You are on page 1of 15

BAB I

PENAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Mengingat semakin banyaknya cabang ilmu dikancah dunia yang
mengalami berbagai kemajuan baik dibidang politik, budaya, sosial, ekonomi,
maupun teknologi dan informasi, terdapat suatu kajian ilmu yang didalamnya
membahas tentang tatacara melakukan hubungan atau relasi baik antara
individu dengan individu, kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat
yang lain, individu dengan kelompok ataupun sebaliknya. Kajian ilmu ini
disebut dengan kajian ilmu Sosiologi dan Antropologi.
Sosiologi yang didalamnya membahas tentang hubungan antara objek
kajian berupa manusia, sedangkan antropologi yang didalamnya membahas
tentang subjek atau pelaku dalam melaksanakan suatu hubungan yang
mengarah pada terjadinya suatu komunikasi, entah relasi tersebut
menguntungkan semua pihak ataupun merugikan salah satu pihak.
Pada kesempatan ini, penyusun bermaksud membahas suatu materi
yang didalamnya menjadi salah satu syarat atau komponen terbentuknya suatu
hubungan dalam masyarakat, karena materi ini sangat memiliki kaitan yang
erat antara subjek pengkaji dan objek yang dikaji. Matri yang akan dibahas
adalah tentang Agama dan Masyarakat. Dasar pengambilan materi ini memang
sudah ditetapkan oleh dosen pada kelompok kami yaitu kelompok empat,
dimana pada materi ini, kita akan membahas berbagai hal yang berkaitan
dengan agama dan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, dapat diperoleh beberapa
rumusan masalah yang nantinya akan dibahas pada bab pembahasan. Adapun
rumusan masalah yang muncul yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan agama dan stratifikasi stratifikasi sosial?

1
2. Bagaimana cara atau proses yang dilakukan seseorang dalam sebuah
masyarakat jika akan beralih agama (konversi)?
3. Apa yang dimaksud dengan konversi kontemporer?
4. Apa yang dimaksud dengan agama sebagai ideologi transisi?
5. Bagaimana suatu peralihan agama dapat terjadi dan apa yang dimaksud
dengan wacana kultural?
6. Apa saja yang dapat diketahui dari gereja dan dunia, serta hal-hal yang
terkait dengan gereja dan dunia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun dari beberapa rumusan masalah diatas, dapat diperoleh
beberapa tujuan penulisan, yang dimaksudkan untuk mengetahui berbagai
jawaban dari rumusan masalah tersebut diatas. Diantara tujuan penulisan
makalah ini yaitu:
1. Untuk memahami apa itu hakikat agama dan stratifikasi stratifikasi sosial
2. Untuk menganalisa tentang bagaimana cara atau proses yang dilakukan
seseorang dalam sebuah masyarakat jika akan beralih agama (konversi)
3. Untuk memahami lebih mendalam tentang apa itu konversi kontemporer
4. Untuk memahami apa yang disebut dengan agama sebagai ideologi transisi
5. Untuk menganalisa bagaimana suatu peralihan agama dapat terjadi dan apa
yang dimaksud dengan wacana kultural
6. Untuk mengetahui dan memahami tentang apa saja yang dapat diketahui
dari gereja dan dunia, serta hal-hal yang terkait dengan gereja dan dunia.

D. Manfaat Penulisan
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari hasil penulisan ini adalah
mencakup aspek teoritis dan praktis, yaitu sebagai berikut:
1. Aspek teoritis
a. Hasil penulisan ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan yang
bermanfaat untuk mengisi waktu kosong dan sebagai penambah
wawasan serta ilmu pengetahuan.

2
b. Hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai sumber acuan dalam
pengambilan sebuah referensi untuk dijadikan bukti yang nyata dalam
sebuah pengutipan.

