You are on page 1of 23

KAJIAN ALIRAN FILSAFAT REALISME, IDEALISME, POSITIVISME,

PRAGMATISME, PROGRESIVISME, DAN PERENIALISME

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Etika Keilmuan
yang dibina oleh Prof. Dr. H. M. Zainuddin, M.Pd., dan Prof. Dr. Imron Arifin, M.Pd.

Oleh

Laufiensyah Lailatul Qodar Akbar 220154801868


Mella Nanda Nurohmah 220154800220
Mu’alfani Arsana Putri 220154801972

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Oktober 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Kajian
Aliran Filsafat Realisme, Idealisme, Positivisme, Pragmatisme, Progresivisme,
Dan Perenialisme” dapat kami selesaikan dengan baik. Begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga
makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian
pustaka maupun melalui media internet. Tim penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang filosofi enam aliran
filsafat.

Filsafat adalah sebuah mata kuliah yang selalu menekankan pada


mahasiswanya untuk berfikir, Afala takilun, dan Afala tatakalun yang sering kita
dengar dalam setiap ayat suci Al-Qur’an yang mana Allah SWT menyuruh kita
umat Nabi Muhammad SAW untuk terus berfikir dan mencari kebenaran yang
sebenar-benarnya. Segala saran dan pendapat kami ucapkan terimakasih. Kami
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam kepenulisan
dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menguatkan makalah kami.

Malang, 3 Oktober 2022

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Aliran Filsafat Realisme ................................................................................ 3

B. Aliran Filsafat Idealisme ................................................................................ 6

C. Aliran Filsafat Positivisme.......................................................................... ... 8

D. Aliran Filsafat Pragmatisme .......................................................................... 10

E. Aliran Filsafat Progresivisme ....................................................................... 12

F. Aliran Filsafat Perenialisme ........................................................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16

A. Kesimpulan .................................................................................................... 16

B. Saran ............................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat secara historis merupakan ibu dari berbagai ilmu. Perkembangan ilmu
semakin terjabarkan dan independen namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijelaskan dan dijawab oleh ilmu maka filsafat
menjadi sebuah acuan untuk memecahkan masalah. Filsafat menjadi rujukan
dalam mengambil penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah
tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas
wilayahnya dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses atau interaksi tersebut
pada dasarnya merupakan bidang kajian filsafat ilmu (kirom, 2016).

Dasar filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan ilmu dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan
pendalaman mengenai ilmu baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun
manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari
acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan
aksiologi dengan berbagai pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh
para ahli (Atmadja, 2018).

Tak dapat dipungkiri zaman filsafat modern telah dimulai dalam era filsafat
modern dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke-20 munculnya
berbagai aliran pemikiran yaitu rasionalisme, idealisme, positivisme,
evolusionisme, materalisme, neo-kantianisme, pragmatisme, filsafat hidup,
fenomenologi, eksistensialisme dan neo-thomisme. Namun di dalam pembahasan
kali ini yang akan dibahas aliran filsafat realisme, idealisme, positivisme,
pragmatisme, progresivisme, dan perenialisme. Kajian enam filsafat tersebut
diuraikan dalam paparan dibawah ini (Nurhadi, 2022).

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Apa kajian tentang aliran filsafat Realisme ?

2. Apa kajian tentang aliran filsafat Idealisme ?

3. Apa kajian tentang aliran filsafat Positivisme ?

4. Apa kajian tentang aliran filsafat Pragmatisme ?

5. Apa kajian tentang aliran filsafat Progresivisme ?

6. Apa kajian tentang aliran filsafat Perenialisme ?

C. Tujuan

1. Untuk mendeskripsikan kajian tentang aliran filsafat Realisme ?

2. Untuk mendeskripsikan kajian tentang aliran filsafat Idealisme ?

3. Untuk mendeskripsikan kajian tentang aliran filsafat Positivisme ?

4. Untuk mendeskripsikan kajian tentang aliran filsafat Pragmatisme ?

5. Untuk mendeskripsikan kajian tentang aliran filsafat Progresivisme ?

6. Untuk mendeskripsikan kajian tentang aliran filsafat Perenialisme ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Filsafat Realisme

