You are on page 1of 73

LAPORAN PENDAHULUAN

KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT PENYERTA HIPERTENSI

Disusun oleh :

BUDIYONO

NIM : P07120721027

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
YOGYAKARTA
2021

i
A. Konsep Teori Penyakit Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang mengakibatkan peningkatan
tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan darah ≥140/90 mmHg (Kemenkes.RI,
2014). Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016), Hipertensi adalah
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita
penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan
pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya. Sedangkan
menurut WHO, hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Menurut Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood
Pressure (JNC VII) hipertensi diklasifikasikan seperti berikut :
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Darah (mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Stage 2 ≥160 ≥100

Klasifikasi di atas untuk dewasa 18 tahun ke atas. Hasil pengukuran TD


dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk posisi dan waktu pengukuran, emosi,
aktivitas, obat yang sedang dikonsumsi dan teknik pengukuran TD. Kriteria ditetapkan
setelah dilakukan 2 atau lebih pengukuran TD dari setiap kunjungan dan adanya
riwayat peningkatan TD darah sebelumnya.3 Penderita dengan klasifikasi
prehipertensi mempunyai progresivitas yang meningkat untuk menjadi hipertensi.
Nilai rentang TD antara 130-139/80-89 mmHg mempunyai risiko 2 kali berkembang
menjadi hipertensi dibandingkan dengan nilai TD yang lebih rendah dari nilai itu.

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan :
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan
dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan
pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi (Kemenkes.RI,
2014).
b. Hipertensi Sekunder

1
Prevalensi hipertensi sekunder sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi.
Penyebab hipertensi sekunder yaitu ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin
dan obat.
1) Hipertensi sistolik dengan tekanan nadi melebar: Regurgitasi aorta,
tirotoksikosis, PDA.
2) Hipertensi sistolik dan diastolik dengan peningkatan SVR:
Renal: glomerulonefritis akut dan kronis, pyelonefritis, polikistik ginjal,
stenosis arteri renalis.
Endokrin: Sindroma Chusing, hiperplasia adrenal congenital, sindroma
Conn (hiperaldosteronisme primer), phaeochromacytoma, hipotiroidisme.
Neurogenik: peningkatan TIK, psikis (White Coat Hypertension), porfiria
akut, tanda-tanda keracunan.
Penyebab lain: coarctation dari aorta, polyarteritis nodosa, hiperkalsemia,
peningkatan volume intravaskuler (overload).

3. Patofisiologi
Menurut Triyanto (2014), meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa rerjadi
melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturanya dan menjadi
kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung dipaksa untuk melalui
pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. inilah
yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola) untuk sementara waktu untuk
mengarut karena perangsangan saraf atau hormon didalam darah. Bertambahnya darah
dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika
terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan
air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya,
jika aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak cairan
keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. 10 Penyesuaian terhadap
faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan didalam fungsi ginjal dan sistem
saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara
otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui
beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan mengeluarkan garam dan air
yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan
darah normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam
dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal

2
juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin,
yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu
pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ peting dalam mengembalikan
tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat
menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang
menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah (Triyanto 2014). pertimbangan gerontology. Perubahan
struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekwensinya , aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
secukupnya), mengakibatkan penurunan curah jantunng dan meningkatkan tahanan
perifer (Prima,2015).

4. Tanda dan Gejala


Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda dan gejala pada
hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal
ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah
tidak teratur.
b. Gejala yang lazim
Seing dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa
pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing, Lemas,
kelelahan. Sesak nafas, Gelisah, Mual, Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun

5. Komplikasi
Menurut Ardiansyah, M. (2012) komplikasi dari hipertensi adalah :
a. Stoke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi pada
hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami

3
hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran darah pada area
tersebut berkurang. Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan
meningkatkan terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik tidak
pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk thrombus
yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi
hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka kebutuhan okigen miokardioum
tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark.
c. Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-kapiler
glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke unti fungsionla
ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar melalui urine dan terjadilah
tekanan osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi edema pada
penderita hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi yang
mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi disebabkan oleh
kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro
disekitarnya terjadi koma dan kematian.

6. Penatalaksaan Medis
a. Farmakologi
Obat antihipertensi bekerja pada reseptor tertentu yang tersebar dalam tubuh.
Kategori obat antihipertensi dibagi berdasarkan mekanisme atauprinsip kerjanya,
yaitu:
1) Diuretika, menurunkan TD dengan cara mengurangi natrium tubuh dan volume
darah, sehingga CO berkurang. Contohnya: golongan thiazide, loop diuretics.
2) Golongan simpatolitik / simpatoplegik, menurunkan TD dengan cara
menumpulkan refleks arkus simpatis sehingga menurunkan resistensi pembuluh
darah perifer, menghambat fungsi kardiak, meningkatkan pengisian vena
sehingga terjadi penurunan CO. Contohnya: beta dan alpha blocker, methyldopa
dan clonidine, ganglion blocker, dan post ganglionic symphatetic blocker
(reserpine, guanethidine).

4
3) Vasodilator langsung, menurunkan TD dengan cara relaksasi otot-otot polos
vaskuler. Contoh: nitroprusside, hydralazine, calcium channel blocker.
4) Golongan penghambat produksi atau aktivitas Angiotensin, penghambatan ini
menurunkan resistensi perifer dan volume darah, yaitu dengan menghambat
angiotensin I menjadi angiotensin II dan menghambat metabolisme dari
bradikinin.
b. Non Farmakologi
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap
awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu
tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau
didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk
memulai terapi farmakologi (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2015).
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
1) Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak
asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
2) Mengurangi asupan garam. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2
gr/hari
3) Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
4) Mengurangi konsumsi alkohol. konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada
pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah.
5) Berhenti merokok.

B. Konsep Teori Hipertensi pada Kehamilan


1. Definisi
Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia, eklampsia,
hipertensi kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai pre-eklampsia, dan hipertensi
gestational. Hipertensi pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg. Dibagi
menjadi ringan- sedang (140 – 159 / 90 – 109 mmHg) dan berat (≥160/110 mmHg).

Preeklampsia adalah suatu sindrom spesifik pada kehamilan berupa berkurangnya


perfusi organ akibat vasokontriksi dan aktivasi endotel yang ditandai dengan adanya

5
hipertensi disertai proteinuria setelah usia kehamilan di atas 20 minggu (Cunningham
dkk., 2010).

Menurut Mansjoer (2010), preeklamsi merupakan timbulnya hipertensi disertai


proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.Preeklamsi merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan
darah normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospatik yang melibatkan banyak
system dan ditandai oleh hemokonsetrasi, hipertensi dan proteinuria. Klasifikasi pre
eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut :

a. Pre eklamsia ringan


1) TD : 140/90mmHg, kenaikan diastolic 15 mmHg dan kenaikan diastolic 30
mmHg. Cara pengukurannya sekurang-kurangya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam atau dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka : kenaikan berat badan 1kg atau lebih
dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3gr, kualitatif 1 + atau 2 + urin kateter
b. Pre eklampsia berat
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5 gram atau lebih perliter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500cc per 24 jam.
4) Adanya gangguian serbral, gangguan visus, dan rasa nyeri di pigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sisanosis

2. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya preeklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut (Cunningham,
dkk, 2010):
a. Sistem Kardiovaskuler pada preeklampsia, invasi trophoblast menyebabkan
kerusakan endothelial sehingga terjadi iskemia pada plasenta, efeknya terjadi
penurunan prostasiklin (agen vasodilator) dan peningkatan thromboxane – A2,
renin, angiotensin II, aldosterone, thromboplastin, serotonin (agen
vasokonstriksi) sehingga tekanan darah akan meningkat.
b. Perubahan Metabolisme Pada perubahan metabolisme terjadi hal-hal sebagai
berikut :
1) Penurunan reproduksi prostaglandin yang dikeluarkan oleh plasenta.
2) Perubahan keseimbangan produksi prostaglandin yang menjurus pada
peningkatan tromboksan yang merupakan vasokonstriktor yang kuat,
penurunan produksi prostasiklin yang berfungsi sebagai vasodilator dan
6
menurunnya produksi angiotensin II-III yang menyebabkan makin
meningkatnya sensitivitas otot pembuluh darah terhadap vasopressor.
3) Perubahan ini menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan
vasavasorum sehingga terjadi kerusakan, nekrosis pembuluh darah, dan
mengakibatkan permeabilitas meningkat serta kenaikan darah.
4) Kerusakan dinding pembuluh darah, menimbulkan dan memudahkan
trombosit mengadakan agregasi dan adhesi serta akhirnya mempersempit
lumen dan makin mengganggu aliran darah ke organ vital.
5) Upaya mengatasi timbunan trombosit ini terjadi lisis,sehingga dapat
menurunkan jumlah trombosit darah serta memudahkan jadi perdarahan.
c. Sistem Darah dan Koagulasi
Pada perempuan dengan preeklampsia terjadi trombositopenia, penurunan
kadar beberapa faktor pembekuan, dan eritrosit dapat memiliki bentuk yang
tidak normal sehingga mudah mengalami hemolisis. Jejas pada endotel dapat
menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, menurunkan lama hidupnya,
serta menekan kadar antitrombin III.
d. Homeostasis Cairan Tubuh
Pada preeklampsia terjadi retensi natrium karena meningkatnya sekresi
deoksikortikosteron yang merupakan hasil konversi progesteron. Pada wanita
hamil yang mengalami preeklampsia berat, volume ekstraseluler akan
meningkat dan bermanifestasi menjadi edema yang lebih berat daripada 6
wanita hamil yang normal. Mekanisme terjadinya retensi air disebabkan
karena endothelial injury.
e. Ginjal
Selama kehamilan normal terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan laju
filtrasi glomerulus. Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti peningkatan
resistensi arteri aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel glomerulus.
Filtrasi yang semakin menurun menyebabkan kadar kreatinin serum
meningkat. Terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, menimbulkan perfusi
dan filtrasi ginjal menurun menimbulkan oliguria. Kerusakan pembuluh
darah glomerulus dalam bentuk “gromerulo-capilary endhotelial”
menimbulkan proteinuria.
f. Serebrovaskular dan gejala neurologis lain
Gangguan seperti sakit kepala dan gangguan pengelihatan. Mekanisme pasti
penyebab kejang belum jelas. Kejang diperkirakan terjadi akibat vasospasme
serebral, edema, dan kemungkinan hipertensi mengganggu autoregulasi serta
sawar darah otak.
g. Hepar

7
Pada preeklampsia ditemukan infark hepar dan nekrosis. Infark hepar dapat
berlanjut menjadi perdarahan sampai hematom. Apaabila hematom meluas
dapat terjadi rupture subscapular. Nyeri perut kuadran kanan atas atau nyeri
epigastrium disebabkan oleh teregangnya kapsula Glisson.
h. Mata Dapat terjadi vasospasme retina, edema retina, ablasio retina, sampai
kebutaan.