2. Aspek praktis
a. Hasil penulisan ini dapat dijaikan sebagai media pembelajaran dalam
matakuliah Soiologi & Antopologi sesuai dengan materi yang akan
dibahas.
b. Hasil penulisan ini dapat dijadikan bahan ajar dan menjadi salah satu
media penunjang perkuliahan materi terkait.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama dan Stratifikasi Sosial


Agama secara garis besar adalah sebuah pedoman dan pegangan
seorang manusia yang dijadikan sebagai acuan dalam beraktifitas ikehiupan
sehari-hari.
Para ahli membagi pengertian agama dalam dua sisi, yakni sisi
estimologis dan terminologis. Secara estimologis, kata agama berasal dari kata
ad-din dan religi. Ada pula yang mengartikan agama berasal dari kata bahasa
sansekerta, a dan gama. A artinya tidak sedangkan gama artinya pergi. Maka
agama berarti tidak pergi, tetap di tempat, langgeng, diwariskan secara turun
temurun. Pemaknaan demikian terjadi karena memang agama mempunyai sifat
yang demikian. Selanjutnya, Nasution menyebutkan bahwa agama berarti teks
atau kitab suci, dan agama memang memiliki kitab suci masing-masing.1
Sedangkan yang dimkasud stratifikasi sosial adalah pengelompokan
anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial secara bertingkat. Atau
definisi lain dari stratifikasi sosial yaitu merupakan suatu pengelompokan
anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya. Stratifikasi soisal
disebut juga dengan pelapisan sosial yang telah dikenal saat manusia
menjalankan kehidupan. Terbentuknya stratifikasi sosial yaitu dari hasil
kebiasaan manusia seperti berkomunikasi, berhubungan atau bersososialisasi
satu satu sama lain secara teratur maupun tersusun, baik itu secara individu
maupun berkelompok. Tapi apapun wujudnya dalam kehidupan bersama
sangat memerlukan penataan serta organisasi, dalam rangka penataan pada
kehidupan inilah yang pada akhirnya akan terbentuk sedikit-demi sedikit
stratifiaksi sosial.2

1
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar dengan Pendekatan
Interdisipliner. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm 2.
2
http://www.pengertianku.net/2015/08/pengertian -stratifikasi-sosial-dan-faktor-penyebabnya.html,
diakses pada hari Selasa, 5 Maret 2019. Pkl 12:43.

4
Terkait dengan pembelajaran inti yaitu sosiologi dan antropologi,
maka terapat sebuah istilah yang disebut dengan sosiologi agama, mengingat
sub bab yang dibahas adalah agama dan masyarakat. Adapun objek kajian dari
sosiologi agama itu sendiri adalah sebagai berikut:
Menurut Emile Durkheim untuk memahami masyarakat, tiak
cukup hanya dengan mempelajari cara-cara penyebaran norma-normanya
tetapi harus mempelajari sumber-sumber norma yang membentuk kekhasan
setiap masyarakat. Dengan demikian kita tidak boleh memandang dari sisi
sentiment individual, tetapi dari sisi yang menyebabkan mereka seperti itu.
Maksudnya adalah institusi-institusi yang sebenarnya bisa diamati secara
objektif. Institusi tersebut bisa hidup karena adanya individu-individu
tersebut. Namun, satu hal esensial adalah bahwa representasi itu bersifat
kolektif atau berkelompok. Secara umum objek studi sosiologi agama dibagi
menjadi dua, yaitu sasaran langsung (objek material) dan sudut pendekatan
(objek formal).3

B. Definisi Beralih Agama (Konversi)


Dalam memahami konversi agama, disini disajikan beberapa teori dari
para ahli guna memperkaya pemahaman tentang apa itu konversi. Namun, dari
beberapa teori ini, hanya diambil sebuah teori sebagai “Grand Theory” untuk
digunakan sebagai alat analisa pada bab selanjutnya yaitu bab analisa. Adapun
teori yang diambil adalah teori dari Rambo R. Lewis yang lebih lengkap dan
cocok pada pembahasan di bab ini.
Konversi agama merupakan hal yang wajar ketika orang menyadari
beragama adalah kebebasan setiap individu dalam suatu masyarakat.
Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang sebenarnya tidak
boleh diganggu gugat oleh siapapun. Negara pun menjamin akan kebebasan
tersebut. Jelas dikatakan dalam UUD 1945, pasal 28E ayat (2) yang berbunyi:
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

3
Firdaus, Relevansi Sosiologi Agama dalam Kemasyarakatan, (Jurnal Al-AdYaN, Vol.X, No.2,
Juli-Desember, 2015).

5
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.”4

Adapun untuk pembahasan lebih lanjut mengenai apa itu konversi


atau beralih agama akan dikaji pada bab selanjutnya. Namun, secara garis besar
yang dimaksud dengan konversi adalah suatu proses dimana seseorang sudah
menemukan jati diri yang sesungguhnya dalam hal peribadatan tentang cara
menyembah tuhan dan hal lain yang terkait dengan sebuah keyakinan. Seorang
tersebut sudah mengetahui apa saja dampak dan konsekuensi yang akan
ditanggungnya setelah memlih suatu agama yang sedang menjadi pedoman
hidupnya pada saat ini.

