Professional Documents
Culture Documents
BIOGRAFI SUNAN Bonang
BIOGRAFI SUNAN Bonang
Tentang
KELAS : VI-A
SEKOLAH : MI NW NO 3 PANCOR
MI NW NO 3 PANCOR
T.A 2021
BIOGRAFI SUNAN BONANG
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Sunan Bonang lahir sekitar 1465 M. Beliau
merupakan putra dari Sunan Ampel dan Dewi Condrowati, atau yang biasa disebut Nyai Ageng
Manila. Maka dari itu, Sunan Bonang juga merupakan cucu dari Syekh Maulana Malik Ibrahim,
yang jika diteruskan akan bertemu dengan silsilah Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ibunya,
merupakan putri dari seorang adipati Tuban yakni Aryo Tejo.
Nama asli Sunan Bonang yaitu Syekh Maulana Makdum Ibrahim atau Raden Makdum
Ibrahim. Beliau juga merupakan kakak dari Raden Qosim atau yang dikenal sebagai Sunan
Drajad. Sejak kecil Sunan Bonang telah dibekali dengan ajaran agama Islam oleh ayahnya
dengan tekun dan disiplin. Bahkan Sunan Bonang yang masih muda pernah melakukan
perjalanan jauh untuk mendapatkan latihan atau riyadhoh sebagai seorang wali.
Saat masih remaja, Sunan Bonang pernah menyeberang hingga ke daerah Pasai, Aceh
untuk mendapatkan ajaran agama Islam dari Syekh Maulana Ishak bersama dengan Raden Paku
(Sunan Giri). Setelah kembali ke tanah Jawa, beliau menetap di daerah Bonang atau pantai utara.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Beliau tidak menikah dan tidak memiliki keturunan,
karena lebih memilih mengabdikan hidup untuk menyebarkan agama Islam.
Sepulangnya Sunan Bonang dari riyadhoh, beliau kemudian diperintahkan oleh Sunan
Ampel untuk melakukan dakwah di daerah Tuban, Jawa Timur. Beliau kemudian mendirikan
pondok pesantren sebagai pusat dakwah dan menyebarkan agama Islam melalui penyesuaian
adat Jawa. Sementara itu, murid-murid atau santri beliau berasal dari berbagai penjuru
Nusantara. Ada yang asli dari Tuban, dari pulau Madura, pulau Bawean, dan juga Jawa Tengah.
Salah satu murid Sunan Bonang yang terkenal dan sekaligus sahabatnya yaitu Sunan
Kalijaga. Menurut beberapa sumber cerita, Sunan Bonang adalah penanggung jawab atas
penyesuaian adat Jawa ke Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Beliau mengajarkan Islam
kepada muridnya dengan pendekatan unik melalui alat musik Bonang dan juga suluk atau
primbon yang hingga saat ini masih tersimpan di Universitas Laiden, Belanda.
Dari sumber lain disebutkan bahwa Sunan Bonang turut berjasa dalam mengajarkan
agama Islam kepada Raden Patah secara khusus. Raden Patah merupakan putra dari raja
Majapahit (Prabu Brawijaya V) dan merupakan sultan pertama kerajaan Demak, Jawa Tengah.
Selain itu, beliau juga diyakini turut membangun dan menjadi imam pertama Masjid Agung
Demak. Maka tidak salah jika Sunan Bonang sangat terkenal dan dihormati.
Sebelum Islam masuk Indonesia, masyarakat lebih menganut pada ajaran Hindu dan
Budha. Untuk itu, para wali dalam menjalankan dakwahnya lebih kepada akulturasi budaya.
Yakni penanaman unsur-unsur Islami tanpa mengubah budaya atau kebiasaan masyarakat yang
ada sebelumnya. Sunan Bonang sendiri menyiarkan Islam melalui kebudayaan Jawa. Beliau
menggunakan kesenian rakyat seperti pertunjukan wayang dan juga permainan gamelan
(bonang) untuk menarik simpati mereka.
Gamelan bonang merupakan jenis alat kesenian daerah yang terbuat dari kuningan dan
berbentuk bulat dengan benjolan di tengah. Jika dipukul dengan kayu lunak maka akan timbul
suara merdu, terlebih lagi jika yang memainkan adalah Sunan Bonang. Jika beliau memainkan
alat tersebut maka rakyat sekitar akan datang untuk mendengarkannya. Bahkan tidak jarang
mereka juga ingin mencoba sekaligus menembangkan lagu yang mengiringinya.
