You are on page 1of 8

Jurnal Medika Veterinaria Agustus 2021, 15 (2):95-102

P-ISSN: 0853-1943; E-ISSN: 2503-1600 DOI: https://doi.org/10.21157/j.med.vet..v14i2.24526

Identification of gastrointestinal parasites in bird white-rumped shama


(copsychus malabaricus) kept by bird lovers in the Pariaman city,
west sumatera
Lian Varis Riandi1, M. Ikral2, Yudha Fahrimal1
1
Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Corresponding author: lianvarisriandi@unsyiah.ac.id

ABSTRACT

Bird White-Rumped Shama (Copsychus malabaricus) is one of the many singing birds with many
lovers. Like other animals, both free-living and chage, white-rumped shama can be attacked by diseases
caused by bacteria, viruses, and endoparasites. This study aims to identify the types of endoparasites in
white-rumped shama kept by bird lovers in City of Pariaman, totaling 50 white-rumped shama from bird
lovers in City of Pariaman. This research was conducted at the Parasitology Laboratory of the Faculty of
Veterinary Medicine Universitas Syiah Kuala. Samples were examined using the floating method, the
Borray sedimentation method, the formol-ether sedimentation method, and the Ziehl-Neelsen fast acid
modification. From the examination results using the floating method, eggs were obtained from two types
of endoparasitic worms, namely Heterakis sp. and Capillaria sp. In examining the modified Borray
sedimentation method, the formol-ether sedimentation method and the modified Ziehl-Neelsen fast acid
method, no eggs of nematodes, trematodes and cestodes were found. This study showed that 5 out of white
rumped shama feces samples were infected with endoparasites. The types of endoparasites found from the
white-rumped shama kept by bird lovers in Pariaman are nematodes of the genus Heterakis sp. and
Capillaria sp. Based on the research results, it can be concluded that the white-rumped shama kept by
bird lovers in City of Pariaman is infected with endoparasites.

Keywords: Bird White Rumped Shama, bird lover, endoparasites.

PENDAHULUAN merdu semakin indah bentuk tubuhnya atau


semakin merdu kicauannya akan semakin
Indonesia adalah salah satu negara mahal (Fikriyah et al., 2015).
yang berada di garis khatulistiwa, terkenal Burung murai batu (Copsychus
akan kekayaan alamnya baik jenis flora malabaricus) merupakan salah satu burung
maupun fauna. Salah satu kekayaan alam berkicau yang sangat banyak penggemarnya.
dari jenis fauna Indonesia yang cukup tinggi Ketenarannya bukan sekedar dari suara yang
adalah burung. Jumlah burung yang terdapat merdu, namun juga dari cara kompetisi yang
di Indonesia mempunyai 1.539 spesies dan sangat atraktif. Burung murai batu atau
merupakan 17 % dari total spesies burung di White-Rumped Shama adalah burung
dunia (Kamal et al., 2013). Burung berkicau yang memiliki habitat relatif sangat
merupakan salah satu satwa yang banyak luas, keberadaan habitatnya dari Negara
diperdagangkan dan dipelihara, karena India di bagian utara, Nepal hingga China.
mempunyai nilai adopsi yang tinggi Murai batu hidup bebas di hutan Sumatera,
terutama burung yang mempunyai bentuk dan sebagian pulau Jawa. Saat ini burung
tubuh yang indah dan kicauannya yang murai batu liar hanya ditemukan di wilayah