C. Pemahaman Tentang Konversi Kontemporer


Para pelaku konversi memberikan makna yang beragam terhadap
konversi agama. Keragaman itu, bisa dilatari oleh perbedaan pengalaman
keagamaan yang bersifat individual dan subyektif dalam kehidupan masing-
masing. Makna konversi agama bagi mereka adalah berubah dari kondisi yang
kurang baik ke arah yang lebih baik. Perpindahan dari agama semula ke agama
Islam, bagi para pelaku konversi semisal Bobby dan Fira adalah karena
keinginannya untuk berubah kepada kondisi kehidupan yang lebih baik. Bagi
keduanya, makna konversi agama adalah berpindah dari kehidupan spiritual
dari yang kurang baik menuju baik.5
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kontemporer berarti masa
kini, saat ini, semasa ini, pada waktu yang sama, dewasa ini. Sedangkan
menurut para ahli kata kontemporer berarti sesuatu hal yang modern, yang
eksis dan terjadi, dan masih berlangsung sampai sekarang. Atau segala hal
yang berkaitan dengan saat ini. Contohnya seni kontemporer yang berarti seni

4
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-indonesia/,
diakses pada hari Selasa, 05 Maret 2019. Pkl 14:30.
5
Umi Sumbulah, Jurnal Analisis, Vol XIII, No 1, Juni 2013. Konversi dan Kerukunan Umat
Beragama: Kajian Makna Bagi Pelaku dan Elite Agama- Agama di Malang, hlm 85-86.

6
modern yang tidak mengikuti berbagai aturan seni pada zaman dahulu dan seni
tersebut berkembang sesuai dengan zaman sekarang.6
Terkait dengan kata konversi dan kontemporer maka akan
menghasilkan suatu frasa kalimat baru yang memiliki makna tersendiri.
Konversi kontemporer dapat diartikan sebagai peraliahan seseorang terhadap
keyakinannya dalam aspek keagamaan dan hal ini terjadi pada masa sekarang
atau masa modern, diamana masa yang sudah sangat banyak sekali cabang-
cabang agama yang muncul dipermukaan kondisi masyarakat modern dalam
kancah persaingan untuk mengakui bahwa golongan mereka yang paling benar
dan paling dapat dipertanggungjawabkan keyakinannya.
Kehidupan kontemporer sudah sedemikian diplotisisir. Sesuai dengan
pandangan Durkheim (1993), dalam proses yang sangat berkaitan dengan
kehidupan, yaitu agama, maka dengan sendirinya agama membutuhkan
signifikasi politik. Makna dan kekuasaan secara primordial disatukan kembali.
Atau dalam bentuk lain, kita sedang menyaksikan konfirmasi tentang klaim
Santo Simon bahwa institusi keagamaan dibawah semangat apapun yang
menggambarkannya merupakan institusi politik yang utama.7
Dari hal itu, kehidupan kontemporer tidak terlepas dari persoalan
agama, yang memang menjadi ciri khas bagi pembahasan ini terkait dengan
konversi atau pengalihan dari suatu agama ke agama lain dikarenakan suatu hal
yang menyebabkan pengaliahan itu sendiri. Kehidupan kontemporer juga tidak
dapat dipisahkan dari berbagai aspek yang memiliki relevansi dengan isu-isu
politik.

D. Agama Sebagai Ideologi Transisi


6
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-kontemporer-dan-contohnya/, diakses pada
hari Selasa, 05 Maret 2019. Pkl 22:08.
7
Zakiyuddin Baidhawy, Ambivalensi Agama, Konflik & Nirkekerasan, (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta, 2002), hlm 163.