1. Pengertian Aliran Filsafat Realisme


Memasuki abad ke-20, realisme muncul. Real berarti yang aktual atau
yang ada, kata tersebut menunjuk kepada benda-benda atau kejadian-kejadian
yang sungguh-sungguh, artinya yang bukan sekadar khayalan atau apa yang
ada dalam pikiran. Real menunjukkan apa yang ada. Pada dasarnya realisme
merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. (buku filsafat
pendidikan). Realisme merupakan aliran yang ada di dalam ilmu pengetahuan.
Aliran ini mempersoalkan lingkup obyek pengetahuan manusia. Pandangan
aliran realisme bahwa obyek pengetahuan manusia terletak di luar diri
manusia (Musdiani, 2011)
Realisme berbeda dengan idealisme yang bersifat monistis. Aliran
realisme ini dibagi menjadi dua golongan: a. Golongan realisme rasional.
Aliran realisme rasional dibagi dua lagi 1) realisme klasik, 2) realisme
relegius. Kedua aliran ini (aliran realisme klasik dan aliran realisme relegius)
berpangkal pada filsafat Aristoteles. Namun demikian ada perbedaan antara
dua aliran ini. Perbedaanya adalah aliran realisme klasik langsung dari
pandangan Aristoteles, sedangkan aliran realisme religius tidak langsung, ia
berkembang pada filsafat Thomas Aquina, yaitu filsafat kristen yang
kemudian dikenal dengan aliran Thomisme, pandangan dari kedua aliran
realisme ini setuju bahwa dunia materi adalah nyata dan berada diluar orang
yang mengamatinya. Penganut aliran Thomisme ini berpendapat bahwa jiwa
itu penting walaupun tidak nyata seperti badan. Maka aliran ini juga
berpendapat bahwa jiwa dan badan diciptakan oleh Tuhan YME. Aliran
Thomisme juga berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh melalui wahyu,
berpikir dan pengalaman. Penganut aliran realisme religius juga berpandangan
bahwa aturan-aturan keharmonisan alam semesta ini merupakan ciptaan

3
4

Tuhan, maka kita harus mempelajarinya. b. Golongan aliran realisme alam


atau realisme ilmiah berkembangnya ilmu pengetahuan alam. Aliran realisme
alam ini bersifat skeptis dan eksperimentil. Aliran ini berpandangan bahwa
dunia di sekeliling kita nyata, maka yang menjadi tugas ilmu pengetahuan
adalah menyelidiki semua isinya (Widodo, 2015).
Kesimpulan yang dapat ditarik dari aliran realisme yaitu dapat juga disebut
empirisme, yaitu aliran filsafat dalam ilmu pengetahuan yang memandang
bahwa pengalaman adalah sumber atau dasar pengetahuan manusia.
Sebaliknya aliran yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah resiko
disebut rasionalisme. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu
subyek yang menyadari dan mengatahui disatu pihak, dan dipihak lainnya
adalah adanya realita diluar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek
pengetahuan manusia. dan ini bukan tugas dari filsafat. Tugas filsafat tidak
lain adalah mengkoordinasi konsep-konsep dan penemuan-penemuan dari
ilmu pengetahuan yang bermacam-macam itu, menurut aliran ini alam bersifat
menetap, memang ada perubahan nya, akan tetapi perubahannya langsung
sesuai dengan hukum-hukum alam yang bersifat menetap yang membuat alam
semesta ini terus berlangsung menurut susunannya yang teratur.

2. Implikasi Aliran Filsafat Realisme Terhadap Pendidikan


Implikasinya realisme dalam pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak
yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting bagi semua masyarakat
untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan pendidikan
yang baik. Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara
dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia
fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu
subjek yang menyadari, mengetahui di satu pihak, dan di pihak lainnya adalah
adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan
manusia (Shomad, 2022).
5

Prinsip implikasi realisme dalam dunia pendidikan antara lain.

a. Inisiatif dalam pendidikan berada pada pendidik bukan pada anak. Hal
ini dilakukan berdasarkan tujuan pendidikan yakni untuk
menyesuaikan hidup dan tanggung jawab sosial.
b. Peranan pendidik yaitu memberi perhatian pada peserta didik seperti
apa adanya.
c. Menciptakan anak didik untuk menguasai pengetahuan yang handal
dan dapat di percaya melaui kedisiplinan mental maupun moral.
d. Kurikulum dirancang mencakup semua pengetahuan.
e. Metode belajar di pengaruhi pengalaman. Metode penyampaian secara
logis dan memerhatikan unsur psikologis.
6

B. Aliran Filsafat Idealisme

1. Pengertian Aliran Filsafat Idealisme


Idealisme berasal dari kata idea yang berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa
dan Isme yang berarti paham/ pemikiran. Sehingga, idealisme adalah doktrin
yang mengajarkan bahwa hakekat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
kebergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (roh). Keyakinan ini ada pada
Plato. Pada filsafat modern, pandangan ini mula-mula kelihatan pada George
Berkeley (1685-1753) yang menyatakan bahwa hakekat objek-objek fisik
adalah idea-idea (Mubin, 2019).
Idealisme mempunyai nama lain yaitu serba cita yang merupakan salah
satu aliran filsafat tradisional yang paling tua dan merupakan aliran ilmu
filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurut Plato, cita adalah gambaran asli
yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli
(cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan
antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri
selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang
mengalami gerak tidak dikategorikan idea. Alasan yang terpenting dari aliran
ini ialah manusia menganggap roh atau sukma itu lebih berharga, lebih tinggi
nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh itu dianggap sebagai
hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau
penjelmaannya saja (Saragih et al., 2021).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan Idealisme adalah sistem
filsafat dari Plato dan dikembangkan oleh para pengikutnya yang menekankan
pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul), jiwa (spirit) atau ide dari
pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material. Pandangan-pandangan
umum yang disepakati oleh para filsuf idealisme, yaitu jiwa (soul) manusia
adalah unsur yang paling penting dalam hidup, sedangkan hakikat akhir alam
semesta pada dasarnya adalah nonmaterial.
7

