You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Sebuah sistem pemerintahan dibuat demi terselenggaranya

pemerintahan negara yang mampu mewujudkan tujuan sebuah bangsa, yaitu

masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk itulah, pemerintah

bertugas mengatur dan mengarahkan kehidupan bersama dengan cara

membuat hukum, melaksanakan dan menegakkannya, serta melakukan

upaya-upaya lain demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Pada kenyataan, tidak setiap sistem pemerintahan  dapat berjalan

sesuai harapan itu. Masalahnya mungkin terletak pada pengaturan sistem

pemerintahan yang belum sempurna atau lengkap. Namun kemungkinan pula

penyebabnya adalah ketidakmampuan para pejabat dalam melaksanakan

sistem itu, atau kesengajaan pejabat pemerintah menyalahgunakan

wewenang. Dilain pihak, mungkin pula rakyat sendiri memang tidak siap

mendukung sistem pemerintahan yang berlaku.

Satu hal yang harus di ingat adalah bahwa pelaksanaan sebuah sistem

pemerintahan tidak berlangsung dalam ruang kosong. Pelaksanaan sistem

pemerintahan dalam suatu negara sangat dipengaruhi, antara lain oleh : (a)

komitmen elite politik terhadap sistem politik yang hendak diwujudkan; (b)

1
2

sistem kepartaian yang telah berkembang di negara yang telah bersangkutan; 

(c) tradisi politik yang telah berkembang dinegara yang telah bersangkutan

dan (d) budaya politik dominan dimasyarakat yang bersangkutan.

Sistem Pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam

mengatur pemerintahannya. Sesuai dengan kondisi negara masing-masing,

sistem ini dibedakan menjadi : (1) Presidensial; (2) Parlementer; (3)

Semipresidensial; (4) Komunis; (5) Demokrasi liberal, dan (6) Liberal.

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga

suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan

separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat

ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang

kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan

mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan

berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk

memprotes hal tersebut.

Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan

masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,

menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan,

ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan

demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam

pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit

negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.

Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk


3

menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu

relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari

rakyatnya itu sendiri.

Sistem pemerintahan negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-

Undang Dasar 1945 adalah sistem presidensial kabinet. Dengan sistem

pemerintahan tersebut, baik para penyelenggara negara maupun rakyat dan

bangsa Indonesia telah merasa sesuai. Sejalan dengan perkembangan dan

dinamika politik masyarakat, penyelenggaraan negara dengan sistem

presidensial kabinet telah mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga

sekarang ini.

Pembukaan UUD 1945 Alenia IV menyatakan Kemerdekaan Bangsa

Indonesia itu disusun atas Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang

disusun atas susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUD 1945, negara Indonesia merupakan negara

kesatuan yang berbentuk republik. Didasari itu pula dapat diambil kesimpulan

bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk

pemerintahannya adalah republik. Dari sinilah muncul singkatan NKRI, yaitu

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain negara yang memiliki kesatuan

antara ummat beragama dan suku, sistem pemerintahan yang digunakan

adalah republik. Namun secara teorinya, berdasarkan hasil dari UUD 1945,

negara Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Tetapi pada

prakteknya dilapangan adalah banyak sistem yang paling sering digunakan

dalam bagian-bagia pemerintahan Indonesia menggunakan sistem


4

pemerintahan parlementer. Berarti singkatnya, Indonesia menganut sistem

pemerintahan hasil dari penggabungan sistem pemerintahan presidensial dan

parlementer.

Sistem Pemerintahan Indonesia dari masa ke masa. Pada tahun 1945 –

1949 Sistem Pemerintahan Indonesia adalah Presidensial dengan bentuk

pemerintahan adalah Republik sedangkan konstitusi yang digunakan adalah

UUD 1945. Pada awalnya sistem pemerintahan presidensial ini digunakan

setelah kemerdekaan Indonesia. Namun karena kedatangan sekutu pada

Agresi Militer, berdasarkan Maklumat Presiden No. X Pada Tanggal 16

November 1945 terjadi pembagian kekuasaan. Kekuasaan tersebut dipegang

oleh Perdana Menteri sehingga sistem pemerintahan Indonesia berganti

menjadi sistem pemerintahan parlementer.

