You are on page 1of 16

PAPER PERAN UU KETENAGAKERJAAN DALAM PERLINDUNGAN

HUKUM KEPADA BURUH/TENAGA KERJA DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU :

GERENDA NURWULAN S.H., M.H.

FADEL MUHAMMAD FACHRIZAL

20410411

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


ABSTRACK

In Indonesia, there is diversity such as culture, customs, religion, etc. Apart from this,
Indonesia has so many natural resources and human resources. In this case, the human
resources are employment in Indonesia. Employment is all matters relating to the workforce
before, during, and after the work period. Manpower is every person who is able to do work
to produce goods and/or services both to meet their own needs and for the community.
Protection of workers is the most important thing in employment. The initial step of a work
agreement made by the entrepreneur and the employer, the implementation of rights and
obligations becomes the fulcrum. The issuance of Law No. 13 of 2003 concerning Manpower
states that employment is everything related to labor both before, during and after the work
period. The need for worker protection is to get a job and a decent living without
discrimination against race, sex and gender. The same applies to persons with disabilities and
the obligation to provide rights and obligations in the form of legal protection for workers.
Employment problems can arise due to several factors such as education, job opportunities
and relatively low economic growth. This is experienced by many countries including
Indonesia, because until now there are still many unemployed or more precisely people who
cannot work because of the lack of job opportunities.

Keywords : Labor; labor law; Legal protection

Di indonesia terdapat keanekaragam seperti budaya,adat,agama,dll. Terlepas dari hal tersebut,


indonesia mempunyai SDA dan SDM yang begitu banyak. Dalam hal ini Sumber daya
manusianya yaitu ketenagakerjaan di indonesia, Ketenagakerjaan adalah segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Perlindungan terhadap tenaga kerja adalah hal yang paling utama dalam ketenagakerjaan.
Langkah awal dari sebuah perjanjian kerja yang dilakukan oleh pengusaha dan pemberi
tenaga kerja, pelaksanaan hak dan kewajipan pun menjadi titik tumpu. Dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa
ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tenaga kerja baik pada waktu
sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Diperlukannya perlindungan pekerja adalah untuk
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa pemberlakukan pembedaan
terhadap ras, jenis dan kelamin. Pemberlakuan hal yang sama terhadap penyandang cacat dan
kewajiban pemberian hak dan kewajiban yang berwujud perlindungan hukum terhadap
tenaga kerja. Masalah ketenagakerjaan dapat timbul karena beberapa faktor seperti
pendidikan, kesempatan kerja maupun pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah. Hal ini
dialami oleh banyak negara yang termasuk Indonesia, karena hingga saat ini masih banyak
pengangguran atau lebih tepatnya lagi orang yang tidak dapat bekerja karena minimnya
lapangan pekerjaan.

Kata-Kata Kunci : Tenaga kerja; UU ketenagakerjaan; Perlindungan hukum


Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang secara geografis


terletak pada posisi strategis, yakni di persilangan antara dua benua (Benua Asia dan Benua
Australia), dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik). Di indonesia
terdapat keanekaragam seperti budaya,adat,agama,dll. Terlepas dari hal tersebut, indonesia
mempunya SDA dan SDM yang begitu banyak. Dalam hal ini yaitu ketenagakerjaan,
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.1 Perlindungan terhadap tenaga kerja adalah hal
yang paling utama dalam ketenagakerjaan. Langkah awal dari sebuah perjanjian kerja yang
dilakukan oleh pengusaha dan pemberi tenaga kerja, pelaksanaan hak dan kewajipan pun
menjadi titik tumpu.2 Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan tenaga kerja baik pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Peraturan
tersebut dilandasi dengan tujuan sebagai berikut:3

a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.