2. Implikasi Aliran Filsafat Idealisme Terhadap Pendidikan

Filsafat Idealisme merupakan salah satu filsafat yang dikembangkan


dalam pendidikan. Bidang pendidikan, manusia khususnya peserta didik
adalah subyek pendidikan. Pendidikan perlu mengetahui secara jelas tentang
manusia atau peserta didik tersebut. Dengan sendirinya muncullah
pertanyaan mengenai apa manusia dan apa peserta didik. Jawaban pertanyaan
tersebut bersifat abstrak maka di sinilah diperlukan adanya filsafat dalam
pendidikan. Filsafat idealisme sebagai salah satu aliran filsafat memiliki
pengaruh besar dalam implementasi pendidikan. Kenyataan dan kebenaran
sesuatu, bagi idealisme pada hakikatnya sama kualitasnya dengan hal yang
bersifat spiritual atau ide-ide (Rusdi, 2013).
Idealisme memiliki keterkaitan dengan konsep abadi (ideas), seperti
kebenaran, keindahan dan kemuliaan. Idealisme pada intinya adalah suatu
penekanan pada realitas ide atau gagasan, pemikiran atau akal-pikir yang
dijadikan sebagai dasar atau pijakan hal yang bersifat material. Kita dapat
menilai bahwa filsafat idealisme sangat konsen tentang keberadaan
sekolah/lembaga pendidikan. Aliran inilah yang pertama melakukan oposisi
secara fundamental terhadap filsafat naturalisme. Pendidikan harus terus
eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai bentuk
dari kebutuhan spiritual dan tidak sekadar kebutuhan alam semata (Mubin,
2019).
Implikasi filsafat pendidikan idealisme yang dapat disebutkan
diantaranya sebagai berikut untuk a. Tujuan, membentuk karakter,
mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial, b.
Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional
dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan, c. Metode, diutamakan
metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat pula dimanfaatkan,
d. Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan
kemampuan dasarnya, e. Pendidik bertanggung jawab dalam menciptakan
lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan semua unsur yang ada di
alam.
8

C. Aliran Filsafat Positivisme

1. Pengertian Aliran Filsafat Positivisme

Positivisme berasal dari bahasa Inggris yakni positivism atau positivus


yang berarti meletakkan. Peletak dasar pemikiran positivisme ialah August
Comte. Pemikiran Comte tentang positivisme ia tuangkan dalam karyanya
dengan judul the course of positive philosophy. Pemikiran Comte kemudian
disebut dengan aliran filsafat postivisme yang mana aliran ini disebut sebagai
aliran yang menekankan aspek faktual pengetahuan. Aliran positivisme yang
berkembang pada abad ke-19 ini juga diartikan dengan aliran filsafat yang
meyakini bahwa ilmu-ilmu alam adalah satu-satunya sumber pengetahuan
yang benar sehingga studi filosofis atau metafisik akan ditolak dalam aliran
ini (Surawardi & Maulidi, 2022).
Menurut Syarifuddin (2015) aliran positivisme berpandangan bahwa
satu-satunya sumber ilmu pengetahuan adalah alam yang realistis. Sehingga
aliran ini sangat mengutamakan metode ilmiah dan aspek faktual
pengetahuan. Positivisme hanya mempercayai fakta yang dapat diregistrasi
secara inderawi yang dijadikan objek ilmu pengetahuan. Fakta tersebut dapat
ditinjau dan diuji setelah itu barulah kemudian dijadikan landasan
pengetahuan. Pandangan positivisme sangat bertolak belakang dengan
pandangan tradisional dan agama. Bahkan dalam perkembangannya
positivisme telah memaksa agama dan metafisika turun tahta dari landasan
berfikir manusia dalam mengatur susunan masyarakat. Sebelum lahir
positivism orang berkeyakinan bahwa seluruh alam termasuk masyarakat
dikuasai oleh hukum alam yang lepas dari kemauan manusia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aliran filsafat positivisme
adalah suatu aliran yang mengajarkan konsep filsafat yang mengutamakan
sumber pengetahuan yang benar sehingga studi filosofis atau metafisik akan
ditolak dan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan adalah alam yang
realistis.
9