Sunan Bonang merupakan wali Allah yang memiliki cipta rasa seni yang tinggi. Setiap
lagu yang diciptakan untuk mengiringi pertunjukan wayang diisi dengan pesan-pesan agama
Islam, dan setiap baitnya ditambahkan dua kalimat syahadat. Jadi masyarakat akan mudah
menerima ajaran Islam dengan senang hati dan tidak perlu dipaksa. Setelah berhasil merebut hati
dan simpati mereka, maka tinggal mengisi Islam yang lebih mendalam.
Dalam pementasan wayang, beliau merupakan sosok dalang yang sangat piawai dalam
menarik dan membius penontonnya. Setiap aransemen yang dimainkan sunan Bonang terdapat
nuansa dzikir yang akan mendorong pendengarnya menuju kecintaan pada kehidupan akhirat.
Beliau juga gemar mengubah lakon pewayangan dengan memasukkan tuntunan Islam. Salah satu
kisah yang terkenal yakni Pandawa dan Kurawa, yang saat itu kental dengan ajaran khas Hindu.
Karya sastra gamelan dan pertunjukan wayang, Sunan Bonang juga terkenal banyak
mengubah karya sastra berbentuk tembang tamsil atau suluk. Salah satu karyanya yang sering
dilantunkan hingga sekarang yaitu lagu Tombo Ati (penyembuh jiwa). Suluk sendiri menurut
kosa kata bahasa Arab bermakna menempuh jalan thariqah atau tasawuf. Jika disampaikan dalam
bentuk tembang maka disebut suluk, sedangkan jika diungkapkan sebagai prosa disebut wirid.
1. SULUK WUJIL
Suluk Sunan Bonang yang paling terkenal yaitu suluk Wujil. Penamaan wujil
diambil dari nama salah satu cantrik beliau. Dalam syairnya terdapat dua makna, yang
pertama menggambarkan suasana peralihan dari ajaran agama Hindu menjadi Islam.
Baik dalam segi budaya, politik, sastra, intelektual dan juga kepercayaan. Seperti
runtuhnya kerajaan Majapahit, kerajaan Hindu terbesar dan terakhir di pulau Jawa,
diganti dengan Kesultanan Demak.
Sedangkan makna keduanya menjelaskan perenungan ilmu sufi, yaitu ilmu
yang mempelajari konsep Ketuhanan dan juga perbendaharaan yang dimiliki-Nya.
Suluk ini dimulai karena salah satu murid beliau, Wujil Kinasih, ingin mengetahui
tentang seluk beluk agama hingga ke rahasia yang paling mendalam. Adapun makna
yang tersirat dari suluk Wujil yaitu tentang pengenalan diri sendiri, hakikat dari
sebuah niat, dan tujuan orang beribadah.
Suluk gentur atau bentur menjelaskan tentang jalan yang harus ditempuh
untuk mencapai tingkatan tertinggi ahli sufi. Syair ini ditulis dalam sebuah tembang
wirangrong yang sangat panjang. Adapun makna dari kata gentur atau bentur sendiri
yaitu lengkap atau sempurna. Namun banyak yang mengartikan bentuk semangat atau
ketekunan. Adapun kandungan dalam suluk ini menjelaskan tentang syahadat da’im
qa’im dan fana’ ruh idafi.
Salah satu suluk Sunan Bonang yang tersimpan di Universitas Laiden ini
menggambarkan tentang seseorang yang tengah gelisah menunggu kedatangan Sang
Kekasih. Dan semakin larut waktu malam, maka kegelisahan dan kerinduannya
semakin terusik. Namun tatkala Sang Kekasih telah tiba, ia menjadi lupa akan
segalanya, kecuali wajah dari Sang Kekasih. Hingga akhirnya ia hanyut terbawa
ombak menuju lautan wujud yang tidak terhingga.
4. SULUK KHALIFAH
Gita suluk wali merupakan karya Sunan Bonang yang berbentuk lirik-lirik
puisi yang memikat. Dalam isi syairnya dijelaskan bahwa hati seseorang akan hanyut
dengan perasaan cinta layaknya terhanyut dalam air laut yang pasang atau hangus
terbakar oleh api. Selanjutnya pada akhir bait dituliskan sebuah pepatah sufi berbunyi
“Qalb al-mukmin bait Allah”, yang artinya hati seorang hamba mukmin merupakan
tempat kediaman Allah.