95
Jurnal Medika Veterinaria Lian Varis Riandi, dkk
P-ISSN: 0853-1943; E-ISSN: 2503-1600

hutan konservasi. Hal ini menyebabkan Prosthogonimus sp. dan protozoa


berturunya jumlah spesies burung murai Blastocystis hominis, Giardia pssticacy,
batu yang disebabkan minat terhadap burung Eimeria necatrix, dan Eimeria acervulina.
murai batu ini begitu tinggi sehingga burung Sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh
murai batu di tangkap langsung dari habitat Sahara et al. (2013) dengan menggunakan
aslinya (Turut, 2010). sampel ginjal burung merpati, hasil
Seperti hewan lainnya burung murai penelitian menunjukkan bahwa 28% merpati
batu yang hidup bebas maupun yang (7/25) positif terinfeksi cacing Schmison
dikurung dapat terserang penyakit yang carmine. Tiga dari merpati yang positif
disebabkan oleh bakteri, virus dan terinfeksi dihitung jumlah cacingnya,
endoparasit. Faktor utama penyebab burung diperoleh jumlah cacing bervariasi antara
terinfeksi parasit yaitu kondisi lingkungan 57.279 dan 454 trematoda per ginjal.
penangkaran yang kotor akibat sanitasi yang Berdasarkan uraian tersebut maka
kurang baik (Fikriyah et al., 2015). perlu dilakukan suatu penelitian untuk
Endoparasit saluran pencernaan umumnya mengidentifikasi dan mengetahui
tidak menyebabkan kematian secara akut, endoparasit pada burung murai batu yang
tetapi bersifat kronis sehingga pada burung dipelihara oleh pencinta burung di Kota
dewasa akan mengakibatkan produksi dan Pariaman. Mengingat sebagian besar
kemampuan kerja yang menurun, sedangkan penangkaran dan para pecinta burung di
pada burung muda akan mengakibatkan Kota Pariaman masih sangat kurang
pertumbuhannya terhambat, nafsu makan informasi terkait hal tersebut, maka
menurun, anemia, dan diare (Zulmi et al., penelitian ini menjadi sangat penting.
2020). Penelitian ini merupakan upaya pencegahan
Menurut Rahmi et al. (2010), penyakit burung murai batu agar terhindar dari
parasitik merupakan penyakit infeksi yang penyakit endoparasit di Kota Pariaman.
umum terjadi pada setiap hewan tidak
terkecuali pada burung. Parasit MATERI DAN METODE
gastrointestinal memegang peranan penting
terhadap kesehatan burung dan merupakan
penyebab dari timbulnya penyakit parasitik, Prosedur Penelitian
baik yang hidup ex-situ maupun in-situ. Pengambilan Sampel
Untuk mendiagnosis penyakit ini dapat Sampel pada penelitian ini diperoleh
dilakukan dengan pengamatan pada sampel dari penggemar burung yang ada di Kota
feses segar dari burung-burung yang Pariaman, total sampel yang akan diamati
dicurigai dan terinfeksi endoparasit. sebanyak 50 feses burung murai batu.
Selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap Pengumpulan sampel dilakukan pada setiap
endoparasit menggunakan Meotode kandang, sampel yang diambil adalah
Sedimentasi Modifisikasi Borray, Metode sampel feses segar atau yang belum sampai
Apung, metode Sedimentasi Formol-Eter, 24 jam, hal ini untuk menghindari telur
dan Modifeied Fast Acid Ziehl-Neelsen. cacing menetas. Feses dimasukkan ke dalam
Penelitian mengenai identifikasi botol sampel feses dan ditambahkan dengan
endoparasit pada burung pernah dilakukan formalin 10% dengan perbandingan 1:1.
sebelumnya oleh Fikriyah et al. (2015). Pada Data yang disertakan dalam pengambilan
penelitian tersebut peneliti menggunakan sampel adalah data mengenai waktu
sampel feses burung dan pada pemeriksaan pengambilan, tempat pengambilan,
endoparasit ditemukan adanya konsistensi, dan warna feses.