2. Implikasi Aliran Filsafat Positivisme Terhadap Pendidikan


Menurut Surawardi & Maulidi (2022) implikasi aliran filsafat positivisme
terhadap pendidikan ada dua yaitu terhadap kurikulum dan metode
pembelajaran.
a. Kurikulum

Dalam kurikulum akan dirumuskan mengenai arah pendidikan yang akan


dicapai serta pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh setiap peserta
didik. Ibarat nahkoda pada kapal kurikulum akan mengarahkan proses
pembelajaran ke arah yang jelas sehingga tujuan pembelajaran yang
diinginkan dapat tercapai. Pengembangan kurikulum yang telah mewarnai
pendidikan di Indonesia tidak jauh dari hal-hal empiris. Segala pengalaman
baik dari orang tua, guru, maupun para ahli pendidikan akan menjadi
pertimbangan tersendiri bagi perjalanan perkembangan kurikulum di
Indonesia. Pengembangan kurikulum yang telah dijalankan selama ini tidak
terlepas dari kondisi aktual masyarakat misalnya pada aspek ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ketika sebuah realita kehidupan menampakkan
segala bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara nyata dan
empiris maka kurikulum yang akan dikembangkan pun harus mampu
mengakomodasi dan mengantisipasi laju perkembangan tersebut.

b. Metode Pembelajaran

Peran filsafat positivisme dalam aspek metode pembelajaran dapat dilihat


dari dua hal yaitu filsafat positivisme berperan dalam kegiatan
pengembangan metode pembelajaran dan pemikiran filsafat positivisme
berperan sebagai metode pembelajaran itu sendiri. Berbagai kegiatan
pengembangan metode pembelajaran tentu didasari pada data dan sesuatu
yang bersifat empiris. Untuk mengembangkan sebuah metode pembelajaran
diperlukan data-data empiris berupa jumlah peserta didik, jumlah pendidik
tingkat keberhasilan pembelajaran (nilai) dan data empiris lainnya. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan dalam rangka menguji dan mengembangkan
sebuah metode pembelajaran, alur berpikir yang digunakan ialah cara
pemikiran dari filsafat positivisme.
10

D. Aliran Filsafat Pragmatisme

1. Pengertian Aliran Filsafat Pragmatisme

Istilah pragmatisme berasal dari kata yunani pragma yang berarti


perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme berarti aliran, ajaran, atau
paham. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pragmatisme adalah ajaran
yang menekankan pemikiran itu menuruti tindakan (Saragih et al., 2021).
Menurut Hadi (2014) pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen atau tindak percobaan serta
kebenaran yang mempunyai akibat-akibat yang memuaskan. Pragmatisme
juga bisa dimaknai sebagai kecenderungan untuk mempergunakan segala
sesuatu secara berguna.
Maslakhah (2019) menjelaskan bahwa pragmatisme adalah paham atau
ajaran filsafat yang mengutamakan tindakan yang bermanfaat bagi pelakunya
secara praktis. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan
bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan
bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak
mutlak. Mungkin suatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan
kegunaan bagi masyarakat tertentu tetapi terbukti berguna bagi masyarakat
yang lain. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang
benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan
akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan pragmatisme ialah
logika pengamatan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja
membawa akibat praktis. Pengalaman pribadi maupun kebenaran mistis
semuanya bisa diterima asalkan membawa akibat praktis yang bermanfaat.
Patokan pragmatisme adalah manfaat hidup praktis (Meiyani, 2013).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aliran filsafat pragmatisme
adalah suatu aliran yang mengajarkan konsep filsafat yang mengutamakan
tindakan secara praktis untuk mempergunakan segala sesuatu secara berguna
dengan memiliki kebenaran yang mempunyai akibat-akibat yang memuaskan.
11