3. Etiologi
Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui penyebabnya, tetapi ada
yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat terjadi pada kelompok tertentu diantaranya
yaitu ibu yang mempunyai faktor penyebab dari dalam diri seperti umur karena
bertambahnya usia juga lebih rentan untuk terjadinya peningkatan hipertensi kronis dan
menghadapi risiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan, riwayat
melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan, riwayat preeklampsia (Situmorang dkk,
2016).
Menurut Carpenito (2013), menerangkan bahwa faktor-faktor terjadinya pre
eklampsi adalah sebagai berikut:
a. Usia ibu hamil kurang dari 21 tahun
b. Usia ibu hamil lebih dari 35 tahun
c. Mempunyai riwayat penyakit pembuluh ginjal
d. Diabetes melitus
e. Penyakit pembuluh darah
f. Kehamilan kembar
g. Mola hidatidosa
h. Penyakit hipertensi kronik
i. Riwayat keluarga dengan hipertensi sebagai pengaruh kehamilan
Faktor Risiko terjadinya pre-eklamsia :
a. Kehamilan pertama
b. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
c. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
d. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
e. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan
tekanan darah tinggi)
f. Kehamilan kembar

4. Tanda dan Gejala


Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala

8
ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan
proteinuria bertambah meningkat. Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan
meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan
darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada preklamsia berat
meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu
kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran,
hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak.
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu:
a. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan
dengan riwayat tekanan darah normal.
2) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstearm.
b. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+
3) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
4) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Trombositopeni
7) Gangguan fungsi hati

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji diagnostik dasar
1) Pengukuran tekanan darah
2) Analisi protein dalam urine
3) Pemeriksaan edema
4) Pengukuran tinggi fundus uteri
5) Pemeriksaan funduskopik
b. Uji laboratorium
1) Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada
sediaan darah tepi)
2) Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotranferase)
9
3) Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
c. Uji untuk meramalkan hipertensi
1) Roll-over test
2) Pemberian infus angiotensin II

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Segera masuk rumah sakit
2) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks
patella setiap jam.
3) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-
125cc/jam) 500 cc.
4) Antasida
5) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6) Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
7) Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.
8) Antihipertensi diberikan bila :
a) Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau
MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang
105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi
plasenta.
b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-
obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis
yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
d) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali.
Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai
diberikan secara oral.
9) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid D. Pemberian Magnesium Sulfat. Cara pemberian
magnesium sulfat :
a) Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera
4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan

10
jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc
xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam pemberian
dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana
pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
c) Syarat-syarat pemberian MgSO4
• Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%
dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
• Refleks patella positif kuat.
• Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
• Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
d) Magnesium dihentikan bila :
• Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan
dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-
otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat
adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10
mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan
dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
• Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
e) Hentikan pemberian magnesium sulfat :
• Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
• secara IV dalam waktu 3 menit.
• Berikan oksigen.
• Lakukan pernapasan buatan.
• Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan
sudah terjadi perbaikan (normotensif)
b. Penatalaksanaan Operatif
1) Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010). Menurut Amru Sofian
(2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin & Hardhi, 2013).
Seksio Caesarea pada pasien PEB bila :
a) Fetal assesment jelek
b) Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.
c) 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.
11
d) Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio
sesaria.

C. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannya dibagi
menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangakan anestesi
regional dan anestesi local menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa
menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012).
Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh
(Morgan, 2011)
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa ketika dilakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini
rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan (Sabiston, 2011).
Dari beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
Anestesti merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan
atau melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit dengan cara
trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.

2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum melibatkan hilangnya kesadaran secara penuh. Anestesi umum
dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi intravena atau melalui inhalasi
(Royal College of Physicians (UK), 2011).
Anestesi umum meliputi:
1. Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan anestetika inhalasi (VIMA=Volatile
Induction and Maintenance of Anesthesia)
2. Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena (TIVA=Total
Intravenous Anesthesia)
Anestesi umum merupakan suatu cara menghilangkan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh.
Pembedahan yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang
membutuhkan manipulasi jaringan yang luas.
Pada tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan
adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi

12
dengan inhalasi, berikut obat-obat yang dapat digunakan pada kedua teknik
tersebut.

Tabel 1. Obat–obat General Anestesi Obat-obat Anestesi Intravena Obat-obat


Anestesi Inhalasi
Obat –obata Anestesi Intravena Obat-obat Anestesi Inhalasi
1) Atropine Sulfat 1) Nitrous Oxide
2) Pethidin 2) Halotan
3) Atrakurium 3) Enfluren
4) Ketamine HCL 4) Isofluran
5) Midazolam 5) Sevofluran
6) Fentanyl
7) Rokuronium Bromide
8) Prostigmin
Sumber: Omoigui (2009) dalam Hanifa (2017)

b. Regional Anestesi
1) Definisi
Anestesi spinal adalah injeksi agen anestesi ke dalam ruang intratekal,
secara langsung ke dalam cairan serebrospinalis sekitar region lumbal di bawah
level L1/2 dimana medulla spinalis berakhir (Keat, dkk, 2013).
Spinal anestesi merupakan anestesia yang dilakukan pada pasien yang
masih dalam keadaan sadar untuk meniadakan proses konduktifitas pada ujung
atau serabut saraf sensori di bagian tubuh tertentu (Rochimah, dkk, 2011).
2) Kontraindikasi Spinal Anestesi
Menurut Sjamsuhidayat & De Jong tahun 2010 anestesi regional yang luas
seperti spinal anestesi tidak boleh diberikan pada kondisi hipovolemia yang
belum terkorelasi karena dapat mengakibatkan hipotensi berat.
Komplikasi yang dapat terjadi pada spinal anestesi menurut Sjamsuhidayat &
De Jong tahun 2010, ialah :
a) Hipotensi terutama jika pasien tidak prahidrasi yang cukup
b) Blokade saraf spinal tinggi, berupa lumpuhnya pernapasan dan memerlukan
bantuan napas dan jalan napas segera.
c) Sakit kepala pasca pungsi spinal, sakit kepala ini bergantung pada besarnya
diameter dan bentuk jarum spinal yang digunakan.
3) Jenis – Jenis Obat Spinal Anestesi
Lidokain, Bupivakain, dan tetrakain adalah agen anestesi lokal yang utama
digunakan untuk blockade spinal. Lidokain efektif untuk 1 jam, dan
13
bupivacaine serta tetrakain efektif untuk 2 jam sampai 4 jam (Reeder, S., 2011).
Berikut ini uraian obat spinal anestesi :
a) Lidokain
• Onset kerja : cepat
• Dosis maksimum : 3-5mg/kg
• Durasi kerja ; Pendek 60-180 menit tergantung penggunaan
• Efek samping : toksisitas kardiak lebih rendah dibandingkan
bupivakain
• Metabolisme : di hati, n-dealkylation yang diikuti dengan hidrolisis
untuk menghasilkan metablit yang dieksresikan di urin 10
Lidocain sangat popular dan digunakan untuk blok saraf, infitrasi dan
anestesi regional intravena begitu juga topical, epidural dan itratekal.
Bagaimanapun juga ini termasuk antiaritmik kelas 1B dan dapat digunakan
untuk terapi takikardi.
b) Bupivakain
• Onset kerja : blok nervous 40 menit, epidural 15-20 menit, intratekal 30
detik
• Durasi kerja : blok saraf sampai 24 jam; pidural 3-4 jam; intrakardial 2-
3 jam
• Efek samping : lebih cenderung mengakibatkan toksisitas kardiak
berupa penurunan tekanan darah dibandingkan obat anestesi lokal
lainnya
• Eliminasi : N-dealkylation menjadi pipecolyoxylidine dan metabolit
lainnya yang diekskresikan di urin
Bupivakain lazim digunakan untuk spinal anestesi. Menggunakan plain
bupivacaine membuatnya dapat naik ke atas atau turun ke bawah, yang dapat
mengakibatkan peningkatan blok yang membahayakan fungsi respirasi dan
kardio. Jika dekstrosa ditambahkan akan menjadi berat (heavy) dan akan
mengalir lebih dapat diprediksi turun ke tulang belakang, hanya
memengaruhi saraf yang non esensial. Larutan plain dapat menyebabkan
hipotensi yang lebih sedikit tapi pasien harus tidur terlentang (Keat, dkk.,
2013).
c) Tetrakain
Tetrakain (pantocaine), suatu ester amino kerja – panjang, secara signifikan
lebih paten dan mempunyai durasi kerja lebih panjang daripada anestetik
lokal jenis ester lain yang umum digunakan. Obat ini banyak digunakan
pada spinal anestesi ketika durasi kerja obat yang panjang diperlukan.
Tetrakain juga ditambahkan pada beberapa sediaan anestetik topikal.
14
Tetrakain jarang digunakan pada blokade saraf perifer karena sering
diperlukan dosis yang besar, onsetnya yang lambat, dan berpotensi
menimbulkan toksisitas (Brunton, dkk, 2011).

3. Teknik Anestesi
Sampai saat ini belum ada protokol untuk penentuan tekanan darah berapa
sebaiknya yang paling tinggi yang sudah tidak bisa ditoleransi untuk dilakukannya
penundaan anestesia dan operasi. Namun banyak literatur yang menulis bahwa tekanan
darah diastolik 110 atau 115 adalah cut-off point untuk mengambil keputusan
penundaan anestesia atau operasi kecuali operasi emergensi. Tekanan darah diastolik
(TDD) yang dijadikan tolak ukur, karena peningkatan TD sistolik (TDS) akan
meningkat seiring dengan pertambahan umur, dimana perubahan ini lebih dianggap
sebagai perubahan fisiologik dibandingkan patologik. Namun beberapa ahli
menganggap bahwa hipertensi sistolik lebih besar risikonya untuk terjadinya
morbiditas kardiovaskuler dibandingkan hipertensi diastolik. Pendapat ini muncul
karena dari hasil studi menunjukkan bahwa terapi yang dilakukan pada hipertensi
sistolik dapat menurunkan risiko terjadinya stroke dan MCI pada populasi yang
berumur tua. Dalam banyak uji klinik, terapi antihipertensi pada penderita hipertensi
akan menurunkan angka kejadian stroke sampai 35%-40%, infark jantung sampai 20-
25% dan angka kegagalan jantung diturunkan sampai lebih dari 50%. Menunda operasi
hanya untuk tujuan mengontrol tekanan darah mungkin tidak diperlukan lagi
khususnya pada pasien dengan kasus hipertensi yang ringan sampai sedang. Namun
pengawasan yang ketat perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan hemodinamik,
karena hemodinamik yang labil mempunyai efek samping yang lebih besar terhadap
kardiovaskular dibandingkan dengan penyakit hipertensinya itu sendiri. Penundaan
operasi dilakukan apabila ditemukan atau diduga adanya kerusakan target organ
sehingga evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan sebelum operasi.
The American Heart Association / American College of Cardiology (AHA/ACC)
mengeluarkan acuan bahwa TDS ≥ 180 mmHg dan/atau TDD ≥ 110 mmHg sebaiknya
dikontrol sebelum dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. Pada keadaan
operasi yang sifatnya urgensi, TD dapat dikontrol dalam beberapa menit sampai
beberapa jam dengan pemberian obat antihipertensi yang bersifat rapid acting. Perlu
dipahami bahwa penderita hipertensi cenderung mempunyai respon TD yang
berlebihan pada periode perioperatif. Ada 2 fase yang harus menjadi pertimbangan,
yaitu saat tindakan anestesia dan postoperasi.
4. Rumatan Anestesi
a. Regional Anestesi

15
1) Oksigen nasal 2 Liter/menit
2) Obat Analgetik
3) Obat Hipnotik Sedatif
4) Obat Antihipertensi
b. General Anestesi
1) Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan anestetika inhalasi (VIMA=Volatile
Induction and Maintenance of Anesthesia).
2) Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena (TIVA=Total
Intravenous Anesthesia)
3) Obat Pelumpuh Otot
4) Obat Analgetik
5) Obat Hipnotik Sedatif
6) Obat Antihipertensi

