, saat ini semakin banyak
perusahaan yang telah memiliki situs Web, :ehingga komunikasi secara
real time dan on time melalui Internet cukup:maju, termasuk dalam hal
pengadaan barang dan jasa. Sistem e-procurement dapat berjalan Jancar,
apabila manajemen material di suatu perusahaan dikelola dengan baik,
inulai dari data base supplier, sistem cataloging material, pengelolaan
pesanan dari dan ke vendor atau supplier, sistem pembayaran, termasuk
masalah kesiapan tender atau lelang online (e-auction).
Perusahaan yang menggunakan sistem Enterprise Resource Planning
(ERP) dalam pengelolaan sistem informasinya akan lebih mudah
menerapkan e-procurement. Pada saat ini, masih sedikit perusahaan yang
telah menerapkan e-auction sebagai implementasi prinsip GCG. Pengadaan
barang dan jasa di luar negeri dengan menggunakan e-procurement
sudah membudaya, karena telah didukung sarana dan prasarana yang
memnadai. Di Indonesia, beberapa BUMN dan perusahaan swasta telah ,
menerapkan e-procurement, meskipun sebagian masih bersifat parsial,
belum menyeluruh
8.4.2 Manfaat e-Procurement
Tujuh manfaat bagi perusahaan yang menggunakan sistem e-procurement
dalam pengadaan barang dan jasa adalah sebagai berikut
1. Menunjang sistem just in time (JIT) dalam memenuhi kebutuhan
material sehingga terjadi efisiensi biaya (cost reduction) dalam
manajemen material.
2. Meningkatkan efektivitas pengelolaan arus kas (cash flow
management)
Mereduksi interaksi antar-manusia (face to face) schingga dapat
meningkatkan produktivitas.
4. Dapat menekan biaya operasi dan administrasi.
5. Memberi nilai tambah (value added) berupa percepatan proses
transaksi dan memperluas cakupan partisipasi penawaran sehingga
mampu menghasilkan harga yang terbaik
6. Meminimalkan interest pihak-pihak yang berkepentingan
7. Meningkatkan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa
schingga mencegah timbulnya KKN karena dapat terjamin
transparansi bagi peserta tender158 ‘The Power of Good Corporate Governance
Pada masa mendatang, sistem ini akan dapat memberi nilai tambah
(vatue added) secara optimal pada kriteria pengadaan barang dan jasa. Di
mana, volume dan frekuensi transaksi semakin tinggi, vendor (supplier)
dapat memasok lebih banyak, jenis transaksi rutin atau berulang
semakin banyak, dan spesifikasi kebutuhan semakin banyak yang
dapat distandardisasi. Selain itu, kemungkinan terjadi risiko lebih dapat
terukur (relatif rendah) dan adanya kontrak jangka panjang (longterm
supply agreement) serta untuk securing availability (order management)
dapat lebih terjamin.
8.4.3. Implementasi e-Procurement
Implementasi tender melalui lelang online (e-auction) sangat memerlukan
kesiapan teknologi informasi secara penuh berikut perangkat-
perangkatnya. Meskipun dalam implementasinya tidak banyak
memerlukan perubehan dalam proses bisnis (bussiness process), namun
perlu suatu kebijakan (policy) perusahaan berupa sistem dan prosedur
yang mengatur mekanisme !elang online.
Sistem dan prosedur tersebut merupakan acuan bagi panitia
pelelangan atau tim tender, dan para peserta tender serta pihak terkait
lainnya dalam melaksanakan pelelangan secara online. Selain itu, sistem
e-procurement memerlukan dukungan proses pengadaan barang dan
jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi (Internet) schingga dapat
dibangun interaksi artara buyer den supplier secara online.
Pada saat ini, pemerintah sedang mengkaji secara mendalam rencana
penerapan tender secara online (e-procurement), termasuk masalah atau
kendala yang mungkin timbul saat implementasinya nanti. Berbagai
usaha yang dilakukan pemerintah termasuk Kementerian BUMN, Otoritas
Jasa Keuangan, dan otoritas bursa (Bursa Efek Indonesia) yany mengarah
pada penerapan e-procurement dalam rangka mewujudkan GCG, perlu
kita dukung bersama.
8.4.4 Kendala e-Procurement
Kendala yang dihadapi dalam implementasi e-procurement adalah belum
membudayanyz praktik bisnis ¢-commerce di negara kita, sehingga
belum dapat menjangkau peserta tender yang lebih luas. Sistem
e-procurement tidak menjamin bahwa pengadaan barang dan jasa akan
bebas dari praktik KKN, karena sebagus apa pun sistem yang dibangun,
tanpa disertai dengan moral dan etika yang baik dari manusia sebagai
iBab 8 _Perbankan, Pelaporan K
rangan, dan Perssingan Usaha 188)
pelaksana sistem, maka sistem tersebut tidak berguna. Oleh karena itu,
perlu perbaikan sikap moral serta etika dari manusia sebagai pelaksana
sistem tersebut.
Semoga semakin banyak perusahaan yang menerapkan
e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa. Ini penting agar
praktik KKN dapat dicegah dan upaya implementasi prinsip-prinsip
GCG dapat segera terwujud.