2. Implikasi Aliran Filsafat Pragmatisme Terhadap Pendidikan

Secara realistis John Dewey mengkritik pendidikan yang hanya


menekankan pentingnya peranan guru dan peserta didik dalam sistem
pendidikan. Pendidikan harus bersifat partisipatif yang dalam prosesnya
menekankan pada keterlibatan peserta didik agar dapat melakukan
pendidikan secara aktif bukan hanya pasif, mendengar, mengikuti, mentaati,
dan mencontoh guru tanpa mengetahui apakah yang diikutinya baik atau
buruk. Dalam pendidikan partisipatif seorang pendidik lebih berperan sebagai
tenaga fasiliator sedangkan keaktifan lebih dibebankan kepada peserta didik.
Pendidikan partisipatif dapat diterapkan dengan cara mengaktifkan peserta
didik pada proses pembelajaran yang berlangsung. Peserta didik dituntut
untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional, keterampilan, dan
kreativitas dengan cara melibatkan peserta didik secara langsung ke dalam
proses belajar sehingga nantinya peserta didik dapat secara mandiri mencari
problem solving dari masalah yang dihadapi (Saragih et al., 2021).
John Dewey meyakini bahwa pusat dari kurikulum seharusnya mencakup
pengalaman peserta didik. Jika kurikulum menjadi tujuan pendidikan itu
berarti peserta didik berhenti berpikir, berhenti merenungkan
pengalamannya, dan pada akhirnya kematian masyarakat itu sendiri.
Pendidikan harus membawa konsep mengenai perubahan dan perkembangan
masyarakat. Kurikulum harus mengabdi kepada peserta didik sehingga
dengan bantuan kurikulum peserta didik dapat merealisasikan dirinya,
mewujudkan bakat-bakat, nilai, dan sikap untuk hidup dalam masyarakat.
Dengan kata lain apa yang tersaji dalam kurikulum adalah interaksi antar
peserta didik serta interaksi guru dengan peserta didik. Bukan relasi
menguasai ataupun relasi subjek-objek dimana peserta didik adalah pihak
yang harus menerima tanpa bertanya. Interaksi ini bukan hanya persoalan
interaksi fisik tapi juga bersifat sosiologis yang artinya nilai, tujuan, sikap,
dan makna termasuk di dalamnya (Saragih et al., 2021).
12

E. Aliran Filsafat Progresivisme

1. Pengertian Aliran Filsafat Progresivisme


Aliran progesivisme adalah salah satu aliran filsafat Pendidikan yang
berkembang sejak abad ke XX (20) yang memiliki pengaruh dalam perubahan
dan pembaruan pada aliran filsafat Pendidikan. Aliran progesivisme dalam
perkembangannya didorong oleh aliran filsafat Pendidikan lainya seperti
aliran naturalism, eksperimentalisme, instrumentalisme, evironmentalisme dan
pragmatisme (Saragih al., 2021). Secara bahasa istilah progresivisme berasal
dari kata progresif yang artinya bergerak maju. Progresivisme juga dapat
dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Progresivisme
sering dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya, progresivisme
merupakan suatu aliran filsafat yang menghendaki suatu kemajuan yang akan
membawa sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan bahwa
progresivisme adalah sebuah aliran yang menginginkan perubahan-perubahan
secara cepat (Mustaghfiroh, 2020).
Dalam historis aliran filsafat Pendidikan progesivisme diprakasai oleh
seorang filsuf yaitu John Dewey, beliau merupakan salah satu filsuf yang
mencetuskan sekolah dengan system progesivisme. Aliran prosivisme
dicetuskan sebagai protes terhadap proses Pendidikan yang otoriter, aliran
progesivisme lebih mengedapankan sisi humanisme dimana Pendidikan harus
berdasarkan perkembangan secatra merdeka dan spontan anak. Aliran
progresivisme mendukung adanya pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada
peserta didik (student centered) dan bertujuan mengembangkan berbagai
aspek kemampuan individu dalam menghadapi tantangan zaman yang
semakin kompleks (Faiz & Kurniawaty, 2020). Menurut Mustaghfiroh (2020)
dalam juranalnya berkata bahwa progesivisme merupakan aliran yang
menghendaki perubahan pribadi menjadi lebih Tangguh dan mempu
mengahadapi segala macam masalah kehidupan sosial masyarakat. Oleh
karena itu aliran filsafat Pendidikan ini sangat dibutuhkan dalam proses
Pendidikan. Pada aliran progesivisme selalu memandang apapun itu kedepan.
Dengan demikian manusia dipandang sebagai makhluk yang dinamis dan
13

kreatif. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang memiliki kebebasan,


semua itu penting demi kemajuan yang diperlukan oleh manusia itu sendiri.
Menurut Ruslan (2018) filsafat progesivisme, bukan hanya memberikan atau
mentransfer pengetahuan kepada peserta didik saja, namun peserta didik
diharapkan bisa memahami realita kehidupan yang akan terjadi kedepanya.
Jadi lebih jelas bahwa aliran ini beroriantasi untuk masa depan yang lebih
maju dan sesuai dengan kebutuhan.
Dalam hal ini maka konsep filsafat progesivisme diharapkan mampu
memberikan pemahaman dalam mengebangkan skill dan karakter utuk
mempersiapkan menghadapi tantangan yang lebih berat kedepanya. Hal ini
Sejalan dengan teori yang mengatakan aliran progresivisme dalam pendidikan
mempersiapkan dan mengembangkan sebuah realita kehidupan, agar manusia
bisa survive menghadapi tantangan hidup sesuai kondisi zaman dan
tantangannya (Aiman, 2021).