96
Jurnal Medika Veterinaria Lian Varis Riandi, dkk
P-ISSN: 0853-1943; E-ISSN: 2503-1600

Pemeriksaan Sampel Feses selama 3-5 menit dengan kecepatan 1500


Metode Sedimentasi Modifikasi Borray rpm. Setelah disentrifus dibuang dan
Sebanyak 3 g feses diteteskan tween endapan yang berada di dasar tabung
80 (sabun cair) kemudian diaduk hingga dilarutkan dengan formalin 10%
homogen. Campuran tersebut disaring secukupnya. Campuran tersebut diambil
dengan saringan teh ke dalam beaker glass secukupnya dan diletakan di atas kaca objek
500 CC. Material yang tinggal di saringan dan diamati di bawah mikroskop.
disemprot dengan air kecepatan tinggi.
Suspensi tersebut didiamkan selama 3 menit, Modified Fast Acid Ziehl-Neelsen
supernatan di bagian atasnya dibuang Sebanyak 2-3 tetes feses yang sudah
(Sisakan suspensi 70 CC). Metode ini dihomogenkan diteteskan pada object glass,
diulang sekali lagi (disemprot dengan air kemudian tetesan tersebut diratakan menuju
kecepatan tinggi). Sedimen yang tertinggal ke sisi yang lain setipis mungkin (seperti
ditetesi dengan larutan methilene blue 1% membuat ulas darah). Kemudian
untuk membedakan material yang berasal dikeringkan di udara terbuka, setelah itu
dari tumbuhan dan telur trematoda (telur difiksasi ke dalam methanol selama 3 menit.
Fasciola berwarna kuning keemasan dan Selanjutnya diteteskan dengan carbol
Paramphistomum berwarna abu-abu fuchsin secara merata dan didiamkan selama
kebiruan). Sedimen dimasukkan ke dalam 15-20 menit dan setelah itu dicuci dengan
cawan Petri yang bergaris dan dihitung di air mengalir. Selanjutnya ditetesi dengan
bawah mikroskop. acid alcohol dan didiamkan selama 15-20
detik. Kemudian dicuci kembali dengan air
Metode Apung mengalir dan ditetesi dengan Methylene blue
Sebanyak 1 g feses dimasukkan ke selama 30-60 detik. Kemudian dicuci
dalam mortar, ditambahkan 5 ml larutan dengan air mengalir, tunggu kering dan
gula jenuh dan digerus sampai halus dan kemudian diamati di bawah mikroskop.
homogen. Sebanyak 20 ml gula jenuh,
ditambahkan lagi dan diaduk hingga Identifikasi Endoparasit
homogen. Larutan feses tersebut Semua endoparasit yang ditemukan
dimasukkan ke dalam sebuah tabung reaksi kemudian didokumentasikan dengan kamera
sampai permukaannya cembung (jangan dari masing-masing parasit tersebut untuk
sampai tumpah) dan didiamkan selama 15 memudahkan mengidentifikasi.
menit. Kaca objek ditempelkan di atas
permukaan yang cembung dengan hati-hati Analisis Data
dan dibalik dengan cepat. Selanjutnya Data hasil pemeriksaan feses pada
diamati dan diidentifikasi jenis telur cacing burung murai batu di Kota Pariaman yang
di bawah mikroskop. diperoleh dari penelitian akan ditabulasi dan
dianalisis secara deskriptif.
Metode Sedimentasi Formol-Eter
Sampel feses sebanyak 0,5 g HASIL DAN PEMBAHASAN
dimasukan ke dalam beaker glass yang
sudah berisi 7 ml formalin 10% 7 ml dan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
dihomogenkan. Setelah homogen sampel terhadap sampel dari 50 ekor burung murai
feses dimasukkan ke dalam tabung sentrifus batu yang dipelihara oleh penggemar burung
dan ditambahkan 3 ml ether. Campuran di Kota Pariaman, didapatkan telur
tersebut dihomogenkan dan disentrifus nematoda Heterakis sp. pada empat ekor

97
Jurnal Medika Veterinaria Lian Varis Riandi, dkk
P-ISSN: 0853-1943; E-ISSN: 2503-1600

murai batu dan Capilaria sp. pada satu burung yang terinfeksi disajikan pada Tabel
sampel murai baru. Jenis telur dan jumlah 1.

Tabel 1. Jenis endoparasit yang ditemukan pada burung murai batu di Kota Pariaman

No. Jenis telur cacing Jumlah Burung Rataan Ukuran


yang ditemukan Terinfeksi (ekor) Panjang(µm) Lebar(µm)
1. Heterakis sp. 4 76-79,83 49,66-54,47
2. Capillaria sp. 1 57-52,31 23,12-25,83