7
O’Dea dalam Sociology of Religion mendefinisikan agama adalah
pendayagunaan sarana-sarana supra-empiris untuk maksud-maksud nonempiris
atau supra-empiris. Selanjutnya, Hendropuspito mendefinisikan agama sebagai
suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang
berproses pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan
didayaguanakan untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas
umumnya.8
Tradisi keagamaan yang hidup dan berkembang di Indonesia perlu
terus dipertahankan. Mereposisi tradisi keagamaan yang sudah mapan bukan
hanya akan menimbulkan ketegangan konseptual tetapi juga akan berdampak
terhadap keutuhan NKRI. Seperti kita ketahui NKRI dibangun atas nilai-nilai
lokal bangsa, termasuk tradisi budaya dan agama. Lahirnya NKRI menjadi
bukti dan hikmah adanya kearifan lokal yang hidup dan berwibawa didalam
masyarakat.9
Yang dimaksud dengan ideologi itu sendiri adalah hal penting yang
harus dimiliki oleh setiap warga negaranya. Ideologi merupakan ide, gagasan,
atau keyakinan yang sistematis dan dibuat untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Sedangkan pengertian ideologi menurut para ahli jugs cukup
beragam dengan poin yang hampir sama. Misalnya Francis Bacon yang
mendefinisikan ideologi secara sederhana sebagai pemikiran mendasar tentang
sebuah konsep hidup. Sedangkan Drs. Moerdiono mendefinisikan ideologi
adalah sebuah sistem dari sebuah gagasan atau ide.10
Adapun transisi sendiri berarti peralihan dari satu keadaan , tindakan,
kondisi, tempat, dan sebagainya ke keadaan, tindakan, kondisi, tempat yang
lain. Dengan kata lain, transisi adalah sebuah masa pergantian yang ditandai
dengan perubahan fase, dari perubahan fase awal ke fase yang baru.11

8
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam: Suatu Pengantar dengan Pendekatan
Interdisipliner. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm 5.
9
https://rmol.co/read/2017/08/30/305086, diakses pada hari Rabu, 6 Maret 2019. Pkl 06.49.
10
http://pengertianparaahli.com/pengertian-ideologi-adalah/, diakses pada hari Rabu, 6 Maret 2019.
Pkl 07:06.

8
Jika digabungkan antara ideologi dan transisi dapat ditarik sebuah
makna yang berkesinambungan dengan hakikat definisi agama. Agama sebagai
ideologi transisi maksudnya adalah agama dijadikan sebagai ide, gagasan, dan
keyakinan yang dijadikan sebagai pedoman hidup pada masa sekarang atau
fase dimana terjadi perubahan tata sistem yang baru, baik dari segi ekonomi,
politik, budaya dan segi-segi lain yang menunjang adanya fase tersebut. Fase
transisi ini sering melahirkan orang-orang labil dikarenakan adanya perubahan
suatu tatanan sistem, maka dari itu agama dijadikan sebagai ideologi transisi
yang berfungsi untuk membimbing orang-orang tersebut agar tetap di jalan
yang benar sesuai dengan norma dan aturan yang ada dan diterapkan di daerah
tersebut.

E. Peralihan Agama dan Wacana Kultural


Hubungan antara agama dan budaya (kultur) memang sangat tidak
bisa dipisahkan, mengingat kedua hal tersebut ada dan seringkali dikaitkan
dengan dengan suatu sebab yang muncul di ranah masyarakat sebagai satu
kesatuan yang saling mendukung. Saling mendukung akan terjadinya suatu
dampak yang berbeda yang ditimbulkan dari kedua hal tersebut, semisal suatu
unsur budaya dalam sebuah masyarakat tentang kepercayaan sedekah laut,
budaya ini juga meimiliki keterkaitan yang erat dengan agama, dimana agama
membahas tentang sebuah keyakinan dan kepercayaan masyarakat setempat
yang menghuni suatu daerah tertentu.Jika ditinjau dari segi perubahannya,
seseorang beralih agama pastinya memiliki dasar kuat pada dirinya kenapa
harus melakukan konversi atau peralihan agama.
Penyebab terjadinya suatu peralihan agama disebabkan oleh dua
faktor penting yaitu faktor intern (dalam) dan faktor ekstern (luar).12 Faktor
intern sendiri terjadi karena seseorang sadar akan kebenaran hakikat agama

11
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-transisi-dan-contohnya/, diakses pada hari
Rabu, 6 Maret 2019. Pkl 07:14.
12
Saftani Ridwan, AR. Jurnal Sulesana, Vol XI, No 1, Tahun 2017, Konversi Agama dan Faktor
ketertarikan Terhadap Islam: Studi Kasus Muallaf yang Memeluk Islam dalam Acara Dakwah DR. Zakir
Naik di Makassar.