Sebagai putra dari Sunan Ampel yang sangat disegani di seluruh pulau Jawa,
Sunan Bonang juga dikenal memiliki ilmu yang sangat tinggi. Sunan Bonang terkenal
memiliki ilmu fiqih, tasawuf, ushuludin, seni, arsitektur, sastra, dan berbagai kesaktian,
serta kedigdayaan yang tinggi. Selain itu, beliau juga terkenal dengan ilmu kebatinannya.
Ia mengajarkan kepada murid-muridnya penekanan ilmu dengan cara sujud (sholat) dan
juga dzikir.
Dengan kata lain, secara awam penulis mengartikan bahwa Sunan Bonang ingin
mengajarkan kepada muridnya sebuah ilmu atau jurus untuk menghafal 28 huruf
hijaiyyah, agar kemudian mereka bisa membaca dan memahami isi dari Al-Qur’an.
Bahkan ilmu yang diajarkan oleh Sunan Bonang ini juga masih dilestarikan di padepokan
Ilmu Sujud dan Tenaga Dalam di Indonesia, yang dinaungi oleh organisasi Silat Tauhid
Indonesia.
B. KISAH SUNAN BONANG DAN BRAHMANA SAKTI
Meskipun memiliki ilmu dan kesaktian yang sangat tinggi, namun Sunan Bonang
tidak pernah merasa sombong, karena beliau tahu tidak ada yang lebih sakti dibandingkan
Allah. Ilmu dan kesaktian Sunan Bonang telah mengubah kiblat masyarakat Indonesia
untuk bisa memeluk agama Islam tanpa harus terpaksa. Dan akhirnya berita mengenai
Sunan Bonang ini terdengar hingga ke telinga para pendeta atau brahmana di India.
Saat kapal mereka menuju perairan Tuban, tiba-tiba badai datang dan
menghantam kapal yang mereka tumpangi. Segala cara dilakukan sang brahmana
untuk menghalau badai, namun yang terjadi ia kehabisan tenaga dan kapal yang
ditumpangi tenggelam. Ia kemudian mencari beberapa potongan kayu untuk
menyelamatkan diri dan menolong para muridnya. Sesampainya di pesisir, ia tidak
lagi memiliki kitab referensi yang susah payah didapatkannya.
Hati sang brahmana sangat ketakutan karena semua kitab yang dipelajarinya
terbukti benar. Dan dengan kejadian tersebut ia malu dan memutuskan untuk belajar
Islam dari Sunan Bonang. Ia kemudian masuk Islam tanpa harus dipaksa. Selain itu para
murid serta pengikut sang brahmana juga mengikuti jalannya untuk berganti menjadi
murid Sunan Bonang dan memeluk agama Islam.
Kisah tentang keberadaan makam Sunan Bonang yang ada dua berawal dari rencana
untuk pemakaman jasad beliau yang menjadi perebutan para muridnya. Sunan Bonang wafat di
daerah Lasem, Jawa Tengah pada tahun 1525 M. Saat itu berita tentang kematian Sunan Bonang
dengan cepat tersebar di seluruh tanah Jawa, sehingga para muridnya yang berasal dari berbagai
penjuru berdatangan untuk melakukan penghormatan terakhir.
Pada awalnya, jenazah Sunan Bonang akan dimakamkan di daerah Surabaya, berdekatan
dengan makam Sunan Ampel. Namun para murid Sunan Bonang yang berasal dari Madura
menginginkan agar pemakaman beliau ditempatkan di daerah Madura. Mendengar bahwa
jenazah Sunan Bonang tengah diangkut ke Madura menggunakan kapal, membuat murid yang
berasal dari Tuban memperebutkannya dan pada akhirnya kapal yang ditumpangi kandas di
perairan Tuban.
Beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Jami’ Tuban. Sementara murid yang berasal
dari Madura diizinkan untuk membawa kain kafan beserta pakaiannya saja, sehingga terdapat
dua pemakaman. Namun yang dianggap asli dan banyak diziarahi yaitu makam di Tuban. Hanya
Allah yang tahu, setidaknya kita bisa mengambil hikmah bahwa Allah akan mengasihi kekasih-
Nya dengan tidak menimbulkan permusuhan antara kedua santri Sunan Bonang.