You are on page 1of 21
139 i ‘The Power of Good Corporate Governance 81 PERBANKAN Pada saat terjadi krisis moneter pada tahun 1998-2000 yang lalu, banyak bank yang bangkrut (dilikuidasi) karena kelangsungan hidupnya tidak dapat dipertahankan, Kita masih ingat, terdapat beberapa bank yang termasuk dalam kategori Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), Bank Beku Operasi (BBO), atau Bank dalam Likuidasi. Bahkan, beberapa waktu yang lalu masih terdapat bank yang terpaksa dilikuidasi lagi, yaitu Bank Global. Salah satu penyebab terjadinya kebangkrutan bank tersebut, antara lain karena belum diterapkannya prinsip-prinsip GCG di lingkungan perbankan secara konsisten. Oleh karcna itu, berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah termasuk Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendcrong terwujudnya GCG di lingkungan perbankan perlu kita dukung bersama. 8.1.1 GCG diPerbankan Bank Indonesia (BI) pada tanggal 30 Januari 2006 yang ialu telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Upaya BI dengan mengeluarkan peraturan tentang pelaksanaan GCG tersebut sudah tepat, meskipun agak terlambat. Pihak kementerian BUMN telah lebih dahulu mengeluarkan ketentuan tentang penerapan praktik GCG pada BUMN sejak tahun 2002, sesuai Surat Keputusan No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal, 31 Juli 2002. Tujuan dikeluarkan PBI tersebut adalah untuk memperkuat kondisi internal perbankan nasional dalam menghadapi risiko yang semakin kompleks, berupaya melindungi kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders), serta meningkatkan kepatuhan (compliance) terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai etika (ethics vaiues) yang derlaku Umum pada industri perbankan. Dalam ketentuan ini, GCG merupakan suatu tata keloia bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness) Pokok-pokok pelaksanaan GCG diwujudkan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi, kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern (internal contro) bank, penerapan fungsi kepatuhan auditor internal dan eksternal, penerapan manajemen ‘0, termasuk sistem pengendalian intern, penyediaan dana kepada Bab Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persaingan Usaha ae pihak terkait dan penyediaan dana besar, rencana strategis bank, serta transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan bank. Dalam ketentuan yang mulai berlaku sejak diterbitkan tanggal 30 Jar..ari 2006 ini, setiap bank diwajibkan melakukan penilaian mandiri (self assessment) atas pelaksanaan GCG, menyusun laporan pelaksanaan GCG tersebut secara berkala, dan kemudian akan dinilai oleh Bank Indonesia. Sesuai Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip GCG dolam setiap kegiatan usahanyo pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling kurang harus diwujudkan dalam 7 (tujuh) hal sebagai berikut. 1, Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi. 2. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank 3. Penerapan fungsi kepatuhan auditor internal dan auditor eksternal. 4. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern. 7 5. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar. 6. Rencana strategis bank. 7. Transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan bank. Dewan komisaris dan direksi perbankan wajib inemastikan terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha bank pade seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Dalam rangka mendukuny, efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, dewan komisaris wajib membentuk setidaknya komite audit, komite pemantau risiko, serta komite remunerasi dan nominasi, sedangkan direksi setidaknya sv; membentuk Satuan Kerja Audit Intern (SKAl), Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko, serta Satuan Kerja Kepatuhan, Agar implementasi GCG di perbankan dapat berjalan dengan lancar, maka pihak perbankan perlu menyusun suatu piagam (charter) tentang, GCG yang dilengkapi dengan petunjuk operasional (uklak)-nya, sehingga Jebih mudah untuk dipahami dan dilaksanakan oleh para staf atau karyawan maupun imanajemen perbankan, Pencrapan GCG pada industri perbankan memerlukan perhatian tersendiri, karena karakter dan kompleksitas industri perbankan berbeda dengan industri pada umumnya. Pengelolaan yang, tidal M2 the Power of God Corporate Governance sepadan (mismatched), tidak hati-hati (prudent), tidak transparan, dan penyalahgunaan wewenang telah mengukibatkan jatuhnya beberapa bank, Apabila diamati, mak industri perbankan di Indonesia menghadapi permasalahan yang disebabkan oleh lemah atau tidak diterapkannya GCG, Hal ini merupakan salah satu kontributor utama dalam krisis perbankan tahun 1997 yang bermuara pada krisis ekonomi nasional.' 