Sistem Pemerintahan Indonesia pada tahun 1949 – 1950 adalah Quasi

Parlementer/ Parlementer Semu, dengan bentuk negara Serikat (Federasi) dan

bentuk pemerintahan adalah Republik, sedangkan konstitusi yang digunakan

adalah Konstitusi RIS. Bentuk pemerintahan ini merupakan serikat dengan

konstitusi dengan RIS, sehingga sistem pemerintahan yang digunakan adalah

parlementer. Namun karena sistem yang diterapkan tidak secara keseluruhan

atau bersifat semu maka sistem pemerintahan pada saat itu disebut dengan

Quasi Parlementer.

Sistem Pemerintahan Indonesia tahun 1950 – 1959adalah Parlementer,

dengan bentuk negara Kesatuan dan bentuk pemerintahan Republik,

sedangkan konstitusi negara yang digunakan adalah UUDS 1950. UUDS


5

1950 merupakan konsitutsi yang berlaku di negara Indonesia sejak 17

Agustus 1950 sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

Presideng Soekarno mengeluarkan Dekrit tersebut yang diumumkan dalam

sebuah upacara resmi di Istana Merdeka.

Sistem Pemerintahan Indonesia tahun 1959 – 1966 (Orde lama) adalah

Presidensial, dengan bentuk negara Kesatuan dan bentuk pemerintahan

Republik yang menggunakan konstitusi UUD 1945. Presiden mengeluarkan

Dekrit Presiden 1959 yang berisi : “Tidak berlakunya UUDS 1950 (Undang-

Undang Dasar Serikat) 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945,

pembubaran Badan Konstitusional, membentuk MPRS (Sementara) dan

DPAS (Sementara).

Sistem Pemerintahan Indonesia tahun 1966 – 1998 (Orde Baru) adalah

Presidensial dengan bentuk negara Kesatuan dan bentuk pemerintahan

Republik yang menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang sah.

Selanjutnya, sistem pemerintahan Indonesia tahun 1998 – Sekarang adalah

Presidensial dengan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dan system

pemerintahan yang menganut Republik. Pokok-pokok system pemerintahan

Indonesia sebelum Amademen UUD 1945 terdapat tujuh kunci pokok pada

sistem pemerintahan yang dianut Indonesia, ketujuh kunci pokok tersebut

adalah :

1) Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat);

2) Sistem Konstitusional;
6

3) Kekuasaan tertinggi negata ada di tangan Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR);

4) Presiden merupakan penyelenggara pemerintah negara yang paling tinggi

di bawah naungan MPR;

5) Presiden tidak bertanggung jawab atas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

6) Menteri negara merupakan pembantu presiden dan menteri negara tidak

bertanggung jawab kepada DPR, dan

7) Kekuasaan kepala negara memiliki batasan.

Pemerintahan orde baru dengan menggunakan tujuh kunci pokok yang

di atas memberikan efek stabilnya pemerintahan dan kuat. Pemerintahanpun

memiliki sebuah kekuasaan yang besar. Walaupun terdapat kelemahan pada

sistem ini yaitu pengawasan yang lemah dari DPR. Tetapi kondisi

pemerintahannya lebih stabil.

Sedangkan, pokok-pokok sistem pemerintahan setelah Amandemen

UUD 1945, adalah :

1) Bentuk negara kesatuan memiliki prinsip otonomi daerah yang luas.

Wilayah-wilayahnya terbagi menjadi beberapa provinsi;

2) Bentuk pemerintahannya adalah republik konstitusional, sementara sistem

pemerintahannya adalah presidensial;

3) Presiden merupakan kepala negara dan sekaligus merupakan kepala

pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih melalui pemilihan umum

(pemilu) yang dipilih oleh rakyat langsung dalam satu paket;


7

4) Kabinet atau menteri yang sudah diangkat oleh presiden bertanggung

jawab kepada presiden, dan

5) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan

peradilan dibawahny.

Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem

pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk

menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial.

Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah

sebagai berikut;

1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari

DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun

secara tidak langsung;

2) Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau

persetujuan dari DPR;

3) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau

persetujuan dari DPR, dan

4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk

undang-undang dan hak budget (anggaran).