5. Resiko Komplikasi Anestesi


a. Resiko Komplikasi Disfungsi kardiovaskuler :
Hipertensi, Hipotensi, Penurunan curah jantung , disritmia/aritmia,cardiac arest
b. Resiko Komplikasi Disfungsi Respirasi :
Pola nafas tidak efektif , hipoksia, bronkospasme, edema laring
c. Resiko Komplikasi Gangguan termoregulasi :
Hipotermi
d. Resiko Komplikasi Disfungsi Gastrointestinal
Rasa mual dan muntah
e. Resiko disfungsi nueromuskuler
Peningkatan TIK, Peningkatan TIO, Kompresi medulla spinalis, kejang.
f. Perdarahan
g. Resiko infeksi :
Luka insisi post operasi
h. Nyeri :
Terputusnya kontinuitas jaringan kulit
i. Resiko Jatuh
Efek obat anestesi, Blok pada saraf motorik
j. Ansietas
Ketakutan akan tindakan pembedahan
k. Resiko Cedera Anestesi
l. Resiko Cedera Trauma Pembedahan

16
D. Web Of Caution (WOC)

WOC Hipertensi

Factor predisposisi : usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang


olahraga, genetic, alcohol, konsentrasi garam, obesitas

HIPERTENSI

Gejala yang lazim :


Mengeluh sakit kepala, pusing, Lemas, kelelahan. Sesak
nafas, Gelisah, Mual, Muntah, Epistaksis, Kesadaran
menurun

ANESTESI PADA PEMBEDAHAN DGN


RIWAYAT HIPERTENSI

MASALAH KESEHATAN YG SERING


MUNCUL

PRE ANESTESI INTRA ANESTESI PASCA ANESTESI


1) Ansietas 1) RK trauma pembedahan 1) Nyeri pasca bedah
2) Hipertensi 2) RK disfungsi 2) RK disfungsi
3) RK cedera anestesi kardiovaskuler kardiovaskuler
(Hipotensi,Hipertensi) (Hipotensi,Hipertensi)
3) RK disfungsi respirasi ( 3) RK disfungsi respirasi (Pola
Depresi mafas, nafas tidak efektif ,
bronkospasme) hipoksia, bronkospasme,
4) RK disfungsi edema laring)
neuromuskuler (kejang) 4) RK disfungsi termoregulasi
5) RK disfungsi (hipotermi)
termoregulasi 5) RK disfungsi
(hipotermi) neuromuskuler (kejang)

17
WOC Hipertensi pada Kehamilan (PEB)

1. Kehamilan pertama
2. Pernah mengalami PE pada kehamilan
sebelumnya
3. Kekurangan nutrisi
4. Sedang menderita penyakit tertentu Pre Eklampsia Berat
5. Kehamilan ganda (PEB)
6. Hamil setelah jeda 10 tahun
7. Hamil <20 tahun atau > 40 tahun.
8. Ada keluarga riwayat PE

a. Sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia.


b. Pengelihatan kabur
c. Nyeri di daerah epigastrium
d. Mual dan muntah
e. Tekanan darah yang akan meningkat lebih tinggi

Sectio Caesarea pada PEB

Regional Anestesi dengan Teknik SAB

Resiko Anestesi

Masalah Pre Anestesi Masalah Pasca Anestesi


Masalah Intra Anestesi

1. Ansietas 1. RK trauma pembedahan 1. RK disfungsi kardiovaskuler


2. Hipertensi 2. RK disfungsi respirasi
3. RK cedera anestesi 2. RK disfungsi kardiovaskuler (Hipotensi) 3. RK disfungsi termoregulasi
3. RK disfungsi respirasi
4. RK disfungsi neuromuskuler
5. RK disfungsi keseimbangan cairan dan
elektrolit
6. RK disfungsi termoregulasi

E. Tinjauan Teori ASKAN


1 Pengkajian
Pengkajian merupakan merupakan tahap awal dari asuhan keperawatan anestesi
dan merupakan proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Pengkajian
keperawatan anestesi pada kasus elektif dilakukann minimal 1 hari sebelum tindakan.

18
Sedangkan pada kasus darurat atau emergency dilakukan segera sebelum tindakan
anestesi dilakukan.
Pengkajian meliputi :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien secara lengkap,
akurat, nyata dan relevan yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah
– masalah serta kebutuhan – kebutuhan kesehatan pasien. Adapun sumber data ada
sumber data primer, sekunder dan tertier.
Tipe data ada 2 yaitu :
1) Data subyektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian.
2) Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi.
Pengkajian data pre anestesi meliputi :
1) Anamnesa meliputi identitas dan riwayat kesehatan
2) Keluhan utama saat masuk rumah sakit yaitu hal yang perlu dikaji dan didapatkan
yaitu alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien untuk datang ke RS.
3) Keluhan utama saat pengkajian yaitu keluhan yang paling menonjol yang dirasakan
oleh pasien saat dilakukan pengkajian.
4) Riwayat penyakit sekarang ( menyatakan bagaimana perjalanan penyakit pasien
dari pertama kali mengalami keluhan sampai dengan datang ke fasilitas kesehatan).
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari hipertensi, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukanapa
yang terjadi.
5) Riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat kesehatan, riwayat
konsumsi obat, riwayat alergi dan kebiasaan lainnya seperti minum alcohol atau
merokok. Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ini ditemukan kemungkinan
penyebab anemia. Penyakit- penyakit tertentu seperti infeksi dapat memungkinkan
terjadinya anemia. Riwayat penyakit keluarga ditemukan penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit darah merupakan salahsatu faktor predisposisi
terjadinya anemia yang cenderung diturunkan secara genetic.
6) Pengkajian biopsikososial spiritual, meliputi pola kebutuhan dasar, pola aktifitas
dan istirahat, interaksi sosial, rasa aman, nyaman dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan serta Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam
kelompok sosial sesuai dengan potensinya.

19
7) Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum dan tanda – tanda vital dan pemeriksaan
head to toe.
8) Data lain : pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan terapi.
9) Pemeriksaan khusus sebelum pembedahan, meliputi apakah pasien telah
menyetujui surat izin operasi, pasien telah melakukan pencukuran, apakah pasien
telah puasa, pengosongan kandung kemih dan pembersihan saluran pencernaan,
perhiasan telah dilepas, pasien sudah mengganti baju operasi, dan validasi apakah
pasien alergi terhadap obat (Muttaqin, 2009).
b. Analisa Data
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir dan
penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan serat
pengalaman. Analisa data merupakan kemampuan menghubungkan data dengan
konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan pasien.
Analisa data dilakukan dengan :
1) Mengesahkan data
2) Mengelompokan data
3) Membandingkan dengan standart
4) Menentukan kesejangan dengan menghubungkan etiologi meliputi unsure
PSMM, antara lain :
• P = Patofisiologi dari penyakit
• S = Situational (keadaan lingkungan )
• M = Medication ( pengobatan yang diberikan)
• M = Maturasi (tingkat kematangan/ kedewasaan pasien)
5) Menginterpretasi kesenjangan
6) Membuat kesimpulan tentang kesenjangan (masalah )
7) Prioritas, berdasarkan tingkat kegawatan/urgensi
• Prioritas tinggi : mencerminkan situasi yang mengancam nyawa pasien sehingga
perlu dilakukan tindakan terlebih dahulu
• Prioritas sedang : menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak
mengancam hidup pasien
• Prioritas rendah : menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung
prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik

2. Masalah Kesehatan Anestesi


a. Pre Anestesi
1) Ansietas
2) Hipertensi
20
3) RK cedera anestesi
b. Intra Anestesi
1) RK trauma pembedahan
2) RK disfungsi kardiovaskuler (Hipotensi,Hipertensi)
3) RK disfungsi respirasi ( Depresi mafas, bronkospasme)
4) RK disfungsi neuromuskuler (kejang)
5) RK disfungsi termoregulasi (hipotermi)
c. Post Anestesi
1) Nyeri pasca bedah
2) RK disfungsi kardiovaskuler (Hipotensi,Hipertensi)
3) RK disfungsi respirasi (Pola nafas tidak efektif , hipoksia, bronkospasme,
edema laring)
4) RK disfungsi termoregulasi (hipotermi)
5) RK disfungsi neuromuskuler (kejang)

3. Rencana Intervensi Masalah Kesehatan Anestesi


a. Pre anestesi
1) Ansietas
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi, masalah ansietas dapat
diatasi kriteria hasil :
DS :
- Pasien mengatakan cemas dapat ditoleransi
- Pasien mengerti tentang prosedur anestesi

DO :
- Pasien tampak tenang
- TTV dalam batas normal
b) Intervensi
- Observasi TTV pasien
- Berikan kenyaman kepada pasien
- Ajarka pasien napas dalam dan terkendali
- KIE kepada pasien dan keluarga mengenai prosedur anestesi yang
akan dilakukan
- Delegasi dalam pemberian antiansietas

2) Hipertensi
a) Tujuan

21
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi, masalah hipertensi dapat
diatasi dengan kriteria hasil :
DS :
- Pasien mengatakan tidak pusing lagi
DO :
- TTV dalam batas normal
b) Intervensi
- Observasi TTV pasien
- Ajarkan pasien teknik distraksi dan relaksasi
- KIE kepada pasien mengenai penyebab peningkatan tekanan darah
- Delegasi dalam pemberian obat antihipertensi
3) Resiko komplikasi cedera anestesi
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi, masalah kesehatan
resiko komplikasi cedera anestesi dapat diatasi dengan kriteria hasil :
- Pasien siap untuk dilakukan tindakan anestesi
- Pemilihan teknik anestesi yang tepat sesuai kondisi pasien
b) Rencana Intervensi
- Observasi KU pasien
- Observasi TTV pasien
- Persiapan Pre anestesi :
• Pemeriksaan 6B
• Kaji bentuk tulang belakang
• Kaji gigi palsu atau tidak
• Kaji tiromental
• Kaji skor mallampati
• Kaji kebutuhan cairan dan elektrolit pasien
• Berikan preload cairan sebelum anestesi ( 10 ml/kgbb )
• KIE pasien untuk puasan 8 jam sebelum operasi
• KIE pasien tentang prosedur anestesi yang dilakukan
• Tentukan status fisik ASA pasien
• Minta informed consent anestesi pada pasien

b. Intra Anestesi
1) Resiko komplikasi disfungsi kardiovaskuler (Hipotensi, Hipertensi)
a) Tujuan:

22
Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi diharapkan masalah
kesehatan resiko komplikasi disfungsi kardiovaskuler (hipotensi) tidak
terjadi dengan kriteria hasil :
- Tidak terlihat perubahan warna kulit abnormal
- Akral pasien tidak teraba dingin
- Output urine dalam batas normal ( 0,5 – 1 cc/kgbb )
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 100 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 37°C , Respirasi : 16 – 20 x/menit
b) Rencana intervensi:
- Observasi tanda tanda penurunan curah jantung
- Status cairan pasien
- Delegasi pemberian cairan kristaloid 500 – 1000 cc
- Delegasi pemberian Vasopressor (Ephedrine 5 – 10 mg IV bolus)
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
Tekanan Darah : 100 – 120 / 70 – 80 mmhg
Nadi : 60 – 100 x/menit
Suhu : 37°C
Respirasi : 16 – 20 x/menit
2) Resiko komplikasi trauma pembedahan
a) Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi diharapkan masalah
kesehatan resiko komplikasi trauma pembedahan tidak terjadi dengan
kriteria hasil :
- Pasien siap untuk dilakukan tindakan pembedahan
- Tanda-tanda cedera pembedahan tidak terjadi
b) Intervensi
- Observasi KU pasien
- Observasi TTV pasien
- Atur posisi pasien sesuai indikasi pembedahan
- Atur posisi meja operasi sesuai indikasi pembedahan
- Delegasi tindakan anestesi
• Pre oksigenasi
• Sedasi
• Posisi SAB
- Rumatan anestesi
- Terminasi anestesi