8.1.2. Transparansi di Perbankan Berkaitan dengan masalah transparansi (transparency), Bank Indonesia teiah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Transparansi Informasi Produk Perbankan yang diberlakukan pada awal Januari 2005 yang bertujuan untuk meningkatkan pencrapan GCG di sektor perbankan, memperjelas manfaat dan risiko vang melekat pada produk keuangan, meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan nasabah Untuk mengurangi adanya informasi asimetris (asymmetric information), antara lain diatur mengenai kewajiban bank menginformasikan kepada nasabah sccara transparan. mengenai produknya, larangan pemberian informasi yang menyesatkan (bias) dan tidak etis, serta larangan dan pembatasan pemberian atau penyebarluasan data pribadi nasabah Terdapat perkecualian, apabila bertujusn untuk mengungkap kasus tindak pidana korupsi (tipikor) atau terjadiny« kejahatan pencucian uang (money laundering) oleh aparat penegak hukum, maka pengungkapan dana nasabah tersebut diperbolehkan Genge.n perizinan khusas. Dalam rangka penerapan prinsip transparansi (transparency), Bank Indonesia juga telah mengeluarkan Surat Edaran kepada Semua Bank Umum Konvensional di Indonesia No. 15/15/DPNP tainggal 29 April 2013 mengenai Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, yaitu bank wajib menyampaikan laporan pelaksanaan GCG dan bagi bank yang telah memiliki homepage dawaybkan pula untuk menginformasikannya pada homepage bank Seiain itu, sesuai Peraturan Otoritas Jase Keusagan (OJK) No. 6/ POJK.03/2015 tanggal 31 Maret 2015 tentang Transparansi dan Pubhikasi laporan Bank, antara jain discbutkan sebaysi berikut + Pasal 2, menyatakan bahwa dalam rangka Wansparansi kondisi keuangan dan kinerja bank, bank wayib menyusaa, mengumumkan dan menyampaikan laporan publikas: Leo Susilo dan Karlen Simarmata, Good Carparate Gowers dan Komisans dalam Melaksanakannaye. Fdisi be? (Ban duns Jos sanggung Jawab Oureksi yat burs 2007), Alen Bab Perbankan, Pelaporan Kewangan, dan Persaingan Usaha "3 > Pasal 3, menyatakan bahwa kelengkapan dan kebenuran isi laporan publikasi menjadi tanggung jawab direksi dan dewan komisaris bank. Laporan publikasi terdiri atas: a, Laporan publikasi bulanan; b. Laporan publikasi trivulanan; c. Laporan publikasi tahunan; dan d, Laporan publikasi lain. > Pasal 4, menyatakan bahwa ruang lingkup informasi pada laporan publikasi meliputi: a. Laporan keuangan; b. Informast kinerja keuangan; dan c. Informasi lain. 8.1.3 Pengawasan Perbankan Mengingat aspek pengawasan perbankan memegang peranan yang sangat penting, maka keberadaan komite audit yang efektif di perbankan menjadi signifikan. Oleh Karena itu, dalam pemilihan atau rekrutmen anggota komite audit di perbankan, perlu mempertimbangkan aspek kapabilitas (capability), kompetensi, serta pengataman yang cukup di bidang audit dan keuangan atau perbankan. Namun, yang tidak kalah penting adalah anggota komite audit tersebut harus memiliki moralitas atau, akhlak yang terpuji Untuk menguji, apakah pelaksanaan GCG di perbankan sudah berjalan dengan baik, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus melakukan pengawasan (monitoring) secara ketat dan transparan, Dalam hal ini, OJK harus bertindak tegas, yaitu melarang orang-orang yang sudah termasuk dalain daftar hitam (black list), atau pernah melakuikan perbuatan tidak terpuji dalam mengelola suatu perbankan, termasuk para pengemplang Bantuan Likuiditas Bank indonesia (BLBI), menjadi chief executive officer (CEO) maupun pemilik atau dewan komisaris di suatu perbankan nasional. Selain itu, hendaknya dihindarkan adanya perangkapan jabatan bagi para komisaris perbankan untuk menghindarkan adanya konflik kepentingan (conflict of interest). 8.1.4 Peringkat GCG di Perbankan Apabila segala sesuatunya telah siap, pihak BI akan melakukan peringkat (rating) GCG terhadap perbankan. Adanya peringkat ini akan me mpermudah mekanisme pengawasan bagi Bl terhadap pelaksanaan M4 ‘The Power of Good Corporate Governance GCG di perbankan. Menurut pihak Bank Indonesia dengan dibuatnya Peringkat GCG, perbankan tersebut dapat memperkuat industri perbankan nasional, serta uapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perbankan. Dalam hal ini, terdapat 4 (empat) hal yang dapat dijadikan sebagai kriteria penilaian bagi BI dalam menentukan peringkat GCG perbankan adalah sebagai berikut. 1, Transparansi bank terhadap pihak-pihak terkait. 2. Efektivitas direksi dan komisaris perbankan dalam mengemban tugasnya. 3. Efektivitas komite-komite yang wajib dibentuk di lingkungan direksi dan komisaris. 4. Independensi Satuan Kerja Audit Intern (SKAl). Semoga berbagai upaya yang dilakukan oleh BI untuk membenahi sistem perbankan nasional dengan penerapan GCG di lingkungan perbenkan dapat terlaksana dengan baik, schingga kepercayaan masyarakat (publik) terhadap industri perbankan dapat pulih seperti sedia kala. Dalam era globaiisasi saat ini, tuntutan terhadap paradigma good governance dalam seluruh aktivitas perekonomian tidak dapat dielakkan lagi. Apabila kondisi good governance dapat dicapai maka dikarapkan terwujudnya negara yang bersih (clean government) dan terbentuknya masyarakat sipil (civil society) serta tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) bukan merupakan impian lagi. Oleh karena itu, tuntutan ditegakkannya GCG merupakan suaiu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. 