Apabila terdapat perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem

pemerintahan itu merupakan tindakan perbaikan sistem agar menjadi lebih

baik daripada sebelumnya.

Negara Filipina berbentuk negara kesatuan, yaitu negara yang

merdeka dan berdaulat, yang berkuasa hanya satu pemerintah pusat yang
8

mengatur seluruh daerah sebagai bagian dari negara. Negara kesatuan sering

juga disebut sebagai negara unitaris, unity. Unitaris merupakan negara

tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu), terdiri hanya satu

negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatif yang

berlaku bagi seluruh wilayah negara. Hakikat negara kesatuan yang

sesungguhnya adalah kedaulatan tidak terbagi-bagi, baik ke luar maupun ke

dalam dan kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi. Filipina dibagi 3 grup

pulau yaitu Luzon, Visayas dan Mindanao.Kemudian dibagi menjadi 17

Region,80 Provinsi,120 Kota,1.511 Munisipalitas dan 42.008 distrik.

Bentuk pemerintahan Filipina adalah republik demokratis, kedaulatan

berada di tangan rakyat dan kewenangan pemerintah berasal dari rakyat.

Sebagaimana yang diatur dalam konstitusi 1987. Konstitusi ini merupakan

model konstitusi persemakmuran 1935 yang mendirikan sebuah system

pemerintah yang serupa dengan Amerika serikat. Konstitusi ini mencakup

banyak batasan kekuasaan otoriter. Semua warga Negara Filipina yang telah

berusia 18 tahun lebih dapat memberikan suara.

Presiden dipilih melalui pemilu untuk masa jabatan enam tahun serta

Wakil Presiden yang juga dipilih langsung dapat mengabdi dengan masa

waktu tidak lebih dari dua perioe enam tahun berturut-turut. Presiden dan

Wakil Presiden dipilih melalui pemungutan suara yang terpisah dan mungkin

berasal dari partai politik yang berbeda.

Filipina sebagai Negara yang menerapkan sistem pemerintahan

presidensial memiliki presiden sebagai kepala Negara sekaligus menjabat


9

sebagai kepala pemerintahan. Namun demikian, dalam sistem pemerintahan

Filipina, presiden mempunyai posisi yang cukup lemah. Hal tersebut karena

dalam konstitusi Filipina, Impeachment dapat dibahas disenat jika

sebelumnya di setujui oleh sepertiga anggota parlemen. Itu artinya presiden

ada kemungkinan bisa diberhentikan oleh parlemen. Impeachment yang

dibolehkan diFilipina dengan alasan politik, bukan kejahatan. Sebagai contoh,

pada tahun 1997 opposisi di parlemen berupaya untuk

meloloskan impeachment guna menjatuhkan Presiden Geloria Macapagal

Arroyo dalam kasus politik yang berkaitan dengan masalah pelaksanan

pemilu.

Kepala Negara atau Kepala Eksekutif Filipina adalah seorang

Presiden. Adapun untuk lembaga Legislatif Negara Filipina memiliki

Legislatif Bicameral (dua bagian) yang disebut dengan kongres Filipina.

Majelis tertinggi atau senat memiliki 24 anggota yang secara langsung dipilih

untuk mengabdi dengan masa waktu selama enam tahun. Senator dibatasi

waktunya untuk dua masa berturut-turut.

Majelis rendah atau dewan perwakilan memiliki maksimal 260

anggota dengan masa jabatan selama tiga tahun. 208 wakil dipilih langsung

dan 52 orang dipilih tidak langsung dari daftar nominasi kelompok minoritas

masyarakat adat. Anggota dewan perwakilan dibatasi masa baktinya untuk

tiga kali berturut-turut. Dua pertiga suara kongres di perlukan untuk menolak

hak veto undang-undang yang disusun presiden. Untuk lembaga kehakiman

(yudikatif) Pengadilan tertinggi I Filipina adalah Mahkamah Agung yang


10

terdiri atas Hakim Ketua dan 14 Hakim Anggota, semuanya ditunjuk oleh

Presiden Negara. Usia pension wajib bagi hakim Mahkamah Agung adalah 70

tahun. Badan peradilan lainnya adalah pengadilan banding, pengadilan

tingkat pertama, dan pengadilan kota.mAdapun kewenangan Mahkamah

Agung Filipina adalah :

1) Exercise original jurisdiction over cases affecting ambassadors, other

public ministers and consuls, and over petitions for certiorari, prohibition,

mandamus, quo warranto, and habeas corpus. (Melaksanakan yurisdiksi

asli atas kasus-kasus yang mempengaruhi duta besar, menteri publik dan

konsul lainnya, dan atas petisi untuk certiorari, larangan, mandamus, quo

warranto, dan habeas corpus).