9
yang diyakini dapat membawa dirinya ke arah yang lebih baik. Faktor ini
berasal dari diri seseorang, yaitu hati nuraninya yang memanggilnya untuk
berpindah pada sesuatu yang benar. Dengan kata lain, orang tersebut sudah
mendapat hidayah atau petunjuk dari tuhannya.
Adapun faktor ekstern disini meliputi lingkungan hidup, pengaruh
orang lain, dan budaya. Disini sudah sangat jelas, bahwa budaya (kultur)
memang sangat berpengaruh bagi terjadinya sebuah peralihan agama
(konversi). Budaya dalam suatu daerah tertentu pastinya tidak jauh berbeda
dengan adat istiadat dan norma yang diterapkan di daerah tertentu, dimana
budaya tersebut memiliki peran dan andil yang sangat besar terkait dengan
agama yang dianut masyarakat di daerah tersebut.
Wacana kultural sering kita dengar sebagai sebuah rencana, tatacara,
proses terjadinya suatu budaya dalam sebuah masyarakat yang majemuk, tidak
hanya dari satu asal masyarakat yang memiliki latar belakang sama. Adanya
wacana kultural nantinya wacana tersebut akan benar-benar terwujud dan dapat
diterapkan didaerah tersebut atau malah sebaliknya, hanya menjadi wacana
(angan-angan) belaka.
Adanya pengajuan wacana budaya, harus melihat situasi dan kondisi
yang sesuai dengan keadaan masyarakat sekitar, tentang kepercayaan, agama,
dan sistem tatanan masyarakat tersebut yang dianggap sebagai mayoritas.
Karena jika mengambil sebuah nilai mayoritas, pastinya wacana tersebut ada
kemungkinan untuk dapat diterapkan dan impelementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.

F. Gereja dan Dunia


Gereja adalah sebuah tempat ibadah masyarakat Kristen dan Katolik,
begitu juga dengan orang Islam yang memiliki masjid, orang hindu yang
memiliki Pura, orang Budha yang memiliki Vihara,dan agama Kong Hu Cu
yang memiliki Litang/Klenteng.
Adapun hubungan antara gereja dengan dunia menurut studi kasus
yang disampaikan oleh Ernst Troeltsch. Yang akan dibahas kali ini adalah

10
pandangan Ernst Troeltsch mengenai keunikan Calvinisme, namun masih
memiliki keterkaitan dengan apa itu geraja dan dunia serta hubungannya.
Ernst Troeltsch dalam magnum opusnya yang berjudul “The Social
Teaching of the Christian Churches”, menjabarkan lima karakteristik Teologia
Calvin yang unik dan yang tidak dimiliki baik oleh teologi Roma Katolik
maupun teologi Lutheran, yaitu: predestinasi, peranan individu, komunitas
kudus, etika Calvinisme dan pandangan Calvinisme.13
Dalam bahasan ini, tentang gereja dan dunia Calvinisme
memasukannya kedalam pandangannya tentang teori sosial. Menurutnya,
negara dan gereja masing-masing independen, namun karena tunduk kepada
Allah maka masing-masing harus saling melayani. Gereja dan pemerintahan
sangat terkait dan saling memengaruhi satu dengan yang lain.
Terkait sebuah agama, pastinya agama memiliki sebuah pedoman
tertulis yang biasa disebut dengan Alkitab. Begitu juga dengan umat kristen
yang tempat ibadahnya adalah gereja. Dalam teori Calvin, Calvin telah
mmeperlihatkan bahwa Alkitab tidak hanya berbicara mengenai kehidupan
nanti di dunia sana, tetapi juga kehidupan saat ini disini. Bahkan seorang
liberal seperti Ernst Troeltsch harus mengakui bahwa doktrin seperti
predestinasi ternyata berdampak besar di dalam kehidupan sosial. Semangat
inilah yang harus kembali dihidupkan di dalam diri jemaat. Firman digali
bukan demi untuk penemuan itu sendiri, namun untuk memperlengkapi orang
kristen agar dapat semakin memuliaka Tuhan di dalam kehidupannya hari lepas
hari, sehingga kalimat “Gereja ada di dalam dunia, tetapi dunia bahkan tidak
sadar jika gereja ada didalamnya” tidak akan pernah lagi terucap.