b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Diperlukannya perlindungan pekerja adalah untuk memperoleh pekerjaan dan


penghidupan yang layak tanpa pemberlakukan pembedaan terhadap ras, jenis dan kelamin.
Pemberlakuan hal yang sama terhadap penyandang cacat dan kewajiban pemberian hak dan
kewajiban yang berwujud perlindungan hukum terhadap tenaga kerja. Masalah
ketenagakerjaan dapat timbul karena beberapa faktor seperti pendidikan, kesempatan kerja
maupun pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah. Hal ini dialami oleh banyak negara yang
termasuk Indonesia, karena hingga saat ini masih banyak pengangguran atau lebih tepatnya
lagi orang yang tidak dapat bekerja karena minimnya lapangan pekerjaan. Sedangkan dalam
menghadapi masalah-masalah tersebut tenaga kerja yang sejatinya adalah salah satu engine
utama dalam berputarnya roda perekonomian sering berada pada Pihak yang tidak terlindungi
hak dan kepentingannya.

Perselisihan kerap terjadi antara buruh dengan pengusaha. Selanjutnya perselisihan


dijelaskan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu yang berbunyi :
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan.4

1
Pasal 1 Undang-undang republik indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
2 www.dslalawfirm.com/uu-ketenagakerjaan/
3
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
4 Ejournal.Sthb.ac.id/index.php/jwy
Perlindungan terhadap tenaga kerja dapat dikupas tuntang dalam Undang-Undang
No.13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dengan segala klasifikasi dan detail terhadap
pengusaha maupun tenaga kerja.

Dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan disebutkan


bahwa ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tenaga kerja baik pada
waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.

Perlu diketahui secara umum bahwa tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok yaitu:

1. Tenaga Kerja Terdidik


Tenaga kerja yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu atau khusus
yang diperoleh dari bidang pendidikan. Sebagai contoh: dosen, dokter,
guru, pengacara, akuntan dan sebagainya.
2. Tenaga Kerja Terlatih
Tenaga kerja yang memiliki keahlian pada bidang tertentu atau khusus
yang diperoleh dari pengalaman dan latihan. Sebagai contoh: supir,
tukang jahit, montir dan sebagainya.
3. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih
Tenaga kerja yang mengandalkan tenaga, tidak memerlukan pendidikan
maupun pelatihan terlebih dahulu. Sebagai contoh: kuli, pembantu rumah
tangga, buruh kasar dan sebagainya.5

Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.

Pengusaha adalah yaitu sebagai berikut :

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu


perusahaan milik sendiri.
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan
di luar wilayah indonesia.6

UU ketenagakerjaan juga mengatur hubungan antara pengusaha dengan tenaga kerja.


Hubungan itu terjadi karena adanya ikatan atau perjanjian kerja yang sudah disepakati oleh
kedua belah pihak, bersifat tertulis atau lisan dan dilandasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak dan kewajiban antara pengusaha dan tenaga kerja
juga menjadi perhatian demi menciptakan keamanan dan kenyamanan saat melakukan
aktivitas pekerjaan.7

5 www.dslalawfirm.com/uu-ketenagakerjaan/
6 Mukmin Zakie-NAKER
7 www.dslalawfirm.com/uu-ketenagakerjaan/
Peran tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat dengan disertai
berbagai tantangan dan risiko yang dihadapinya. Oleh karena itu, kepada tenaga kerja perlu
diberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan, sehingga pada
gilirannya akan dapat meningkatkan produktivitas nasional. Peran serta tenaga kerja tersebut
menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan pembangunan
nasional, baik sebagai pelaku pembangunan maupun sebagai tujuan pembangunan.
Pembangunan tenaga kerja berperan meningkatkan produktivitas nasional dan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karenanya, tenaga kerja harus diberdayakan supaya mereka memiliki nilai
lebih dalam arti lebih mampu, lebih terampil dan lebih berkualitas, agar dapat berdaya guna
secara optimal dalam pembangunan nasional dan mampu bersaing dalam era global.