2) Review, revise, reverse, modify, or affirm on appeal or certiorari, as the

law or the Rules of Court may provide, final judgments and orders of

lower courts in (Meninjau, merevisi, membalikkan, memodifikasi, atau

menguatkan banding atau certiorari, sebagaimana hukum atau Peraturan

Pengadilan dapat berikan, keputusan akhir dan perintah pengadilan yang

lebih rendah di) :

a) All cases in which the constitutionality or validity of any treaty,

international or executive agreement, law, presidential decree,

proclamation, order, instruction, ordinance, or regulation is in

question (Semua kasus di mana konstitusionalitas atau keabsahan perjanjian,


perjanjian internasional atau eksekutif, hukum, keputusan presiden, proklamasi,

perintah, instruksi, peraturan, atau peraturan dipertanyakan).


11

b) All cases involving the legality of any tax, impost, assessment, or toll,

or any penalty imposed in relation thereto (Semua kasus yang melibatkan


legalitas pajak, pajak, penilaian, atau tol, atau hukuman apa pun yang dikenakan

sehubungan dengan itu).

c) All cases in which the jurisdiction of any lower court is in issue (Semua
kasus di mana yurisdiksi pengadilan yang lebih rendah dalam masalah).

d) All criminal cases in which the penalty imposed is reclusion perpetua

or higher (Semua kasus kriminal di mana hukuman yang dijatuhkan adalah


penghentian abadi atau lebih tinggi).

e) All cases in which only an error or question of law is involved (Semua


kasus di mana hanya kesalahan atau masalah hukum yang terlibat).

Sistem cabinet Filipina melaksanakan sistem negara kabinet

presidesial, dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan

legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak

berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer.

Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Sehingga tidak ada kontrol antara

kedua lembaga tersebut, baik eksekutif maupun legislatif. Untuk

penggambaran lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kelebiah

dan kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.

Sistem Kepartaian Filipina menganut sistem dwipartai, yaitu terdapat

lebih dari dua partai yang diakui secara konstitusional. Partai – partai tersebut

diantaranya :

1) PMP (Pwersa ng Masang Pilipino);

2) Nacionalista;
12

3) Lakas Kampi CMD (Christian Muslim Democrats/Demokratikong

Kristiyano at Muslim);

4) Bangon Pilipinas;

5) Bagumbayan-VNP (Volunteers for a New Philippines);

6) Independen;

7) Ang Kapatiran;

8) KBL (Kilusang Bagong Lipunan);

9) NPC (Nationalist People's Coalition/Koalisyong Makabayan ng Bayan);

10) Liberal, dan 11) PDP-Laban (Partido Demokratiko Pilipino - Lakas ng

Bayan). (Ramadhan, 2017 : 20)

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa idealisme pemilihan umum

pada kedunia negara yaitu Indonesia dan Filipina tidak serta merta terwujud

dalam setiap pelaksanaannya. Distorsi dalam pemilihan umum baik di tingkat

nasional maupun lokal bisa muncul dalam berbagai bentuk, semisal

kecurangan dalam penghitungan suara, politik uang, kampanye terselubung,

black campaign, pemilih memilih lebih dari satu kali, ketidakberesan dalam

daftar pemilih, pengrusakan atribut kampanye, dan kekerasan terbuka yang

mengakibatkan baik kerusakan infrastruktur maupun korban jiwa (Analis

YHB, Januari 2006, Vol. 1, No. 1). Distorsi dalam pemilihan umum terjadi di

hampir semua negara di belahan dunia manapun, termasuk di Asia Tenggara

yang terseret arus demokratisasi dan desentralisasi pada dekade 90-an.