BAB III
ANALISA

13
Ernst Troeltsch, Artikel Kristen Indonesia, http://artikel.sabda.org/pandangan_
Ernst_troeltsch_tentang_keunikan_calvinisme, diakses pada hari Rabu, 06 Maret 2019. Pkl 08:33.

11
Dengan berpedoman pada pembahasan sebelumnya, terkait hal-hal
yang menjadi bahan materi dalam pembahasan Agama dan Masyarakat, sudah
sangat jelas dipaparkan mengenai istilah-istilah dan kata-kata yang masih bisa
dikatakan asing didengar oleh telinga.
Pada pembahasan materi Agama dan Masyarakat tidak terlepas dari
berbagai komponen-komponen pembentuk suatu masyarakat yang diinginkan
sehingga tidak hanya menjadi suatu wacana atau angan-angan belaka. Dalam
sistem masyarakat, kita mengenal adanya kesetaraan, keseimbangan kondisi
lingkungan hidup, dan hal lain yang menjadi pokok bahasan yang nantinya
terkumpul menjadi satu dalam kajian yang disebut dengan stratifikasi sosial.
Sebuah status kependudukan menjadi hal terpenting dalam sebuah
masyarkat. Kenapa diakatakan penting, karena memang sebuah status sosial
sangat dibutuhkan dan memiliki nilai urgensi yang utama. Mengingat
partisipasi masyrakat dalam memajukan daerah atau negaranya. Hal ini
menjadi tolok ukur majunya sebuah peradaban masyarakat dalam kancah dunia
persaingan dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial, dan lain-lain.
Kerjasama sangat dibutuhkan untuk membangun sebuah situasi sistem
yang efisien dalam penerapan berbagai norma yang sudah ditetapkan dan
menjadi azas latar belakang masyarakat tersebut. Dengan tidak melupakan
peran aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan karakter di masing-
masing sikap keindividualtiasnya. Karena, setiap orang memiliki urusan dan
tugas lain yang harus dikerjakan untuk memenuhi kehidupannya.
Membahas agama dan masyarakat memang tidak akan ada habisnya,
sebab disiplin kajian dapat dihubung-hubungkan dengan berbagai aspek
kehidupan. Mengingat cakupan agama sangat luas, menjadi hal yang tidak
dapat dilepaskan pada kehidupan sehari-hari. Karena setiap aktifitas yang
dilakukan seseorang sebagian besar berhubungan dengan agama dan
kepercayaan. Begitu juga dengan masyarakat, yang menjadi salah satu
komponen syarat terbentuknya suatu negara yang berdaulat dan diakui oleh
negara lain, baik secar de facto maupun de jure.

12
Sebuah agama dan kumpulan masyarakat dapat menimbulkan suatu
budaya yang menjadi kebiasaan untuk melakukan suatu kegiatan secara terus
menerus sesuai dengan norma yang berlaku. Dari budaya ini, dapat
berpengaruh pada kepercayaan seseorang sebagai salah satu dari suatu
masyarakat. Nantinya akan menibulkan suatu proses peralihan yang
sebelumnya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan dengan sangat matang.
Peralihan ini disebut dengan konversi. Dari konversi ini, juga akan
memunculkan berbagai jenis peraliahan lain yang sesuai dan berjalan searah
dengan berbagai fase perkembangan masyarakat.
Di era postmodern ini, muncul sebuah fase dimana seseorang
menjadikan agama sebagai sebuah ideologi dalam kehidupannya. Sebuah ide
dan gagasan menjadi faktor penting dalam pemilihan jalan yang benar dalam
menentukan sebuah pilihan di masa modern atau masa kontemporer saat ini.
Adapun faktor lain yang memengaruhi konversi yang dilakukan oleh
seseorang adalah sebagai berikut yang akan disebutkan sesuai dengan pendapat
yang datang dari Lewis, yaitu: masyarkat (society), pribadi (person), agama
(religion), dan sejarah (history).14

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

14
Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm 3-5.