Kemampuan, keterampilan dan keahlian tenaga kerja perlu terus ditingkatkan melalui
perencanan dan program ketenagakerjaan termasuk pelatihan, pemagangan dan pelayanan
penempatan tenaga kerja. Berdasarkan uraian di atas, maka titik pandang terhadap pekerja
merupakan penentu paradigma politik hukum ketenagakerjaan, yaitu mencakup pandangan
tentang manusia dan kerja, relasi antara manifestasi kerja (tenaga) dengan upah, dan hak
dasar pekerja. Agenda politik hukum ketenagakerjaan ini akan dioperasionalkan apabila
terdapat suatu kondisi yang mendukungnya, baik secara sistemik maupun kulturnya yang di
dalamnya diperlukan suatu tindakan yang aktual, yaitu membangun kekuatan pekerja,
hubungan sosial pekerja dengan produksinya, perlindungan pekerja dengan produksinya, dan
kesejahteraan spiritual pekerja. Implementasi dari agenda tersebut titik tekannya bukan hanya
sekedar instrumen tetapi akses, mendorong kuantitatif mendidik kualitatif, dan membangun
sistem.

Di samping itu dalam penegakkan hukum ketenagakerjaan meliputi instrumen


keberpihakkan kepada kepentingan pekerja dan merintis peradilan pekerja (peradilan
hubungan industrial) yang bermuara pada keadilan dengan proses penyelesaian sederhana,
cepat dan biaya ringan (justice delayed, justice denied) dengan tetap mengindahkan prinsip-
prinsip ketertiban, keadilan, kebenaran dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum
ketenagakerjaan di Indonesia.
RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pendahuluan dan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang


fokus pada paper ini yaitu sebagai berikut :

1. apa tujuan dan arah pembentukan Undang-Undang ketenagakerjaan di indonesia?


2. bagaimana peran Undang-undang ketenagakerjaan dalam perlindungan hukum
kepada buruh di indonesia?

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dibuatnya penelitian ini yaitu sebagai
berikut :

1. Untuk mengetahui tujuan dan arah pembentukan UU ketenagakerjaan di


indonesia dan,
2. Untuk mengetahui peran Undang-Undang ketenagakerjaan dalam
perlindungan hukum kepada buruh/tenaga kerja di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Sebagai penelitian


maka pendekatan yang sangat sesuai untuk digunakan dalam menganalisis kedua rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual dan pendekatan peraturan
perundang-undangan. Jenis penelitian yang saya digunakan adalah penelitian kualitatif
sehingga data yang di gunakan adalah data skunder yang di kumpulkan melalui Internet,dan
Jurnal-jurnal yang telah ada. Bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer,dan
sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum melalui Studi pustaka.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Tujuan dan Arah Pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan

Pembangunan ketenagakerjaan harus berlandaskan filosofis, yakni Pancasila dan


landasan yuridis konstitusional, yakni Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar
serta landasan yuridis operasional, yakni peraturan perundangundangan yang berrkaitan
dengan bidang ketenagakerjaan sebagai dasar hukumnya. Di samping itu, yang tidak kalah
penting adalah landasan sosiologis, yakni sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di
masyarakat sehingga dapat menampung segala kenyataan hidup masyarakat dewasa ini. Hal
tersebut dimaksudkan, bahwa pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Oleh
karena itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun
spirituil.8

Pada dasarnya masalah ketenagakerjaan merupakan agenda sosial, politik, dan


ekonomi yang cukup krusial di negara-negara modern, sebab masalah ketenagakerjaan
sebenarnya tidak hanya hubungan antara para tenaga kerja dengan pengusaha, tetapi secara
lebih luas juga mencakup persoalan sistem ekonomi dari sebuah negara dan sekaligus sistem
politiknya. Oleh karena itu, ekonomi dan politik suatu negara akan sangat menentukan corak
dan warna dari suatu sistem ketenagakerjaan yang diberlakukannya.9

Selama ini persoalan ketenagakerjaan sangat ditentukan oleh sistem ekonomi dunia,
sehingga mempengaruhi arah kebijakan hukum ketenagakerjaan yang melahirkan tipe hukum
ketenagakerjaan seperti yang dikemukakan oleh Tamara Lothion yang membedakan tipe
hukum ketenagakerjaan ke dalam tipe kontratualis dan korporatis.