8.2. PELAPORAN KEUANGAN 8.2.1 Transparansi Laporan Kenangan Salah satu prinsip dari GCG adalah masalah transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Informasi penting di perusahaan yang perlu diketahui oleh publik, antara lain laporan keuangan perusahaan Pada saat ini, pemaparan laporan keuangan perusahaan tahunan (annual report) yang disampaikan kepada publik baru berjalan di Perusahaan yang sudah go publicatau terdaftar di Bursa Efek Indone: Semakin tinggi tingkat keterbukaan atas laporan keuangan perusahd an, Bab 8 Perbankan, Pelaporan Kevangan, dan Persaingan Usaha 4s maka seharusnya semakin rendah pula kemungkinan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Penetapan Peraturan Pemer‘itah (PP) No. 64 tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan, dimaksudkan agar dapat tercipta transparansi keuangan perusahaan, yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan efisiensi perekonomian nasional serta peningkatan daya saing dunia usaha. Pada dasarnya menurut peraturan pemerintah ini, semua perusahaan wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan. Namun dengan pertimbangan kondisi manajemen dan administrasi perusahaan, terutama dalam kondisi dunia usaha saat ini, maka kewajiban tersebut hanya dikenakan kepada perusahaan- perusahaan dengan bentuk dan kriteria tertentu. Pada saat berlakunya peraturan pemerintah ini, kewajiban berlaku bagi perusahaan dengan bentuk organisasi seperti berikut. 1, Perseroan terbatas yang memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut: merupakan perseroan terbuka; bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat; mengeluarkan surat pengakuan utang; memiliki jumlah aset atau kekayaan paling sedikit RpSO miliar rupiah; dan merupakan debitur yang !aporan keuangan tahunannya diwajibian oleh bank untuk diaudit 2. Perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan vsahanya di wilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undengan yong berlaku, termasuk di dalamnya kantor cabang, kanter pembantu, anak perusahaan, serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian 3. Perusahaan perscroan (perscro), perusahaan umum (perum), dan perusahaan daerah. Lapovan keuangan tahunan bagi perusahaan adalah laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Perseroan terbatas yang diwajibkan adalah yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat, yaitu perseroan yang mengelola dana masyarakat, seperti bank, asuransi, dan reksa dana Masyarakat atau publik memerlukan keterbukaan informasi, terutama bagi perusahaan yang sudah go public. Para pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang relevan secara tepat waktu, akurat, seimbang, dan kentinu. Menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), prinsip GCG tentang pengungkapan dan transparansi (di M46. ‘the Power of Good Corporate Governance and transparency) harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengar perusahaan, mencakup kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan, Pengungkapan informasi perusahaan perlu dilakukan secara berimbang. Artinya, informasi yang disampaikan bukan hanya yang bersifat positif saja, namun termasuk informasi yang bersifat negatif. Hal ini untuk menghindari adanya informasi yang salah (disinformasi) serta informasi penting yang disembunyikan cleh perusahaan yang berakibat merugikan pihak lain, baik pemegang saham maupun pemangku kepentingan lainnya. Informasi yang perlu diungkapkan oleh perusahaan biasanya dikategorikan atas dua hal, yaitu informasi finansial dan nonfinansial. Informasi finansial yang dipublikasikan oleh perusahaan kepada publik, meliputi neraca (balance sheet), laporan laba-rugi (income statement), laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas (casi flow statement), dan catatan atas laporan keuangan. Informasi finansial yang utama terdapat pada laporan keuangan tahunan (annual report) dan laporan keuangan interim (interim report), biasanya berupa laporan tengab tahunan dan laporan triwulanan. Informasi nonfinansial merupakan bagian tak terpisahkan dari informasi finansial dan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari manfaat laporan keuangan. Informasi nonfinansial difokuskan pada masalah pengungkapan (disclosure) risiko potensial (potentiai risk) yang dihadapi perusahaan saat ini, serta alasan mengapa manajemen mengambil risiko tersebut. Terdapat 4 (empat) tujuan utama keterbukaan informasi, tcrutama pengungkapan informasi finansial dan nonfinansial bagi perusahaan, yaitu sebagai berilcut. 1. Meningkatkan keterbukaan atau transparansi dalain pemberian informasi. 2. Mendukung proses implementasi GCG, termasuk pelaporan kepada pemangku kepentingan. 3. Mengupayakan kualitas manajemen perusahaan yang lebih profesional 4. Bagi auditor eksternal (auditor independen) dituntut lebih memahami analisis strategi dan risiko perusahaan secara keseluruhan. Hal ini penting dilakukan, mengingat beberap: informa: waktu lalu, akses tentang perusahaan, terutama perbankan, sangat tertutup Beberapa kasus perbankan, beberapa waktu lalu, antara lain akibat adanya di nformasi yang disampaikan kepada publik. Informasi dan Japoran keuangan yang dilaporkan hanya yang baik-baik saja, meski sudah diaudit oleh auditor eksternal. Akibatnya, banyak bank yang Bab 8 Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persaingan Usaha “7 bangkrut dan terpaksa ditutup atau dilikuidasi oleh pemerintah. Bahkan, beberapa saat sebelum terjadi penutupan atau likuidasi bank- bank nasional, masih ciinformasikan bahwa bank-bank tersebut dalam kondisi baik (sehat) didasarkan atas hasil laporan audit dari auditor independen (auditor eksternal). Hal tersebut tentu saja sangat merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat (publik) dan pemerintah. Pade era globalisasi saat ini, sudah tidak zamannya lagi menutup-nutupi kebobrokan perusahaan (termasuk perbankan) dengan dali masalah kerahasiaan laporan keuangan. Pihak otoritas bursa (Bursa Efek Indonesia), Otoritas Jasa Keuangan {OJK), maupun Kementerian BUMN perlu mengatur secara tegas dan jelas. masalah keterbukaan informasi perusahaan, sehingga terdapat acuan yang jelas bagi perusahaan dalam penyampaian informasi perusahaan kepada pihak luar sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas publik. Dalam hal ini, perlu diatur mengenai informasi mana saja yang dapat menjadi konsumsi publik dan informasi yang hanya untuk kalangan terbatas. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN, Bagian Ketiga tentang Keterbukaan Informasi, pada Pasal 34, disebutkan bahwa BUMN wajib mengungkapkan informasi penting dalam laporan tahunan dan laporan keuangan BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara tepat waktu, akurat, jelas, dan objektif. Salah satu wujud penegakan piinsip GCG adalah membuka akses informasi kepada publik sesuai dengan koridor keterbukasn dan transparansi informasi. Pada saat ini, belum banyak perusahaan yang memiliki Komite Keterbukaan Informasi (Ki), karena banyak perusahaan yang belum mengetahui arti pentingnya KK! dalam rangka menjamin akurasi terhadap seluruh informasi material yang akan dipublikasikan kepada publik. Semoga semakin banyak perusahaan publik yang menyadari arti pentingnya keterbukaan dan pengungkapan informasi sebagai salah satu implementasi prinsip-prinsip GCG. 8.2.2 E-Reporting System 8.2.2.1 PENGERTIAN E-REPORTING Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat ikut memberikan andil munculnya suatu sistem pelaporan seeara elektronik yang biasa disebut ¢ reporting. Penggunaan e-reporting di berbagai bursa saham dunia sudah merupakan hal yang umum dalam rangka menjaga penyampaian M48 ‘The Power of Good Corporate Governance informasi yang cepat, transparan, dan up to date. Penyampaian informasi melalui e-reporting telah membantu percepatan keterbukaan informasi emiten secara lebih merata dan dapat menjangkau pemakai laporan yang lebih luns. Pada saat ini, perusahaan swasta dan BUMN, baik yang sudah go public maupun yang belum go public sudah banyak yang memilild situs web (website) sendiri. Adanya website tersebut mempermudah aksas bagi pihak-pihak lain memperolch berbagai macam informasi yang re‘evan, termasuk informasi tentang keuangan perusahaan. 8.2.2.2 MANFAAT E-REPORTING SYSTEM Enam manfaat diterapkannya e-reporting system adalah sebagai berikut. 1, Akan mempermudah investor atau publik untuk mendapatkan akses laporan secara real time dan online tanpa melalui emiten. 2. Investor maupun publik dapat mengetahui secara cepat informasi tentang emiten, terkait dengan laporan keuangan, baik kewajiban triwulan maupun tahunan. 3: Keterbukaan (transparansi) dan akuntabilitas pelaporan keuangen kepada publik lebih terjamin 4. Dapat menjamin pemerataan informasi dan mereduksi adanya kesenjangan informasi. 5. Dapat meningkatkan efisiensi bagi perusahaan terbuka (go public). 6. Mendorong terwujudnya tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG). 8.2.2.3 PENGKAJIAN E-REPORTING SYSTEM Implementasi sistem pelaporan elektronik di industri pasar modal Indonesia sudah ditetapkan pada cetak biru (blue print) pasar modal Indonesia 2005-2009 yany lalu. Agar penerapan e-reporting system dapat berhasil dengan baik, maka saat ini perlu dilakukan pengkajian secara komprehensif serta kerja sama yang erat antara OJK dengan BEI, sehingga kendala yang dihadapi di lapangan dapat teratasi dengan cepat Hal ini perlu dilakukan, mengingat laporan yang disampaikan para emiten kepada OJK dan BE] hampir sama, sehingga perlu disatukan dalam sistem yang terintegrasi (integrated scharusnya dapat menciptakan online reporting dari kalangan emite kepada para regulator seperti OJK, Bursa Efek Indonesia (BEL), Klir Penjamin Efek Indonesia (KPEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Namun, yang tidak kalah penting adalah diperlukan political will 2m). Penerapan e-reporting system Bab& Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persalngan Usaha “9 serta komitmen dari pemerintah dalam implementasi GCG di perusahaan publik, Semoga implementasi e-reporting system dapat berjalan dengan lancar, sehingga transparansi dan akuntabilitas perusahaan kepada publik dapat lebih ditingkatkan lagi. 8.2.2.4 IMPLEMENTASI E-REPORTING SYSTEM Saat ini, masalah pelaporan keuangan bagi perusahaan yang telah go public banyak mendapat sorotan. Hal ini terkait dengan masalah transparansi dan akuntabilitas perusahaan kepada publik. Harus diakui bahwa pelaporan keuangan kepada publik saat ini masih terdapat beberapa kendala, seperti laporan keuangan belum dapat diterbitkan tepat waktu, transparansi laporan keuangan yang belum memadai, dan data laporan keuangan yang belum up to date. Sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 6/SEQJK.C4/2014 tanggal 24 April 2014 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan secara Elektronik oleh Emiten atau Perusahaan Publik, menyatakan bahwa OJK menerapkan dan memberlakukan sistem penyampaian laporan secara elektronik