23
- Oksigenasi

3) Resiko komplikasi disfungsi respirasi (Depresi mafas, bronkospasme)


a) Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan anestesi diharapkan masalah
kesehatan resiko komplikasi disfungsi respirasi tidak terjadi dengan
kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- GCS normal, Kesadaran CM
- SpO2 95-100%
- Suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (Pasien tidak merasa
tercekik, tidak ada suara nafas abnormal)

b) Intervensi
- Observasi TTV pasien, khususnya SpO2
- Observasi ada tidaknya sianosis
- Pantau ekspansi dada pasien selama durante anestesi
- Pantau keluhan pasien khususnya mengenai respirasi selama
durante anestesi
- Jaga airway pasien agar tetap bebas selama durante anestesi
- Pantau kebutuhan O2 pasien selama durante anestesi

4) Resiko komplikasi disfungsi neuromuskuler (kejang)


a) Tujuan
Setelah dilakukan implementasi, masalah risiko kolaboratif
disfungsi neuromuskuler tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pasien mengatakan tidak pusing
- GCS normal, Kesadaran CM
- Pasien tidak mengalami gangguan penglihatan seperti
pandangan kabur
- Pasien tidak kejang
b) Intervensi
- Observasi KU pasien
- Observasi TTV pasien

24
- Observasi keluhan dan tanda-tanda kejang
- Observasi onset of action dari obat regional anestesi dan obat
sedasi pasien
- Observasi kedalaman sedasi pasien
- Kaji ketinggian blok anestesi pasien
- Delegasi dalam pemberian antidotum Benzodiazepin

5) Resiko komplikasi disfungsi keseimbangan cairan dan elektrolit


a) Tujuan
Setelah dilakukan implementasi, masalah risiko kolaboratif
disfungsi neuromuskuler tidak terjadi dengan kriteria hasil :

b) Intervensi
- Observasi KU pasien
- Observasi TTV pasien
- Observasi EKG pasien
- Observasi status cairan pasien
- Observasi kebutuhan cairan perioperatif pasien
- Pantau input dan output cairan pasien selama durante anestesi
- Pantau konsistensi dan warna urine pada kateter
- Pantau tanda – tanda dehidrasi
- Pantau tanda – tanda kelebihan cairan
- Pantau tanda – tanda syok hivopolemik
- Kaji turgor kulit pasien
- Kaji CRT pasien
- Berikan cairan intra operatif sesuai indikasi
- Delegasi dalam pemberian deuretik

6) Resiko komplikasi disfungsi termoregulasi (hipotermi)


a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi, masalah risiko
kolaboratif disfungsi termoregulasi tidak terjadi dengan kriteria
hasil:
- Tanda vital dalam batas normal
- Suhu normal
- Pasien nampak tidak menggigil
- Pasien tenang
b) Intervensi

25
- Observasi KU pasien
- Observasi TTV pasien
- Observasi suhu ruang operasi
- Palpasi suhu tubuh pasien
- Berikan selimut ekstra kepada pasien selama durante anestesi
tidak terjadi disfungsin termoregulasi
c. Post Anestesi
1) Nyeri Pasca Operasi
a) Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, masalah resiko nyeri
pasca operasi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- Pasien mengatakan tidak nyeri
- Pasien tampak tenang
- TTV dalam batas normal (TD: 100-130/60-90 mmhg, nadi 56-
100x/menit, RR 14-20x/menit, SpO2% >95%, suhu 36,0-
37,4ºC)
- Skala nyeri (NRS) 1-3 (nyeri ringan)
b) Intervensi
- Observasi TTV pasien
- Berikan posisi yang nyaman kepada pasien
- Lakukan pengkajian skala nyeri
- Ajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam
- Kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi pemberian analgetik
post operasi

2) Resiko komplikasi disfungsi kardiovaskuler (hipertensi, hipotensi)


a) Tujuan
Setelah dilakukan implementasi, masalah risiko komplikasi
disfungsi kardiovaskuler tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pasien tidak mengeluh pusing
- Pasien tampak tenang
b) Intervensi
- Observasi KU pasien
- Observasi TTV pasien
- Observasi EKG pasien
- Kaji frekuensi dan kekuatan nadi

26
3) Resiko komplikasi disfungsi respirasi (Pola nafas tidak efektif , hipoksia,
bronkospasme, edema laring)
a) Tujuan
Setelah dilakukan implementasi, masalah risiko komplikasi
disfungsi respirasi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- GCS normal, Kesadaran CM
- SpO2 95-100%
- Suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (Pasien tidak merasa
tercekik, tidak ada suara nafas abnormal)
b) Intervensi
- Observasi TTV pasien, khususnya SpO2
- Observasi ada tidaknya sianosis
- Pantau ekspansi dada pasien selama di RR
- Pantau keluhan pasien khususnya mengenai respirasi selama di
RR
- Jaga airway pasien agar tetap bebas selama di RR
- Pantau kebutuhan O2 pasien selama di RR
- Berikan O2 kanul 3 lpm

4) Resiko komplikasi disfungsi termoregulasi (hipotermi)


a) Tujuan
Setelah dilakukan implementasi, masalah risiko komplikasi
disfungsi termoregulasi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
- Tanda vital dalam batas normal
- Suhu normal
- Pasien nampak tidak menggigil
- Pasien tenang
b) Intervensi
- Observasi KU pasien
- Observasi TTV pasien
- Observasi suhu ruang RR
- Palpasi suhu tubuh pasien
- Berikan selimut ekstra kepada pasien selama di RR

27
4. Implementasi
Tahap proses asuhan keperawatan anestesi dengan melaksanakan berbagai strategi
tindakan keperawatan yg telah direncanakan. Penata anestesi harus mengetahui
berbagai hal: bahaya fisik, perlindungan pasien, teknik komunikasi, prosedur tindakan.
5. Evaluasi
Evaluasi tindakan asuhan keperawatan anestesi intra anestesi, mengevaluasi secara
mandiri maupun kolaboratif. Evaluasi dilakukan terhadap tanda-tanda hemodinamik
stabil atau tidak. Mengevaluasi akan masalah yang telah diatasi antara lain :
a. Patensi jalan nafas efektif
b. Ventilasi spontan
c. Tidak terjadi aspirasi
d. Sirkulasi adekuat
e. Termoregulasi efektif
f. Hidrasi cairan terpenuhi
g. Nyeri dapat ditoleransi
h. Tidak terjadi bahaya jatuh

28
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M.(2012). Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.

Arief Mansjoer (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius.
Carpenito, L. J. (2013). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik (Terjemahan).
Edisi 6. Jakarta: EGC.
Cunningham., Leveno., Bloom., Hauth., Rouse., & Spong. (2010). Obstetri Williams. Jakarta :
EGC
Dahlia.(2014). Asuhan Keperawatan Pada SC. Dikutip dari http://repository.ump.ac.id .Diakses
tanggal 5 Mei 2021
Depkes RI. (2010). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Hanifa,A.(2017).Tinjauan Teori Anestesi. Dikutip dari http://eprints.poltekkesjogja.ac.id Diakses
tanggal 5 Mei 2021
Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius.

Nurarif, A.H & Kusuma, H.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Oxorn, Harry dan William R. Forte.(2010). Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi
Persalinan.Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.(2015). Pedoman Tatalaksana Sindrom
Koroner Akut. Pedoman Tatalaksan Sindr Koroner Akut. 2015;88.

Sintia.(2017). Anestetika Anestesi. Dikutip dari https://sinta.unud.ac.id .Diakses tanggal 5 Mei


2021
Situmorang. T. H., Damantalm. Y., Januarista. A., & Sukri. (2016). Faktor-faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil di Poli KIA RSU
Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol.2 No.1, Januari 2016 : 1-75. P-ISSN
2407-8441 E-ISSN 2502-0749. http://jurnal.untad.ac.id 44 Sulastri., Maliya. A., &
Zul
Trijatmo.(2005). Preeklampsia Dan Eklampsia, dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Triyanto, E. (2014). Pelayanan keperawatan bagi penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Yokyakarta: Graha Ilmu.

Uknown.(2016).Laporan Pendahuluan SC. Dikutip dari http://www.academia.edu/download .


Diakses tanggal 5 Mei 2021
Uknown.(2017). Konsep Anestesi. Dikutip dari http://perpustakaan.poltekkesmalang.ac.id .
Diakses tanggal 5 Mei 2021
Unknown. (2012). Preeklamsia. Dikutip dari http://repository.umy.ac.id . Diakses tanggal 5 Mei
2021
29
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN NY.S DIAGNOSA MEDIS
G1P0A0 DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT DILAKUKAN
TINDAKAN OPERASI SECTIO CAESAREA
DENGAN REGIONAL ANESTESI
DI RUANG OPERASI
RS AMC BANDUNG
2021

Dosen Pembimbing :

Harmillah, S.Pd., S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB

Disusun oleh :
BUDIYONO

NIM : P07120721027

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
YOGYAKARTA
2021
1
A. Pengkajian
1) Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Umur : 24 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : WNI
Status perkawinan : Kawin
Golongan darah :O
Alamat : Rancaekek Bandung
No.CM : 614704
Diagnosa medis : G1 P0000 (uk 33 minggu 5 hari T/H + Letsu + PEB )
Tindakan Operasi : SC Cito
Tanggal MRS : 18 - 11 – 2021
Tanggal pengkajian : 18 - 11 – 2021 Jam Pengkajian : 09 :
15 WIB
Jaminan : BPJS
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn “N”
Umur : 26 Tahun
Jeniskelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
SukuBangsa : WNI
Hubungan dg Pasien : Suami
Alamat : Rancaekek Bandung
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama

2
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pusing dan hamil dengan Tekanan Darah tinggi
b. Saat Pengkajian
Pusing dan hamil dengan Tekanan Darah tinggi (170/110 mmHg)
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala dari 1 minggu yang lalu, sempat
berobat ke puskesmas setempat tgl 18-11-2021 dan langsung di rujuk ke rumah
sakit melalui ugd karena indikasi kehamilan dengan PEB, usia kehamilan 33
minggu 5 hari G1P0A0. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang laboratorium dan diberikan therapi : nifedipine 10mg, MgSO4 6gram
dalam RL 500ml, dari jam 09:00 pagi, atas advis dokter pasien harus dilakukan
SC Cito dengan jenis anestesi regional anestesi.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada penyakit sistemik yang diderita dan tidak ada riwayat alergi.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler,
TB, asma)
5) Riwayat Kesehatan
a) Adakah penyakit keturunan? -
b) Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Jika iya, menderita penyakit apa? -
c) Bagaimana pengobatannya, tuntas atau tidak? -
d) Obat apa saja yang pernah digunakan? -
e) Riwayat operasi, anestesi dan komplikasi anestesi sebelumnya. -
f) Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-
obatan terlarang) -
g) Riwayat alergi -
h) Riwayat Penyakit sistemik –

c. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


1) Udara atau oksigenasi
- Gangguan pernafasan :-
- Alat bantu pernafasan :-
- Sirkulasi udara : baik
- Letak tempat tinggal :-
3
2) Air
a) Sebelum sakit
Minum air
- Frekuensi : 7-8 gelas/hari
- Jenis : Air
- Cara : oral
- Keluhan :-
b) Saat sakit :
Minum air
(1) Frekuensi : 5-7 gelas/hari
(2) Jenis : Air
(3) Cara : oral
(4) Keluhan :-
3) Nutrisi/ makanan
a) Sebelum sakit
(1) Frekuensi : 3x/hari
(2) Jenis : Nasi,sayur,lauk,buah
(3) Porsi : Satu piring penuh
(4) Diet khusus :-
(5) Makanan yang disukai : Semua makanan disukai-
(6) Pantangan : tidak ada pantangan atau alergi
makanan
(7) Nafsu makan : Baik
b) Saat sakit
(1) Frekuensi :-
(2) Jenis :-
(3) Porsi :-
(4) Diet khusus : Makan dan minum terakhir
00.00 WITA
(5) Makanan yang disukai :-
(6) Pantangan :-
(7) Nafsu makan :-
4) Eliminasi
a) BAB
4
(1) Sebelum sakit
(a) Frekuensi : 1x/hari
(b) Konsistensi : Padat
(c) Warna : kuning
(d) Bau : Khas feses
(e) Cara : Jongkok
(f) Keluhan :-
(2) Saat Sakit
(a) Frekuensi : 1-2x/hari
(b) Konsistensi : padat
(c) Warna : kuning
(d) Bau : khas feses
(e) Cara : jongkok
(f) Keluhan :-
b) BAK
(1) Sebelum sakit
(a) Frekuensi : 4-6 x/hari (kadang setiap setelah minum)
(b) Konsistensi : cair
(c) Warna : bening kekuningan
(d) Bau : khas urine
(e) Cara : jongkok
(f) Keluhan :-