Tipe korporatis ini di bidang hukum ketenagakerjaan dilakukan melalui praktik


kebijakan legislasi dalam bentuk pembentukan peraturan perundangundangan sebagai usaha
pemerintah untuk melakukan pembinaan hukum nasional.10

Hal ini semakin mendapatkan dasar pembenaran, jika dihubungkan dengan sistem
hukum yang dianut Indonesia sejak awal kemerdekaan berdasarkan asas konkordansi (dari
hukum Belanda) yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law).11

Tipe korporatis digunakan, karena model hubungan kerja yang hendak ditumbuhkan
adalah harmoni model, yaitu:12

a. Para pihak tidak memiliki kebebasan, melainkan dikuasai oleh pemerintah


melalui ketentuan-ketentuan hukum yang bersifat represif.
b. Konsensus (kerjasama) diharuskan dengan melarang terjadinya konflik
(pemogokan).
c. Diwajibkan menggunakan penyelesaian secara damai dan melarang
penggunaan cara-cara paksaan (mogok atau pun out lock).

8 Ujang Charda S., Mengenal Hukum Ketenagakerjaan Indonesia : Sejarah, Teori & Praktiknya di Indonesia,
Fakultas Hukum UNSUB, Subang, 2014, hlm. 25
9 Abdul jalil,teologi Buruh,LKIS Yogyakarta,Yogyakarta,2008.hlm.v-vi.

10 Ujang Charda S., ”Reorientasi Reformasi Model Hukum Ketenagakerjaan dalam Kebijakan Pemerintah’’Jurnal

ilmu hukum syiar hukum,Vol.XIV No. 1,Fakultas Hukum UNISBA,Bandung,Maret 2012,hlm.9.


11
Aloysius Uwiyono, “Implikasi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Terhadap Iklim Investasi”, Jurnal
Hukum Bisnis, Volume 22 No. 5, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2003, hlm. 43.
12
Agusmidah, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Hukum, Sofmedia, Medan, 2011, hlm. 10.
Sementara itu, dalam tipe hukum ketenagakerjaan yang kontraktualis hubungan kerja
lebih didasarkan pada kekuatan tawar menawar (bargaining position) tenaga kerja terhadap
pengusaha, pemerintah bukan sebagai pihak yang aktif membuat regulasi ketenagakerjaan,
melainkan hanya bertindak memfasilitasi organisasi tenaga kerja dengan menjamin hak
berorganisasi,13 maka ciri ini menunjuk pada tipe koalisi yang memiliki ciri hubungan kerja
harmonis dan hubungan kerja konflik.14

Tipe kontraktualis ini merupakan konsep kapitalis yang menghendaki agar negara
tidak terlalu ikut mencampuri persoalan pekerja dengan pengusaha, melainkan diserahkan
kepada mekanisme pasar dengan sistem flexible worker, tetapi kembali kepada tujuan hukum
ketenagakerjaan serta peran pemerintah masih sangat dibutuhkan dan meniadakan campur
tangan negara bukan solusi yang benar-benar tepat.15 Untuk itu, antara peran pasar dan
campur tangan negara maupun antara pembangunan ekonomi dengan pendekatan pasar dan
normatif (konstitusional) harus saling melengkapi, dikarenakan menjalankan pembangunan
ekonomi dalam kevakuman politik adalah hal yang mustahil, karena:16

a. Peran pasar sangat penting dalam rangka perusahaan memaksimalkan


keuntungan dan individu serta masyarakat memaksimalkan kesejahteraan,
namun peran pemerintah penting juga dalam melakukan koreksi terhadap
kegagalan pasar.
b. Peran konstitusi dan aturan main dalam pembuatan kebijakan ekonomi
sangat penting untuk memastikan kebijakan ekonomi yang baik dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk jangka panjang.
c. Kebijakan ekonomi dalam mengejar pertumbuhan maupun pemerataan hasil
sangat berkaitan dengan proses politik yang berlangsung terus menerus.
Kebijakan ekonomi tidak berjalan dalam kevakuman politik, karena secara
praktis pendekatan normatif atau konstitusional dapat memberikan arahan
yang jelas bagi pembangunan ekonomi dengan saling melengkapi.