2. Implikasi Aliran Filsafat Progresivisme Terhadap Pendidikan


Progresivisme merupakan sebuah teori yang muncul dalam reaksi terhadap
pendidikan tradisional yang selalu menekankan kepada metode formal
pengajaran. Pada dasarnya teori ini menekankan kepada beberapa prinsip di
antaranya ialah
a) proses pendidikan berawal dan berakhir pada peserta didik.
b) peserta didik adalah sesuatu yang aktif bukan pasif,.
c) peran guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing dan pengarah.
d) sekolah harus menciptakan iklim yang bersifat kooperatif dan demokratif.
e) aktivitas pembelajaran lebih fokus pada pemecahan masalah bukan untuk
mengajarkan materi kajian.
Hal ini sejalan dengan teori bahwa aliran progresivisme disebut juga
sebagai isntrumentalisme, ekperimental yang erat kaitannya dengan alat,
pengalaman, lingkungan, serta kemajuan dan manfaat dari suatu aktivitas yang
dilakukan termasuk aktivitas pendidikan. Sedangkan dilihat dari segi
sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana potensi dan daya itu harus
dibimbing agar potensi yang dimiliki peserta didik dapat diubah menjadi
sesuatu yang berguna bagi anak tersebut (Saragih et al., 2021).
14

F. Aliran Filsafat Perenialisme

1. Pengertian Aliran Filsafat Perenialisme


Istilah kata perenialisme berasal dari kata latin yaitu perenis atau bisa
disebut perennial yang berarti tumbuh terus menerus, hidup terus menerus dari
waktu kewaktu atau abadi. Dapat dianalogikan bahwa perenialise adalah suatu
perubahan yang sama dari musim kemusim (Habsari, 2013). Aliran
perenialisme ini dipengaruhi oleh berbagai tokoh yaitu Plato, Aristoteles dan
Thomas Aquinas. Filsafat aliran paranialisme ini di menganut dua asas yaitu
yang theologis bernaung pada supermasi gereja katolik, berorientasi pada
ajaran tafsir Thomas Aquinas. Sekuler yang berpegang teguh pada pemikiran
Plato dan Aristoteles (Saragih et al., 2021).
Menurut Habsari (2013) perenialisme lahir sebagai suatu reaksi dan solusi
terhadap pendidikan progresif dan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka
sebut krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Perenialisme
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
sesuatu yang baru. Kaum perenialis melawan kegagalan-kegagalan dan tragedi
dalam abad modern ini dengan mundur kembali kepada kepercayaan yang
aksiomatis yang telah teruji tangguh, baik mengnai hakikat realitas,
pengetahuan, maupun nilai yang telah member dasar fundamental bagi abad-
abad sebelumnya. Menurut Pelu (2011) perenialisme mengambil jalan yang
regresif karena berpandangan bahwa tidak ada jalan lain kecuali kembali
kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan
Zaman Kuno dan Abad Pertengahan, yaitu kepercayaan-kepercayaan
aksiomatis mengenai pengetahuan, realita dan nilai. Pandangan perenialisme
dengan mengambil jalan regresif tersebut, bukanlah hanya nostalgia atau rindu
akan nilai-nilai lama untuk diingat atau dipuja, tetapi berpendapat bahwa nilai-
nilai tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembangunan kebudayaan
abad ke duapuluh. Prinsip-prinsip aksiomatis yang tidak terikat oleh waktu itu
terkandung dalam semua sejarah.
Perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada
kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji
15

ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan


pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh
(Siregar, 2016). Pereniaisme dengan kata dasarnya perenial, yang berarti
continuing throughout the whole year atau lasting for a very long time, yakni
abadi atau sampai kekal yang terus ada tanpa akhir. Dalam pengertiannya
yang lebih umum dapat dikatakan bahwa tradisi dipandang juga sebagai
prinsip-prinsip yang abadi yang terus mengalir sepanjang sejarah manusia,
karena ia adalah anugerah Tuhan pada semua manusia dan memang
merupakan hakikat insaniah manusia (Afiyah, 2020).