Hasil penelitian yang dilakukan sehingga sangat cocok untuk pemeriksaan


diperoleh 5 ekor burung murai batu yang fasciola dan paramphistomiasis karena telur
terinfeksi endoparasit seluran pencernaan akan mudah terlihat (Hambal et al., 2013).
dari 50 ekor burung murai batu yang Metode sedimentasi formol-eter merupakan
dipelihara oleh penggemar burung di Kota salah satu teknik pemeriksaan untuk
Pariaman. Jenis endoparasit yang mendeteksi parasit usus (Susanty, 2018).
meninfeksi burung murai batu (Copsychus Modified Fast Acid Zzihel-Neelsen
malabaricus) yang dipelihara oleh pencinta merupakan metode yang dapat memeriksa
burung. Dari hasil pemeriksaan endoparasit keberadaan ookista protozoa dalam feses
pada burung murai batu dapat diidentifikasi (Casemore et al., 1985).
bahwa endoparasit yang menginfeksi 5 Berdasarkan Gambar 1, ditemukan
burung murai batu yaitu dua jenis cacing telur cacing Heterakis sp. telur cacing
nematoda, dua jenis cacing nematoda Heterakis sp. memiliki ciri-ciri berbentuk
tersebut adalah dari genus Heterakis sp. dan elips dan berdinding tebal (Damayanti et al.,
Capillaria sp.. Ciri-ciri umum nematoda 2019). Berdasarkan hasil penelitian yang
adalah cacing ini tidak bersegmen, bilateral telah dilakukan ditemukan Heterakis sp.
simetris, mempunyai saluran cerna yang pada burung murai batu dengan rataan
berfungsi penuh, biasanya berbentuk ukuran76-79,83µm x 49,66-54,47µm.
silindris serta panjangnya bervariasi dari Berdasaran penelitian (Taylor et al. 2007;
beberapa milimeter hingga lebih dari satu Permin and Hansen, 1998) menyatakan
sentimeter (Margono, 2008). rataan ukuran Heterakis sp. yang ditemukan
Hasil pemeriksaan dengan termasuk ke dalam kisaran ukuran Heterakis
menggunakan metode apung diperoleh telur gallinarum dengan rataan 65-80 µm x 35-46
dari dua jenis cacing endoparasit yaitu µm. Dari penelitian Kurniawan et al. (2010),
Heterakis sp. dan Capillaria sp. Pada Telur Heterakis gallinarum mirip dalam
pemeriksaan metode sedimentasi modifikasi bentuk dan penampilan, tetapi dapat
Borray, metode sedimetasi formol-eter dan dibedakan dari telur Ascaridia galli dari sisi
Modified Fast Acid Zzihel-Neelsen tidak ukuran yang sedikit lebih kecil dan sejajar.
ditemukan adanya cacing jenis nematoda, Siklus hidup Heterakis sp. terjadi
trematoda dan cestoda. Metode apung secara langsung. Telur keluar bersama feses
digunakan untuk mengidentisikasi telur dan berkembang menjadi telur infektif
cacing nematoda (Kelita et al., 2018). sekitar 2 minggu, tergantung pada suhu dan
Metode Sedimentasi Borray digunakan kelembaban. Apabila telur yang infektif
untuk mengidentifikasi dan menghitung tertelan oleh inang yang peka maka telur
telur cacing per-gram tinja yang memiliki menetas dalam usus kecil. Dalam kurun
berat jenis lebih besar dari pada jenis air, waktu 24 jam, larva telah mencapai sekum

98
Jurnal Medika Veterinaria Lian Varis Riandi, dkk
P-ISSN: 0853-1943; E-ISSN: 2503-1600

melalui lumen usus dimana akan biasa dianggap tidak patogen walaupun
berkembang menjadi cacing dewasa. Masa dalam infeksi berat dapat memicu penebalan
prepaten cacing Heterakis sp. berkisar antara mukosa sekum. Telur Heterakis sp. mirip
24–30 hari (Permin dan Hansen, 1998). dalam bentuk dan penampilan, tetapi dapat
Taylor et al. (2007), melaporkan bahwa dibedakan dari telur Ascaridia sp. yang lebih
cacing Heterakis sp. adalah nematoda kecil dan paralel.
parasit yang paling umum pada unggas,

Gambar 1. Morfologi telur cacing Heterakis sp. yang di temukan pada burung murai batu
dengan pembesaran 100 kali

Gambar 2. Morfologi telur cacing Capillaria sp. yang di temukan pada burung murai batu
dengan pembesaran 100 kali

Pada Gambar 2 ditemukan telur cacing kutubnya dan memiliki dinding sel yang
Capillaria sp. Menurut Zajac and Comboy tebal. Berdasarkan hasil penelitian yang
(2012), ciri-ciri telur Capillaria berbentuk telah dilakukan di temukan Capillaria sp.
lonjong, memiliki sumbatan di kedua ujung pada burung murai batu dengan rataan