(2) Saat sakit


(a) Frekuensi :-
(b) Konsistensi : cair
(c) Warna : Kuning Kecoklatan
(d) Bau :-
(e) Cara : Terpasang Kateter
(f) Keluhan :-
5) Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

5
Makan dan Minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ket : 0 : Mandiri , 1 : Alat bantu, 2 : Dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan
alat, 4 : tergantung total

b) Istirahat Dan Tidur


(1) Sebelum sakit
(a) Apakah frekuensi waktu anda beraktivitas lebih banyak dari pada
waktu anda beristirahat? : pasien mengatakan lebih banyak waktu
beristirahat karena pasien hanya ibu rumah tangga dan tidak bekerja.
(b) Apakah anda pernah mengalami insomnia? -
(c) Berapa jam anda tidur: tidur pada malam hari selama 6 jam, dan
istirahat siang selama 2 jam
(2) Saat sakit
(a) Apakah anda pernah mengalami insomnia? Ibu mengatakan tidur
malam kurang nyenyak.
(b) Berapa jam anda tidur: sejak mulai sakit: 4 jam pada malam hari
6) Interaksi sosial
1. Kegiatan Lingkungan : pasien mengikuti kegiatan pkk di desanya.
2. Interaksi Sosial : hubungan dengan semua keluarga dan
lingkungan baik.
3. Keterlibatan Kegiatan Sosial : pasien mengikuti kegiatan pkk di desanya
yaitu mengikuti kerja bakti setiap 2 minggu sekali di lingkungannya.
7) Pemeliharaan Kesehatan
a) Konsumsi vitamin : ya, vitamin yang didapat saat kontrol
b) Imunisasi : pasien mengatakan imunisasi sudah lengkap
didapatkan saat kontrol.
c) Olahraga : pasien mengikuti kegiatan senam hamil di
balai desa sekali seminggu.

6
d) Upaya keharmonisan keluarga : komunikasi antar anggota keluarga terjalin
baik.
8) Stress dan adaptasi : pasien mengatakan cemas akan menjalani operasi
untuk pertama kalinya dan menanyakan tentang proses dan prosedur operasi.
9) Kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia
a) Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman: baik
b) Pemanfaatan pelayanan kesehatan: baik
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : E4V5M6
Penampilan : sedang
Puasa : Makan dan minum terakhir 00.00 WITA
Tanda-tanda vital : Nadi: 90 x/mnt, Suhu: 36oC. TD: 170/110 mmHg, RR:
18x/mnt . BB : 70 kg. TB : 152 cm
2) Pemeriksaan Kepala
a) Inspeksi
Bentuk kepala: normochepalus / normal, kesimetrisan (+), hidrochepalus (-),
luka (-), darah (-), trepanasi (-), kebersihan (+), persebaran rambut (merata),
terdapat rambut rontok (-).
b) Palpasi
Nyeri tekan (-), edema (-), fontanella / pada bayi (cekung / tidak)
3) Pemeriksaan Wajah
Inspeksi
Perhatikan ekspresi wajah: tegang, warna dan kondisi wajah: bersih sawo
matang, struktur wajah: oval, kelumpuhan otot-otot fasialis (-)
4) Pemeriksaan Mata
a) Inspeksi
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (-), Ekssoftalmus (-), Endofthalmus (-),
Kelopak mata / palpebra: oedem (-), ptosis ( - ), peradangan ( - ) luka ( - ),
benjolan ( - ), Bulu mata : tidak rontok, konjungtiva dan sclera : perubahan
warna tidak ada, warna iris coklat, reaksi pupil terhadap cahaya : isokor ( + ),
Kornea : warna coklat, Nigtasmus ( - ), Strabismus ( - )
(1) Pemeriksaan Visus
7
Tanpa Snelen Card : Ketajaman Penglihatan ( Baik)
(2) Pemeriksaan lapang pandang : normal
b) Palpasi
Pemeriksaan tekanan bola mata
Dengan tonometri : tekanan bola mata normal, dengan palpasi normal
2) Pemeriksaan Telinga
a) Inspeksi dan palpasi
(1) Amati bagian telinga luar : bentuk normal, Ukuran normal, Warna sawo
matang, lesi ( - ), nyeri tekan (-), peradangan ( - ), penumpukan serumen ( -
).
(2) Dengan otoskop periksa membran tympani amati, warna transparan,
perdarahan ( - ), perforasi ( - ).
(3) Uji kemampuan kepekaan telinga :
- Tes bisik : mendengar
- Dengan arloji mendengar
- Uji weber : seimbang
- Uji rinne : sama dibanding dengan hantaran udara
- Uji swabach : sama
3) Pemeriksaan Hidung
a) Inspeksi dan palpasi
(1) Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (pembengkakan tidak
ada)
(2) Amati meatus : perdarahan ( - ), Kotoran ( - ), Pembengkakan (-),
pembesaran / polip ( - )
4) Pemeriksaan Mulut dan Faring
a) Inspeksi dan Palpasi
(1) Amati bibir : Kelainan konginetal (labioseisis, palatoseisis,atau
labiopalatoseisis ), warna bibir merah muda, lesi ( - ), Bibir pecah (-),
(2) Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries ( - ), Kotoran ( - ), Gigi palsu ( - ),
Gingivitis ( - ) Bentuk gigi seri menonjol (-)
(3) Lidah : Warna lidah : merah, Perdarahan ( - ), Abses ( - ).
(4) Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : tidak uvula ( simetris), Benda
asing : (tidak )
(5) Tonsil: Adakah pembesaran: T0
8
(6) Perhatikan suara pasien: /tidak
(7) Malampati score, 2
(8) Buka mulut 3 jari (+)
5) Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
(1) Bentuk leher (simetris), peradangan ( - ), jaringan parut ( - ), perubahan
warna ( - ), massa ( - )
(2) Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
(3) Vena jugularis : pembesaran ( - ), tekanan : teraba
(4) Pembesaran kelenjar limfe ( - ), kelenjar tiroid ( - ), posisi trakea
(simetris)
(5) Pemeriksaan leher pendek 3 jari dari pangkal leher ke angulus mandibula
(+/)
6) Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
a) Inspeksi
- Ukuran payudara sedang, bentuk (simetris), pembengkakan ( - ).
- Kulit payudara : warna sawo matang, lesi ( - ), Areola : perubahan warna (-)
- Putting : cairan yang keluar ( - ), ulkus ( - ), pembengkakan ( - )
b) Palpasi
Nyri tekan ( - ), dan kekenyalan (kenyal), benjolan massa (- )
7) Pemeriksaan Torak
a) Pemeriksaan Thorak dan Paru
(1) Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest), bentuk dada (simetris), keadaan kulit
lembab
- Retrasksi otot bantu pernafasan: Retraksi intercosta (-), retraksi
suprasternal ( - ), Sternomastoid ( - ), pernafasan cuping hidung (-).
- Pola nafas
(Eupnea)
- Amati : cianosis ( - ), batuk (- ).
(2) Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
(sama).
Area paru : ( sonor)
9
(3) Auskultasi
- Suara nafas
Area Vesikuler : ( bersih) , Area Bronchial : ( bersih), Area
Bronkovesikuler ( bersih)
- Suara Ucapan
Terdengar : Bronkophoni ( + / - ), Egophoni ( + / - ), Pectoriloqy ( + /
-)
- Suara tambahan
Terdengar : Rales ( - ), Ronchi ( - ), Wheezing ( - ), Pleural fricion
rub (-)
b) Pemeriksaan Jantung
(1) Inspeksi
Ictus cordis ( - ), pelebaran - cm
(2) Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : (Kuat)
(3) Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ………………….. ( N = ICS II )
Batas bawah : …....................... ( N = ICS V)
Batas Kiri : …………………...( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : ……………….. ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
(4) Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), ( reguler / irreguler)
BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), ( reguler / irreguler)
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm ( - ), Murmur ( - )
8) Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi
(1) Bentuk abdomen : ( cembung / cekung / datar )
(2) Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( + / - ),
(3) Bayangan pembuluh darah vena (-)
b) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 20x/menit ( N = 5 – 35 x/menit, Borborygmi ( + /- )
c) Palpasi
(1) Palpasi Hepar :
10
Nyeri tekan (-), pembesaran (-), perabaan (keras / lunak), permukaan
(halus / berbenjol-benjol), tepi hepar (tumpul / tajam) . ( N = hepar tidak
teraba).
(2) Palpasi Lien : Pembesaran lien : ( - )
(3) Palpasi Appendik :
(a) Titik Mc. Burney . nyeri tekan ( - ), nyeri lepas ( - ), nyeri menjalar
kontralateral ( - ).
(b) Acites atau tidak : Shiffing Dullnes ( - ) Undulasi ( - )
(4) Palpasi Ginjal :
Nyeri tekan( - ), pembesaran ( - ). (N = ginjal tidak teraba).
9) Pemeriksaan Genetalia
a) Genetalia wanita
(1) Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi ( - ),eritema ( - ), keputihan ( -),
peradangan ( - ).Lubang uretra : stenosis /sumbatan (-)
10) Pemeriksaan Anus
a) Inspeksi
Atresia ani ( - ), tumor ( - ), haemorroid ( - ), perdarahan ( - ), Perineum :
jahitan ( - ), benjolan ( - )
b) Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus ( - ) pemeriksaan Rectal Toucher………
11) Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
(1) Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-
)terpasang Gib ( - ), Traksi ( - ), terpasang infus (+) di tangan kanan dan
tangan kiri(-)
(2) Palpasi
Edema : edema pada ektremitas atas bilateral (1 – 4) nyeri tekan (-)
Lakukan uji kekuatan otot : ( 1 – 3 )
b) Ekstremitas Bawah :
(1) Inspeksi

11
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-) lokasi
fraktur (-)jenis fraktur (-) kebersihan luka(-) terpasang Gib ( - ), Traksi ( -
),
(2) Palpasi
Edema : (1 – 4 ), nyeri tekan (-)
Lakukan uji kekuatan otot : ( 1 – 3 )
Kesimpulan palpasi ekstermitas :