2. Implikasi Aliran Filsafat Perenialisme Terhadap Pendidikan


Bisa dilihat bahwa Perenialisme memandang peserta didik sebagai
makhluk rasional sehingga guru memiliki posisi dominan dalam kegiatan
proses pembelajaran di kelas dan membimbing diskusi agar memudahkan
peserta didik. Setiap peserta didik dianggap telah memiliki potensi yang harus
diarahkan sehingga memiliki kebenaran-kebenaran secara tepat. Dorongan
mencari pengetahuan atau dorongan ada dalam diri manusia untuk
memunculkan sikap selalu ingin tahu dan mempelajari hal-hal yang ada di
sekitarnya. Pendidikan juga demikian, orang yang memiliki tanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi
peserta didik baik dari segi aspek kognitif, afektif maupun psikomotoriknya
(Saragih et al., 2021). Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan
kembali atau mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan
sumbangan yang berpengaruh, baik berupa teori maupun praktik bagi
kebudayaan dan pendidikan sekarang. Maka, dapat dikatakan bahwa
perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali, yaitu sebagai
suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang ini perlu dikembalikan ke
kebudayaan masa lampau (Habsari, 2013).
Bisa disimpulkan bahwasanya pada filsafat perenialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasarkan pada kesatuan, bukan mencerai-beraikan, bukan
membanding-bandingka. Dengan dasar apa yang terjadi pada Pendidikan
sekarang harus berpedoman juga dengan dasar Pendidikan di masa lalu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat menjawab pertanyaan fundamental, siapa kita dan mengapa kita
ada di sini, lewat filsafat kita dapat menjelajahi makna kehidupan,
pengetahuan, moralitas, realitas eksistensi Tuhan, kesadaran, politik, agama,
ekonomi, seni, bahasa, dan pendidikan. Filsafat ilmu dengan berbagai macam
paradigmanya merupakan sejarah jalan menuju perkembangan ilmu
pengetahuan di masa kini pandangan ini dibutuhkan untuk mengembangkan
ilmu dan pengetahuan dengan metode apapun asalkan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Realisme berpendapat bahwa pengalaman adalah sumber atau dasar
pengetahuan manusiamanusia yang sesuai dengan hukum alam yang bersifat
menetap, membuat alam semesta ini terus berlangsung sesuai susunan yang
teratur. Implikasi aliran ini menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dengan
pendidikan yang baik sesuai dengan kebutuhan dan hak yang mendasar.
Idealisme menekankan akal pikiran sebagai hal dasar atau lebih dulu ada
bagi materi hingga menganggap bahwa akal pikiran adalah sesuatu yang
nyata sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal pikiran atau
jiwa. Bidang pendidikan filsafat ini memiliki pengaruh besar dalam
implementasinya. Pendidikan harus terus tampil sebagai lembaga untuk
proses Pemasyarakatan manusia sebagai bentuk dari kebutuhan spiritual dan
tidak sekedar kebutuhan alam semesta.
Aliran filsafat positivisme sangat mengutamakan metode ilmiah dan
aspek faktual pengetahuan serta aliran ini mempercayai fakta yang dapat
diregistrasi secara indrawi yang dijadikan objek ilmu pengetahuan. Implikasi
terhadap pendidikan pada aliran positivisme berupa kurikulum dan metode
pembelajaran. Pengembangan kurikulum yang dijalankan tidak terlepas dari
kondisi aktual masyarakat misalnya pada aspek ilmu pengetahuan dan

16
17

teknologi. Mengembangkan sebuah metode pembelajaran menurut aliran ini


dilakukan melalui data-data empiris.
Pragmatisme menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen
atau percobaan serta kebenaran yang mempunyai akibat yang signifikan.
Kritik terhadap implikasi pendidikan yang di kemukakan oleh John Dewey
yakin pendidikan hanya menekankan pentingnya peran guru dan peserta didik
dalam sistemnya. Pendidikan bersifat partisipasi yang dalam prosesnya
menekankan pada keterlibatan peserta didik.
Progresivisme sebuah aliran yang menginginkan perubahan-perubahan
secara cepat. Aliran filsafat ini dicetuskan sebagai akibat dari protes proses
pendidikan yang otoriter kemudian progresivisme ini mengedepankan Sisi
humanisme di mana pendidikan harus berdasarkan Perkembangan secara
merdeka dan spontan terhadap peserta didik.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi dan solusi terhadap pendidikan
progresif dan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut krisis
kebudayaan dalam kehidupan manusia modern pada filsafat ini menekankan
perubahan dan sesuatu yang baru. Ditinjau dari implikasi pendidikan aliran
perenialisme memandang peserta didik sebagai makhluk rasional sehingga
guru menjadi pusat dalam kegiatan proses pembelajaran di kelas dan
membimbing diskusi agar memudahkan peserta didik.
B. Saran
Setelah mempelajari dan mengkaji tentang filsafat ini, diharapkan para
pembaca memiliki daya berfikir kritis terhadap permasalahan-permasalahan
yang ada di dunia pendidikan. Berbeda tentu bisa, bertentangan atau tidak.
Memahami para filsuf mencari dan mendekati kebenaran memperkaya
pemahaman kita dan membiasakan diri kita dengan ragam caranya mencari
kebenaran dan kebenaran yang didapat. Belajar filsafat berarti kita bisa
memahami dari mana kebenaran itu berasal, Bagaimana didapat, dan kapan
kebenaran itu berubah menjadi suatu yang salah. Kemampuan memahami
bukan menghakimi atau merendahkan pemikiran yang berbeda atau dianggap
salah adalah karakter pemahaman filsafat sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Afiyah, I. N. (2020). Filsafat Perenialisme dalam Kurikulum Pendidikan Anak


Usia Dini. (JAPRA) Jurnal Pendidikan Raudhatul Athfal (JAPRA), 3(2), 52–
70. https://doi.org/10.15575/japra.v3i2.8885

Atmadja, N. B. (2018). Saraswati dan Ganesha Sebagai Simbol Paradigma


Interpretativisme dan Positivisme. El-Afkar, 7(1), 69–74.