Perlindungan hukum bagi tenaga kerja merupakan perwujudan dari usaha untuk
memajukan kesejateraan umum, tetapi dasar filosofi yang ditetapkan oleh pembuat Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini, ternyata tidak konsisten. Hal ini tampak dalam rumusan
konsiderans menimbang huruf d Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagai berikut:
“Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan kerja serta perlakuan tanpa diskriminasi
atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha”.

Konsiderans menimbang huruf d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut,


membatasi pengertian tenaga kerja hanya mencakup pekerja saja bukan tenaga kerja, hal ini
13 Ibid
14 Ibid
15 Ibid

16 Ibid., Hlm,11-12.
menunjukkan adanya pertentangan norma antara konsiderans menimbang huruf a, huruf b,
dan huruf c dengan konsiderans huruf d Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003. Lebih
lanjut, dasar filosofi yang ada pada konsiderans menimbang huruf a, huruf b, dan huruf c
tersebut tidak diterapkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,
khususnya hanya membatasi pekerja yang bekerja pada pengusaha saja, bukan pekerja yang
bekerja pada pemberi kerja. Ini berarti substansi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
hanya menitikberatkan pada pengaturan hubungan kerja di sektor formal.

Sementara itu, pembangunan hukum ketenagakerjaan, sasarannya diarahkan kepada


pembinaan tenaga kerja untuk:17

a. Mewujudkan perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan. b.


Mendayagunakan tenaga kerja secara optimum serta menyediakan tenaga
kerja yang sesuai dengan pembangunan nasional.
b. Mewujudkan terselenggaranya pelatihan kerja yang berkesinambungan
guna meningkatkan kemampuan, keahlian, dan produktivitas tenaga kerja.
c. Menyediakan informasi pasar kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja
yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan tenaga kerja pada
pekerjaan yang tepat.
d. Mewujudkan tenaga kerja mandiri.
e. Menciptakan hubungan yang harmonis dan terpadu antara pelaku proses
produksi barang dan jasa dalam mewujudkan hubungan industrial
Pancasila.
f. Mewujudkan kondisi yang harmonis dan dinamis dalam hubungan kerja
yang meliputi terjaminnya hak pengusaha dan pekerja.
g. Memberikan perlindungan tenaga kerja yang meliputi keselamatan dan
kesehatan kerja, pengupahan, jamsostek, serta syarat kerja.

Pembangunan hukum ketenagakerjaan, sasarannya diarahkan kepada pembinaan


tenaga kerja untuk:18

a. Mewujudkan perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan.


b. Mendayagunakan tenaga kerja secara optimum serta menyediakan tenaga kerja
yang sesuai dengan pembangunan nasional.
c. Mewujudkan terselenggaranya pelatihan kerja yang berkesinambungan guna
meningkatkan kemampuan, keahlian, dan produktivitas tenaga kerja. d.
Menyediakan informasi pasar kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja yang
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan tenaga kerja pada pekerjaan yang
tepat.
d. Mewujudkan tenaga kerja mandiri.

17
Ujang Charda S., Mengenal ... Op. Cit., hlm. 26-27.
18
Ujang Charda S., Mengenal ... Op. Cit., hlm. 26-27.
e. Menciptakan hubungan yang harmonis dan terpadu antara pelaku proses produksi
barang dan jasa dalam mewujudkan hubungan industrial Pancasila.
f. Mewujudkan kondisi yang harmonis dan dinamis dalam hubungan kerja yang
meliputi terjaminnya hak pengusaha dan pekerja.
g. Memberikan perlindungan tenaga kerja yang meliputi keselamatan dan kesehatan
kerja, pengupahan, jamsostek, serta syarat kerja. Dalam pembangunan
ketenagakerjaan,pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan
tenaga kerja.