(1) Edema : 111 111


222 222

(2) uji kekuatan otot : 333 333


333 333

e. Pemeriksaan neurologis
1) Menguji tingkat kesadaran secara kuantitaif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
a) Menilai respon membuka mata ( 4 )
b) Menilai respon Verbal ( 5 )
c) Menilai respon motorik ( 6 )
d) Pemeriksaan tingkat kesadaran secara kualitatif : Compos mentis
2) Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak. Peningkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala
( + / -), kaku kuduk (-), mual –muntah (-) kejang (-) penurunan tingkat kesadaran
(-)
3) Memeriksa nervus cranialis
a) Nervus I , Olfaktorius (pembau ) –
b) Nervus II, Opticus ( penglihatan )-
c) Nervus III, Ocumulatorius -
d) Nervus IV, Throclearis -
e) Nervus V, Thrigeminus :
(1) Cabang optalmicus : -
(2) Cabang maxilaris : -
f) Cabang Mandibularis : -
g) Nervus VI, Abdusen –
h) Nervus VII, Facialis –
i) Nervus VIII, Auditorius
12
j) Nervus IX, Glosopharingeal -
k) Nervus X, Vagus -
l) Nervus XI, Accessorius -
m) Nervus XII, Hypoglosal -
4) Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris/ asimetris), atropi (-) kekuatan otot : 3
Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul : (+), benda tajam : (+), Menguji sensasi
panas / dingin (+), .kapas halus (+), minyak wangi (+).
5) Memeriksa reflek kedalaman tendon
a. Reflek Fisiologis
Reflek bisep ( + )
Reflek trisep ( + )
Reflek brachiradialis ( + )
Reflek patella ( + )
Reflek achiles ( + )
b. Reflek Pathologis
Reflek babinski (-)
Reflek chaddok (-)
Reflek schaeffer (-)
Reflek Oppenheim (-)
Reflek Gordon (-)
2) Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan pada tanggal 8 Mei 2021

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

13
HB 11,6 12,2 – 16,1 g/dl
WBC 12,7 3,5 – 10,0 10^3/µɭ
HCT 31,0 35,0 – 55,0 %
BT 3’10” 1-5 Menit detik
CT 7’30” 5 – 15 Menit detik
SGOT 38 < 40 U/L
SGPT 30 < 41 U/L
UREUM 28 15 - 39 mg/dl
CREATININE 1,3 0,2 – 1,5 mg/dl
NATRIUM 133 135 – 145 MEQ/L
KALIUM 4,6 3,5 – 5,0 MEQ/L
GDS 95 <140 mg/dl
ALBUMIN 4,3 3,7 – 5,0 mg/dl

Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium:


HB : low
HCT : low
WBC : High
Natrium : low
b. Pemeriksaan Radiologi : -

3) Therapi
Nifedipine 10 mg
MgSO4 6gram dalam RL 500ml

4) Pertimbangan Anestesi
a. Jenis anastesi : Regional anestesi
b. Teknik anastesi : Subarachnoid block
c. Obat-obatan
1) Pre-medikasi Ondansetron 8 mg

2) Anestesi buvipacain 12,5 mg

14
3) Pelumpuh -
otot

4) Analgetik -

5) Obat Midazolam 2 mg
maintenance Pethidine 25 mg

6) Obat
antiemetik -

7) Obat
emergency

8) Obat lain Dexametasone 10 mg


Oxytosyn 50 iu
Furosemide 20 mg

5) Kesimpulan status fisik pasien


ASA 3E
6) Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit :
Kehamilan, Tekanan Darah Tinggi
b. Jenis Anestesi : Regional
Indikasi : Pada pasien preeklampsia berat intubasi merupakan tindakan yang
berbahaya karena berkaitan dengan menejeman jalan napas dan gejolak hemodinamik
yang mungkin terjadi.
c. Teknik Anestesi : Spinal (Subarachniod Block)
Indikasi : Anestesi spinal banyak dihindari berkaitan dengan resiko hipotensinya
namun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa anestesi spinal adalah aman
bagi ibu maupun janin .

15
B. Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem

Pre Anestesi
1 DS : Prosedur Ansietas
- Pasien mengatakan cemas operasi yang
- Pasien mengatakan baru pertama menjalani akan
operasi dilakukan
- Pasien menanyakan tentang prosedur anestesi
DO :
- Pasien tampak tegang
- TTV
TD : 170/110 mmHg
Nadi : 90x/menit

2 DS : Keracunan Hipertensi
- Pasien mengatakan pusing kehamilan
DO :
- TTV
TD : 170/110 mmHg
Nadi : 90x/menit

3 DS : - Resiko
Komplikasi
DO : cedera anestesi
- Pasien akan dilakukan tindakan regional anestesi

Intra Anestesi
4 DS : - Resiko
Komplikasi
DO : trauma
Advis dokter SpOG dilakukan SC Cito pembedahan

5 DS : - Resiko
komplikasi
DO : disfungsi
- Diberikan anestesi regional SAB kardiovaskuler
- TTV
TD : 120/70 mmHg

16
Nadi : 70x/menit

6 DS : - Resiko
komplikasi
DO : disfungsi
- Pasien dalam pengaruh regional anestesi dan respirasi
sedasi
- Obat – obat yang diberikan :
Marcaine : 12,5 mg
Miloz : 2 mg
7 DS : - Resiko
komplikasi
DO : disfungsi
- Pasien dalam pengaruh regional anestesi dan neuromuskuler
sedasi
- Obat – obat yang diberikan :
Marcaine : 12,5 mg
Miloz : 2 mg
8 DS : - Resiko
komplikasi
DO : disfungsi
- Pasien terpasang infuse 2 jalur keseimbangan
- Pasien terpasang foley kateter cairan dan
elektrolit
9 DS : - Resiko
komplikasi
DO : disfungsi
- Pasien dalam pengaruh regional anestesi dan termoregulasi
sedasi
- suhu kamar operasi 20oC
Pasca Anestesi
10 DS : - Resiko
komplikasi
DO : disfungsi
- Tanda Vital : kardiovaskuler
TD : 180/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
- Pasca regional anestesi

17
11 DS : - Resiko
komplikasi
DO : disfungi
- Pasien sedang dimonitoring respirasi
- Pasca regional anestesi

12 DS : - Resiko
komplikasi
DO : disfungsi
- Pasien sedang dimonitoring termoregulasi
- Suhu ruang RR 24oC
- Pasca regional anestesi

C. Problem (Masalah Kesehatan Anestesi)


1. Pre Anestesi
1) Ansietas
2) Hipertensi
3) Resiko komplikasi cedera anestesi
2. Intra Anestesi
1) Resiko komplikasi trauma pembedahan
2) Resiko komplikasi disfungsi kardiovaskuler
3) Resiko komplikasi disfungsi respirasi
4) Resiko komplikasi disfungsi neuromuskuler
5) Resiko komplikasi disfungsi keseimbangan cairan dan elektrolit
6) Resiko komplikasi disfungsi termoregulasi
3. Pasca Anestesi
1) Resiko komplikasi disfungsi kardiovaskuler
2) Resiko komplikasi disfungsi respirasi
3) Resiko komplikasi disfungsi termoregulasi

18
D. Rencana Intervensi
Nama : Ny. S No.CM : 614704
Umur : 24 Tahun Diagnosa : G1 P0A0
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS

No Problem (Masalah Perencanaan


Kesehatan Anestesi
Tujuan Intervensi

Pre anestesi
1 Ansietas Setelah dilakukan 1. Observasi TTV pasien
implementasi, masalah ansietas
2. Berikan kenyaman kepada
dapat diatasi dengan kriteria
pasien
hasil :
DS : 3. Ajarka pasien napas dalam

- Pasien mengerti tentang dan terkendali

prosedur anestesi 4. KIE kepada pasien dan

DO : keluarga mengenai

- Pasien tampak tidak tegang prosedur anestesi yang

lagi akan dilakukan

- TTV dalam batas normal 5. Delegasi dalam pemberian


antiansietas
TDS: ± 140mmhg
TDD : ± 90mmhg
Nadi :60 – 80x/mnt

19
2 Hipertensi Setelah dilakukan 1. Observasi TTV pasien
implementasi, masalah
2. Ajarkan pasien teknik
kolaboratif hipertensi dapat
distraksi dan relaksasi
diatasi dengan kriteria hasil :
DS : 3. KIE kepada pasien

- Pasien mengatakan tidak mengenai penyebab

pusing lagi peningkatan tekanan darah

DO : 4. Oksigenasi 100% sesuai

- TTV dalam batas normal program terapi

TDS: ± 140mmhg
TDD : ± 90mmhg
Nadi :60 – 80x/mnt
3 Resiko komplikasi Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi KU pasien
cedera anestesi keperawatan anestesi, masalah
2. Observasi TTV pasien
risiko cedera anestesi tidak
terjadi dengan kriteria hasil : 3. Persiapan Pre anestesi :

- Pasien siap untuk - Pemeriksaan 6B


dilakukan tindakan
- Kaji bentuk tulang
anestesi
belakang
- Pemilihan teknik anestesi
yang tepat sesuai kondisi - Kaji gigi palsu atau
pasien tidak

- Kaji tiromental

- Kaji skor mallampati

- Kaji kebutuhan cairan


dan elektrolit pasien

- Lepaskan assesoris

- Lakukan personal
hygiene

- Ajarkan gerakan sendi

20
pasca operasi

- Ajarkan cara berbalik


dan berpindah posisi
pasca operasi

- Berikan preload cairan


sebelum anestesi (
Preload 10 ml/kgbb
sebelum spinal )

- KIE pasien untuk


puasan 8 jam sebelum
operasi

- KIE pasien tentang


prosedur anestesi yang
dilakukan

- Tentukan status fisik


ASA pasien

- Minta informed
consent anestesi pada
pasien

ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN


Tanggal :
Kesadaran : CM Pemasangan IV line : □√ 1 buah □ 2 buah □ ……….
TD : 170/100 mmHg, Kesiapan mesin anestesi : □√ Siap/baik □ ………
Nadi : 90 x/mnt. Sumber gas medik : □ Siap/baik√ □ ………
RR :16 x/mnt
Suhu : 36,50C
Saturasi O2 : 99 %
Gambaran EKG : Sinus
Ritm
Penyakit yang diderita : □√Tidak ada □ Ada, sebutkan……………
Gigi palsu : □√ Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi : □√ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa : □√ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Penggunaan obat sebelumnya: □√ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………

21
CATATAN LAINNYA: Pre Eklamsi Berat, ASA 3E
Intra anestesi
4 Resiko komplikasi Setelah diberikan Asuhan 1. Observasi KU pasien
trauma Keperawatan Anestesi
2. Observasi TTV pasien
pembedahan diharapkan masalah
kesehatan resiko komplikasi 3. Atur posisi pasien sesuai

trauma pembedahan tidak indikasi pembedahan

terjadi dengan kriteria hasil : 4. Atur posisi meja operasi


- Pasien siap untuk sesuai indikasi
dilakukan tindakan pembedahan
pembedahan
5. Delegasi tindakan anestesi
- Tanda-tanda cedera
pembedahan tidak terjadi - Pre oksigenasi

- Sedasi

- Posisi SAB

6. Asistensi spinal anestesi

7. Rumatan anestesi

8. Terminasi regional
anestesi

9. Oksigenasi 100% sesuai


program terapi

22
5 Resiko komplikasi Setelah diberikan Asuhan 1. Observasi KU pasien
disfungsi Keperawatan Anestesi
2. Observasi TTV pasien
kardiovaskuler diharapkan masalah kesehatan
resiko komplikasi disfungsi 3. Observasi EKG pasien

kardiovaskuler 4. Kaji akral pasien


(hipotensi/hipertensi) tidak
5. kaji frekuensi dan
terjadi dengan kriteria hasil :
kekuatan denyut nadi
- Tidak terlihat perubahan
warna kulit abnormal 6. Delegasi dalam pemberian
- Akral pasien tidak teraba Vasopressor
dingin
- Output urine dalam batas
normal ( 0,5 – 1 cc/kgbb )
- Tanda – tanda vital dalam
batas normal
- Tekanan Darah : 100 – 120
/ 70 – 80 mmhg
- Nadi : 60 – 100 x/menit
- Suhu : 37°C , Respirasi : 16
– 20 x/menit