13
Dari bab-bab dan sub bab sebelumnya sudah dijelaskan dengan rinci
tentang apa itu agama dan masyarakat. Namun, dapat ditarik kesimpulan yaitu,
kaitan antara agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan
agama yang meliputi penulisan sejarah dalam mengubah kehidupan sosial,
argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan
kesadaran akan maut yang menimbulkan religiusitas.
Bukti diatas adalah pendapat mengenai agama merupakan tempat
mencari makna hidup yang lebih kompleks. Kemudian seterusnya, agama akan
menjadi acuan yang sangat penting terhadap hubungan atau relasi yang dapat
diwujudkan dalam lingkungan sosial kemasyarakatan. Dan juga nantinya
agama dapat menjadi salah satu komponen penting sebagai syarat terbentuknya
suatu masyarakat yang moderat atau sering disebut dengan masyarakat madani.
B. Saran
Setelah melalui proses yang cukup, baik dalam pengumpulan data dan
referensi, penyusunan, dan penulisan akhirnya makalah ini dapat diselesaikan
tanpa adanya sebuah halangan yang berarti. Berbagai masukan yang datang
dari berbagai pihak terkait hasil penulisan ini, dari pihak penulis sendiri sangat
mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya.
Penulis sendiri sadar akan kurangnya hasil penulisan ini, baik dalam
segi ketatabahasaan, struktur kalimat dan susunan klausanya. Maka dari itu,
dari penulis sendiri sangat berharap akan kritik dan tanggapan yang baik dan
membangun untuk penyusunan dan pembuatan makalah kedepannya.
Selain itu, apabila ada mahasiswa atau dari pihak pembaca yang akan
melakukan penulisan dan riset terkait dengan materi yang sama, penulis
menyarankan agar menjadikan hasil penulisan ini sebagai salah satu sumber
pengambilan referensi dalam kepenulisannya.

DAFTAR PUSTAKA

14
Baidhawiy, Zakiyuddiy. (2002), Ambivalensi Agama, Konflik & Nirkekerasan,
(Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta)
Firdaus. (2015), Relevansi Sosiologi Agama dalam Kemasyarakatan, (Jurnal Al-
AdYaN, Vol.X, No.2)
Geertz, Clifford. (1992), Tafsir Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius)

Ghazali, Dede Ahmad dan Heri Gunawan. (2015), Studi Islam: Suatu Pengantar
dengan Pendekatan Interdisipliner. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)
http://pengertianparaahli.com/pengertian-ideologi-adalah/, diakses pada hari
Rabu, 6 Maret 2019. Pkl 07:06
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-kontemporer-dan-
contohnya/, diakses pada hari Selasa, 05 Maret 2019. Pkl 22:08
http://www.definisimenurutparaahli.com/pengertian-transisi-dan-contohnya/,
diakses pada hari Rabu, 6 Maret 2019. Pkl 07:14
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-
di-indonesia/, diakses pada hari Selasa, 05 Maret 2019. Pkl 14:30.
http://www.pengertianku.net/2015/08/pengertian -stratifikasi-sosial-dan-faktor-
penyebabnya.html, diakses pada hari Selasa, 5 Maret 2019. Pkl 12:43
https://rmol.co/read/2017/08/30/305086, diakses pada hari Rabu, 6 Maret 2019.
Pkl 06.49
Ridwan. AR, Saftani. (2017), Jurnal Sulesana, Vol XI, No 1, Konversi Agama
dan Faktor ketertarikan Terhadap Islam: Studi Kasus Muallaf yang
Memeluk Islam dalam Acara Dakwah DR. Zakir Naik di Makassar.
Sumbulah, Umi. (2013), Jurnal Analisis, Vol XIII, No 1. Konversi dan
Kerukunan Umat Beragama: Kajian Makna Bagi Pelaku dan Elite
Agama- Agama di Malang
Troeltsch, Ernst. Artikel Kristen Indonesia, http://artikel.sabda.org/pandangan_
Ernst_troeltsch_tentang_keunikan_calvinisme, diakses pada hari Rabu,
06 Maret 2019. Pkl 08:33

15

You might also like