Faiz, Aiman, P. (2021). PERAN FILSAFAT PROGRESIVISME DALAM


MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN CALON PENDIDIK DI ABAD-21.
JURNAL EDUCATION AND DEVELOPMENT, 9(1), 131–131.
https://doi.org/10.37081/ED.V9I1.2308

Faiz, A., & Kurniawaty, I. (2020). KONSEP MERDEKA BELAJAR


PENDIDIKAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT
PROGRESIVISME. Konstruktivisme : Jurnal Pendidikan Dan
Pembelajaran, 12(2), 155–164.
https://doi.org/10.35457/KONSTRUK.V12I2.973

Habsari, N. T. (2013). Implementasi Filsafat Perenialisme Dalam Pembelajaran


Sejarah. AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA, 3(01).
https://doi.org/10.25273/AJSP.V3I01.908

Hadi, S. (2014). Ujian Nasional Dalam Tinjauan Kritis Filsafat Pendidikan


Pragmatisme. Al Adzka, 4(2). https://doi.org/10.18592/aladzkapgmi.v4i2.139

Hisarma Saragih, Stimson Hutagalung, A. T. M., Dina Chamidah, Muh. Fihris


Khalik, Sahri, P. W., & Bonaraja Purba, Sri Rezeki Fransiska Purba, I. K.
(2021). Filsafat Pendidikan. In Yayasan Kita Menulis (Vol. 3, Issue April).

Kebangsaan, P. (2016). Filsafat Ilmu Dan Arah Pengembangan Pancasila:


Relevansinya Dalam Mengatasi Persoalan Kebangsaan. Jurnal Filsafat,
21(2), 99–117. https://doi.org/10.22146/jf.3111

18
19

Maslakhah, S. (2019). Penerapan Metode Learning By Doing Sebagai


Implementasi Filsafat Pragmatisme Dalam Mata Kuliah Linguistik Historis
Komparatif. Diksi, 27(2), 159–167.
https://doi.org/10.21831/diksi.v27i2.23098

Meiyani, N. (2013). Penerapan Aliran Filsafat Pragmatisme. Jassi, 12(2), 209–


220. https://ejournal.upi.edu/index.php/jassi/article/download/4066/2929

Mubin, A. (2019). Refleksi Pendidikan Filsafat Idealisme. Rausyan Fikr : Jurnal


Pemikiran Dan Pencerahan, 15(2), 25–39.
https://doi.org/10.31000/rf.v15i2.1801

Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran


Progresivisme John Dewey. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3(1),
141–147. https://doi.org/10.30605/JSGP.3.1.2020.248

Pelu, M. (2011). LINTASAN SEJARAH FILSAFAT PENDIDIKAN


PERENIALISME DAN AKTUALISASINYA. AGASTYA: JURNAL
SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA, 1(2).
https://doi.org/10.25273/AJSP.V1I2.711

Pendidikan, J., Budaya, S., Pemikiran, D., Pergulatan, D. A. N., & Moderen, F.
(2022). A s i n. 2, 408–427.

Rusdi. (2013). Filsafat Idealisme (Implikasinya dalam Pendidikan). Jurnal


Dinamika Ilmu, 13(2), 291–306. https://doi.org/10.21093/di.v13i2.70

Ruslan. (2018). Perspektif Aliran Filsafat Progresivisme Tentang Perkembangan


Peserta Didik. 2(2), 211–217.

Shomad, A. (2022). Filsafat Realisme Sebagai Upaya Pembaharuan


Pembelajaran Dalam Praksis Pendidikan Luar Sekolah Philosophy of
Realism as an Effort to Renew Learning in the Practice of Nonformal
Education. 6(1), 69–73.

Siregar, R. L. (2016). Teori Belajar Perenialisme. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan


Ilmu Pengetahuan, 13(2), 172–183. https://doi.org/10.25299/AL-
HIKMAH:JAIP.2016.VOL13(2).1522
20

Surawardi, S., & Maulidi, A. R. (2022). Filsafat Positivisme Dan Ilmu


Pengetahuan Serta Perannya Terhadap Pendidikan Di Indonesia. JURNAL
YAQZHAN: Analisis Filsafat, Agama Dan Kemanusiaan, 8(1), 36.
https://doi.org/10.24235/jy.v8i1.9771

Syarifuddin, A. (2015). Filsafat Positivisme dan Aliran Hukum Positif. Legalitas


Edisi, 7(1), 1–22.
http://legalitas.unbari.ac.id/index.php/Legalitas/article/view/61/51

Tgk, J., Di, C., & Aceh, B. (2011). Musdiani, Aliran- Aliran Dalam Filsafat….. II,
10–16.

Widodo, S. A. (2015). Pendidikan Dalam Perspektif Aliran-Aliran Filsafat (A.


Hamdi (ed.); 1st ed.). Idea Press.

You might also like