Perencanaan tanaga kerja meliputi:19

a. Perencanaan tenaga kerja makro, maksudnya bahwa proses penyusunan


rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang memuat pendayagunaan
tenaga kerja secara optimal dan produktif guna mendukung pertumbuhan
ekonomi atau sosial, baik secara nasional, daerah, maupun sektoral,
sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan
produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
b. Perencanaan tenaga kerja mikro, maksudnya bahwa proses penyusunan
rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik
instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka pendayagunaan tenaga
kerja secara optimal dan produktif untuk mendukung pencapaian kinerja
yang tinggi pada instansi atau perusahaan yang bersangkutan.

Di dalam menyusun kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan yang


berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman kepada perencanaan tenaga kerja yang
disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan yang antara lain meliputi:20

a. Penduduk dan tenaga kerja.


b. Kesempatan kerja.
c. Pelatihan kerja termasuk kompensasi kerja.
d. Produktivitas tenaga kerja.
e. Hubungan industrial.
f. Kondisi lingkungan kerja.
g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
h. Jaminan sosial tenaga kerja.

19
Pasal 7 ayat (2) dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
20
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
2. PERAN UU KETENAGAKERJAAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM
KEPADA BURUH DI INDONESIA

Masalah ketenagakerjaan dapat timbul karena beberapa faktor seperti pendidikan,


kesempatan kerja maupun pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah. Hal ini dialami oleh
banyak negara yang termasuk Indonesia, karena hingga saat ini masih banyak pengangguran
atau lebih tepatnya lagi orang yang tidak dapat bekerja karena minimnya lapangan pekerjaan.
Sedangkan dalam menghadapi masalah-masalah tersebut tenaga kerja yang sejatinya adalah
salah satu engine utama dalam berputarnya roda perekonomian sering berada pada Pihak
yang tidak terlindungi hak dan kepentingannya.

Perlindungan terhadap tenaga kerja dapat dikupas tuntang dalam Undang-Undang


No.13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dengan segala klasifikasi dan detail terhadap
pengusaha maupun tenaga kerja.

Menurut Senjun H. Manulang, sebagaimana dikutif oleh Hari Supriyanto tujuan


hukum perburuhan adalah:21

a. Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang


ketenagakerjaan;
b. Untuk melindungi pekerja terhadap kekuasaan yang tak terbatas dari pengusaha,
misalnya dengan membuat perjanjian atau menciptakan peraturan- peraturan yang
bersifat memaksa agar pengusaha tidak bertindak sewenang- wenang terhadap
tenaga kerja sebagai pihak yang lemah.

Soepomo membagi 3 macam perlindungan terhadap pekerja, masing- masing:


Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang
cukup, termasuk bilatenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya; Perlindungan
sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan
berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi dan Perlindungan teknis, yaitu
perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja.22

Menurut Imam Soepomo, sebagai mana dikutif Asri Wijayanti, pemberian


pelindungan pekerja meliputi lima bidang hukum perburuhan, yaitu: pengerahan /
penempatan tenaga kerja, hubungan kerja, bidang kesehatan kerja, bidang keamanan kerja,
bidang jaminan sosial buruh.23

21
Hari Supriyanto, Perubahan Hukum Privat ke Hukum Publik, Studi Hukum Perburuhan di Indonesia,
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2004, hal.19.
22
Abdul Khakim, Op.Cit., hal. 61
23
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan PascaReformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 11
Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Di Indonesia antara lain
yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mewujudkan hubungan kerja yang adil bagi para pihak,