oleh emiten atau perusahaan publik kepada OJK melalui sistem pelaporan e!ektronik emiten atau perusahaan publik yang selanjutnya disingkat SPE. Untuk menggunakan SPE, emiten atau perusahaan publik perlu menyediakan perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan jaringan internet yang memadai dengan spesifikasi komputer dan aplikasi sebagaimana terdapat pada petunjuk pengguna (user manual) emiten atau perusahaan publik yang dapat diunduh melalui laman OJK dengan alamat web, https://spe.ojk.go.id. Ada pun tata cara pelaporan secara elektronik cleh emiten atau perusahaan publik secara lengkap sebagai berikut 1, Emiten atau perusahaan publik dapat menyampaikan lapuran secara elektronik kepada OJK melalui SPE sebagaimana yang tersedia di Jaman OJK dengan alamat web, https://spe.ojk.go.id. 2. Emiten atau perusahaan publik hanya dapat menyampaikan taporan secara elektronik kepada OJK melalui SPE setelah mendapatkan hak akses berupa user id dan password dan OJK. 3. Emiten atau perusahaan publik harus membaca dan mematuhi prosedur dan tata cara penggunaan SPE yang dapat diunduh di laman OJK dengan alamat web, https:// spe.ojk.go id. Laporan yang disampaikan emiten atau perusahaan publik melalui SPE harus sama dengan yang termuat dalam dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) yang disampaikan kepada OJK. 150 ‘The Power of Good Corporate Governance S. Dalam hal terdapat perbedaan data dan/atau informasi antara dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) dengan laporan secara elektronik yang disampaikan melalui SPE, maka yang berlaku adalah dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) yang diterima oleh OJK. 6. Dalam hal terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam menyampaikon laporan secara elektronik, emiten atau perusahaai) publik dapat menyampaikan kembali laporan dimaksud dengan. memberikan tambahan perihal revisi atas laporan melalui SPE. 7. Emiten atau perusahaan publik bertanggung jawab penuh atas penggunaan dan penyalahgunaan SPE. 8. Laporan yang disampaikan oleh emiten atau perusahaan publik melalui SPE bersifat final sepanjang tidak ada perbedaan dengan dokumen dalam bentuk asli tercetak (hard copy) yang disampaikan kepada OJK. 9... Penyampaian laporan secara elektronik oleh emiten atau perusahaan publik melalui SPE ini tidak menghapuskan kewajiban emiten atau perusahaan publik untuk menyampaikan laporan dalam bentuk asli tercetak (hardcopy) 10. Bukti penerimaan penyampaian laporan oleh emiten atau perusahaan publix yang diakui OJK adalah a. Tanda bukti elektronik yang dikeluarkan oleh SPE melalui surat elektronik (e-mail) pemberitahuan penerimaan laporan oleh OJK kepada emiten atau perusahaan publik, dalam hal penyampeian laporan dilakukan secara elektronik; dan b. Stempel Tata Usaha Persuratan OJK, dalam hal penyampaian laporan dilakukan dalam bentuk asli tercetak (hard copy). 11. Penghitungan ketepatan dan leterlambatan penyampaian laporan oleh emiten atau perusahaan publik kepada OJK, yang menyampaikan laporan baik secara elektronik maupun dalam bentuk asli tercetak (hard copy) sebagaimana dimaksud pada angka 10 didasarkan pada laporan yang lebih dahulu diterima oleh OJK. 12. Laporan secara elektronik yang disampaikan oleh emiten atau perusahaan publik dianggap telah diterima OJK, apabila emiten atau perusahaan publik telah menerima notifikasi berupa tanda bukti elektronik yang dikeluarkan oleh SPE melalui surat elektronik (e-mail pemberitahuan penerimaan pelaporan oleh OJK kepada emiten atau Perusahaan publik Bab 8 Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persaingan Ussha 151 13. Pada saat surat edaran otoritas jasa keuangan ini mulai berlaku sampai dengan SPE beroperasi secara penuh, emiten atau perusahaan publik iarus melakukan uji coba penyampaian laporan secara elektronik melalui SPE, Dalam masa pelaksanaan uji coba tersebut, laporan yang diakui OJK adalah laporan yang dikirimkan dalam bentuk asli tercetak (hard copy). 14, Emiten atau perusahaan publik dapat menyampaikan laporan secara clektronik melalui SPE secara penuh sejak tanggal 1 Juni 2014. 8.2.3 Annual Report Award (ARA) Setiap tahun Kementerian BUMN bekerja sama dengan Dircktorat Jenderal Pajak, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Bank Indonesia menyelenggarakan Annual Report Award. Tema Annual Report Award setiap tahun berbeda-beda. Annual Report Award dapat diikuti oleh semua perusahaan, baik perusahaan publik maupun perusahaan nonpublik sebagai peserta. Kriteria umum yang dipakai sebagai dasar penilaian adalah sebagai berikut. 1. Memberikan gambaran yang baik dan jelas mengenai kegiatan operasional perusahaan dan penjelasan mengenai kinerja perusahaan, serta indikasi arah perusahaan di masa yang akan datang. 2. Penyajian informasi keuangan yang baik dan informatif sesuai dengan ketentuan akuntansi yang berlaku di indonesia. 3. Informasi yang jelas mengenai kepemilikan dan penerapan good corporate governance. 4 Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah atau pihak mana pun yang mengarah pada implementasi GCG dalam laporan keuangan tahunan perlu kita dukung bersama. Hal in: merupakan perwujudan dari akuntabilitas publik terkait dengan transparansi laporan keuangan perusahaan. 