Professional Documents
Culture Documents
Teror Orang-Orangan Sawah
Teror Orang-Orangan Sawah
SETELAH naik ke kamarku malam itu, aku mengganti bajuku dengan daster panjang. Jendela kamarku
terbuka, dan angin lembut memasuki ruangan.
Aku memandang ke luar jendela. Bayangan sebuah pohon apel besar kelihatan jelas pada pekarangan
rumput.
Di balik pekarangan itu, ladang-ladang jagung tampak membentang di bawah sinar bulan purnama.
Cahayanya yang pucat menyebabkan tanaman-tanaman jagung berkilau keemasan.
Aku merinding.
Begitu banyak orang-orangan sawah. Paling tidak ada selusin, berbaris lurus, seperti pasukan yang siap
maju ke medan tempur.
Itu yang dikatakan Stanley dengan nada rendah dan menakutkan, yang belum pernah kudengar
sebelumnya.
Aku melirik weker di samping tempat tidurku. Pukul sepuluh lewat beberapa menit.
Aku pasti sudah tertidur lelap pada waktu mereka berjalan-jalan nanti, aku berkata dalam hati.
Aku bersin. Rupanya baik siang maupun malam aku alergi terhadap udara di tanah pertanian.
Aku memperhatikan bayangan-bayangan panjang orang-orangan sawah. Tiupan angin yang mendadak
bertambah kencang membuat semua tonggak membungkuk ke depan, sehingga bayangan-bayangan itu
tampak maju bergulung-gulung, bagaikan ombak di laut.