dibutuhkan intervensi pemerintah dengan membuat regulasi yang
lebih memadai, pengawasan dan penegakan hukum lebih
ditingkatkan. Perlindungan hukum diberikan bagi pekerja/buruh
untuk mendapatkan hak- haknya. Hendaklah pemerintah
memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat dalam
ketenagakerjaan secara seimbang agar dapat memberikan
perlindungan yang adil, sehingga hubungan ketenagakerjaan dapat
terpelihara dan berjalan dengan baik.
2. Apabila timbul masalah dalam hubungan ketenagakerjaan, maka
hakim yang menangani tidak mengeluarkan putusan yang hanya
didasarkan pada perjanjian semata yang telah didasari kebebasan
berkontrak dan konsensualisme, namun harus memperhatikan
keselarasan dari seluruh prinsip-prinsip yang ada dalam hukum
perjanjian demi mewujudkan perlindungan dan keadilan bagi para
pihak.
3. Para pihak yang terlibat dalamhubungan ketenagakerjaan harus
memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya dengan benar.
Pengusaha/pemberi kerja harus benar- benar berusaha untuk
melindungi kepentingan pekerja mengingat pentingnya peranan
pekerja dalam dunia usaha, misalnya : Memberikan penyuluhan,
pembinaan, dan pengawasan terhadap pekerja berkenaan dengan
pekerjaannya; Penting keselamatan dan kesehatan kerja antara lain
menyediakan alat-alat pelindung diri berupa alat penutup hidung
dan mulut ( masker ), alat penutup telinga, alat penutup diri berupa
pakaian kerja serta; Memberikan perlindungan kesehatan kerja
antara lain pemberian cuti haid, melahirkan, waktu istirahat, gugur
kandungan, cuti tahunan, disamping itu juga diberikan upah sesuai
ketentuan yang ada. Begitu juga sebaliknya dari pihak pekerja juga
harus memahami benar apa yang menjadi kewajibannya sebagai
pekerja. Karena pekerja tanpa pengusaha/ pemberi kerja tidak ada
artinya. Pengusaha juga membutuhkan perlindungan hukum
mengingat peranannya sebagai penyedia lapangan kerja dan
sebagai penggerak roda perekonomian suatu negara. Pekerja/ dan
pengusaha adalah saling membutuhkan sehingga apa yang menjadi
hak dan kewajiban masing-masing haruslah sama- sama dilindungi
dengan adil sehingga hubungan ketenagakerjaan dapat terpelihara
dan berjalan dengan baik.
Selanjutnya perlindungan hukum selalu terkait dengan peran dan fungsi hukum
sebagai pengatur dan pelindung kepentingan masyarakat, Berkaitan dengan peran hukum
sebagai alat untuk memberikan perlindungan dan fungsi hukum untuk mengatur pergaulan
serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat. Dalam rangka
perlindungan bagi pekerja dan pengusaha dibutuhkan campur tangan pemerintah dalam
bidang ketenagakerjaan untuk menjaga keseimbangan bagi para pihak melalui peraturan
perundang-undangan, sehingga menjadikan hukum perburuhan bersifat ganda yaitu privat
dan publik.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Philipus M Hadjon bahwa: “hukum perburuhan
merupakan disiplin fungsional karena memiliki karakter campuran yaitu hukum publik dan
hukum privat”. Karakter hukum privat mengingat dasar dari hubungan hukum yang
dilakukan oleh pemberi kerja dengan pekerja adalah perjanjian kerja. Sementara mempunyai
karakter hukum publik karena hubungan hukum yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan
pekerja harus diatur dan diawasi atau difasilitasi oleh pemerintah dalam rangka pemberian
jaminan perlindungan hukum bagi pekerja.24

Untuk mewujudkan perlindungan hak-hak pekerja dapat juga dilakukan melalui


pengawasan. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam perlindungan
tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaan secara
menyeluruh.25 Pengawasan ketenagakerjaan merupakan sistem dengan mekanisme yang
efektif dan vital dalam menjamin efektivitas penegakan hukum ketenagakerjaan dan
penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam rangka menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja, menjaga kelangsungan
usaha dan ketenangan kerja, meningkatkan produktivitas kerja serta melindungi pekerja.

Pengawasan dibidang ketenagakerjaan juga didasarkan pada pokok-pokok yang


terkandung dalam conventioan No.81 Concerning Labour Inspection in Industry and
Commerce (Konvensi ILO No.81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam industri dan
Perdagangan) bagian Penjelasan. Disamping itu juga sangat diperlukan adanya penegakan
hukum dibidang ketenagakerjaan. Penegakan hukum tidak hanya diartikan sebagai penerapan
hukum positif, tetapi juga penciptaan hukum positif.26 Apabila timbul masalah dibidang
ketenagakerjaan maka hakim yang menangani tidak mengeluarkan putusan yang hanya
didasarkan pada perjanjian semata yang telah didasari kebebasan berkontrak dan
konsensualisme, namun harus memperhatikan keselarasan dari seluruh prinsip-prinsip yang
ada dalam hukum perjanjian demi mewujudkan perlindungan dan keadilan bagi para pihak.