6 Resiko komplikasi Setelah diberikan asuhan 1. Observasi TTV pasien,


disfungsi respirasi keperawatan anestesi khususnya SpO2
diharapkan masalah kesehatan
2. Observasi ada tidaknya
resiko komplikasi disfungsi
sianosis
respirasi tidak terjadi dengan
kriteria hasil : 3. Pantau ekspansi dada

- TTV dalam batas normal pasien selama durante

- GCS normal, Kesadaran anestesi

CM 4.
- SpO2 95-100%
5. Pantau keluhan pasien
- Suara nafas bersih, tidak
khususnya mengenai
ada sianosis dan dyspneu
respirasi selama durante

23
(mampu mengeluarkan anestesi
sputum, mampu bernafas
6. Jaga airway pasien agar
dengan mudah, tidak ada
tetap bebas selama durante
pursed lips)
anestesi
- Menunjukkan jalan nafas
yang paten (Pasien tidak 7. Pantau kebutuhan O2

merasa tercekik, tidak ada pasien selama durante

suara nafas abnormal) anestesi

8. Berikan O2 kanul 3 lpm

7 Problem Mencegah terjadinya 1. Observasi KU Pasien


kolaboratif disfungsi neuromuskuler
2. Observasi TTV Pasien
disfungsi
neuromuskuler 3. Observasi onset of action
dari obat regional anestesi
dan obat sedasi Pasien

4. Observasi kedalaman
sedasi Pasien

5. Kaji ketinggian blok


anestesi Pasien

6. KIE Pasien tentang efek


anestesi yang akan
dilakukan

7. Delegasi dalam pemberian


antidotum Benzodiazepin

8 Problem Setelah dilakukan 1. Observasi KU Pasien


kolaboratif implementasi, masalah risiko
2. Observasi TTV Pasien
disfungsi kolaboratif disfungsi
keseimbangan neuromuskuler tidak terjadi 3. Observasi EKG Pasien

cairan dan dengan kriteria hasil : 4. Observasi status cairan


elektrolit - TTV dalam batas normal Pasien
- Pasien mengatakan tidak

24
pusing 5. Observasi kebutuhan

- GCS normal, Kesadaran cairan perioperatif Pasien

CM 6. Pantau input dan output

- Pasien tidak mengalami cairan Pasien selama

gangguan penglihatan durante anestesi

seperti pandangan kabur 7. Pantau konsistensi dan


- Pasien tidak kejang warna urine pada kateter

- Mencegah terjadinya 8. Pantau tanda – tanda


disfungsi termoregulasi dehidrasi ( mukosa bibir
kering, turgor kulit tidak
elastic, warna urine
menjadi lebih pekat)

9. Pantau tanda – tanda


kelebihan cairan ( edema,
retensi urine )

10. Pantau tanda – tanda syok


hivopolemik

11. Kaji turgor kulit Pasien

12. Kaji CRT Pasien

13. Berikan cairan intra


operatif sesuai indikasi

14. Delegasi dalam pemberian


deuretik

9 Problem Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi KU Pasien


kolaboratif keperawatan anestesi, masalah
2. Observasi TTV Pasien
disfungsi risiko kolaboratif disfungsi
termoregulasi termoregulasi tidak terjadi 3. Observasi suhu ruang

dengan kriteria hasil: operasi

- Tanda vital dalam batas 4. Palpasi suhu tubuh Pasien

25
normal 5. Berikan selimut ektera
- Suhu normal kepada Pasien selama
- Pasien nampak tidak durante anestesi
menggigil
6. Delegasi dalam pemberian
- Pasien tenang
terapi opioid

Pasca anestesi
10 Resiko komplikasi Setelah dilakukan 1. Observasi KU Pasien
disfungsi implementasi, masalah risiko
2. Observasi TTV Pasien
kardiovaskuler kolaboratif disfungsi
kardiovaskuler tidak terjadi 3. Observasi EKG Pasien

dengan kriteria hasil : 4. Kaji frekuensi dan


- TTV dalam batas normal kekuatan nadi
- Pasien tidak mengeluh
5. Delegasi dalam pemberian
pusing
antihipertensi
- Pasien tampak tenang
11 Resiko komplikasi Setelah dilakukan 1. Observasi TTV Pasien,
disfungsi respirasi implementasi, masalah risiko khususnya SpO2
kolaboratif disfungsi respirasi
2. Observasi ada tidaknya
tidak terjadi dengan kriteria
sianosis
hasil :
- TTV dalam batas normal 3. Pantau ekspansi dada

- GCS normal, Kesadaran Pasien selama di RR

CM 4. Pantau keluhan Pasien


- SpO2 95-100% khususnya mengenai
- Suara nafas bersih, tidak respirasi selama di RR
ada sianosis dan dyspneu (sesak napas)
(mampu mengeluarkan
5. Pertahankan patensi
sputum, mampu bernafas
airway Pasien agar tetap
dengan mudah, tidak ada
bebas selama di RR
pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas 6. Pantau kebutuhan O2
yang paten (Pasien tidak Pasien selama di RR

26
merasa tercekik, tidak ada 7. Berikan O2 kanul 3 lpm
suara nafas abnormal) sesuai program terapi dan
indikasi

12 Resiko komplikasi Setelah dilakukan 1. Observasi KU Pasien


disfungsi implementasi, masalah risiko
2. Observasi TTV Pasien
termoregulasi kolaboratif disfungsi
termoregulasi tidak terjadi 3. Observasi suhu ruang RR

dengan kriteria hasil : 4. Palpasi suhu tubuh Pasien


- Tanda vital dalam batas
5. Berikan selimut ekstera
normal
kepada Pasien selama di
- Suhu normal
RR
- Pasien nampak tidak
menggigil
- Pasien tenang

E. Pelaksanaan
Nama : Ny.S No.CM : 614704
Umur : 24 Tahun Diagnosa : G1 P0A0
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : ibs

No Hari/ Problem Tindakan Evaluasi Paraf


Tanggal/ (Masalah
Jam Kesehatan
Anestesi)

Pre anestesi

27
1 18-11- Ansietas 1. Mengobservasi TTV DS :
2021/ Pasien - Pasien
09:20 mengataka
2. Memberikan kenyaman
WIB n cemas
kepada Pasien
dapat
3. Mengajarkan Pasien ditoleransi
napas dalam dan
- Pasien
terkendali
mengataka
4. Memberikan KIE kepada n mengerti
Pasien dan keluarga tentang
mengenai prosedur prosedur
anestesi yang akan anestesi
dilakukan
DO :
5. Pendelegasian dalam - Pasien
pemberian antiansietas tampak
(iloz 2 mg ) tenang

2 18-11- Hipertensi 1. Mengobservasi TTV DS :


2021/ Pasien - Pasien
09:25 mengataka
2. Mengajarkan Pasien
WIB n pusing
teknik distraksi daMn
dapat
relaksasi
ditoleransi
3. Memberikan KIE kepada
DO :
Pasien mengenai
-
penyebab peningkatan TV
tekanan darah TD :
178/108
mmHg
Nadi :
90x/menit

28
3 18-11- Resiko 1. Mengobservasi KU DS : -
2021/ komplikasi Pasien DO :
09:30 cedera anestesi - Tidak ada
2. Mengobservasi TTV
WIB kelainan
Pasien
tulang
3. Mempersiapan Pre belakang
anestesi :
- Tidak ada
- Melakukan gigi palsu
pemeriksaan 6B
- Mallampat
- Mengkaji bentuk i skor 2
tulang belakang
- Status fisik
- Mengkaji gigi palsu
atau tidak ASA 3

- Mengkaji tiromental
- Mengkaji skor
mallampati
- Mengkaji kebutuhan
cairan dan elektrolit
Pasien
- Memberikan preload
cairan sebelum
anestesi 400 ml
- Memberikan KIE
kepada Pasien untuk
puasa 8 jam sebelum
operasi
- Memberikan KIE
kepada Pasien tentang
prosedur anestesi
yang dilakukan
- Menententukan status
fisik ASA Pasien
- Meminta informed
consent anestesi pada
Pasien

29
Intra anestesi
4 18-11- Resiko 1. Mengobservasi KU DS : -
2021/ komplikasi Pasien DO :
09:30 – trauma - Tidak
2. Mengobservasi TTV
10:50 pembedahan terjadi
Pasien
WIB trauma
3. Mengatur posisi regional pembedah
anestesi an

4. Mengatur posisi meja


operasi sesuai indikasi
pembedahan ( posisi
supinasi )
5. Pendelegasian tindakan
anestesi
- Memberikan Pre
oksigenasi ( 3 lpm )
- Memberikan sedasi
- Memberikan posisi
SAB
6. Melakukan asistensi
spinal anestesi
- Bupivacaine 12 mg
7. Memberikan rumatan
anestesi
8. Melakukan terminasi
regional anestesi
9. Memberikan oksigenasi
100% sesuai program
terapi

30
5 18-11- Resiko 1. Mengobservasi KU DS : -
2021 komplikasi Pasien DO :
09:40 – disfungsi - TTV
2. Mengobservasi TTV
10:50 kardiovaskuler
Pasien TD :
WIB
135/80
3. Mengobservasi EKG
mmHg
Pasien
Nadi :
4. Mengkaji akral Pasien 60x/menit

5. Mengkaji frekuensi dan


kekuatan denyut nadi

6 18-11- Problem 1. Mengobservasi TTV DS : -


2021 kolaboratif Pasien, khususnya SpO2 DO :
09:40 – disfungsi - SpO2 :
2. Mengobservasi ada
10:50 respirasi 100%
tidaknya sianosis
WIB
- RR :
3. Memantau ekspansi dada
20x/mnt
Pasien selama durante
anestesi - Tidak ada
sianosis
4. Memantau keluhan
Pasien khususnya - Ekspansi
mengenai respirasi dada baik
selama durante anestesi dan
adekuat
5. Menjaga airway Pasien
agar tetap bebas selama
durante anestesi
6. Memantau kebutuhan O2
Pasien selama durante
anestesi
7. Memberikan O2 kanul 3
lpm

31
7 18-11- Resiko 1. Mengobservasi KU DS : -
2021 komplikasi Pasien DO :
09:40 – disfungsi - TTV
2. Mengobservasi TTV
10:50 neuromuskuler
Pasien TD :
WIB
135/80
3. Mengobservasi onset of
mmHg
action dari obat regional
Nadi :
anestesi dan obat sedasi
60x/mnt
Pasien
RR :
4. Mengobservasi 20x/mnt
kedalaman sedasi Pasien
5. Mengkaji ketinggian blok
anestesi Pasien
6. Memberikan KIE kepada
Pasien tentang efek
anestesi yang akan
dilakukan

8 18-11- Resiko 1. Mengobservasi KU DS : -


2021 komplikasi Pasien DO :
09:40 – disfungsi - TTV :
2. Mengobservasi TTV
10:50 keseimbangan
Pasien TD :
WIB cairan dan
138/90
elektrolit 3. Mengobservasi EKG
mmHg
Pasien
Nadi :
4. Mengobservasi status 80x/mnt
cairan Pasien - Input
cairan
5. Mengobservasi
intra
kebutuhan cairan
operatif
perioperatif Pasien
800 cc
6. Memantau input dan
- Output
output cairan Pasien
cairan
selama durante anestesi
intra
7. Memantau konsistensi operatif
dan warna urine pada 600 cc
kateter
- Tidak ada
8. Memantau tanda – tanda tanda –
dehidrasi ( mukosa bibir tanda syok
kering, turgor kulit tidak hivopolem
elastic, warna urine