8.2.4 Kecurangan Pelaporan Keuangan 8.2.4.1 PENGERTIAN KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN Dalam laporan keuangan dimungkinkan terjadinya praktik kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Fraudulent financial reporting adalah perilaku 152 ‘The Power of Good Corporate Governance yang disengaja atau ceroboh, baik dengan tindakan atau penghapusan, yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bins). Fraudulent Jinancial reporting yang terjadi di suatu perusahaan memerlukan perhatian Khusus dari auditor independen, Pengertian fraudulent financial reporting menurut Arens, diek., adalah sebagai berikut.? Fraudulent financial reporting is an intentional misstate.nent or omission of amounts or disclosure with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting involve the intentional misstatement of amounts, rather tian disclosures. For example, WorldCom capitalized as fixed assets billions of dollars that should have been expensed. Omissions of amounts are less common, but a company can overstate income by omitting account payable and other liabilities. 8.2.4.2 PENYEBAB KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN Kecurangan pelaporan keuangan antara lain disebabkan adanya: 1. Manipulasi, falsifikasi, alterasi atas catatar akuntansi dan dokumen pendukung atas laporan keuangan yang disajikan; 2: Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan; 3. Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian (presentation), dan pengungkapan (disclosure); 4. Kolusi antara manajemen dengan auditor independen. Salah satu upaya untuk mencegah adanya kolusi tersebut adalah perlu dilakukan rotasi auditor independen dalam melakukan audit suatu perusahaan. 0.2.4.3 PERAN AUDITOR INDEPENDEN (KANTOR AKIINTAN PUBLIK) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur tentang Tanggung Jawad dan Fungsi Auditor Independen. Pada paragraf 2, standar tersebut antara lain menyatakan bahwa auditor bertanggung Jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah Saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, maka auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak bahwa 2 Alvin A. Arens, Randal J Elder, dan Mark S. Beasley, Auditing & Assurance Services, An Integrated Approach, Edisi ke-14, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2012), him. 356. Bab8 Perbanks Pelaporan Keu igan, dan Persaingan Usaha 153 salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan. Salah satu cara untuk mencegah timbulnya kecurangan adalah dengan merancang sebuah sistem yang dilengkapi dengan penzendalian internal (internal contro} yang cukup memadai sehingga kecurangan sulit dilakukan oleh pihak luar maupun orang dalam perusahaan. The ational Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Com-nission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting adalah sebagai berikut. 1. Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan (financial reporting). 2. Mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor yang mengarah ke fraudulent financial reporting. 3. Menilai risiko fraudulent financial reporting di dalam perusakaan 4. Mendesain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting. Transparansi laporan keuangan perusahaan merupakan kebutuhan yang semakin mendesak dalam rangka akuntabilitas publik dan merupakan implementasi salah satu prinsip GCG. Semoga dengan pemberlakuan transparansi dalam laporan keuangon perusahaan tersebut diharapkan dapat dihindarkan adanya prektik kecurangan yang sangat merugikan. semua pihak 8.3. PERSAINGAN USAHA 8.3.1 Pengertian Persaingan Usaha Regulasi yang mengatur secara khusus masalah antipersaingan usaha adalah Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang telah dipublikasikan pada ianggal 5 Maret 1999, dan telah berlaku efektif sejak tahun 2C00 Secara yaris besar UU ini mengatur 6 (enam) hal sebagai berikut 1. Pengertian-pengertian umum tentang apa yang dimaksud dengan istilah monopoli, praktik monopoli, pemusatan kekuatan ekonomi, posisi dominan pelaku usaha, persaingan usaha tidak sehat, persekongkolan pasar, struktur pasar, perilaku pasar, serta pangsa pasar, konsumen, barang, dan jasa 14 ‘The Power of vod Corporate 2. Pengaturan larangan untuk melakukan praktik oligopoli. 3. Pengaturan mengenai larangan penetapan harga (price fixing, price discrimination, dan predatory price fixing). 4. Pengaturan mengenai larangan untuk melakukan tindakan boikot yang dapat mencegah pesaing baru untuk memasuki pasar. 5. Pengaturan mengenai larangen melakukan perjanjian untuk menciptakan kartel. 6. Pengaturan mengenai larangan melakukan tindakan yang bersifat oligopsoni (larangan untuk melakukan tindakan yang bertujuan untuk menguasai pembelian atau pasokan barang dan jasa dengan tujuan untuk mengendalikan harga) yang akan mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan yang curang. 