24
Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Surabaya: UGM Press, 2005, hal. 41.
25
Abdul Hakim, Op.Cit., hal. 123.
26
Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran ke Arah Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2008, hal. 52.
PENUTUP

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, kesimpulan dalam paper ini yaitu pertama,
dasar filosofi yang ditetapkan oleh pembuat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini,
ternyata tidak konsisten. Hal ini tampak dalam rumusan konsiderans menimbang huruf d
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagai berikut: “Perlindungan terhadap tenaga
kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan kerja serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
kemajuan dunia usaha”. Konsiderans menimbang huruf d Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tersebut, membatasi pengertian tenaga kerja hanya mencakup pekerja saja bukan tenaga
kerja, hal ini menunjukkan adanya pertentangan norma antara konsiderans menimbang huruf
a, huruf b, dan huruf c dengan konsiderans huruf d Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Kedua, pembangunan ketenagakerjaan ini dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun
spirituil.

Kedua, Untuk mewujudkan hubungan kerja yang adil bagi para pihak, dibutuhkan
intervensi pemerintah dengan membuat regulasi yang lebih memadai, pengawasan dan
penegakan hukum lebih ditingkatkan. Perlindungan hukum diberikan bagi pekerja/buruh
untuk mendapatkan hak- haknya. Hendaklah pemerintah memperhatikan kepentingan semua
pihak yang terlibat dalam ketenagakerjaan secara seimbang agar dapat memberikan
perlindungan yang adil, sehingga hubungan ketenagakerjaan dapat terpelihara dan berjalan
dengan baik.

Ketiga, jika terdapat masalah atau perselisihan di dalam ketenagakerjaan maka harus
di selesaikan dengan adil dan baik. Para pihak yang berselisih dalam hubungan
ketenagakerjaan harus memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik dan
benar sesuai peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ujang Charda S., Mengenal Hukum Ketenagakerjaan Indonesia : Sejarah, Teori & Praktiknya
di Indonesia, Fakultas Hukum UNSUB, Subang, 2014, hlm. 25

Abdul jalil,teologi Buruh,LKIS Yogyakarta,Yogyakarta,2008.hlm.v-vi.

Ujang Charda S., ”Reorientasi Reformasi Model Hukum Ketenagakerjaan dalam Kebijakan
Pemerintah’’Jurnal ilmu hukum syiar hukum,Vol.XIV No. 1,Fakultas Hukum
UNISBA,Bandung,Maret 2012,hlm.9.

Aloysius Uwiyono, “Implikasi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Terhadap Iklim


Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 5, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis,
Jakarta, 2003, hlm. 43.

Agusmidah, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Hukum, Sofmedia, Medan,


2011, hlm. 10.

Ibid., Hlm,11-12.

Ujang Charda S., Mengenal ... Op. Cit., hlm. 26-27.

Hari Supriyanto, Perubahan Hukum Privat ke Hukum Publik, Studi Hukum Perburuhan di
Indonesia, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2004, hal.19.

Abdul Khakim, Op.Cit., hal. 61.

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan PascaReformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal.
11.

Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Surabaya: UGM Press,
2005, hal. 41.

Abdul Hakim, Op.Cit., hal. 123.

Nyoman Serikat Putra Jaya, Beberapa Pemikiran ke Arah Pengembangan Hukum Pidana,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hal. 52.
Jurnal

Ejournal.Sthb.ac.id/index.php/jwy

Charda, S. (2015). Karakteristik Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Perlindungan


Hukum Terhadap Tenaga Kerja. Jurnal Wawasan Yuridika, 32(1), 1-21.

Internet

https://www.dslalawfirm.com/uu-ketenagakerjaan/

https://kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf

Mukmin Zakie-NAKER

You might also like