99
Jurnal Medika Veterinaria Lian Varis Riandi, dkk
P-ISSN: 0853-1943; E-ISSN: 2503-1600

ukuran 52,31-57 µm x 23,12-25,83 µm. dua hari sekali, tergantung dari masing-
Berdasarkan penelitian Smith et al. (2007), masing pemelihara burung tersebut.
menyatakan ukuran Capillaria berkisar Pola pemeliharaan burung murai batu
antara panajang 52-73,5 µm dan lebar 29-36 di Kota Pariaman, yaitu burung dikeluarkan
µm. Menurut Yabsley (2008) telur dari pada jam 6 sampai jam 7 pagi untuk
Capillaria mudah dikenali oleh karakteristik diembunkan kemudian diberi makan
bipolar plug. jangkrik. Banyaknya pemberian jangkrik
Siklus hidup dari beberapa spesies tergantung dari pemilik burung. Setelah
Capillaria ada secara langsung (C. diberi makan jangkrik, burung murai batu
obsignata, C. anatis dan C. contorta) dan dijemur selama kurang lebih 1 jam dan
maupun tidak langsung (C. caudinflata, C. kemudian diteduhkan selama 30 menit untuk
bursata, dan C. annulata). Telur yang tidak kemudian dikerodong. Pada sore harinya,
berembrio keluar bersama feses dan burung murai batu dimandikan, dibersihkan
berkembang menjadi larva tahap pertama kandangnya, diberi makan jangkrik
dalam 9–14 hari. Pada siklus langsung, telur kemudian dikerodong. Kerodong adalah
yang tertelan menetas dalam usus dan kain yang digunakan untuk menutupi
berkembang menjadi cacing dewasa tanpa sangkar.
migrasi dalam inang. Adapun siklus tidak Tempat pakan yang terbuat dari plastik
langsung, telur ditelan oleh cacing tanah dan juga sering dibersihkan sebelum pemberian
berkembang menjadi tahapan infektif dalam pakan. Burung tersebut diberikan pakan
14–21 hari dan burung terinfeksi jika sehari sekali setelah pembersihan kandang.
menelan cacing tanah tersebut. Masa Jenis pakan yang diberikan berbeda-beda
prepaten cacing Capillaria sp. sekitar 3 setiap pencinta burungnya dan diberi
minggu (Permin and Hansen, 1998). Smith tambahan jangkrik setiap harinya.
(1993, 1996) melaporkan bahwa infeksi Beberapa pencinta burung juga ada
Capillaria sp. biasanya tanpa gejala, tapi yang memberi pakan tambahan yang
dengan infeksi berat burung dapat diberikan seminggu sekali atau dua minggu
menunjukkan tanda-tanda klinis yaitu diare, sekali yaitu ulat hongkong (Tenebrio
anoreksia, kekurusan dan kelesuan. molitor), ulat bambu dan kroto. Untuk
Faktor manajemen yang menjadi pemberian kroto dilakukan seminggu dua
penyebab terjadinya infeksi Capillaria sp. kali sebanyak satu sendok makan.
antara lain penempatan kandang yang sering Pemberian ulat hongkong dan ulat bambu
berdekatan satu sama lain serta penempatan hanya diberikan ketika akan mengikuti
kandang yang sama dengan burung lain kontes sebanyak 3-5 ekor cacing. Bahan
(Kurniawan et al., 2010). Hal ini juga terjadi pokok pakan dari burung murai batu oleh
karena lingkungan yang cukup lembab dan pencinta burung banyak diberi voer dan
sanitasi kandang kurang baik, seperti ditambah jangkrik. Pada umumnya diberi
pemberian pakan tambahan di litter kandang minum air mineral yang diberikan pada saat
yang kurang bersih dan kotoran kandang pemberian pakan. Voer merupakan pakan
yang tidak dibersihkan setiap hari. buatan yang mengandung vitamin, mineral
Pada umumnya kondisi kandang dan dan protein yang dibutuhkan oleh burung
lingkungan burung murai batu yang (Dewanto dan Sitanggang, 2009).
dipelihara oleh pencinta burung di Kota Rendahnya endoparasit yang
Pariaman cukup bersih. Kandang ditemukan pada burung murai batu di Kota
dibersihkan setiap hari. Burung dimandikan Pariaman kemungkinan dipengaruhi oleh
sehari sekali dan ada juga yang memandikan pemberian pakan yang baik seperti yang