8.3.2 Persaingan Usaha yang Sehat Pada Pasal 20 UU tersebut diatur tentang predatory pricing, yaitu pelaku usaha dilarang melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan. Dalam mempertimbangkan substansi hukum antimonopoli dan persaingan sehat, pemerintah perlu melakukan dua pendekatan. Pertama, pendekatan yang lebih menekankan (focus) pada pencegahan konsentrasi atau pemusatan sumber-sumber aya ekonomi pada satu atau sekelompok pelaku ekonomi (konglomerasi, monopol:, oligopoli, dan sejenisnya). Kedua, pendekatan yang lebih menekankan pada pencegahan terjadinya praktik bisnis yang curang, ‘Terdapat lembaga atau badan independen yang khusus bertugas mengawasi jalannya praktik persaingan usaha yang tidak sehat, yaitu Komisi Pengawas Persaingen Usaha (KPPU). KPPU sesuai dengan tugas yang diembannya hendaknya dapat melaksanakan regulasi persaingan yang ada secara profesional. KPPU dalain memutus sengketa persaingan usaha hendaknya secara konsisten, adil, dan objektif (tanpa memihak kepentingan tertentu), sehingga akan timbul kepastian hukum bagi dunia usaha. Tantangan cukup berat yang dihadapi oleh KPPU saat ini adalah menjaga integritas dan kredibilitas dalam rangka menciptakan kondisi bersaingan usahe yang schat dan dinamis sehingga dapat menarik miinat para investor (terutama pihak asing) untuk melakukan investasi di Indonesia. Pihak asing memerlukan kepastian hukum serta regulasi yang konsisten sebelum melakukan investusi, sehingga mereka tidak Ichawatir atas dana yang akan diinvestasikan di Indonesia Bab 8 Perbankan, Pelaporan Keuangan, dan Persaingan Usaha 155 Perusahaan juga dapat mengatur suatu aturan internal mengenai persaingan usaha yang schat dalam suatu code of conduct, Aturan internal ini menjadi landasan yang kuat bagi perilaku para karyawan atau pejabat suatu perusahaan dalam rangka turut serta menciptakan iklim usaha yang sehat dan transparan. Code of conduct dapat mengatur perilaku “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” disertai dengan sanksi tegas apebila terdapat pelanggaran. Code of concluct yang disusun tersebut merupakan turunan dari beberapa aspek deri “tika bisnis yang berlandaskan prinsip-prinsip GCG. 8.3.3. Persaingan Usaha Tidak sehat Saat ini, marak dibicarakan masalah persaingan usaha yang tidak schat. Hal ini tidak terlepas dari adanya praktik monopoli serta pelanggaran terhadap etika bisnis yang masih dijumpai di kalangan dunia usaha. Praktik-praktik usaha antipersaingan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip GCG telah lama berkembang dan tumbuh subur di negara kita, Beberapa praktil: antipersaingan usaha yang dapat dijumpai dalam kegiatan bisnis di Indonesia, antara lain adanya praktik persekongkolan (conspiracy) perusahaan tertentu untuk memenangkan sebuah tender di instansi pemcrintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun perusahaan swasta. Selain itu, telah membudaya pula tender arisan dalam sistem pengadaen barang (procurement). Pastinya inal ini dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat serta terabaikannya prinsip keterbukaan (transparency) dan kewajavan (fairness). Selain itu, perilaku curang dalam bisnis sudah mewabah dan sudah sejak lama dipraktikkan. Terdapat dua petunjuk gejala umum, yaitu praktik membesarkan biaya investasi (yang dikenal dengan istilah mark up) dan praktik perkomisian dalam pengadaan barang dan jasa. Hal yang terakhir ini tercermin dari kenyataan bahwa di suatu perusahaan maupun di instansi pemerintahan muncul istilah ‘jabatan basah' dan ‘abatan kering’. Hal inilah penyebab timbulnya ckonomi biaya tinggi (high cost economy} serta cenderung membuka peluang terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KEN) 136 “The Power of Good Corporate Gi 8.3.4 Implementasi Prinsip GCG Implementasi prinsip kewajaran (fairness), keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), dan responsibilitas (responsibility) di dalam perusahaan, scharusnya dijadikan sebagai pedoman ataupun acuan para pelaku usaha (bisnis) dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perusahaan yang telah menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik akan mampu memiliki tingkat sensitivita’s yang tinggi terhadap segala aktivitas bisnis yang dijalankannya dalam menghadapi persaingan usaha. Dengan implementasi prinsip GCG, sebuah perusahaan akan memperlakukan para pesaingnya sebagai mitra bisnis yang setara, schingga dapat tercapai win-win solution. Artinya, dalam menjalankan bisnis, kedua belah pihak akan mengutamakan prinsip saling menguntungkan, bukan win-loss, yaitu salah satu perusahaan diuntungkan dan yang lain dirugikan. Selain itu, implementasi prinsip-prinsip GCG di perusahaan diharapkan dapat membantu terwujudnya persaingan usaha yang sehat dan kondusif. Semoga semakin banyak perusahaan yang sadar untuk mengimplementasikan prinsip GCG dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehari-hari. Dengan mulai menerapkan prinsip ini setidaknya dapat dihindarkan adanya praktik monopoli serta persaingan usaha yang tidak sehat. 