Distorsi pun dapat terjadi baik dalam pemilihan untuk memilih wakil rakyat

baik di badan legislatif maupun eksekutif (Jeff Fischer, 2000 : 22). Di antara
13

negara-negara dalam kawasan ini, adalah pemilihan umum di Indonesia dan

Filipina yang paling mendapat sorotan karena tingginya frekuensi dan skala

konflik-konflik kekerasaan, khususnya dalam pemilihan umum di tingkat

lokal. (Andrew Heywood, 2000 : 200)

Di Indonesia, pemilihan umum unPjk memilih kepala daerah secara

langsung (pilkada) mulai dilaksanakan pada tahun 2015. Sejak itu, tidak

kurang dari 600 pilkada telah diselenggarakan di 33 provinsi. Seolah

menafikan harapan positif yang muncul di awal penyelenggaraannya,

sejumlah pilkada berakhir dengan kekerasan atau kericuhan sosial. Setengah

dari 486 pilkada yang diselenggarakan pada fase 2014-2019 diwamai dengan

tuntutan, hukum atas pelaksanaan pilkada yang ditujukan baik ke Mahkamah

Konstifusi (MK) maupun sebelumnya Mahkamah Agung. Kekerasan kembali

mewamai pilkada pada fase kedua yang dimulai pada tahun 2019. Aksi

kekerasan di Mojokcrto, Toli Toli, Madura dan Tauah Toraja yang menelan

satu korban jiwa menjadi cerminan buruknya pelaksanaan pilkada di

Indonesia (ICG, 2019). Kenyataan ini berkebalikan dengan argumen Vedi

Hadiz (2010 : 165) yang menyatakan bahwa konflik elektoral dan kekerasan

bukan merupakan potret besar dari proses desentralisasi di Indonesia.

Di Filipina, kekerasan dalam pemilihan umum terjadi baik di tingkat

nasional maupun lokal. Di tingkat nasional, kekerasan itu muncul dari

persaingan antarkandidat dan pendukung mereka. Salah satu persaingan

paling sengit yang diwamai gerakan people power adalah persaingan politik

antara Marcos dan Aquino pada tahun 1986. Meski persaingan serupa tidak
14

lagi muncul di ranah nasional, Patino dan Velasco mencatat bahwa kekerasan

dalam pemilhan umum lokal tctap berlangsung dan seolah sudaii menjadi

bagian tidak terpisahkan dari dinamika pemilihan umum lokal di Filipina.

(Patrick Patino, 2014 : 1)

Dinamika sosial politik di akhir abad 20 diwamai dengan munculnya

tren desentralisasi kekuasaan politik dari pusat ke daerah. Tren ini muncul

seiring dengan menguatnya tuntutan demokratisasi yang menegaskan bahwa

daerah juga layak diberi kewenangan untuk mengatur diri mereka dan dengan

demikian mampu menciptakan kemakmuran yang sama di tingkat daerah. Di

antara negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia dan Filipina adalah dua

negara dengan pengalaman desentralisasi yang menonjol dan patut untuk

dikaji lebih jauh. Berkembangnya demokrasi di Indonesia dan Filipina

berpengaruh pada :

1. Malaysia yang melangsungkan pemungutan suara pada bulan Mei 2018,

Indonesia merayakan 20 tahun Reformasi, yang secara nyata menunjukkan

reformasi dalam hal demokrasi Indonesia juga terjadi di Malaysia dengan

adanya protes dari koalisi masyarakat sipil Malaysia yang luas, kelompok

Muslim, dan perempuan pada tahun 2018 yang akhirnya berhasil

menggulingkan PM Tun Abdul Razak yang korup, sedangkan di Indonesia

tahun 1998 Soeharto, yang sangat korup dan telah memimpin selama lebih

dari tiga decade akhirnya lengser. (Max Walden, Al Jajera, 2018)

2. Di seluruh dunia, demokrasi sedang mengalami kemunduran, tetapi hal

itu tidak terjadi di dua negara berpenduduk Muslim terbesar di Asia


15

Tenggara, Indonesia dan Malaysia. Demokrasi di kedua negara ini seolah

bergerak maju, membantah anggapan bahwa Islam dan demokrasi bisa

hidup berdampingan, dengan sangat baik di Indonesia. Sementara di

Malaysia demokrasi keumatan terus mengalami kemajuan dan terjalin

komunikasi anatar umat Islam Indonesia dengan Malaysia. Indonesia

mendorong agar Raja Malaysia mampu menjalin komunikasi intensif

dengan umat Islam di negaranya.