100
Jurnal Medika Veterinaria Lian Varis Riandi, dkk
P-ISSN: 0853-1943; E-ISSN: 2503-1600

dipaparkan di atas dan manajemen cacing akan lebih banyak berkembang


pemeliharaan burung yang baik. dengan baik pada kondisi kelembaban
Pemeliharaan burung murai batu di Kota kandang yang cukup tinggi, dimana kondisi
Pariaman cukup bersih. Selain itu, kelembaban kandang bisa dikatakan cukup
pemberian obat cacing yang teratur dapat tinggi pada pagi dan sore hari.
menurunkan kejadian infeksi endoparasit
gastrointestinal pada burung murai batu. KESIMPULAN
Umumnya pencinta burung murai batu di
Kota Pariaman memberikan obat cacing Berdasarkan penelitian yang telah
yang dicampurkan dengan air minum dan dilakukan ditemukan sebanyak 5 dari 50
diberikan sekali sebulan sebagai tindakan sampel feses burung murai batu yang
pencegahan. Sedangkan pemberian obat dipelihara oleh pencinta burung yang ada di
cacing dua kali dalam sebulan diberikan Kota Pariaman terinfeksi endoparasit. Pada
sebagai tindakan pengobatan. Menurut pemeriksaan dengan menggunakan metode
Kurniawan et al. (2010), faktor faktor apung ditemukan telur cacing nematoda
perilaku hewan dapat menjadi penyebab dari yaitu Heterakis sp. dan Capillaria sp.
kecacingan tersebut yakni kebiasaan burung-
burung membersihkan bagian dada dan DAFTAR PUSTAKA
sayapnya mengunakan paruh (menelisik)
serta perilaku makan yang terjadi di lantai Brotowidjojo, M. D. (1987). Parasit dan Parasitisme Edisi
Pertama. Penerbit Media Sarana Press, Jakarta.
kandang. Casemore, DP., Armstrong, M. dan Sandst, RL. (1985).
Infeksi Capillaria sp. sangat berkaitan Laboratory diagnosis of cryptosporidiosis.
dengan sanitasi lingkungan kandang. Journal Clin Pathol, 38: 1337-1341.
Damayanti, E. A., Hastutiek, P., Estoepangesti, A. T. S.,
Lingkungan yang didominasi tanah dan Retno, L. N. D. dan Suprihati, E. (2019).
rumput akan mengakibatkan resiko infeksi Prevalenvi dan derajat infeksi cacing saluran
Capillaria sp. meningkat (Lefevrae et al., pencernaan pada ayam buras (Gallus
domesticus) di desa kramat kecematan
2010). Pada umumnya di Kota Pariaman Bangkalan Kabupaten Bangkalan. J. Parasite
kandang umbaran burung memiliki lantai Sci., 3(1): 41-46.
tanah dan memakan cacing tanah yang Fikriyah, L. I., Haryono, T. dan Ambarwat, R. (2015).
Identifikasi ektoparasit dan endoparasit pada
berada di dasar kandang umbaran. Hal ini burung kenari (Serinus canaria) dipenangkaran.
menjadi pendukung terinfeksinya burung Lentera Bio, 4(1): 82-86.
oleh cacing Heterakis sp. dan Capilaria sp. Febrian, C. A., Rakhmawati, I. dan Tiuria, R. (2019),
Kecacingan pada burung cendrawasih
melalui induk semang paratenik atau induk (Paradisaea sp.) pusat penyelamatan satwa
semang pemindah (transport host) cacing cikananga Sukabumi. Arshi Vet Lett, 3(3): 43-
tanah atau dari pakan (Febian et al., 2019). 44.
Hambal, M., Sayuti, A. dan Dermawan, A. (2013). Tingkat
Brotowidjojo (1987) menyebutkan kerentanan Fasciola gigantica pada sapi dan
kelembaban yang tinggi akan mempermudah kerbai di kecamatan Lhoong Kabupaten Aceh
larva nematoda dan cestoda untuk menetas. Besar. Jurnal Medika Veterinaria, 7(1): 49-53.
Kamal, S., Mahdi, N. dan Senja, N. (2013).
Cacing nematoda dapat hidup pada Keanekaragaman jenis burung pada perkebunan
temperatur 18-38°C, sedangkan cestoda dan kopi di Kecamatan Bener Kelipah Kabupaten
trematoda dapat hidup jika curah hujan Bener Meriah Provinsi Aceh. Jurnal Biotik,
1(2): 67-136.
minimum 50 mm dan 150 mm. Sucipta dan Keliat, B. A. P., Fahrimal, Y. dan Ferasyi, T. R. (2018).
Hatta (2009) melaporkan bahwa ada korelasi Identifikasi jenis cacing yang menginfestasi
positif antara kelembaban dengan jumlah sapi Aceh yang ada di pusat pembibitan sapi
Aceh, Kabupaten Aceh Besar. JIMVET, 3(1):
populasi endoparasit yang terdapat pada 05-09.
burung yang terinfeksi. Pada umumnya Kurniawan, M. C., Suzanna, E. dan Retnani, E. B. (2010).
Inventarisasi cacing parasitik saluran