8.4 TENDER SECARA ELEKTRONIK (E-PROCUREMENT) Saat ini, masalah pengadaan barang dan jasa banyak mendayat sorotan. Masih hangat dalam pemberitaan di media massa adanya kasus korupsi atas pengadaan barang (tender) di Komisi Pemilihan Umum (KPU), beberapa waktu lalu. Harus diakui bahwa dalam setiap tender atau lelang, pengadaan barang dan jasa yang terjadi di pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun perusahaan swasta memang rawen praktik korupsi, kolusi, dan repotisme (KKN). Hal terscbut dimungkinkan karena dalam setiap tender banyak pihak yang terkait dan memiliki berbagai kepentingan (interest), baik kepentingan golongan atau kelompok maupun kepentingan pribadi. Untuk mencegah timbulnya praktik KKN, selain perlu perbaikan istem dan prosedur pengadaan barang dan jasa agar lebih transparan dan akuntabel, perlu pula dicari alternatif lain yang memenahi prinsip- prinsip GCG, teruiama prinsip keterbukaan (transparency) serta prinsip keadilan (fairness) Bab 8 Perbankan, Pelaporan Keuan 8.4.1 Pengertian e-Procurement Salah satu sistem pengadaan barang yang perlu dipertimbangkan adalah eprocurement yang berbasis e-commerce. Pada saat ini, sistem e-procurement mulai berkembang berkat dukungan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih dan pesat. Selain itu, saat ini semakin banyak perusahaan yang telah memiliki situs Web, :ehingga komunikasi secara real time dan on time melalui Internet cukup:maju, termasuk dalam hal pengadaan barang dan jasa. Sistem e-procurement dapat berjalan Jancar, apabila manajemen material di suatu perusahaan dikelola dengan baik, inulai dari data base supplier, sistem cataloging material, pengelolaan pesanan dari dan ke vendor atau supplier, sistem pembayaran, termasuk masalah kesiapan tender atau lelang online (e-auction). Perusahaan yang menggunakan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dalam pengelolaan sistem informasinya akan lebih mudah menerapkan e-procurement. Pada saat ini, masih sedikit perusahaan yang telah menerapkan e-auction sebagai implementasi prinsip GCG. Pengadaan barang dan jasa di luar negeri dengan menggunakan e-procurement sudah membudaya, karena telah didukung sarana dan prasarana yang memnadai. Di Indonesia, beberapa BUMN dan perusahaan swasta telah , menerapkan e-procurement, meskipun sebagian masih bersifat parsial, belum menyeluruh 8.4.2 Manfaat e-Procurement Tujuh manfaat bagi perusahaan yang menggunakan sistem e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa adalah sebagai berikut 1. Menunjang sistem just in time (JIT) dalam memenuhi kebutuhan material sehingga terjadi efisiensi biaya (cost reduction) dalam manajemen material. 2. Meningkatkan efektivitas pengelolaan arus kas (cash flow management) Mereduksi interaksi antar-manusia (face to face) schingga dapat meningkatkan produktivitas. 4. Dapat menekan biaya operasi dan administrasi. 5. Memberi nilai tambah (value added) berupa percepatan proses transaksi dan memperluas cakupan partisipasi penawaran sehingga mampu menghasilkan harga yang terbaik 6. Meminimalkan interest pihak-pihak yang berkepentingan 7. Meningkatkan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa schingga mencegah timbulnya KKN karena dapat terjamin transparansi bagi peserta tender 158 ‘The Power of Good Corporate Governance Pada masa mendatang, sistem ini akan dapat memberi nilai tambah (vatue added) secara optimal pada kriteria pengadaan barang dan jasa. Di mana, volume dan frekuensi transaksi semakin tinggi, vendor (supplier) dapat memasok lebih banyak, jenis transaksi rutin atau berulang semakin banyak, dan spesifikasi kebutuhan semakin banyak yang dapat distandardisasi. Selain itu, kemungkinan terjadi risiko lebih dapat terukur (relatif rendah) dan adanya kontrak jangka panjang (longterm supply agreement) serta untuk securing availability (order management) dapat lebih terjamin. 8.4.3. Implementasi e-Procurement Implementasi tender melalui lelang online (e-auction) sangat memerlukan kesiapan teknologi informasi secara penuh berikut perangkat- perangkatnya. Meskipun dalam implementasinya tidak banyak memerlukan perubehan dalam proses bisnis (bussiness process), namun perlu suatu kebijakan (policy) perusahaan berupa sistem dan prosedur yang mengatur mekanisme !elang online. Sistem dan prosedur tersebut merupakan acuan bagi panitia pelelangan atau tim tender, dan para peserta tender serta pihak terkait lainnya dalam melaksanakan pelelangan secara online. Selain itu, sistem e-procurement memerlukan dukungan proses pengadaan barang dan jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi (Internet) schingga dapat dibangun interaksi artara buyer den supplier secara online. Pada saat ini, pemerintah sedang mengkaji secara mendalam rencana penerapan tender secara online (e-procurement), termasuk masalah atau kendala yang mungkin timbul saat implementasinya nanti. Berbagai usaha yang dilakukan pemerintah termasuk Kementerian BUMN, Otoritas Jasa Keuangan, dan otoritas bursa (Bursa Efek Indonesia) yany mengarah pada penerapan e-procurement dalam rangka mewujudkan GCG, perlu kita dukung bersama. 8.4.4 Kendala e-Procurement Kendala yang dihadapi dalam implementasi e-procurement adalah belum membudayanyz praktik bisnis ¢-commerce di negara kita, sehingga belum dapat menjangkau peserta tender yang lebih luas. Sistem e-procurement tidak menjamin bahwa pengadaan barang dan jasa akan bebas dari praktik KKN, karena sebagus apa pun sistem yang dibangun, tanpa disertai dengan moral dan etika yang baik dari manusia sebagai i Bab 8 _Perbankan, Pelaporan K rangan, dan Perssingan Usaha 188) pelaksana sistem, maka sistem tersebut tidak berguna. Oleh karena itu, perlu perbaikan sikap moral serta etika dari manusia sebagai pelaksana sistem tersebut. Semoga semakin banyak perusahaan yang menerapkan e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa. Ini penting agar praktik KKN dapat dicegah dan upaya implementasi prinsip-prinsip GCG dapat segera terwujud.

You might also like