32
menjadi lebih pekat) ik
9. Memantau tanda – tanda - CRT <3
kelebihan cairan ( edema, detik
retensi urine )
10. Memantau tanda – tanda
syok hivopolemik
11. Mengkaji turgor kulit
Pasien
12. Mengkaji CRT Pasien
13. Memberikan cairan intra
operatif sesuai indikasi
14. Pendelegasian dalam
pemberian Furosemide 20
mg IV

9 18-11- Resiko 1. Mengobservasi KU DS : -


2021 komplikasi Pasien DO :
09:40 – disfungsi - Suhu
2. Mengobservasi TTV
10:50 termoregulasi tubuh
Pasien
WIB teraba
3. Mengobservasi suhu dingin
ruang operasi
4. Mempalpasi suhu tubuh
Pasien
5. Memberikan selimut
kepada Pasien selama
durante anestesi
6. Pendelegasian dalam
pemberian opioid
(Pethidine 25 mg)

Pasca anestesi
10 18-11- Resiko 1. Mengobservasi KU DS : -
2021 komplikasi Pasien DO :
10:50 disfungsi - TTV :
2. Mengobservasi TTV
WIB kardiovaskuler
Pasien TD
:140/80
3. Menobservasi EKG
mmHg
Pasien
Nadi : 70x/mnt

33
4. Mengkaji frekuensi dan
kekuatan nadi

11 18-11- Resiko 1. Mengobservasi TTV DS : -


2021 komplikasi Pasien, khususnya SpO2 DO :
10:50 disfungsi - SpO2 :
2. Mengobservasi ada
WIB respirasi 100%
tidaknya sianosis
- RR :
3. Memantau ekspansi dada
14x/mnt
Pasien selama di RR
- Tidak ada
4. Memantau keluhan
sianosis
Pasien khususnya
mengenai respirasi - Ekspansi
selama di RR dada baik
dan
5. Menjaga airway Pasien
adekuat
agar tetap bebas selama
di RR
6. Memantau kebutuhan O2
Pasien selama di RR
7. Memberikan O2 kanul 3
lpm

12 18-11- Resiko 1. Mengobservasi KU DS :


2021 komplikasi Pasien - Pasien
10:50 disfungsi mengataka
2. Mengobservasi TTV
WIB termoregulasi n tidak
Pasien
kedinginan
3. Mengobservasi suhu
DO :
ruang RR
- Pasien
4. Mempalpasi suhu tubuh tampak
Pasien nyaman

5. Memberikan selimut
ektera kepada Pasien
selama di RR

34
F. Evaluasi
Nama : Ny. S No.CM : 614704
Umur : 24 Tahun Diagnosa : G1 P0A0
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS

NHari/Tangga Masalah Evaluasi Paraf


ol/Jam Kesehatan
Anestesi
Pre anestesi
1 18-11-2021 Ansietas S : Pasien mengatakan cemas dapat ditoleransi
09 : 20 WIB O : Pasien tampak tenang
A : Masalah kesehatan ansietas
P : Pertahankan kondisi Pasien pada intra
anestesi

2 18-11-2021 Hipertensi S : Pasien mengatakan pusing dapat ditoleransi


09 : 25 WIB O : TTV
- TD : 170/80 mmHg
- Nadi : 60x/mnt
A : Masalah kesehatan hipertensi
P : Lanjutkan intervensi selama intra anestesi :
- Observasi TTV Pasien

- Oksigenasi 100% sesuai program terapi

3 18-11-2021 Resiko S:-


09:30 WIB komplikasi O:
cedera Mesin anestesi, alat monitoring, obat –obatan
anestesi sudah siap dan layak untuk digunakan
Pasien tidak memakai aksesoris apapun
Sudah puasa
Pasien tampak mampu melakukan teknik
relaksasi (mengatur nafas)
Skor malampati II
ASA III E
Teknik anestesi yang ditetapkan RA (SAB)

35
A : Masalah kehatan resiko komplikasi cedera
anestesi
P : Pertahankan kondisi Pasien pada intra
anestesi
Intra anestesi
4 18-11-2021 Resiko S:-
09:30 – 10:50 komplikasi O : Terpenuhinya tanda – tanda anestesi
WIB trauma regional ( analgesia, arefleksia )
pembedahan A : Masalah resiko komplikasi trauma
pembedahan
P : Pertahankan kondisi Pasien selama intra
anestesi sampai Pasien dipindahkan ke Ruang
Pemulihan
5 18-11-2021 Resiko S:-
09:40 – 10:50 komplikasi O:
WIB disfungsi - TTV
kardiovaskuler
TD : 135/80 mmHg
Nadi : 60x/menit
MAP : 98
EKG : Sinus rhythm
A : Masalah resiko komplikasi disfungsi
kardiovaskuler
P : Pertahankan kondisi Pasien sampai Pasien
dipindahkan ke Ruang Pemulihan. Lanjutkan
intervnesi selama di Ruang Pemulihan :
- Observasi KU Pasien

- Observasi TTV Pasien

- Observasi EKG Pasien

- Kaji akral Pasien

- Kaji frekuensi dan kekuatan denyut nadi

- Kolaborasi dalam pemberian


Vasopressor atau Antihipertensi

36
6 18-11-2021 Resiko S:-
09:40 – 10:50 komplikasi O : TTV
WIB disfungsi - SpO2 : 100%
respirasi
- RR : 14x/mnt
- Tidak ada sianosis
- Ekspansi dada baik dan adekuat
A : Masalah resiko komplikasi disfungsi
respirasi
P : Pertahankan kondisi Pasien selama intra
anestesi sampai Pasien dipindahkan ke Ruang
Pemulihan. Lanjutkan intervensi selama di
Ruang Pemulihan :
- Observasi TTV Pasien, khususnya SpO2

- Observasi ada tidaknya sianosis

- Pantau ekspansi dada Pasien

- Pantau keluhan Pasien khususnya


mengenai respirasi

- Jaga airway Pasien agar tetap bebas

- Pantau kebutuhan O2 Pasien

- Berikan O2 kanul 3 lpm

7 18-11-2021 Resiko S:-


09:40 – 10:50 komplikasi O : TTV
WIB disfungsi - TD : 135/80 mmHg
neuromuskuler
- Nadi : 60x/mnt
- RR : 20x/mnt
A : Masalah resiko komplikasi disfungsi
neuromuskuler
P : Pertahankan kondisi Pasien selama intra

37
anestesi sampai Pasien dipindahkan ke Ruang
Pemulihan. Lanjutkan intervensi selama di
Ruang Pemulihan :
- Observasi KU Pasien

- Observasi TTV Pasien

- Kolaborasi dalam pemberian antidotum


Benzodiazepin (k/p)

8 18-11-2021 Resiko S:-


09:40 – 10:50 komplikasi O : TTV
WIB disfungsi - TD : 170/80 mmHg
keseimbangan
- Nadi : 60x/mnt
cairan dan
elektrolit - RR : 20x/mnt
- Tidak ada tanda – tanda syok hivopolemik
- Tidak ada tanda – tanda dehidrasi
- Tidak ada tanda – tanda kelebihan cairan
- CRT < 3 detik
A : Masalah resiko komplikasi disfungsi
keseimbangan cairan dan elektrolit
P : Pertahankan kondisi Pasien selama intra
anestesi sampai Pasien dipindahkan ke Ruang
Pemulihan. Lanjutkan intervensi selama di
Ruang Pemulihan :
- Observasi KU Pasien

- Observasi TTV Pasien

- Observasi EKG Pasien

- Observasi status cairan Pasien

- Pantau input dan output cairan Pasien


selama di Ruang Pemulihan

38
- Pantau konsistensi dan warna urine pada
kateter

- Pantau tanda – tanda dehidrasi ( mukosa


bibir kering, turgor kulit tidak elastic,
warna urine menjadi lebih pekat)

- Pantau tanda – tanda kelebihan cairan (


edema, retensi urine )

- Pantau tanda – tanda syok hivopolemik

- Kaji turgor kulit Pasien

- Kaji CRT Pasien

9 18-11-2021 Resiko S:-


09:40 – 10:50 komplikasi O:
WIB disfungsi - Suhu tubuh dapat dikontrol
termoregulasi
- Pasien terpasang selimut
- Suhu tubuh teraba hangat
A : Masalah resiko komplikasi disfungsi
termoregulasi
P : Pertahankan kondisi Pasien selama intra
anestesi sampai Pasien dipindahkan ke Ruang
Pemulihan. Lanjutkan intervensi selama di
Ruang Pemulihan :
1. Observasi KU Pasien

2. Observasi TTV Pasien

3. Observasi suhu ruang pemulihan

4. Palpasi suhu tubuh Pasien

5. Berikan selimut ektera kepada Pasien di


Ruang Pemulihan

39
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi opioid
untuk antishivering (k/p)

Pasca anestesi
18-11-2021
1 Resiko S:-
10:500 WIB komplikasi O : TTV
disfungsi - TD :170/80 mmHg
kardiovaskuler
- Nadi : 70x/mnt
- MAP : 110
A : Masalah resiko komplikasi disfungsi
kardiovaskuler
P : Pertahankan kondisi Pasien selama di
Ruang Pemuliha sampai Pasien dipindahkan
ke Ruang Rawat. Lanjutkan intervensi selama
di Ruang Rawat :
- Observasi KU Pasien

- Observasi TTV Pasien

- Kaji frekuensi dan kekuatan nadi

18-11-2021
1 Resiko S:-
10:50
1 WIB komplikasi O : TTV
disfungsi - SpO2 : 100%
respirasi
- RR : 20x/mnt
- Tidak ada sianosis
- Ekspansi dada baik dan adekuat
A : Masalah resiko komplikasi disfungsi
respirasi
P : Pertahankan kondisi Pasien selama di

40
Ruang Pemuliha sampai Pasien dipindahkan
ke Ruang Rawat. Lanjutkan intervensi selama
di Ruang Rawat :
- Observasi KU Pasien
- Observasi TTV Pasien, khususnya SpO2
- Observasi ada tidaknya sianosis

- Jaga airway Pasien agar tetap bebas


selama di RR

41
II. Hand Over recovery Room ke Ruang Rawat Inap

Nama : Ny. S No.CM : 614704


Umur : 24 Tahun Diagnosa : Post Operasi Sectio Caesarea
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS
S (Situation) Keadaan Umum : Lemah TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/menit
Kesadaran : Compos Mentis RR : 14 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Saturasi : 99 %

B (Background) Post Operasi Sectio Caesarea atas Indikasi PEB dengan


Regional Anestesi / Spinal

A Intoleransi Aktifitas Resiko Jatuh Rendah


(Assestment/Analisa) Resiko Nyeri
Resiko Hipertensi
Resiko Infeksi Luka Operasi

R - Pantau Haemodinamik per 30 menit - Penuhi kebutuhan, tidak


(Recommendation) selama 2 jam angkat kepala selama 24
jam, bantu miringak tubuh
ke kiri dan ke kanan
- Pasang pengaman tempat
tidur
- Kaji Skala Nyeri
- Beri antibiotik sesuai TS
Obgyn dan rawat luka
operasi
Nama dan Paraf yang Nama : Adly Hamdan Purba Paraf
menyerahkan Pasien

42
Nama dan paraf yang Nama : Astika Saragi Paraf
menerima Pasien

43

You might also like