3. Filipina memiliki jumlah LSM terbesar per kapita di Asia. Masyarakat

sipil telah memberikan kontribusi bagi demokratisasi di banyak contoh

kasus negara-negara termasuk di Filipina. Peristiwa people's power pada

tahun 1986 yang menyebabkan penggulingan dua  presiden adalah bukti

terbaik dari dampak masyarakat sipil terhadap politik termasuk

demokratisasi di Filipina memberikan indikasi jelas di Thailand setelah

tujuh partai membentuk koalisi front demokrasi untuk bisa membentuk

pemerintahan dan menggantikan pemerintahan oleh pimpinan juta yaitu

Prayuth Chan-ocha.

Autoritarianisme dinilai sebagai ciri khas pemerintahan di banyak

negara Asia Tenggara. Sebutlah pemerintahan Soeharto di Indonesia yang

mengendalikan kuasa negara selama kurang lebih 32 tahun (1965-1998).

Pemerintahan Ferdinand Marcos yang memerintah Filipina dari 1975 hingga

1986 juga dinilai otoriter dan sangat sentralistis. Sementara itu, junta militer

di Myanmar di bawah Jenderal Than Swe dinilai sebagai bentuk nyata

pemerintahan otoriter yang sepertinya hidup subur di Asia Tenggara.


16

Sesuai dengan sudut pandang penulis pada bidang studi hubungan

internasional, dalam hal ini penulis menitikberatkan pada core subject (pokok

bahasan), yaitu : Politik Luar Negeri dan Studi Kawasan. Kemudian, penulis

tertarik untuk meneliti dalam bentuk skripsi dengan judul “PENGARUH

MODEL DEMOKRASI YANG DITERAPKAN DALAM SISTEM

POLITIK INDONESIA – FILIPINA TERHADAP PERKEMBANGAN

DEMOKRASI DI ASIA TENGGARA”.

B. Indentifikasi Masalah.

Kemungkinan untuk menjawab tantangan politik – ekonomi di masa

depan dengan Rusia masih belum jelas, untuk itu peneliti mengidentifikasi

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana nilai-nilai demokrasi diterapkan dalam sistem politik Indonesia

dengan Filipina?

2. Bagaimana respons negara-negara Asia Tenggara atas terjadinya demokratisasi

Indonesia dan Filipina?

3. Bagaimana dinamika demokrasi di Indonesia dan Filipina menjadi model bagi

perjalanan demokrasi di negara-negara Asia Tenggara?

1. Pembatasan Masalah

Karena luasnya masalah yang akan dibahas, penulis membatasi

masalah pada sistem politik dan pemerintahan Indonesia dan Filipina yang

berlangsung dalam pemilu kedua negara dengan rentang tahun 2009 -

2019.
17

2. Perumusan Masalah.

Untuk memudahkan pembahasan, berdasarkan indentifikasi

masalah dan perumusan masalah di atas, penulis merumuskan masalah

sebagai berikut : “Bagaimana prospek demokrasi di Asia Tenggara

dengan mengambil model demokrasi di Indonesia dan Filipina?”.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

1. Tujuan Penelitian.

a) Untuk mengetahui nilai-nilai demokrasi diterapkan dalam sistem politik

Indonesia dengan Filipina.

b) Untuk mengetahui respons negara-negara Asia Tenggara atas terjadinya

demokratisasi Indonesia dan Filipina.

c) Untuk mengetahui dinamika demokrasi di Indonesia dan Filipina

menjadi model bagi perjalanan demokrasi di negara-negara Asia

Tenggara.

2. Kegunaan Penelitian .

a) Untuk menambah pengetahuan terutama ilmu hubungan internasional

dalam perbandingan politik mengenai demokratisasi di Indonesia dan di

Filipina.

b) Diharapkan skripsi ini dapat dijadikan bahan referensi tambahan untuk

penelitian selanjutnya, mengenai terorisme, dinamika demokrasi di Asia

Tenggara.
18

c) Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian Sidang Sarjana Strata

Satu(S1) pada Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pasundan.

You might also like