101
Jurnal Medika Veterinaria Lian Varis Riandi, dkk
P-ISSN: 0853-1943; E-ISSN: 2503-1600

pencernaan pada elang jawa (Spizaetus bartelsi in Birds of Prey. Editors: Patrick T. Redig, John
stressman, 1924) dan elang brontok (Spizaetus E. Cooper, J. David Remple, and D. Bruce
cirrhatus gmelin, 1788) di habitat eks-situ. Hunter. Raptor Biomedicine. University of
Jurnal Media Konservasi, 15(3): 120-125. Minnesota Press, Minnneapoliss.
Lefevre PC., Blancou J., Chermette R. dan Uilenberg G. Smith, S. A. (1996). Parasites of birds of prey: their
(2010). Infectious and Parasitic Diseases of diagnosis and treatment. Seminars in Avian and
Livestock. Paris (FR): Lavoisier. 2000 hal Exotic Pet Medicine, 5(2): 97-105.
Margono, S. (2008). Nematoda Usus Buku Ajar Sucipta dan Hatta. (2009). Wawasan Peternak Unggas.
Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : www.wartaekonomi.co.id. 22 Juni 2021.
Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Susanty, E. (2018). Teknik konsentrasi Formol Eter untuk
Permin, A. dan Hansen, J. W. (1998). Epidemiology, mendiagnosa parasit usus. JKM, 1(2): 125-129.
Diagnosis and Control of Poultry Parasites. Yabsley, M. J. (2008). Capillaria Nematode. Editor: Carter
Food and Agricultural Organization of the T. Atkinson, Naney J. Thomas, D. Bruce
United Nations, Rome. Hunter. Parasitic Diseases of Wild Birds.
Rahmi, E., Hanafiah, M., Sutriana, A., Hambal, M. dan Wiley-Blackwell, USA.
Wijidi, F. (2010). Insidensi nematoda Taylor, M. A., Coop, R. L. and Wall, R. L. (2007).
gastrointestinasl dan protozoa pada monyet Veterinary Parasitology. Blackwll publishing,
ekor panjang (Macaca fascicularis) liar USA.
ditaman wisata alam (TWA) pulau Weh Turut, R. (2010). Murai Batu. Penerbit Penebar Swadaya,
Sabang. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, Depok.
13(6): 286-291. Zajac, A. M. dan Conboy, G. A. (2012). Veterinary
Sahara, A., Prastowo, J., Widodo, D. P., Rohayati, E. S., Clinical Parasitology. Edisi 8. West Sussex ,
dan Widyarini, S. (2013). Identifikasi cacing USA.
trematoda dan gambaran patologi ginjal burung Zulmi, M. D., Ferasyi, T. R., Farida, Windaruddin.,
merpati yang terinfeksi. Jurnal Veteriner, Ellawardani. dan Zuhrawaty. (2020).
14(4): 402-407. Identification and prevalence of endoparasites
Sardjono, T. W. (2020). Helmintologi. Penerbit UB Press, in lovebird (Agapornis fischeri) sold in Banda
Malang. Aceh. Jurnal Medika Veterinaria, 14(1): 19-26.
Smith, S. A. (1993). Diagnosis and Treatment of Helminths

102

You might also like